BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1
Pengertian CSR Sebagaimana diketahui, kode etik bisnis mewajibkan seluruh perusahaan untuk memperhatikan lingkungan. Dalam arti memberi bantuan bahkan memiliki tanggung jawab sosial dan bantuan lingkungan. Artinya, ini menjadi wajib karena terkait dengan kewajiban perusahaan untuk menjamin kelangsungan usahanya di lokasi di mana perusahaan tersebut berada. Untuk kelancaran kode etik bisnis ini maka pemerintahan telah menetapkan program CSR. Tabel 2.1 CSR Berdasarkan Jumlah Kegiatan & Dana Seluruh Indonesia
No
Model
1
Langsung
2
Yayasan Perusahaan
3
Bermitra dengan
Jumlah Kegiatan
Jumlah Dana (RP)
113 (40,5%)
14,2 miliar (12,2%)
20 (7,2%)
20,7 miliar (18%)
144 (51,6%)
79,0 miliar (68,5%)
2 (0,7%)
1,5 miliar (1,3%)
Lembaga Sosial 4
Konsorsium
Jumlah
279 kegiatan
115,3 miliar
Sumber: Saidi dan Abidin (2004) dalam Edi Suharto PhD. Pekerjaan Sosial, CSR dan ComDev
10
CSR di Indonesia datang di akhir dekade 1990-an. Kondisi penting yang melahirkan CSR di Indonesia karena gerakan sosial berupa tekanan dari LSM Lingkungan, LSM Buruh, serta LSM Perempuan. Selain itu adanya kesadaran untuk menjalankan peraktik CSR dari perusahaan, terutama perusahan asing yang memandang bahwa pendekatan keamanan tidak bisa lagi dipergunakan. Kemudian timbulah community development di Indonesia. Corporate Social Responsibility (CSR) adalah tanggung jawab moral suatu organisasi bisnis terhadap kelompok yang menjadi stakeholder-nya yang terkena pengaruh baik langsung maupun tidak langsung dari operasi perusahaan (Nursahid, 2006). Menurut The World Business Council for Sustainable Development (WBCSD) in fox, et. al, 2002 dalam Nursahid, 2006, CSR adalah komitmen bisnis untuk berkontribusi dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan, bekerja dengan para karyawan perusahaan, keluarga karyawan, dan masyarakat setempat (lokal) dalam rangka meningkatkan kualitas kehidupan. Sedangkan menurut Robbins dan Coulter (2004) tanggung jawab sosial perusahaan adalah kewajiban perusahaan bisnis yang dituntut oleh hukum dan pertimbangan ekonomi, untuk mengejar berbagai sasaran jangka panjang yang baik bagi masyarakat. World Business Council for Sustainable Development mendefiniskan Corporate Social Responsibility sebagai komitmen berkelanjutan kalangan bisnis untuk berperilaku etis dan memberikan sumbangan pada pembangunan ekonomi sekaligus memperbaiki mutu hidup angkatan kerja dan keluarganya serta komunitas lokal dan masyarakat secara keseluruhan (Iriantara, 2004, p.49). “Corporate Social Responsibility adalah komitmen perusahaan untuk 11
meningkatkan kesejahteraan komunitas melalui praktik bisnis yang baik dan mengkontribusikan sebagian sumber daya perusahaan” (Kotler & Nancy, 2005,p.4) Berdasar pada Trinidad and Tobaco Bureau of Standards (TTBS), Corporate Social Responsibility diartikan sebagai komitmen usaha untuk bertindak etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya,
komuniti
lokal
dan
masyarakat
secara
lebih
luas
(Budimanta,Prasetijo & Rudito, 2004, p.72). Selain itu, ISO 26000 mengenai Guidance on Social Responsibility juga memberikan definisi CSR. Meskipun pedoman CSR standard internasional ini baru akan ditetapkan tahun 2010, draft pedoman ini bisa dijadikan rujukan. Menurut ISO 26000, CSR adalah: “Tanggung jawab sebuah organisasi terhadap dampak-dampak dari keputusan-keputusan dan kegiatan-kegiatannya pada masyarakat dan lingkungan yang diwujudkan dalam bentuk perilaku transparan dan etis yang sejalan dengan
pembangunan berkelanjutan dan
kesejahteraan masyarakat; mempertimbangkan harapan pemangku kepentingan, sejalan dengan hukum yang ditetapkan dan normanorma perilaku internasional; serta terintegrasi dengan organisasi secara menyeluruh (draft 3, 2007).” CSR Forum mendefinikan Corporate Social Responsibility sebagai bisnis yang dilakukan secara transparan dan terbuka serta berdasarkan pada nilai-nilai moral dan menjunjung tinggi rasa hormat kepada karyawan, komunitas dan lingkungan (Wibisono, 2007, p.8).
