BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Peluang
Peluang adalah suatu nilai untuk mengukur tingkat kemungkinan terjadinya suatu peristiwa (event) akan terjadi di masa mendatang yang hasilnya tidak pasti (uncertain event). Peluang dinyatakan antara 0 (nol) sampai 1 (satu) atau dalam persentase. Peluang 0 menunjukkan peristiwa yang tidak mungkin terjadi, sedangkan peluang 1 menunjukkan peristiwa yang pasti terjadi. P(A) = 0,99 artinya probabilitas bahwa kejadian A akan terjadi sebesar 99 % dan peluang A tidak terjadi adalah sebesar 1%.
Ada tiga hal penting dalam rangka membicarakan peluang, yaitu percobaan (experiment), ruang sampel (sample space), kejadian (event), dan titik sampel (sample point).
Percobaan (experiment) adalah pengamatan terhadap beberapa aktivitas atau proses yang memungkinkan timbulnya paling sedikit 2 (dua) peristiwa tanpa memperhatikan peristiwa mana yang akan terjadi.
Ruang sampel (sample space) atau semesta (universe) merupakan himpunan dari semua hasil (outcome) yang mungkin dari suatu percobaan (experiment). Jadi ruang sampel adalah seluruh kemungkinan peristiwa yang akan terjadi akibat adanya suatu percobaan atau kegiatan.
Kejadian (event) adalah kumpulan dari satu atau lebih hasil yang terjadi pada sebuah percobaan atau kegiatan. Kejadian menunjukkan hasil yang terjadi dari suatu percobaan. Dalam setiap percobaan atau kegiatan hanya ada satu hasil. Pada kegiatan jual beli saham, kalau tidak membeli berarti menjual. Pada perubahan harga terjadi inflasi atau deflasi. Dua peristiwa tersebut tidak dapat terjadi bersamaan.
Besarnya nilai kemungkinan bagi munculnya suatu kejadian adalah selalu diantara 0 (nol) dan 1 (satu). Pernyataan ini dapat ditulis sebagai 0 ≤ P(A) ≤ 1, dimana P(A) menyatakan nilai kemungkinan bagi munculnya kejadian A. Jika suatu percobaan dapat menghasilkan N macam hasil yang berkemungkinan sama (equally likely) dan jika tepat terdapat sebanyak n hasil yang berkaitan dengan kejadian A, maka peluang kejadian A adalah :
P( A) =
n N
(2.1)
Titik sampel (sample point) merupakan tiap anggota atau elemen dari ruang sampel. Jika suatu operasi dapat dilakukan dengan n1 cara, dan bila untuk setiap cara ini operasi kedua dapat dilakukan dengan n2 cara, dan bila untuk setiap cara ini operasi ketiga dapat dilakukan dengan n3 cara, dst, maka deretan k operasi dapat dilakukan dengan n1,n2,...,nk cara. Dalam penelitian ini akan dibahas teori peluang bersyarat dan peluang dua peristiwa yang saling bebas, sebagai berikut :
2.1.1 Peluang Bersyarat
Jika A dan B adalah dua buah peristiwa yang di bentuk dari ruang sampel S, maka peluang bersyarat dari A diberikan B didefenisikan sebagai :
P( A | B) =
P( A ∩ B) Dengan 0 ≤ P(A) ≤ 1 P( B)
(2.2)
Dalam hal ini, P( A | B ) adalah perhitungan peluang peristiwa A, apabila peristiwa B sudah terjadi. Atau dapat dinyatakan bahwa peluang peristiwa A dan B kedua-duanya terjadi sama dengan peluang peristiwa B terjadi dikalikan dengan peluang peristiwa A terjadi apabila peristiwa B sudah terjadi.
2.1.2 Peluang Dua Peristiwa yang Saling Bebas
Dalam pembicaraan sehari-hari, dua buah peristiwa dikatakan bebas, jika terjadinya atau tidak terjadinya peristiwa yang satu tidak dipengaruhi oleh terjadinya peristiwa yang lain.
