BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1
Definisi Topik/Tema Topik atau tema pada penelitian ini adalah ENVIRONMENTALLY
SUSTAINABLE, HEALTHY, AND LIVEABLE HUMAN SETTLEMENTS. Topik tersebut akan dijabarkan dan didefinisikan sebagai berikut: • Environmentally Sustainable Environmentally berasal dari kata environment yang berarti lingkungan. Pengertian lingkungan adalah sesuatu yang berada di luar atau sekitar mahluk hidup dan mempengaruhi perkembangan kehidupannya. Sustainable dalam bahasa Indonesia berarti berkelanjutan, yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki arti kontinu, berkesinambungan, terusmenerus. Menurut teori Brundtland Comission dalam Sinta Baskoro yang dikutip dari jurnal Moda Transportasi Berkelanjutan yang Berwawasan
Lingkungan
(2010:13) mengatakan bahwa “sustainable diartikan sebagai kumpulan kegiatan yang dilakukan masa kini yang tidak meninggalkan masalah atau biaya-biaya untuk generasi mendatang guna menyelesaikannya dan menanggungnya”. Jadi, yang dimaksud dengan environmentally sustainable ialah segala sesuatu yang berkelanjutan secara lingkungan atau suatu kesinambungan yang berdampak baik pada lingkungan. • Healthy Healthy dalam bahasa Indonesia berarti sehat. Pengertian sehat menurut World Health Organization (WHO) adalah keadaan fisik, mental dan kesejahteraan sosial dan bukan hanya tidak adanya penyakit atau kelemahan. • Liveable Liveable mengandung makna enak didiami atau nyaman ditempati. Liveable diartikan sebagai suatu kondisi nyaman untuk tinggal atau berlama-lama di suatu tempat. • Human Settlements Human dalam bahasa Indonesia berarti manusia. Arti kata manusia ialah insan, orang, makhluk yang berakal budi. Settlement dalam bahasa Indonesia berarti pemukiman. Pengertian dasar permukiman dalam Undang-Undang No. 1 tahun 2011 adalah bagian dari
lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain dikawasan perkotaan atau kawasan perdesaan. Jadi, human settlement berarti keseluruhan komunitas manusia-baik itu kota atau desa-dengan semua sosial, material, organisasi, spiritual, dan unsur-unsur kebudayaan yang mempertahankannya.
2.2
Definisi Judul Judul pada penelitian ini adalah PEREMAJAAN PERMUKIMAN
DENGAN PENDEKATAN PERILAKU DI JAKARTA PUSAT. Judul tersebut akan dijabarkan dan didefinisikan sebagai berikut: • Peremajaan Permukiman Peremajaan berasal dari kata remaja yang berarti muda. Menurut KBBI peremajaan berarti proses, cara, perbuatan meremajakan. Permukiman berasal dari kata mukim yang berarti tempat tinggal, kediaman, daerah, kawasan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) permukiman berarti daerah tempat bermukim. Jadi, yang dimaksud dengan peremajaan permukiman ialah suatu perbuatan untuk meremajakan suatu kawasan hunian agar menjadi lebih tertata dengan baik. • Pendekatan Perilaku Pendekatan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti metode untuk mencapai pengertian tentang masalah penelitian. Kata perilaku sendiri menunjukan manusia dalam aksinya, berkaitan dengan semua aktivitas manusia secara fisik; berupa interaksi manusia dengan sesamanya ataupun dengan lingkungan fisiknya. Jadi, pendekatan perilaku menekankan pada hubungan dialektik antara ruang dengan manusia dan masyarakat yang memanfaatkan atau yang menghuni ruang tersebut. Pendekatan tersebut menekankan pada perlunya memahami perilaku manusia serta masyarakat yang menghuni di daerah-daerah tertentu dalam memanfaatkan ruang.
• Jakarta Pusat
Jakarta Pusat adalah nama sebuah kota administrasi di pusat Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Pada zaman Hindia Belanda disebut Batavia Centrum. Jakarta Pusat adalah administrasi terkecil Provinsi DKI Jakarta. Menurut BPS provinsi DKI Jakarta, Jakarta Pusat merupakan kota terpadat pada tahun 2013 dengan kepadatan penduduk 18.924 jiwa/km² yang melebihi kepadatan penduduk ratarata DKI Jakarta, yakni 15.234 jiwa/km².
2.3
Tinjauan Umum Tinjauan umum ini menggambarkan penjelasan lingkup penelitian secara
garis besar atau secara umum. Teori-teori yang ada diharapkan dapat mendukung penelitian dan mungkin dapat diterapkan pada proyek ini. Adapun tinjauan umum yang akan dibahas dalam penelitian ini, antara lain:
2.3.1 Peremajaan Permukiman Menurut Danisworo (Swasti, 1998:17), peremajaan kota dapat diartikan sebagai salah satu pendekatan dalam proses perencanaan kota yang diterapkan untuk menata kembali suatu kawasan di dalam kota dengan tujuan untuk mendapatkan nilai tambah yang lebih memadai dari kawasan kota tersebut sesuai dengan potensi serta nilai ekonomi yang dimilikinya. Lingkungan permukiman adalah kawasan perumahan lengkap dengan sarana dan prasarana kebutuhan hidup sehari-hari serta merupakan bagian dari suatu kota (Dirjend Cipta Karya PU, IAP, 1997:60). Dalam Panudju (1999:181-182), peremajaan lingkungan permukiman merupakan bagian dari program peremajaan kota. Peremajaan lingkungan permukiman adalah pembongkaran sebagian atau seluruh permukiman kumuh yang sebagian besar atau seluruhnya berada di atas tanah negara dan selanjutnya ditempat sama dibangun prasarana dan fasilitas lingkungan, rumah susun serta bangunanbangunan lainnya sesuai dengan rencana tata ruang kota yang bersangkutan. Menurut Cipta Karya (1996:III-6) peremajaan lingkungan permukiman di kota merupakan proses penataan kembali kawasan kumuh perkotaan agar dapat dimanfaatkan secara optimal sebagai ruang kegiatan masyarakatnya. Proses tersebut terutama diterapkan pada kawasan permukiman yang dihuni oleh kelompok masyarakat kota berpenghasilan rendah.
