11
BAB 2 LANDASAN TEORI Tinjauan dan pengertian notaris Tinjauan Notaris Lembaga notariat eksis disebabkan oleh kebutuhan masyarakat akan kepastian hukum, hal ini dimulai sejak abad ke 11 dan 12 didaerah pusat perdagangan Italia Utara yang merupakan tempat asal dari lembaga notariat yang dinamakan Latijnse Notariaat, yang karakteristiknya terlihat dari dalam diri notaris yang diangkat oleh penguasa untuk kepentingan masyarakat banyak dan menerima uang jasa dari masyarakat yang kepentingannya dituangkan dalam suatu akta. Perkembangan lembaga Notariat meluas dari Italia Utara ke Perancis, dinegara mana lembaga ini sepanjang masa dikenal sebagai suatu pengabdi kepada masyarakat umum, yang kebutuhan dan kegunaannya senantiasa mendapat pengakuan, telah memperoleh puncak perkembangannya. Dari Perancis ini pulalah, pada permualaan abad ke-19 lembaga notariat telah meluas kenegara-negara sekelilingnya dan bahkan kenegara-negara lain.17 Nama “Notariat” sebenarnya telah dikenal jauh sebelum diadakannya lembaga notariat. Notariat itu sendiri berasal dari nama pengabdinya, yakni dari nama Notarius. Akan tetapi, apa yang dimaksudkan dengan nama Notarius dahulu tidaklah sama dengan notaris yang dikenal sekarang ini. Notarius ialah nama yang pada zaman Romawi diberikan kepada orang-orang yang menjalankan pekerjaan menulis. Dalam buku hukum dan tulisan Romawi klasik telah berulang kali ditemukan nama atau title Notarius untuk menandakan suatu golongan orang-orang yang melakukan suatu bentuk pekerjaan tulis menulis tertentu.18
17
Lumban Tobing, Op.Cit., hal. 5 R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia. Suatu Penjelasan, Cetakan 2, (Jakarta : RajaGrafindo Persada, 1993), hal. 13 18
Kebatalan suatu ..., Ryan Oetary, FH UI., 2009.
Universitas Indonesia
12
Pada permulaan abad ke-3 sesudah Masehi dikenal pula kata Tabeliones yang memiliki beberapa persamaan dengan notaries saat ini yaitu untuk membuat akta-akta dan surat-surat lainnya demi kepentingan masyarakat namun para Tabeliones ini tidak diangkat atau ditunjuk oleh penguasa untuk melakukan formalitas yang ditentukan oleh Undang-Undang sehingga akta-akta dan surat-surat yang mereka buat tidak mempunyai otentisitas, hanya mempunyai kekuatan seperti akta dibawah tangan. Para Tabeliones ini lebih tepat untuk dipersamakan dengan apa yang dikenal sekarang ini sebagai zaakwaarnemer daripada sebagai notaris sekarang.19 Pada saat puncak perkembangan lembaga notariat, notariat Perancis sebagaimana dikenal sekarang, dibawa ke negeri Belanda dan dengan dua buah Dekrit Kaisar, masing-masing pada 8 Nopember 1810 dan 1 Maret 1811 dinyatakan berlaku diseluruh negeri Belanda terhitung mulai 1 Maret 1811. Dengan adanya kedua dekrit itu, negeri Belanda terdapat suatu peraturan yang berlaku umum untuk pertama kalinya dibidang notariat.20 Notaris di Indonesia baru muncul dalam permualaan abad ke-17. Notaris pertama di Indonesia, Melchior Kerchem, dimana dalam Surat Keputusan Pengangkatannya oleh Gubernur Jenderal VOC secara singkat dimuat suatu instruksi yang menguraikan bidang pekerjaan dan wewenangnya, yaitu untuk menjalankan tugas jabatannya di wilayah jabatannya untuk kepentingan masyarakat umum. Pada tanggal 26 Januari 1860, diundangkanlah Peraturan tentang Jabatan Notaris di Indonesia (Reglement op het Notaris ambt) dengan ordonansi 11 Januari 1860 Staatsblad Nomor 3 yang mulai berlaku pada tanggal 1 juli 1860 berlaku. Pasal-pasal yang terdapat dalam Peraturan Jabatan Notaris adalah copie dari pasal-pasal dalam Notaris wet yang berlaku di negeri Belanda. Dalam pada itu di dalam Peraturan Jabatan Notaris tidak terdapat satu pasal pun yang mengharuskan adanya suatu “masa magang” (werkstage), berbeda dengan di negeri Belanda, di 19 20
Lumban Tobing, Op.cit., hal.7 Ibid., hal. 12-13
Kebatalan suatu ..., Ryan Oetary, FH UI., 2009.
Universitas Indonesia
13
mana di dalam Notariswet, dari mana sebenarnya Peraturan Jabatan Notaris dilahirkan, bahwa salah satu syarat untuk dapat diangkat sebagai Notaris, yang bersangkutan harus dapat menyerahkan suatu bukti, bahwa ia sudah pernah bekerja (tidak terputus-putus) pada salah satu kantor Notaris selama sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun. Sebenarnya di Indonesia telah beberapa kali dikemukakan tentang perlunya diadakan “masa magang” ini. Sangat disayangkan bahwa pada waktu itu dikeluarkan Ordonansi Tahun 1907 No. 485, yang mengatur lebih lanjut perincian mengenai mata pelajaran untuk ujian-ujian Bagian I, II dan III, tidak sekaligus diatur di dalamnya tentang keharusan untuk menempuh suatu “masa magang” (werkstage) bagi para calon Notaris. Juga di dalam Peraturan Jabatan Notaris tidak ada diatur tentang pendidikan notaris, yang diatur hanya tentang ujian Notaris, dengan menetapkan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seseorang untuk dapat menempuh ujian Notaris, akan tetapi bagaimana caranya ia memperoleh ilmu itu sama sekali tidak dipersoalkan. Ujian Notaris sebagaimana diatur dalam Peraturan Jabatan Notaris adalah ujian Negara, artinya untuk mengambil ujian, maka tiap-tiap kali oleh Departemen Kehakiman dibentuk panitia yang dimaksud dalam Pasal Peraturan Jabatan Notaris. Untuk kepentingan suatu pendidikan yang baik, terutama untuk memperoleh pengetahuan juridis yang umum (algemene juridise ontwikkeling) sudah pada tempatnya pendidikan notariat dijadikan pendidikan universitair berdasarkan undangundang. Dengan diadakannya pendidikan notariat yang merupakan pendidikan “pasca sarjana” pada Universitas Indonesia, yang kemudian disusul pada Universitas Padjajaran, Universitas Gajah Mada dan terakhir Universitas Sumatera Utara adalah sangat tepat dan merupakan perwujudan dari suatu keinginan yang telah lama ada. Namun demikian masih disayangkan, bahwa adanya pendidikan notariat universitair (pasca sarjana) di Indonesia belum diatur dalam suatu perundang-undangan dan juga belum merupakan satu-satunya pendidikan notariat, oleh karena di samping itu masih tetap diadakan ujian negara, sungguhpun hanya untuk bagian III (terakhir), sedang
Kebatalan suatu ..., Ryan Oetary, FH UI., 2009.
Universitas Indonesia
14
ujian Bagian I dan II tidak diadakan lagi, walaupun belum pernah dihapuskan secara resmi. Pada tahun 1954 diundangkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1954 Tentang Wakil Notaris dan Wakil Notaris Sementara (Lembaran Negara 1954 Nomor 101, Tambahan Lembaran Negara Nomor 7000). Dalam surat pengangkatannya, mereka diangkat untuk jangka waktu 1 (satu) tahun, dan dapat diperpanjang lagi untuk 1 (satu) tahun berikutnya, demikian seterusnya. Pengangkatannya ini menimbulkan perasaan takut bagi yang bersangkutan bila masa jabatannya itu telah berakhir dan tidak diperpanjang lagi. Akibatnya banyak Wakil Notaris dan Wakil Notaris Sementara yang berusaha mendapatkan uang sebanyak mungkin selama mereka menjabat. Hal ini menyebabkan merosotnya lembaga notariat di mata masyarakat. Dalam periode tahun 1960 sampai tahun 1965, terutama di jaman Kabinet 100 Menteri, notariat banyak mengalami kegoncangan. Tanpa mengindahkan peraturan yang berlaku, dikeluarkan surat keputusan yang bertujuan mengadakan peremajaan di kalangan para Notaris, sekalipun mengenai batas usia bagi para Notaris untuk dapat dipensiunkan telah diatur dalam undang-undang (Peraturan Jabatan Notaris). Diantara para Notaris yang terkena peraturan peremajaan tersebut, ada yang diangkat kembali berdasarkan dispensasi, dengan memperpanjang masa jabatannya. Dipengaruhi oleh keadaan pada waktu itu, terjadilah pengangkatanpengangkatan para Notaris dan wakil Notaris baru, dengan tidak lagi berpedoman pada
ketentuan-ketentuan
yang
berlaku.
Bahkan
ada
kalanya
merupakan
pengangkatan yang bersifat politis. Setelah terjadinya pergeseran kepemimpinan, beberapa Notaris yang terkena peremajaan dan tidak mendapat dispensasi, diangkat kembali (direhabilitas). Adanya rehabilitas ini ditujukan untuk menghilangkan pandangan dalam masyarakat umum terhadap Notaris yang timbul karena peremajaan tersebut, yakni anggapan masyarakat bahwa apa yang telah terjadi bukanlah suatu peremajaan, tetapi pemecatan-pemecatan yang disebabkan oleh tindakan-tindakan para Notaris yang melanggar hukum.
Kebatalan suatu ..., Ryan Oetary, FH UI., 2009.
Universitas Indonesia
15
Pada tanggal 6 Oktober 2004 disahkan Undang-Undang Nomor 30 tentang Jabatan Notaris oleh Presiden Republik Indonesia setelah mengalami perdebatan yang mendalam di Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia (DPR-RI), yang
diharapkan Undang-Undang ini dapat membawa angin pembaharuan demi kepentingan hukum masyarakat. Pengertian Notaris. Black’s Law Dictionary 5th Edition 1979 mengatakan: A notary public is a public officer, whoose function it is: a. To administer oaths; b. To attest and certify by his hand and official seal certain classes of documents, in order to give them credit and authenticity in foreign jurisdictions; c. To take acknowledgment of deeds and other conveyances and certify the same; d. To perform certain official acts, chiefly in commercial matters, such as protesting of notes and bills, the noting of foreign drafts and marine protests in cases of loss and damage. Halsbury’s Law of England, vol. 34, Butterworth 1980, mengatakan: A notary public is a duly appointed officer, whose public office it is among others matters: 1. To draw, attest and certify under his official seal, deeds and other documents, including conveyances of real and personal property and powers of attorney; 2. To note or certify transactions relating to negotiable instruments; 3. To prepare wills and other testamentary documents;
Kebatalan suatu ..., Ryan Oetary, FH UI., 2009.
Universitas Indonesia
16
4. To draw up protests or other formal papers relating to occurrences on the voyages of ships and their navigation as well as the carriage of cargo in ships.21 Dilihat dari pengertian diatas, hanya sebagian kecil dari tugas-tugas notaris yang dijabarkan. Namun, hal-hal tersebut telah menggambarkan pengertian dari notaris sendiri, yakni orang yang menyelanggarakan tugas-tugas keadministrasian, menjamin keotentikan dari suatu dokumen untuk dipergunakan sesuai dengan kepentingan dari pihak-pihak dan menyatakan keotentikan dari suatu dokumen serta membuat akta-akta seperti akta protes dan perjanjian bisnis. Baik dalam Reglement op Het Notaris Ambt in Indonesia Stbl. 1860:3 (Peraturan Jabatan Notaris) dan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris ditegaskan pengertian dari Notaris. Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.22 Notaris diangkat oleh pemerintah melalui Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk mengemban tanggung jawab untuk melayani masyarakat atas pembuatan akta dan memberikan nasehat-nasehat yang berkenaan dengan pembuatan akta atau hal-hal yang berkaitan dengan kenotariatan. Undang-Undang tentang Jabatan Notaris membatasi kewenangan notaris untuk tidak berhak membuat akta-akta yang telah diwenangkan kepada pejabat lain seperti yang telah diamanatkan oleh Undang-Undang tersebut, seperti pembuatan akta kelahiran, akta perkawinan dan akta kematian merupakan wewenang pejabat kantor catatan sipil sedangkan pembuatan akta lelang dilaksanakan oleh pejabat lelang. Profesi notaris merupakan jabatan yang sangat mulia dan harus diemban dengan rasa tanggung jawab yang besar. Untuk mendukung penguatan moral seorang notaris, sebelum menjalankan profesi jabatannya tersebut, seorang notaris harus
21
Tan Thong Kie, Studi Notariat (Beberapa Mata Pelajaran) dan Serba-Serbi Praktek Notaris, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 2000), hal. 232 22 Indonesia (a). op.cit., psl. 1 angka 1.
