BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1
Definisi Perancangan Perancangan dalam arsitektur menurut John Wade dalam Barliana (2012 : 9) adalah usulan pokok yang mengubah sesuatu yang sudah ada menjadi sesuatu yang lebih baik, melalui tiga proses : mengidentifikasi masalah-masalah, mengidentifikasi metoda untuk pemecahan masalah, dan pelaksanaan pemecahaan masalah. Dengan kata lain adalah pemograman, penyusunan rancangan, dan pelaksanaan perancangan.
2.2
Rumah Susun
2.2.1 Pengertian Rumah Susun Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 60/PRT/1992 tentang
Persyaratan
Teknis
Pembangunan
Rumah
Susun,
pengertian dan pembangunan rumah susun adalah : 1) Lingkungan rumah susun adalah sebidang tanah dengan batas-batas yang jelas, di atasnya dibangun rumah susun termasuk prasarana dan
fasilitasnya
secara
keseluruhan
merupakan
tempat
permukiman. 2) Satuan lingkungan rumah susun adalah kelompok susun yang terletak pada tanah bersama sebagai salah satu lingkungan yang merupakan satu kesatuan sistem pelayanan pengelolaan.
11
12
3) Prasarana lingkungan rumah susun adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan yang memungkinkan rumah susun dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Sehingga dapat disimpulkan, rumah susun dapat diartikan sebagai suatu bangunan gedung bertingkat yang memiliki sistem kepemilikan perseorangan dengan hak bersama, yang penggunaannya bersifat hunian, untuk mewadahi fungsi dan aktivitas keluarga yang dilaksanakan secara sederhana. Pembangunan rumah susun diarahkan untuk mempertahankan kesatuan komunitas kampung asalnya. Pembangunannya diprioritaskan pada lokasi di atas bekas kampung kumuh dan sasaran utamanya adalah penghuni kumuh itu sendiri yang mayoritas penduduknya berpenghasilan rendah. Mereka diprioritaskan untuk dapat membeli atau menyewa rumah susun tersebut secara kredit atau angsuran ringan (Peraturan Pemerintah RI No 4/1988).
2.2.2 Karakteristik Rumah Susun Berdasarkan peraturan pemerintah, karakteristik rumah susun di Indonesia memiliki ketetapan standar sebagi berikut (Teddy, 2010 : 11) : 1) Satuan Rumah Susun • Mempunyai ukuran standar minimum 18 m2, lebar muka minimal 3 meter. • Dapat terdiri dari satu ruang utama (ruang tidur) dan ruang lain (ruang penunjang) di dalam dan/atau diluar ruang utama. • Dilengkapi dengan sistem penghawaan dan pencahayaan buatan yang cukup, sistem evakuasi penghuni yang menjamin
13
kelancaran dan kemudahan, serta penyediaan daya listrik yang cukup, serta sistem pemompaan air. • Batas pemilikan satuan rumah susun dapat berupa ruang tertutup dan/atau sebagian terbuka dan/atau ruang terbuka. 2) Benda Bersama Benda bersama dapat berupa prasaran lingkungan dan fasilitas lingkungan. 3) Bagian Bersama Bagian bersama dapat berupa ruang untuk umum, struktur, dan kelengkapan rumah susun, prasarana lingkungan dan fasilitas lingkungan yang menyatu dengan bangunan rumah susun. 4) Prasarana Lingkungan Prasarana lingkungan berupa jalan setapak, jalan kendaraan sebagai penghubung antar bangunan rumah susun atau keluar lingkungan rumah susun, tempat parkir, utilitas umum yang terdiri dari jaringan air limbah, sampah, pemadam kebakaran, listrik, gas, telepon, dan alat komunikasi lainnya. 5) Fasilitas Lingkungan Lingkungan rumah susun harus dilengkapi fasilitas perniagaan dan perbelanjaan, lapangan tebuka, kesehatan, pendidikan, peribadatan, pelayanan umum, serta pertanaman.