Perumusan dua peristiwa yang saling bebas didasarkan pada perumusan perkalian dari peluang bersyarat, yaitu :
P( A ∩ B) = P( B). P( A | B)
Karena dua peristiwa A dan B bebas, maka dalam perhitungan P( A | B ) terjadinya peristiwa A tidak dipengaruhi oleh terjadinya peristiwa B. Sehingga peristiwa A diberikan peristiwa B akan merupakan peristiwa A itu sendiri. Akibatnya,
P( A | B) = P( A) . Dengan demikian : P( A ∩ B) = P( B). P( A)
(2.3)
2.2 Peubah Acak dan Distribusinya
2.2.1 Peubah Acak
Peubah acak atau variabel acak merupakan hasil-hasil prosedur penyampelan acak (random sampling) atau eksperimen acak dari suatu data yang telah dianalisis secara statistik. Peubah acak dapat dinyatakan dengan huruf besar (X), sedangkan nilai dari peubah acak dinyatakan dengan huruf kecil (x).
Definisi 2.1 : Peubah acak ialah suatu fungsi yang mengaitkan suatu bilangan real pada setiap unsur dalam ruang sampel, (Walpole & Myers, 1995: 51).
2.2.2 Distribusi Peubah Acak
2.2.2.1 Distribusi Peubah Acak Diskrit
Seringkali untuk memudahkan suatu perhitungan semua peluang peubah acak dinyatakan dalam suatu fungsi nilai-nilai X seperti f(X) yaitu f ( X ) = P( X = x) . Pada peubah acak diskrit, setiap nilainya dikaitkan dengan peluang. Himpunan pasangan berurutan (x,f(X)) disebut distribusi peluang peubah acak X. Sebuah distribusi yang mencantumkan semua kemungkinan nilai peubah acak diskrit berikut peluangnya disebut peluang diskrit, (Wibisono, 2005: 224).
Suatu peubah acak diskrit dapat dinyatakan sebagai:
f ( X ) = ∑ p( X )
( 2.4)
Definisi 2.2 : Himpunan pasangan terurut (x,f(X)) merupakan suatu fungsi peluang, fungsi massa peluang, atau distribusi peluang peubah acak diskrit X bila, untuk setiap kemungkinan hasil x: 1.
f (X )≥ 0
2.
∑ f ( x) = 1 x
3.
f ( X ) = P( X = x)
(Walpole & Myers, 1995 :54)
Definisi 2.3 : Jika peubah X dapat menerima suatu himpunan diskrit dari nilai-nilai X1, X2, . . . ,Xn dengan peluang masing-masing P1,P2, . . . Pn, dimana P1+P2+ . . . + Pn = 1, maka suatu fungsi f(X) yang mempunyai nilai masing - masing P1,P2, . . . Pi untuk X1, X2, . . . ,Xi disebut fungsi peluang. Sehingga dapat dituliskan dengan f(X) = P(X = Xi), yaitu probabilitas P nilai peubah X ke-i (yaitu Xi) sama dengan f(X).
2.2.2.2 Distribusi Peubah Acak Kontinu
Distribusi peluang bagi peubah acak kontinu tidak dapat disajikan dalam bentuk tabel, akan tetapi distribusinya dapat dinyatakan dalam persamaan yang merupakan fungsi nilai-nilai
peubah
acak
kontinu
dan
digambarkan
dalam
bentuk
kurva,
(Wibisono,2005:226).
Suatu peubah acak kontinu dapat dinyatakan sebagai: ∝
f (X )=
∫ f (x )dx
(2.5)
−∝
Definisi 2. 4 : Fungsi f(x) adalah fungsi padat peluang peubah acak kontinu X, yang didefinisikan atas himpunan semua bilangan real R, bila 1.
f(x) ≥ 0 untuk semua x ∈ R. ∝
2.