Kebatalan suatu ..., Ryan Oetary, FH UI., 2009.
Universitas Indonesia
17
mengangkat sumpah sesuai dengan Undang-Undang tentang Jabatan Notaris dan Kode Etik Profesi Notaris yang akan dipaparkan pada sub bab berikutnya. Didalam majalah Renvoi bulan September tahun 2005, Herlien Budiono mengemukakan bahwa notaris mempunyai dua kewenangan dalam pembuatan akta otentik, yaitu: 1. Menjalankan tugas perundang-undangan; 2. Menjalankan tugas diluar tugas perundang-undangan. Menjalankan tugas perundang-undangan adalah tugas utama dari notaris yaitu pembuatan akta otentik (dan kewenangan lain sebagaimana diatur dalam pasal 15 Undang-Undang tentang Jabatan Notaris); menjalankan tugas diluar perundangundangan adalah kegiatan notaris lainnya selain pembuatan akta otentik, misalnya mengurus pendaftaran fidusia, pengurusan pengesahan sebagai badan hukum bagi perseroan terbatas pada instansi yang berwenang.23 Komar andasasmita menyatakan bahwa selain tugas utama membuat akta otentik, sehari-harinya notaris melaksanakan tugas lainnya, yaitu: - Bertindak selaku penasehat hukum, terutama yang menyangkut masalah hukum perdata; - Mendaftarkan
akta-akta/surat
dibawah
tangan
(stukken),
melakukan
“waarmeking”; - Melegalisir tanda tangan; - Membuat dan mensahkan (waarmerken) salinan/turunan berbagai dokumen;
23
Herlien Budiono, “Pertanggungjawaban Notaris Berdasarkan Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 (Dilema Notaris Diantara Negara, Masyarakat, dan Pasar)”, Renvoi (September 2005), hal. 33.
Kebatalan suatu ..., Ryan Oetary, FH UI., 2009.
Universitas Indonesia
18
- Mengusahakan disahkannya badan-badan, seperti perseroan terbatas dan perkumpulan, agar memperoleh persetujuan/pengesahan sebagai badan hukum dari Menteri Kehakiman; - Membuat keterangan hak waris (dibawah tangan), dan; - Pekerjaan-pekerjaan lain yang bertalian dengan lapangan yuridis dan perpajakan, seperti urusan bea materai dan sebagainya.24 Persyaratan dan prosedur pengangkatan notaris Persyaratan Pengangkatan Notaris Seorang untuk dapat diangkat menjadi notaris, harus memenuhi persyaratan tertentu sebagaimana tercantum dalam pasal 3 Undang-undang Nomor 30 tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris juncto pasal 2 ayat (1) “Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor : M.01.-HT.03.01 Tahun 2006 tentang Syarat dan Tata Cara Pengangkatan, Perpindahan, dan Pemberhentian Notaris25. Pasal 3 Undang-undang Jabatan Notaris menyebutkan bahwa: “Syarat untuk dapat diangkat menjadi Notaris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris adalah: a. Warga Negara Indonesia; b. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; c. Berumur paling sedikit 27 (dua puluh tujuh) tahun; d. Sehat jasmani dan rohani; e. Berijasah sarjana hukum dan lulusan jenjang strata dua kenotariatan; f. Telah menjalani magang atau nyata-nyata telah bekerja sebagai karyawan Notaris dalam waktu 12 (dua belas) bulan berturut-turut pada kantor Notaris atas prakarsa sendiri atau atas rekomendasi Organisasi Notaris setelah lulus strata dua kenotariatan; dan 24
Komar Andasasmita, Notaris Selayang Pandang, (Bandung:Alumni, 1983), hal. 7 Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tentang Syarat dan Tata Cara Pengangkatan, Perpindahan, dan Pemberhentian Notaris, Permen Kehakiman dan HAM No.M.01.-HT.03.01 Tahun 2006, tanggal 5 Desember 2006. 25
Kebatalan suatu ..., Ryan Oetary, FH UI., 2009.
Universitas Indonesia
19
g. Tidak berstatus sebagai pegawai negeri, pejabat Negara, advokat, atau tidak sedang memangku jabatan lain yang oleh undang-undang dilarang untuk dirangkap dengan jabatan Notaris. Pasal 2 ayat (1) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: M.01.-HT.03.01 Tahun 2006 tentang Syarat dan Tata Cara Pengangkatan, Perpindahan, dan Pemberhentian Notaris menyebutkan bahwa “Syarat untuk dapat diangkat menjadi Notaris adalah: a.
Warga Negara Indonesia;
b.
Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c.
Setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
d.
Sehat jasmani yang dibuktikan dengan surat keterangan sehat
dari
dokter rumah sakit pemerintah atau rumah sakit swasta; e.
Sehat rohani/jiwa yang dibuktikan dengan surat keterangan sehat dari psikiater rumah sakit pemerintah atau swasta;
f.
Berijasah sarjana hukum dan lulusan jenjang strata dua kenotariatan atau berijasah hukum lulusan pendidikan Spesialis Notariat yang belum diangkat sebagai Notaris pada saat Undang-undang Jabatan Notaris mulai berlaku;
g.
Berumur paling rendah 27 (dua puluh tujuh) tahun;
h.
Telah mengikuti pelatihan teknis calon Notaris yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia bekerja sama dengan Pihak lain;
i.
Telah menjalani magang atau telah nyata-nyata bekerja sebagai karyawan Notaris dalam waktu 12 (dua belas) bulan berturut-turut pada kantor Notaris yang dipilih atas prakarsa sendiri atau yang ditunjuk atas rekomendasi Organisasi Notaris setelah lulus pendidikan sebagaimana dimaksud pada huruf f;
Kebatalan suatu ..., Ryan Oetary, FH UI., 2009.
Universitas Indonesia
20
j.
Tidak pernah terlibat dalam tindakan kriminal yang dinyatakan dengan surat keterangan dari Kepolisian Negara Republik Indonesia;
k.
Mengajukan permohonan pengangkatan menjadi Notaris secara tertulis kepada Menteri;
l.
Tidak berstatus sebagai pegawai negeri, pejabat Negara, advokat, pemimpin atau pegawai Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Badan Usaha Milik Swasta, atau sedang memangku jabatan lain yang oleh peraturan perundang-undangan dilarang untuk dirangkap dengan jabatan Notaris.
Didalam Pasal 13 Reglement op Het Notaris Ambt in Indonesia Stbl. 1860:3 (Peraturan Jabatan Notaris), menyebutkan bahwa : “Tidak seorangpun dapat diangkat menjadi Notaris, kecuali mereka yang : 1. Berkewarganegaraan Indonesia; 2. Telah mencapai umur 25 (duapuluh lima) tahun; 3. Membuktikan kelakuan baik sekurang-kurangnya dalam empat tahun terakhir, yang dinyatakan dengan suatu keterangan yang diberikan oleh Kepala Pemerintahan setempat, yang selama itu mempunyai tempat tinggal yang tetap; 4. Telah memilikinijasah bagian III Ujian Negara atau lulusan pendidikan Notariat pada suatu Universitas Negari.” Prosedur Pengangkatan Notaris Seorang calon notaris yang telah memenuhi syarat-syarat untuk diangkat mesti mengajukan permohonan secara tertulis kepada Menteri, dalam hal ini Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Peraturan yang mengatur mengenai tata cara pengangkatan notaris ini dapat dilihat pada bab III dari Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: M.01.-HT.03.01 Tahun 2006 tentang Syarat dan Tata Cara Pengangkatan, Perpindahan, dan Pemberhentian Notaris selain mengacu pada UUJN.
Kebatalan suatu ..., Ryan Oetary, FH UI., 2009.
Universitas Indonesia
21
Dalam Pasal 4 Peraturan Menteri tersebut menyebutkan bagaimana prosedur pengangkatan seorang notaris, bahwa: 1. Permohonan untuk diangkat menjadi Notaris diajukan hanya untuk 1 (satu) tempat kedudukan di Kabupaten atau Kota. 2. Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diajukan untuk 1 (satu) kali, tidak dapat dicabut, dan pemohonan tidak dapat mengajukan permohonan baru. 3. Permohonan yang telah diajukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dialihkan ke tempat kedudukan yang lain setelah lewat jangka waktu 180 (seratus delapan puluh) hari terhitung sejak permohonan diterima. 4. Dalam keadaan tertentu Menteri berwenang mengangkat Notaris untuk Kabupaten atau Kota di luar tempat kedudukan yang domohonkan. 5. Permohonan pengangkatan Notaris yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, diterima untuk dicatat dalam buku agenda Direktorat Perdata Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum sesuai dengan tanggal dan nomor kendali penerimaan. 6. Permohonan pengangkatan Notaris yang telah, diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (5), diproses sesuai dengan formasi, kecuali Menteri mempunyai pertimbangan lain. 7. Permohonan pengangkatan Notaris yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, tidak dapat diterima dan pemohon dapat mengambil berkas permohonannya dalam waktu paling lama 30 (tigapuluh) hari terhitung sejak surat pemberitahuan secara resmi melalui surat tercata dikirimkan melalui pos. 8. Dalam hal permohonan pengangkatan Notaris diajukan untuk Kabupaten atau Kota yang tidak tersedia formasi, permohonan tidak dapat diterima dan pemohon dapat dapat mengambil berkas permohonannya dalam waktu paling lama 30 (tigapuluh)hari terhitung
Kebatalan suatu ..., Ryan Oetary, FH UI., 2009.
Universitas Indonesia
22
sejak surat pemberitahuan secara resmi melalui surat tercatat dikirimkan melalui pos. 9. Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dan ayat (8) dapat diajukan kembali untuk formasi yang tersedia. 10. Setiap pemohon dapat mengetahui tindak lanjut dari permohonannya secara terbuka. Permohonan proses pengangkatan dan Surat keputusan pengangkatan Notaris harus telah paling lama dalam waktu 90 (sembilanpuluh) hari dan diambil dengan, mesti diambil dalam waktu 30 (tigapuluh) hari terhitung sejak pemberitahuan secara resmi melalui surat tercatat yang dikirimkan melalui pos, menyerahkan bukti pembayaran penerimaan negara bukan pajak. Telah menjadi suatu azas hukum publik (publiekrechtelijk beginsel), bahwa seorang pejabat umum, sebelum dapat menjalankan jabatannya dengan sah, harus terlebih dahulu mengangkat sumpah (diambil sumpahnya). Selama hal itu belum dilakukan, maka jabatan itu tidak boleh dan tidak dapat dijalankan dengan sah.26 Sumpah jabatan notaris ini diatur dalam Pasal 4 UUJN dan Pasal 6 dan 7 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: M.01.-HT.03.01 Tahun 2006 tentang Syarat dan Tata Cara Pengangkatan, Perpindahan, dan Pemberhentian Notaris, yang berbunyi : “Saya bersumpah/berjanji: Bahwa saya akan patuh dan setia kepada Negara Republik Indonesia, Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang tentang Jabatan Notaris serta peraturan perundangundangan lainnya. Bahwa saya akan menjalankan jabatan saya dengan amanah, jujur, seksama, mandiri, dan tidak berpihak. Bahwa saya akan menjaga sikap, tingkah laku saya, dan akan menjalankan kewajiban saya sesuai dengan kode etik profesi, kehormatan, martabat, dan tanggung jawab saya sebagai Notaris. 26
Lumban Tobing. Op.Cit., hal. 114
Kebatalan suatu ..., Ryan Oetary, FH UI., 2009.