Menurut Yudohusodo dalam Audy (2008 : 9), rumah susun memiliki karakteristik yang berbeda dengan hunian horizontal. Rumah susun mengandung dualism sistem kepemilikan, yaitu kepemilikan seorangan
14
dan bersama baik dalam bentuk ruang maupun benda. Sistem kepemilikan bersama yang terdiri dari bagian-bagian yang masing-masing merupakan satuan yang dapat digunakan secara terpisah yang dikenal dengan istilah condominium. Sistem ini diwajibkan untuk mengadakan pemisahan hak dari masing-masing satuan yang dilaksanakan dengan pembuatan akta pemisahan yang mengandung nilai perbandingan proporsional yang akan digunakan sebagai penerbitan sertifikat hak milik atas satuan yang bersangkutan. Tipe unit rumah susun juga beragam. Kisaran luas unit rumah susun pada umumnya minimal 18m2 dan paling besar adalah 50 m2. Tabel 2.1 Tipe Unit Rumah Susun Tipe Unit Fasilitas Tipe 18 m2 - 1 kamar tidur - ruang tamu/keluarga Tipe 21 m2 - kamar mandi Tipe 24 m2 Tipe ini biasanya untuk keluarga - dapur/pantry muda atau seseorang yang belum memiliki keluarga Tipe 30 m2 - 2 kamar tidur Tipe 36 m2 - ruang tamu / keluarga Tipe 42 m2 - kamar mandi / WC Tipe 50 m2 - dapur / pantry Tipe ini untuk keluarga yang sudah - ruang makan memiliki anak sumber : Rosfian (2009)
2.2.3 Fasilitas Rumah Susun Rumah susun merupakan hunian vertikal yang menjadi tempat tinggal bagi sejumlah penduduk yang menjadi penghuninya, sehingga terdapat fasilitas-fasilitas tertentu yang disediakan guna menunjang kehidupan penghuni didalamnya. Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 037013-3004) mengenai Tata Cara Perencanaan Fasilitas Lingkungan Rumah
15
Susun Sederhana, rumah susun haruslah memiliki fasilitas lingkungan, yaitu fasilitas penunjang yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya, yang antara lain dapat berupa bangunan perniagaan atau perbelanjaan (aspek ekonomi), lapanagan
terbuka,
pendidikan,
kesehatan,
peribadatan,
fasilitas
pemerintahan dan pelayanan umum, pertamanan serta pemakaman (lokasi diluar lingkungan rumah susun atau sesuai rencana tata ruang kota). Fasilitas lingkungan rumah susun harus memenuhi persyaratan sebagai berikut menurut Standar Nasional Indonesia adalah : 1) Memberi rasa aman, ketenangan hidup, kenyamanan dan sesuai dengan budaya setempat 2) Menumbuhkan rasa memiliki dan merubah kebiasaan yang tidak sesuai dengan gaya hidup di rumah susun 3) Mengurangi
kecenderungan
untuk
memanfaatkan
atau
menggunakan fasilitas lingkungan bagi kepentingan pribadi atau kelompok tertentu 4) Menunjang fungsi-fungsi aktivitas penghuni yang paling pokok bagi dan segi besaran maupun jeni sesuai dengan keadaan lingkungan yang ada 5) Menampung
fungsi-fungsi
yang
berkaitan
dengan
penyelenggaraan dan pengembangan aspek-aspek ekonomi dan sosial budaya. Tentunya, pelayanan sarana dan prasarana harus memenuhi kebutuhan penghuni. Dalam hal ini apabila fasilitas lingkungan masih dapat dilayani oleh fasilitas yang berada diluar lingkungan rumah susun, maka
16
pemenuhan kebutuhan jenis dan jumlah fasilitas lingkungan dapat disesuaikan sesuai dengan kebutuhan.
Perancangan Fasilitas Lingkungan Dalam melakukan perancangan fasilitas lingkungan pada rumah susun sederhana, terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan guna memenuhi kebutuhan penghuni. Hal ini telah dijelaskan pula dalam Standar Nasional Indonesia, yaitu bahwa fasilitas lingkungan yang ditempatkan pada lantai bangunan rumah susun harus memenuhi kebutuhan sebagai berikut : 1) Maksimal 30% dari jumlah luas lantai bangunan 2) Tidak ditempatkan lebih dari lantai 3 (tiga) bangunan rumah susun. Atas ketentuan tersebut maka luasan lahan yang digunakan untuk fasilitas lingkungan rumah susun harus diperhatikan. Luas lahan yang diperuntukan sebagai fasilitas lingkungan harus memenuhi ketentuan : 1) Luas lahan untuk fasilitas rumah susun seluas-luasnya 30% dari luas seluruhnya 2) Luas lahan untuk fasilitas ruang terbuka, berupa taman sebagai penghijauan, tempat bermain anak, dan atau lapangan olah raga seluas-luasnya 20% dari luas lahan fasilitas lingkungan rumah susun Tabel 2.2 Peruntukan Luas Lahan Rumah Susun No
Jenis Peruntukan
Luas Lahan Maksimum (%)
