BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1
Himpunan Fuzzy
Fuzzy berarti “kabur” atau “samar-samar”. Himpunan fuzzy adalah himpunan yang keanggotaannya memiliki nilai kekaburan/kesamaran antara salah dan benar. Konsep tentang himpunan fuzzy pertama kali diperkenalkan oleh Profesor Lotfi A. Zadeh, seorang ilmuwan Amerika Serikat berkebangsaan Iran, dari Universitas California di Barkeley, melalui tulisannya “Fuzzy Sets” pada tahun 1965.
2.1.1 Pengertian Himpunan Fuzzy Sebelum teori tentang himpunan fuzzy muncul, dikenal sebuah himpunan klasik yang seringkali disebut himpunan tegas (crisp set) yang keanggotaannya memiliki nilai salah atau benar secara tegas. Sebaliknya, anggota himpunan fuzzy memiliki nilai kekaburan antara salah dan benar. Himpunan tegas hanya mengenal dingin atau panas, sedangkan himpunan fuzzy dapat mengenal dingin, sejuk, hangat, dan panas. Perbedaan antara dua jenis himpunan tersebut adalah himpunan tegas hanya memiliki dua kemungkinan nilai keanggotaan, yaitu 0 atau 1. Artinya, untuk sebarang himpunan tegas 𝐴, jika sebuah unsur 𝑥 adalah bukan anggota himpunan 𝐴, maka nilai yang berhubungan dengan 𝑥 adalah 0. Dan jika unsur 𝑥 tersebut merupakan anggota himpunan 𝐴, nilai yang berhubungan dengan 𝑥 adalah 1. Sedangkan dalam himpunan fuzzy, keanggotaan suatu unsur dinyatakan dengan derajat keanggotaan (membership values), yang nilainya terletak dalam
Universitas Sumatera Utara
interval [0,1] dan ditentukan dengan fungsi keanggotaan 𝜇𝐴 : 𝑋 → [0,1]. Artinya, untuk sebarang himpunan fuzzy 𝐴, sebuah unsur 𝑥 adalah bukan anggota himpunan 𝐴 jika 𝜇𝐴 𝑥 = 0, unsur 𝑥 adalah anggota penuh himpunan 𝐴 jika 𝜇𝐴 𝑥 = 1, dan unsur 𝑥 tersebut adalah anggota himpunan 𝐴 dengan derajat keanggotaan sebesar 𝜇 jika 𝜇𝐴 𝑥 = 𝜇, dengan 0 < 𝜇 < 1. Dengan demikian dapat dipeoleh suatu definisi untuk himpunan fuzzy, yakni: Definisi 2.1.1.1. Himpunan fuzzy dalam suatu himpunan sebarang 𝑋 adalah himpunan yang anggota-anggotanya dinyatakan dengan derajat keanggotaan, yang nilainya terletak dalam interval [0,1] dan ditentukan dengan fungsi keanggotaan 𝜇𝐴 : 𝑋 → [0,1].
2.1.2 Fungsi Keanggotaan Setiap himpunan fuzzy dapat dinyatakan dengan suatu fungsi keanggotaan. Ada beberapa cara untuk menyatakan himpunan fuzzy dengan fungsi keanggotaannya. Untuk semesta hingga diskrit biasanya dipakai cara daftar, yaitu daftar anggota dengan derajat keanggotaannya yang dibentuk sebagai himpunan pasangan berurutan 𝐴 = {(𝑥1 , 𝜇𝐴 𝑥1 , (𝑥2 , 𝜇𝐴 𝑥2 , … , (𝑥𝑛 , 𝜇𝐴 𝑥𝑛 }. Contoh 2.1.2.1: Misal 𝐴 adalah himpunan fuzzy “bilangan real yang dekat dengan 2”. Himpunan fuzzy 𝐴 dapat disajikan dengan menggunakan fungsi keanggotaan sebagai berikut: 𝑥 − 1 untuk 1 ≤ 𝑥 ≤ 2 𝜇𝐴 𝑥 = 3 − 𝑥 untuk 2 ≤ 𝑥 ≤ 3 0 untuk lainnya
Universitas Sumatera Utara
Dengan fungsi keanggotaan ini, diperoleh: 𝜇𝐴 1 = 0, 𝜇𝐴 1.5 = 0.5, 𝜇𝐴 1.7 = 0.7, 𝜇𝐴 2 = 1, 𝜇𝐴 2.5 = 0.5, 𝜇𝐴 2.7 = 0.3, dan 𝜇𝐴 3 = 0. Maka, 𝐴 dapat ditulis sebagai himpunan pasangan berurutan:
𝐴 = { 1, 0 , 1.5, 0.5 , 1.7, 0.7 , 2, 1 , 2.5, 0.5 , 2.7, 0.3 , (3, 0)}. Kebanyakan himpunan fuzzy berada dalam semesta himpunan semua bilangan riil ℝ dengan fungsi keanggotaan yang dinyatakan dalam bentuk suatu formula matematis. Formula matematis fungsi keanggotaan dalam himpunan fuzzy tersebut diantaranya adalah fungsi keanggotaan segitiga, fungsi keanggotaan trapesium, fungsi keanggotaan Gauss, fungsi keanggotaan Cauchy, fungsi keanggotaan sigmoid, dan fungsi keanggotaan kiri-kanan.
2.1.2.1 Fungsi Keanggotaan Segitiga Definisi 2.1.2.1.1. Suatu fungsi keanggotaan himpunan fuzzy disebut fungsi keanggotaan segitiga jika mempunyai tiga buah parameter, yaitu 𝑎, 𝑏, 𝑐 ∈ ℝ dengan 𝑎 < 𝑏 < 𝑐, dinyatakan dengan 𝑆𝑒𝑔𝑖𝑡𝑖𝑔𝑎(𝑥; 𝑎, 𝑏, 𝑐) dengan aturan: 𝑥−𝑎
𝑆𝑒𝑔𝑖𝑡𝑖𝑔𝑎 𝑥; 𝑎, 𝑏, 𝑐 =
𝑏−𝑎 𝑐−𝑥 𝑐−𝑏
0
untuk 𝑎 ≤ 𝑥 ≤ 𝑏 untuk 𝑏 ≤ 𝑥 ≤ 𝑐 untuk lainnya
Fungsi keanggotaan tersebut dapat juga dinyatakan sebagai berikut: 𝑆𝑒𝑔𝑖𝑡𝑖𝑔𝑎 𝑥; 𝑎, 𝑏, 𝑐 = 𝑚𝑎𝑥(𝑚𝑖𝑛
𝑥−𝑎 𝑐−𝑥
,
𝑏−𝑎 𝑐−𝑏
, 0).
2.1.2.2 Fungsi Keanggotaan Trapesium Definisi 2.1.2.2.1. Suatu fungsi keanggotaan himpunan fuzzy disebut fungsi keanggotaan trapesium jika mempunyai empat buah parameter, yaitu 𝑎, 𝑏, 𝑐, 𝑑 ∈
Universitas Sumatera Utara
ℝ dengan 𝑎 < 𝑏 < 𝑐 < 𝑑, dinyatakan dengan 𝑇𝑟𝑎𝑝𝑒𝑠𝑖𝑢𝑚(𝑥; 𝑎, 𝑏, 𝑐, 𝑑) dengan aturan: 𝑥−𝑎 𝑏−𝑎
𝑇𝑟𝑎𝑝𝑒𝑠𝑖𝑢𝑚
1
𝑑−𝑥 𝑑−𝑐
untuk 𝑎 ≤ 𝑥 ≤ 𝑏 untuk 𝑏 ≤ 𝑥 ≤ 𝑐 untuk 𝑐 ≤ 𝑥 ≤ 𝑑 untuk lainnya
0
Fungsi keanggotaan tersebut dapat juga dinyatakan sebagai berikut: 𝑇𝑟𝑎𝑝𝑒𝑠𝑖𝑢𝑚 𝑥; 𝑎, 𝑏, 𝑐, 𝑑 = 𝑚𝑎𝑥(𝑚𝑖𝑛
𝑥−𝑎 𝑏−𝑎
𝑑−𝑥
, 1, 𝑑−𝑐 , 0).
2.1.2.3 Fungsi Keanggotaan Gauss Definisi 2.1.2.3.1. Suatu fungsi keanggotaan himpunan fuzzy disebut fungsi keanggotaan Gauss jika mempunyai dua buah parameter, yaitu 𝑎, 𝑏 ∈ ℝ, dinyatakan dengan 𝐺𝑎𝑢𝑠𝑠(𝑥; 𝑎, 𝑏) sebagai berikut: 𝑥 −𝑎 2 ) 𝑏
𝐺𝑎𝑢𝑠𝑠 𝑥; 𝑎, 𝑏 = 𝑒 −(
.