12
Philip Kotler dan Nancy Lee juga mengatakan bahwa Corporate Social Responsibility memiliki kemampuan untuk meningkatkan citra perusahaan karena jika perusahaan menjalankan tata kelola bisnisnya dengan baik dan mengikuti peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah maka pemerintah dan masyarakat akan memberikan keleluasaan bagi perusahaan tersebut untuk beroperasi di wilayah mereka. Jadi, dapat kita simpulkan bahwa Corporate Social Responsibility adalah komitmen perusahaan untuk memberikan kontribusi jangka panjang terhadap satu issue tertentu di masyarakat atau lingkungan untuk dapat menciptakan lingkungan yang lebih baik.
2.2 Pengertian UMKM Menurut Rudjito (2003) Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di Indonesia yang memiliki peranan yang penting dalam perekonomian Indonesia, baik ditinjau dari segi jumlah usaha maupun dari segi penciptaan lapangan kerja. Definisi UMKM yang diberikan oleh beberapa lembaga, yaitu: Dalam Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah bahwa yang dimaksud Usaha Mikro adalah : “Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi Usaha Mikro, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.”
13
Dalam Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah bahwa yang dimaksud Usaha Kecil adalah: “Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.” Dalam Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah bahwa yang dimaksud adalah : 1. Usaha Mikro Kriteria kelompok Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. 2. Usaha Kecil Kriteria Usaha Kecil Adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha
14
menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. 3. Usaha Menengah “Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.”
2.2.1 Asas dan Tujuan UMKM Dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah bahwa Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah berasaskan: a. kekeluargaan; b. demokrasi ekonomi; c. kebersamaan; d. efisiensi berkeadilan; e. berkelanjutan; f. berwawasan lingkungan; g. kemandirian; h. keseimbangan kemajuan; dan i. kesatuan ekonomi nasional.
15
Penjelasan dari pasal tersebut : 1
Pengertian dari kekeluargaan adalah asas yang melandasi upaya pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah sebagai
bagian
dari
perekonomian
nasional
yang
diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan kemajuan,
lingkungan, dan
kesatuan
kemandirian, ekonomi
keseimbangan nasional
untuk
kesejahterahan seluruh rakyat Indonesia. 2
Pengertian
dari
pemberdayaan diselenggarakan
asas
Usaha
demokrasi Mikro,
sebagai
ekonomi
Kecil
kesatuan
dan
dari
adalah
Menengah
pembangunan
perekonomian nasional untuk mewujudkan kemakmuran rakyat. 3
Pengertian dari asas kebersamaan adalah asas yang mendorong peran seluruh Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dan Dunia Usaha secara bersama-sama dalam kegiataannya untuk mewujudkan kesejahterahan rakyat.
4
Pengertian dari asas efisiensi berkeadilan adalah asas yang mendasari pelaksanaan pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dengan mengedepankan efisiensi berkeadilan dalam
usaha
untuk
mewujudkan
iklim
usaha
untuk
mewujudkan iklim usaha yang adil, kondusif dan berdaya saing.