Minimum (%)
1
Bangunan untuk hunian
50
-
2
Banguanan fasilitas
10
-
3
Ruang Terbuka
-
20
17
Tabel 2.2 Peruntukan Luas Lahan Rumah Susun 4
Prasarana Lingkungan
-
20
sumber : Standar Nasional Indonesia (2003)
Jenis Fasilitas Lingkungan Lingkungan
rumah
susun
harus
dilengkapi
dengan
fasilitas
lingkungan yang dapat berupa ruang atau bangunan. Jenis fasilitas lingkungan yang pokok berada di lingkungan rumah susun ada 6 (enam) jenis seperti yang tertera pada tabel. Tabel 2.3 Fasilitas Lingkungan Rumah Susun No. 1
Jenis Fasilitas Lingkungan Fasilitas niaga
-
2
Fasilitas pendidikan
-
3
Fasilitas kesehatan
4
Fasilitas peribadatan
5
Fasilitas pelayanan umum
6
Ruang terbuka
-
Fasilitas Yang Tersedia Warung Toko-toko perusahaan dan dagang Pusat perbelanjaan Ruang belajar untuk pra belajar Ruang belajar untuk sekolah dasar Ruang belajar untuk sekolah lanjutan tingkat pertama Ruang belajar untuk sekolah menengah umum Posyandu Balai pengobatan BKIA dan ruamah bersalin Puskesmas Praktek dokter Apotek Musola Masjid kecil Kantor RT Kantor/balai RW Post hansip/siskamling Pos polisi Telepon umum Gedung serba guna Ruang duka Kotak Surat Taman Tempat bermain Lapangan olah raga Peralatan usaha Sirkulasi Parkir
sumber : Standar Nasional Indonesia (2003)
18
2.2.4 Penghunian dan Pengelolaan Rumah Susun Di dalam sebuah rumah susun diharuskan memiliki perhimpunan penghuni rumah susun. Seperti yang disebutkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1988 Tentang Rumah Susun. Pada Pasal 54 tertulis bahwa para penghuni dalam suatu lingkungan rumah susun baik untuk hunian maupun bukan hunian wajib membentuk perhimpunan penghuni untuk mengatur dan mengurus kepentingan bersama yang bersangkutan sebagai pemilikan, penghunian, dan pengelolaannya. Perhimpunan penghuni mempunyai fungsi sebagai berikut : 1) Membina terciptanya kehidupan lingkungan yang sehat, tertib, dan aman 2) Mengatur dan membina kepetingan penghuni 3) Mengelola rumah susun dan lingkungannya Salah satu
kegiatan yang dibentuk oleh perhimpunan penghuni pada
rumah susun adalah unit koperasi penghuni. Seperti yang dilakukan oleh perhimpunan penghuni Rumah Susun Otorita Batam, Kota Batam. Koperasi ini bertujuan untuk menaungi pekerja dan penghuni Rumah Susun Otorita Batam khususnya dan masyarakat umumnya yang berminat beraktifitas di koperasi. Sistem koperasi yang dapat digunakan yang ada kaitannya dengan topik dan tema dalam penelitian ini, yaitu urban farming, adalah koperasi petani. Sebagai contoh sistem baru koperasi petani yang cukup efektif, Koperasi Jardin du Chorrotons, yang berada di Jenewa, Swiss. Koperasi ini didasarkan atas kesepakatan yang dibuat dengan petani dilingkungan
19
tempat tinggal para anggota dengan model pertanian yang didukung konsumen. Jumlah anggotanya mencapai 140 keluarga. Para anggota membayar iuran per tahun untuk produk yang disetujui antara anggota koperasi untuk ditanam di tanah tersebut. Sehingga dengan ini, petani yang bekerja mendapatkan kepastian gaji per bulannya. Tiap minggunya anggota koperasi mendapatkan keranjang bahan makanan. Hasil panen tidak ada yang dijual ke luar anggota koperasi. Resiko produk pangan yang dihasilkan ditanggung bersama. Jika produksi berlimpah, maka konsumen mendapatkan hasil panen yang banyak. Namun, jika produksi susut, maka konsumen juga mendapatkan hasil panen yang sedikit. Sebagai bentuk kontribusi anggota koperasi, tiap anggota wajib bekerja di lahan tani selama 16 jam per tahunnya. Dengan adanya kontrak antara anggota koperasi dan pekerja, maka menguatkan sistem koperasi ini berjalan, kontrak tidak boleh dilanggar. Sistem yang dilakukan Koperasi Jardin du Chorrotons ini dapat menjadi contoh aplikasi pengelolaan urban farming di dalam rumah susun.
2.2.5 Karakteristik Penghuni Rumah Susun Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Harsiti (2003:99-115) pola perilaku masyarakat penghuni rumah susun dalam melestarikan fungsi lingkungan rumah susun adalah sebagai berikut : 1) Sikap terhadap lingkungan ikut menentukan perilaku melestarikan fungsi lingkungan permukiman. Makin tinggi sikap terhadap lingkungan maka makin baik perilaku melestarikan fungsi lingkungan permukiman.