Menurut Chapin (1965:311-312), kerusakan kawasan perkotaan terdiri atas dua macam, yaitu: 1. Kerusakan yang sederhana/ringan (simple form of urban blight), meliputi: kerusakan-kerusakan struktural, tidak ada fasilitas sanitasi, pemeliharaan lingkungan yang elementer kurang, penumpukan sampah, bau/bising, kekurangan fasilitas sosial, dan sebagainya. 2. Kerusakan kawasan kota yang kompleks/rumit (complex form of urban blight), meliputi: tata guna lahan yang campur aduk, pembagian dari blok-blok rumah dan jalan-jalan yang tidak praktis, kondisi yang tidak sehat, keadaan yang tidak aman serta membahayakan, dan sebagainya. Ada beberapa tindakan yang dapat dilakukan berkaitan dengan upaya peremajaan pada suatu lingkungan (Danisworo, 1998:8-13), yaitu: 1. Redevelopment Redevelopment atau pembangunan kembali adalah upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan terlebih dahulu melakukan pembongkaran sarana dan prasarana pada sebagian atau seluruh kawasan tersebut yang telah dinyatakan tidak dapat dipertahankan lagi kehadirannya. Biasanya, dalam kegiatan ini terjadi perubahan secara structural terhadap peruntukan lahan, profil sosial ekonomi, serta ketentuan-ketentuan pembangunan lainnya yang mengatur intensitas pembangunan baru. 2. Gentrifikasi Gentrifikasi merupakan upaya peningkatan vitalitas suatu kawasan kota melalui upaya peningkatan kualitas bangunan atau lingkungannya tanpa menimbulkan perubahan berarti terhadap struktur fisik kawasan tersebut. 3. Rehabilitasi Pada dasarnya merupakan upaya untuk mengembalikan kondisi suatu bangunan atau unsur-unsur kawasan kota yang telah mengalami kerusakan, kemunduran atau degradasi, sehingga dapat berfungsi kembali sebagaimana mestinya. 4. Preservasi Merupakan upaya untuk memelihara dan melestarikan lingkungan pada kondisinya yang ada dan mencegah terjadinya proses kerusakannya. 5. Konservasi Merupakan upaya untuk melestarikan, melindungi serta memanfaatkan sumber daya suatu tempat, seperti kawasan dengan kehidupan budaya dan tradisi yang
mempunyai arti, kawasan dengan kepadatan penduduk yang ideal, cagar budaya, hutan lindung dan sebagainya. 6. Resettlement Resettlement adalah proses pemindahan penduduk dari lokasi pemukiman yang sudah tidak sesuai dengan peruntukannya ke lokasi baru yang sudah disiapkan sesuai dengan rencana permukiman kota. Upaya yang cocok untuk diterapkan pada permukiman padat Tanah Abang ialah redevelopment. Redevelopment digunakan berdasarkan peraturan daerah khusus ibukota Jakarta nomor 1 tahun 2012 pasal 127 ayat (b), (c), dan (n) mengenai rencana pengembangan kawasan perumahan dan fasilitasnya. (b) peremajaan lingkungan di kawasan permukiman kumuh berat; (c) pengembangan kawasan perumahan vertikal untuk penyediaan perumahan bagi masyarakat golongan menengah-bawah yang dilengkapi prasarana dan sarana yang memadai; (n) pengembangan rencana kawasan permukiman disesuaikan dengan tingkat kepadatan lingkungan. Peremajaan
kota
dilakukan
dengan
pertimbangan
beberapa
faktor,
diantaranya adalah faktor ekonomi dan faktor non-ekonomi. Faktor pertimbangan ekonomi, menurut Richardson (Dritasto, dkk., 1998:69) ada dua hal yang mengakibatkan diperlukannya usaha peremajaan kota, yaitu: • Pertama, keadaan buruk perumahan penduduk berpenghasilan rendah di pusat kota • Kedua, adanya kebutuhan akan lokasi di pusat kota untuk kegiatan komersial maupun perumahan penduduk berpenghasilan tinggi Penanganan peremajaan yang akan dilakukan sangat ditentukan oleh Nilai Ekonomi Lokasi (N.E.L) dari kawasan yang akan diremajakan (jurnal Peremajaan Permukiman yang Bertumpu pada Masyarakat). Kawasan dengan N.E.L tinggi akan akan memiliki penanganan yang berbeda dengan kawasan yang memiliki N.E.L rendah. Pada kawasan dengan N.E.L tinggi umumnya lebih banyak melibatkan kegiatan komersial untuk mendukung pengembangan potensi yang ada di kawasan tersebut. Berikut tipologi peremajaan dan kecenderungan penanganannya:
Gambar 3 Tipologi Peremajaan dan Kecenderungan Penanganan Sumber: Jurnal Peremajaan Permukiman yang Bertumpu pada Masyarakat
Faktor pertimbangan non-ekonomi, menurut Balchin (Dritasto, dkk, 1998:70) yaitu adanya keuntungan dari segi sosial akibat perbaikan fisik, seperti peningkatan kesehatan masyarakat, berkurangnya bahaya kebakaran dan tindak kejahatan yang berkurang. Selain itu, menurut King (Dritasto, dkk, 1998:70) pertimbangan nonekonomi adalah dengan meningkatnya kenyamanan dan nilai estetis suatu bagian wilayah kota. Hal ini dapat menumbuhkan perasaan bangga bagi warganya.
2.3.2 Pendekatan Perilaku Perilaku Manusia Skinner merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar. Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skinner ini disebut teori “S-O-R” atau Stimulus– Organisme–Respon. Skinner membedakan perilaku menjadi dua, yakni: 1.
perilaku yang alami (innate behaviour), yaitu perilaku yang dibawa sejak organisme dilahirkan yang berupa refleks-refleks dan insting-insting.