16
5
Pengertian dari asas berkelanjutan adalah asas yang secara terencana mengupayakan berjalannya proses pembangunan melalui pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang dilakukan secara berkesinambungan sehingga terbentuk perekonomian yang tangguh dan mandiri.
6
Pengertian dari asas berwawasan lingkungan adalah asas pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang dilakukan dengan tetap memperhatikan dan mengutamakan perlindungan dan pemeliharaan lingkungan hidup.
7
Pengertian dari asas kemandirian adalah asas pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah yang dilakukan dengan tetap menjaga dan mengedepankan potensi, kemampuan dan kemandirian Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.
8
Pengertian dari asas keseimbangan kemajuan adalah asas pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang berupaya menjaga keseimbangan kemajuan ekonomi wilayah dalam kesatuan ekonomi nasional.
9
Pengertian dari asas kesatuan ekonomi nasional adalah asas pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang merupakan bagian dari pembangunan kesatuan ekonomi nasional.
17
2.2.2
Prinsip dan Tujuan Pemberdayaan UMKM Prinsip pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang telah tertuang pada pasal 4 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah yaitu : 1.
Penumbuhan
kemandirian,
kebersamaan,
dan
kewirausahaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah untuk berkarya dengan prakarsa sendiri; 2.
Perwujudan kebijakan publik yang transparan, akuntabel, dan berkeadilan;
3.
Pengembangan usaha berbasis potensi daerah dan berorientasi pasar sesuai dengan kompetensi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah;
4.
Peningkatan daya saing Usaha Mikro, Kecil dan Menengah; dan
5.
Penyelenggaran
perencanaan,
pelaksanaan
dan
pengendalian secara terpadu. Sedangkan pemberdayaan tujuan pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang telah tertuang pada pasal 5 UndangUndang Nomor 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah yaitu : 1. Mewujudkan struktur perekonomian nasional yang seimbang, berkembang, dan berkeadilan; 2. Menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah menjadi usaha yang tangguh dan mandiri; dan; 18
3. Meningkatkan peran Usaha Mikro, Kecil dan menengah dalam pembangunan daerah, penciptaan lapangan kerja, pemerataan pendapatan, pertumbuhan ekonomi, dan pengentasan rakyat dari kemiskinan.
2.2.3 Peranan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Dalam pembangunan ekonomi di Indonesia, UMKM selalu digambarkan sebagai sektor yang mempunyai peranan yang penting, karena sebagian besar jumlah penduduknya berpendidikan rendah dan hidup dalam kegiatan usaha kecil baik disektor tradisional maupun modern. Peranan usaha kecil tersebut menjadi bagian yang diutamakan
dalam setiap perencanaan tahapan pembangunan
perekonomian Indonesia. Peranan UMKM dalam Perekonomian nasional diakui sangat besar. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi UMKM terhadap lapangan kerja, pemerataan pendapatan, pembangunan ekonomi pedesaan dan sebagai penggerak peningkatan ekspor manufaktur/nonmigas. Di sisi lain, krisis ekonomi yang diawali dengan krisis moneter yang terjadi di Indonesia menunjukan bahwa UMKM relatif lebih bertahan dari pada usaha skala besar, yang banyak mengalami kebangkrutan. Hal di atas
berimplikasi
pada
pentingnya
mengembangkan
UMKM.
Beberapa alasan yang menyebabkan pentingnya pengembangan UMKM adalah:
19
Fleksibilitas dan adaptabilitas UMKM dalam memperoleh bahan mentah dan peralatan. Relevansi UMKM dalam memperoleh bahan metah dan peralatan. Revelensi UMKM dengan proses-proses desentralisasi kegiatan ekonomi guna menunjang terciptannya integritas kegiatan pada sektor ekonomi yang lain. Potensi UMKM dalam menciptakan dan memperluas lapangan kerja. Menurut Eugene dan Morce (1965), tipe kebijakan pemerintahan sangat menetukan pertumbuhan UMKM. Ada empat pilihan: •
Kebijakan do nothing policy: pemerintahan apapun alasannya sadar tidak perlu berbuat apa-apa dan membiarkan UMKM begitu saja.