2.1.2.4 Fungsi Keanggotaan Cauchy Definisi 2.1.2.4.1. Suatu fungsi keanggotaan himpunan fuzzy disebut fungsi keanggotaan Cauchy jika mempunyai tiga buah parameter, yaitu 𝑎, 𝑏, 𝑐 ∈ ℝ, dinyatakan dengan 𝐶𝑎𝑢𝑐𝑦(𝑥; 𝑎, 𝑏, 𝑐) sebagai berikut: 𝐶𝑎𝑢𝑐𝑦 𝑥; 𝑎, 𝑏, 𝑐 =
1 1+
𝑥 −𝑐 2𝑏 𝑎
.
Universitas Sumatera Utara
2.1.2.5 Fungsi Keanggotaan Sigmoid Definisi 2.1.2.5.1. Suatu fungsi keanggotaan himpunan fuzzy disebut fungsi keanggotaan Sigmoid jika mempunyai dua buah parameter, yaitu 𝑎, 𝑏 ∈ ℝ, dinyatakan dengan 𝑆𝑖𝑔𝑚𝑜𝑖𝑑(𝑥; 𝑎, 𝑏) sebagai berikut: 1
𝐶𝑎𝑢𝑐𝑦 𝑥; 𝑎, 𝑏 = 1+𝑒 −𝑎 (𝑥 −𝑏) .
2.1.2.6 Fungsi Keanggotaan Kiri-Kanan Definisi 2.1.2.6.1. Suatu fungsi keanggotaan himpunan fuzzy disebut fungsi keanggotaan kiri-kanan jika mempunyai tiga buah parameter, yaitu 𝑎, 𝑏, 𝑐 ∈ ℝ, dinyatakan dengan 𝑓𝐿𝑅 (𝑥; 𝑎, 𝑏, 𝑐) sebagai berikut:
𝑓𝐿𝑅 𝑥; 𝑎, 𝑏, 𝑐 =
𝑓𝐿 𝑓𝑅
𝑎−𝑥 𝑏 𝑥−𝑎 𝑐
untuk 𝑥 ≤ 𝑎 untuk 𝑥 ≥ 𝑎
.
Tentu saja masih banyak fungsi-fungsi keanggotaan lainnya yang dapat dibuat untuk memenuhi keperluan aplikasi-aplikasi tertentu. Yang jelas fungsi keanggotaan memainkan peranan sentral dalam teori himpunan fuzzy yang harus dikontruksikan untuk menyatakan istilah linguistik yang dipergunakan.
2.1.3 Operasi pada Himpunan Fuzzy Terhadap dua buah himpunan fuzzy atau lebih, dapat dilakukan operasi-operasi untuk menghasilkan himpunan fuzzy yang lain. Operasi-operasi tersebut diantaranya
adalah
penjumlahan,
pengurangan,
perkalian,
pembagian,
komplemen, gabungan, dan irisan.
Universitas Sumatera Utara
2.1.3.1 Penjumlahan Definisi 2.1.3.1.1. Penjumlahan dua buah himpunan fuzzy 𝐴 dan 𝐵 adalah himpunan fuzzy 𝐴 + 𝐵, yang didefinisikan dengan fungsi keanggotaan 𝜇𝐴+𝐵 𝑧 = sup𝑥+𝑦=𝑧 min{𝜇𝐴 𝑥 , 𝜇𝐵 𝑦 }. Contoh 2.1.3.1.1: Misalkan dalam semesta 𝑋 = {1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9} diketahui himpunan-himpunan fuzzy 𝐴 = { 1, 0.4 , 2, 1 , 3, 0.6 , 4, 0.1 }. 𝐵 = { 2, 0.2 , 3, 0.7 , 4, 1 , 5, 0.6 }. Maka diperoleh
𝐴 + 𝐵 = { 3, 0.2 , 4, 0.4 , 5, 0.7 , 6, 1 , 7, 0.6 , 8, 0.6 , (9, 0.1)}. Definisi 2.1.3.1.2. Jika himpunan fuzzy dijumlahkan dengan suatu bilangan real 𝑟 ∈ ℝ, maka penjumlahan tersebut dapat didefinisikan dengan fungsi keanggotaan 𝜇𝐴+𝑟 𝑧 = sup𝑥+𝑟=𝑧 min{𝜇𝐴 𝑥 , 1} = 𝜇𝐴 (𝑧 − 𝑟). Contoh 2.1.3.1.2: Misalkan dalam semesta 𝑋 = {−3, −2, −1, 0, 1, 2} diketahui himpunan fuzzy 𝐴 = { −3, 0 , −2, 0.3 , −1, 0.5 , 0, 0.7 , (1, 1)}. Maka diperoleh 𝐴 + 2 = { −1, 0 , 0, 0.3 , 1, 0.5 , 2, 0.7 , (3, 1)}.
Universitas Sumatera Utara
2.1.3.2 Pengurangan Definisi 2.1.3.2.1. Pengurangan dua buah himpunan fuzzy 𝐴 dan 𝐵 adalah himpunan fuzzy 𝐴 − 𝐵, yang didefinisikan dengan fungsi keanggotaan 𝜇𝐴−𝐵 𝑧 = sup𝑥−𝑦=𝑧 min{𝜇𝐴 𝑥 , 𝜇𝐵 𝑦 }. Contoh 2.1.3.2.1: Misalkan dalam semesta 𝑋 = {1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9} diketahui himpunan-himpunan fuzzy 𝐴 = { 6, 0.4 , 7, 1 , 8, 0.6 , 9, 0.1 }. 𝐵 = { 2, 0.2 , 3, 0.7 , 4, 1 , 5, 0.6 }. Maka diperoleh
𝐴 − 𝐵 = { 1, 0.4 , 2, 0.6 , 3, 1 , 4, 0.7 , 5, 0.6 , 6, 0.6 , (7, 0.1)}.
2.1.3.3 Perkalian Definisi 2.1.3.3.1. Perkalian dua buah himpunan fuzzy 𝐴 dan 𝐵 adalah himpunan fuzzy 𝐴 ∙ 𝐵, yang didefinisikan dengan fungsi keanggotaan 𝜇𝐴∙𝐵 𝑧 = sup𝑥∙𝑦=𝑧 min{𝜇𝐴 𝑥 , 𝜇𝐵 𝑦 }. Contoh 2.1.3.3.1: Misalkan dalam semesta 𝑋 = {0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8} diketahui himpunan-himpunan fuzzy 𝐴 = { 1, 0.4 , 2, 1 , 3, 0.6 , 4, 0.1 }. 𝐵 = { 0, 0.2 , 1, 1 , 2, 0.6 }. Maka diperoleh 𝐴∙𝐵 =
0, 0.2 , 1, 0.4 , 2, 1 , 3, 0.6 , 4, 0.6 , 6, 0.6 , 8, 0.1 .
Universitas Sumatera Utara
Definisi 2.1.3.3.2. Jika himpunan fuzzy dikalikan dengan suatu bilangan real 𝑟 ∈ ℝ, maka perkalian tersebut dapat didefinisikan dengan fungsi keanggotaan 𝜇𝐴∙𝑟 𝑧 = sup𝑥∙𝑟=𝑧 min{𝜇𝐴 𝑥 , 1} = 𝜇𝐴 (𝑧/𝑟). Contoh 2.1.3.3.2: Misal dalam semesta 𝑋 = {0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8} diketahui himpunan fuzzy 𝐴 = { 0, 0 , 1, 0.3 , 2, 0.5 , 3, 0.7 , (4, 1)}. Maka diperoleh 𝐴 ∙ 2 = { 0, 0 , 2, 0.3 , 4, 0.5 , 6, 0.7 , (8, 1)}.
2.1.3.4 Pembagian Definisi 2.1.3.4.1. Pembagian dua buah himpunan fuzzy 𝐴 dan 𝐵 adalah himpunan fuzzy 𝐴/𝐵, yang didefinisikan dengan fungsi keanggotaan 𝜇𝐴/𝐵 𝑧 = sup𝑥/𝑦=𝑧 min{𝜇𝐴 𝑥 , 𝜇𝐵 𝑦 }. Contoh 2.1.3.4.1: Misalkan dalam semesta 𝑋 = {0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8} diketahui himpunan-himpunan fuzzy 𝐴 = { 0, 0.4 , 4, 1 , 8, 0.6 }. 𝐵 = { 1, 0.3 , 2, 1 , 4, 0.7 }. Maka diperoleh 𝐴/𝐵 = { 0, 0.4 , 1, 0.7 , 2, 1 , 4, 0.6 , (8, 0.3)}.
Universitas Sumatera Utara
2.1.3.5 Komplemen Definisi 2.1.3.5.1. Komplemen dari suatu himpunan fuzzy 𝐴 adalah himpunan fuzzy 𝐴−, diartikan sebagai “𝑥 tidak dekat 𝐴”, dengan fungsi keanggotaan 𝜇𝐴− = 1 − 𝜇𝐴 (𝑥), untuk setiap 𝑥 ∈ 𝑋. Contoh 2.1.3.5.1: Misalkan dalam semesta 𝑋 = {−4, −3, −2, −1, 0} diketahui himpunan fuzzy 𝐴 = { −4, 0 , −3, 0.3 , −2, 0.5 , −1, 0.7 , (0, 1)}. Maka diperoleh 𝐴− = { −4, 1 , −3, 0.7 , −2, 0.5 , −1, 0.3 , (0, 0)}.