Universitas Indonesia
23
Bahwa saya akan merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperoleh dalam pelaksanaan jabatan saya. Bahwa saya untuk dapat diangkat dalam jabatan ini, baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan nama atau dalih apapun, tidak pernah dan tidak akan memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada siapapun.” Setelah pengambilan sumpah jabatan dilaksanakan, maka notaris yang telah diambil sumpahnya, dalam 30 (tiga puluh) hari, harus melaksanakan jabatannya secara nyata sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 7 UUJN, yaitu : “Dalam jangka waktu 30 (tigapuluh) hari terhitung sejak tanggal pengambilan sumpah/janji jabatan Notaris, yang bersangkutan wajib: a. Menjalankan jabatannya dengan nyata; b. Menyampaikan berita acara sumpah/janji jabatan Notaris kepada Menteri, organisasi Notaris, dan Majelis Pengawas daerah; dan c. Menyampaikan alamat kantor, contoh tanda tangan, dan paraf, serta teraan cap/stempel jabatan Notaris berwarna merah kepada Menteri dan pejabat lain yang bertanggung jawab di bidang agraria pertanahan, Organisasi Notaris, Ketua Pengadilan Negeri, Majelis Pengawas Daerah, serta Bupati atau Walikota ditempat Notaris diangkat.” Wewenang dan Pengawasan notaris Wewenang Notaris Dalam menjalankan tugas dan Jabatannya, notaris harus selalu tunduk dan patuh sebagaimana yang telah diamanatkan oleh Undang-Undang terutama sebagaimana yang disebutkan didalam Pasal 1 Pasal 60 Reglement op Het Notaris Ambt in Indonesia Stbl. 1860:3 (Peraturan Jabatan Notaris) Pasal 15 ayat (1), (2) dan (3) dan yang berturut-turut berbunyi :
Kebatalan suatu ..., Ryan Oetary, FH UI., 2009.
Universitas Indonesia
24
“Para Notaris adalah pejabat-pejabat umum, khususnya berwenang untuk membuat akta-akta otentik mengenai semua perbuatan, persetujuan dan ketetapan-ketetapan, yang untuk itu diperintahkan oleh suatu Undang-Undang umum atau yang dikehendaki oleh orang-orang yang berkepentingan, yang akan terbukti dengan tulisan otentik, menjamin hari dan tanggalnya, menyimpan akta-akta dan mengeluarkan grosse-grosse, salinan-salinan dan kutipan-kutipannya; semua itu sejauh pembuatan akta-akta tersebut oleh suatu Undang-Undang umum tidak juga ditugaskan atau diserahkan kepada pejabatpejabat atau orang-orang lain.” “Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundangundangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh Undang-undang.”27 “Notaris berwenang pula: a. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat dibawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus; b. Membukukan surat-surat dibawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus; c. Membuat kopi dari asli surat-surat dibawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan; d. Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;
27
Indonesia, Op.Cit., Pasal 15 ayat (1)
Kebatalan suatu ..., Ryan Oetary, FH UI., 2009.
Universitas Indonesia
25
e. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta; f. Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau g. Membuat akta risalah lelang. “Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundangundangan.” Kewenangan lain yang dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) ini berupa pembuatan akta keterangan hak waris, dimana dalam Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tidak dengan tegas dinyatakan namun diatur dalam peraturan perundangundangan. Sebelumnya, penulis melihat terlebih dahulu pengertian dari peraturan perundang-undangan dari beberapa sumber peraturan, diantaranya: 1. Pasal 1 angka 2 UU No. 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang memberikan definisi sebagai berikut : “Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum.” 2. Pasal 1 angka 2 UU No. 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, yang memberikan pengertian sebagai berikut : “Badan atau Pajabat Tata Usaha Negara adalah Badan atau Pejabat yang melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku” 3. Penjelasan Pasal 1 angka 2 UU No. 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, yang memberikan definisi sebagai berikut :
Kebatalan suatu ..., Ryan Oetary, FH UI., 2009.
Universitas Indonesia
26
“Yang dimaksud dengan “peraturan perundang-undangan” dalam undangundang ini ialah semua peraturan yang bersifat mengikat secara umum yang dikeluarkan oleh Badan Perwakilan Rakyat bersama Pemerintah baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah, serta semua keputusan badan atau pejabat tata usaha negara, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah, yang juga bersifat mengikat secara umum.” 4. Pasal 1 angka 1 Peraturan Presiden No. 1 tahun 2007 tentang Pengesahan, Pengundangan, dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan, memberikan definisi sebagai berikut : “Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum.” Dari penjelasan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor : 5 tahun 1986 ternyata yang dimaksud dengan “peraturan perundang-undangan” bukan hanya “undang-undang” saja, tetapi juga meliputi semua keputusan badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah, yang juga bersifat mengikat secara umum. Pasal 7 ayat 1 dan 4 Undang-Undang Nomor : 10 tahun 2004 menyebutkan bahwa: (1)Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan adalah sebagai berikut: a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; c. Peraturan Pemerintah; d. Peraturan Presiden; e. Peraturan Daerah.
Kebatalan suatu ..., Ryan Oetary, FH UI., 2009.
Universitas Indonesia
27
(4)Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. Pasal 42 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor : 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, menyatakan bahwa : (1)
Untuk pendaftaran peralihan hak karena pewarisan mengenai bidang tanah hak yang sudah didaftar dan hak milik atas satuan rumah susun sebagai yang diwajibkan menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, wajib diserahkan oleh yang menerima hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun yang bersangkutan sebagai warisan kepada Kantor Pertanahan, sertipikat hak yang bersangkutan, surat kematian orang yang namanya dicatat sebagai pemegang haknya dan surat tanda bukti sebagai ahli waris.
Penjelasan Pasal 42 ayat 1 alinea 3 dari Peraturan Pemerintah Nomor : 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah menyatakan bahwa : “Surat tanda bukti sebagai ahli waris dapat berupa Akta Keterangan Hak Mewaris, atau Surat Penetapan Ahli Waris atau Surat Keterangan Ahli Waris.” Dengan demikian, maka Peraturan Pemerintah Nomor : 24 tahun 1997 dapat dianggap sebagai Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi dari ketentuan Pasal 111 ayat 1 huruf c Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 tahun 1997 yang dimaksud dalam Pasal 7 ayat 4 Undang-Undang Nomor : 10 Tahun 2004. Atas dasar uraian tersebut, maka Surat Direktur Jenderal Agraria atas nama Menteri Dalam Negeri tertanggal 20 Desember 1969 No. Dpt/12/63/12/69 tentang surat keterangan warisan dan pembuktian kewarganegaraan juncto pasal 42 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor : 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah Juncto ketentuan pasal 111 ayat 1 huruf c Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan
Kebatalan suatu ..., Ryan Oetary, FH UI., 2009.
Universitas Indonesia
28
Pertanahan Nasional No. 3 tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, yang berbunyi : c. Surat tanda bukti sebagai ahli waris yang dapat berupa: 1. Wasiat dari pewaris, atau 2. Putusan Pengadilan, atau 3. Penetapan Hakim/Ketua Pengadilan, atau a. Bagi warga negara Indonesia penduduk asli. surat keterangan ahli waris yang dibuat oleh para ahli waris dengan disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi dan dikuatkan oleh Kepala Desa/Kelurahan dan Camat tempat tinggal pewaris pada waktu meninggal dunia. b. Bagi warga negara Indonesia keturunan Tionghoa. Akta keterangan hak mewaris dari Notaris. c. Bagi warga negara Indonesia keturunan Timur Asing lainnya. d. Surat Keterangan waris dari Balai Harta Peninggalan. Juga termasuk dalam pengertian “peraturan perundang-undangan” yang dimaksud dalam pasal 15 ayat 3 UUJN. Berdasarkan penjelasan dan definisi mengenai pengertian “peraturan perundang-undangan” yang dimuat dalam penjelasan pasal 1 angka 2 UU No. 5 tahun 1986 dan ketentuan pasal 1 angka 2 UU No. 10 tahun 2004 tentang pembentukan Peraturan Perundang-Undangan tersebut diatas, praktek pembuatan akta keterangan hak waris oleh Notaris bagi mereka yang tunduk pada Hukum Waris menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, masih dapat diberikan dan dilanjutkan berdasarkan ketentuan pasal 15 ayat 3 UUJN juncto Surat Dirjen Agraria a.n. Mendagri tertanggal 20 Desember 1969 No. Dpt 12/63/12/69 juncto pasal 42 ayat 1 PP No. 24 tahun 1997 juncto pasal 111 ayat 1 huruf c angka 3 PMNA/KBPN No. 3 tahun 1997 tersebut diatas. UU No 30 tahun 2004 tidak mengatur secara tegas tentang kewenangan notaris untuk membuat akta keterangan hak mewaris sebagaimana pernah ada pada ketika masih
Kebatalan suatu ..., Ryan Oetary, FH UI., 2009.
Universitas Indonesia
29
dalam bentuk Rancangan Undang-undang, hal ini mungkin dengan pertimbangan karena hukum waris merupakan bagian dalam bidang hukum yang sangat rawan karena berkaitan dengan agama dan kebhinekaan adat istiadat, karena itu untuk sementara ini dibiarkan saja dan secara bertahap dikondisikan untuk secara mantap menuju cita-cita kesatuan dan persatuan bangsa dengan cara melakukan unifikasi hukum.28 2.3.2. Pengawasan Notaris Undang-undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris pasal 89 mengatur mengenai kode etik bagi para notaris berikut sanksi-sanksinya. Pengawasan terhadap notaris menurut UUJN dilaksanakan oleh tiga instansi yaitu: a. Pemerintah sebanyak tiga (3) orang; b. Organisasi Notaris sebanyak tiga (3) orang; c. Akademisi sebanyak tiga (3) orang. yang dibentuk oleh Menteri Hukum Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dalam tiga tingkatan, yaitu Majelis Pengawas Pusat, Majelis Pengawas Wilayah dan Majelis Pengawas Daerah. Sebelum adanya Undang-undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, berdasarkan Reglement op Het Notaris Ambt in Indonesia Stbl. 1860:3 (Peraturan Jabatan Notaris), pengawasan terhadap Notaris dilaksanakan oleh Pengadilan Negeri dimana wilayah hukum dari Notaris yang bersangkutan dengan dibantu oleh Penuntut Umum. Disamping Majelis Pengawas, pengawasan terhadap notaris juga dilaksanakan oleh Dewan Kehormatan sebagai suatu badan atau lembaga yang mandiri dan bebas 28
Wahyudi Suyanto, Dasar Hukum-Kewenangan Notaris Untuk Membuat Akta Keterangan Hak Mewaris, <notarisinteraktif.files.wordpress.com/2008/02/keterangan-hak-mewaris-ws-edisi2.doc>, 27 Januari 2008.
Kebatalan suatu ..., Ryan Oetary, FH UI., 2009.