20
2) Motivasi hidup sehat ikut menentukan perilaku melestarikan fungsi lingkungan permukiman. Makin kuat motivasi hidup sehat, maka makin baik perilaku masyarkat dalam melestarikan fungsi lingkungan. Sehingga untuk dapat melestarikan fungsi lingkungan permukiman, pola hidup sehat harus ditanamkan. 3) Status sosial ekonomi turut menentukan. Makin tinggi status sosial ekonomi maka makin baik perilaku melestarikan fungsi lingkungan permukiman. Dari ketiga faktor tersebut, faktor yang paling kuat dalam menentukan perilaku melestarikan lingkungan secara berurutan adalah (1) status sosial, (2) sikap terhadap lingkungan, dan (3) motivasi hidup sehat.
2.3 Urban Farming Urban farming meliputi produksi, pengelolaan, dan distribusi ke berbagai bentuk makanan, termasuk produksi sayuran di dalam atau pada pinggiran suatu wilayah perkotaan. Termasuk kultivasi tanaman corps, buah dan sayuran formal, hutan, taman, kebun, kebun buah, dan aktivitas yang terkait. Urban farming yang dimaksud dalam perancangan ini adalah produksi dan pengelolaan makanan/tanaman berskala rumah tangga. Sehingga penghuni dapat melakukan aktivitas komunal berkebun yang dapat bermanfaat bagi seluruh keluarga untuk mengonsumsi sayuran yang sehat dan bergizi. Menurut Bakker dalam Herman (2000 : 37), menunjukan bahwa pertanian kota adalah salah satu pilihan untuk mengatasi ketahanan pangan
21
rumah tangga. Hal ini sejalan dengan pendapat Haletky dan Tylor (2006 : 51) bahwa pertanian kota adalah salah satu komponen kunci pembangunan sistem pangan masyarakat yang berkelanjutan. Kegiatan urban farming telah banyak diterapkan di negara-negara luar. Banyak komunitas yang melakukan kegiatan ini dalam satu lingkungan tempat tinggal. Contohnya adalah ReVision House Urban Farm yang berada di Boston, Massachusetts, diatas tanah 1 hektar. Mereka menanam banyak varietas buah-buahan, sayuran, dan bunga. Mereka memiliki dua rumah kaca dan 1/2 hektar tanah untuk menanam pertaniannya. Mereka menggunakan metode berkebun konvensional yang menggunakan media tanam tanah dan pupuk. Hasilnya digunakan untuk keperluan penampungan, didstrubusikan ke komunitas-komunitas dengan cara penjualan, dan dijual ke dua pasar terdekat. Dalam berkebun mereka selalu menggunakan produk dan metode yang sustainable.
Gambar 2.1 ReVision House Urban Farm sumber : ReVision House Urban Farm Website
Konsep urban farming juga sudah mulai diterapkan ke dalam konsep perancangan rumah tinggal vertikal guna memenuhi kebutuhan pangan penghuni, seperti yang The Weave yang berada di New Delhi, India. Living Weave membentuk sebuah komunitas hidup dan tani di dalam satu
22
modul. Dengan luas lahan sebesar 3 hektar di jantung kota New Delhi, bangunan ini dibagi menjadi blok-blok cluster yang merupakan kombinasi dari 4 unit rumah yang terintegrasi dengan pertanian individu. Blok-blok tersebut terkoneksi satu sama lain oleh plat lahan pertanian yang berada di atap dari unit blok.
Gambar 2.2 Sistem Perawatan The Weave, India sumber : Archdaily (2012)
Konsep urban farming yang diterapkan pada The Weave ini juga menggunakan sistem graywater bagi pemeliharaannya. Desain bangunan terintegrasi dengan sistem pemeliharaan dengan pemanfaatan graywater. Skema perawatan dan pemeliharaan lahan tanam pada The Weave dapat terlihat pada Gambar 2.2. Terdapat tangki yang berada di lantai atas yang berguna untuk mengumpulkan air hujan yang kemudian diolah dan dapat digunakan sebagai irigasi lahan pertanian. Sisa air yang digunakan untuk pengairan lahan pertanian juga diolah kembali dan diputar kembali untuk digunakan sebagai pengairan lahan pertanian.