•
Kebijakan memberi perlindungan (protection policy) terhadap UMKM: kebijakan ini bersifat melindungi UMKM dalam kompetisi dan bahkan memberi subsidi.
•
Kebijakan berdasarkan ideology pembangunan (developmentalist): kebijakan ini memilih industri yang pontesial, (picking the winner) namun tidak diberi subsidi.
•
Kebijakan yang semakin popular adalah apa yang disebut market friendly policy dengan penekanan pada pilihan brood based, tanpa subsidi dan kompetisi. Pada masa lalu, pemerintahan memilih kebijakan tipe kedua
(protection) akan tetapi kerangka tujuan jatuh pada pilihan ketiga, yakni developmentalist. Hasilnya baik indutri besar dan kecil menengah tidak berhasil. Ketidak berhasilan ini disebabkan oleh lingkungan yang diciptakan oleh kebijakan tersebut pada dasarnya membuat UMKM masuk usaha yang 20
tumbuh secara distorsif. Oleh karena itu saya melihat bahwa pilihan kebijakan tipe ketiga dikombinasi dengan tipe keempat dalam rangka dasar kebijakan pemerintahan. Dalam hubungan dewasa ini, semakin jelas bahwa UKM secara dikotomis dibagi ke dalam dua jenis definisi. UKM dengan definisi usaha mikro dibedakan dengan usaha kecil dan menengah yang dianggap potensial dapat dikembangkan. Akan tetapi sesungguhnya distribusi UKM sungguh pincang, dimana usaha mikro dalam jumlah yang sangat besar melebihi 2,5 juta unit sedangkan usaha kecil potensial mungkin tidak lebih dari 300 ribu unit dan jumlah usah menengah di Indonesia sama sekali belum jelas, kaitannya dengan kebijakan yang terhubung dalam persepsi yang popular adalah usaha kecil mikro lebih cocok untuk welfare policy, sedangkan untuk UKM adalah competitive business policy. Disini terlihat UU No.9. 1995 maupun PP No. 10 tahun 2001, tentang UKM yang tidak dapat memberi jalan keluar kecuali hanya mampu mengakomodasi semua pendapat.
2.2.4 Kriteria UMKM Kriteria Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang telah tertuang pada pasal 6 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah yaitu : Kriteria Usaha Mikro adalah : 1.
Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau; 21
2.
Memiliki
hasil
penjualan
tahunan
paling
banyak
Rp
300,000.000 (tiga ratus juta rupiah). Kriteria Usaha Kecil adalah : 1.
Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000 (lima puluh juta rupiah sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
2.
Memiliki
hasil
penjualan
tahunan
lebih
dari
Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah). Kriteria Usaha Menengah adalah : 1.
Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh
juta
rupiah)
sampai
dengan
paling
banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau 2.
Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).