Universitas Indonesia
30
dari keberpihakan dalam Perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia (INI), yang terdiri dari Dewan Kehormatan Pusat, Dewan Kehormatan Wilayah dan Dewan Kehormatan Daerah. Kode etik adalah seluruh kaidah moral yang ditentukan oleh Perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia yang selanjutnya akan disebut “Perkumpulan” berdasar keputusan Kongress Perkumpulan dan/atau yang ditentukan oleh dan diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hal itu dan yang berlaku bagi serta wajib ditaati oleh setiap dan semua anggota perkumpulan dan semua orang yang menjalankan tugas jabatan sebagai notaris, termasuk didalamnya para pejabat sementara notaris, notaris pengganti dan notaris pengganti khusus.29 Mengenai tata cara pengawasan dan pelaksanaan kode etik tersebut dilakukan dengan cara sebagai berikut: a. Pada tingkat pertama oleh Pengurus Daerah Ikatan Notaris Indonesia dan Dewan kehormatan daerah; b. Pada tingkat banding oleh Pengurus Wilayah Ikatan Notaris Indonesia dan Dewan kehormatan Wilayah; c. Pada tingkat terakhir oleh Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia dan Dewan kehormatan Pusat;30 Adanya Dewan Kehormatan yang mempunyai tugas utama untuk melakukan pengawasan dan pelaksanaan kode etik notaris dimaksudkan untuk kepentingan para notaris itu sendiri yang mempunyai ikatan dengan pengawasan yang dilakukan Majelis Pengawas yang telah ditentukan oleh Undang-undang. Mesti diperhatikan bahwa Dewan Kehormatan didalam menjalankan tugas dan wewenangnya selalu mengacu kepada ketentuan-ketentuan yang telah ada, baik yang berkaitan dengan organisasi Ikatan Notaris Indonesia maupun undang-undang jabatan notaris. 29
Ikatan Notaris Indonesia, Kode Etik Hasil Konggres Ikatan Notaris Indonesia (INI) Bab I, tanggal 27 Januari 2005, (Bandung : 2005). Pasal 1. 30 Ibid., Pasal 7.
Kebatalan suatu ..., Ryan Oetary, FH UI., 2009.
Universitas Indonesia
31
Dalam Kongres Luar Biasa Ikatan Notaris Indonesia di Bandung pada tanggal 28 januari 2005, menetapkan kode etik Ikatan Notaris Indonesia mengenai kewajiban, Larangan dan pengecualian bagi notaris dalam bab III, yaitu : Pasal 3 tentang kewajiban, Notaris dan orang lain yang memangku dan menjalankan jabatan notaris wajib: 1. Memiliki moral, akhlak serta kepribadian yang baik. 2. Menghormati dan menjunjung tinggi harkat dan martabat jabatan notaris. 3. Menjaga dan membela kehormatan perkumpulan. 4. Bertindak jujur, mandiri, tidak berpihak, penuh rasa tanggung jawab berdasarkan peraturan perundang-undangan dan isi sumpah jabatan notaris. 5. Meningkatkan ilmu pengetahuan yang telah dimiliki tidak terbatas pada ilmu pengetahuan hukum dan kenotariatan. 6. Mengutamakan pengabdian kepada kepentingan masyarakat dan Negara. 7. Memberikan jasa pembuatan akta dan jasa kenotariatan lainnya untuk masyarakat yang tidak mampu tanpa memungut honorarium. 8. Menetapkan satu Kantor ditempat kedudukan kantor tersebut merupakan satusatunya kantor bagi notaris yang bersangkutan dalam melaksanakan tugas jabatan sehari-hari. 9. Memasang 1 (satu) buah papan nama didepan/di lingkungan kantornya dengan pilihan ukuran yaitu 100cm X 40cm, 150cm X 60cm atau 200cm X 80cm, yang memuat : a. Nama lengkap dan gelar yang sah; b. Tanggal dan nomor Surat Keputusan Pengangkatan yang terakhir sebagai notaris;
Kebatalan suatu ..., Ryan Oetary, FH UI., 2009.
Universitas Indonesia
32
c. Tempat kedudukan; d. Alamat Kantor dan nomor telepon/fax. Dasar papan Nama berwarna putih dengan huruf berwarna hitam dan tulisan diatas papan nama harus jelas dan mudah dibaca kecuali dilingkungan kantor tersebut tidak memungkinkan untuk pemasangan papan nama dimaksud. 10. Hadir, mengikuti dan berpatisipasi aktif dalam setiap kegiatan yang diselenggarakan oleh perkumpulan, menghormati, mematuhi, melaksanakan setiap dan seluruh keputusan perkumpulan. 11. Membayar uang iuran perkumpulan secara tertib. 12. Membayar uang duka untuk membantu ahli waris teman sejawat yang meninggal dunia. 13. Melaksanakan dan mematuhi semua ketentuan tentang honorarium ditetapkan perkumpulan. 14. Menjalankan jabatan notaris terutama dalam pembuatan, pembacaan dan penandatanganan akta dilakukan dikantornya, kecuali karena alasan-alasan yang sah. 15. Menciptakan suasana kekeluargaan dan kebersamaan dalam melaksanakan tugas jabatan dan kegiatan sehari-hari serta saling memperlakukan rekan sejawat secara baik, saling menghormati, saling menghargai, saling membantu serta selalu berusaha menjalin komunikasi dan tali silaturahim. 16. Memperlakukan setiap klien yang datang dengan baik, tidak membedakan status ekonomi dan/atau status sosialnya.
Kebatalan suatu ..., Ryan Oetary, FH UI., 2009.
Universitas Indonesia
33
17. Melakukan perbuatan-perbuatan yang secara umum disebut sebAgai kewajiban untuk ditaati dan dilaksanakan antara lain namun tidak terbatas pada ketentuan yang tercantum dalam : a. UU nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris; b. Penjelasan Pasal 19 ayat (2) UU Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris; c. Isi sumpah jabatan notaries; d. Anggaran dasar dan anggaran rumah tangga ikatan notaris Indonesia. Pasal 4 tentang larangan, notaris dan orang lain yang memangku jabatan notaris dilarang: 1. Mempunyai lebih dari satu kantor, baik kantor cabang ataupun kantor perwakilan. 2. Memasang papan Nama dan/atau tulisan yang berbunyi “Notaris. Kantor Notaris” diluar lingkungan Kantor. 3. Melakukan publikasi atau promosi diri, baik sendiri maupun secara bersamasama, dengan mencantumkan nama dan jabatannya, menggunakan sarana media cetak dan/atau elektronik, dalam bentuk : a. Iklan; b. Ucapan selamat; c. Ucapan belasungkawa; d. Ucapan terima kasih; e. Kegiatan pemasaran;
Kebatalan suatu ..., Ryan Oetary, FH UI., 2009.
Universitas Indonesia
34
f. Kegiatan sponsor, baik dalam bidang social, keagamaan, maupun olahraga. 4. Bekerjasama dengan biro jasa/orang/Badan Hukum yang pada hakekatnya bertindak sebagai perantara untuk mencari atau mendapatkan klien. 5. Menandatangani akta yang proses pembuatan minutanya telah dipersiapkan oleh pihak lain. 6. Mengirimkan minuta kepada klien untuk ditandatangani. 7. Berusaha atau berupaya dengan jalan apapun, agar seseorang berpindah dari Notaris lain kepadanya, baik upaya itu ditujukan langsung kepada klien yang bersangkutan maupun melalui perantaraan orang lain. 8. Melakukan pemaksaan kepada klien dengan cara menahan dokumen-dokumen yang telah diserahkan dan/atau melakukan tekanan psikologis dengan maksud agar klien tersebut tetap membuat akta padanya. 9. Melakukan usaha-usaha, baik langsung maupun tidak langsung yang menjurus ke arah timbulnya persaingan yang tidak sehat dengan sesama rekan Notaris. 10.
Menetapkan honorarium yang harus dibayar oleh klien dalam jumlah yang lebih rendah dari honorarium yang telah ditetapkan Perkumpulan.
11.
Mempekerjakan dengan sengaja orang yang masih berstatus karyawan kantor Notaris lain tanpa persetujuan terlebih dahulu dari Notaris yang bersangkutan.
12.
Menjelekkan dan/atau mempersalahkan rekan Notaris atau akta yang dibuat olehnya. Dalam hal seorang Notaris menghadapi dan/atau menemukan suatu akta yang dibuat oleh rekan sejawat yang ternyata di dalamnya terdapat kesalahan-kesalahan yang serius dan/atau membahayakan klien, maka Notaris tersebut wajib memberitahukan kepada rekan sejawat yang bersangkutan atas kesalahan yang dibuatnya dengan cara yang tidak bersifat menggurui,
Kebatalan suatu ..., Ryan Oetary, FH UI., 2009.
Universitas Indonesia
35
melainkan untuk mencegah timbulnya hal-hal yang tidak diinginkan terhadap klien yang bersangkutan ataupun rekan sejawat tersebut. 13.
Membentuk kelompok sesama rekan sejawat yang bersifat eksklusif dengan tujuan untuk melayani kepentingan suatu instansi atau lembaga, apalagi menutup kemungkinan bagi Notaris lain untuk berpartisipasi.
14.
Menggunakan dan mencantumkan gelar yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
15.
Melakukan perbuatan-perbuatan lain yang secara umum disebut sebagai pelanggaran terhadap Kode Etik Notaris, antara lain namun tidak terbatas pada pelanggaran-pelanggaran terhadap : a. Ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris; b. Penjelasan Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris; c. Isi sumpah jabatan Notaris; d. Hal-hal yang menurut ketentuan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan/atau Keputusan-keputusan lain yang telah ditetapkan oleh organisasi Ikatan Notaris Indonesia tidak boleh dilakukan oleh anggota.
Pasal 5 tentang pengecualian, hal ini tidak termasuk pelanggaran, yaitu: a. Memberikan ucapan selamat, ucapan berdukacita dengan mempergunakan kartu ucapan, surat, karangan bunga ataupun media lainnya dengan tidak mencantumkan Notaris, tetapi hanya nama saja.
Kebatalan suatu ..., Ryan Oetary, FH UI., 2009.
Universitas Indonesia
36
b. Pemuatan nama dan alamat Notaris dalam buku panduan nomor telepon, fax dan telex, yang diterbitkan secara resmi oleh PT. Telkom dan/atau instansiinstandan/atau lembaga-lembaga resmi lainnya. c. Memasang 1 (satu) tanda penunjuk jalan dengan ukuran tidak melebihi 20 cm x 50 cm, dasar berwarna putih, huruf berwarna hitam, tanpa mencantumkan nama Notaris serta dipasang dalam radius maksimum 100 meter dari kantor Notaris. 2.4. Kode Etik Notaris Setiap profesi memiliki kode etik sendiri-sendiri, begitupun profesi notaris. Dengan adanya kode etik kepercayaan masyarakat akan suatu profesi dapat diperkuat karena setiap klien mempunyai kepastian bahwa kepentingannya akan terjamin, dengan kata lain kode etik profesi merupakan sarana kontrol sosial. Menurut etimologi, kata etika berasal dari bahasa Yunani yaitu “Ethos” yang berarti memiliki watak kesusilaan atau beradat.31 Etika merupakan refleksi kritis , metodis, dan sistematis dari seorang manusia dengan memperhatikan norma-norma yang hidup dimasyarakat dimana manusia tersebut berada yang dilihat dari sisi baik dan buruknya. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia terbitan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1998, ada tiga arti etika, yaitu: a. Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk, tentang hak dan kewajiban moral (akhlak); b. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak;
31
Ignatius Ridwan Widyadharma, Etika Profesi Hukum (Semarang: Badan Penerbitan Universitas Diponegoro, 1996), hal. 7.
Kebatalan suatu ..., Ryan Oetary, FH UI., 2009.
Universitas Indonesia
37
c. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut oleh satu golongan atau masyarakat umum.32 Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa etika merupakan nilai-nilai yang hidup didalam suatu masyarakat dan diterima oleh seluruh anggota masyarakat sebagai hal yang mesti dipatuhi. Sedangkan Profesi berasal dari bahasa Latin "Proffesio" yang mempunyai dua pengertian yaitu janji/ikrar dan pekerjaan. Bila artinya dibuat dalam pengertian yang lebih luas menjadi: kegiatan "apa saja" dan "siapa saja" untuk memperoleh nafkah yang dilakukan dengan suatu keahlian tertentu. Dalam arti sempit profesi berarti kegiatan yang dijalankan berdasarkan keahlian tertentu dan sekaligus dituntut daripadanya pelaksanaan norma-norma sosial dengan baik.33 Menurut Wikipedia Indonesia, Ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia memberikan pengertian bahwa Profesi adalah pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu pengetahuan khusus. Suatu profesi biasanya memiliki asosiasi profesi, kode etik, serta proses sertifikasi dan lisensi yang khusus untuk bidang profesi tersebut. Contoh profesi adalah pada bidang hukum, kedokteran, keuangan, militer, dan teknik. Seseorang yang memiliki suatu profesi tertentu, disebut profesional.34 Notaris dalam menjalankan jabatannya, akan selalu berpegang kepada kode etik profesi, yang telah diterima dan harus dilaksanakan oleh komunitas notaris, untuk dapat menjunjung tinggi integritas dan moral dan sebagai dampaknya akan dapat memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat umum. Disamping itu, kode etik profesi yang dijalankan oleh notaris dengan baik, akan dapat melindungi notaris itu sendiri dari jebakan-jebakan ataupun ancaman-ancaman dari masyarakat dimana notaris tersebut memberikan pelayanan. 32
K. Bartens, Etika, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1977), hal. 5-6 Yunita Maria Yeni M, Profesi Guru: Antara Pengabdian dan Tuntutan, http://www1.bpkpenabur.or.id/kps-jkt/berita/9910/psiko1.htm-sumber 34 wikipedia Indonesia, http://id.wikipedia.org/wiki/Profesi-sumber, diakses 20 Maret 2008. 33
Kebatalan suatu ..., Ryan Oetary, FH UI., 2009.