23
2.4 Vertikultur 2.4.1 Definisi Vertikultur Menurut Badan Penelitian Tanaman Sayuran, vertikultur adalah sistem budidaya pertanian yang dilakukan secara vertikal atau bertingkat, baik indoor maupun outdoor. Sistem budidaya pertanian secara vertikal atau bertingkat ini merupakan konsep penghijauan yang cocok untuk daerah perkotaan dan lahan terbatas. Misalnya, umumnya pada lahan 1 m2 hanya memungkinkan untuk menanam 5 batang tanaman, namun dengan menggunkan sistem vertikultur tanaman yang ditanam dapat mencapai 20 batang tanaman. Vertikultur dapat meningkatkan hasil pertanian hingga sepuluh kali lipat bahkan lebih. Veritkultur merupakan pemanfaatan lahan sempit dengan seoptimal mungkin. Sehingga lahan sempit yang tidak produktif dapat dimanfaatkan untuk produksi pertanian. Pada umur 50 hari tanaman sudah bisa memetik hasil panen sayuran, dan selang 1-7 hari kemudian dapat dilakukan panen kedua.
2.4.2 Kelebihan dan Kekurangan Vertikultur Budidaya secara vertikultur memiliki kelebihan dan kekurangan, Keuntungan budidaya secara vertikultur adalah (Pujo, 2006 : 425) : 1) Kualitas produksi lebih baik dan lebih bersih 2) Kuantitas produksi lebih tinggi dan kontinuitas produksi dapat dijaga 3) Menjadi lahan bisnis, baik langsung maupun tidak langsung 4) Dapat digunakan sebagai sumber tanaman obat keluarga
24
5) Menambah dan memperbaiki gizi keluarga 6) Efisiensi lahan, pupuk, air, benih, dan tenaga kerja 7) Menghilangkan stress atau mengurangi beban pikiran
Sedangkan kekurangan dari budidaya secara vertikultur menurut Pujo (2006 : 425) adalah : 1) Rawan terhadap serangan jamur 2) Investasi awal yang dibutuhkan cukup tinggi 3) Apabila menggunakan atap plastik, maka harus dilakukan penyiraman tiap hari 4) Perlu tangga atau alat khusus yang dapat dinaiki untuk pemeliharaan dan pemanenan di lantai atas.
2.4.3 Jenis Vertikultur Menurut Ir. Mulyono Niti Sapto, staff edukatif pada Fakultas Pertanian UGM, jenis pot vertikultur dapat berupa gerabah, bambu, ataupun peralon. Jenis-jenis tersebut cocok untuk menanam sayuran berbatang kecil, seperti selada, sawi, kol, bunga, seledri, atau kangkung (Gede : 2012). Ada beberapa jenis vertikultur yang memiliki karakteristik yang berbeda, diantaranya adalah : 1) Vertikultur Vertikal Biasanya jenis ini ditemui dalam bentuk wadah-wadah kokoh berbentuk kolom yang tegak berdiri di lahan.
25
Gambar 2.3 Vertikultur Vertikal sumber : thegreenstall.blogspot.com
2) Vertikultur Horizontal Jenis ini ditemui dalam bentuk rak-rak atau tangga bertingkat.
Gambar 2.4 Vertikultur Horizontal sumber : thegreenstall.blogspot.com
3) Vertikultur Gantung Jenis ini umum terlihat dalam bentuk pot-pot atau wadah yang diikat oleh tali/kawat dan digantung pada atap.
Gambar 2.5 Vertikultur Gantung sumber : thegreenstall.blogspot.com
26
4) Vertikultur Susun Jenis ini mirip dengan vertikultur vertikal, hanya berbeda dalam penyajian wadah dan kolom untuk media tanam yang akan digunakan
Gambar 2.6 Vertikultur Susun sumber : thegreenstall.blogspot.com
2.4.4 Sistem Vertikultur Berikut ini merupakan sistem vertikultur yang dijelaskan oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah (Pujo, 2006 : 424-429)
A. Media Tanam Media tanam yang dapat digunakan dalam becocok tanam secara vertikultur sebenarnya beragam. Namun pilihan yang paling baik adalah menggunakan tanah gambut. Dari penelitian yang telah dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, campuran media tanam yang baik digunakan adalah menggunakan campuran kompos, tanah, dan arang sekam dengan perbandingan 1 : 1 : 1. Sekam berfungsi untuk menampung air di di dalam tanah, sedangkan kompos berfungsi untuk menyediakan unsur-unsur penting yang dibutuhkan. Sebaiknya media
27
tanam juga ditambah dengan pupuk TSP dan KCL masing-masing 10 gram per tanaman, bisa juga menggunakan pupuk majemuk yaitu NPK Ponska.