2.2.5
Upaya Pengembangan UMKM Pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) pada
hakekatnya
merupakan
tanggungjawab
bersama
antar
pemerintahan dan masyarakat. Dengan mencermati permasalah yang 22
dihadapi oleh UMKM, maka kedepan perlu diupaya hal-hal sebagi berikut: 1. Penciptaan Iklim Usaha yang Kondisif Pemerintahan perlu mengupayakan terciptanya iklim yang kondusif antar lain dengan mengusahakan ketentraman dan keamanan berusha serta penyederhanaan prosedur perijinan usaha, keringanan pajak dan sebagainya. 2. Bantu Permodalan Pemerintahan Pemerintahan perlu memperluas bantuan permodalan dengan sistim kredit khusus dengan syarat-syarat yang tidak memberatkan bagi UMKM, untuk membantu peningkatan permodalannya, baik itu melalui sektor jasa finansial formal, sektor jasa finansial informal, skema pinjaman, leasing dan dana modal ventura. 3. Perlindungan Usaha Adanya perlindungan jenis usaha tertentu, terutama jenis usaha tradisional yang merupakan usah golongan ekonomi lemah, harus mendapatkan perlindungan dari pemerintahan, baik itu melalui undangan-undangan maupun peraturan pemerintahan yang bermuara kepada saling mengutungkan. 4. Pengembangan Kemitraan Perlu dikembangkan kemitraan yang saling membantu antara UMKM, atau antara UMKM dengan pengusaha besar di dalam negeri maupun di luar negeri, untuk menghindarkan terjadinya monopoli dalam usaha. 5.Pelatihan Pemerintah 23
Perlu meningkatkan pelatihan bagi UMKM baik dalam aspek kewiraswastaan, manajement, administrasi dan pengetahuan serta keterampilannya teori melalui pengembangan kemitraan rintisan. 6. Membentuk lembaga khusus Perlu dibangun suatu lembaga yang khusus bertanggung jawab dalam mengkoordinasikan semua kegiatan yang berkaitan dengan upaya penumbuh kembangkan UMKM den juga berfungsi untuk mencari solusi dalam rangka mengatasi permasalahan baik internal maupun eksternal yang dihadapi oleh UMKM. 7. Memantapkan Asosiasi Asosiasi yang ada perlu diperkuat, untuk meningkatkan perannya antara lain dalam pengembangan jaringan informasi usaha yang sangat dibutuhkan untuk pengembangan usaha bagi anggotanya. 8. Mengembangkan Promosi Hal ini di lakukan guna lebih mempercepat proses kemitraan antara UMKM dengan usaha besar diperlukan media khusus dalam upaya mempromosikan produk-produk yang dihasilkan.
24
2.3 Kemitraan 2.3.1 Pengertian Kemitraan Kemitraan jauh dari suatu pemikiran belas kasihan, tetapi sebagai suatu upaya menuju kearah kemandiriandan pembaerdayaan. Proses persaingan menjadikan sektor usaha kecil tidak berdaya, dan sebagai konsekuensi berikutnya adalah terjadi kesenjangan di bidang ekonomi. Program kemitraan harus dilandasi adanya suatu rasa tanggung jawab, khususnya di kalangan usaha menengah dan besar dalam rangka untuk mewujudkan tercapainya cita-cita bangsa, yaitu masyarakat yang adil dan makmur berdasarka Pancasila dan UUD 1945. Dan hakekat pembangunan yang selama ini dilaksanakan adalah untuk kepentingan seluruh masyarakat Indonesia, tanpa kecuali. Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang, maka dalam kaitannya dengan pengertian kemitraan terhadap tiga unsur utama, yaitu: pertema, unsur kerjasama antar usaha kecil dengan usaha menengah dan besar. Kedua, unsur kewajiban pembinaan dan pengembangan oleh pihak usaha menengah dan besar. Kewajiban ini harus jelas, sehingga arah pembinaan akan lebih transparan dan terbuka. Ketiga, unsur saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan. Ada beberapa pertimbangan yang harus di tempuh pihak perusahaan untuk mengembangkan bisnis, termaksuk menjalin kemitraan. Pertimbangannya adalah apakah tetap pada core business-
25
nya atau melakukan deversifikasi, yang semuannya tergantung pada kebijaksanaan perusahaan tersebut. Jika pasar yang dihadapi kuat, sementara itu kemampuan sumberdaya perusahaan kuat maka yang dilakukan tentunya bagaimana mengatasinya/menghadapi pesaing. Apabila pasar kuat, sementara sumberdaya lemah, maka yang perlu dilakukan adalah konsolidasi guna mengoptimalkan segala potensi yang ada dalam perusahaan yang bersangkutan. Tetapi kalau sumberdaya kuat, pasar lemah maka langkah yang perlu dilakukan adalah mencari pasar yang baru atau deversifikasi. Pola Kemitraan adalah alternatif yang mungkin bisa dilakukan guna meningkatkan kinerja perusahaan.
