BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1 Manajemen 2.1.1 Pengertian Manajemen John D, Millet dalam Siswanto, (2013:1) menyatakan bahwa Manajemen adalah suatu proses pengarahan dan pemberian fasilitas kerja kepada orang yang diorganisasikan dalam kelompok formal untuk mencapai tujuan. James A.F. Stoner dan Charles Wankel dalam Siswanto, (2013:2) mendefinisikan bahwa Manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian upaya anggota organisasi dan penggunaan seluruh sumber daya organisasi lainnya demi tercapainya tujuan organisasi. Malayu S.P Hasibuan (2005:9) mendefinisikan bahwa Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur dan proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Menurut Stephen Robbins dan Mary Coulter (2012:36) menyatakan bahwa manajemen merupakan suatu kegiatan yang melibatkan koordinasi dan pengawasan suatu aktifitas kerja yang bertujuan agar pekerjaan tersebut tidak hanya selesai melainkan juga berjalan secara efektif dan efisien. Dari beberapa definisi yang diungkapkan oleh para ahli dapat di simpulkam bahwa pengertian umum dari manajemen adalah suatu proses perencanaan, pengendalian, mengorganisir dan melakukan pengawasan terhadap seluruh penggunaan sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan agar tujuan organisasi dapat tercapai dengan efektif dan juga efisien. 2.1.2 Fungsi Manajemen Fungsi-fungsi manajemen merupakan serangkaian kegiatan yang dijalankan dalam manajemen berdasarkan fungsi masing-masing dan mengikuti satu tahapantahapan tertentu dalam pelaksanaannya, Fungsi Manajemen menurut Stephen P. Robbins dan Mary Coulter (2012:37),sebagai berikut :
9
10 1. Perencanaan (Planning) Planning adalah penetapan tujuan, strategi, kebijakan, program, prosedur, metode, sistem, anggaran dan standar yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan.Pengorganisasian (Organizing) Organizing adalah proses penentuan, pengelompokan dan pengaturan bermacam-macam aktivitas berdasarkan yang diperlukan organisasi guna mencapai tujuan. 2. Penggerakan (Actuating) Actuating adalah proses menggerakan para karyawan agar menjalankan suatu kegiatan yang akan menjadi tujuan bersama. 3. Pengawasan (Controlling) Controlling adalah proses mengamati berbagai macam pelaksanaan kegiatan organisasi untuk menjamin semua pekerjaan dapat berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya. 2.2 Human Resource Management 2.2.1 Pengertian Human Resource Management Marihot Tua Efendi Hariandja dan Yovita Hardiwati (2007:8) mendefinisikan manajemen sumber daya manusia (Human Resource Management)
merupakan
program aktivitas untuk mendapatkan sumber daya manusia, mengembangkan, memelihara, dan mendayagunakannya, untuk ,mendukung organisasi mencapai tujuannya. Program yang berkaitan dengan usaha mendapatkan sumber daya manusia dilakukan dengan berbagai kegiatan spesifik seperti analisis jabatan, perencanaan sumber daya manusia, perekrutan, penyeleksian, penempatan, dan berbagai topik yang berkaitan dengannya seperti pengertian fungsi manajemen sumber daya, dan tantangan-tantangan manajemen sumber daya manusia. •
Suwanto dan Priansa (2014: 28) berpendapat istilah manajemen SDM sering
disepandankan dengan istilah manajemen personalia, manajemen sumber daya insani, manajemen kepegawaian, manajemen perburuhan, manajemen tenaga kerja, administrasi personil, administrasi kepegawaian, dan berbagai istilah lainnya Michael Armstrong (2006:3) manajemen sumber daya manusia didefinisikan sebagai pendekatan strategis dan pendekatan koheren untuk pengelolaan organisasi
11 yang paling bernilai dari orang yang bekerja di sana yang secara individu dan kolektif berkontribusi pada pencapaian tujuannya. Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Human Resource Management merupakan sebuah strategi untuk mengelola sebuah sumber daya manusia disebuah perusahaan agar tujuan dapat tercapai dengan efektif.
