BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Pengantar
Proses stokastik merupakan suatu cara untuk mempelajari hubungan yang dinamis dari suatu runtunan peristiwa atau proses yang kejadiannya bersifat tidak pasti. Dalam
memodelkan
perubahan
dari
suatu
sistem
yang
mengandung
ketidakpastian seperti pergerakan harga saham, banyaknya klaim yang datang ke suatu perusahaan asuransi, keadaan cuaca, dan lain sebagainya, proses stokastik banyak digunakan didalam kehidupan sehari-hari..
2.2 Data
2.2.1 Defenisi
Data adalah suatu sumber informasi yang diketahui atau diasumsikan untuk memberikan suatu gambaran mengenai suatu keadaan. Syarat data yang baik adalah yang memenuhi persyaratn berikut ini :
a. Objektif b. Representatif c. Standard errornya kecil d. Relevan
Universitas Sumatera Utara
Data terbagi atas dua jenis yaitu : a. Data kuntitatif adalah data yang berbentuk bilangan atau angka, harganya berubah-ubah dan bersifat variabel b. Data kualitatif adalah data yang berbentuk suatu kategori.
Data dapat diklasifikasikan berdasarkan pengumpulan data yaitu : a. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber pertama baik dari individu maupun perorangan seperti hasil wawancara atau hasil pengisian kuesioner yang dilakukan oleh peneliti. b. Darta sekunder adlah data primer atau data dalam bentuk jadi biasanya telah dikelola oleh pihak lain.
2.3 Matriks
2.3.1 Defenisi Matriks
Matriks ialah suatu kumpulan angka-angka Atau sering disebut elemen-elemen yang disusun berdasarkan baris dan kolom sehingga berbentuk empat persegi panjang dimana panjang dan lebarnya ditentukan oleh banyaknya kolom dan baris yang dibatasi dengan tanda kurung. Suatu matriks A yang berukuran pxq dapat ditulis : a11 a 21 A= a p1
a12 a1q a 22 a 2 q a p 2 a pq
Atau dapat disingkat dengan :
A = (aij ) , dimana i = 1,2,3,...p dan j = 1,2,3,...q.
Matriks diatas disebut matriks tingkat pxq atau disingkat matriks pxq karena terdiri dari p baris dan q kolom.. Setiap aij disebut elemen (unsur) dari matriks itu
Universitas Sumatera Utara
sedangkan indeks i dan j berturut-turut menyatakan baris dan kolom. Jadi elemen
aij terdapat pada baris ke-i, kolom ke-j.
2.3.2 Teorema Matriks
Berikut beberapa teorema dari matriks :
a. Jika
dan B = (bij )
A = (aij )
yang
berukuran
sama
pxq,
maka
A + B = (aij + bij ) b. Jika A = (aij ) merupakan matriks berukuran pxq dan k adalah skalar, maka k . A = (kaij ) c. Jika A = (aij ) matriks berukuran pxn dan B = (bij ) matriks berukuran nxq maka perkalian matriks A dan B berlaku apabila jumlah kolom matriks A sama dengan jumlah baris matriks B.
d. Jika A = (aij ) dan B = (bij ) keduanya merupakan matriks berukuran pxq maka : A = B , jika aij = bij untuk semua nilai i dan j. A ≥ B ; jika aij ≥ bij untuk semua nilai i dan j.
A > B ; jika aij > bij untuk semua nilai i dan j. Demikian juga halnya untuk A ≤ B dan A < B . e. Matriks bujur sangkar adalah matriks dimana banyaknya baris sama dengan banyaknya kolom. a11 a A = 21 a n1
a12 a 22 an2
a1n a2n a nn
f. Matriks Identitas I n adalah matriks bujur sangkar dimana elemen
di
sepanjang diagonal utama ( diagonal kiri atas menuju kanan bawah )
Universitas Sumatera Utara
mempunyai nilai entry 1. Sedangkan elemen yang lainnya bernilai nol. Untuk n = 3, matriks identitasnya adalah : 1 0 0 I3 = 0 1 0 0 0 1 g. Matriks Transpos adalah matriks jika baris dan kolom dari suatu matriks pxq dipertukarkan ( baris pertama dengan kolom pertama dan seterusnya ), maka diperoleh suatu matriks qxp yang disebut transpos. Jika matriks A adalah : a11 A = a 21 a 31
a12 a 22 a32
maka transpose dari matriks A dinotasikan dengan AT yaitu : a AT = 11 a12
a 21 a 22
a31 a32
2.3.3 Operasi Matriks
a. Kesamaan Matriks
Dua matriks A dan B dikatakan sama jika kedua matriks identik. Artinya kedua matriks tersebut mempunyai orde yang sama dan elemen – elemen yang berkesesuaian sama. Jadi Matriks A dan B dikatakan sama jika dan hanya jika
aij = bij untuk setiap i dan j.