Universitas Indonesia
38
Etika Profesi adalah norma-norma, syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi oleh sekelompok orang yang disebut sebagai kalangan professional.35 Disinilah para notaris dituntut untuk melaksanakan profesinya secara professional dipadu dengan kode etik profesi yang harus selalu dijunjung tinggi. Menurut Bartens dalam judul bukunya Etika menyatakan bahwa agar kode etik profesi dapat berfungsi dengan sebagaimana mestinya, ada dua syarat yang mesti dipenuhi : 1. Kode etik itu harus dibuat oleh profesi itu sendiri. Kode etik tidak akan efektif, kalau diterima begitu saja dari atas, dari instansi pemerintah atau instansi lain, karena tidak akan dijiwai oleh cita-cita dan nilai-nilai yang hidup dalam kalangan profesi itu sendiri. 2. Agar kode etik berhasil dengan baik adalah bahwa pelaksanaannya diawasi terus menerus.36 Untuk itu diperlukan adanya Majelis Pengawas dari setiap tingkatan dan Dewan Kehormatan seperti yang telah dipaparkan pada sub bab sebelumnya. Arti penting akta otentik dan bentuk akta Arti Penting Akta Otentik Akta otentik diperlukan oleh subjek hukum sebagai alat bukti dan untuk melengkapi suatu perbuatan hukum sebagaimana yang diperintahkan oleh UndangUndang. Pasal 1 angka 7 UUJN, akta notaris adalah akta otentik yang dibuat oleh atau dihadapan notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam UndangUndang. Dengan demikian, dapat dilihat unsur-unsur otentisitas suatu akta notaris tersebut, yaitu:
35
E.Y. Kanter, Etika Profesi Hukum: Sebuah Pendekatan Sosio-Religius, (Jakarta: Storia Grafika, 2001), hal. 12 36 Bartens, Op.Cit. hal. 113
Kebatalan suatu ..., Ryan Oetary, FH UI., 2009.
Universitas Indonesia
39
a. Akta itu harus dibuat “oleh” (door) atau “dihadapan” (ten overstaan) seorang pejabat umum; b. Akta itu harus dibuat dalam bentuk yang telah ditentukan oleh UndangUndang; c. Pejabat umum oleh atau dihadapan siapa akta itu dibuat, harus mempunyai wewenang untuk membuat akta itu. Berdasarkan Pasal 1867 KUHPerdata, dapat dikemukakan bahwa dua macam akta yang dikenal, yaitu : 1.
Akta Otentik Akta otentik adalah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawaipegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat di mana akta itu dibuat. Pejabat pembuat akta yang dimaksud selain Notaris adalah panitera, jurusita, pegawai pencatat sipil, hakim dan lain-lain. Menurut G.H.S. Lumban Tobing, apabila suatu akta hendak memperoleh stempel otentisitas, maka harus memenuhi persyaratanpersyaratan sesuai dengan Pasal 1868 KUHPerdata, yaitu :37 a.
Akta itu harus dibuat oleh (door) atau dihadapan (ten overstaan) seorang pejabat umum;
b. Akta itu harus dalam bentuk yang ditentukan oleh undangundang; dan c. Pejabat umum oleh atau dihadapan siapa akta itu harus mempunyai wewenang untuk membuat akta itu. 2.
Akta di bawah tangan Akta di bawah tangan ialah akta yang sengaja dibuat untuk pembuktian oleh para pihak tanpa bantuan dari seorang pejabat. Jadi semata-mata
37
Tobing, op.cit., hal. 48.
Kebatalan suatu ..., Ryan Oetary, FH UI., 2009.
Universitas Indonesia
40
dibuat antara para pihak yang berkepentingan. Akta di bawah tangan diatur dalam S. 1867 nomor 29 untuk Jawa dan Madura, sedang untuk luar Jawa dan Madura diatur dalam Pasal 286 sampai dengan 305 Rbg (Rechtsreglement Buitengewesten), diatur juga pada Pasal 1874 - 1880 KUHPerdata. Termasuk dalam surat di bawah tangan menurut S. 1867 Nomor 29 ialah surat-surat daftar (register), catatan rumah tangga, dan surat-surat lainnya yang dibuat tanpa bantuan pejabat. Menurut G.H.S. Lumban Tobing, perbedaan terbesar antara akta otentik dan akta di bawah tangan adalah : a.
Akta otentik mempunyai tanggal yang pasti, sedang mengenai tanggal dari akta yang dibuat dibuat di bawah tangan tidak selalu demikian.
b.
Grosse dan akta otentik dalam beberapa hal mempunyai kekuatan eksekutorial seperti putusan hakim, sedang akta yang dibuat di bawah tangan tidak mempunyai kekuatan eksekutorial.
c.
Kemungkinan akan hilangnya akta yang dibuat di bawah tangan lebih besar dibandingkan dengan akta otentik38.
Beberapa pendapat para sarjana hukum atau pakar hukum mengenai arti atau definisi dari suatu akta. Prof. Subekti mengatakan bahwa: “Akta adalah suatu tulisan yang semata-mata dibuat untuk membuktikan sesuatu halatau peristiwa, karenanya suatu akta harus selalu ditanda tangani.”39 Tan Thong Kie dalam bukunya yang berjudul Studi Notariat dan Serba-Serbi Praktek Notaris menerjemahkan pengertian akta menurut Veegens Oppenheim-Polak yaitu: “Suatu tulisan yang diatnda tangani dan dibuat untuk dipergunakan sebagai bukti.”40 38
Ibid., hal. 54. Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, cet. 31, (Jakarta: Intermasa, 2003), hal. 178.
39
Kebatalan suatu ..., Ryan Oetary, FH UI., 2009.
Universitas Indonesia
41
Sedangkan A. Pitlo berpendapat bahwa : “Akta adalah suatu surat yang ditandatangani, diperbuat untuk dipakai sebagai bukti, dan untuk dipergunakan oleh orang, untuk keperluan siapa surat itu dibuat.”41 Sudikno Mertokusumo, berpendapat : “Akta adalah surat yang diberi tanda tangan, yang memuat peristiwa-peristiwa yang menjadi dasar daripada suatu hak atau perikatan, yang dibuat sejak semula dengan sengaja untuk pembuktian.”42 Black’s Law Dictionary 5th Edition 1979 memberikan beberapa pengertian yang tidak terpisahkan atau saling terkait mengenai akta, khususnya akta otentik, yaitu: To certify means to authenticate a thing in writing, to attest as being true. To attest means: a. To bear witness to a act; b. To affirm to be true or genuine; c. To certify to the verity of a copy of a public document formally by signature. Authentic is genuine, true, real, reliable, trustworthy, having the character and authority of an original.43
40
Tan Thong Kie, Studi Notariat dan Serba-Serbi Praktek Notaris. Cet. 2, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2000), hal. 154. Sebagaimana mengutip dari Veegens dan Oppenheim. Schets Van Het Nederlandsch Burgelijk Recht. D1.III, (1934), hal. 459. 41 Teguh Samudera. Hukum Pembuktian Dalam Acara Perdata, cet.2, (bandung: Alumni, 2004), hal.37. sebagaimana mengutip dari Pitlo, Pembuktian Dan Daluwarsa, cetakan 1, (Jakarta: Intermasa, 1978), halaman 52. 42 Ibid. Sebagaimana mengutip dari Sudikno, Hukum Acara Perdata Indonesia, cet. 1, (Yogyakarta: Liberty, 1977), halaman 101. 43 Op.Cit., Tan Thong Kie. Hal 231
Kebatalan suatu ..., Ryan Oetary, FH UI., 2009.
Universitas Indonesia
42
Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa akta otentik merupakan suatu surat, dokumen, ataupun alat yang menyatakan kebenaran suatu perbuatan hukum yang dituangkan ke dalam media tersebut adalah benar adanya dan bersifat otentisitas. Menurut Teguh Samudera, secara umum didalam lalu lintas hukum perdata yang dimaksud dengan akta adalah suatu surat (akta) yang dibuat oleh notaris.44 Dengan demikian suatu akta didalam hukum dapat digunakan sebagai pernyataan dari suatu perbuatan hukum dan alat pembuktian.45 Dengan demikian, akta otentik merupakan suatu bukti dan menyempurnakan perbuatan hukum dari subjek hukum, sebagai tanda, data-data ataupun identitas subjek hukum dinyatakan secara tegas didalam akta dan ditandatangani oleh subjek hukum yang bersangkutan, telah dilakukannya perbuatan hukum antara para pihak yang dinyatakan dalam suatu akta dan sebagai bukti bila dikemudian hari terjadi sengketa diantara subjek hukum yang yang telah tertuang dalam akta tersebut, yang dibuat “oleh” atau “dihadapan” pejabat yang berwenang. Bentuk akta Bentuk akta merupakan salah satu syarat dari ke-otentisitas-an dari suatu akta, hal ini dapat dimaklumi karena telah ditegaskan didalam UUJN. Setiap akta notaris terdiri dari: a. Awal Akta; b. Badan Akta; c. Akhir Akta. Didalam awal akta, terdiri dari: 1. Judul; 44 45
Ibid., hal. 38 Ibid., hal
Kebatalan suatu ..., Ryan Oetary, FH UI., 2009.
Universitas Indonesia
43
2. Nomor; 3. Jam; 4. Hari; 5. Tanggal; 6. Bulan; 7. Tahun dan; 8. Nama lengkap serta tempat kedudukan notaris. Sedangkan didalam badan akta harus memuat: 1. Nama lengkap; 2. Tempat dan tanggal lahir; 3. Kewarganegaraan; 4. Pekerjaan; 5. Jabatan; 6. Kedudukan; 7. Tempat tinggal para penghadap dan/atau orang yang mereka wakili; 8. Keterangan mengenai kedudukan bertindak penghadap; 9. Isi akta yang merupakan kehendak dan keinginan dari pihak yang berkepentingan dan; 10.
Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, jabatan, kedudukan dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi pengenal.
Kebatalan suatu ..., Ryan Oetary, FH UI., 2009.
Universitas Indonesia
44
Didalam akhir atau penutup akta menjelaskan tentang: 1. uraian tentang pembacaan akta; 2. uraian tentang penandatanganan dan tempat penandatangan atau penerjemahan akta bila ada; 3. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, jabatan, kedudukan, dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi akta dan; 4. uraian tentang tidak adanya perubahan akta atau uraian tentang adanya perubahan yang dapat berupa penambahan, pencoretan atau penggantian. Suatu akta dapat dikatakan otentik apabila bentuk atau formatnya sesuai dengan yang telah diamanatkan oleh UUJN. Dengan hanya melihat dari bentuk lahiriah suatu akta, dengan mudah subjek hukum mengenali suatu akta otentik atau tidak. 2.6.
