BAB 2 LANDASAN TEORI Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, dilakukan studi pustaka yang digunakan sebagai landasan teori yang mendukung masalah yang dirumuskan. Akan dibahas pada sub-bab berikutnya adalah: a. Pengambilan Keputusan (Decision Making) b. Analytical Hierarchy Process ( AHP) Teori tersebut merupakan teori yang dijadikan landasan untuk membahas penanganan keluhan yang harus diprioritaskan untuk segera ditangani oleh teknisi. c. Kualitas Pelayanan (Service Quality) d. Kesenjangan pada Service Quality e. Service Performance Teori tersebut merupakan teori yang dijadikan landasan untuk membahas kinerja teknisi dalam menangani keluhan berdasarkan SLA yang berlaku. f. Quality Tools g. Diagram Fishbone Teori tersebut merupakan teori yang dijadikan landasan untuk membahas penyebab keluhan tidak tertangani sesuai SLA yang berlaku. h. Analisis Beban Kerja (Workload Analysis) i. Sistem Simulasi j. Simulasi Monte Carlo Teori tersebut merupakan teori yang dijadikan landasan untuk membahas penjadwalan teknisi yang optimal dalam menangani keluhan tenant. k. Integer Linear Programming (ILP) l. LINGO Software m. Pengelolaan Kapasitas dan Permintaan n. Strategi Pengolahan Pasukan dan Suplai o. Penjadwalan Waktu Kerja Teori tersebut merupakan teori yang dijadikan landasan untuk membahas perbaikan yang terkait dengan workshift scheduling teknisi. p. Pengendalian Mutu (Quality Control) Teori tersebut merupakan teori yang dijadikan landasan untuk membahas pengendalian dan pengawasan terhadap performa teknisi.
2.1
masalah
masalah
masalah
masalah
masalah
masalah
Pengambilan Keputusan (Decision Making) Pengambilan keputusan adalah proses identifikasi masalah dan kemudian mencari solusi dari masalah tersebut. Pengambilan keputusan yang baik merupakan bagian vital dari manajemen yang baik, karena keputusankeputusan yang menentukan bagaimana suatu cara organisasi menyelesaikan masalah, mengalokasikan sumber daya, dan meraih tujuan perusahaan. Teori pengambilan keputusan selalu berhubungan dengan beberapa hubungan akademis termasuk perhitungan matematika, ekonomi (makro dan mikro), psikologi (teori dan praktek), probabilitas statistik, dan lain-lain (Dieter & Schmidt, 2013, p. 245).
2.1.1 Analytical Hierarchy Process (AHP) Analytical Hierarchy Process adalah suatu teknik untuk mendukung proses pengambilan keputusan yang bertujuan untuk menentukan pilihan terbaik dari beberapa alternatif yang dapat diambil dan terdapat perhitungan 5
6 kuantitatif dan kualitatif di dalamnya. Menurut Dieter & Schmidt (2013), dalam pengerjaan AHP dilakukan perbandingan beberapa konsep, membuat struktural diagram, dan mengintegrasi hasil dari berbagai sumber perhitungan seperti contoh analytical calculation, HOQ values, dan expert opinion (pendapat dari para ahli). Pada penerapan metode AHP, dilakukan suatu penggambaran penelitian dengan diagram heirarki yang berisikan goal atau tujuan dari penelitian tersebut, kemudian dilakukan penurunan yang berisikan sub-kriteria, sub subsubkriteria, dan seterusnya menyesuaikan dengan banyaknya masalah yang akan dipertimbangkan untuk pemilihan keputusan. Penguraiannya preferensi perusahaan menjadi diagram hierarki bertujuan untuk melihat keseluruhan objek, kriteria seleksi yang akan menjadi alternatif, dan alternatif keputusan yang kemungkinan akan dihasilkan. Teknik AHP memungkinkan melakukan perbandingan antara alternatif yang akan dibuat dengan jenis pelayanan yang akan diberikan oleh perusahaan (Ewuuk Lomo-David, 2014, pp. 528-529). Dalam melakukan perhitungan AHP, beberapa tahap dilakukan agar mendapatkan solusi yang akan dipilih. Tahap pertama adalah dengan memberikan penilaian tiap kriteria, dengan nilai-nilai kriteria disusun berdasarkan rating tingkat kepentingan yang sudah ditentukan seperti dibawah ini: Tabel 2.1 Rating Faktor Kepentingan Kriteria Rating Factor 1 3 5
7
9
Relative Rating of Importance of Two Selection Criteria A and B A and B have equal importance. A is thought to be moderately more important than B. A is thought to be strongly more important than B. A is thought to be very much more important than B, or is demonstrated to be more important than B. A is demonstrated to have much more importance than B.