Universitas Sumatera Utara
b. Jumlah dan Selisih Matriks
Matriks – matriks yang mempunyai ukuran sama dapat diambil jumlah atau selisihnya. Jumlah atau selisih dari dua matriks berukuran pxq yakni matriks A dan B adalah matriks C dengan ukuran yang sama. Jadi : A± B = C
Dimana setiap elemen dari matriks C adalah : cij = aij ± bij Hal ini dapat diperluas untuk beberapa matriks yang mempunyai ukuran sama. Jadi untuk matriks A, B dan C berlaku : A ± B ± C = D dimana d ij = aij ± bij ± cij
c. Pergandaan Matriks dengan Skalar Jika suatu matriks A digandakan dengan skalar k dimana (k ≠ 0) ditulis kA, maka matriks B yang diperoleh dengan mengalikan setiap elemen dari A dengan skalar k. Jadi B = (kA) dimana bij = kaij untuk semua i dan j.
d. Sifat – sifat pokok Matriks terhadap Penjumlahan dan Perkalian dengan Skalar.
Jika A, B dan C merupakan matriks yang mempunyai dimensi sama serta skalar k1 , k 2 ≠ 0 , maka :
a.
A + B = B + A , dinamakan sifat Komutatif
b. A + ( B + C ) = ( A + B) + C , dinamakan sifat Asosiatif c. k1 ( A + B ) = k1 A + k 1B , dinamakan sifat Distributif
Universitas Sumatera Utara
d. (k1 + k 2 ) A = k1 A + k 2 A e. (k1 k 2 ) A = k1 (k 2 A) f.
A + 0 = A , 0 adalah matriks nol
g. A + (− A) = A − A = 0 h. 1A = A dan 0 A = 0 i. Terdapat matriks D sedemikian sehingga A + D = B . Dan dari sifat d dan sifat h dapat diturunkan bahwa : A + A = 2 A , A + A + A = 3 A , dan seterusnya.
e. Pergandaan dua Matriks atau lebih.
Pergandaan dari dua matriks atau lebih dapat dilakukan jika banyak kolom dari matriks pengali sama dengan banyak baris matriks yang dikali. Dengan kata lain hasil perkalian dari matriks A yang berukuran pxn dan matriks B yang berukuran nxq adalah matriks C yang berukuran pxq dimana elemen – elemen dari matriks C merupakan jumlah hasil ganda elemen – elemen yang bersesuaian dari matriks A baris ke i dengan kolom j dari matriks B. Jadi elemen matriks C dapat ditulis : C = (cij ) = ∑ a ik bkj dimana i = 1,2,...p dan j = 1,2,...q. q
k =1
f. Sifat – sifat pokok Pergandaaan Matriks. Andaikan matriks A, B dan C dapat digandakan dan k (k ≠ 0) adalah skalar, maka dapat diturunkan sifat – sifat sebagai berikut : 1. ( AB)C = A( BC ) , dinamakan sifat Asosiatif 2. A( B + C ) = AB + AC , dinamakan sifat Distributif Kiri 3. ( B + C ) A = BA + CA , dinamakan sifat Distributif Kanan
Universitas Sumatera Utara
4. k ( AB) = (kA) B = A(kB) 5. AB = 0 , tidak perlu harus A = 0 atau B = 0 6. AB = BC , tidak perlu harus B = C 7. 0 A = 0 dan B0 = 0 , 0 adalah matriks nol
2.4 Probabilitas
Probabilitas mempunyai banyak persamaan seperti kemungkinan, kesempatan dan kecenderungan.