2.3.2 Pola Pelaksanaan Kemitraan Kemitraan saat ini telah menjadi suatu komitmen nasional. Karena itu semua pihak yang terkait dengan program ini harus merasa terpanggil untuk berperanserta di dalam pelaksanaanya. Pemerintahan dan dunia usaha mau tidak mau mempunyai kewajiban moral untuk melaksanakan program kemitraan. Pemerintahan sesuai dengan fungsi dan tugasnya yaitu mendorong terciptanya sesuatu kemitraan nasional. Sedangkan dunia dituntut untuk melaksanakan kemitraan itu sesuai dengan yang dikehendakin oleh Undang-Undang. Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang terdapat enam kemungkinan pola kemitraan yang mungkin dilaksanakan (Salim, 1996)
26
a. Pola Inti Plasma Dalam pola ini usaha bertindak sebagi inti. Sebagai perusahaan inti maka perusahaan menengah atau besar harus melaksanakan pembinaanbproduksi, bimbingan teknis sampai denan pemasaran haril produksi. Sedangkan perusahaan kecil bertugas untuk meningkatkan produksi, baik mutu maupun jumlah. b. Pola Subkontrak Suatu unit produk yang diproduksi oleh usaha menengah atau besar sebagai suatu barang jadi akan terdiri dari komponenkomponen tertentu. Satu atau lebih komponen akan diproduksi oleh usaha kecil secara spesifik teknis dan standar mutu yang ditentukan oleh usaha menengah atau besar. Harga dari komponen itu biasanya ditentukan oleh yang memberikan pekerjaan. c. Pola Dagang Umum Susuai dengan pola ini terdapat dua kemungkinan, yaitu yang pertama usaha menengah dan usaha besar memasarkan barang yang dihasilkan oleh usaha kecil. Untuk lebih mengefektifkan pola ini maka perlu dipikirkan suatu bentuk dagang umum dimana hasil produksi usaha kecil diberi merk dari usaha menengah atau usaha besar agar konsumen mendapat jaminan bahwa barang yang dibeli ini akan memuaskan kebutuhan mereka. Kedua usaha kecil memasok kebutuhan usaha menenga atau besar. Aplikasinya dapat berbentuk bahwa usah kecil dapat memasok hasil usahanya atau produk dari perusahaan lain.
27
d. Pola Waralaba Usaha kecil diberi hak oleh usaha menengah atau besar untuk menggunakan lisensi, merk dagang dan saluran distribusi perusahaannya kepada usaha kecil dengan disertai bantuan manajemen. e. Pola Keagenan Usaha kecil diberikan hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa usaha menengah atau usaha besar mitranya. Hal ini bisa dijelaskan bahwa usaha menengah dan usaha besar meletakan usaha kecil dalam tingkat distribusi dari pemasaran barang dan jasa yang dihasilkan oleh usaha menengah atau usaha besar. f. Pola Bentuk-Bentuk Lain Pola yang keenam ini pada perinsipnya Undang-Undang membari kebebasan bagi usahawan untuk mengadakan hubungan kemitraan di luar pola-pola sebagaimana diaturkan di atas.
2.4 Pengertian Kredit Pengertian kredit itu sendiri mempunyai dimensi yang beraneka ragam, dimulai dari arti kata “kredit” yang bersasal dari kata Yunani “Creditum” yang berati “kepercayaan akan kebenaran”. Dalam pratek seharihari pengertian ini selanjutnya berkembang lebih luas lagi antara lain sebagai berikut Standar Akuntansi Keuangan (2007: 31.4) tentang pengertian kredit:
28
” Kredit adalah peminjaman uang atau tagihan yang dapat dipersamakan berdasarkan persetujuan atau kesepakatan peminjammeminjam antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga imbalan atau pembagian hasil keuntungan hal yang termasuk dalam pengertian kredit yang deberikan adalah kredit dalam rangka pembiayaan bersama, kredit dalam restrukturisasi, dan pembelian surat berharga nasabah yang dilengkapi dengan Note Purchase Agreement (NPA). Pengertian kredit Menurut Teguh Pudjo Muljono (2007:9) adalah sebagai berikut: a.