∫ f (x )dx =1
−∝
b
3. P(a < x < b)= ∫ f ( x )dx
(Walpole & Myers, 1995 :60)
a
2.2.3 Distribusi Peubah Acak Gabungan
Seperti yang dijelaskan pada subbab sebelumnya ada dua macam peubah acak, yaitu peubah acak diskrit dan peubah acak kontinu. Tetapi karena distribusi yang akan diteliti dalam penelitian ini merupakan distribusi kontinu, maka hanya akan dibahas peubah acak kontinu.
Jika S merupakan ruang sampel dari sebuah eksperimen, maka pasangan (X,Y) dinamakan peubah acak gabungan, jika X dan Y masing-masing menghubungkan sebuah bilangan real dengan setiap anggota S.
(X,Y) disebut peubah acak gabungan kontinu, jika banyak nilai-nilai yang mungkin dari X dan Y masing-masing berbentuk sebuah interval. Perhitungan peubah acak kontinu yang masing-masing berharga tertentu, memerlukan sebuah fungsi yang dinamakan fungsi kepadatan gabungan. Yang didefenisikan sebagai berikut : P[( X ) ∈ A] = ∫ ∫ f ( x, y ) dx dy
(2.6)
A
Dengan A terletak dalam bidang-xy.
Sebuah fungsi dari dua peubah acak kontinu X dan Y dapat digunakan sebagai fungsi kepadatan gabungan, jika nilai-nilainya yaitu f ( x, y ) , memenuhi sifat-sifat sebagi berikut : 1. f ( x, y ) ≥ 0 untuk − ∝ < x < ∝, − ∝ < y < ∝ ∝ ∝
2. P[( X ) ∈ A] =
∫ ∫ f (x, y ) dx dy = 1
−∝−∝
2.3 Defenisi Momen
Dalam menentukan nilai ekspektasi rata-rata dan nilai ekspektasi variansi, dimana nilai – nilai kedua ukuran diatas merupakan pangkat ke-1 dan pangkat ke-2 dari nilai ekspektasi. Sehingga dapat ditentukan perumusan umum untuk menghitung nilai ekspektasi dari pangkat ke-r yang biasa disebut dengan momen. Momen terdiri dari 2 jenis, yaitu:
2.3.1 Momen di Sekitar Titik Asal
Momen ke-r di sekitar titik asal dari sebuah random variabel X dapat didefinisikan sebagai µ r' = E[( X − 0) r ] = E[( X ) r ] asalkan nilai ekspektasi itu ada. Untuk X diskrit, maka fungsi peluang f(X) : E[( X ) r ]
= X 1r f ( x1 ) + X 2r f ( x 2 ) + ... + X nr f ( x n )
n
E[( X ) r ]
= ∑ X ir f ( x1 )
(2.7)
i =1
Untuk X kontinu, maka fungsi peluang f(X) : ∝
r
E[( X ) ]
= ∫ X ir f ( x1 )
(2.8)
−∝
Dalam hal ini, E[(Xr)] merupakan momen ke-r. Sehingga dapat diperoleh momen ke-0 sampai ke-4 di sekitar titik asal, sebagai berikut :
Momen Momen ke-0
Tabel 2.1 Momen di Sekitar Titik Asal Momen di Sekitar Titik Asal µ 0' = E[( X ) 0 ] = 1
Momen ke-3
µ1' = E[( X )1 ] = E ( X ) = µ µ 2' = E[( X ) 2 ] µ 3' = E[( X ) 3 ]
Momen ke-4
µ 4' = E[( X ) 4 ]
Momen ke-1 Momen ke-2
Dari tabel di atas dapat dilihat momen pertama di sekitar titik asal dari suatu distribusi adalah nilai rata-rata.