2.
perilaku operan (operant behaviour) yaitu perilaku yang dibentuk melalui proses belajar. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku manusia, antara lain: a) genetika;
b) sikap (suatu ukuran tingkat kesukaan seseorang terhadap perilaku tertentu); c)
norma sosial (pengaruh tekanan sosial); d) kontrol perilaku pribadi (kepercayaan seseorang mengenai sulit tidaknya melakukan suatu perilaku).
Perilaku Dalam Arsitektur Arsitek adalah individu yang memiliki emosi, sikap, serta kognisi yang berbeda dengan manusia atau arsitek yang lainnya. Pada dasarnya, kerangka pendekatan studi perilaku menekankan bahwa latar belakang manusia seperti pandangan hidup, kepercayaan yang dianut, nilai, dan norma-norma yang dipegang akan menentukan perilaku seorang arsitek yang mencerminkan dalam karya mereka. Dalam arsitektur ada 4 yang perlu diperhatikan dalam proses pendekatannya yaitu sebagai berikut: 1. Interaksi Antara Manusia Dengan Lingkungan Lingkungan merupkan tempat manusia melakukan kegiatan, pada dasarnya bukan sekedar lingkungan fisik semata tetapi juga terdiri dari aspek non-fisik seperti psikologi. 2. Setting Perilaku Pelaku cenderung memilih tempat yang nyaman untuk beraktifitas. Tempat adanya hubungan timbal balik antara individu pelaku dengan sistem perilaku, yaitu adanya kontribusi individu pelaku dalam mewujudkan setting perilakunya. 3. Perilaku Spasial Perilaku spasial adalah tindakan atau langkah manusia dalam melaksanakan kegiatan dalam memanfaatkan lingkungan yang ada (Lang, 1987). 4. Hubungan Perilaku Manusia Dengan Lingkungan Hubungan yang terjadi antara manusia dan lingkungan disebut dengan persepsi, sebuah persepsi akan muncul jika salah satu unsur tidak ada. Aspek yang sangat berpengaruh dalam interaksi tersebut adalah budaya (berkaitan dengan kebiasaan dan kecenderungan dalam melakukan suatu kegiatan). Arsitektur perilaku adalah arsitektur yang penerapannya selalu menyertakan pertimbangan-pertimbangan perilaku dalam perancangan, diantaranya pada hasil penelitian di dalam bidang psikologi arsitektur atau psikologi lingkungan. Menurut Donna P. Duerk dalam bukunya yang berjudul Architectural Programming dijelaskan bahwa manusia dan perilakunya adalah bagian dari keseluruhan sistem yang mencakup tempat dan lingkungan, sehingga perilaku dan lingkungan tidak dapat dipisahkan secara empiris. Artinya, perilaku manusia selalu
terjadi di tempat dan mereka tidak dapat sepenuhnya dievaluasi tanpa mempertimbangkan pengaruh lingkungan. 1. Lingkungan Yang Mempengaruhi Perilaku Manusia Orang cenderung menduduki suatu tempat yang biasanya diduduki meskipun tempat tersebut bukan tempat duduk. Misalnya: susunan anak tangga didepan rumah. 2. Perilaku Manusia Yang Mempengaruhi Lingkungan Pada saat orang cenderung memilih jalan pintas yang dianggapnya terdekat dari pada melewati pedestrian yang memutar. Sehinga orang tersebut tanpa sadar telah membuat jalur sendiri meski telah disediakan pedestrian. Menurut Y.B. Mangun Wijaya dalam buku Wastu Citra. Arsitektur berwawasan perilaku adalah Arsitektur yang manusiawi, yang mampu memahami dan mewadahi perilaku-perilaku manusia yang ditangkap dari berbagai macam perilaku, baik itu perilaku pencipta, pemakai, pengamat juga perilaku alam sekitarnya. Disebutkan pula bahwa Arsitektur adalah penciptaan suasana, perkawinan guna dan citra. 1. Perilaku manusia didasari oleh pengaruh sosial budaya yang juga mempengaruhi terjadinya proses arsitektur. 2. Perilaku manusia yang dipengaruhi oleh kekuatan religi dari pengaruh nilai-nilai kosmologi. 3. Perilaku alam dan lingkungan mendasari perilaku manusia dalam ber-arsitektur. 4. Dalam ber-arsitektur terdapat keinginan untuk menciptakan perilaku yang lebih baik. Menurut Garry T. More dalam buku Introduction to Architecture, istilah perilaku diartikan sebagai suatu fungsi dari tuntutan-tuntutan organisme dalam dan lingkungan sosio-fisik luar. Pengkajian lingkungan-perilaku menurut Garry T. More terdiri atas definisi-definisi berikut: 1. Meliputi penyelidikan sistematis tentang hubungan-hubungan antara lingkungan dan perilaku manusia dan penerapannya dalam proses perancangan. 2. Pengkajian lingkungan-perilaku dalam Arsitektur mencakup lebih banyak dari pada sekedar fungsi. 3. Meliputi unsur-unsur keindahan estetika, dimana fungsi berkaitan dengan perilaku dan kebutuhan oang, estetika berkaitan dengan pilihan dan pengalaman.
4. Jangkauan faktor perilaku lebih mendalam, pada psikologi si pemakai bangunan, kebutuhan interaksi kemasyarakatan, perbedaan-perbedaan sub budaya dalam gaya hidup dan makna serta simbolisme bangunan. 5. Pengkajian lingkungan-lingkungan juga meluas ke teknologi, agar isyarat-isyarat arsitektur dapat memberikan penampilan kemantapan atau perlindungan.