B. Persemaian Sebelum penanaman ada proses yang disebut persemaian, yaitu proses pematangan benih hingga menjadi bibit sehingga siap untuk ditanam pada media tanam vertikultur. Beberapa jenis tanaman yang membutuhkan proses persemaian adalah tomat, cabai, terong, mentimun, bunga kol, brokoli, selada, caisim, kailan, dan lain-lain. Cara melakukan penyemaian yang diuraikan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan adalah sebagai berikut : 1) Siapkan media untuk penyemaian benih yang biasanya terdiri dari campuran tanah kebun yang telah diayak dengan pupuk kandang atau pasir dengan perbandingan 2:1:2. Dapat pula dicampur dengan pupuk NPK. 2) Masukan media semai ke dalam wadah bak plastik datar, sementara itu benih yang akan disemai direndam terlebih dahulu kedalam air hangat selama kurang lebih satu jam. 3) Setelah direndam selama satu jam, benih langsung dibariskan kedalam bak persemaian dan ditutupi dengan hamparan media tipis. 4) Setelah tiga minggu benih telah tuimbuh menjadi bibit dan siap dipindahkan ke dalam pot verti.
28
Perawatan yang dilakukan selama dalam persemaian cukup dengan melakukan penyiraman saja dengan menggunakan hand sprayer yang disemprotkan secara halus.
Gambar 2.7 Proses Persemaian sumber : ReVision House Urban Farm
C. Penanaman Pada pot yang telah dipersiapkan, isikan media tanam yang telah disiapkan sebelumnya. Masukan media tanam sebanyak 2/3 bagian. Setelah pot diisi dengan media, sebaiknya disiram terlebih dahulu sehingga didapatkan kelembaban yang ideal. Setelahnya, barulah tanamkan bibit yang telah disemaikan. Pastikan semua bagian akar dari semua bibit telah tertanam kedalam media. Sedangkan untuk jenis tanaman kangkung, bayam, baby capro, lebih baik ditanam langsung dari saat masih benih. Karena menggunakan pot bertingkat, maka aturlah penanaman. Misalnya rak terbawah dengan satu jenis tanaman, kemudian rak atasnya lagi dengan jenis tanaman yang berbeda, sehingga akan didapatkan susunan yang serasi dan punya nilai seni.
29
D. Perawatan Perawatan mulai dilakukan sejak tanaman dipindahkan kedalam pot verti. Kegiatan perawatan terdiri dari penyiraman, pemupukan, dan pencegahan hama/penyakit yang dilakukan secara rutin dan teliti. Penyiraman pada tanaman sebaiknya dengan memperhatikan ukuran tanaman dan daya cengkeram akar terhadap medianya. Tanaman yang berukuran kecil dan akarnya halus dilakukan penyiraman dengan semprotan halus. Namun, tanaman yang berukuran besar dan relatif kuat bisa dengan gayung secara hati-hati. Hama/penyakit pada sayuran yang ditanam di dalam pot sangat relatif dikit. Namun, untuk mencegahnya perlu dilakukan dengan menjaga kelembaban. Kelembaban yang ada di area pot jangan terlalu tinggi, karena akan menjadi tidak sehat yang dapat menimbulkan kematian. Proses pemupukan juga tidak dapat dilepaskan dari aktivitas perawatan tanaman vertikultur. Pemupukan dilakukan secara rutin 2-7 hari sekali. Pada sayuran daun, karena titik beratnya pertumbuhan vegetatif, maka pupuk yang diberikan harus banyak mengandung unsur nitrogen, dosis 20gr pupuk urea atau ZA yang dilarutkan dalam 10 liter air yang disiramkan pada masing-masing pot secukupnya saja sampai media tanam basah. Apabila kesulitan menemukan pupuk, maka limbah dapur dan daun-daun kering dapat dimanfaatkan untuk pembuatan pupuk bokashi. Pupuk bokashi adalah hasil fermentasi bahan-bahan organik (jerami, sampah organik, pupuk kandang, dll). Pupuk ini dapat menjadi pupuk organik yang membantu menyuburkan tanah dan meningkatkan hasil pertanian.
30
E. Pemanenan Pemanenan sayuran biasanya dilakukan dengan sistem cabut akar. Seperti pemanenan sawi, bayam, seledri, kemangi, selada, kangkung, dan sebagainya. Apabila fungsi tanaman ini untuk dikonsumsi sendiri, maka akan lebih menghemat apabila pemanenan dilakukan dengan cara potong daunnya. Dengan cara tersebut maka tanaman sayuran bisa bertahan lebih lama dan dapat dipanen berulang-ulang.