2.2.2 Tujuan Human Resource Management menurut Suwanto dan Priansa (2014:47) tujuan khusus dari perencanaan SDM antara lain: 1. Menyeimbangkan antara biaya penempatan dan pemanfaatan karyawan. Ini melibatkan perbandingan biaya antar kedua sumber daya yang berbeda dan memilih kombinasi yang optimal. 2. Menentukan kebutuhan rekrutmen. Merupakan prasyarat penting bagi proses perekrutan untuk menghindari masalah yang tidak diharapkan. 3. Menentukan kebutuhan pelatihan. Secara fundamental hal ini penting, untuk perencanaan program pelatihan, yang perlu untuk menilai tidak 4.
hanya kuantitas tetapi juga kualitas keterampilan yang dibutuhkan karyawan.
5. Pengembangan
manajemen.
Suksesi
manajer
yang
terlatih
dan
berpengalaman merupakan hal penting untuk efektivitas organisasi, dan ini tergantung pada informasi yang akurat tentang kebutuhan masa depan dalam semua kedudukan manajemen 6. Hubungan karyawan dan industri: kebutuhan akan rencana bisnis; asumsi tentang produktivitas; SDM hasil merger, akuisisi dan divertasi; keputusan yang berdampak pada hubungan kerja organisasi. 2.3 Organizational Behaviour 2.3.1 Pengertian Organizational Behaviour Menurut Robbins dan Judge (2013:8) Organizational Behaviour merupakan sebuah bidang studi yang menyelidiki dampak perorangan, kelompok, dan struktur pada perilaku dalam organisasi, untuk tujuan menerapkan pengetahuan semacam itu untuk meningkatkan efektivitas organisasi. Menurut Griffin and Moorhead (2010:4) Organizational Behaviour adalah studi tentang perilaku manusia dalam pengaturan organisasi, antarmuka antara perilaku manusia dan organisasi, dan organisasi itu sendiri.
12 Menurut Hiriyappa (2009:3) Organizational Behaviour adalah studi tentang perilaku manusia di tempat kerja, interaksi antara orang dan organisasi dengan maksud untuk memahami dan memprediksi perilaku manusia. Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Organizational Behaviour atau perilaku organisasi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang perilaku manusia terhadap organisasi dengan tujuan untuk meningkatkan efektifitas organisasi. 2.4 Keterlibatan Kerja 2.4.1 Pengertian Keterlibatan kerja Keterlibatan kerja dapat didefinisikan sebagai etika dalam bekerja dan searah dengan attitude yang positif dengan pekerjaan yang mengembangkan pekerjaan yang senilai yang dapat diubah menjadi menjadi komponen konsep diri. (Lohdhal and Kejner,1965 dalam Awan, Qureshi, Akram dan Shahzad, 2014:4) Hiriyappa (2009:72) mendefinisikan keterlibatan kerja sebagai tingkat sampai sejauh mana individu mengidentifikasikan dirinya dengan pekerjaannya, secara aktif berpartisipasi di dalamnya, dan menganggap performansi yang dilakukannya penting untuk keberhargaan dirinya. Tingkat keterlibatan kerja yang tinggi akan menurunkan tingkat ketidakhadiran dan pengunduran diri karyawan dalam suatu organisasi. Sedangkan tingkat keterlibatan kerja yang rendah akan meningkatkan ketidakhadiran dan angka pengunduran diri yang lebih tinggi dalam suatu organisasi Menurut Kaswan (2015:77) keterlibatan kerja atau keterlibatan pegawai berarti keterlibatan mental dan emosional daripada sekedar aktivitas otot pegawai, yaitu keterlibatan menyeluruh diri seseorang, tidak sekedar keterampilannya. Keterlibatan ini lebih bersifat Psikologis daripada fisik. Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa keterlibatan kerja (job Involvement) merupakan komitmen dan kepedulian karyawan terhadap perkerjaanya, hal tersebut dapat dilihat dari sejauh mana karyawan tersebut terlibat dalam pekerjaanya hal tersebut dipengaruhi dari kemampuan dan keyakinannya dalam menyelesaikan pekerjaanya.