Faktor Dalam Prinsip Perilaku Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam prinsip-prinsip perilaku pengguna bangunan (Snyder, James C, 1989) antara lain: 1. Kebutuhan Dasar a. Physicological need merupakan kebutuhan dasar manusia yang bersifat fisik. Misalnya makan, minum, berpakaian dan lain-lain. b. Safety need, kebutuhan akan rasa aman terhadap diri dan lingkungan baik secara fisik maupun psikis, secara fisik seperti rasa aman dari panas, hujan dan secara psikis seperti aman dari rasa malu, aman dari rasa takut dan sebagainya. c. Affiliation need, kebutuhan untuk bersosialisasi, berinteraksi dan berhubungan dengan orang lain. d. Cognitive/Aesthetics need, kebutuhan untuk berkreasi, berkembang, berpikir dan menambah pengetahuan dalam menentukan keindahan yang dapat membentuk pola perilaku manusia. 2. Usia: balita, anak-anak, remaja, dewasa, manula 3. Jenis Kelamin Perbedaan
jenis
kelamin
akan
mempengaruhi
perilaku
manusia
dan
mempengaruhi dalam proses perancangan atau desain. Misalnya pada kebutuhan ruang antara pria dan wanita pasti akan memiliki kebutuhan ruang yang berbedabeda. 4. Kelompok Pengguna Perbedaan kelompok pengguna dapat pertimbangan dalam perancangan atau desain, karena tiap bangunan memiliki fungsi dan pola yang berbeda karena faktor pengguna tersebut. Misalnya gedung futsal dengan gedung tennis tidak dapat disamakan karena kelompok penggunanya yang berbeda. 5. Kemampuan Fisik Tiap individu memiliki kemampuan fisik yang berbeda-beda, dipengaruhi pula oleh usia dan jenis kelamin. Umumnya kemampuan fisik berkaitan degan kondisi
dan kesehatan tubuh manusia. Orang yang memiliki keterbatasan fisik atau cacat tubuh seperti berkursi roda, buta, tuli, dan cacat tubuh lainnya harus menjadi bahan pertimbangan dalam desain atau perancangan. 6. Antropometrik Adalah proporsi dan dimensi tubuh manusia dan karakteristik fisiologis lainnya dan kesanggupan-kesanggupan relatif terhadap kegiatan manusia yang berbedabeda dan mikro lingkungan. Misalnya, tinggi meja dan lemari yang disesuaikan dengan pengguna.
2.3.3 Rumah Susun Pengertian Rumah Susun Pada pasal 1 ayat (1) Undang Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun, rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masingmasing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama. Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 60/PRT/1992tentang Persyaratan Teknis Pembangunan Rumah Susun, pengertian dan pembangunan rumah susun adalah: 1) Lingkungan rumah susun adalah sebidang tanah dengan batas-batas yang jelas, di atasnya dibangun rumah susun termasuk prasarana dan fasilitasnya secara keseluruhan merupakan tempat permukiman. 2) Satuan lingkungan rumah susun adalah kelompok susun yang terletak pada tanah bersama sebagai salah satu lingkungan yang merupakan satu kesatuan sistem pelayanan pengelolaan. 3) Prasarana lingkungan rumah susun adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan yang memungkinkan rumah susun dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
Tujuan Penyelenggaraan Rumah Susun Berdasarkan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun pasal 3, Penyelenggaraan rumah susun bertujuan untuk: a. Menjamin terwujudnya rumah susun yang layak huni dan terjangkau dalam lingkungan yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan serta menciptakan
permukiman yang terpadu guna membangun ketahanan ekonomi, sosial, dan budaya. b. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemanfaatan ruang dan tanah, serta menyediakan ruang terbuka hijaudi kawasan perkotaan dalam menciptakan kawasan permukiman yang lengkap serta serasi dan seimbang dengan memperhatikan prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. c. Mengurangi luasan dan mencegah timbulnya perumahan dan permukiman kumuh. d. Mengarahkan pengembangan kawasan perkotaan yang serasi, seimbang, efisien, dan produktif. e. Memenuhi kebutuhan sosial dan ekonomi yang menunjang kehidupan penghuni dan masyarakat dengan tetap mengutamakan tujuan pemenuhan kebutuhan perumahan dan permukiman yang layak, terutama bagi MBR. f. Memberdayakan para pemangku kepentingan di bidang pembangunan rumah susun. g. Menjamin terpenuhinya kebutuhan rumah susun yang layak dan terjangkau, terutama bagi MBR dalam lingkungan yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan dalam suatu sistem tata kelola perumahan dan permukiman yang terpadu. h. Memberikan kepastian hukum dalam penyediaan, kepenghunian, pengelolaan, dan kepemilikan rumah susun.
Klasifikasi Rumah Susun Berdasarkan Ketentuan Umum pada Pasal 1 Undang-undang nomor 20 tahun 2011 tentang Rumah Susun, Presiden Republik Indonesia, 2011, ada 4 tipe rusun yaitu sebagai berikut: • Rumah susun umum adalah rumah susun yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah. • Rumah susun khusus adalah rumah susun yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan khusus. • Rumah susun negara adalah rumah susun yang dimiliki Negara dan berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian, sarana pembinaan keluarga, serta penunjang pelaksanaan tugas pejabat dan/atau pegawai negeri.
• Rumah susun komersial adalah rumah susun yang diselenggarakan untuk mendapatkan keuntungan. Menurut
PERMENPUNO
60/PRT/1992
tentang
Persyaratan
Teknis
Pembangunan Rusuna, rusun diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Berdasarkan Fungsi: - Rumah Susun Hunian Rumah susun yang seluruhnya berfungsi sebagai tempat tinggal - Rumah Susun Bukan Hunian Rumah susun yang seluruhnya berfungsi sebagai tempat usaha dan atau kegiatan sosial - Rumah Susun Campuran Rumah susun yang sebagian berfungsi sebagai tempat tinggal dan sebagian lainnya berfungsi sebagai tempat usaha dan atau kegiatan sosial 2. Berdasarkan Sistem Pengolahan - Rumah Susun Sewa Dikelola oleh pengelola profesional, hak milik pembeli yang kemudian disewakan dalam jangka waktu panjang - Rumah Susun Milik Dikelola oleh perhimpunan penghuni setelah seluruh unit terjual, hak milik pribadi Rumah susun di Indonesia dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu sebagai berikut: 1. Rumah Susun Sederhana (Rusuna), pada umumnya dihuni oleh golongan yang kurang mampu. Biasanya dijual atau disewakan oleh Perumnas (BUMN). Misalnya Rusuna Klender di Pasar Jumat, Lebak Bulus, Jakarta. 2. Rumah Susun Menengah (Apartemen), biasanya dijual atau disewakan oleh Perumnas atau Pengembang Swasta kepada masyarakat konsumen menengah ke bawah. Misalnya, Apartemen Taman Rasuna Said, Jakarta Selatan. 3. Rumah Susun Mewah (Condominium), selain dijual kepada masyarakat konsumen menengah ke atas juga kepada orang asing atau expatriate oleh Pengembang Swasta. Misalnya: Casablanca, Jakarta.