PEMBAHASAN
2.6.1. Deskripsi Kasus Kasus yang hendak dibahas dalam thesis ini adalah mengenai “kebatalan akta notaris”, namun didalam kasus yang akan penulis bahas tidak secara tegas menyatakan pembatalan akta, penulis menganalisa bagaimana dalam kasus tersebut suatu akta notariil menjadi cacat hukum yang mengakibatkan batalnya akta tersebut yang dengan tegas berdasarkan putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1440 K/Pdt/1996, tanggal 30 Juni 1998 yang terjadi antara nona Lie Syani dengan tuan Sudarmodjo dan nyonya Chodidjah. Menurut keterangan nona Lie Syani, tuan Sudarmodjo mempunyai hutang sebesar Rp 61.000.000,- (enampuluh satu juta rupiah) kepada nona Lie Syani dan memberikan kuasa kepadanya untuk menjual barang jaminan berupa tanah hak milik sertipikat hak milik nomor 407 luas 350 m² atas nama nyonya Chodidjah, dibuktikan
Kebatalan suatu ..., Ryan Oetary, FH UI., 2009.
Universitas Indonesia
45
dengan akta notariil nomor 07 tanggal 12 Mei 1992 yang dibuat dihadapan Notaris A, Notaris di Slawi yang mengikat kedua belah pihak. Munculnya kebatalan akta ini didasarkan atas bukti berupa akta notaris tersebut bahwa nona Lie Syani menggugat untuk membayar hutang beserta ganti rugi dan uang paksa (dwangsom) kepada tuan Sudarmodjo dan bila tuan Sudarmodjo tidak dapat melaksanakan kewajiban untuk membayar hutang beserta ganti rugi dan uang paksa (dwangsom) maka menyatakan sah dan berharga sita jaminan atas objek atas nama nyonya Chodidjah yang terletak didesa Jatibarang, Kabupaten Brebes tersebut. 2.6.1.1.
Putusan Pengadilan Negeri Kabupaten Slawi. Pengadilan Negeri Kabupaten Tegal di Slawi berdasarkan putusan Nomor
08/Pdt.G/1994/PN.Slw, tanggal 3 Januari 1995 memutuskan akta Nomor 07 tanggal 12 Mei 1992 merupakan akta yang cacat hukum yang dikarenakan Penggugat (nona Lie Syani) dengan Tergugat I (tuan Sudarmodjo) tidak pernah mempunyai hutang pada Penggugat dan pada tanggal 12 Mei 1992 tidak pernah secara bersama-sama menghadap Notaris untuk membuat akta tersebut, hal ini sangat bertentangan dengan Pasal 24 juncto 28 Peraturan Jabatan Notaris (Reglement op Het Notaris Ambt in Indonesia Stbl. 1860:3), berturut-turut menyebutkan bahwa: “Para penghadap harus dikenal atau diperkenalkan kepada Notaris oleh dua orang saksi yang memenuhi syarat menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata untuk memberikan kesaksian tentang kebenaran menurut hukum, tanpa mengecualikan keluarga sedarah atau semenda.” “……..segera setelah akta tersebut dibacakan oleh Notaris kepada para penghadap, ditanda tangani kecuali jika ditentukan bahwa mereka tidak dapat membubuhkan tanda tangannya atau berhalangan untuk itu……….” Akta tersebut selain memuat pengakuan hutang juga memuat pemberian kuasa menjual sehingga akta tersebut cacat hukum karena menurut Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kabupaten Tegal di Slawi memutuskan bahwa suatu akta otentik
Kebatalan suatu ..., Ryan Oetary, FH UI., 2009.
Universitas Indonesia
46
yang berisi pengakuan hutang tidak dapat ditambahkan persyaratan lain apalagi dalam bentuk perjanjian dan “Kuasa Mutlak” menjual objek tersebut berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14/1982 dan Surat Direktorat Jenderal Agraria Nomor 594/493/AGR, tidak diperbolehkan. Dasar gugatan Penggugat adalah akta yang kemudian terbukti adalah cacat hukum maka gugatan Penggugat (nona Lie Syani) tersebut dinilai tidak terbukti menurut hukum sehingga Pengadilan Negeri Kabupaten Tegal di Slawi memberikan putusan Menolak gugatan Penggugat (nona Lie Syani). 2.6.1.2.
Putusan Pengadilan Tinggi Jawa Tengah.
Putusan Pengadilan Tinggi Jawa Tengah di Semarang berpendapat lain dengan Putusan Nomor 320/Pdt/1995/PT.Smg tanggal 20 September 1995 memutuskan bahwa akta tersebut adalah sah karena Tergugat I (tuan Sudarmodjo) mengakui mempunyai hutang uang sebesar Rp 61.000.000,- (enampuluh satu juta rupiah) kepada tuan Lie Giang Seng, ayah Penggugat dan tidak menolak menandatangani “Akta Pengakuan Hutang” sebagai pihak dihadapan Notaris dan menandatangani akta tersebut meskipun Tergugat I (tuan Sudarmodjo) menyangkal kebenaran Akta tersebut. Disebabkan hal tersebut, Majelis Hakim Putusan Pengadilan Tinggi Jawa Tengah di Semarang berkeputusan mengadili untuk membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Kabupaten Tegal Nomor 08/Pdt.G/1994, tanggal 3 Januari 1995 yang dimohon banding oleh nona Lie Syani, mengadili sendiri untuk mengabulkan gugatan untuk sebagian dan menghukum para Tergugat (yaitu tuan Sudarmodjo dan nyonya Chodidjah) untuk membayar lunas hutangnya sebesar Rp 61.000.000,- (enampuluh satu juta rupiah) serta ganti rugi sebesar 6% (enam persen) setahun dari Rp 61.000.000,- (enampuluh satu juta rupiah) terhitung sejak terdaftarnya perkara ini di Pengadilan Negeri Kabupaten Tegal di Slawi. 2.6.1.3.
Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia.
Mahkamah Agung Republik Indonesia memutuskan untuk mengadili sendiri dengan pertimbangan dari pemeriksaan sidang ternyata bahwa Akta memuat dua
Kebatalan suatu ..., Ryan Oetary, FH UI., 2009.
Universitas Indonesia
47
perbuatan hukum (Pengakuan Hutang dan Kuasa untuk menjual tanah), melanggar dalil (adegium) bahwa suatu akta (otentik) atau bawah tangan hanya berisi satu perbuatan hukum. Akta yang demikian tersebut tidak memiliki executorial title ex Pasal 224 H.I.R. dan bukan berarti tidak sah. “Kuasa Mutlak” yang tercantum dalam Akta tersebut adalah bertentangan dengan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 tahun 1982 juncto Surat Dirjen Agraria Nomor 594/493/AGR mengakibatkan akta tersebut batal demi hukum. Disamping itu, tuan Sudarmodjo membantah mempunyai hutang kepada nona Lie Syani dan membantah juga telah bersama-sama pergi membuat Akta, sedangkan Notaris yang bersangkutan berkeberatan (tidak menjawab pertanyaan Hakim) di pemeriksaan persidangan tentang kehadiran tuan Sudarmodjo dihadapannya, maka berdasarkan fakta-fakta yang telah diungkapkan dalam pemeriksaan di sidang-sidang pada tingkat I yaitu Pengadilan Negeri dan tingkat II Pengadilan Tinggi, dapat dibuktikan bahwa Akta tersebut tidak dibuat olehnya tanggal 12 Mei 1992 dan karenanya tidak mempunyai daya bukti formal. Tergugat I mengakui mempunyai hutang kepada Tuan Lie Giang Seng bukan pada penggugat (anaknya Tuan Lie Giang seng) maka gugatan penggugat tersebut tidak beralasan (ongegrond). Berdasarkan atas pertimbangan diatas, Majelis Hakim Mahkamah Agung Republik Indonesia memberi putusan membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Jawa Tengah di Semarang Nomor 320/Pdt/1995 yang membatalkan putusan Pengadilan Negeri Kabupaten Tegal di Slawi Nomor 08/Pdt/G/1994/PN.Slw dan mengadili sendiri perkara ini dengan amar menolak gugatan nona Lie Syani seluruhnya. 2.6.2. Analisa Kasus Di dalam kasus ini tidak terdapat menggugat pembatalan akta notaris tersebut, gugatan berupa untuk meminta pembayaran lunas hutang beserta ganti ruginya namun yang menjadi alas dari gugatan untuk pembayaran lunas hutang beserta ganti ruginya adalah akta sebagaimana ternyata dalam Akta tentang Pengakuan Hutang dan Kuasa Menjual yang dibuat oleh Notaris A.
Kebatalan suatu ..., Ryan Oetary, FH UI., 2009.
Universitas Indonesia
48
Setelah dianalisa dan dikaji lebih dalam didapatkan fakta bahwa : 1. Benar adanya tuan Sudarmodjo mempunyai hutang sebesar Rp. 61.000.000,- (enampuluh satu juta rupiah) kepada Tuan Lie Giang Seng bukan kepada Lie Syani. 2. Tuan Sudarmodjo tidak pernah datang menghadap kepada Notaris A bersama dengan nona Lie Syani namun datang menghadap bersama Tuan Lie Giang Seng yang dituangkan dalam akta tertanggal 12 Mei 1992 dengan nomor 07. 3. Nyonya Chodidjah tidak pernah memberikan kuasa kepada tuan Sudarmodjo untuk menyerahkan sertipikat hak milik nomor 407 luas 350 m² atas namanya sebagai jaminan atas hutangnya tuan Sudarmodjo kepada nona Lie Syani, nyonya Chodidjah memberikan kuasa kepada tuan Sudarmodjo untuk menjaminkan hutang kepada Bank. Notaris adalah seorang pejabat umum (openbaar ambtenaar) yang bertanggung jawab untuk membuat surat keterangan tertulis yang dimaksudkan sebagai bukti dari perbuatan-perbuatan hukum.46 Akta Notaris dalam lapangan hukum keperdataan di Republik ini mempunyai tempat yang kuat dan penting, dikarenakan mempunyai kekuatan pembuktian yuridis yang sempurna. Maksud dari kekuatan pembuktian yang sempurna adalah kekuatan pembuktian yang secara yuridis telah bernilai penuh dari suatu alat bukti sehingga dengan mengajukan alat bukti tersebut saja dalam suatu pengadilan, maka dalil-dalil yang diajukan oleh pihak yang bersangkutan berdasarkan alat bukti tersebut oleh Hakim dapat dianggap telah terbukti secara penuh dan menyakinkan, sehingga pihak yang bersangkutan itu tidak perlu lagi menambah pembuktian untuk memperkuat dalilnya tersebut47 sepanjang telah sesuai dengan unsur esenselia suatu akta (formalitas), yaitu : 1. Dalam bentuk yang telah ditentukan oleh Undang-Undang; 46
Herlien Budiono, Asas Keseimbangan bagi Hukum Perjanjian Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2006), hal. 256. 47 A. Ridwan Halim, Hukum Perdata Dalam Tanya Jawab, (Jakarta: Ghalia, 1984), hal. 192.
Kebatalan suatu ..., Ryan Oetary, FH UI., 2009.
Universitas Indonesia
49
2. Dibuat oleh pejabat yang berwenang; 3. Didalam kewenangan wilayah Pejabat yang membuat akta tersebut. Berdasarkan kasus kebatalan akta notaris ini seperti tersebut diatas, pertama kali kita harus mengecek ke otentisitas dari akta tertanggal 12 Mei 1992 Nomor 07 tersebut telah terpenuhi atau tidak. Hal ini harus dilakukan mengingat suatu akta notaris adalah akta otentik yang dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum (openbaar ambtenaar) yang berwenang menurut bentuk dan tata cara yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang. Suatu akta dilihat secara lahiriahnya akan terdiri Kepala Akta, Badan Akta, Akhir akta. 1. Kepala Akta. Pada kepala akta akan terdapat judul akta, nomor akta yang diikuti dengan hari, tanggal pembuatan dan jam berapa akta tersebut mulai dibuat serta nama lengkap dan tempat kedudukan notaris yang membuat akta tersebut. Khusus untuk kasus ini karena dibuat sebelum Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan notaris maka berdasarkan Undang-Undang yang lama masih belum terdapat tambahan jam pembuatan pada awal akta tersebut dan untuk kasus ini masih tetap berlaku ketentuan lama tersebut yaitu memuat keterangan-keterangan, kedudukan Notaris yang membuat akta dan nama-nama para pihak yang datang mengahadap Notaris. 2. Badan Akta Untuk badan akta terdapat identitas lengkap dari penghadap yang disebut komparisi dari penghadap atau para pihak yang akan melakukan perbuatan hukum untuk dituangkan dalam suatu akta notaris. Para penghadap disini penggugat dan tergugat I, sehingga secara lahiriah dapat dilihat bahwa akta tersebut telah memenuhi salah satu syarat otentisitas dari suatu akta tersebut. Namun, untuk kasus ini, gugatan Lie Syani menjadi lemah karena berdasarkan kesaksian tuan Sudarmodjo pada
Kebatalan suatu ..., Ryan Oetary, FH UI., 2009.