Probabilitas
menunjukkan kemungkinan
terjadinya
suatu
peristiwa yang bersifat acak. Suatu peristiwa disebut acak jika terjadinya peristiwa tersebut tidak diketahui sebelumnya. Oleh karena itu, probabilitas dapat digunakan sebagai alat ukur terjadinya peristiwa di masa yang akan datang. Nilai probabilitas yang paling kecil adalah 0 yang berarti bahwa peristiwa tersebut pasti tidak akan terjadi. Sedangkan nilai probabilitas yang terbesar adalah 1 yang berarti bahwa peristiwa tersebut pasti akan terjadi. Secara umum, nilai probabilitas suatu peristiwa A adalah :
0 ≤ Pr( A ) ≤ 1
2.4.1 Definisi Probabilitas
Definisi mengenai probabilitas dapat dilihat dari tiga macam pendekatan. Yaitu pendekatan klasik, pendekatan frekuensi relatif dan pendekatan subjektif.
A. Pendekatan Klasik
Menurut pendekatan klasik, probabilitas didefinisikan sebagai hasil bagi banyaknya peristiwa yang dimaksud dengan seluruh peristiwa yang mungkin.
Universitas Sumatera Utara
Dirumuskan : Pr( A ) =
n( A ) n( S )
( 2.1 )
dimana : Pr( A ) = probabilitas terjadinya peristiwa A n( A) = jumlah peristiwa A n(S ) = jumlah peristiwa yang mungkin. B. Pendekatan Frekuensi Relatif
Menurut pendekatan frekuensi relatif, probabilitas dapat didefinisikan sebagai berikut:
1. Proporsi waktu terjadinya suatu peristiwa dalam jangka panjang, jika kondisi stabil. 2. Frekuensi relatif dari seluruh peristiwa dalam sejumlah besar percobaan.
Probabilitas berdasarkan pendekatan ini sering disebut sebagai probabilitas Empiris. Nilai probabilitas ditentukan melalui percobaan, sehingga nilai probabilitas itu merupakan limit dari frekuensi relatif peristiwa tersebut.
Dirumuskan :
Pr( X = x ) = lim
f , untuk n → ∞ . n
Dimana :
Pr( X = x ) = probabilitas terjadinya peristiwa x f = frekuensi peristiwa x n = banyaknya peristiwa yang bersangkutan.
Universitas Sumatera Utara
C. Pendekatan Subjektif
Menurut pendekatan subjektif, probabilitas didefinisikan sebagai tingkat kepercayaan individu atau kelompok yang didasarkan pada fakta- fakta atau peristiwa masa lalu yang ada atau berupa terkaan saja. Seorang direktur akan memilih seorang karyawan dari 3 orang calon yang telah lulus ujian saringan. Ketiga calon tersebut sama pintar, sama lincah dan semuanya penuh kepercayaan. Probabilitas tertinggi ( kemungkinan diterima ) menjadi karyawan ditentukan secara subjektif oleh sang direktur.
2.4.2 Probabilitas Beberapa Peristiwa
A. Probabilitas Saling Lepas ( Mutually Exclusive )
Dua peristiwa atau lebih disebut peristiwa saling lepas apabila kedua atau lebih peristiwa tersebut tidak dapat terjadi pada saat yang bersamaan. Untuk dua peristiwa A dan peristiwa B yang saling lepas, maka probabilitas terjadinya peristiwa tersebut adalah sebagai berikut : Pr( A ∪ B ) = Pr( A ) + Pr( B ) .