2.3.2 Momen di Sekitar Rataan
Momen ke-r di sekitar rataan dari sebuah random variabel X dapat didefinisikan sebagai µ r = E[( X − µ ) r ] .
Teorema 2.1 : Momen pertama dari momen di sekitar rataan bernilai 0. Bukti: µ1 = E[( X − µ )1 ] = E[( X − µ )] = E[ X ] − µ = 0
Sehingga dapat diperoleh momen ke-0 sampai ke-4 di sekitar rataan, sebagai berikut :
Tabel 2.2 Momen di Sekitar Rataan Momen di Sekitar Rataan µ 0 = E[( X − µ ) 0 ] = 1
Momen Momen ke-0
Momen ke-3
µ1 = E[( X − µ )1 ] = 0 µ 2 = E[( X − µ ) 2 ] µ 3 = E[( X − µ ) 3 ]
Momen ke-4
µ 4 = E[( X − µ ) 4 ]
Momen ke-1 Momen ke-2
Dari tabel di atas dapat dilihat momen kedua di sekitar rataan dari suatu distribusi adalah nilai variansi.
2.4 Konversi Momen di Sekitar Titik Asal ke Momen di Sekitar Rataan
Dengan menggunakan dalil binomial, maka dapat diperoleh konversi momen pusat ke-r di sekitar titik asal ke momen pusat ke-r di sekitar rataan sebagai berikut: r i =0 i r
µ r = E[( X − µ ) r ] = ∑ µ i' (− µ ) r −i
(2.9)
Kemudian dengan mensubtitusikan beberapa nilai r ke dalam rumus di atas, maka akan didapat nilai variansi, kemiringan dan kurtosisnya. Dimana nilai variansinya didapat dari subtitusi nilai r = 2, sebagai berikut : 2 i =0 i 2
µ 2 = ∑ µ i' (− µ ) 2−i 2 2 2 = µ 0' (− µ ) 2 + µ1' (− µ )1 + µ 2' (− µ ) 0 0 1 2 = µ 2 − 2 µ1' µ + µ 2'
µ 2 = µ 2' − µ 2
(2.10)
Sehingga didapat nilai variansinya, yaitu hasil dari pengurangan momen pusat ke-r di sekitar titik asal ke-2 dikurang kuadrat dari momen pusat ke-r di sekitar titik asal ke-1. Atau sering di notasikan dengan : Var ( X ) = E ( X 2 ) − E ( X ) 2
(2.11)
2.5 Fungsi Pembangkit
Fungsi Pembangkit adalah salah satu metode yang dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan. Dengan men-translasi persoalan ke dalam Fungsi Pembangkit, maka kita dapat menggunakan sifat-sifat khusus dari Fungsi Pembangkit sebagai jalan untuk memecahkan masalah. Fungsi Pembangkit ini bisa kita perlakukan sebagaimana fungsi-fungsi pada umumnya. Misal saja melakukan operasi diferensial. Fungsi Pembangkit memiliki banyak penggunaan, misalnya untuk menyelesaikan permasalahan rekurensi, counting, membuktikan identitas kombinatorika, maupun aplikasi-aplikasi lain yang beragam. Dalam penerapannya, banyak metode yang menggunakan Fungsi Pembangkit sebagai alat penyelesaian masalah.
Fungsi pembangkit dari barisan bilangan S (terhingga atau takhingga) a 0 , a1 , a 2 , a3 ,... dapat didefenisikan dalam bentuk deret sebagai berikut : ∝
A( x) = ∑ ai x i = a 0 + a1 x 1 + a 2 x 2 + a3 x 3 + ... + ai x i
(2.12)
i =0
Pada deret tersebut, pangkat dari variabel x merupakan indikator sedemikian hingga koefisien dari xi adalah harga fungsi numerik pada i. Untuk sebuah fungsi numerik ai digunakan nama A(x) untuk menyatakan fungsi pembangkitnya. Walaupun ada banyak jenis-jenis fungsi pembangkit, tetapi dalam penelitian ini hanya akan di bahas fungsi pembangkit eksponensial dan fungsi pembangkit momen.