Explanation Rating A and B both contribute equally to the product’s overall success. A is slightly more important to product success than B. A is strongly more important to product process than B. A’s dominance over B has been demonstrated. There is the highest possible degree of evidence that proves A is more important to product than B.
Sumber: Dieter & Schmidt, 2013, p. 287 Berikut tahap-tahap melakukan perhitungan AHP untuk menentukan keputusan yang akan diambil, menurut Dieter & Schmidt (2013), 1. Melengkapi matrix nilai kepentingan kriteria berdasarkan tabel rating kepentingan diatas. 2. Melakukan Normalization Matrix 3. Menghitung Row Average tiap matrix kriteria 4. Menghitung Weight Sum Vector (WSV), dengan rumus : WSV = [Matrix Awal] x [Row Average] 5. Menghitung Consistency Vector (CV), dengan rumus :
7
6. Menghitung Lambda (λ) , dengan rumus :
dimana n adalah jumlah kriteria. 7. Menghitung Consistency Index (CI), dengan rumus :
8. Menghitung Consistency Ratio (CR), dengan rumus : Nilai Random Index (RI) didapatkan dari tabel random index, dengan menyesuaikan nilai n. Jika setelah perhitungan RI, hasil yang didapat CR<0.1, maka hasil perhitungan dikatakan valid dan dapat dipilih sebagai keputusan yang benar. (Dieter & Schmidt, 2013, pp. 287-289). 2.2
Kualitas Pelayanan (Service Quality) Kualitas pelayanan dapat dinilai atau dilihat dari perbedaan antara ekspektasi pelanggan dengan keadaan produk atau jasa yang ditawarkan oleh pelaku bisnis saat itu. Kualitas pelayanan berperan penting pada kepuasan pelanggan dan customer loyalty. Ketika ekspektasi pelanggan akan pelayanan yang diberikan melebihi dari pelayanan yang telah diberikan oleh pihak bisnis, maka perusahaan mendapatkan kepuasan dari pelanggan. Service quality merupakan topik yang sangat kompleks, dimana terdapat lima dimensi untuk mengukurnya, yaitu tangible, reliability, responsiveness, assurance, dan empathy. Kelima dimensi tersebut digunakan untuk mengetahui hubungannya dengan kesenjangan kualitas pelayanan (gap in service quality). Gap yang terjadi pada service quality berasal dari perbedaan antara ekpektasi pelanggan pada pelayanan dan persepsi pelanggan pada penyampaian pelayanan (Fitzsimmons & Fitzsimmons, 2011, pp. 115-116).
2.2.1 Kesenjangan pada Service Quality Kesenjangan (gap) adalah jarak yang terjadi antara ekspektasi dan persepsi pelanggan pada penyampaian pelayanan yang diberikan oleh perusahaan, dimana pengukuran gap tersebut menghasilkan kepuasan yang memiliki nilai + (positif) dan nilai – (negatif). Gap menjadi perhatian apabila gap hasil perhitungan menghasilkan jumlah nilai negatif yang lebih banyak daripada nilai positif. Gap memiliki 5 jenis kesenjangan antara beberapa aspek, dimana aspek-aspek tersebut menjadi instrumen pengukuran untuk market research, design, conformance, dan communication perusahaan, serta kepuasan pelanggan (Fitzsimmons & Fitzsimmons, 2011, pp. 117-119).