Sedangkan untuk tiga peristiwa A, B dan C yang saling lepas, maka probabilitas terjadinya peristiwa tersebut adalah :
Pr( A ∪ B ∪ C ) = Pr( A ) + Pr( B ) + Pr( C )
Sehingga dapat disimpulkan, untuk n buah peristiwa yang saling lepas, maka probabilitas terjadinya peristiwa tersebut adalah : Pr( E1 ∪ E 2 ∪ E3 ∪ ... ∪ E n ) = Pr( E1 ) + Pr( E 2 ) + Pr( E3 )... Pr( E n )
Universitas Sumatera Utara
B. Probabilitas Tidak Saling Lepas ( Non Mutually Exclusive )
Dua atau lebih peristiwa dikatakan peristiwa tidak saling lepas apabila kedua atau lebih peristiwa tersebut dapat terjadi pada saat yang bersamaan. Untuk dua peristiwa A dan B yang tidak saling lepas, probabilitas terjadinya peristiwa tersebut adalah :
Pr( A ∪ B ) = Pr( A ) + Pr( B ) − Pr( A ∩ B )
Untuk tiga peristiwa A ,B dan C yang tidak saling lepas, maka probabilitas terjadinya peristiwa tersebut adalah : Pr( A ∪ B ∪ C ) = Pr( A ) + Pr( B ) + Pr( C ) − Pr( A ∩ B ) − Pr( A ∩ C ) − Pr( B ∩ C ) + Pr( A ∩ B ∩ C )
C. Probabilitas Saling Bebas
Dua peristiwa atau lebih dikatakan saling bebas apabila terjadinya peristiwa yang satu tidak mempengaruhi atau dipengaruhi terjadinya peristiwa yang lainnya. Untuk dua peristiwa A dan peristiwa B yang saling bebas, probabilitas terjadinya peristiwa tersebut adalah : Pr( A ∩ B ) = Pr( A ). Pr( B )
Sedangkan untuk tiga peristiwa A, B dan C yang saling bebas probabilitas terjadinya peristiwa tersebut adalah :
Pr( A ∩ B ∩ C ) = Pr( A ). Pr( B ). Pr( C )
Universitas Sumatera Utara
D. Probabilitas Tidak Saling Bebas
Dua peristiwa atau lebih dikatakan peristiwa tidak saling bebas apabila terjadinya peristiwa yang satu mempengaruhi atau dipengaruhi terjadinya peristiwa yang lainnya.Untuk dua peristiwa A dan B yang tidak saling bebas, probabilitas terjadinya peristiwa tersebut adalah : Pr( A ∩ B ) = Pr( A ). Pr( B A )
Sedangkan untuk tiga peristiwa yang saling bebas, probabilitas terjadinya peristiwa tersebut adalah : Pr( A ∩ B ∩ C ) = Pr( A ). Pr( B A ) Pr( C ( A ∩ B )
E. Probabilitas Bersyarat
Peristiwa bersyarat merupakan suatu peristiwa yang akan terjadi dengan syarat peristiwa lain telah terjadi. Jika peristiwa B bersyarat terhadap peristiwa A, maka probabilitas terjadinya peristiwa tersebut adalah :
Pr( B A ) =
Pr( B ∩ A ) Pr( A )
F. Probabilitas Komplementer
Peristiwa komplementer adalah peristiwa yang saling melengkapi. Jika peristiwa A komplementer terhadap peristiwa B, maka probabilitas peristiwa tersebut adalah :
Pr( A ) + Pr( B ) = 1
Universitas Sumatera Utara
Yang juga berarti bahwa :
Pr( A ) = 1 − Pr( B ) Pr( B) = 1 − Pr( A) .
2.5 Teorema Bayes
Misalkan S adalah Ruang sampel dari kejadian. B1 , B2 ,..., Bn adalah kejadian didalam S dimana B1 , B2 ,..., Bn adalah kejadian saling lepas dan membentuk partisi didalam S
Jika B1 , B2 ,..., Bn membentuk partisi dalam S dan A adalah peristiwa lain dalam S maka ( A ∩ B1 ), ( A ∩ B2 ), ( A ∩ B3 ),..., ( A ∩ Bn ) akan membentuk partisi sehingga : A = ( A ∩ B1 ) ∪ ( A ∩ B2 ) ∪ ( A ∩ B3 ),..., ( A ∩ Bn ) (2.2) Karena kejadian-kejadian secara eksklusif secara bersama-sama maka : P( A) = P( A ∩ B1 ) + P( A ∩ B2 ) + P( A ∩ B3 ) + ... + P( A ∩ Bn ) P ( A) = P(B1 )P ( A / B1 ) + P(B2 )P( A / B2 ) + ... + P(Bn )P( A / Bn ) P( A) = ∑ P (B j )P (A / B j ) n
j =i
(2.3) Dengan demikian akan didapat :
P(Bi / A) =
=
P( A ∩ Bi ) P ( A) P( A / Bi )P(Bi ) P ( A)
Universitas Sumatera Utara
=
P ( A / Bi )P (Bi ) P (B1 )P (a / B1 ) + P (B2 P( A / B2 ).... + P(Bn )P( A / Bn ))
Sehingga :
P(Bi / A) =
P( A / Bi )P(Bi )
∑ P(B )P(A / B ) n
j =1
j
j
(2.4)
Jika Ai , i = 1,2,...,n maka peluang kondisional An dengan syarat A1 , A2 ,..., An −1 telah terjadi sebelumnya ialah :
P( An / A1 , A2 ,..., An −1 ) =
