BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1
Tinjauan Umum Data-data yang digunakan oleh Penulis untuk membuat karya ini didapat dari berbagai media antara lain buku, link internet serta kunjungan ke lembaga/institusi yang khusus menangani masalah bullying. Data-data tersebut Penulis gunakan sebagai sumber yang memperkuat data teori maupun data visual dalam pembuatan Film Pendek ini.
2.1.1 Buku 1. “Encyclopedia of Social Psychology” Oleh Roy F. Baumeister & Kathleen D. Vohs BULLYING Definition Bullying is an aggressive behavior in which there is an imbalance of power or strength. Usually, bullying is repeated over time. Bullying behaviors may be direct (e.g., hitting, kicking, taunting, malicious teasing, name calling) or indirect (e.g., rumor spreading,
social
exclusion,
manipulation
of
friendships,
cyberbullying). Although adults may tend to view bullying as an aggressive exchange between two individuals (a child who bullies and his or her victim), it is more accurately understood as a group phenomenon, in which children may play a variety roles as aggressors, victims, observers, and defenders. 2. “BULLYING:
Mengatasi
Kekerasan
di
Sekolah
dan
Lingkungan Sekitar Anak” Oleh Yayasan Semai Jiwa Amini (SEJIWA) Pengantar Fifi Kusrini (13) siswi SMP Negeri Bantar Gerbang dan Linda Utami (15) siswi kelas 2 SLTPN 12 Jakarta bunuh diri (2005, 2006) akibat depresi karena sering diejek oleh teman-temannya (Fifi diejek anak tukang bubur dan Linda diejek karena tidak 3
4 pernah naik kelas). Selain itu, ada 30 kasus bunuh diri dan percobaan bunuh diri lainnya antara tahun 2002-2005 di kalangan anak-anak dan remaja usia 6 hingga 15 tahun di Indonesia. Namun, kematian dan bunuh diri hanyalah sedikit contoh dari akibat bullying. Lebih banyak lagi anak-anak dan remaja korban bullying yang terus hidup dan tidak nekad mengakhiri hidupnya, tapi tumbuh menjadi orang-orang berkepribadian rapuh, mudah sedih, tidak percaya diri atau sebaliknya, pemarah dan agresif, yang membuat mereka sulit sekali meraih sukses dan tidak hidup bahagia. Hal-hal tersebut menunjukkan bahwa bullying adalah masalah yang serius dan harus ditindak.
Bagian 1: Mengenali Bullying Apa itu Bullying? Bullying adalah sebuah situasi di mana terjadinya penyalahgunaan kekuatan/kekuasaan yang dilakukan oleh seseorang/sekelompok. Pihak yang kuat di sini tidak hanya berarti kuat secara fisik, tapi bisa juga kuat secara mental. Pada intinya jika tindakan seseorang membuat orang lain merasa terintimidasi maka perilaku bullying telah terjadi, namun bila tidak maka tindakan tersebut belum dikatakan bullying. Istilah bullying diilhami dari kata bull (bahasa Inggris) yang berarti “banteng” yang suka menanduk. Pihak pelaku bullying biasa disebut bully.
Apa Saja Wujud Bullying? Bullying Fisik Jenis bullying yang kasat mata. Siapa pun bisa melihatnya karena terjadi sentuhan fisik antara pelaku bullying dan korbannya. Contoh: menampar, menginjak kaki, menjegal, memalak, melempar dengan barang. Bullying Verbal Jenis bullying ini juga bisa terdeteksi karena bisa tertangkap indera pendengaran kita. Contoh: memaki, menghina, menjuluki, meneriaki, mempermalukan di depan umum, menyoraki.
5 Bullying Mental/Psikologis Jenis bullying yang paling berbahaya karena tidak terungkap mata atau telinga jika kita tidak cukup awas mendeteksinya. Contoh: memandang sinis, memandang penuh ancaman, mendiamkan, mengucilkan, meneror lewat SMS/E-mail, memandang yang merendahkan.
Tanda-tanda Telah Terjadinya Bullying Seorang anak yang sebelumnya sangat suka dan bersemangat pergi ke sekolah mendadak berganti menjadi enggan dan cenderung menghindar untuk pergi ke sekolah. Setiap menjelang berangkat sekolah tiba-tiba ia merasa sakit namun setelah diperiksa tidak ada gejala apapun dan sembuh dengan sendirinya setelah beberapa jam diam di rumah. Tanda-tanda mencurigakan lainnya, apabila si anak pulang sekolah dengan pakaian seragam robek atau rusak, atau kelaparan meskipun telah dibekali makanan dan uang jajan. Indikator lainnya adalah turunnya prestasi belajar, sulit berkonsentrasi, ekspresi yang lesu, depresi dan ketakutan. Gejala-gejala dampak bullying: - Mengurung diri (school phobia) - Menangis - Minta pindah sekolah - Tidak mau bermain/bersosialisasi - Anak menjadi penakut - Marah-marah/uring-uringan - Gelisah - Melakukan perilaku bullying terhadap orang lain - Menjadi pendiam - Menyendiri, dll.
Di manakah bullying Terjadi? Bullying terjadi di lingkungan sekolah, terutama di tempat-tempat yang bebas dari pengawasan guru maupun orang tua seperti ruang kelas, lorong sekolah, kantin, pekarangan, lapangan, toilet. Bullying juga dapat terjadi di kawasan lebih luas, seperti jalan menuju sekolah dan sebaliknya, bahkan
6 juga bisa terjadi di rumah atau tempat umum dengan bentuk cyberbullying melalui E-mail.