2.1.3.6 Gabungan Definisi 2.1.3.6.1. Gabungan dua buah himpunan fuzzy 𝐴 dan 𝐵 adalah himpunan fuzzy 𝐴 ∪ 𝐵, diartikan sebagai “𝑥 dekat 𝐴 atau 𝑥 dekat 𝐵”, dengan fungsi keanggotaan 𝜇𝐴∪𝐵 = 𝜇𝐴 𝑥 ∨ 𝜇𝐵 𝑥 = max (𝜇𝐴 𝑥 , 𝜇𝐵 𝑥 ), untuk setiap 𝑥 ∈ 𝑋. Contoh 2.1.3.6.1: Misalkan dalam semesta 𝑋 = {−3, −2, −1, 0, 1, 2} diketahui himpunan-himpunan fuzzy 𝐴 = { −3, 0.3 , −2, 0.7 , −1, 1 , 0, 0.5 , 1, 0.2 , (2, 0)}. 𝐵 = { −3, 0 , −2, 0.1 , −1, 0.4 , 0, 0.6 , 1, 0.8 , (2, 1)}. Maka diperoleh 𝐴 ∪ 𝐵 = { −3, 0.3 , −2, 0.7 , −1, 1 , 0, 0.6 , 1, 0.8 , (2, 1)}.
Universitas Sumatera Utara
2.1.3.7 Irisan Definisi 2.1.3.7.1. Irisan dua buah himpunan fuzzy 𝐴 dan 𝐵 adalah himpunan fuzzy 𝐴 ∩ 𝐵, diartikan sebagai “𝑥 dekat 𝐴 dan 𝑥 dekat 𝐵”, dengan fungsi keanggotaan 𝜇𝐴∩𝐵 = 𝜇𝐴 𝑥 ∧ 𝜇𝐵 𝑥 = min (𝜇𝐴 𝑥 , 𝜇𝐵 𝑥 ), untuk setiap 𝑥 ∈ 𝑋. Contoh 2.1.3.7.1: Misalkan dalam semesta 𝑋 = {−3, −2, −1, 0, 1, 2} diketahui himpunan-himpunan fuzzy 𝐴 = { −3, 0.3 , −2, 0.7 , −1, 1 , 0, 0.5 , 1, 0.2 , (2, 0)}. 𝐵 = { −3, 0 , −2, 0.1 , −1, 0.4 , 0, 0.6 , 1, 0.8 , (2, 1)}. Maka diperoleh 𝐴 ∩ 𝐵 = { −3, 0 , −2, 0.1 , −1, 0.4 , 0, 0.5 , 1, 0.2 , (2, 0)}. Dua buah himpunan fuzzy dikatakan beririsan apabila irisan kedua himpunan fuzzy tersebut tidak sama dengan himpunan kosong. Apabila irisan dua buah himpunan fuzzy sama dengan himpunan kosong, maka kedua himpunan fuzzy tersebut dikatakan lepas.
2.2
Topologi dan Ruang Topologi
Kata „topologi‟ berasal dari bahasa Yunani, yaitu „topos‟ yang berarti tempat dan „logos‟ yang berarti ilmu. Dengan demikian, topologi adalah ilmu yang berhubungan dengan tempat/tata ruang. Topologi dapat diartikan sebagai cabang matematika yang bersangkutan dengan tata ruang yang tidak berubah dalam deformasi dwikontinu, yaitu ruang yang dapat ditekuk, dilipat, disusut, direntangkan, dan dipilin, tetapi tidak diperkenankan untuk dipotong, dirobek, ditusuk, atau dilekatkan.
Universitas Sumatera Utara
Kajian topologi bermula dari permasalahan geometri oleh Leonard Euler pada tahun 1736 dalam tulisan “Seven Bridges of Königsberg”, yang merupakan awal sejarah berkembangnya teori graf. Konsep topologinya sendiri diperkenalkan oleh Johann Benedict Listing dalam tulisan “Vorstudien zur Topologie” pada tahun 1847 di Jerman. Konsep topologi muncul melalui pengembangan konsep dari geometri dan teori himpunan, seperti ruang, dimensi, bentuk, dan transformasi.
2.2.1 Pengertian Topologi dan Ruang Topologi 2.2.1.1 Persekitaran Definisi 2.2.1.1.1. Misal 𝐴 adalah himpunan bagian dari suatu himpunan sebarang 𝑋. 𝐴 adalah persekitaran dari 𝑥 ∈ 𝑋, jika dan hanya jika terdapat suatu himpunan 𝐺 sedemikian sehingga 𝑥 ∈ 𝐺 ⊆ 𝐴. Teorema 2.2.1.1.1. Suatu himpunan 𝐴 adalah terbuka jika dan hanya jika 𝐴 merupakan persekitaran dari setiap titik yang didalamnya. Bukti 2.2.1.1.1: Pertama, akan dibuktikan bahwa himpunan 𝐴 adalah terbuka jika 𝐴 merupakan persekitaran dari setiap titik yang didalamnya. Misalkan 𝐴 adalah himpunan terbuka, maka setiap titik 𝑎 ∈ 𝐴 menjadi anggota pada himpunan terbuka 𝐴 yang termuat dalam 𝐴, yang berarti 𝑎 ∈ 𝐴 ⊆ 𝐴. Jadi, 𝐴 adalah persekitaran dari setiap titik yang didalamnya. Selanjutnya, akan dibuktikan bahwa suatu himpunan 𝐴 merupakan persekitaran dari setiap titik yang didalamnya jika 𝐴 adalah terbuka. Misalkan 𝐴 merupakan suatu persekitaran dari setiap titik yang didalamnya. Sehingga untuk setiap 𝑎 ∈ 𝐴, terdapat suatu himpunan terbuka 𝐴𝑎 sedemikian sehingga 𝑎 ∈ 𝐴𝑎 ⊆ 𝐴. Dari sini diperoleh: 𝐴 =
𝑎 ; 𝑎 ∈ 𝐴 ⊆ [𝐴𝑎 ; 𝑎 ∈ 𝐴] ⊆ 𝐴. Yang berarti bahwa: 𝐴 =
[𝐴𝑎 ; 𝑎 ∈ 𝐴] dan 𝐴 adalah terbuka karena gabungan dari himpunan terbuka adalah himpunan terbuka.
Universitas Sumatera Utara
∎ 2.2.1.2 Pengertian Topologi dan Ruang Topologi Definisi 2.2.1.2.1. Misal 𝑋 suatu himpunan sebarang dan ℱ = {𝐴𝑖 : 𝐴𝑖 ⊆ 𝑋; 𝑖 = 1,2, … , 𝑛}. 𝜏 dikatakan suatu topologi pada 𝑋 jika dan hanya jika 𝜏 adalah kumpulan himpunan bagian dari 𝑋 yang memenuhi aksioma-aksioma berikut: (iv) ∅, 𝑋 ∈ 𝜏, (v)
⋂𝐴𝑖 ∈ 𝜏; 𝑖 = 1,2, … , 𝑛,
(vi)
𝐴𝑖 ∈ 𝜏; 𝑖 = 1,2, … , 𝑛.
Jika 𝑋 dan 𝜏 digabung, ditulis (𝑋, 𝜏). Pasangan (𝑋, 𝜏) disebut sebagai ruang topologi dan anggota-anggota di 𝜏 merupakan suatu himpunan buka. Penulisan (𝑋, 𝜏) sering ditulis hanya dengan “𝑋” saja. Contoh 2.2.1.2.1: Misal 𝑋 = {1, 2, 3}. Dan himpunan bagian-himpunan bagian dari
𝑋
adalah
ℱ = {∅, 𝑋, 1 , 2 , 3 , 1,2 , 1,3 , 2,3 }.