P( A1 ∩ A2 ∩ ... An ) P( A1 , A2 ,...., An −1 )
atau dapat ditulis juga : P( A1 ∩ A2 ,...,∩ An ) = P( A1 )P( A2 / A1 )P( A3 / A1 ∩ A2 )...P( An / A1 ∩ A2 ∩ ... An −1 ) (2.5) Sifat yang paling mendasar adalah bahwa tiap-tiap barisan kejadian merupakan kejadian yang hanya tergantung pada kejadian sebelumnya yaitu A j +1 tergantung pada A j akan tetapi A j +1 tidak tergantung pada A j −1 , A j − 2 ,..., A1 maka persamaan ini dengan asumsi diatas dapat disederhanakan menjadi P( A1 ∩ A2 ,...,∩ An ) = P( A1 )P( A2 / A1 )P( A3 / A2 )....P( An / An −1 )
(2.6)
Universitas Sumatera Utara
2.6 Rantai Markov
2.6.1 Definisi Rantai Markov
Rantai Markov sebenarnya merupakan bentuk khusus dari model probabilitas yang melibatkan waktu dan
lebih dikenal sebagai proses Stokastik. Rantai
Markov merupakan proses Stokastik dari variabel-variabel acak {X t ; t = 0 ,1,2 ,3...} yang membentuk suatu deret dan memenuhi sifat Markov.
2.6.2 Sifat Markov
Dalam sifat Markov, jika diberikan kejadian - kejadian yang telah berlalu ( past states) X 0 , X 1 , X 2 ,..., X t −1 dan kejadian yang sedang berlangsung ( present state ) X t , maka kejadian yang akan datang ( future state ) X t +1 bersifat bebas ( independen ) dari kejadian-kejadian yang telah berlalu ( past state ) X 0 , X 1 , X 2 ,..., X t −1 . Artinya kejadian yang akan datang ( future state ) X t +1 hanya bergantung pada kejadian yang sedang berlangsung ( present state) X t . Untuk suatu pengamatan yang prosesnya sampai
waktu ke t, maka
distribusi nilai proses dari waktu ke t + 1 hanya bergantung pada nilai dari proses pada waktu t. Secara umum dapat dituliskan : Pr( X t +1 = i X 0 = j 0 , X 1 = j1 ,..., X t −1 = j t −1 , X t = j t ) = Pr( X t +1 = i X t = j )
(2.7)
2.6.3 Asumsi – asumsi Dasar Rantai Markov
Penggunaan rantai Markov terhadap suatu masalah memerlukan pemahaman tentang tiga keadaan yaitu keadaan awal, keadaan transisi dan keadaan setimbangnya. Dari tiga keadaan di atas, keadaan transisi merupakan yang
Universitas Sumatera Utara
terpenting. Oleh karena itulah asumsi – asumsi dalam rantai Markov hanya berhubungan dengan keadaan transisi.
Asumsi – asumsi dalam rantai Markov adalah sebagai berikut : a. Jumlah probabilitas transisi keadaan adalah 1 b. Probabilitas transisi tidak berubah selamanya. c. Probabilitas transisi hanya tergantung pada status sekarang, bukan pada periode sebelumnya.
2.6.4 Keadan Awal Rantai Markov
Keadaan pada rantai Markov ditulis dalam bentuk vektor yang dinamakan vektor keadaan. Vektor keadaan untuk suatu pengamatan rantai Markov dengan n kejadian adalah vektor kolom dengan n baris. Untuk keadaan awal, vektor pada rantai Markov adalah keadaan ataupun probabilitas yang terjadi pada waktu yang sedang berlangsung dan dinotasikan dengan X 0 . Dapat dituliskan : x0 ,1 x 0 ,2 X0 = x0 ,n
2.6.5 Keadaan Transisi dan Probabilitasnya
Keadaan transisi adalah perubahan dari suatu keadaan ( status ) ke keadaan lain pada periode berikutnya. Keadaan transisi ini merupakan suatu proses acak dan dinyatakan dalam bentuk probabilitas. Probabilitas ini dikenal sebagai probabilitas transisi. Probabilitas ini dapat digunakan untuk menentukan probabilitas keadaan
Universitas Sumatera Utara
periode berikutnya. Keadaan transisi didapatkan setelah keadaan awal diberikan perubahan melalui suatu matriks yang disebut matriks probabilitas transisi
Jika rantai Markov mencapai situasi satsuoner maka probabilitas tersebuttidak lagi bergantung pada t, sehingga dituliskan besaran probabilitas sebagai Pij . Dengan demikian maka probabilitas proses berpindah dari status i ke status j homogen dalam waktu. Jadi kita dapat mendefenisikan seluruh probabilitas proses dalam bentuk matriks P. p00 P = p10 . . . pi 0 .. .