Karakteristik Rumah Susun Berdasarkan peraturan pemerintah, karakteristik rumah susun di Indonesia memiliki ketetapan standar sebagi berikut (Teddy, 2010 : 11) :
1) Satuan Rumah Susun • Mempunyai ukuran standar minimum 18 m², lebar muka minimal 3 meter. • Dapat terdiri dari satu ruang utama (ruang tidur) dan ruang lainruang penunjang) di dalam dan/atau diluar ruang utama. • Dilengkapi dengan sistem penghawaan dan pencahayaan yang cukup, sistem evakuasi penghuni yang menjamin kelancaran dan kemudahan, serta penyediaan daya listrik yang cukup, serta sistem pemompaan air. • Batas pemilikan satuan rumah susun dapat berupa ruang tertutup dan/atau sebagian terbuka dan/atau ruang terbuka. 2) Benda Bersama Benda bersama dapat berupa prasaran lingkungan dan fasilitas lingkungan. 3) Bagian Bersama Bagian bersama dapat berupa ruang untuk umum, struktur, dan kelengkapan rumah susun, prasarana lingkungan dan fasilitas lingkungan yang menyatu dengan bangunan rumah susun. 4) Prasarana Lingkungan Berupa jalan setapak, jalan kendaraan sebagai penghubung antar bangunan rumah susun atau keluar lingkungan rumah susun, tempat parkir, utilitas umum yang terdiri dari jaringan air limbah, sampah, pemadam kebakaran, listrik, gas, telepon, dan alat komunikasi lainnya. 5) Fasilitas Lingkungan Lingkungan rumah susun harus dilengkapi fasilitas perniagaan dan perbelanjaan, lapangan tebuka, kesehatan, pendidikan, peribadatan, pelayanan umum, serta pertanaman. Tipe unit rumah susun juga beragam. Kisaran luas unit rumah susun pada umumnya minimum 18 m² dan maksimum 50 m². Berikut tabel tipe unit rumah susun dan fasilitasnya: Tabel 2 Tipe Unit Rusun Tipe Unit Tipe 18 m² Tipe 21 m² Tipe 24 m² Tipe ini biasanya untuk keluarga muda atau seseorang yang belum memliki keluarga
Fasilitas - 1 kamar tidur - ruang tamu/keluarga - kamar mandi - dapur/pantry
Tipe Unit Tipe 30 m² Tipe 36 m² Tipe 42 m² Tipe 50 m² Tipe ini untuk keluarga yang sudah memiliki anak
Fasilitas - 2 kamar tidur - ruang tamu/keluarga - kamar mandi - dapur/pantry - ruang makan
Sumber: Rosfian (2009)
Lingkungan rumah susun harus dilengkapi dengan fasilitas lingkungan yang dapat berupa ruang atau bangunan. Jenis fasilitas lingkungan yang pokok berada di lingkungan rumah susun ada 6 jenis seperti yang tertera pada tabel.
No 1
2 3
4 5
6
Tabel 3 Fasilitas Lingkungan Rusun Jenis Fasilitas Yang Tersedia Fasilitas Niaga - warung - toko-toko perdagangan - pusat perbelanjaan Fasilitas Pendidikan - ruang belajar untuk anak-anak usia sekolah Fasilitas Kesehatan - posyandu - balai pengobatan - apotek Fasilitas Peribadatan - musholla - masjid Kecil Fasilitas Pelayanan - kantor RT Umum - kantor RW - pos siskamling - telepon umum - gedung serba guna Ruang Terbuka - taman - tempat bermain - lapangan olahraga - peralatan usaha - sirkulasi - parkir Sumber: Standar Nasional Indonesia 2003
2.4
Tinjauan Khusus Tinjauan khusus ini merupakan penjelasan lingkup penelitian secara
mendetail atau spesifik sesuai dengan proyek penelitian ini. Teori-teori yang ada diharapkan dapat mendukung penelitian dan mungkin dapat diterapkan pada proyek ini. Adapun tinjauan khusus yang akan dibahas dalam penelitian ini, antara lain:
2.4.1 Landed House Landed House adalah bangunan rumah yang bagian huniannya berada langsung di atas permukaan tanah atau dibangun secara horizontal di atas permukaan tanah. Bangunan rumah terdiri dari 1 lantai atau 2 lantai, dengan kepemilikan dan dihuni oleh pihak yang sama. Berdasarkan SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan dan Suparno (2006), landed house dapat digolongkan berdasarkan wujud arsitektural dan perletakkan unit rumah dan berdasarkan luas rumah dan keterjangkauan harga atau daya beli masyarakat. Landed house berdasarkan wujud arsitektural dan perletakan unit rumah diklasifikasikan sebagai berikut: rumah tunggal, rumah gandeng dua (couple), dan rumah deret. Landed house berdasarkan luas rumah dan keterjangkauan harga atau daya beli masyarakat diklasifikasikan sebagai berikut: rumah sederhana, rumah menengah, dan rumah mewah. Tabel 4 Landed House Berdasarkan Luas dan Harga
Sumber: Suparno Sastra M. (2206) dan Data Perumahan yang Diolah
Masyarakat Indonesia, terutama di ibukota, dinilai masih menyukai landed house sebagai pilihan investasi properti mereka. Kenyamanan masih menjadi keunggulan landed house yang membuat konsumen menentukan pilihannya. Menurut Aan selaku Direktur Era Real Institute Indonesia, konsumen Era mengatakan lebih memilih landed house karena dinilai lebih aman dan nyaman bagi mereka. Selain itu, para konsumen juga mengatakan landed house mudah dijualbelikan di masa depan. Berikut ini kelebihan tinggal di rumah tapak atau landed house: 1. Dari tingkat kenyamanan, rumah tapak lebih nyaman dibandingkan dengan apartemen, salah satu kelebihan rumah tapak ialah Anda bisa memiliki teras, halaman belakang bahkan taman anda sendiri. Selain itu, dari segi bangunan, rumah tapak lebih aman. 2. Jika dikemudian hari Anda memiliki rencana dan dana untuk melakukan perluasan bangunan kebagian depan, atau ke belakang, atau mungkin menambah lantai hal ini sangat mungkin dilakukan.