Maka
𝜏 = {∅, 𝑋, 1 , 2 , 1,2 } adalah suatu topologi pada 𝑋, sebab anggota-anggota 𝜏 merupakan kumpulan himpunan bagian dari 𝑋 dan 𝜏 memenuhi aksioma: (i)
∅, 𝑋 ∈ 𝜏;
(ii)
∅ ∩ ∅ = ∅,
𝑋 ∩ 𝑋 = 𝑋,
1 ∩ 2 = ∅,
∅ ∩ 𝑋 = ∅,
𝑋∩ 1 = 1 ,
1 ∩ 1,2 = {1},
∅ ∩ 1 = ∅,
𝑋 ∩ 2 = {2},
∅ ∩ 2 = ∅,
𝑋 ∩ 1,2 = {1,2}, {2} ∩ 1,2 = {2},
∅ ∩ 1,2 = ∅,
1 ∩ 1 = 1,
{2} ∩ 2 = {2}, 1,2 ∩ 1,2 =
{1,2} ∈ 𝜏; (iii) ∅ ∪ ∅ = ∅,
𝑋 ∪ 𝑋 = 𝑋,
{1} ∪ {2} = 1,2 ,
∅ ∪ 𝑋 = 𝑋,
𝑋 ∪ {1} = 𝑋,
{1} ∪ {1,2} = 1,2 ,
∅ ∪ 1 = {1},
𝑋 ∪ {2} = 𝑋,
{2} ∪ {2} = 2 ,
∅ ∪ 2 = {2},
𝑋 ∪ {1,2} = 𝑋,
{2} ∪ {1,2} = 1,2 ,
Universitas Sumatera Utara
∅ ∪ 1,2 = 1,2 , {1} ∪ {1} = {1}, 1,2 ∩ 1,2 = {1,2} ∈ 𝜏; Contoh 2.2.1.2.2: Misalkan 𝑋 = {𝑎, 𝑏, 𝑐} dan diberikan 𝜏 = {∅, 𝑋, 𝑎 , {𝑏}} adalah himpunan bagian dari 2𝑋 . Maka 𝜏 bukanlah suatu topologi pada 𝑋, sebab 𝑎 ∪ 𝑏 = {𝑎, 𝑏} ∉ 𝜏. Bila terdapat suatu topologi pada 𝑋 yang anggotanya adalah semua himpunan bagian dari 𝑋 atau sama dengan 2𝑋 , maka topologi tersebut disebut topologi diskrit. Topologi ini adalah topologi terbesar yang dapat dibentuk. Dan bila terdapat suatu topologi pada 𝑋 yang anggotanya hanya terdiri dari himpunan kosong ∅ dan himpunan 𝑋 itu sendiri, maka topologi tersebut disebut topologi indiskrit. Topologi ini adalah topologi terkecil yang dapat dibentuk.
2.2.2 Himpunan Tertutup Definisi 2.2.2.1. Misalkan 𝑋 adalah suatu ruang topologi. Suatu 𝐴 himpunan bagian dari 𝑋 disebut himpunan tertutup jika dan hanya jika komplemen dari 𝐴 merupakan himpunan buka. Komplemen dari 𝐴 ditulis 𝐴𝐶 . Contoh 2.2.2.1: Misalkan 𝑋 = {1, 2, 3, 4} dan 𝜏 = {∅, 𝑋, {1}, {3}, 1,3 } adalah suatu
topologi
pada
𝑋.
Maka
himpunan
tertutup
dari
𝑋
adalah
{𝑋, ∅, 2,3,4 , 1,2,4 , 2,4 } yang merupakan komplemen dari setiap himpunan bagian buka pada topologi 𝑋. Teorema 2.2.2.1. Diberikan 𝑋 adalah suatu ruang topologi. Irisan sebarang dari setiap himpunan tertutup adalah juga himpunan tertutup. Selanjutnya, gabungan sebarang dari setiap himpunan tertutup adalah juga himpunan tertutup. Bukti 2.2.2.1: Misal {𝐴𝑖 ; 𝑖 = 1,2, … , 𝑛} adalah koleksi himpunan 𝐴𝑖 ⊆ 𝑋, yang mana 𝐴𝑖 adalah himpunan tertutup. Diperoleh 𝐴𝑖 𝐶 adalah himpunan terbuka, maka
Universitas Sumatera Utara
𝐴𝑖 𝐶 ∈ 𝜏. Karena
𝐴𝑖 𝐶 ∈ 𝜏 terbuka, maka ⋂𝐴𝑖 adalah tertutup, sebab
𝐴𝑖 𝐶 =
𝐶 (⋂𝐴𝑖 )𝐶 . Selanjutnya, jika 𝐴𝑖 tertutup untuk 𝑖 = 1,2, … , 𝑛, maka 𝐴𝑖 ∈ 𝜏 terbuka.
Karena ⋂𝐴𝑖 𝐶 ∈ 𝜏 terbuka, maka
𝐴𝑖 adalah tertutup, sebab ⋂𝐴𝑖 𝐶 = ( 𝐴𝑖 )𝐶 . ∎
Contoh
2.2.2.2:
Misal
𝑋 = {𝑎, 𝑏, 𝑐, 𝑑, 𝑒}
dan
𝜏 = {∅, 𝑋, {𝑎}, {𝑐, 𝑑}, 𝑎, 𝑐, 𝑑 , {𝑏, 𝑐, 𝑑, 𝑒}} adalah suatu topologi pada 𝑋. Maka diperoleh himpunan tertutup dari 𝑋 adalah {𝑋, ∅, 𝑏, 𝑐, 𝑑, 𝑒 , 𝑎, 𝑏, 𝑒 , 𝑏, 𝑒 , {𝑎}}. Dapat diperlihatkan bahwa irisan sebarang dari setiap himpunan tertutup adalah juga himpunan tertutup, misalnya 𝑏, 𝑐, 𝑑, 𝑒 ∩ 𝑎, 𝑏, 𝑒 = {𝑏, 𝑒}. Dan selanjutnya, gabungan sebarang dari setiap himpunan tertutup adalah juga himpunan tertutup, misalnya 𝑏, 𝑒 ∪ 𝑎 = {𝑎, 𝑏, 𝑒}.
2.2.3 Penutup Himpunan Definisi 2.2.3.1. Misalkan 𝐴 adalah suatu himpunan bagian dari ruang topologi 𝑋. Penutup himpunan 𝐴, dinotasikan dengan 𝐴, adalah irisan dari semua himpunan tertutup yang memuat 𝐴. Contoh 2.2.3.1: Misalkan 𝑋 = {1, 2, 3, 4} dan 𝜏 = {∅, 𝑋, 1 , 3 , 1,3 , {1,2,3}}. Diperoleh himpunan tertutup dari 𝑋 adalah {𝑋, ∅, 2,3,4 , 1,2,4 , 2,4 , {4}}. Maka: a.) 1 = 𝑋 ∩ 1,2,4 = {1,2,4}. b.) 2 = 𝑋 ∩ 2,3,4 ∩ 1,2,4 ∩ 2,4 = {2,4}. c.) 2,4 = 𝑋 ∩ 2,3,4 ∩ 1,2,4 ∩ 2,4 = {2,4}. d.) 1,2,4 = 𝑋 ∩ 1,2,4 = {1,2,4}. Teorema 2.2.3.1. Misalkan 𝐴 adalah suatu himpunan bagian dari ruang topologi 𝑋. Himpunan 𝐴 adalah tertutup jika dan hanya jika 𝐴 = 𝐴.
Universitas Sumatera Utara
Bukti 2.2.3.1: Pertama, akan dibuktikan bahwa jika 𝐴 adalah tertutup, maka 𝐴 = 𝐴. Karena 𝐴 adalah himpunan tertutup, maka himpunan tertutup terkecil yang memuat 𝐴 adalah 𝐴 itu sendiri. Dengan demikian, 𝐴 = 𝐴. Selanjutnya, akan dibuktikan bahwa jika 𝐴 = 𝐴, maka 𝐴 adalah tertutup. Menurut Definisi 2.2.3.1., 𝐴 adalah irisan dari semua himpunan tertutup. Dan Teorema 2.2.2.1. mengatakan bahwa irisan setiap himpunan tertutup adalah juga himpunan tertutup. Dengan demikian, 𝐴 adalah himpunan tertutup. Kemudian, karena 𝐴 = 𝐴, maka jelas bahwa 𝐴 adalah himpunan tertutup. Jadi, teorema telah terbukti. ∎ Contoh 2.2.3.2: Misalkan 𝑋 = {𝑎, 𝑏, 𝑐} dan 𝜏 = {∅, 𝑋, 𝑏 , 𝑐 , {𝑏, 𝑐}}. Diperoleh himpunan tertutup dari 𝑋 adalah {𝑋, ∅, 𝑎, 𝑐 , 𝑎, 𝑏 , 𝑎 }. Kemudian ambil 𝐴 = {𝑎}, yang mana 𝐴 suatu himpunan tertutup. Maka, 𝐴 = 𝑋 ∩ 𝑎, 𝑐 ∩ 𝑎, 𝑏 ∩ 𝑎 = 𝑎 = 𝐴. Selanjutnya ambil 𝐵 = {𝑏}, yang mana 𝐵 bukanlah suatu himpunan tertutup. Maka, 𝐵 = 𝑋 ∩ 𝑎, 𝑏 = 𝑎, 𝑏 ≠ 𝐵.