Kredit
adalah
kemampuan
untuk
melaksanakan
suatu
pembelian atau mengandalkan suatu pinjaman dengan suatu janji pembayarannya akan dilakukan ditangguhkan pada suatu jangka waktu yang disepakati. b.
Sedangkan pengertian yang lebih mapan untuk kegiatan perbankan di Indonesia, pengertian itu telah dirumuskan dalam Bab 1, pasal 1 ayat 12 Undang-Undang No.7 tahun 1992 tentang perbankan yang merumuskan sebagai berikut: “ Kredit adalah penyedian uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan
dengan
itu,
berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu
29
dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan”
Definisi kredit menurut Undang – Undang no 14 tahun 1967 tentang pokok – pokok perbankan yang dimaksud dengan kredit adalah penyediaan uang atau tagihan – tagihan yang dapat disamakan dengan itu berdasarkan persetujuan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain dalam hal mana pihak peminjam berkewajiban melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga yang telah ditetapkan. Sedangkan menurut Raymond P. Kent dalam bukunya Money and Banking menyatakan bahwa kredit adalah hak untuk menerima pembayaran atau kewajiban untuk melakukan pembayaran pada waktu yang diminta, atau pada waktu yang akan datang, karena penyerahan barang – barang sekarang.. Veitzhal (2006) kredit adalah penyerahan barang, jasa, atau dari satu pihak atas dasar kepercayaan kepada pihak lain dengan janji membayar dari penerima kredit kepada pemberi kredit pada tanggal yang telah disepakati kedua belah pihak. Menurut saya Dari uraian pengertian di atas maka, dapat ditarik kesimpulan yang dapat diterik mengenail Kredit, yaitu: “ Terjadinya suatu proses pinjam-meminjam yang dimana peminjam menyerahkan uang dengan harapan diberi pinjaman oleh bank atau lembaga peminjaman bukan bank yang dimana bank memperoleh suatu tambahan nilai dari pokok pinjaman tersebut yang berupa bunga sebagai pendapatannya. Dan dalam pemeberian pinjaman kredit ini 30
didasari perjanjian atau kesepakatan dalam kewajiban dan hak masing-masing serta pelunasan tagihan beserta bunganya akan di selesaikan dalam jangka waktu yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. “ 2.4.1 Fungsi dan Tujuan Pengkreditan Fungsi kredit pada dasarnya adalah pemenuhan jasa untuk melayani kebutuhan masyarakat (to serve the society) dalam rangka mendorong
dan
melancarkan
perdagangan,
mendorong
dan
melancarkan produksi, jasa-jasa dan konsumsi yang pada akhirnya semuannya ditujukan menaikan taraf taraf hidup orang banyak. Menurut Kasmir fungsi-fungsi kredit sebagai berikut: Untuk meningkatkan daya guna uang a.
Untuk meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang
b.
Untuk meningkatkan daya guna barang
c.
Sebagai alat stabilitas ekonomi
d.
Untuk meningkatkan kegairahan berusaha
e.
Untuk meningkatkan pemerataan pendapatan
f.
Untuk meningkatkan hubungan internasional Ada pun Tujuan dari Kredit menurut Melayu Hasibuan (2004:
48) adalah sebagai berikut: a.
Memperoleh pendapatan bank dari bunga kredit
b.
Mamanfaatkan dan memproduktifkan dana-dana yang ada 31
c.
Melaksanakan oprasional bank
d.
Memenuhi
permintaan
permintaan
kredit
dari
masyarakat e.
Mempelancar lalu lintas pembayaran
f.