Orang Tua dan Guru Sebagai Sumber Bullying Pertama, penting bagi para orang tua dan guru untuk merenungkan metode yang digunakan dalam menegakkan disiplin anak-anak. Ingat bahwa anakanak adalah peniru yang baik, jika mereka terbiasa menerima perlakuan keras
maka
akan
tercetak
generasi
berkepribadian
keras
yang
kemungkinan besar akan mereka praktikkan dalam situasi bullying. Kedua, apakah sejauh ini bullying masih dianggap sebagai fenomena wajar dan patut dibiarkan saja bahkan harus dibina sebagai sarana pembentukan karakter anak? Perlu untuk selalu diingat bahwa kekerasan akan melahirkan kekerasan, bukan ketegaran. Ketiga, bagaimana sikap para pendidik atau kepala sekolah terhadap MOS? Apakah itu malah menjadi ajang bullying besar-besaran di sekolah? Ketegasanlah yang akan menjadi kunci mengembalikan MOS ke fungsi yang benar: sebagai ajang persahabatan dan silaturahmi antar siswa, bukan arena penghancuran kepribadian siswa. Terakhir, bagaimana sosok para pendidik di mata anak dan siswa-siswi? Seringkali anak-anak tidak beroleh kesempatan untuk mencurahkan rasa dan minta solusi agar persoalan mereka dapat ditangani karena para pendidik sering tidak menyediakan waktu. Dengan menumbuhkan kepercayaan anak-anak kepada para pendidik dan meniadakan jarak antara mereka, itu adalah modal dasar untuk memerangi bullying di sekolah dan lingkungan.
Bagian 2: Mengatasi Bullying Menghadapi Situasi Bullying Tetap tenang dan bersikap arif. Ingatlah bahwa pelaku dan korban bullying memerlukan pertolongan dan pengertian kita semua.
Menangani Pelaku Bullying Guru harus menghadapi pelaku bullying dengan sabar dan jangan menyudutkanya
dengan
pertanyaan-pertanyaan
yang
interogatif.
7 Memelihara harga dirinya, memperlakukannya dengan penuh hormat dan menanyakan mengenai apa yang telah ia lakukan pada anak lain. Jika ia mengelak atau membantah, guru harus tetap tenang dan mengatakan bahwa ia mengetahui secara pasti si pelaku telah melakukan bullying karena ia melihatnya sendiri atau karena ada yang melaporkannya (orang dewasa atau saksi lain yang dianggap dapat dipertanggungjawabkan laporannya). Jangan pernah menyebut nama korban atau anak lain sebagai pelapor meskipun memang merekalah sumber informasi sang guru. Ajaklah pelaku bullying untuk merasakan perasaan sang korban saat menerima perlakuan bullying, tumbuhkan empatinya dan angkatlah kelebihan serta bakat sang pelaku di bidang positif yang diketahui sang guru, usahakan untuk mengalihkan energinya pada bidang yang positif. Sedangkan bagi orang tua pelaku harus bisa mengendalikan emosi dan mengajak anaknya duduk bersama sambil mengintrospeksi diri sendiri. Orang tua harus menumbuhkan dan mempererat hubungan orang tua dan anak tanpa menyalahkannya. Sebaliknya, beri kepercayaan agar anak dapat memperbaiki dirinya.
Menangani Korban Bullying Akan perlu waktu untuk bisa mengorek keterangan dari korban bullying karena ia akan cenderung diam dan menutup diri. Jika informasi tersebut dipaksakan untuk keluar secepatnya, bisa jadi tidak akan pernah didapatkan. Rasa nyaman serta kepercayaan dirinya pada orang tua/gurunya harus ditumbuhkan mengingat kemungkinan besar penyebab sang anak memilih diam adalah karena tidak adanya komunikasi yang lancar dengan orang tua/gurunya. Jika ia dibully secara verbal atau mental maka ajarilah ia untuk menghadapinya dengan tenang tapi peduli dengan cara menolak dengan sopan atau melangkah pergi.
Menyiapkan Pribadi-Pribadi Bebas Bullying Jangan menunggu sampai anak-anak menjadi pelaku atau korban bullying sebelum bertindak. Pada dasarnya jika anak-anak dibangun menjadi orangorang berkepribadian kuat, mereka akan tahan terhadap segala terpaan energi negatif yang berlangsung di sekitar mereka. Jangan mendidik
8 mereka dengan kekerasan yang hanya akan membawa kerusakan dan kelemahan pada diri mereka. Berilah mereka respek agar mereka bisa menghargai dirinya dan orang lain. Kenalilah kekuatan dan bakat mereka lalu pupuklah dan semangati untuk mencetak prestasi di sebanyak mungkin bidang. Jika sejak dini anak-anak terbiasa untuk menyalurkan energi mereka dalam hal-hal positif yang akan berguna di masa depan mereka, mereka tidak akan punya waktu untuk mengganggu orang lain. Mereka juga telah memahami jati dirinya dan tidak akan sibuk mencaricari validasi dan pengakuan anak lain dengan cara-cara negatif. Kepribadian yang kuat juga dengan sendirinya membuat mereka kebal terhadap aniaya dan penindasan orang lain.