2.2.4 Basis dari Topologi Definisi 2.2.4.1. Misal 𝑋 adalah suatu ruang topologi. Dibentuk suatu kelas ℬ yang merupakan himpunan bagian buka dari 𝑋, dinotasikan ℬ ⊂ 𝜏. Didefinisikan ℬ adalah basis dari topologi 𝜏 jika dan hanya jika setiap himpunan buka 𝐺 ∈ 𝜏 adalah gabungan anggota-anggota ℬ. Atau, kelas ℬ ⊂ 𝜏 adalah suatu basis dari topologi 𝜏 jika dan hanya jika untuk setiap 𝑝 anggota himpunan buka 𝐺, ada terdapat 𝐵 ∈ ℬ dengan 𝑝 ∈ 𝐵 ⊂ 𝐺. Contoh 2.2.4.1: Misalkan 𝑋 = {𝑎, 𝑏, 𝑐} dan 𝜏 = {∅, 𝑋, 𝑎 , 𝑐 , 𝑎, 𝑐 , 𝑏, 𝑐 } adalah suatu topologi pada 𝑋. Maka dapat dibentuk suatu basis: ℬ = {∅, 𝑎 , 𝑐 , 𝑏, 𝑐 }, yang gabungan anggota-anggotanya membentuk setiap himpunan buka 𝐺 ∈ 𝜏, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
i.) ∅ ∪ ∅ = ∅, ii.) ∅ ∪ 𝑎 = 𝑎 ∪ 𝑎 = {𝑎}, iii.) ∅ ∪ 𝑐 = 𝑐 ∪ 𝑐 = {𝑐}, iv.) 𝑎 ∪ 𝑐 = {𝑎, 𝑐}, v.) ∅ ∪ 𝑏, 𝑐 = 𝑏, 𝑐 ∪ 𝑏, 𝑐 = 𝑐 ∪ 𝑏, 𝑐 = {𝑏, 𝑐}, dan vi.) 𝑎 ∪ 𝑏, 𝑐 = 𝑎, 𝑏, 𝑐 = 𝑋. Teorema 2.2.4.1. Jika ℬ1 merupakan suatu basis dari topologi 𝜏 pada 𝑋 dan ℬ2 merupakan koleksi dari himpunan terbuka pada 𝑋, yang mana ℬ1 ⊂ ℬ2 , maka ℬ2 adalah juga merupakan basis bagi topologi 𝜏. Bukti 2.2.4.1: Misalkan 𝐺 adalah himpunan bagian terbuka dari 𝑋. Karena ℬ1 adalah suatu basis dari topologi 𝜏 pada 𝑋, maka 𝐺 merupakan gabungan dari anggota-anggota ℬ1 . Ini berarti bahwa 𝐺 =
ℬ𝑖 ; 𝑖 = 1,2, … , 𝑛, yang mana
ℬ𝑖 ∈ ℬ1 . Tetapi karena ℬ1 ⊂ ℬ2 , maka berlaku untuk setiap ℬ𝑖 ∈ ℬ1 juga merupakan anggota dari ℬ2 . Ini berarti bahwa 𝐺 juga merupakan gabungan dari anggotaanggota ℬ2 . Dengan demikian, ℬ2 merupakan basis dari topologi 𝜏 pada 𝑋 juga. ∎ Berdasarkan Teorema 2.2.4.1. tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa basis dari suatu topologi adalah tidak tunggal. Contoh 2.2.4.2: Misalkan diberikan
𝑋 = {𝑎, 𝑏, 𝑐, 𝑑, 𝑒}. Jika dibentuk suatu basis
ℬ1 =
{∅, 𝑎, 𝑏, 𝑐, 𝑑 , 𝑎, 𝑐, 𝑑 , 𝑎, 𝑑 , 𝑑, 𝑒 , 𝑑 , 𝑒 }, maka diperoleh topologi pada 𝑋, yaitu𝜏1 {∅, 𝑎, 𝑏, 𝑐, 𝑑 , 𝑎, 𝑐, 𝑑 , 𝑎, 𝑑 , 𝑑, 𝑒 , 𝑑 , 𝑒 , 𝑋, 𝑎, 𝑐, 𝑑, 𝑒 , 𝑎, 𝑑, 𝑒 }. Sekarang
jika
ℬ2 = {∅, 𝑋, 𝑎, 𝑏, 𝑐, 𝑑 , 𝑎, 𝑐, 𝑑 , 𝑎, 𝑑, 𝑒 , 𝑎, 𝑑 , 𝑑, 𝑒 , 𝑑 , 𝑒 },
maka
diperoleh
𝜏2 = ∅, 𝑋, 𝑎, 𝑏, 𝑐, 𝑑 , 𝑎, 𝑐, 𝑑 , 𝑎, 𝑑, 𝑒 , 𝑎, 𝑑 , 𝑑, 𝑒 , 𝑑 , 𝑒 , 𝑎, 𝑐, 𝑑, 𝑒 merupakan suatu topologi pada 𝑋.
Universitas Sumatera Utara
Dari sini jelas terlihat bahwa ℬ1 ⊂ ℬ2 , tetapi 𝜏1 = 𝜏2 . Dengan demikian, ℬ1 dan ℬ2 merupakan basis-basis dari topologi yang sama.
2.2.5 Subbasis dari Topologi Definisi 2.2.5.1. Misal 𝑋 adalah suatu ruang topologi. Dibentuk suatu kelas 𝒮 yang merupakan himpunan bagian buka dari 𝑋, dinotasikan 𝒮 ⊂ 𝜏. Didefinisikan 𝒮 adalah subbasis dari topologi 𝜏 jika dan hanya jika setiap irisan hingga dari anggota 𝒮 membentuk suatu basis dari topologi 𝜏. Contoh 2.2.5.1: Misalkan 𝑋 = {𝑎, 𝑏, 𝑐} dan 𝜏 = {∅, 𝑋, 𝑎 , 𝑐 , 𝑎, 𝑐 , 𝑏, 𝑐 } adalah suatu topologi pada 𝑋. Maka dapat dibentuk suatu basis: ℬ = {∅, 𝑎 , 𝑐 , 𝑏, 𝑐 }, yang gabungan anggota-anggotanya membentuk setiap himpunan buka 𝐺 ∈ 𝜏. Dari basis tersebut, maka dapat dibentuk suatu subbasis: 𝒮 = { 𝑎 , 𝑐 , 𝑏, 𝑐 , 𝑎, 𝑏, 𝑐 }, yang irisan hingga anggota-anggotanya membentuk basis ℬ, yaitu: a.)
𝑎 ∩ 𝑐 = 𝑎 ∩ 𝑏, 𝑐 = ∅,
b.) 𝑎 ∩ 𝑎, 𝑏, 𝑐 = 𝑎 , c.)
𝑐 ∩ 𝑏, 𝑐 = 𝑐 ∩ 𝑎, 𝑏, 𝑐 = {𝑐}, dan
d.) 𝑏, 𝑐 ∩ 𝑎, 𝑏, 𝑐 = 𝑏, 𝑐 . Dengan demikian, 𝒮 merupakan suatu subbasis dari topologi 𝜏. Teorema 2.2.5.1. Jika 𝒮1 merupakan suatu subbasis dari topologi 𝜏 pada 𝑋 dan 𝒮2 merupakan koleksi dari himpunan terbuka pada 𝑋, yang mana 𝒮1 ⊂ 𝒮2 , maka 𝒮2 adalah juga merupakan subbasis bagi topologi 𝜏.
Universitas Sumatera Utara
Bukti 2.2.5.1: Misalkan ℬ merupakan basis dari topologi 𝜏 pada 𝑋. Karena 𝒮1 merupakan suatu subbasis dari topologi 𝜏, maka ℬ merupakan irisan hingga dari anggota-anggota 𝒮1 . Ini berarti bahwa ℬ = ⋂𝒮𝑖 ; 𝑖 = 1,2, … , 𝑛, yang mana 𝒮𝑖 ∈ 𝒮1 . Tetapi karena 𝒮1 ⊂ 𝒮2 , maka berlaku untuk setiap 𝒮𝑖 ∈ 𝒮1 juga merupakan anggota dari 𝒮2 . Ini berarti bahwa ℬ juga merupakan irisan hingga dari anggotaanggota 𝒮2 . Dengan demikian, 𝒮2 merupakan subbasis dari topologi 𝜏 pada 𝑋 juga. ∎ Berdasarkan Teorema 2.2.5.1. tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa subbasis dari suatu topologi adalah tidak tunggal. Contoh 2.2.5.2: Misalkan diberikan 𝑋 = {𝑎, 𝑏, 𝑐, 𝑑, 𝑒}. Jika dibentuk suatu subbasis 𝒮1 = {𝑋, 𝑎, 𝑏, 𝑐, 𝑑 , 𝑎, 𝑐, 𝑑 , 𝑎, 𝑑 , 𝑑, 𝑒 , 𝑒 }, maka dapat diperoleh suatu
basis
dari
topologi
pada
𝑋,
yaitu
ℬ1 = {𝑋, 𝑎, 𝑏, 𝑐, 𝑑 , 𝑎, 𝑐, 𝑑 , 𝑎, 𝑑 , 𝑑, 𝑒 , 𝑒 , ∅, {𝑑}}. Sekarang jika 𝒮2 = {𝑋, 𝑎, 𝑏, 𝑐, 𝑑 , 𝑎, 𝑐, 𝑑 , 𝑎, 𝑑 , 𝑑, 𝑒 , 𝑑 , 𝑒 }, maka diperoleh ℬ2 = {𝑋, 𝑎, 𝑏, 𝑐, 𝑑 , 𝑎, 𝑐, 𝑑 , 𝑎, 𝑑 , 𝑑, 𝑒 , 𝑑 , 𝑒 , ∅} merupakan suatu basis dari topologi pada 𝑋. Oleh karena ℬ1 = ℬ2 , maka dapat dibentuk suatu topologi yang sama pada 𝑋, yaitu
𝜏 = {𝑋, 𝑎, 𝑏, 𝑐, 𝑑 , 𝑎, 𝑐, 𝑑 , 𝑎, 𝑑 , 𝑑, 𝑒 , 𝑑 , 𝑒 , ∅, 𝑎, 𝑐, 𝑑, 𝑒 , {𝑎, 𝑑, 𝑒}}.