2.5.1 Fungsi Pembangkit Eksponensial
Fungsi pembangkit eksponensial merupakan salah satu alat penyelesaian masalah dari beberapa jenis fungsi pembangkit. Dimana fungsi pembangkit ini diambil dari Deret Maclaurin sebagai berikut :
a 0 + a1
∝ x x2 x3 xr xr + a2 + a3 + ... + a r = ∑ ar 1! 2! 3! r! r =o r!
Jika nilai a 0 , a1 , a 2 , a3 ,..., a r = 1 , maka dapat didefenisikan fungsi pembangkit eksponensial adalah sebagai berikut
ex = 1+ x +
∝ x2 x3 xr xr + + ... + =∑ 2! 3! r! r =o r!
(2.13)
Dan untuk e − x didefenisikan sebagai berikut :
e −x = 1 − x +
∝ x2 x3 xr xr − + ... + (−1) r = ∑ (−1) r 2! 3! r! r =o r!
(2.14)
Dalam penelitian ini hanya akan dibahas satu ekspansi binomial dalam bentuk fungsi pembangkit eksponensial sebagai berikut : Teorema 2.2 : n n (1 − e − x ) n = ∑ (−1) i e −ix i =0 i
Bukti : Dengan menggunakan rumus Binom Newton : n n (a + b) n = ∑ a n −i b i i =0 i
(2.15)
Maka : (1 − e − x ) n
= n
=
n
i =0
∑ i (1)
n
∑ i (−1) (e i =0
i
n
∑ (−1) i e i
i =0
n −i
((−1)(e − x )) i
−x i
n
=
n
)
−ix
2.5.2 Fungsi Pembangkit Momen
Menurut Ronald dan Raymond (1995). Kegunaan yang jelas dari fungsi pembangkit momen ini adalah untuk menentukan momen-momen distribusi. Akan tetapi, kegunaan yang terpenting adalah untuk mencari distribusi dari fungsi peubah acak. (Walpole & Myers. 1995 : 306)
Definisi 2.5 : Fungsi pembangkit momen dari suatu peubah acak X didefinisikan untuk setiap bilangan riil t sebagai M X (t ) = E (e tx ) (Dudewich & Mishra, 1995 : 300)
Dari definisi 2.5, dapat diuraikan dalam 2 kasus yang berbeda, yaitu untuk peubah acak diskrit dan peubah acak kontinu. Fungsi pembangkit momen untuk peubah acak diskrit dari X di x yaitu: M x (t ) = E (e tx ) = ∑ e tx f ( x)
(2.16)
x
Fungsi pembangkit momen untuk peubah acak kontinu dari X di x yaitu: ∝
M x (t ) = E (e tx ) = ∫ e tx f ( x)
(2.17)
−∝
(Spiegel, 1991:80)
Teorema 2.3 : Bila fungsi pembangkit momen M x (t ) dari peubah acak X ada untuk t ≤ T , untuk T > 0, maka E ( X r ) dengan (n = 1,2,3,…), maka E ( X r ) = M X(r ) (0) . E ( X r ) = M X(r ) (0) =
dr M X (t ) dt r t =0 (Dudewich & Mishra, 1995 : 300)
Bukti : Diketahui bahwa M X (t ) = E (e tx ) , Dengan menggunakan deret Maclaurin : ey = 1+ y +
y2 y3 yr + + ... + 2! 3! r!
Jika y diganti tX maka : (tX ) 2 (tX ) 3 (tX ) r e = 1 + tX + + + ... + 2! 3! r! y
Sehingga diperoleh :
M X (t )
= E (e tx )
(tX ) 2 (tX ) 3 (tX ) r + + ... + = E 1 + tX + 2! 3! r! (tX ) 2 = E (1) + E (tX ) + E 2!