Bullying Menghambat Siswa Mencapai Aktualisasi Dirinya Bila seorang anak mencapai aktualisasi dirinya, ia akan menjadi pribadi yang percaya diri, ceria, mampu beradaptasi dengan lingkungannya, menghargai orang lain dan dirinya, mampu berpikir jernih dan mengembangkan potensi-potensi dirinya serta mampu mengekspresikan dirinya. Bullying menjadi penghambat besar bagi semua itu dan tidak memberi rasa aman dan nyaman, membuat para korban bullying merasa takut dan terintimidasi, rendah diri serta tak berharga. Padahal ia memerlukan suasana yang memberikan rasa aman dan mampu memberikan gambaran diri yang positif baik di sekolah maupun di rumah.
Menciptakan Lingkungan Bebas Bullying Seluruh sekolah harus bertekad bersatu padu menolak bullying dan menetapkan aturan yang disepakati bersama jika bullying terjadi. Hal ini akan memberi kepercayaan diri pada siswa sehingga jika mereka menjadi korban atau saksi bullying mereka tidak akan ragu melaporkan karena merasakan keamanan di pihak mereka. Tidak akan ada lagi tirani pelaku bullying, dan sebaliknya mereka akan menjadi pihak yang perlahan-lahan akan berubah dan berhenti melakukan bullying dengan sendirinya.
9 Peranan yang Harus Diemban Pimpinan Sekolah Dalam Mengatasi dan Mencegah Bullying Inisiator/Penggagas Pimpinan sekolah perlu mengajak peran serta para guru untuk mengurangi kasus-kasus bullying di sekolah. Untuk itu, ia perlu bergerak untuk membuat
seluruh
gurunya
mengapa
para guru
perlu
memahami alasan-alasannya, berperan serta di dalamnya
termasuk dengan
menyampaikan dampak-dampak yang mungkin terjadi akibat perilaku bullying. Pendidik Para pimpinan sekolah yang telah memahami apa itu bullying dan dampakdampak yang mungkin terjadi terhadap anak didiknya, perlu melakukan usaha-usaha pencerahan baik terhadap guru, karyawan sekolah, anak didik serta para orang tua dengan cara berbagi info, buku-buku maupun kasus yang didapatnya melalui media.
Terjadinya Reduced-Bullying Seorang pimpinan sekolah dapat membentuk sistem antibullying yang paling cocok di sekolahnya melalui pemilihan “champions” dari sekumpulan guru-guru maupun para siswanya, yang menghayati perjuangannya dalam memerangi bullying untuk membuat “panitia antibullying”. Bersama-sama dengan mereka, pimpinan sekolah dapat membuat aturan sekolah mengenai bullying, berikut dengan sangsi-sangsi yang berlaku. Panitia antibullying ini secara regular mengumpulkan data tentang bullying yang terjadi di sekolah dalam beberapa bulan terakhir untuk dikaji dan diselesaikan kasus-kasusnya. Bila usaha-usaha di atas dilakukan secara konsisten dengan dukungan penuh pimpinan sekolah, maka perlahan-lahan budaya sekolah yang ramah dan nyaman bagi para siswanya akan terwujud. Pimpinan sekolah juga dapat bertindak sebagai pengawas yang akan membuat semua pihak di bawah kepemimpinannya menganggap usaha-usaha memerangi bullying yang ia lakukan sebagai sesuatu yang serius dan fokus.
10 Membangun Jaringan Antibullying Seorang pimpinan sekolah dapat membangun jaringan antibullying dengan berbagai sekolah di sekitarnya maupun dengan komponen-komponen masyarakat yang dapat diajak serta dalam memerangi bullying berupa RT/RW/Lurah, para orang tua, kepolisian, tokoh-tokoh masyarakat, maupun para selebritis yang diberi pembekalan ilmu mengenai bullying.
Peranan Para Guru Para guru juga bisa mulai menyuburkan praktik yang dinamakan peer support, yaitu dengan menunjuk beberapa siswa yang berpotensi menjadi sahabat untuk mendampingi teman-temannya yang potensial untuk dibully dan perlu pendampingan. Peranan wali kelas dalam mengatasi bullying sebenarnya amat dominan, mengingat biasanya anak-anak lebih terbuka kepada wali kelas. Bila terdapat kasus yang tidak dapat diatasi wali kelas, barulah kasus tersebut dapat disampaikan kepada guru Bimbingan dan Konseling (BK) untuk mendapatkan perhatian dan penanganan yang lebih mendalam, bila perlu orang tua murid pun diajak ikut serta berdiskusi.
Peranan Orang Tua Orang tua bisa mulai mengajak para tetangga dan sesama orang tua untuk menetapkan sikap bersama terhadap bullying di lingkungannya sehingga jika salah satu dari mereka mendeteksi perilaku bullying di komunitas, seluruh komunitas bisa secara tegas dan arif mengambil langkah-langkah solusi tanpa perlu khawatir menyerang ruang pribadi para keluarga tertentu yang putra-putrinya terlibat.
Bagian 3: Kebijakan Antibullying Kebijakan Sekolah Tentang Bullying Ada empat hal yang harus diperhatikan dalam pembentukan sekolah yang antibullying yaitu kejujuran, keterbukaan, pemahaman dan tanggung jawab.
11 Komponen-Komponen Penting Dalam Kebijakan Antibullying 1. Seperangkat Peraturan yang mencakup konsekuensi apabila dilanggar dalam kategori ringan, sedang dan berat. 2. Adanya Kelompok Kerja yang membagi tanggung jawab dalam mengatasi bullying untuk mempermudah semua pihak mendeteksi dengan segera kasus-kasus bullying yang terjadi sehingga dapat segera diatasi. 3. Adanya Sistem Pengawasan yang sifatnya baku untuk mempertajam efektivitas dari penerapan kebijakan yang ada karena melibatkan semua pihak yang berperan sesuai dengan fungsi mereka.