Dari sini jelas terlihat bahwa 𝒮1 ⊂ 𝒮2 dan ℬ1 = ℬ2 . Dengan demikian, 𝒮1 dan 𝒮2 merupakan subbasis-subbasis dari topologi yang sama.
2.2.6 Titik Limit Definisi 2.2.6.1. Misalkan 𝑋 adalah sebuah ruang topologi. Suatu titik 𝑝 ∈ 𝑋 disebut titik limit dari himpunan bagian 𝐴 pada 𝑋, dinotasikan dengan 𝐴′, jika dan
Universitas Sumatera Utara
hanya jika setiap himpunan buka 𝐺 yang memuat titik 𝑝, juga memuat suatu titik pada 𝐴 yang berbeda dengan titik 𝑝 tersebut. Atau juga dapat ditulis: “𝑝 titik limit, jika 𝑝 ∈ 𝐺, 𝐺 buka, sedemikian (𝐺 − 𝑝 ) ∩ 𝐴 ≠ ∅.” Contoh 2.2.6.1: Misalkan 𝑋 = {1, 2, 3, 4, 5} dan 𝜏 = {∅, 𝑋, 1,2 , 3,4 , {1,2,3,4}} adalah suatu topologi pada 𝑋. Diberikan 𝐴 = {1,2,3} merupakan himpunan bagian dari 𝑋. Maka: i.) 1 ∈ {1,2} ⟶
1,2 − 1
∩ 1,2,3 = {2}. => 1 adalah titik
1,2 − 2
∩ 1,2,3 = {1}. => 2 adalah titik
3,4 − 3
∩ 1,2,3 = ∅. => 3 bukan titik
3,4 − 4
∩ 1,2,3 = {3}. => 4 adalah titik
limit. ii.) 2 ∈ {1,2} ⟶ limit. iii.) 3 ∈ 3,4 ⟶ limit. iv.) 4 ∈ {3,4} ⟶ limit. v.) 5 ∈ 𝑋 ⟶ 𝑋 − 5
∩ 1,2,3 = {1,2,3}.
=> 5 adalah titik
limit. Jadi, himpunan titik limit dari 𝐴 adalah 𝐴′ = {1, 2, 4, 5}. Sifat 2.2.6.1. Bila ditentukan himpunan bagian 𝐴 ⊂ 𝐵, diperoleh titik limit 𝐴′ ⊂ 𝐵′. Contoh 2.2.6.2: Misal 𝜏 = ∅, 𝑋, 𝑎 , 𝑐, 𝑑 , 𝑎, 𝑐, 𝑑
adalah suatu topologi pada
𝑋 = {𝑎, 𝑏, 𝑐, 𝑑}. Lalu diberikan 𝐴 = {𝑎, 𝑏} dan 𝐵 = {𝑎, 𝑏, 𝑐} masing-masing merupakan himpunan bagian dari 𝑋, yang mana 𝐴 ⊂ 𝐵. Maka untuk himpunan bagian 𝐴 diperoleh: a.) 𝑎 ∈ {𝑎} ⟶
𝑎 − 𝑎
b.) 𝑏 ∈ 𝑋 ⟶ 𝑋 − 𝑏
∩ 𝑎, 𝑏 = ∅. => 𝑎 bukan titik limit.
∩ 𝑎, 𝑏 = {𝑎}.
=> 𝑏 adalah titik limit.
Universitas Sumatera Utara
c.) 𝑐 ∈ 𝑐, 𝑑 ⟶
𝑐, 𝑑 − 𝑐
∩ 𝑎, 𝑏 = ∅.=>
𝑐
bukan
titik
limit. d.) 𝑑 ∈ {𝑐, 𝑑} ⟶ {𝑐, 𝑑} − 𝑑
∩ 𝑎, 𝑏 = ∅.=> 𝑑 bukan titik
limit. Jadi, himpunan titik limit dari 𝐴 adalah 𝐴′ = {𝑏}. Sedangkan untuk himpunan bagian 𝐵 diperoleh: w.) 𝑎 ∈ {𝑎} ⟶
𝑎 − 𝑎
∩ 𝑎, 𝑏, 𝑐 = ∅. => 𝑎 bukan titik limit.
x.) 𝑏 ∈ 𝑋 ⟶ 𝑋 − 𝑏
∩ 𝑎, 𝑏, 𝑐 = {𝑎, 𝑐}. => 𝑏 adalah titik limit.
y.) 𝑐 ∈ 𝑐, 𝑑 ⟶
𝑐, 𝑑 − 𝑐
∩ 𝑎, 𝑏, 𝑐 = ∅. => 𝑐 bukan titik limit.
z.) 𝑑 ∈ {𝑐, 𝑑} ⟶ {𝑐, 𝑑} − 𝑑
∩ 𝑎, 𝑏, 𝑐 = {𝑐}. => 𝑑 adalah titik limit.
Jadi, himpunan titik limit dari 𝐵 adalah 𝐵′ = {𝑏, 𝑑}. Dengan demikian, diperoleh titik limit 𝐴′ = {𝑏} dan 𝐵′ = {𝑏, 𝑑}, sehingga 𝐴′ ⊂ 𝐵′. Jadi, bila ditentukan suatu himpunan bagian 𝐴 ⊂ 𝐵, akan diperoleh titik limit 𝐴′ ⊂ 𝐵′. Sifat 2.2.6.2. Bila ditentukan suatu topologi 𝜏1 ⊂ 𝜏2 , diperoleh titik limit 𝐴′1 ⊃ 𝐴′2 . Contoh 2.2.6.3: Misal 𝜏1 = {∅, 𝑋, 𝑎, 𝑐, 𝑑 } dan 𝜏2 = ∅, 𝑋, 𝑎 , 𝑐, 𝑑 , 𝑎, 𝑐, 𝑑 adalah masing-masing suatu topologi pada 𝑋 = {𝑎, 𝑏, 𝑐, 𝑑, 𝑒}, yang mana 𝜏1 ⊂ 𝜏2 . Lalu diberikan 𝐴 = {𝑎, 𝑏} merupakan suatu himpunan bagian dari 𝑋. Maka untuk topologi 𝜏1 diperoleh: i.) 𝑎 ∈ {𝑎, 𝑐, 𝑑} ⟶
𝑎, 𝑐, 𝑑 − 𝑎
∩ 𝑎, 𝑏 = ∅. => 𝑎 bukan titik limit.
Universitas Sumatera Utara
ii.) 𝑏 ∈ 𝑋 ⟶ 𝑋 − 𝑏
∩ 𝑎, 𝑏 = {𝑎}. => 𝑏 adalah titik limit.
iii.) 𝑐 ∈ 𝑎, 𝑐, 𝑑 ⟶
𝑎, 𝑐, 𝑑 − 𝑐
∩ 𝑎, 𝑏 = {𝑎}. => 𝑐 adalah titik limit.
iv.) 𝑑 ∈ {𝑎, 𝑐, 𝑑} ⟶ {𝑎, 𝑐, 𝑑} − 𝑑
∩ 𝑎, 𝑏 = {𝑎}. => 𝑑 adalah titik limit.
v.) 𝑒 ∈ 𝑋 ⟶ 𝑋 − 𝑒
∩ 𝑎, 𝑏 = {𝑎, 𝑏}. => 𝑒 adalah titik limit.