2.4.2 KomponenKeterlibatan Kerja Menurut (Kaswan,2015:77) terdapat tiga komponen keterlibatan kerja, yaitu:
13 1. Keterlibatan saran, memberdayakan karyawan untuk membuat rekomendasi atau saran melalui program yang diformalkan. Dalam hal ini para karyawan didengar pendapat atau sarannya. 2. Keterlibatan pekerjaan, menggambarkan pembukaan secara dramatis isi pekerjaan. Pekerjaan dirancang ulang untuk memberi kesempatan kepada karyawan menggunakan keterampilan mereka yang lebih beragam. 3. Keterlibatan tinggi, memberi kepada karyawan level yang paling rendah rasa keterlibatan dalam seluruh kinerja perusahaan. Menurut (Lovelock & Wirtz, 2011 dalam Kaswan,2015) para karyawan mengembangkan keterampilan tim kerja, pemecahan masalah, dan mereka berpatisipasi dalam keputusan manajemen unit kerja, ada pembagian hadiah dalam bentuk bonus
2.5 Organizational Citizenship Behaviour 2.5.1 Pengertian Organizational Citizenship Behaviour OCB merupakan perilaku individu yang bersifat sukarela, tidak langsung diakui oleh system imbalan formal, dan secara keseluruhan meningkatkan efektifitas fungsi organisasi. Dengan “sukarela” dimaksudkan bahwa perilaku tersebut tidak menuntut peran atau deskripsi pekerjaan yang sifatnya memaksa atau wajib, yaitu syarat-syarat bekerja dengan perusahaan atau organisasi yang secara jelas dirinci. Pekerjaan tersebut lebih bersifat personal, dan dengan demikian, jika tidak dilakukan tidak mendapat hukuman. (Kaswan, 2015: 280) Ozturk mendefinisikan “Individual behavior that is disrectionary, not directly recognized by the formal reward system and that in the aggregate promotes the effective functioning of the organization, by disrectionary, we mean thet the behavior is not an enforceable requirementof the role or the job description, that is the clearly spesifiable terms of the person’s employment contruct with the organization; the behavior is rather a matter of personal choice, such that, its ommisiom is not generally understood as punishable.” “OCB adalah perilaku individu yang diskresioner, tidak langsung diakui oleh sistem reward formal dan secara agregat mempromosikan fungsi efektif organisasi. diskresioner
yang berarti bahwa perilaku tersebut bukan persyaratan yang
dilaksanakan dari peran atau deskripsi pekerjaan, yang jelas ditentukan hal pekerjaan seseorang membangun dengan organisasi.” (ozturk, 2010: 14 dalam kaswan, 2015:280)
14 OCB (Organizational Citizen Behaviour) merupakan perilaku individu secara sukarela (tanpa pemaksaan), secara tidak langsung (eksplisit) diakui secara resmi dalam sistem penghargaan. Hal ini juga mengatakan bahwan OCB adalah perilaku bebas (diskresioner), secara tidak langsung untuk mendapatkan apresiasi dari reward yang formal (William dan Setiawan, 2013 dalam Sarmawa, Suryani dan Riana, 2015:4). Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa OCB (Organizational Citizen Behaviour) merupakan sikap individual yang secara sukarela mau memngerjakan tugas-tugas ekstra yang dapat mendorong keefektifan sebuah perusahaan atau organisasi.
2.5.2 Dimensi Organizational Citizenship Behaviour Menurut Organ (1988) dalam Kaswan (2015:285) terdapat lima dimensi utama dari organizational Citizen Behaviour, yaitu: 1. Altruism, yang didefinisikan sebagai semua perilaku sukarela yang memiliki dampak terhadap orang lain yang terkait dengan tugas atau masalah dalam organisasi. Contohnya:
pegawai yang membantu rekannya dalam suatu
proyek yang bukan merupakan tanggung jawab dari pegawai tersebut. 2. Conscientiousness, yang meliputi
melakukan perkerjaan yang melebihi
persyaratan minimum yang diperlukan dalam peran pekerjaan. Contohnya: pegawai rela untuk tidak liburan untuk mengerjakan suatu pekerjaan yang mendekati deadline. 3. Sportsmanship,
menunjukkan kesediaan menerima ketidaknyamanan