Kebijakan Orang Tua Tentang Bullying A. Jika Anak Menjadi Korban Bullying Orang tua harus bisa menahan diri dan berpikir objektif, lalu mencari informasi sebanyak-banyaknya dan bila perlu melaporkan kepada pihak yang berwenang. Selain itu orang tua juga harus memberi dukungan kepada anaknya. B. Jika Anak Menjadi Pelaku Bullying Orang tua harus bersikap terbuka dan tetap kuat serta berdiri di sisi anak. Orang tua juga perlu menjelaskan kepada anaknya mengenai apa itu bullying dan apa saja dampak yang dapat ditimbulkan sehingga ia bisa mendapat pelajaran berharga.
Kebijakan Pemerintah Tentang Bullying Dapat muncul dalam bentuk undang-undang, dan yang saat ini sudah memiliki kaitan erat dengan kebijakan antibullying adalah undang-undang Perlindungan Anak (PA).
Bagian 4: Dukungan Berbagai Pihak 1. Lingkungan Sekolah melalui kepala sekolah, guru, komite sekolah (organisasi orang tua siswa), staf sekolah dan lingkungan sekitar sekolah. 2. Tokoh Masyarakat yang memiliki integritas tinggi, mempunyai suri teladan dan ketaatan dalam beribadah serta mengedepankan nilai-nilai
12 keluhuran dalam menyikapi setiap permasalahan yang timbul dalam masyarakat. 3. LSM yang beberapa diantaranya saat ini memberi perhatian sangat besar terhadap meningkatnya angka kekerasan dalam dunia pendidikan di Indonesia. 4. Polisi sebagai penegak hukum yang paling banyak mengetahui akan adanya peraturan maupun perundang-undangan yang berlaku bagi pelaku tindak kekerasan. 5. Media sebagai pemberi informasi bagi masyarakat dapat melakukan perannya dalam menyampaikan informasi mengenai kasus-kasus bullying yang mungkin sedang terjadi. Mengapa bisa terjadi dan bagaimana kira-kira bisa mengatasi hal tersebut.
Paradigma Lama Mengenai Pendidikan Guru di sekolah mementingkan banyaknya materi pelajaran yang diberikan pada murid-murid di sekolah. Padahal, kondisi siswa dalam menerima pelajaran baik secara fisik maupun psikis penting juga untuk dipahami.
Pemahaman & Pencerahan Mengenai Bullying Untuk tiba pada pemahaman dan pencerahan mengenai bullying diperlukan adanya pengertian mengenai bullying itu sendiri. Hal ini seyogyanya dilakukan oleh institusi yang memang sudah berkecimpung dan mendalami masalah bullying yang dapat dilakukan melalui pelatihan bagi para guru di sekolah dan orang tua, seminar-seminar dan workshop.
Penghayatan & Penerapan Antibullying Dapat dilakukan melalui Identifikasi Korban Bullying dan Pembentukan Jaringan untuk Ikut Mengkampanyekan Antibullying.
Bagian 5: Aktivitas Dalam Sistem Antibullying Menciptakan hari/pekan antibullying, menyebarkan poster, pembentukan dewan pengawas di sekolah, mengadakan pertemuan dan pelatihan untuk keluarga, penggunaan kurikulum format dan informal, perbaikan lingkungan, mengadakan circle time yang mendiskusikan sifat-sifat dasar
13 serta dampak bullying, membuat support group di sekolah yang berbentuk dukungan teman sebaya.
Bagian 6: Nilai-Nilai Keluhuran Yaitu kejujuran, tanggung jawab, kepedulian, cinta, empati, toleransi, kesabaran, respek, kerendahan hati dan murah hati.
Bagian 7: Kemampuan Verbal Menghadapi Bullying 1. Setuju dengan apa yang dikatakan pelaku 2. Lemahkan pelaku dengan humor 3. Jadikan pelaku bosan dengan pertanyaan-pertanyaan 4. Jadikan pelaku bosan dengan jawaban-jawaban yang sama 5. Menjawab dengan tenang dan percaya diri 6. Melalui komunikasi asertif 7. Ubah situasi negatif menjadi positif 8. Beri ijin pelaku mengejek 9. Mengembalikan ejekan pelaku
2.1.2
Link Artikel Internet 1. I’m a Counselor - ”Konsep Seputar Bullying” Bullying dapat terjadi secara langsung (contoh: memukul, menendang, mengejek, menjahati, memberi julukan) maupun tidak langsung (menyebarkan gosip, mengucilkan, memanipulasi persahabatan, cyberbullying). Barbara Coloroso merangkum berbagai pendapat ahli dan membagi bullying ke dalam empat jenis, yaitu : a. Bullying secara verbal, berupa julukan nama, celaan, fitnah, kritik kejam, penghinaan (pribadi maupun rasial), pernyataanpernyataan bernuansa ajakan seksual atau pelecehan seksual, teror dan lain sebagainya. Dari ketiga jenis bullying, bullying dalam bentuk verbal adalah salah satu jenis yang paling mudah dilakukan, kerap menjadi awal dari perilaku bullying lainnya serta dapat menjadi langkah pertama menuju pada kekerasan yang lebih jauh.