Jadi, himpunan titik limit dari 𝐴 untuk 𝜏1 adalah 𝐴′1 = {𝑏, 𝑐, 𝑑, 𝑒}. Sedangkan untuk topologi 𝜏2 diperoleh: a.) 𝑎 ∈ {𝑎} ⟶
𝑎 − 𝑎
∩ 𝑎, 𝑏 = ∅. => 𝑎 bukan titik limit.
b.) 𝑏 ∈ 𝑋 ⟶ 𝑋 − 𝑏
∩ 𝑎, 𝑏 = {𝑎}. => 𝑏 adalah titik limit.
c.) 𝑐 ∈ 𝑐, 𝑑 ⟶
𝑐, 𝑑 − 𝑐
∩ 𝑎, 𝑏 = ∅. => 𝑐 bukan titik limit.
d.) 𝑑 ∈ {𝑐, 𝑑} ⟶ {𝑐, 𝑑} − 𝑑
∩ 𝑎, 𝑏 = ∅. => 𝑑 bukan titik limit.
e.) 𝑒 ∈ 𝑋 ⟶ 𝑋 − 𝑒
∩ 𝑎, 𝑏 = {𝑎, 𝑏}. => 𝑒 adalah titik limit.
Jadi, himpunan titik limit dari 𝐴 untuk 𝜏2 adalah 𝐴′2 = {𝑏, 𝑒}. Dengan demikian, diperoleh titik limit 𝐴′1 = {𝑏, 𝑐, 𝑑, 𝑒} dan 𝐴′2 = {𝑏, 𝑒}, sehingga 𝐴′1 ⊃ 𝐴′2 . Jadi bila ditentukan suatu topologi 𝜏1 ⊂ 𝜏2 , akan diperoleh titik limit 𝐴′1 ⊃ 𝐴′2 .
2.2.7 Titik Interior, Titik Eksterior, dan Batas
Universitas Sumatera Utara
Definisi 2.2.7.1. Misal 𝐴 adalah himpunan bagian dari ruang topologi 𝑋. Suatu titik 𝑝 ∈ 𝐴 disebut titik interior 𝐴, yang dinotasikan dengan int(𝐴) atau 𝐴𝑂 , jika 𝑝 ada dalam himpunan buka 𝐺 yang termuat di 𝐴, atau dapat ditulis: “𝑝 titik interior, jika 𝑝 ∈ 𝐺 ⊂ 𝐴, dimana 𝐺 adalah himpunan buka.” Definisi 2.2.7.2. Misal 𝐴 adalah himpunan bagian dari ruang topologi 𝑋 dan 𝐴𝐶 adalah komplemen 𝐴. Suatu titik 𝑝 disebut titik eksterior 𝐴, yang dinotasikan dengan ext(𝐴), jika 𝑝 merupakan titik interior dari 𝐴𝐶 , atau dapat ditulis: “ext 𝐴 = int 𝐴𝐶 .” Definisi 2.2.7.3. Misal 𝐴 adalah himpunan bagian dari ruang topologi 𝑋. Batas dari 𝐴, yang dinotasikan dengan b(𝐴), adalah himpunan titik-titik yang tidak termasuk titik interior maupun titik eksterior 𝐴, atau dapat ditulis: “b 𝐴 = (int(𝐴) ∪ ext 𝐴 )𝐶 = (int(𝐴))𝐶 ∩ (ext(𝐴))𝐶 .” Contoh 2.2.7.1: Misal 𝜏 = {∅, 𝑋, 1 , 3,4 , 1,3,4 , {2,3,4,5}} adalah suatu topologi pada 𝑋 = {1, 2, 3, 4, 5}, dan 𝐴 = {2, 3, 4} merupakan himpunan bagian dari 𝑋. Maka: a.) 2 ∈ {2,3,4,5} ⊄ 𝐴.
=> 2 bukan titik interior.
b.) 3 ∈ {3,4} ⊂ 𝐴.
=> 3 adalah titik interior.
c.) 4 ∈ {3,4} ⊂ 𝐴.
=> 4 adalah titik interior.
Jadi, himpunan titik interior dari 𝐴 adalah int(𝐴) = {3, 4}. Dari himpunan bagian 𝐴 = {2, 3, 4}, diperoleh komplemen 𝐴 yaitu 𝐴𝐶 = {1, 5}. Maka: y.) 1 ∈ {1} ⊂ 𝐴𝐶 .
=> 1 adalah titik eksterior.
z.) 5 ∈ {2,3,4,5} ⊄ 𝐴𝐶 .
=> 5 bukan titik eksterior.
Jadi, himpunan titik eksterior dari 𝐴 adalah ext(𝐴) = {1}.
Universitas Sumatera Utara
Dan juga diperoleh batas dari 𝐴, yang merupakan himpunan titik-titik yang tidak termasuk titik interior maupun titik eksterior 𝐴, yaitu: b 𝐴 = (int(𝐴) ∪ ext 𝐴 )𝐶 = ( 3, 4 ∪ 1 )𝐶 = ( 1, 3, 4 )𝐶 = {2, 5}. Teorema 2.2.7.1. Jika diberikan 𝑋 adalah suatu ruang topologi pada 𝑋 dan 𝐴 merupakan himpunan bagian dari 𝑋. Maka berlaku: i. b 𝐴 ∩ int 𝐴 = ∅; ii. b 𝐴 ∩ ext 𝐴 = ∅; iii. int 𝐴 ∩ ext 𝐴 = ∅. Bukti 2.2.7.1: Menurut Definisi 2.2.7.3. yang mengatakan bahwa: b 𝐴 = (int(𝐴) ∪ ext 𝐴 )𝐶 = (int(𝐴))𝐶 ∩ (ext(𝐴))𝐶 , maka: i. b 𝐴 ∩ int 𝐴
= {(int(𝐴))𝐶 ∩ (ext 𝐴 )𝐶 } ∩ int 𝐴 = {(int(𝐴))𝐶 ∩ int 𝐴 } ∩ (ext(𝐴))𝐶 = ∅ ∩ (ext(𝐴))𝐶 = ∅.
ii. b 𝐴 ∩ ext 𝐴
= {(int(𝐴))𝐶 ∩ (ext 𝐴 )𝐶 } ∩ ext 𝐴 = (int(𝐴))𝐶 ∩ {(ext 𝐴 )𝐶 ∩ ext 𝐴 } = (int(𝐴))𝐶 ∩ ∅ = ∅.
Dan karena menurut Definisi 2.2.7.2. yang mengatakan bahwa: ext 𝐴 = int 𝐴𝐶 , maka: iii. int 𝐴 ∩ ext 𝐴 = int 𝐴 ∩ int 𝐴𝐶 = int 𝐴 ∩ 𝐴𝐶 = int(∅) = ∅.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan Teorema 2.2.7.1. tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa titik interior, titik eksterior, dan batas dari suatu topologi adalah saling asing atau saling lepas. Dan dari Contoh 2.2.7.1 dapat diperhatikan bahwa: “int(𝐴) ≠ ext 𝐴 ≠ b 𝐴 .” ∎ Sifat 2.2.7.1. Bila ditentukan himpunan bagian 𝐴 ⊂ 𝐵, diperoleh titik interior int(𝐴) ⊂ int(𝐵). Contoh 2.2.7.2: Misal 𝜏 = ∅, 𝑋, 𝑎 , 𝑐, 𝑑 , 𝑎, 𝑐, 𝑑
adalah suatu topologi pada
𝑋 = {𝑎, 𝑏, 𝑐, 𝑑}. Lalu diberikan 𝐴 = {𝑏, 𝑑} dan 𝐵 = {𝑏, 𝑐, 𝑑} masing-masing merupakan himpunan bagian dari 𝑋, yang mana 𝐴 ⊂ 𝐵. Maka untuk himpunan bagian 𝐴 diperoleh: a.) 𝑏 ∈ 𝑋 ⊄ 𝐴.
=> 𝑏 bukan titik interior.
b.) 𝑑 ∈ {𝑐, 𝑑} ⊄ 𝐴.
=> 𝑑 bukan titik interior.
Jadi, himpunan titik interior dari 𝐴 adalah int(𝐴) = ∅. Sedangkan untuk himpunan bagian 𝐵 diperoleh: x.) 𝑏 ∈ 𝑋 ⊄ 𝐵.
=> 𝑏 bukan titik interior.
y.) 𝑐 ∈ {𝑐, 𝑑} ⊂ 𝐵.
=> 𝑐 adalah titik interior.
z.) 𝑑 ∈ {𝑐, 𝑑} ⊂ 𝐵.
=> 𝑑 adalah titik interior.
Jadi, himpunan titik interior dari 𝐵 adalah int(𝐵) = {𝑐, 𝑑}. Dengan demikian, diperoleh titik interior int(𝐴) = ∅ dan int(𝐵) = {𝑐, 𝑑}, sehingga int(𝐴) ⊂ int(𝐵). Jadi, bila ditentukan suatu himpunan bagian 𝐴 ⊂ 𝐵, akan diperoleh titik interior int(𝐴) ⊂ int(𝐵). Sifat 2.2.7.2. Bila ditentukan topologi 𝜏1 ⊂ 𝜏2 , diperoleh masing-masing titik interior int(𝐴) ⊂ int(𝐵), titik eksterior ext(𝐴) ⊃ ext(𝐵), dan batas b(𝐴) ⊃ b(𝐵).