personal dan pembebanan tanpa protes maupun cekcok, dengan demikian dapat menghemat energi untuk bekerja atau menjalankan tugas. 4. Courtesy, memelihara rekan kerja tetap memperoleh informasi mengenai halhal yang relevan bagi mereka. 5. Civic virtue, menurut (Dekas,2010 dalam Kaswan,2015) partisipasi secara bertanggung jawab dalam kehidupan politis organisasi, seperti menghadiri pertemuan , membahas isu-isu organisasi di luar waktu kerja dan menyuarakan keprihatinan. 2.5.3 Dampak Organizational Citiizenship Behavior Menurut Kaswan (2015:304) dampak OCB dibedakan menjadi dua yaitu: •
Dampak positif
15 1. Terhadap Hasil Individu Banyak hasil riset yang mengaitkan keterlibatan dalam OCB demga hasil Individual yang signifikan yang meliputi fakta bahwa hasil-hasil itu meningkatkan evaluasi manajerial terhadap kinerja keseluruhan, Imbalan, rekomendasi, penghargaan dan promosi. 2. Terhadap hasil Organisasi Dalam banya penelitian , para pakar membahas bahwa OCB mungkin meningkatkan kinerja organisasi dengan meningkatkan produktivitas pegawai atau manajemen, dengan menyediakan sumber daya sehingga sumber daya itu bias digunakan tujuan-tujuan produktif, dengan membantu mengkoordinasi aktivitas kerja didalam kelompok, dengan memberi kesempatan kepada organisasi untuk memelihara dan mempertahankan pegawai dengan talenta yang baikdan lingkungan yang lebih efektif. •
Dampak Negatif Dalam penelitiannya, Bolino dan para koleganya dalam Kaswan (2015:305) menegaskan bahwa ketika pegawai menghabiskan waktu membantu pegawai yang lain , mereka mungkin mengabaikan peran dalam pekerjaan mereka dan tanggung jawab yang kurang baik.
2.6 Kompensasi 2.6.1 Pengertian Kompensasi Kompensasi merupakan pemberian imbalan jasa yang layak dan adil kepada karyawan-karyawan karena mereka telah memberi sumbangan kepada pencapaian organisasi. Maka dapat disimpulkan menurut Suwanto dan Priansa (2014:220) kompensasi mempunyai arti yang luas, selain terdiri dari gaji dan upah, dapat pula berbentuk fasilitas perumahan, fasilitas kendaraan, pakaian seragam, tunjangan keluarga, tunjangan kesehatan, tunjangan pangan dan masih banyak lagi yang lainnya yang dapat dinilai dengan uang serta cenderung diterima oleh karyawan secara tetap. Kompensasi adalah hasil dan manfaat yang diterima karyawan dalam bentuk gaji, upah dan imbalan sama seperti pertukaran moneter untuk karyawan meningkatkan kinerja (Holt, 1993 dalam Ramzan, Zubair, Ali dan Arslan,) .
16 Hasibuan dalam Riyadi (2011:41) menyatakan bahwa kompensasi adalah semua pendapatan yang berbentuk uang, barang langsung atau tidak langsung yang diterima karyawan sebagai imbalan atas jasa yang diberikan kepada perusahaan . Menurut Thomas H. Stone yang dikutip oleh Suwanto dan Priansa (2014:220), “Compensation is any form of payment to employees for work they provide their employer.” Kompensasi adalah setiap bentuk pembayaran yang diberikan karyawan sebagai pertukaran pekerjaan yang mereka berikan kepada majikan. Menurut Marihot Tua Efendi Hariandja dan Yovita Hardiwati (2007:244), kompensasi adalah keseluruhan balas jasa yang diterima oleh pegawai sebagai akibat dari pelaksanaan pekerjaan di organisasi dalam bentuk uang dan lainnya seperti tunjangan kesehatan, tunjangan hari raya, uang makan, uang cuti dan lain-lain. Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan kompensasi merupakan imbalan yang diterima oleh karyawan atas hasil yang dikerjakan yang dapat berupa gaji dan tunjangan-tunjangan lainnya yang diberikan sesuai dengan apa yang mereka kerjakan.
2.6.2 Karakteristik Kompensasi Menurut Simamora yang dikutip oleh Darojat (2015:170) mengemukakan 4 karakteristik kompensasi yang harus dimiliki apabila kompensasi dikehendaki secara optimal efektif dalam mencapai tujuan-tujuannya. Karakteristik tersebut antara lain sebagai berikut: 1.
Arti Penting Sebuah imbalan/kompensasi tidak akan dapat mempengaruhi apa yang dilakukan oleh orang-orang, atau perasaan mereka jika kompensasi tersebut tidak penting bagi mereka.
2.