14 b. Bullying secara fisik, yang termasuk jenis ini ialah memukuli, mencekik,
menyikut,
meninju,
menendang,
menggigit,
memiting, mencakar, serta meludahi anak yang ditindas hingga
ke
posisi
yang
menyakitkan,
merusak
serta
menghancurkan barang-barang milik anak yang tertindas. Kendati bullying jenis ini adalah yang paling tampak dan mudah untuk diidentifikasi, namun kejadian bullying fisik tidak sebanyak bullying dalam bentuk lain. Anak yang secara teratur melakukan bullying dalam bentuk ini kerap merupakan anak yang paling bermasalah dan cenderung beralih pada tindakan-tindakan kriminal yang lebih lanjut. c. Bullying secara relasional (pengabaian), digunakan untuk mengasingkan atau menolak seorang teman atau bahkan untuk merusak hubungan persahabatan. Bullying secara relasional adalah pelemahan harga diri si korban secara sistematis melalui pengabaian, pengucilan, atau penghindaran. Bullying secara relasional mencapai puncak kekuatannya di awal masa remaja, saat terjadi perubahan-perubahan fisik, mental, emosional dan seksual. Ini adalah saat ketika remaja mencoba untuk mengetahui diri mereka dan menyesuaikan diri dengan teman-teman sebaya. d. Bullying elektronik (cyberbullying), merupakan bentuk perilaku bullying yang dilakukan pelakunya melalui sarana elektronik seperti komputer, handphone, internet, website, chatting room, E-mail, SMS dan sebagainya. Biasanya ditujukan untuk meneror korban dengan menggunakan tulisan, animasi, gambar, dan rekaman video atau film yang sifatnya menyudutkan. Bullying jenis ini biasanya dilakukan oleh kelompok remaja yang telah memiliki pemahaman cukup baik terhadap sarana teknologi informasi dan media elektronik lainnya. Pada umumnya, anak laki-laki lebih banyak menggunakan bullying secara fisik dan anak wanita banyak menggunakan
15 bullying relasional/emosional, namun keduanya sama-sama menggunakan bullying verbal. 2. Ema’s Learn – “Animasi” Animasi adalah gambar bergerak berbentuk dari sekumpulan objek (gambar) yang disusun secara beraturan mengikuti alur pergerakan yang telah ditentukan pada setiap pertambahan hitungan waktu yang terjadi. Gambar atau objek yang dimaksud dalam definisi di atas bisa berupa gambar manusia, hewan maupun tulisan. 3. Film Pendek – “Apa Itu Film Pendek” Film pendek ialah salah satu bentuk film paling simple dan paling kompleks. Secara teknis film pendek merupakan film yang memiliki durasi dibawah 50 menit. Mengenai cara bertuturnya, film pendek memberikan kebebasan bagi para pembuat dan pemirsanya, sehingga bentuknya menjadi sangat bervariasi. Film pendek dapat saja hanya berdurasi 60 detik, yang penting ide dan pemanfaatan media komunikasinya dapat berlangsung efektif. Yang menjadi menarik justru ketika variasi-variasi tersebut menciptakan cara pandang-cara pandang baru tentang bentuk film secara umum, dan kemudian berhasil memberikan banyak sekali kontribusi bagi perkembangan sinema. Pada hakikatnya film pendek bukan merupakan reduksi dari film dengan cerita panjang, atau sebagai wahana pelatihan bagi pemula yang baru masuk kedunia perfilman. Film pendek memiliki ciri/karakteristik sendiri yang membuatnya berbeda dengan film cerita panjang, bukan karena sempit dalam pemaknaan atau pembuatannya lebih mudah serta anggaran yang minim. Tapi karena film pendek memberikan ruang gerak ekspresi yang lebih leluasa untuk para pemainnya. 4. Massacre at Virginia Tech – “High school classmates say gunman was bullied” BLACKSBURG, Va. — Long before he killed 32 people in the worst mass shooting in U.S. history, Seung-Hui Cho was bullied by fellow high school students who mocked his shyness and the strange way he talked, former classmates said.
16 Cho, 23, a senior English major at Virginia Polytechnic Institute and State University in Blacksburg, killed 32 people in two attacks before taking his own life Monday. He sent a large multi-media package outlining his grievances against religion and the wealthy to NBC News, but police said Thursday that the material added little to their investigation. The text, photographs and video in the package bristle with hatred toward unspecified people whom Cho, a South Korean immigrant, accused of having wronged him, adding to a portrait of a solitary man who rarely, if ever, managed normal social interactions. Chris Davids, a Virginia Tech student who graduated with Cho from Westfield High School in Chantilly, Va., in 2003, recalled that Cho almost never opened his mouth and would ignore attempts to strike up a conversation. Once, in an English class, the teacher had the students read aloud and, when it was Cho’s turn, he just looked down in silence, Davids recalled in an interview with The Associated Press. Finally, after the teacher threatened to give him a failing grade for participation, Cho started to read in a strange, deep voice that sounded “like he had something in his mouth,” Davids said. “As soon as he started reading, the whole class started laughing and pointing and saying, ‘Go back to China,’” Davids said.
2.1.3 Kunjungan ke Yayasan Semai Jiwa Amini (SEJIWA) Berdasarkan kunjungan yang Penulis lakukan ke Yayasan Semai Jiwa Amini (SEJIWA), Penulis menemukan fakta sebagai berikut: 1. Statistik bullying. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yayasan SEJIWA melalui data statistik tawuran dari Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) tahun
2006,
pengadaan Roadshow Young Hearts tahun 2008-2009 serta kunjungan ke tiga kota besar, diketahui bahwa statistik bullying meningkat dari jumlah 61,8 juta kasus di tahun 2012 menjadi 83 juta kasus di tahun 2013 (yang berarti meningkat 21,2 persen).