Universitas Indonesia
50
pemeriksaan di persidangan bahwa nona Lie Syani tidak pernah menjadi pihak dalam akta tersebut namun yang menjadi pihak adalah tuan Lie Giang Seng. Tujuan dari dicantumkannya identitas para pihak atau para penghadap yang merupakan syarat pengenalan para pihak oleh Notaris dalam suatu akta yang merupakan salah satu persyaratan otentisitas dalam pembuatan akta otentik, oleh karenanya Notaris harus mengenal siapa yang menghadap, yaitu berdasarkan identitasnya. Badan akta juga terdapat kehendak atau keinginan dari para penghadap atau para pihak yang berkepentingan, dalam kasus ini kehendak para pihak memuat pemberian sejumlah uang dengan kuasa untuk menjual tanah yang dituangkan dalam akta pengakuan hutang dan pemberian kuasa untuk menjual tanah. Disini hakim menemukan kejanggalan dalam akta tersebut adalah: 1. Suatu akta tidak boleh terdapat 2 (dua) perbuatan hukum sekaligus. Dilihat dari perjanjian yang dilaksanakan adalah perjanjian pengakuan hutang antara tuan Sudarmodjo dengan tuan Lie Giang Seng. Perjanjian pengakuan hutang ini merupakan perjanjian pokok sedangkan melihat jaminan yang diberikan yaitu objek atas nama nyonya Chodidjah tersebut dapat dikategorikan sebagai jaminan dari suatu perjanjian yang merupakan accesoir dari perjanjian pokok. Untuk menganalisa perjanjian pengakuan hutang ini, penulis melihat bahwa perjanjian tersebut sama dengan yang dikatakan dalam pasal 1162 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa tentang Hipotik : “Hipotik adalah suatu hak kebendaan atau benda-benda tak bergerak, untuk mengambil penggantian daripadanya bagi pelunasan suatu perikatan.” Kata-kata “untuk mengambil penggantian daripadanya bagi pelunasan suatu perikatan” menunjukkan kepada kita, bahwa hipotik sama seperti semua perjanjian penjaminan yang lain tidak dapat berdiri sendiri, ia
Kebatalan suatu ..., Ryan Oetary, FH UI., 2009.
Universitas Indonesia
51
selalu dikaitkan dengan sengaja pada perikatan lain, yang merupakan pokoknya (perikatan pokok) dan wujudnya selalu adalah tagihan (dalam arti luas).48 Perikatan pokoknya merupakan perikatan yang berdiri sendiri, tidak bergantung dari perikatan lain, apalagi dari accesoir-nya. Dengan demikian, hipotiknya boleh batal, tetapi perikatan pokoknya bisa tetap berjalan, sekalipun mungkin selanjutnya kreditur hanya berkedudukan sebagai kreditur konkuren saja (kalau hipotik tersebut adalah satu-satunya jaminan khusus).49 Hakim Mahkamah Agung mempertimbangkan isi dari akta tersebut dengan memberikan pertimbangan bahwa dalam suatu akta tidak diperbolehkan memuat 2 (dua) perbuatan hukum, karena perjanjian pokok harus berdiri sendiri, bila perjanjian accesoirnya dimasukkan kedalam akta yang sama maka perjanjian pokoknya akan cacat hukum atau batal demi hukum. Dengan kata lain, akta tersebut melanggar dalil a quo dan oleh karena itu, akta a quo tidak memiliki alas hak (kekuatan) eksekusi (execution real title) seperti ditentukan dalam Pasal 224 HIR, yang menyebutkan : “Grosse dari akta hipotek dan surat hutang yang dibuat dihadapan Notaris di Indonesia dan yang kepalanya berbunyi “Demi keadilan yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”berkekuatan sama dengan keputusan hakim. Jika tidak dengan jalan damai, maka surat demikian dijalankan dengan perintah dan dibawah pimpinan Ketua Pengadilan Negeri, yang dalam daerah hukumnya tempat dia atau tempat tinggal debitur itu atau tempat kedudukan yang dipilihnya, yaitu menurut cara yang dinyatakan pada pasal-pasal yang lalu dalam bagian ini, tetapi dengan pengertian, bahwa paksaan badan hanya boleh dilakukan, jika sudah dengan Putusan Hakim. Jika Keputusan 48
J. Satrio, S.H., Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan, (Purwokerto : PT. Citra Aditya Bakti, 2002), hal. 210 49 Ibid., hal. 211
Kebatalan suatu ..., Ryan Oetary, FH UI., 2009.
Universitas Indonesia
52
Hakim itu harus dilakukan seluruhnya atau sebagian diluar daerah hukum Pengadilan Negeri yang memerintahkan pelaksanaan Keputusan itu, maka haruslah dituruti peraturan pasal 195 ayat (2) dan seterusnya.” Melihat isi dari Pasal 224 HIR ini, terlihat dengan jelas bahwa Notaris pembuat akta pengakuan hutang dan kuasa menjual tertanggal 12 Mei 1992 dengan nomor 07 tidak menguasai keterampilan kenotariatannya yang mengakibatkan kerugian dari salah satu pihak yaitu tidak adanya kekuatan eksekutorial dari akta tersebut. Disamping pengetahuan hukum secara komprehensif yang harus dikuasai oleh seorang Notaris, memasukkan kuasa untuk menjual dalam satu akta merupakan suatu ketidak tahuan dalam pengetahuan hukum oleh Notaris A tersebut dimana sesuai dengan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 tahun 1982 tersebut diatas. Hendaknya Notaris kasus ini, melaksanakan tugasnya secara hati-hati dan memperhatikan perkembangan peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia. 2. Hakim menemukan fakta dalam pembuatan akta tersebut bahwa tuan Sudarmodjo tidak pernah pergi bersama-sama nona Lie Syani untuk menghadap kepada Notaris untuk pembuatan akta tersebut sehingga terbukti bahwa akta tersebut tidak benar dibuat pada tanggal 12 Mei 1992 yang berakibat pada kekuatan akta tersebut yang tidak mempunyai daya bukti formal. G.H.S. Lumban Tobing menyatakan bahwa dalam arti formal, maka terjamin kebenaran/kepastian tanggal dari akta itu, kebenaran tanda tangan yang terdapat dalam akta itu, identitas dari orangorang yang hadir (comparanten), demikian juga tempat dimana akta itu dibuat dan sepanjang mengenai akta partij, bahwa para pihak ada menerangkan seperti yang diuraikan dalam akta ini, sedang kebenaran dari keterangan-keterangan itu sendiri hanya pasti antara pihak-pihak sendiri.50
50
G.H.S. Lumban Tobing., Op.Cit., hal. 57
Kebatalan suatu ..., Ryan Oetary, FH UI., 2009.
Universitas Indonesia
53
Dan hal ini juga berarti bahwa Notaris tersebut tidak membacakan akta tersebut kepada para penghadap yaitu nona Lie Syani dan tuan Sudarmodjo dikarenakan ditemukan bahwa tuan Sudarmodjo tidak pernah datang kepada Notaris tersebut dengan nona Lie Syani sehingga sangat dengan jelas Notaris tersebut telah melanggar Pasal 39 ayat (2) dan (3) juncto Pasal 44 ayat (4) Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang jabatan Notaris, berturut-turut berbunyi sebagai berikut: “Penghadap harus dikenal oleh Notaris atau diperkenalkan kepadanya oleh 2 (dua) orang saksi pengenal yang berumur paling sedikit 18 (delapanbelas) tahun atau te;ah menikah dan cakap melakukan perbuatan hukum atau diperkenalkan oleh 2 (dua) penghadap lainnya.” “Pengenalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan secara tegas dalam akta.” “Pembacaan,
penerjemahan
atau
penjelasan,
dan
penandatanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3)dan Pasal 43 ayat (2), ayat (3), dan ayat (5) dinyatakan secara tegas pada akhir akta.” Begitupun dalam Reglement op Het Notaris Ambt in Indonesia Stbl. 1860:3 (Peraturan Jabatan Notaris) Pasal 28 juncto Pasal 24 menyebutkan hal yang sama sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 39 ayat (2) dan (3) juncto Pasal 44 ayat (4) Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang jabatan Notaris Untuk kasus ini terlihat dengan jelas dan sah bahwa Notaris tersebut tidak melaksanakan Pasal 39 juncto Pasal 44 Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang jabatan Notaris dan Pasal 28 juncto Pasal 24 Reglement op Het Notaris Ambt in Indonesia Stbl. 1860:3 (Peraturan Jabatan Notaris), sehingga akta tersebut batal demi hukum dikarenakan, yaitu :
Kebatalan suatu ..., Ryan Oetary, FH UI., 2009.
Universitas Indonesia
54
a. Bahwa Notaris membuat akta tidak dihadapan para pihak yang berkepentingan. b. Bahwa
Notaris
tidak
membacakan,
menjelaskan
serta
penandatanganannya tidak dihadapan para pihak. 3. Akhir Akta Didalam akhir atau penutup akta menjelaskan tentang: 1. uraian tentang pembacaan akta; 2. uraian tentang penandatanganan dan tempat penandatangan atau penerjemahan akta bila ada; 3. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, jabatan, kedudukan, dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi akta dan; 4. uraian tentang tidak adanya perubahan akta atau uraian tentang adanya perubahan
yang
dapat
berupa
penambahan,
pencoretan
atau
penggantian. Pada akhir akta, terdapat kalimat tentang uraian dari setelah membacakan akta “segera setelah minuta ini dibacakan oleh saya, Notaris, dihadapan para penghadap, saksi-saksi, maka dengan seketika minuta ini ditandatangani oleh para penghadap, saksi-saksi dan saya, Notaris” yang harus dibacakan Notaris untuk disampaikan kepada para penghadap dan saksi-saksi. Berdasarkan kasus ini terlihat dengan jelas bahwa Notaris tersebut tidak membacakan akta dihadapan salah satu penghadap, apalagi sebagai pihak dalam penandatanganan akta tersebut. Penulis menegaskan bahwa, akta tertanggal 12 Mei 1992 Nomor 07 tersebut berdasarkan putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia adalah akta yang cacat hukum, dalam artian akta tersebut menjadi batal demi hukum.
Kebatalan suatu ..., Ryan Oetary, FH UI., 2009.
Universitas Indonesia
55
Tanggung Jawab Notaris sebagai Pejabat Umum. Kepentingan seseorang yang menghadap notaris untuk dituangkan dalam suatu akta merupakan tanggung jawab yang sangat berat, hal ini dilihat dari bagaimana kepentingan penghadap tersebut dapat terakomodir dalam suatu akta. Keahlian dan ketrampilan dari notaris meramu keinginan para pihak namun harus mengerti peraturan perundang-undangan yang berlaku serta yang terpenting adalah sikap moral dari notaris itu sendiri terhadap jabatannya. Sebagai abdi hukum, notaris memiliki fungsi sebagai ambtelijke model, rechtelijke model, dan rechtshulf model51 yang dijalankan dengan bijaksana, terutama bagi pihak-pihak yang tidak mengerti kepentingannya sama sekali, disinilah ketrampilan
notaris
diminta
untuk
meracik
suatu
akta
dengan
tidak
mengenyampingkan aturan hukum yang berlaku. Pelanggaran yang dilakukan oleh notaris dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, yaitu pelanggaran terhadap kewajiban notaris untuk bertindak jujur, mandiri dan tidak berpihak dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum, diberikan sanksi menurut ketentuan Pasal 50 Reglement op Het Notaris Ambt in Indonesia Stbl. 1860:3 (Peraturan Jabatan Notaris) dapat dijatuhkan sanksi berupa : 1. Teguran; 2. Pemberhentian sementara selama 3 (tiga) sampai 6 (enam) bulan yang dijatuhi oleh Hakim Pengadilan Negeri dimana wilayah hukum kedudukan Notaris yang bersangkutan setelah mendapatkan laporan dari Penuntut Umum. Didalam Pasal 85 Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris setelah diputuskan oleh Majelis Pengawas Daerah tempat dimana kewenangan dari Notaris tersebut, berupa : 51
Prof. Mr. J.M. Polak dalam Soetomo Ramelan, “Peran Notaris dalam Pembangunan Hukum, “ dimuat dalam Majalah Hukum dan Pembangunan, Agustus 1996, hal. 353-354.