8
Sumber: Fitzsimmons & Fitzsimmons, 2011, p. 119 Gambar 2.1 Service Quality Gap Model 2.2.2 Service Performance Service performance yang menjadi penyempurnaan dari service quality memiliki sebuah komponen, dimana komponen tersebut akan menjaga apabila terjadi kegagalan (fail) dalam masing-masing komponen pendukung servqual. Menurut presepsi pelanggan, skala emphaty menjadi salah satu skala yang terpenting dan paling berpengaruh pada penerapan service performance, yang diartikan bila servperf diterapkan, maka akan menghasilkan hasil yang dapat diantisipasi dan dihargai (John, Grove, & Fisk, 2006, p. 250). 2.3
Quality Tools Quality tools adalah alat untuk mengendalikan dan menjaga kualitas produk atau jasa yang ditawarkan, dengan mengetahui masalah-masalah yang mengurangi kinerja perusahaan terlebih dahulu, sehingga dalam melakukan perubahan menjadi lebih fokus. Terdapat beberapa jenis tools dalam mengukur kualitas dari sebuah produk atau jasa untuk menguji kualitas serta perbaikan yang berkesinambungan dan juga pengambilan keputusan yang efektif pada perusahaan bisnis. Beberapa perusahaan menggunakan alat pengukuran performa kualitas agar dapat mengetahui kekurangan-kekurangan performa perusahaan yang menyebabkan menurunnya kualitas dari produk atau jasa yang ditawarkan. Menurut Fitzsimmons & Fitzsimmons (2011), bentuk-bentuk quality tools diantaranya adalah : − Histogram − Cause-and-effect diagram − Run chart − Pareto diagram − Check sheet − Control chart − Flowchart − Scatter plot
9 2.3.1 Diagram Fishbone Diagram fishbone adalah diagram gambaran dari sebab akibat dan penguraian masalah tersebut hingga penguraian masalah tiap variabel. Diagram fishbone memudahkan kita dalam melihat masalah yang terjadi untuk diidentifikasi, ditampilkan secara grafik, sehingga terlihat lebih rinci.Diagram fishbone disebut dengan Ishikawa diagram karena telah dikembangkan oleh Dr. Kaoru Ishikawa. Diagram sebab akibat menunjukkan faktor-faktor yang menjadi sebab suatu akibat, dan menjadi basis untuk memecahkan masalah (Evans & Lindsay, 2011, p. 568). Didapatkan faktor-faktor yang mempengaruhi masalah tersebut, dengan meletakkan poin-poin masalah pada tulang-tulang ikan, dan efek masalah diposisikan di kepala ikan. Pada umumnya bagian akibat pada diagram ini berkaitan dengan masalah kualitas. Sedangkan unsur-unsur penyebab biasanya terdiri dari faktor-faktor manusia, material, mesin, metode dan lingkungan dengan menggunakan sistem pertanyaan who, what, where, when, why dan how (Fitzsimmons & Fitzsimmons, 2011, p.187). 2.4
Analisis Beban Kerja (Workload Analysis) Analisis beban kerja (workload analysis) adalah proses untuk menghitung beban kerja yang diberikan kepada operator oleh perusahaan. Beban kerja tidak dapat dijadikan sebagai metode pengambilan keputusan, karena pemberian beban kerja pada operator harus melihat dari beberapa segi faktor seperti, hubungan antara beban kerja dan jumlah ketersediaan operator di perusahaan. Menurut Shivam, Roy, & Dasgupta (2014) dalam penelitiaannya mengenai pemberian beban kerja kepada suster di rumah sakit, metode yang digunakan adalah metode WISN (Workload Indicators of Staffing Needs). Penggunaan metode WISN merupakan suatu tindakan standar dalam metode pemberian beban kerja kepada operator berdasarkan kebutuhan operator dan workforce gap. Berikut langkah metode WISN yang digunakan dalam menghitung jumlah operator yang dibutuhkan (Shivam, Roy, & Dasgupta et al, 2014, p. 660).