17 Dari hasil kunjungan tiga kota yang dilakukan Yayasan SEJIWA bersama Universitas Indonesia, diperoleh data bahwa kasus bullying terbanyak terjadi di kota Yogyakarta, dengan jumlah 70% kasus. Menyusul dibawahnya adalah Jakarta dengan jumlah 60% kasus dan yang terakhir Surabaya dengan jumlah 50% kasus. Dan kasus yang paling banyak ditemukan adalah di lingkungan SMA. 2. Penyebab terjadinya bullying. Baik pelaku maupun korban bullying
memiliki
sebab
tertentu
mengapa
mereka
melakukan/menjadi korban bullying. Dari sisi pelaku (bully), beberapa sebab mereka melakukan bullying adalah karena: -
Dulunya mereka juga adalah korban, jadi ingin membalas dendam
-
Karakternya memang bersifat mendominasi
-
Pribadi yang sadis (masalah kejiwaan)
-
Dibesarkan dalam lingkungan yang penuh kekerasan (orang tua, guru suka memukul). Hal inilah yang ditiru oleh pelaku sampai ia dewasa.
-
Status ekonomi (anak orang kaya/tak punya). Baik anak orang kaya maupun tak punya sama-sama dapat menindas karena ia punya self-esteem yang lebih tinggi dari korban. Bukan mustahil korban bullying adalah anak orang kaya namun memiliki self-esteem yang rendah dibandingkan pelaku yang anak orang tak punya.
-
Karena budaya tertentu. Di Maluku terdapat moto “di ujung rotan ada emas” yang berarti jika orang tua atau guru ingin masa depan anak-anaknya sukses, jangan segan untuk memukulnya dengan rotan.
Dari sisi korban bullying, beberapa sebab mereka bisa menjadi target para bully karena: -
Pemalu
-
Pendiam
-
Memiliki self-esteem yang rendah
18 -
Berbeda secara fisik, penampilan ataupun perilaku, etnis atau ras yang berbeda, berasal dari daerah tertentu (misalnya orang Yogyakarta yang kepribadiannya halus)
-
Berfisik kecil/lemah
-
Kurang pandai
3. Dampak (akibat) dari aksi bullying. Reaksi korban menanggapi aksi bullying yang diterimanya terbagi menjadi tiga jenis, yaitu flight, fight dan freeze. -
Flight, yang berarti menjauh dapat menimbulkan dampak yang negatif maupun positif bagi korban. Pada reaksi flight yang negatif, korban akan berusaha lari dari kenyataan akibatnya ia menderita seumur hidupnya. Sedangkan pada reaksi flight yang positif pada awalnya sama seperti flight yang negatif akan tetapi akan berujung kepada peningkatan diri korban, dimana korban justru akan mengembangkan diri menjadi orang yang sukses (contoh: Beethoven, Albert Einstein dan para penemu lainnya, kebanyakan mereka adalah korban bullying semasa kecilnya).
-
Fight, yang berarti melawan. Pada sikap ini, korban bullying tidak tinggal diam dan menerima saja semua perlakuan bully kepadanya tetapi ia melawan balik. Dan ini bisa dilakukan secara agresif (bertengkar) atau asertif (tegas tapi secara baikbaik). Jika korban melakukan fight secara agresif umumnya tidak akan menang, malah semakin dibully. Akan tetapi jika korban melakukan fight secara asertif tidak menutup kemungkinan bahwa sang bully (pelaku) akan melihatnya sebagai pribadi yang kuat dan berhenti menindasnya (karena bully mencari korban yang tidak melawan).
-
Freeze, sesuai namanya berarti beku. Inilah reaksi ketiga yang berbahaya. Reaksi freeze korban akan perlakuan bullying yang diterimanya adalah diam saja dan menerima atau pasif, tetapi juga bisa berarti diam yang pasif agresif. Pada reaksi diam, korban bullying akan menerima begitu saja setiap perlakuan bully kepadanya karena takut, namun akhirnya korban menjadi
19 depresi, sering menangis dan tidak percaya diri. Sedangkan pada reaksi diam yang pasif agresif, korban memang diam menerima tetapi seperti es/bom waktu setiap beban dan sakit hati yang ia terima bertumpuk-tumpuk disimpannya dan suatu saat es itu sudah mencair/bom waktu sudah meledak dampak paling fatal adalah ia bisa membunuh orang-orang, terutama mereka yang sudah menyakitinya. Contohnya adalah kasus “Pembantaian Virginia Tech” yang dilakukan Cho Seung-Hui, seorang mahasiswa dari Korea Selatan berumur 23 tahun pada tanggal 16 April 2007 di Institut Politeknik dan Universitas Negeri Virginia, Blacksburg, Amerika Serikat terhadap temanteman sekelasnya secara brutal yang menyebabkan tewasnya 31 orang dan 17 orang luka-luka. Setelah itu ia bunuh diri dengan menembak kepalanya sendiri. 4. Usaha untuk menghentikan bullying. Dibutuhkan kerjasama beberapa pihak untuk menghentikan aksi bulying. Selama ini Yayasan SEJIWA sulit untuk mengkampanyekan mengenai bullying terutama di sekolah-sekolah karena kebanyakan sekolah menganggap kasus bullying sebagai suatu aib sehingga mereka merasa malu, kalau sampai kasusnya terkuak nama sekolah akan menjadi tidak baik. Padahal salah satu faktor penting dari upaya untuk menghentikan bullying dengan membentuk kebijakan antibullying adalah keterbukaan. Sampai saat ini bentuk usaha yang sudah dilakukan Yayasan SEJIWA untuk menghentikan bullying antara lain: -
Bekerjasama dengan Plan Indonesia mengadakan Roadshow dengan tema Young Hearts pada tahun 2008-2009 dan menjadikannya buku berjudul “Stop Bullying! Sekolahku Menyenangkan” dimana buku tersebut berisi karya-karya anak-anak yang bertema antibullying berupa poster dan puisi.