3. Rumah tapak lebih mudah untuk dijadikan jaminan utang di Bank 4. Tingkat sosialisasi lebih tinggi. Disamping kelebihan-kelebihan yang telah disebutkan di atas, ada juga kekurangan-kekurangan tinggal di rumah tapak atau landed house. Adapun kekurangan tinggal di rumah tapak ialah: 1. Keamanan yang kurang terjamin 2. Tingkat privasi yang rendah 3. Pada zaman sekarang sulitnya mendapatkan hunian rumah tapak di lokasi yang strategis. 4. Fasilitas yang ada hanya sebatas untuk hunian, tidak selengkap di perumahan vertikal.
2.4.2 Vertical House Rumah Vertikal adalah rumah bertingkat banyak atau dibangun secara vertikal dan biasa disebut rumah susun (rusun). Bangunan rumah ini terdiri dari < 2 lantai dimana setiap lantainya terdiri dari beberapa hunian dengan kepemilikan dan dihuni oleh pihak yang berbeda, selain itu juga terdapat ruang serta fasilitas bersama untuk mengakomodasi kegiatan dari penghuninya. Minat keluarga dan eksekutif muda untuk tinggal di hunian vertikal seperti rusun, apartemen, atau kondominium semakin meningkat. “Tinggal di hunian vertikal memang sudah mengalami pergeseran. Jika sebelumnya banyak dilakukan kalangan atas kini mulai mengalami pergeseran ke kalangan menengah,” kata Ketua Umum Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Rumah Susun Indonesia Madani (P3RISMA) dikutip dari tribunnews.com.
Gambar 4 Perbandingan Landed House dan Vertical House Sumber: www.dsecretgarden.com Diakses Pada 19 Oktober 2015
Penyebab terjadinya pergeseran kalangan muda untuk tinggal di hunian vertikal atau apartemen dan sejenisnya antara lain disebabkan oleh terbatas dan tingginya harga lahan untuk mendirikan rumah tapak di daerah perkotaan. Ditambah lagi penghuni bangunan ini juga tidak perlu direpotkan untuk mengurus taman,
sarana pembuangan, air, dan kemanan karena semua sudah ada pengelola yang bertanggung jawab untuk mengurusnya. Berikut ini kelebihan tinggal di perumahan vertikal atau vertical house: 1.
Jika Anda menginginkan privasi, vertical house adalah hunian yang tepat karena tingkat privasinya terjaga.
2.
Tingkat keamanannya lebih tinggi dibandingkan dengan rumah tapak.
3.
Hampir seluruh vertical house didirikan di daerah strategis atau di pusat kota.
4.
Fasilitas yang lebih memadai dibandingkan dengan rumah tapak. Disamping kelebihan-kelebihan yang telah disebutkan di atas, ada juga
kekurangan-kekurangan tinggal di perumahan vertikal atau vertical house. Adapun kekurangan tinggal di perumahan vertikal (rusun) ialah: 1. Tingkat sosialisasi lebih rendah. 2. Kurangnya kenyamanan karena biasanya luasan unit hunian yang lebih sempit dibandingkan rumah tapak. 3. Tidak bisa menambah lantai atau memperluas unit hunian. 4. Resiko gempa dan kebakaran yang lebih berbahaya karena proses evakuasi yang lebih sulit ketimbang rumah tapak.
2.4.3 Karakteristik Suku Betawi Berdasarkan artikel yang ditulis oleh Derry Ardyan dalam website kompasiana.com yang berjudul Kelakuan Orang Betawi. Masyarakat suku Betawi ialah warga asli Jakarta yang masih memegang kukuh terhadap keyakinan dan pandangan hidup yang mereka anut.
Gambar 5 Orang Betawi Sumber: www.orbitdigital.net Diakses Pada 20 Oktober 2015
Kejujuran dan keterbukaan dalam masyarakat Betawi merupakan hal yang sangat esensial dan tampak dalam keseharian mereka, seperti terlihat dalam komunikasi mereka sehari-hari. Keterbukaan masyarakat Betawi menghadirkan rasa
toleransi yang tinggi mereka terhadap kaum pendatang. Hal inilah yang membuat para pendatang betah hidup di Jakarta karena keramahan penduduk aslinya. Orang Betawi ialah orang yang menghormati adat istiadat mereka dan sangat religius. Dalam masyarakat Betawi, adat istiadat mereka jalani secara konsekuen. Hampir seluruh adat istiadat masyarakat Betawi diwarnai oleh agama Islam. Berdasarkan artikel yang ditulis dalam website kebudayaanindonesia.net yang berjudul Sistem Kekerabatan Suku Betawi. Masyarakat suku Betawi memiliki jiwa sosial yang tergolong sangat tinggi walaupun terkadang dalam beberapa hal terlalu berlebih dan cenderung tendesius atau fanatik. Moto hidup orang Betawi yang senang dengan hal-hal yang mudah atau tidak mau repot membuat mereka tidak ambil pusing soal beberapa polemik.