p01 p11 . . .
pi1 . . .
p02 ... p12 ... . . .
pi 2 ... . . .
p0 j ... p1i ... pij ... . . .
Yang disebut sebagai matrik probabilitas transisi (disingkat matriks transisi) dari rantai Markov. Jika jumlah status adalah berhingga yaitu t maka matriks transisi ini akan berukuran t baris x t kolom. Seriap elemen matriks Pij adalah positif ( Pij ≥ 0 , untuk setiap i,j = 0, 1, 2, ...). Total Probabilitas dalam setiap baris adalah ∞
1 ( ∑ pij = 1 , untuk setiap baris i = 0, 1, 2, ...). j =0
2.7 Persamaan Chapman- Kolmogorov
Persamaan
Chapman
Kolmogorov
merupakan
sebuah
metode
untuk
menghubungkan peluang peralihan t langkah yang berurutan. Untuk dapat menghitung peluang peralihan t langkah digunakanlah persamaan ini yaitu :
Universitas Sumatera Utara
∞
Pijt + m = ∑ Pikt Pkjm
(2.8)
k =0
Pikt
= Peluang peralihan dari state i ke state k setelah t langkah dan diketahui
sebelumnya telah berada dalam state i Pkjm = Peluang peralihan dari state i ke state k setelah m langkah dan diketahui sebelumnya telah berada dalam state k Pijt + m = Peluang peralihan dari state i akan berpindah ke state j setelah t+m
langkah.
Dengan menggunakan persamaan Chapman Kolmogorov kita dapat membuktikan
( )
bahwa P (t ) = P t matriks peluang peralihan t langkah P t sama dengan matriks peluang peralihan satu langkah pangkat t. Jika α i P ( X 0 = i ) P= (X 0
P
( 2) ij
, X i ,...= ,X i ) =P P i= X i= i
0
∞ k =0
t
ij
P P
(t + m) ij
(t + m)
(t )
t −1
t
t
i 0 i1
...P
i1i 2
i t −1it ,
= ∑ ∞k =0 P ik P kj , , ( t −1)
P =∑ P P
p
t −1
1
ik
(t )
kj
,, ( m)
= ∑ ∞k =0 P ik P kj , =P
(t )
P
( m)
,
=P , t
P ( X=t j= )
() ∑ αi P , ∞ k =0
t
ij
Universitas Sumatera Utara
Maka,
P= (X 0
, X i ,...,= ,X i ) i= X i=
P= (X 0
,X i ) ( X i= ( X i= i ) P= X i ) P= X i=
1
0
(
...P= Xt = P= (X 0
t −1
1
1
0
t −1
0
1
t
t
2
0
0
2
1
0
1
, X i ,...= i= X i= X i ) 0
t
1
0
t −1
1
t −1
( X i X ) P= ( X i= (X i = i ) P= X i ) P= X i ) 1
0
0
1
2
1
2
t
1
t
t −1
t −1
, = P i1,i 2...P it −1,it
Untuk 0 < t < m, P (= X 0 i,= X t j, = X m k)
(
) (
= P (= X 0 i) P = X t j= X0 i P = X m k= X 0 i,= Xt k = P ( X= i) P 0
P
(t + m) ij
= P
(X
( X= j X= i ) P ( X = k X= k=) t
= j t +m
0
)
X =0 i =
α (i )P P( ) = (t )
∑
m
(t )
α ( i ) P ij
P
( m −t ) jk
P (= j) X 0 i,= X t k , X= t +m P ( X 0 = i)
m
(t )
( m)
ik
kj
∑ P P
kj ∞ ∞ ik = k 0= k 0
=
t
)
α (i )
Sehingga
P ( X = j= )
∑
P ( X = i )P
(X=
)
∑ P
∞ ∞ = i 0= i 0 t t 0 0
j
X=
i=
(t ) ij
Universitas Sumatera Utara
Sifat Matriks:
P Yaitu atau :
(t )
= P.P
( t −1)
peluang peralihan dari tahap i ke j adalah elemen dari matriks transisi Pt