-
Tahun 2013 mengadakan jajak pendapat melalui kunjungan ke berbagai sekolah di tiga kota besar yaitu Jakarta, Yogyakarta dan Surabaya.
20 -
Mengadakan
pelatihan-pelatihan
mengenai
bullying
di
sekolah-sekolah bagi para orang tua dan guru, serta muridmurid dalam bentuk seminar dan FGD (Focus Group Discussion) -
Melalui Yayasan, mengumpulkan anak-anak korban dan mantan pelaku bullying dalam sebuah komunitas yang disebut Caring Teens Community (CTC) dimana isinya adalah anakanak yang tergerak untuk turut menjadi massa dalam upaya menghentikan bullying.
-
Pada tanggal 31 Maret 2013, CTC mengadakan acara di Zoe Café, Margonda Depok berupa seminar dan workshop yang menyuarakan gerakan antibullying.
2.2
Tinjauan Khusus 2.2.1 Animasi Animasi adalah gambar bergerak berbentuk dari sekumpulan objek (gambar) yang disusun secara beraturan mengikuti alur pergerakan yang telah ditentukan pada setiap pertambahan hitungan waktu yang terjadi. Gambar atau objek yang dimaksud dalam definisi di atas bisa berupa gambar manusia, hewan maupun tulisan.
2.2.2 Pengertian Short Animation (Film Pendek) Berdasarkan sebuah blog yang diasuh oleh UnderdO, Film Pendek adalah salah satu bentuk film paling simple dan paling kompleks yang memiliki durasi di bawah 50 menit. Mengenai cara bertuturnya, film pendek memberikan kebebasan bagi para pembuat dan pemirsanya sehingga bentuknya menjadi sangat bervariasi.
2.2.3 Definisi Bullying Berdasarkan buku “Encyclopedia of Social Psychology”, bullying adalah kelakuan agresif dimana terdapat ketidakseimbangan kuasa atau kekuatan, dan biasanya dilakukan berulang-ulang. Sedangkan berdasarkan buku “BULLYING: Mengatasi Kekerasan di Sekolah dan Lingkungan Sekitar Anak” bullying adalah sebuah situasi
21 di mana terjadinya penyalahgunaan kekuatan/kekuasaan yang dilakukan oleh seseorang/sekelompok. Bullying juga lebih dikenal sebagai fenomena kelompok dimana anak-anak mengambil peran sebagai penyerang, korban, pengamat dan pembela.
2.2.4 Jenis-Jenis Bullying Bullying dapat terjadi secara langsung (contoh: memukul, menendang, mengejek, menjahati, memberi julukan) maupun tidak langsung
(menyebarkan
gosip,
mengucilkan,
memanipulasi
persahabatan, cyberbullying). Barbara Coloroso merangkum berbagai pendapat ahli dan membagi bullying ke dalam empat jenis, yaitu: a. Bullying secara verbal, berupa julukan nama, celaan, fitnah, kritik kejam, penghinaan (baik yang bersifat pribadi maupun rasial), pernyataan-pernyataan bernuansa ajakan seksual atau pelecehan seksual, teror, surat-surat yang mengintimidasi, tuduhan-tuduhan yang tidak benar, kasak-kusuk yang keji dan keliru, gosip dan lain sebagainya. Dari ketiga jenis bullying, bullying dalam bentuk verbal adalah salah satu jenis yang paling mudah dilakukan, kerap menjadi awal dari perilaku bullying yang lainnya serta dapat menjadi langkah pertama menuju pada kekerasan yang lebih jauh. b. Bullying secara fisik, yang termasuk jenis ini ialah memukuli, mencekik, menyikut, meninju, menendang, menggigit, memiting, mencakar, serta meludahi anak yang ditindas hingga ke posisi yang menyakitkan, merusak serta menghancurkan barang-barang milik anak yang tertindas. Kendati bullying jenis ini adalah yang paling tampak dan mudah untuk diidentifikasi, namun kejadian bullying secara fisik tidak sebanyak bullying dalam bentuk lain. Anak yang secara teratur melakukan bullying dalam bentuk ini kerap merupakan anak yang paling bermasalah dan cenderung beralih pada tindakan-tindakan kriminal yang lebih lanjut. c. Bullying secara relasional (pengabaian), digunakan untuk mengasingkan atau menolak seorang teman atau bahkan untuk merusak hubungan persahabatan. Bullying secara relasional adalah
22 pelemahan harga diri si korban secara sistematis melalui pengabaian, pengucilan, pengecualian atau penghindaran. Perilaku ini dapat mencakup sikap-sikap yang tersembunyi seperti pandangan yang agresif, lirikan mata, helaan nafas, bahu yang bergidik, cibiran, tawa mengejek dan bahasa tubuh yang kasar. Bullying secara relasional mencapai puncak kekuatannya di awal masa remaja, saat terjadi perubahan-perubahan fisik, mental, emosional dan seksual. Ini adalah saat ketika remaja mencoba untuk mengetahui diri mereka dan menyesuaikan diri dengan teman-teman sebaya. d. Bullying elektronik (cyberbullying), merupakan bentuk perilaku bullying yang dilakukan pelakunya melalui sarana elektronik seperti komputer, handphone, internet, website, chatting room, Email, SMS dan sebagainya. Biasanya ditujukan untuk meneror korban dengan menggunakan tulisan, animasi, gambar dan rekaman video atau film yang sifatnya mengintimidasi, menyakiti atau menyudutkan. Bullying jenis ini biasanya dilakukan oleh kelompok remaja yang telah memiliki pemahaman cukup baik terhadap sarana teknologi informasi dan media elektronik lainnya. Pada umumnya, anak laki-laki lebih banyak menggunakan bullying secara fisik dan anak wanita banyak menggunakan bullying relasional/emosional, namun keduanya sama-sama menggunakan bullying verbal.