2.5
Studi Banding Studi banding ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran contoh-contoh
peremajaan permukiman yang sudah pernah dilakukan di berbagai daerah lainnya, untuk mengetahui variabel-variabel dalam peremajaan permukiman dengan pendekatan perilaku. Namun karena lokasinya terlalu jauh, maka tidak dilakukan survei secara langsung tetapi berdasarkan literatur dari internet. Studi banding Dharavi, Mumbai, India dilakukan studi literatur secara online dari jurnal Contested Urbanism in Dharavi karya Camillo Boano; William Hunter; dan Caroline Newton, jurnal Dharavi Informal Settlements & Slum Upgrading oleh Scout Morris; Kim Dovey; dan Richard Tomlinson, dan jurnal Dharavi Evolution karya HOK Planning Group, serta dari website www.theguardian.com yang membahas tentang Redevelop Dharavi Slum. Studi banding Kali Jagir, Surabaya, Indonesia dilakukan studi literatur secara online dari jurnal yang berjudul Rumah Susun Kali Jagir di Surabaya karya Agung Suryajaya Putra.
2.5.1 Dharavi, Mumbai, India Dharavi merupakan gerbang masuk ke kota Mumbai, India. Melihat letaknya yang strategis, banyak pengusaha (RE) yang berinvestasi di sana tanpa mengenali atau mempelajari karakteristik warga lokal. Disamping itu, banyak juga masyarakat yang mendirikan rumah-rumah ilegal di Dharavi sehingga menciptakan suatu
permukiman yang kumuh. Hal inilah yang menyebabkan pemandangan sangat kontras antara permukiman kumuh dan bangunan tinggi di Dharavi.
Gambar 6 Kontras Bangunan Tinggi dan Gubuk di Dharavi Sumber: Jurnal Terkait
Kondisi eksisting permukiman di Dharavi sangatlah kumuh, dengan jumlah penduduk yang sangat banyak yaitu sekitar 900.000 jiwa dan kepadatan penduduk 5 jiwa/m². Sebagian besar tinggal di lingkungan kumuh yang biasa disebut slum structures.
Gambar 7 Permukiman Kumuh di Dharavi Sumber: Jurnal Terkait
Konsep peremajaan dilakukan berdasarkan penelitian nuansa sosial dan budaya warga lokal dengan co-create kehidupan jalanan dalam meng-upgrade hunian, tempat kerja, dan area komunal.
Oleh karena itu, tidak cocok apabila membangun gedung tinggi atau tower sebagai hunian warga Dharavi. Namun karena keterbatasan lahan, tidak ada pilihan selain membangun ke atas sekitar 3-5 lantai untuk memenuhi kapasitas penduduk.
Gambar 8 Perumahan Vertikal Bukan Tower Sumber: Jurnal Terkait
Bangunan hunian 3-5 lantai masih cocok bagi warga lokal karena masih dapat mempertahankan kehidupan jalanan yang dapat bersosialisasi secara luas. Dalam melakukan peremajaan terdapat beberapa panduan atau prinsip peremajaan kawasan Dharavi:
Gambar 9 Prinsip Peremajaan Dharavi Sumber: Jurnal Terkait
Berdasarkan prinsip peremajaan yang telah disebutkan, berikut langkahlangkah yang dilakukan dalam penelitian:
Gambar 10 Langkah-langkah Penelitian Sumber: Jurnal Terkait
Langkah pertama yang dilakukan ialah mengenali karakteristik masyarakat sekitar, ke-dua mengambil sample sebagai perwakilan, ke-tiga mendistribusikan antara hunian dan komersial atau kegaitan keseharian dan kegiatan ekonomi, keempat mendefiniskan kembali fungsi-fungsi kegiatannya, ke-lima merelokasi sesuai dengan zonasinya, ke-enam menambahkan hal-hal baru yang positif untuk perkembangan kawasan tersebut. Lingkungan kumuh terasa dari gang-gang sempit permukiman, dimana hal ini menyebabkan rumah-rumah kurang maksimal mendapatkan sinar matahari, terutama pada lantai dasar. Berikut foto-foto dan ilustrasi kondisi eksisting gang sempit di Dharavi:
Gambar 11 Gang-gang sempit di Dharavi Sumber: Jurnal Terkait
Gang-gang sempit tersebut memberi kesan kumuh dan kurangnya sinar matahari yang masuk ke dalam rumah. Menjawab permasalahan tersebut, peremajaan permukiman dilakukan dengan melebarkan jalan lingkungan permukiman sehingga mendapatkan sinar matahari lebih banyak. Jalan yang lebih lebar ini juga dapat menjadi area komunal yang mendukung kehidupan jalan di permukiman, seperti anak-anak yang bermain kriket ataupun warga yang bersosialisasi
Gambar 12 Laneways Setelah Dilebarkan Sumber: Jurnal Terkait
Warga biasa mencuci dan menjemur di teras rumah mereka, ada pula yang melakukannya di tanah lapang yang dijadikan area komunal untuk mencuci dan menjemur bersama. Hal ini terjadi karena ketidaktersediaan ruang cuci jemur di rumah mereka.
Gambar 13 Kondisi Cuci Jemur di Dharavi Sumber: Jurnal Terkait
Anak-anak bermain di jalanan lingkungan sekitar rumah, karena tidak adanya fasilitas lapangan atau taman untuk bermain.
Gambar 14 Anak-anak Bermain Sumber: Jurnal Terkait
Setelah dilakukan peremajaan, anak-anak dapat bermain di lapangan yang telah disediakan sebagai fasilitas bersama.
Gambar 15 Lapangan Sumber: Jurnal Terkait
Warga menggunakan bangunan sekolah untuk bermusyawarah karena ketidaktersediaan fasilitas balai warga pada permukiman tersebut. Sedangkan dalam bersosialisasi sehari-hari warga melakukannya di lingkungan sekitar rumah, seperti di jalan atau pasar.