2.4.5 Jenis Tanaman Vertikultur Dalam
bercocok tanam dengan sistem vertikultur persyaratannya
adalah kuat dan mudah dipindah-pindahkan. Tanaman yang ditanam sebaiknya memiliki nilai ekonomis tinggi, berumur pendek, dan berakar pendek. Tidak semua jenis tanaman dapat ditanam secara vertikultur. Tanaman yang sesuai untuk dibudidayakan dengan cara ini adalah jenis tanaman sayur-sayuran, tanaman hias, dan tanaman obat-obatan yang memiliki perakaran yang dangkal dan memiliki berat yang relatif rimgan sehingga
tidak
akan membebani media tanam
vertikultur pada
pertumbuhan tanaman tersebut. Sebelum menentukan jenis tanaman yang akan dibudidayakan dengan menggunakan sistem vertikultur, harus diketahui terlebih dahulu sifat-sifat tanaman yang ingin ditanam. Karena tidak semua tanaman dapat ditanam secara vertikultur, ada tanaman yang hanya dapat tumbuh didataran rendah ada pula yang hanya dapat tumbuh di dataran tinggi. Pencahayaan matahari juga mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Badan Penelitian
31
Tanaman Sayuran mengatakan bahwa tanaman sayuran yang sering dibudidayakn secara vertikultur antara lain selada, kangkung, bayam, pokcoy, caisim, katuk, kemangi, tomat pare, kacang panjang, mentimun, dan tanaman sayuran daun lainnya. Pujo (2006 : 425) mengatakan bahwa jenis tanaman pangan rumah tangga yang dapat dibudidayakan menggunakan sistem vertikultur terbagi menjadi 5 jenis tanaman : 1) Sayuran Buah Jenis sayuran buah biasanya dikonsumsi bagian buahnya. Yang bisa ditanam dalam pot diantaranya adalah cabai besar, cabai rawit, terong, mentimun, tomat, kacang panjang, buncis, dan paprika. Pertumbuhan dan produksi paprika, kapri, dan tomat akan lebih bagus bila ditanam di daerah dataran tinggi. Namun, jenis tomat tertentu seperti mutiara, intan, berlian, dan tomat sayur dapat diusahakan di dataran rendah dengan hasil yang baik. 2) Sayuran Daun Jenis tanaman sayuran daun yang dapat dipotkan lebih beragam, antara lain : bayam, kangkung, selada, seledri, bawang daun, kobis, kemangi, pokcoy, dan kailan. Selada merupakan sayuran dataran tinggi. Namun, jenis selada betawi yang berdaun tipis dan rasanya renyah dapat diusahakan di dataran rendah. Beberapa sayuran yang baik diusahakan di dataran rendah adalah pokcoi, kailan, kubis, dan baby capri.
32
3) Sayuran Bunga Hanya beberapa jenis sayuran bunga saja yang bisa ditanam dalam pot, yaitu bunga kol dan brokoli. Itupun harus memperhatikan kondisi iklim setempat, karena kedua tanaman ini umumnya banyak ditanam di dataran tinggi. 4) Sayuran Umbi Sayuran umbi memang jarang ditemukan tumbuh di dalam pot. Syarat pot harus tinggi agar pertumbuhan umbinya maksimal. Jenis sayuran umbi yang dipotkan antara lain adalah wortel, kentang, bawang merah, bawang putih, dan bawang bombay. Semua jenis sayuran umbi umumnya di dataran tinggi hanya bawang merah dan beberapa jenis bawang putih yang cocok diusahakan di dataran rendah. 5) Tanaman Empon-empon Jenis empon-empon umumnya banyak disukai ibu-ibu rumah tangga. Alasannya, jika memerlukan bumbu tidak perlu ke warung atau pasar. Jenis tanaman bumbu dan empon-empon yang dapat dipotkan adalah kunyit, kencur, lengkuas, dan lain-lain. Tanaman ini baik diusahakan di dataran rendah maupun tinggi.
Dari penjabaran jenis tanaman diatas maka dapat dilihat bahwa jenis tanaman pangan untuk rumah tangga pada umumnya dapat ditanam secara vertikultur, yaitu :
33
Tabel 2.4 Jenis Tanaman Pangan Rumah Tangga No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
Jenis Tanaman Cabai Besar Cabai Rawit Terong Mentimun Tomat Kacang Panjang Buncis Paprika Bayam Kangkung Selada Seledri Bawang Daun Kemangi Pokcoy Kailan Bunga Kol Brokoli Wortel Kentang Bawang Merah Bawang Putih Bawang Bombay Kunyit Kencur Lengkuas Serai
Kelompok Tanaman
Sayuran Buah
Sayuran Daun
Sayuran Bunga
Sayuran Umbi
Tanaman Empon-Emponan
sumber : Pujo Rasapto (2006)
Syarat Tumbuh Tanaman Pertumbuhan tanaman tidak terlepas dari faktor-faktor lingkungan yang ada di sekitarnya. Menurut para ahli pertanian, faktor eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman adalah nutrisi, air, cahaya, suhu, dan kelembapan. Persyaratan tumbuh masing-masing tanaman memiliki angka yang berbeda-beda. Pada Tabel 2.5 dapat terlihat syarat tumbuh tanaman pangan rumah tangga yang telah dijabarkan sebelumnya.