Kejadian perpindahan dari tahap i ke j dalam n langkah dapat dipandang dengan cara yang saling lepas dimana pada langkah pertama menuju tahap k (k = 0,1, .....), selanjutnya dari tahap j dalam sisanya (t -1) langkah (peralihan). Karena sifat ( t −1) rantai Markov maka peluang pada langkah ke dua adalah P kj dimana peluang pada langkah 1 adalah
P
ik
. dengan menggunakan sifat peluang total. Tahapan
tersebut dapat ditulis sebagai berikut: (t )
∞
(X ∑ P=
=
k =0
=
t
∞
(X ∑ P= k =0 ∞
∞
( X j= ) ∑ P= X
(
= i P ij P= X t j= X 0=
t
j= ,X0 i X 1 k=
j= X1 k
t
k =0
1
k= ,X0 i
)
) P= ( X k= X i) 1
0
) P= ( X k= X i) 1
0
( t −1)
= ∑ P ik P kj k =0
Jika dilakukan induksi t = 1 dan m = t-1 maka persamaan (2.8) menjadi : Pijt = ∑ Pik Pkjt −1 = ∑ Pikt −1 Pkj k =0
k =0
dengan Pijt adalah anggota atau elemen dari matriks P t dan Pik dan Pkjt −1 anggota dari matrik P. Persamaan diatas memperlihatkan peluang peralihan t langkah dapat diperoleh dari peluang beralih satu langkah. Misalkan untuk t = 2 Pijt = ∑ Pik Pkj = ∑ Pik ∑ Pkj k =0
ik = 0
k =0
Universitas Sumatera Utara
karena Pij2 merupakan elemen dari matriks P 2 , Pik dan Pkjt −1 elemen dari matriks P, maka P 2 = P.P yaitu perkalian matriks peralihan satu langkah dengan matriks itu sendiri. Untuk t langkah secara umu dapat diperoleh :
P t = P.P....P = P t = P.P t −1 = P t −1 .P = P t
Sehingga dapat dikatakan bahwa peluang peralihan t langkah dapat diperoleh dengan memangkatkan t, matriks beralih satu langkah.
2.8 Peluang State t langkah
2.8.1 Defenisi
(
)
Andaikan P t = P0t , P1t ,... adalah vektor peluang state setelah t langkah maka Pjt , vektor peluang statenya adalah Pjt yaitu vektor peluang berada pada state j setelah t langkah dengan n ≥ 1, j ∈ E Pjt = P( xt = j ) = ∑ P( xt = j , x0 = i ) i =0
= ∑ P( x0 = i )P( xt = j \ x0 = j ) i =o
= ∑ Pi 0 Pijt
(2.9)
i =0
Persamaan diatas menyatakan bahwa peluang proses berada pada state j setelah t langkah dengan mengabaikan state awalnya yaitu state i. Persamaan (2.9) dapat dituliskan dalam bentuk vektor dan matriks, untuk t = 1 P1 = P 0 P atau
Universitas Sumatera Utara
Pjt = P( xt = j ) = ∑ P( xt = j , xt −1 = i ) i =0
= ∑ P( xt −1 = i )P(xt = j \ xt −1 = j ) i =o
= ∑ Pi t −1 Pij
(2.10)
i =0
Persamaan diatas menyatakan bahwa peluang proses berada pada state j setelah t langkah dengan mengabaikan state awalnya yaitu state i. Persamaan (2.10) dapat dituliskan dalam bentuk vektor dan matriks, untuk t = 1 P1 = P 0 P P 2 = P 1 P = P (0 ) PP = P (0 ) P 2
Dapat disimpulkan vektor peluang state dalam t langkah diperoleh dengan mengalikan statei awal P (0 ) dengan matriks satu langkah pangkat t. P t = P t −1 P t = P (0 ) P t ,
n ≥1
Universitas Sumatera Utara