Sumber : Shivam, Roy, & Dasgupta et al, 2014, p. 660 Gambar 2.2 Metode WISN untuk Menentukan Jumlah Kebutuhan Operator
10 2.5
Sistem Simulasi Simulasi merupakan alat untuk mengevaluasi suatu ide. Berdasarkan metodologi simulasi, tahapan awal dari simulasi adalah mengembangkan definisi masalah secara akurat dan ringkas. Hal ini penting karena melibatkan klien dalam proses dan implementasi fasilitas dari hal yang dihasilkan. Kemudian langkah selanjutnya adalah pengumpulan data dan pengembangan model, yang mana proses tersebut sering dilakukan bersamaan untuk menghemat waktu. Proses pengembangan model dimulai dengan abstraksi konseptual sistem, yang biasanya berbentuk diagram alir. Setelah model awal dikembangkan, maka dilakukan pengecekan dan verifikasi untuk mengetahui model tersebut berjalan sesuai dengan seharusnya. Verifikasi tercapai dengan menjalankan model tahap demi tahap untuk memastikan bahwa logika yang dimaksud telah mengikuti sesuai dengan seharusnya. Validasi dilakukan untuk memastikan bahwa model tersebut mencerminkan operasi dari sistem sebenarnya diteliti secara rinci untuk dapat mengatasi masalah. Setelah melakukan tahapan validasi, tahap selanjutnya adalah percobaan simulasi, yang mana akan dirancang mengunakan ide awal mengenai alternatif yang akan dievaluasi. Penelitian melibatkan unsur stokastik yang perlu dikendalikan untuk memastikan bahwa tiap percobaan telah diuji keacakan yang sama dengan menunjuk aliran umum dari random number sehingga menghasilkan urutan peristiwa yang identik. Setelah itu, langkah berikutnya adalah menjalankan model, model dijalankan berulang kali sebelum dicatat secara statistik selama waktu yang stabil. Tahapan selanjutnya adalah dokumentasi dan presentasi, dimana setiap konfigurasi dari model dan yang terkait hasil akhir harus didokumentasikan. Langkah terakhir adalah implementasi, yaitu pelaksanaan dari hasil sistem yang dimodelkan (Fitzsimmons & Fitzsimmons, 2011, pp. 433-435).
2.5.1 Simulasi Monte Carlo Simulasi Monte Carlo merupakan metode yang memungkinkan kita untuk memodelkan variabel acak dengan probabilitas distribusi yang terkait. Simulasi Monte Carlo bergantung pada nilai sampling dari probabilitas distribusi yang terkait dengan variabel acak. Nilai dari variabel acak dipilih pada acak dari distribusi yang pantas dan kemudian digunakan untuk simulasi. Observasi dari variabel acak dibuat berulang kali untuk mengimitasi perilaku dari variabel (Fitzsimmons & Fitzsimmons, 2011, p. 435). Perencanaan menggunakan simulasi Monte Carlo digunakan untuk memahami pendorong utama layanan kualitas dan cara terbaik untuk mengatasi kesejangan yang menjadi kunci dalam kualitas pelayanan (Prakash, Jha, & Mohanty, 2012, pp. 331-352). 2.6
Integer Linear Programming (ILP) Menurut Taha (2007), integer linear programming adalah suatu program linear dengan beberapa atau semua variabel yang terbatas atau mempunyai nilai integer, dimana nilai integer adalah nilai dengan bilangan bulat. Terdapat tiga komponen untuk membuat suatu linear programming, yaitu : 1. Menentukan variabel yang ingin dicapai.
11 2. Menentukan goal atau tujuan dari perhitungan (meminimalkan atau memaksimalkan). 3. Menentukan constraints atau batasan masalah. Berikut merupakan formula yang digunakan untuk metode Linear Programming (Pastor & Corominas, 2010, pp. 56-57):
Sumber : Pastor & Corominas, 2010, p. 57 Gambar 2.3 Formula Perhitungan pada Metode LP 2.7
LINGO Software Software Lingo adalah tools yang memudahkan untuk mendapatkan formula yang berasal dari masalah mathematic modeling. Lingo dapat menyelesaikan masalah program linear yang memiliki banyak kendala (constraints), dan menghasilkan optimasi yang dapat menunjang perusahaan untuk mendapatkan keuntungan yang diinginkan. Penyelesaian masalah program linear dengan jumlah variabel banyak akan lebih mudah dengan menggunakan software program komputer. Lingo memiliki 4 tipe penyelesaian masalah yang berbeda-beda menurut model perhitungan yaitu, direct solver, linear solver, nonlinear solver, dan branch-and-bound manager. Pada perhitungan direct solver, Lingo akan menghitung berdasarkan jumlah variabel, dimana bila jumlah lebih banyak akan lebih baik. Lingo akan berhenti melakukan kalkulasi ketika tidak ada lagi constraints yang berasal dari variabel yang tidak diketahui. Dimana Setelah itu Lingo akan menentukan model penyelesaian terbaik dengan memeriksa struktur dan konten matematika didalamnya. Untuk model perhitungan linear dan nonlinear, model perhitungan yang melakukan penyelesaian adalah linear solver dan nonlinear solver. Namun bila model perhitungan mengandung batasan integer, yaitu batasan yang mengharuskan hasil perhitungan berupa bilangan bulat (bukan pecahan), model perhitungan yang digunakan adalan branch-and-bound manager (LINGO: The Modeling Language and Optimizer, 2013,pl. 697-700).