Fleksibilitas Jika sistem disesuaikan dengan karakteristik-karakteristik unik dari anggota individu dan jika imbalan-imbalan disediakan tergantung pada tingkat kinerja tertentu maka imbalan-imbalan memerlukan berbagai tingkat fleksibilitas. Fleksibilitas imbalan merupakan prasyarat yang perlu untuk merancang sistem imbalan yang terkait dengan individu-individu.
3.
Frekuensi
17 Makin sering suatu imbalan dapat diberikan, makin besar pula potensi daya gunanya sebagai alat yang mempengaruhi kinerja pekerja. 4.
Visibilitas Imbalan-imbalan haruslah betul-betul dapat dinikmati oleh karyawan agar mereka dapat merasakan adanya hubungan antara kinerja dan imbalan itu sendiri.
2.6.3 Faktor yang Mempengaruhi Kompensasi Menurut Leon C. Meggison dalam Darojat (2015:171) ada 6 faktor yang mempengaruhi kompensasi yang yaitu; 1. Faktor pemerintah Peraturan pemerintah yang berhubungan dengan penentuan standar gaji minimal, pajak penghasilan, penetapan harga bahan baku, biaya transportasi, inflasi
maupun
devaluasi
sangat
mempengaruhi
perusahaan
dalam
menentukan pemberian kompensasi karyawan. 2. Penawaran bersama antara perusahaan dan karyawan Dalam menentukan kompensasi dapat terjadi tawar-menawar mengenai besarnya upah yang harus diberikan oleh perusahaan kepada karyawannya. 3. Standar dan iaya hidup karyawan Pemberian kompensasi perlu dipertimbangkan pula standard an biaya hidup minimal karyawan. Dengan terpenuhinya kebutuhan dasar dan rasa aman karyawan akan memungkinkan karyawan dapat bekerja dengan penuh motivasi untuk mencapai tujuan perusahaan. 4. Ukuran perbandingan dan upah Penentuan kompensasi dipengaruhi pula oleh ukuran besar kecilnya perusahaan, tingkat pendidikan karyawan, dan masa kerja karyawan. Artinya, perbandingan
tingkat
upah
karyawan
perlu
memperhatikan
tingkat
pendidikan, masa kerja dan ukuran perusahaan. 5. Permintaan dan persediaan Dalam menentukan kompensasi karyawan perlu dipertimbangkan tingkat persediaan dan permintaan pasar. Artinya, kondisi pasar saat itu perlu dijadikan bahan pertimbangan dalam menentukan tingkat upah karyawan. 6. Kemampuan Membayar
18 Menentukan kompensasi karyawan perlu didasarkan pada kemampuan perusahaan dalam membayar upah karyawan. Artinya, jangan sampai menentukan kebijakan kompensasi di luar batas kemampuan yang ada pada perusahaan. Selain keenam faktor di atas Darojat (2015:172) menambahkan faktor lain yang dapat dipertimbangkan, diantaranya: 1. Produktivitas Kerja Karyawan Bagi organisasi/perusahaan, kompensasi memiliki arti penting karena kompensasi mencerminkan upaya organisasi dalam mempertahankan dan meningkatkan kesejahteraan pegawainya. Pengalaman menunjukan bahwa kompensasi yang tidak memadai dapat menurunkan prestasi kerja, motivasi kerja dan kepuasa kerja karyawan, bahkan dapat menyebabkan karyawan yang potensial keluar dari organisasi. Jika produktivitas kerja karyawan baik, maka kompensasi akan semakin besar. Sebaliknya, jika produktivitas kerjanya buruk serta dikit, maka kompensasinya kecil. 2. Serikat buruh atau organisasi karyawan Apabila serikat buruhnya kuat dan berpengaruh maka tingkat kompensasi makin besar. Sebaliknya, jika serikat buruhnya tidak kuat dan kurang berpengaruh, maka tingkat kompensasi relative kecil. 3. Posisi jabatan karyawan Karyawan yang menduduki jabatan yang lebih tinggi akan menerima kompensasi yang lebih besar. Sebaliknya, karyawan yang jabatannya lebih rendah akan memperoleh kompensasi yang kecil. 4. Pendidikan dan pengalaman kerja Jika pendidikan lebih tinggi dan pengalaman kerja yang lebih lama maka kompensasi akan makin besar, karena kecakapan serta keterampilan lebih baik.