(tX ) 3 (tX ) r + E + ... + E 3! r!
( )
( )
( )
( )
( )
( )
(t ) 2 (t ) 3 (t ) r 2 3 = 1 + tE ( X ) + E X + E X + ... + E Xr 2! 3! r! (t ) 2 (t ) 3 (t ) r 2 3 = 1 + tE ( X ) + E X + E X + ... + E Xr 2! 3! r!
Jika M X (t ) diturunkan terhadap t, kemudian harganya sama dengan nol, maka akan diperoleh: 2t 3t 2 r.t r −1 E X2 + E X 3 + ... + E Xr 2! 3! r!
( )
M X' (t )
= E(X ) +
M X' (0)
= E ( X ) = µ1'
M X' ' (t )
= E X2 +
M X' ' (0)
= E X 2 = µ 2'
M X' ' ' (t )
= E X 3 + ... +
M X' ' ' (0)
= E (X 3 )= µ 3'
( )
( )
( )
momen pusat ke-1 di sekitar titik asal
6t r (r − 1)t r − 2 E X 3 + ... + E Xr 3! r!
( )
( )
( )
( )
momen pusat ke-2 di sekitar titik asal r (r − 1)(r − 2)t r −3 E Xr r!
( )
momen pusat ke-3 di sekitar titik asal
. . . Sampai turunan ke-r
Jadi untuk mendapatkan momen ke-r dari suatu peubah acak X adalah dengan menurunkan fungsi pembangkit momen sebanyak r kali dan memasukkan nilai t = 0, sehingga terbukti bahwa: E( X r ) =
dr M X (t ) dt r t =0
Teorema 2.4 : Jika M X (t ) adalah fungsi pembangkit momen dari peubah acak X dan a adalah suatu konstanta, maka fungsi pembangkit momen dari aX adalah:
M aX (t ) = M X (at ) (Spiegel, 1991 : 80) Bukti: M aX (t )
= E (e taX ) = E (e (ta ) X ) = M X (at )
Teorema 2.5 : Jika M X (t ) adalah fungsi pembangkit momen dari peubah acak X, a dan b adalah suatu konstanta, maka fungsi pembangkit momen dari aX + b adalah: M aX +b (t ) = M X (at )e bt Bukti : M aX +b (t )
= E (e ( aX +b )t ) = E (e atX +bt ) = E (e atX ).E (e bt ) = M X (at ). e bt
2.5.3 Fungsi Pembangkit Momen Gabungan
Fungsi pembangkit momen gabungan atau Joint MGF dapat didefinisikan sebagai fungsi pembangkit momen yang diperoleh berdasarkan fungsi peluang gabungan atau fungsi densitas gabungan dari dua peubah acak. Dalam hal ini, fungsi pembangkit momen gabungan dapat digunakan untuk memperoleh momen-momen, baik untuk satu peubah acak maupun dua peubah acak.