2.8 Pengelolaan Kapasitas dan Permintaan 2.8.1 Strategi Pengelolaan Pasokan Suplai Penerapan kapasitas pelayanan yang diterapkan pada perusahaan adalah bertujuan untuk menghasilkan nilai output atau nilai transaksi yang optimal per hari. Untuk perusahaan jasa, nilai kapasitas pelayanan ditentukan berdasarkan jumlah operator atau pegawai yang bekerja. Namun pada perusahaan jasa yang jumlah permintaan per hari tidak konstan (selalu berubah-ubah), sehingga beberapa pertimbangan dalam menentukan jumlah kapasitas pelayanan yang
12 sesuai dan optimal harus dilakukan dengan metode yang berbeda (Fitzsimmons & Fitzsimmons, 2011, pp. 272-273). 2.8.2 Penjadwalan Waktu Kerja Penjadwalan waktu kerja bermanfaat untuk memudahkan dalam penggunaan sumber daya yang tersedia, dan mengalokasikan fasilitas. Penjadwalan pada perusahaan jasa memiliki fokus permasalahan pada jadwal personel atau operator dari hitungan jam, hari, mingguan, dan jadwal bulanan. Pada dasarnya, pembuatan workshift scheduling didasari oleh perusahaan yang ingin memperoleh perencanaan dalam mengelola pegawainya. Pemberian jadwal kerja untuk pegawai memudahkan perusahaan untuk mengkoordinasi jumlah dan ketersediaan pegawai yang bekerja untuk memberikan pelayanan dan menangani setiap keluhan pelanggan. Pengelolaan tersebut terdiri dari penjadwalan pekerja paling optimal untuk mencapai target dari beban kerja yang diberikan sehari-hari dan meminimalkan variasi antara output yang dihasilkan sekarang dengan hasil yang direncanakan sebelumnya (Jacobs, 2011, pp. 664-679). 2.9
Pengendalian Mutu (Quality Control) Pengendalian mutu adalah suatu tindakkan penjagaan suatu aktivitas yang bergerak didalam perusahaan agar mutu yang dihasilkan berkualitas baik bagi perusahaan yang bersangkutan maupun pelanggan. Menurut De Feo (2015), pengendalian (control) pada perusahaan mengacu pada pegawainya agar dalam melakukan pekerjaannya secara konsisten pada standar pengerjaan yang telah diberikan. Proses pengendalian yang dilakukan adalah meliputi pengamatan performa kerja pada saat itu, kemudian membandingkan dengan standar yang sudah ditentukan, dan akhirnya menentukan tindakan yang harus dilakukan jika hasil dari pengamatan menyatakan bahwa kejadian saat aktual berbeda dengan standar yang diterapkan. Pada proses pengamatan yang dilakukan, terdapat tiga tahapan utama dan tiga tahapan terakhir yang harus diperhatikan (De Feo, 2015, p. 194): 1. Tiga tahapan utama meliputi: pemilihan subject/masalah, menetapkan pengukuran dalam pengendalian, dan menetapkan standar yang akan menjadi batas dari pengendalian dan pengawasan yang akan dilakukan. 2. Tiga tahapan terakhir meliputi: pengukuran, melakukan perbandingan dengan batasan standar, dan kemudian menentukan tindakan yang akan dilakukan selanjutnya.