34
Tabel 2.5 Persyaratan Tumbuh Tanaman Pangan No
Jenis Tanaman
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
Cabai Besar Cabai Rawit Terong Mentimun Tomat Kacang Panjang Buncis Paprika Bayam Kangkung Selada Seledri Bawang Daun Kemangi Pokcoy Kailan Bunga Kol Brokoli Wortel Kentang Bawang Merah Bawang Putih Bawang Bombay Kunyit Kencur Lengkuas
Suhu (oC) 18-30 18-30 20-30 21-30 18-25 20-35 25 21-27 20 20-32 15-20 18-24 19-24 5-30 15-21 15-20 24 24 26 18-21 30 15-25 18-20 19-30 19-30 25-29
Kelembaban (%) 60-80 60-80 80-85 50-60 80 40-60 80-90 80-90 60 80-90 80-90 80-90 80-90 70 60-70 60-70 60-80 60-80 60-80
Intensitas cahaya Cukup Cukup Penuh Cukup Cukup Penuh Penuh Cukup Penuh Penuh Cukup Cukup Cukup Cukup Penuh Penuh Cukup Cukup Cukup Penuh Penuh Penuh Penuh Penuh Penuh Penuh
sumber : berbagai buku pertanian
Wilayah Kebon Kacang termasuk dalam Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat yang memiliki letak geografis 6.188 lintang selatan dan 106.8 bujur timur. Data iklim Jakarta rata-rata menurut bulan pada tahun 2011 dapat dilihat dari Tabel 2.6. Tabel 2.6 Data Iklim Rata-Rata Jakarta No
Bulan
Suhu (oC)
Kelembaban (%)
1 2 3 4 5
Januari Februari Maret April Mei
27,3 27,4 27,9 28,6 28,8
79 79 76 75 76
Penyinaran Matahari (%) 30,8 46,6 44,8 70,3 51,7
35
Tabel 2.6 Data Iklim Rata-Rata Jakarta 6 7 8 9 10 11 12
Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
28,7 28,3 28,8 29,0 29,2 28,9 28,9
73 74 69 68 72 74 76
50,8 70,0 98,2 98,5 70,5 61,2 37,7
sumber : Badan Pusat Statistik Jakarta (2003)
Dari data diatas maka didapatkan suhu rata-rata Jakarta adalah 27,35 oC, kelembaban rata-rata 74,25%, dan penyinaran matahari 60,92%.
Produksi Tanaman Vertikultur Kemampuan produksi tiap tanaman berbeda-beda per meter perseginya. Untuk dapat mengetahui berapa luasan yang dibutuhkan untuk mencukupi kebutuhan seluruh penghuni rumah susun, maka harus diketahui banyaknya produksi tiap tanaman per meter perseginya, dapat dilihat pada tabel 2.7. Data didapatkan dari Data Kementrian Pertanian dan hasil penelitian yang dilakukan oleh Evy Latiffah pada tahun 2012. Tabel 2.7 Hasil Panen Tanaman Pangan No
Jenis Tanaman
Hasil Produksi per triwulan (kg/m2)
Hasil Produksi per tahun (kg/m2)
1
Cabai Besar
6,8
27,2
2 3 4 5
Terong Mentimun Kacang Panjang Kangkung
8,8 4,6 3,6 2,6
35,2 18,4 14,6 10,4
6
Bawang Merah
9,6
38,4
sumber : Badan Pusat Statistik (2012) dan Latiffah (2012)
Sumber Kementrian Pertanian Evy Latiffah Evy Latiffah Evy Latiffah Evy Latiffah Kementrian Pertanian
36
2.5 Kebutuhan Sayuran Rumah Tangga Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jendral Kementrian Pertanian dalam Statistik Konsumsi Pangan Tahun 2012 mengeluarkan data konsumsi kelompok sayur-sayuran per kapita yang dapat dilihat pada Tabel 2.8. Tabel 2.8 Konsumsi Sayuran per Kapita No
Jenis Sayuran
1 2 3 4 5 6
Cabai Besar Terong Mentimun Kacang Panjang Kangkung Bawang Merah
Konsumsi per kapita/tahun (kg) 1,5 2,55 1,77 3,4 4,3 2,36
sumber : Kementrian Pertanian (2012)
Dari data di atas dapat terlihat kebutuhan konsumsi tiap orang terhadap jenis-jenis sayuran tertentu.
2.6 Kesimpulan Landasan Teori Sehingga dapat disimpulkan variabel yang diperlukan untuk menjawab pertanyaan penelitian ini adalah : 1) Syarat Tumbuh Tanaman Pangan Rumah Tangga 2) Intensitas Cahaya 3) Konsumsi Tanaman Pangan Rumah Tangga 4) Produksi Panen Tanaman Pangan Rumah Tangga