Sehingga fungsi pembangkit momen gabungan dari (X1, X2) didefinisikan untuk bilangan riil (t1, t2) sebagai:
M X 1 , X 2 (t1 , t 2 ) = E (e t1 X 1 +t2 X 2 )
(2.18) (Dudewicz & Mishra, 1995 : 305)
Teorema 2.6 : Misal fungsi pembangkit momen gabungan dari (X1, X2) ada, maka X1 dan X2 merupakan peubah acak yang saling bebas jika M X 1 , X 2 (t1 , t 2 ) = M X 1 (t1 ). M X 2 (t 2 ) Bukti:
M X 1 , X 2 (t1 , t 2 ) = E (e t1 X 1 +t2 X 2 ) = E (e t1 X 1 . e t2 X 2 ) = E (e t1 X 1 ). E (e t2 X 2 ) = M X 1 (t1 ). M X 2 (t 2 )
Untuk peubah acak X1 dan X2 yang kontinu, maka fungsi pembangkit momen gabungannya dinotasikan dengan : ∝ ∝
M x1x2 (t1 , t2 ) = ∫
∫
et1x1+t2 x2 f1 ( x1) f 2 ( x2 ) dx1dx2
(2.19)
−∝−∝
Berdasarkan fungsi pembangkit momen gabungan dari X 1 dan X 2 , dapat ditentukan fungsi pembangkit momen masing-masing dari X 1 dan X 2 yang dinamakan fungsi pembangkit momen marginal dari X 1 dan fungsi pembangkit momen marginal dari X 2 . Fungsi pembangkit momen marginal dari X 1 diperoleh dari fungsi pembangkit momen gabungan dengan mensubstitusikan t 2 = 0, sehingga :
M (t1 ,0) = M (t1 ) = E (et1x1 )
(2.20)
Fungsi pembangkit momen marginal dari X 2 diperoleh dari fungsi pembangkit momen gabungan dengan mensubstitusikan t 1 = 0, sehingga :
M (0, t 2 ) = M (t 2 ) = E (e t2 x2 )
(2.21)
Sehingga didapat hasil transformasinya, yang kemudian dapat ditentukan momen – momen dari peubah acak X 1 berdasarkan fungsi pembangkit momen marginalnya. Dimana momen ke-1 yang juga merupakan nilai parameter rata-rata (µ), dihitung dengan meggunakan rumus :
µx = E( X ) =
∂M (t1 ,0) ∂t1
= t1 =0
∂M (0,0) ∂t1
(2.22)
Dan momen ke-2nya dihitung dengan menggunakan rumus:
E( X 2 ) =
∂ 2 M (t1 ,0) 2 ∂t1
= t1 =0
∂ M (0,0) 2 ∂t1
(2.23)
Dari hasil hitung momen ke-1 dan momen ke-2, maka dapat dihitung nilai parameter variansi (σ2)nya dengan menggunakan rumus :
∂ 2 M (0,0) ∂ M (0,0) − Var (σ x ) = 2 ∂t1 ∂t1
2
2
(2.24)
Perhitungan yang sama juga dapat dilakukan dalam menentukan nilai parameter rata-rata (µ) dan nilai parameter variansi (σ2) dari peubah acak X2 berdasarkan fungsi pembangkit momen marginalnya dengan menggunakan rumus di atas.
2.6 Distribusi Eksponensial Tergeneralisir Dua Variabel
Distribusi eksponensial tergenaralisir (Generalized Exponential Distrubution) pertama kali diperkenalkan oleh Gupta dan Kundu pada tahun 1999. Distribusi ini diambil dari salah satu fungsi kepadatan kumulatif yang digunakan pada pertengahan abad 19 (Gompertz-Verhulst) untuk membandingkan tabel kematian dan menghasilkan laju pertumbuhan penduduk. Yang didefeniskan sebagai berikut :
G (t ) = (1 − ρ e − tλ )α Kemudian dengan menstandarisasikan ρ = 1 dan x = t, maka didapat distribusi ekponensial tergeneralisir satu variabel (Univariate Generalized Exponential
Distribution) dengan fungsi kepadatan kumulatif (fkk) dan x > 0, adalah sebagai berikut :
FGE ( x; α , λ ) = (1 − e − λx )α dari turunan fungsi kepadatan kumulatif di atas, juga didapat fungsi kepadatan peluangnya (fkp) adalah sebagai berikut :
FGE ( x; α , λ ) = αλe − λx (1 − e − λx )α −1
x
Dengan :
α
(2.25)
= peubah acak
= parameter bentuk
λ e
= parameter skala = 2,7183
Dimana α > 0 dan λ > 0 masing – masing adalah parameter bentuk dan parameter skala. Ini jelas bila α = 1, maka distribusi diatas merupakan distribusi eksponensial. Sekarang untuk memfokuskan pada kajian parameter α, maka λ = 1. Sehingga distribusi eksponensial tergeneralisir dengan parameter bentuk di notasikan dengan GE(α).