2.7 Kinerja Karyawan 2.7.1 Pengertian Kinerja Karyawan Mathis dan Jackson (2006:65) menyatakan bahwa kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan pegawai. Manajemen kinerja adalah kes eluruhan kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan kinerja perusahaan atau
19 organisasi, termasuk kinerja masing-masing individu dan kelompok kerja di perusahaan tersebut. Kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu telah disepakati bersama (Rivai dan Basri, 2005:50). Darojat (2015:105) menyatakan bahwa kinerja mempunyai pengertian akan adanya suatu tindakan atau kegiatan yang ditampilkan oleh seseorang dalam melaksanakan aktivitas tertentu yang menjadi tugasnya. Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kinerja karyawan merupakan hasil kerja yang dicapai oleh suatu karyawan dalam melasksanakan seluruh tugasnya di sebuah perusahaan guna mencapai tujuan perusahaan. 2.7.2 Indikator Kinerja Karyawan Indikator untuk mengukur kinerja karyawan secara individu ada enam indikator menurut Mondy, Noe, Premeaux, 1999 dalam Suswanto dan Priansa (2014: 86), yaitu: 1.
Kuantitas Pekerjaan (Quantity of Work) Kuantitas pekerjaan berhubungan dengan
volume
pekerjaan dan
produktivitas kerja yang dihasilkan oleh pegawai dalam kurun waktu tertentu. 2.
Kualitas Pekerjaan (Quality Of Work) Kualitas pekerjaan berhubungan dengan pertimbangan ketelitian, presisi, kerapian dan kelengkapan di dalam menangani tugas-tugas yang ada di dalam organisasi.
3.
Kemandirian (Dependability) Kemandarian berkenaan dengan pertimbangan derajat kemampuan pegawai untuk bekerja dan mengemban tugas secara mandiri dengan meminimalisir bantuan orang lain. Kemandirian juga menggambarkan kedalaman komitmen yang dimiliki pegawai.
4.
Inisiatif (Initiative) Inisiatif berkenaan dengan pertimbangan kemandirian, fleksibilitas berfikir dan kesediaan untuk menerima tanggung jawab
5.
Adaptabilitas (Adaptability)
20 Adaptabilitas
berkenaan
dengan
kemampuan
untuk
beradaptasi,
mempertimbangkan kemampuan untuk bereaksi terhadap mengubah kebutuhan dan kondisi-kondisi. 6.
Kerjasama (Cooperation) Kerjasama
berkaitan
dengan
pertimbangan
kemampuan
untuk
bekerjasama, dan dengan, orang lain. Apakah assignments, mencakup lembur dengan sepenuh hati. 2.8 Kerangka Berpikir
Keterlibatan Kerja (X1) T-1
Organizational Citizenship Behaviour (X2)
T-2
Kinerja karyawan (Y)
T-3
Kompensasi (X3)
T-4
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Sumber: Penulis
2.9 Hipotesis Berdasarkan dari permasalahan yang akan diteliti maka hipotesis yang dapat diambil adalah sebagai berikut:
1.
Untuk T-1 H0: Tidak Terdapat pengaruh secara parsial antara Keterlibatan Kerja terhadap Kinerja Karyawan di PT. Menara Group.
21 H1: Terdapat pengaruh secara parsial antara Keterlibatan Kerja terhadap Kinerja Karyawan di PT. Menara Group. 2.
Untuk T-2 H0: Tidak Terdapat pengaruh secara parsial antara Organizational Citizen Behaviour
terhadap Kinerja Karyawan di PT. Menara
Group. H1: Terdapat pengaruh secara parsial antara Organizational Citizen Behaviour terhadap Kinerja Karyawan di PT. Menara Group. 3.
Untuk T-3 H0: Tidak Terdapat pengaruh secara parsial antara Kompensasi terhadap Kinerja Karyawan di PT. Menara Group. H1: Terdapat pengaruh secara parsial antara Kompensasi terhadap Kinerja Karyawan di PT. Menara Group.
4.
Untuk T-4 H0: Tidak Terdapat pengaruh secara simultan antara Keterlibatan Kerja, Organizational Citizen Behaviour, dan Kompensasi terhadap Kinerja Karyawan di PT. Menara Group. H1: Terdapat pengaruh secara simultan antara Keterlibatan Kerja, Organizational Citizen Behaviour, dan Kompensasi terhadap Kinerja Karyawan di PT. Menara Group.
22
23
24