Universitas Sumatera Utara
Contoh 2.2.7.3: Misal 𝜏1 = {∅, 𝑋, 𝑎, 𝑐, 𝑑 } dan 𝜏2 = ∅, 𝑋, 𝑎 , 𝑐, 𝑑 , 𝑎, 𝑐, 𝑑 adalah masing-masing suatu topologi pada 𝑋 = {𝑎, 𝑏, 𝑐, 𝑑, 𝑒}, yang mana 𝜏1 ⊂ 𝜏2 . Lalu diberikan 𝐴 = {𝑎, 𝑏} merupakan himpunan bagian dari 𝑋. Maka untuk topologi 𝜏1 diperoleh: i.) 𝑎 ∈ {𝑎, 𝑐, 𝑑} ⊄ 𝐴.
=> 𝑎 bukan titik interior.
ii.) 𝑏 ∈ 𝑋 ⊄ 𝐴.
=> 𝑏 bukan titik interior.
Jadi, himpunan titik interior dari 𝐴 untuk 𝜏1 adalah int(𝐴)1 = ∅. Dari himpunan 𝐴 = {𝑎, 𝑏}, diperoleh komplemen 𝐴 adalah 𝐴𝐶 = {𝑐, 𝑑, 𝑒}. Maka: a.) 𝑐 ∈ {𝑎, 𝑐, 𝑑} ⊄ 𝐴𝐶 .
=> 𝑎 bukan titik eksterior.
b.) 𝑑 ∈ {𝑎, 𝑐, 𝑑} ⊄ 𝐴𝐶 .
=> 𝑐 bukan titik eksterior.
c.) 𝑒 ∈ 𝑋 ⊄ 𝐴𝐶 .
=> 𝑒 bukan titik eksterior.
Jadi, himpunan titik eksterior dari 𝐴 untuk 𝜏1 adalah ext(𝐴)1 = ∅. Dan juga diperoleh batas dari 𝐴 untuk 𝜏1 , yang merupakan himpunan titik-titik yang tidak termasuk titik interior maupun titik eksterior 𝐴 untuk 𝜏1 , adalah b 𝐴
1
= (int 𝐴
1
∪ ext 𝐴 1 )𝐶 = (∅ ∪ ∅)𝐶 = (∅)𝐶 = {𝑎, 𝑏, 𝑐, 𝑑, 𝑒}.
Sedangkan untuk topologi 𝜏2 diperoleh: i.) 𝑎 ∈ {𝑎} ⊂ 𝐴.
=> 𝑎 adalah titik interior.
ii.) 𝑏 ∈ 𝑋 ⊄ 𝐴.
=> 𝑏 bukan titik interior.
Jadi, himpunan titik interior dari 𝐴 untuk 𝜏2 adalah int(𝐴)2 = {𝑎}. Dari himpunan 𝐴 = {𝑎, 𝑏}, diperoleh komplemen 𝐴 adalah 𝐴𝐶 = {𝑐, 𝑑, 𝑒}. Maka: a.) 𝑐 ∈ {𝑐, 𝑑} ⊂ 𝐴𝐶 .
=> 𝑐 adalah titik eksterior.
b.) 𝑑 ∈ {𝑐, 𝑑} ⊂ 𝐴𝐶 .
=> 𝑑 adalah titik eksterior.
c.) 𝑒 ∈ 𝑋 ⊄ 𝐴𝐶 .
=> 𝑒 bukan titik eksterior.
Jadi, himpunan titik eksterior dari 𝐴 untuk 𝜏2 adalah ext(𝐴)2 = {𝑐, 𝑑}.
Universitas Sumatera Utara
Dan juga diperoleh batas dari 𝐴 untuk 𝜏2 , yang merupakan himpunan titik-titik yang tidak termasuk titik interior maupun titik eksterior 𝐴 untuk 𝜏2 , adalah b 𝐴
2
= (int 𝐴
2
∪ ext 𝐴 2 )𝐶 = ({𝑎} ∪ {𝑐, 𝑑})𝐶 = ({𝑎, 𝑐, 𝑑})𝐶 = {𝑏, 𝑒}.
Dengan demikian, diperoleh titik interior int(𝐴)1 = ∅ dan int(𝐴)2 = {𝑎}, sehingga int(𝐴)1 ⊂ int(𝐴)2 . Lalu diperoleh titik eksterior ext(𝐴)1 = ∅ dan ext(𝐴)2 = {𝑐, 𝑑}, sehingga ext(𝐴)1 ⊂ ext(𝐴)2 . Dan terakhir diperoleh batas b 𝐴
1
= {𝑎, 𝑏, 𝑐, 𝑑, 𝑒} dan b 𝐴
2
= {𝑏, 𝑒}, sehingga b 𝐴
1
⊃ b 𝐴 2 . Jadi, bila
ditentukan suatu topologi 𝜏1 ⊂ 𝜏2 , akan diperoleh titik interior int(𝐴)1 ⊂ int(𝐴)2 , titik eksterior ext(𝐴)1 ⊂ ext(𝐴)2 , dan batas b 𝐴
1
⊃ b 𝐴 2.
2.2.8 Kekontinuan pada Topologi Definisi 2.2.8.1. Misal (𝑋, 𝜏) dan (𝑌, 𝜏 ∗ ) adalah suatu ruang topologi. Suatu fungsi 𝑓 dari 𝑋 ke 𝑌 disebut kontinu jika dan hanya jika fungsi invers 𝑓−1 [𝐻] dari 𝐻 setiap himpunan bagian buka topologi 𝜏∗ di 𝑌 merupakan himpunan bagian buka topologi 𝜏 di 𝑋, atau dapat ditulis: “𝑓: 𝑋 → 𝑌 disebut kontinu ↔ untuk 𝐻 ∈ 𝜏 ∗ berlaku 𝑓−1 [𝐻] ∈ 𝜏.” Contoh 2.2.8.1: Misal diberikan 𝑋 = {𝑎, 𝑏, 𝑐, 𝑑} dan 𝑌 = {𝑤, 𝑥, 𝑦, 𝑧} serta dibentuk 𝜏 = {∅, 𝑋, 𝑎 , 𝑎, 𝑏 , 𝑎, 𝑏, 𝑐 } dan 𝜏∗ = {∅, 𝑌, 𝑤 , 𝑥 , 𝑤, 𝑥 , 𝑥, 𝑦, 𝑧 } adalah masing-masing suatu topologi pada 𝑋 dan 𝑌. Kemudian ditentukan suatu fungsi 𝑓: 𝑋 → 𝑌 = { 𝑎, 𝑥 , 𝑏, 𝑦 , 𝑐, 𝑧 , 𝑑, 𝑧 }. Maka invers dari setiap himpunan bagian buka topologi 𝜏∗ di 𝑌 adalah: i.) 𝑓−1 ∅ = ∅, ii.) 𝑓−1 𝑌 = 𝑋, iii.) 𝑓−1 𝑤 = ∅, iv.) 𝑓−1 𝑥 = {𝑎},
Universitas Sumatera Utara
v.) 𝑓−1 𝑤, 𝑥 = {𝑎}, vi.) 𝑓−1 𝑥, 𝑦, 𝑧 = {𝑎, 𝑏, 𝑐}, yang semuanya merupakan himpunan bagian buka topologi 𝜏 di 𝑋. Dengan demikian, fungsi 𝑓 disebut kontinu. Contoh 2.2.8.2: Misal diberikan 𝑋 = {1, 2, 3, 4} dan 𝑌 = {𝑎, 𝑏, 𝑐, 𝑑} serta dibentuk 𝜏 = {∅, 𝑋, 1 , 1,2 , 1,2,3 }
dan
𝜏∗ = {∅, 𝑌, 𝑎 , 𝑏 , 𝑎, 𝑏 , 𝑏, 𝑐, 𝑑 }
adalah
masing-masing suatu topologi pada 𝑋 dan 𝑌. Kemudian ditentukan suatu fungsi 𝑔: 𝑋 → 𝑌 = { 1, 𝑎 , 2, 𝑎 , 3, 𝑐 , 4, 𝑑 }. Maka invers dari setiap himpunan bagian buka topologi 𝜏∗ di 𝑌 adalah: a.) 𝑔−1 ∅ = ∅, b.) 𝑔−1 𝑌 = 𝑋, c.) 𝑔−1 𝑎 = {1,2}, d.) 𝑔−1 𝑏 = ∅, e.) 𝑔−1 𝑎, 𝑏 = 1,2 , f.) 𝑔−1 𝑏, 𝑐, 𝑑 = {3,4}. Dari invers di atas, terdapat satu invers himpunan bagian buka topologi 𝜏∗ di 𝑌 yang bukan merupakan himpunan bagian buka topologi 𝜏 di 𝑋, yaitu: 𝑔−1 {𝑏, 𝑐, 𝑑} = {3,4}. Dengan demikian, fungsi 𝑔 tidak kontinu.
Universitas Sumatera Utara