Jika terdapat dua peubah acak (X1,X2) yang berdistribusi eksponensial tergeneralisir dengan asumsi saling bebas, maka distribusi eksponensial tergeneralisir dua variabel (fungsi kepadatan peluang gabungan dari (X1,X2)), untuk x1 > 0, x2 > 0 adalah :
F ( x1 , x2 ) = α1α 2 (1 − e
− x1 α1 −1
)
(1 − e − x2 )α 2 −1 e − x1− x2
(2.26)
2.7 Estimasi
Estimasi adalah menaksir ciri-ciri tertentu dari populasi atau memperkirakan nilai populasi (parameter) dengan memakai nilai sampel (statistik). Dengan statistika berusaha menyimpulkan populasi. Cara pengambilan keputusan tentang parameter berhubungan dengan cara-cara menaksir harga parameter. Jadi, harga parameter
sebenarnya yang tidak diketahui akan diestimasi berdasarkan statistik sampel yang diambil dari populasi yang bersangkutan.
Sifat atau ciri estimator yang baik yaitu tidak bias, efisien dan konsisten:
1. Estimator yang tidak bias Estimator dikatakan tidak bias apabila ia dapat menghasilkan estimasi yang mengandung nilai parameter yang diestimasikan. Misalkan, estimator θˆ dikatakan estimator yang tidak bias jika rata-rata semua harga θˆ yang
()
mungkin akan sama dengan θ . Dalam bahasa ekspektasi ditulis E θˆ = θ . Misalkan X adalah variabel random dengan rata-rata µ dan varian σ 2 , X 1 , X 2 ,..., X n adalah sampel random yang besarnya n dari X , maka rata-rata sampel X dan varian sampel S 2 adalah estimator yang tidak bias dari µ dan
σ2. 2. Estimator yang Efisien Estimator dikatakan efisien apabila hanya dengan rentang nilai estimasi yang kecil saja sudah cukup mengandung nilai parameter. Estimator bervarians minimum ialah estimator yang efisien diantara semua estimator untuk parameter yang sama. Jika θˆ1 dan θˆ2 dua estimator untuk θ dimana varians untuk θˆ1 lebih kecil dari varians untuk θˆ2 , maka θˆ1 merupakan estimator yang efisien.
3. Estimator yang konsisten Estimator dikatakan konsisten apabila sampel yang diambil beberapa pun besarnya, pada rentangnya tetap mengandung nilai parameter yang sedang diestimasi. Misalkan, θˆ estimator untuk θ yang dihitung berdasarkan sebuah sampel acak berurutan n . Jika ukuran sampel n makin besar mendekati ukuran populasi menyebabkan θˆ mendekati θ , maka θˆ disebut estimator konsisten.
Estimasi nilai parameter memiliki dua cara, yaitu estimasi titik (point estimation) dan estimasi selang (interval estimation).
2.7.1 Estimasi Titik
Estimasi titik adalah estimasi yang dalam nilai populasinya (parameter) ditentukan hanya oleh satu nilai saja. Nilai yang dipakai menduga populasi tersebut dinamakan estimator. Misalkan x1 , x 2 ,..., x n merupakan sampel acak berukuran n dari X , maka statistik θˆ = h(x1 , x 2 ,..., x n ) yang berkaitan dengan θ dinamakan penaksir dari θ . Setelah sampel diambil, nilai-nilai yang dihitung dari sampel itu digunakan sabagai taksiran titik θ .
2.7.2 Estimasi Interval
Estimasi interval adalah estimasi dalam suatu interval dimana interval tersebut ditentukan batas atas dan batas bawah suatu estimator. Metode ini memuat nilai-nilai estimator yang masih dianggap benar dalam tingkat (selang) kepercayaan tertentu (confidence interval).