Gambar 16 Warga Bermusyawarah Sumber: Jurnal Terkait
Konsep desain untuk area komunal terdapat di beberapa titik, baik di dalam bangunan, maupun outdoor atau di tapak. Sehingga warga dapat bersosialisasi di tempat yang sudah tersedia dengan nyaman.
Gambar 17 Konsep Area Komunal Sumber: Jurnal Terkait
Banyak warga yang memanfaatkan rumahnya untuk membuka usaha seperti toko kelontong ataupun industri rumahan.
Gambar 18 Komersial Pada Hunian Sumber: Jurnal Terkait
Komersial pada hunian yang sifatnya tidak mengganggu atau bahkan dibutuhkan seperti toko kelontong tetap ada setelah proses peremajaan. Namun, kegiatan industri direlokasi ke area yang terpisah dengan hunian. Pada kawasan tersebut juga terdapat pasar tradisional yang bersifat horizontal. Melihat dari perilaku tersebut, dilakukan penambahan area komunal baru yaitu community node yang diletakkan di tepi kereta api yang dihubungkan oleh jembatan bagi pedestrian.
Gambar 19 Pasar dan Community Node Sumber: Jurnal Terkait
Ciri khas fisik rumah-rumah di Dharavi ialah tangga yang diletakkan di depan rumah untuk menuju ke lantai atas karena kurangnya lahan untuk menyediakan tangga yang nyaman di dalam rumah. Serta overhangs, rumah yang lebih dari 1
lantai, lantai atasnya menjorok ke muka jalan yang digunakan sebagai balkon atau tempat meletakkan tangga.
Gambar 20 Tangga dan Overhangs Sumber: Jurnal Terkait
Selain ciri tersebut, permukiman di Dharavi termasuk permukiman tumbuh karena terus berkembang baik secara horizontal ataupun vertikal. Masyarakat membangun platform mereka sendiri. Berikut ilustrasi pertumbuhan rumah mereka:
Gambar 21 Pertumbuhan Rumah Dharavi Sumber: Jurnal Terkait
Berdasarkan perilaku masyarakat yang suka membangun platform mereka sendiri, terciptalah konsep desain hunian berkembang yang tumbuh seiring dengan kebutuhan masyarakat.
Gambar 22 House Transformation Sumber: Jurnal Terkait
Berdasarkan konsep desain dan transformasi bentuk hunian yang telah dijabarkan sebelumnya, inilah hasil desain peremajaan permukiman Dharavi secara keseluruhan.
Gambar 23 Hasil Desain Dharavi Sumber: Jurnal Terkait
2.5.2 Kali Jagir, Surabaya, Indonesia Permukiman kumuh di bantaran kali Jagir merupakan permukiman ilegal yang dibangun oleh para pendatang dampak dari arus urbanisasi dan keterbatasan lahan. Sebelumnya kawasan tersebut ialah lahan kosong yang ditujukan untuk penghijauan pada bantaran kali.
Gambar 24 Permukiman Kumuh Kali Jagir Sumber: Jurnal Terkait
Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode pendekatan perilaku dengan pendalaman infill design. Penelitian perilaku dibagi menjadi 2 yaitu: perilaku keluarga yang menentukan desain unit hunian dan perilaku komunitas yang menentukan ruang bersama di dalam rusun. Biasanya warga kali Jagir memanfaatkan kali untuk mencuci pakaian, kemudian menjemurnya di teras depan rumah mereka. Hal ini dikarenakan ketidaktersediaan MCK pribadi di dalam rumah mereka.
Gambar 25 Warga Mencuci di Kali dan Menjemur di Teras Sumber: Jurnal Terkait
Anak-anak biasa bermain di lorong kampung atau di jalanan, lahan kosong sekitar permukiman. Rusun akan dilengkapi dengan area bermain untuk anak berupa lapangan dan taman. Area ini diletakkan di tengah agar dapat dinikmati oleh semua penghuni rusun dan juga berfungsi sebagai view.
Gambar 26 Area Bermain dan Taman Vertikal di Rusun Sumber: Jurnal Terkait
Warga bersosialisasi di lingkungan sekitar rumah mereka, di jalanan dan pinggir kali. Ketika bermusyawarah warga berkumpul di pos RW. Di rusun nanti akan disediakan balai warga yang berarsitektural Jawa, yaitu Pendapa.
Gambar 27 Musyawarah Warga dan Desain Pendapa di Rusun Sumber: Jurnal Terkait
Warga juga kerap bersosialisasi dalam kegiatan yang religius, seperti shalat berjamaah di Musholla, karena sebagian besar warga beragama Islam. Perilaku komunitas seperti ini mendapat perhatian khusus dengan adanya Musholla pada rusun untuk fasilitas bersama.
Gambar 28 Desain Musholla di Rusun Sumber: Jurnal Terkait
Selain berfungsi sebagai hunian, pada permukiman tersebut juga terdapat kegiatan perekonomian, seperti: toko kelontong, makan, bengkel, dll. Warga membuka tempat usaha di depan rumah mereka sendiri.
Gambar 29 Tempat Usaha di Permukiman Sumber: Jurnal Terkait
Perilaku
berdagang
ini
tetap
dipertahankan
walaupun
permukiman
diremajakan menjadi rusun. Namun, perletakan tempat usahanya ditata agar tidak menyebar dan tidak mengganggu kenyamanan penghuni lainnya.
Gambar 30 Fasilitas Unit Usaha Bersama di Rusun Sumber: Jurnal Terkait
Berdasarkan pendalaman penelitian yaitu konsep infill design diterapkan pada unit hunian yang berisi 4-5 orang. Yaitu dapat memilih memiliki balkon atau tidak bagi unit yang berisi 4 orang, namun juga berisi 5 orang, space tersebut digunakan untuk kamar tidur tambahan.
Gambar 31 Konsep Infill Design Sumber: Jurnal Terkait
Berdasarkan konsep desain dan analisa yang telah dijabarkan sebelumnya, inilah hasil desain peremajaan permukiman kumuh kali Jagir secara keseluruhan.
Gambar 32 Hasil Desain Kali Jagir Sumber: Jurnal Terkait