2.2.5
Kurangnya Perhatian Terhadap Bullying Saat ini bullying sudah dianggap wajar sebagai salah satu sarana proses tumbuh kembangnya anak atau sekedar bercandaan antara sesama teman. Padahal bullying “turut serta” membentuk perilaku yang pendiam dan rendah diri pada diri seorang anak jika tidak segera ditangani, demikian pula dengan pelaku yang akan berujung kepada tawuran antar pelajar bahkan menjadi kriminal setelah dewasa. Beban yang tidak kuat ditanggung oleh anak yang menjadi korban bullying dapat memicu tindakan bunuh diri. Kalaupun sang korban tidak lantas memutuskan untuk mengakhiri hidupnya ia
23 akan mengalami degradasi diri yang membuatnya tidak mampu mengembangkan potensi diri secara maksimal. Terlebih lagi kebanyakan korban bullying lebih memilih untuk diam dan menyimpan masalahnya sendiri karena takut. Oleh karena itu melalui karya Film Pendek ini Penulis ingin menyuarakan bahwa bullying adalah masalah yang serius juga keadaan sebenarnya dari para korban, dimana mereka sebenarnya merasa tertekan, sehingga masyarakat terutama para bully akan berpikir ulang sebelum melakukan tindakan bullying terhadap seseorang/teman mereka demi melihat akibat fatal yang ditimbulkannya di masa depan.
2.2.6 Pengalaman Pribadi Penulis Penulis tergerak untuk membuat Film Pendek bertemakan bullying ini dikarenakan atas pengalaman pribadi Penulis sendiri, dimana Penulis juga pernah mengalami bullying, yang dampaknya sangat fatal Penulis rasakan hingga saat ini. Terlebih setelah Penulis mulai mengenal Twitter dan mengikuti akun Twitter “Bullyville” yang turut menyuarakan gerakan antibullying serta melihat begitu banyak korban di mancanegara (Penulis baru mengetahui sejak saat itu jika bullying pun terjadi di negara lain) yang memilih bunuh diri karena dibully sedemikian rupa membuat Penulis semakin mantap dan yakin untuk mengambil tema bullying sebagai proyek Tugas Akhir Penulis agar dapat membantu menyadarkan masyarakat mengenai bahaya bullying.
2.2.7 Target Audience 2.2.7.1 Target Primer Demografi : Laki-laki/Perempuan, remaja berusia 15-23 tahun, status ekonomi C hingga A Psikografi : Adanya pencarian jati diri dan mulai memilih teman di usia 15-19. Disinilah bullying mulai terjadi, karena sudah ada pembedaan antara anak yang populer dan kurang populer. Sedangkan di usia 20-23 adalah masa pemulihan diri terutama
24 bagi korban bullying. Geografi : Berada di perkotaan (kota besar dan kecil)
2.2.7.2 Target Sekunder Demografi : Laki-laki/Perempuan, orang tua berusia 26-40 tahun, status ekonomi C hingga A Psikografi : Sibuk bekerja mencari nafkah, pengawasan anakanaknya diserahkan pada pembantu dan sekolah. Bagi yang berstatus ekonomi C pengawasan anak-anaknya diserahkan pada kakak/adiknya, jika
anaknya
adalah
anak
tunggal
maka
pengawasan diserahkan kepada saudara/tetangga. Geografi : Berada di perkotaan (kota besar dan kecil)
2.2.8 Faktor pendukung dan penghambat 2.2.8.1 Faktor Pendukung 1.
Di Indonesia masih sangat sedikit film yang mengangkat tema tentang bahaya bullying.
2. Cara penyampaiannya dibuat sederhana dan berbeda sehingga mampu membuka mata masyarakat mengenai bahaya bullying. 3. Sebagai bentuk dukungan bagi para korban bullying, sekaligus pengingat bagi para pelaku bullying serta sumber informasi bagi para orang tua dan guru yang belum memiliki pengetahuan tentang bullying. 4. Film Pendek yang ditampilkan oleh media di Indonesia justru mendukung dan secara tidak langsung melegalkan bullying sebagai sesuatu yang wajar.
2.2.8.2 Faktor Penghambat 1. Bullying sudah dianggap wajar oleh masyarakat (bukan masalah serius), bahkan sebagai salah satu sarana tumbuh kembang anak.
25 2. Masyarakat
lebih
tertarik
pada
media
yang
menyenangkan dan menghibur serta gosip dan politik. 3. Sulit untuk mengkampanyekan gerakan antibullying karena sekolah lebih memilih untuk menutupi kasuskasus yang terjadi demi menjaga reputasi sekolah.