Kebatalan suatu ..., Ryan Oetary, FH UI., 2009.
Universitas Indonesia
56
a. teguran lisan; b. teguran tertulis; c. pemberhentian sementara; d. pemberhentian dengan hormat; atau e. pemberhentian dengan tidak hormat setelah dilakukan pemeriksaan terhadap Notaris yang bersangkutan, khusus untuk pemberhentian tidak hormat dilaksanakan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi manusia yang merupakan usulan dari Majelis Pengawas Pusat. Jabatan Notaris merupakan jabatan yang sangat melekat kepada pribadi orang yang bersangkutan, seperti halnya tanggung jawab Notaris untuk menjaga kehormatan jabatannya dalam setiap kehidupannya, seperti tidak berlaku asusila ataupun hal yang yang tidak patut didalam masyarakat pada umumnya. Kewenangan yang dimiliki Notaris dalam membuat akta otentik akan menimbulkan tanggung jawab dalam menjalankan jabatannya. Wewenang Notaris dalam membuat akta meliputi 4 (empat) hal: a. Notaris harus berwenang sepanjang yang menyangkut akta yang dibuat itu; Sebagai pejabat umum, Notaris berwenang untuk membuat semua akta otentik, sepanjang tidak dibatasi oleh Undang-Undang, seperti akta catatan sipil dibuat oleh pegawai Kantor Catatan Sipil. b. Notaris
harus
berwenang
sepanjang
mengenai
orang
untuk
kepentingan siapa akta itu dibuat; Notaris dilarang membuat akta untuk kepentingan diri sendiri, keluarga, keluarga sedarah, semenda baik secara pribadi maupun
Kebatalan suatu ..., Ryan Oetary, FH UI., 2009.
Universitas Indonesia
57
melalui kuasa. Bila hal ini dilanggar maka akan memyebabkan akta tersebut menjadi batal demi hukum. c. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai tempat, dimana akta itu dibuat; Kewenangan Notaris disini didasarkan dari daerah jabatannya sebagai pejabat umum. d. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai waktu pembuatan akta tersebut; Notaris berwenang membuat akta sepanjang ia masih menjalankan jabatannya senyata-nyatanya, sekalipun ia dalam keadaan cuti, ia tidak dibolehkan oleh Undang-Undang untuk membuat akta otentik, bila dilanggar maka akan berdampak akta tersebut akan memiliki pembuktian dibawah tangan. Tanggung jawab Notaris terhadap akta yang dibuatnya akan terus hidup selama Notaris tersebut masih hidup. Akta otentik, khususnya akta partij, sepanjang telah memenuhi syarat formalitas suatu akta akan terus mempunyai daya pembuktian formal sepanjang kepentingan dari para pihak dapat terjaga ataupun telah terpenuhi dengan semestinya. Akibat Hukum bagi Notaris terhadap akta yang dibatalkan. Setiap kewenangan yang dimiliki oleh seseorang akan ada suatu tanggung jawab, begitupun kewenangan yang dimiliki oleh seorang Pejabat umum dalam hal ini Notaris. Melalaikan apalagi menyalahgunakan kewenangan akan menimbulkan tanggung jawab yang akan bermuara kepada akibat-akibat hukum berupa sanksisanksi yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang pada umumnya. Melihat tanggung jawab Notaris tersebut, terlebih dahulu kita melihat baik Pasal 1 Reglement op Het Notaris Ambt in Indonesia Stbl. 1860:3 (Peraturan Jabatan
Kebatalan suatu ..., Ryan Oetary, FH UI., 2009.
Universitas Indonesia
58
Notaris) dan Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris merupakan wewenang yang akan ditentukan kemudian berdasarkan aturan hukum lain yang akan datang (ius constituendum). Berkaitan dengan wewenang tersebut, jika Notaris melakukan tindakan diluar wewenang yang telah ditentukan, maka Notaris telah melakukan tindakan diluar wewenang, maka produk atau akta Notaris tersebut tidak mengikat secara hukum atau tidak dapat dilaksanakan (nonexecutable). Pihak atau mereka yang merasa dirugikan oleh tindakan Notaris diluar wewenang tersebut, maka Notaris dapat digugat secara perdata ke Pengadilan Negeri.52 Dalam kasus ini, para pihak dalam akta nomor 07 tanggal 12 Mei 1992 tersebut adalah antara tuan Lie Giang Seng dengan tuan Sudarmodjo. Berdasarkan gugatan nona Lie Syani kepada tuan Sudarmodjo, meskipun akhirnya gugatan nona Lie Syani ditolak pada tingkat Kasasi, namun akta tersebut berdasarkan putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1440 K/Pdt/1996, tanggal 30 Juni 1998 telah memutuskan bahwa akta tertanggal 12 Mei 1992 dengan Nomor 07 adalah cacat hukum dan tidak sah yang dikarenakan dalam satu akta terdapat 2 (dua) perbuatan hukum sekaligus, yaitu Pengakuan Hutang dan Surat Kuasa Mutlak sebagaimana tertuang dalam Pasal 5 dari akta tersebut yang didasarkan pada Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 tahun 1982 juncto Surat Dirjen Agraria Nomor 594/493/AGR khusus untuk kuasa mutlak untuk menjual sebidang tanah kepada orang lain tidak dibenarkan lagi, sehingga akta tersebut secara hukum dianggap tidak pernah ada atau tidak pernah dibuat. Tuntutan terhadap Notaris dalam bentuk penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga sebagai akibat akta notaris mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan atau batal demi hukum, berdasarkan adanya:
52
Dr. Habib Adjie, S.H., M.Hum., Sanksi Perdata dan Administratif terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2008), hal. 35.
Kebatalan suatu ..., Ryan Oetary, FH UI., 2009.
Universitas Indonesia
59
1. Hubungan hukum yang khas antara Notaris dengan para penghadap dengan bentuk sebagai perbuatan melawan hukum. 2. Ketidakcermatan, ketidaktelitian, dan ketidaktepatan dalam : a. Teknik administratif membuat akta berdasarkan Undang-Undang Jabatan Notaris. b. Penerapan berbagai aturan hukum yang tertuang dalam akta yang bersangkutan untuk para penghadap, yang tidak didasarkan pada kemampuan menguasai keilmuan bidang Notaris secara khusus dan hukum pada umumnya.53 Melihat kasus kebatalan akta ini, jelas sekali Notaris tersebut menjalankan tugasnya tidak mandiri karena berpihak kepada salah satu penghadap dan tidak memiliki kemampuan menguasai keilmuan dan hukum secara umumnya, yaitu tidak memperhatikan peraturan perundang-undangan dimana membuat satu akta untuk dua perbuatan hukum dan ditambah lagi dengan salah satu perbuatan hukum dalam akta tersebut adalah kuasa mutlak yang telah dilarang oleh peraturan perundang-undangan. Dikarenakan hal tersebut diatas, Notaris A dapat dimintakan penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga atas cacatnya dan tidak sahnya akta yang telah dibuatnya. Dr. Habib Adjie, S.H., M.Hum., menyatakan bahwa penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga bila terlebih dahulu dibuktikan terdapat : a. adanya diderita kerugian; b. antara kerugian yang diderita dan pelanggaran atau kelalaian dari Notaris terdapat hubungan kausal; c. pelanggaran (perbuatan) atau kelalaian tersebut disebabkan kesalahan yang dapat dipertanggungjawabkan kepada Notaris yang bersangkutan.
53
Ibid, hal.104.
Kebatalan suatu ..., Ryan Oetary, FH UI., 2009.
Universitas Indonesia
60
Dari 3 (tiga) kriteria diatas, untuk kasus ini, Notaris tersebut oleh para pihak yang menghadap untuk dibuatkan akta tersebut dapat diminta penggantian biaya, ganti rugi dan bunga karena telah menimbulkan kerugian kepada salah satu pihak, namun ia tidak menggugat Notaris tersebut untuk menggugat penggantian biaya, ganti rugi dan bunga terhadap akta yang dibuatnya menjadi cacat hukum yang mengakibatkan akta tersebut menjadi batal demi hukum. Nona Lie Syani tidak ada hubungan hukum terkait dengan Notaris tersebut karena Nona Lie Syani tidak pernah menjadi pihak dalam akta tersebut. Namun, untuk pihak Tuan Lie Giang Seng (ayahnya Nona Lie Syani) hal ini ada hubungannya dikarenakan adanya kerugian yang diderita yaitu berupa pembayaran atas piutangnya tidak dibayarkan oleh Tuan Sudarmodjo tidak tepat pada waktunya. Berdasarkan Pasal 60 Reglement op Het Notaris Ambt in Indonesia Stbl. 1860:3 (Peraturan Jabatan Notaris), Pasal 52 ayat (3) Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris juncto Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan bahwa: “Jika akta yang dibuat dihadapan Notaris tidak memenuhi syarat mengenai bentuk, dan karenanya dibatalkan menurut hukum atau dianggap hanya dapat berlaku sebagai akta dibawah tangan, ..................” ”Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakibat akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan apabila akta itu ditandatangani oleh penghadap, tanpa mengurangi kewajiban Notaris yang membuat akta itu untuk membayar biaya, ganti rugi, dan bunga kepada yang bersangkutan.” “Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.” Sedangkan secara administratif, Notaris tersebut dapat dikenakan sanksi yang diputuskan oleh Majelis Pengawas mulai dari tingkat Daerah, Wilayah dan Pusat dalam memeriksa kasus Notaris tersebut yang merupakan salah satu kewenangannya
Kebatalan suatu ..., Ryan Oetary, FH UI., 2009.
Universitas Indonesia
61
berupa menjatuhkan sanksi pemberhentian sementara ataupun mengusulkan pemberian sanksi berupa pemberhentian dengan tidak hormat kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia sesuai dengan tingkat pelanggaran yang dibuatnya. Disamping itu, Notaris tersebut dapat dijatuhi hukuman pidana. Menurut Dr. Habib Adjie, S.H., M.Hum., terdapat 3 batasan pemidanaan terhadap Notaris, yaitu bila : 1. Ada tindakan hukum dari Notaris terhadap aspek formal akta yang sengaja, penuh kesadaran dan keinsyafan serta direncanakan, bahwa akta yang dibuat dihadapan Notaris atau oleh Notaris bersama-sama (sepakat) untuk dijadikan dasar untuk melakukan suatu tindak pidana; 2. Ada tindakan hukum dari Notaris dalam membuat akta dihadapan atau oleh Notaris yang jika diukur berdasarkan UUJN tidak sesuai dengan UUJN; dan 3. Tindakan Notaris dinilai tidak sesuai menurut instansi yang berwenang, dalam hal ini Majelis Pengawas Notaris. Penjatuhan sanksi pidana terhadap Notaris dapat dilakukan sepanjang batasanbatasan sebagaimana tersebut diatas dilanggar, artinya disamping memenuhi rumusan pelanggaran yang tersebut dalam UUJN dan Kode Etik Jabatan Notaris juga harus memenuhi rumusan tersebut dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Kebatalan suatu ..., Ryan Oetary, FH UI., 2009.
Universitas Indonesia