Menambah modal kerja perusahaan
Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat
2.4.2 Manfaat Kredit Bagi Usaha Mikro,
Kecil dan Menengah
(UMKM) Modal merupakan masalah utama yang dihadapi oleh pengusaha kecil dalam mengembangkan usahanya. Dalam pengertian ekonomi, modal adalah barang atau uang serta produksi lain yang menghasilkan barang dan jasa. Modal bisa berasal dari sumber sendiri dan sumber luar. Modal yang berasal dari sumber luar, biasa disebut kredit yang bisa berupa uang dan bahan baku maupun input produksi. Kredit tidak sama dengan modal, melainkan alat untuk menciptakan modal (Soehoed, 1987). Kuntjoro (1983), kredit mempunyai peranan yang sangat penting dalam memacu perkembangan usaha terutama dalam pembentukan modal (capital formation). Kredit juga sangat penting untuk meningkatkan likuiditas usaha walaupun dapat menimbulkan resiko apabila usaha tersebut gagal memberikan penerimaan yang lebih tinggi dari biaya yang dikeluarkan.
32
Kredit berasal dari bahasa latin “Credere” yang berarti kepercayaan. Oleh karena itu dasar dari kredit adalah kepercayaan. Dengan demikian seorang yang memperoleh kredit pada dasarnya adalah memperoleh kepercayaan atau dengan kata lain orang yang mendapat bantuan kredit adalah mereka yang telah mendapat kepercayaan untuk membayar lunas pinjamannya dalam jangka waktu tertentu (Suyatno, et al 1999). Dalam transaksi kredit terdapat unsurunsur kredit yaitu: 1.
Kepercayaan, suatu keyakinan dari pemberi kredit baik berupa uang, barang atau jasa yang diberikan dan akan benar-benar diterima kecuali di masa yang akan datang.
2.
Waktu, yaitu masa yang membatasi antara saat pemberian kredit prestasi dan pengembaliannya akan diterima pada waktu tertentu.
3.
Prestasi atau objek kredit tidak hanya dalam bentuk uang, tetapi juga dalam bentuk barang dan jasa.
4.
Tingkat resiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari adanya jangka waktu yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima di kemudian hari. Semakin lama kredit diberikan akan semakin besar resikonya karena adanya ketidak pastian di masa yang akan datang.
2.4.3 Prinsip-Prinsip Pengkreditan Dalam proses pengembelaian kredit banyak kemungkinan yang akan terjadi dengan status pengembalian kredit baik itu lancar
33
maupun tidak lancar. Untuk mencapai harapan pengembalian kredit secara lancar maka disini ada beberapa prisip Pengkreditan dalam rangka mencegah terjadinya kredit macet melalui analisis kepada calon kredititur. Analisis ini di lakukan dengan menggunakan kerangka 5C, 3R, 7P dan juga dengan studi kelayakan . Menurut M. Faisal Abdullah (2005: 94) terdapat prinsip 7P dalam Pengkreditan, yaitu: a.
Personality Bank mencari data tentang kepribadian calon dibitur seperti
riwayat
hidupnya
(kelahiran,
pengalaman,
usaha/pekerjaan, dan sebagainya), hobi, keadaan keluarga (istri, anak), social standing (pergaulan dalam masyarakat serta bagaimana pendapat masyarakat tentang diri sih peminjam), serta hal-hal lain yang erat hubungannya dengan kepribadian sih peminjaman. b.
Purpose Mencari
data
tentang
tujuan
atau
keperluan
penggunaan kredit. Apakah digunakannya untuk perdagangan, berproduksi atau untuk membeli rumah selain itu, apakah tujuan penggunaannya kredit disesuaikan dengan line of bussines kredit yang bersangkutan. Misalnya keperluan atau tujuan kredit untuk perlengkapan sedangkan line of bussines kredit yang bersangkutan. c.
Prospect
34
Yang dimaksud dengan proepect adalah harapan masa depan dari bidang usaha atau kegiatan usaha si peminjaman. Ini dapat diketahui deri perkembangan usaha si peminjam selama beberapa bulan atau tahun, perkembangaan keadaan ekonomi perdagangaan, keadaan ekonomi atau dari earning power (kekuatan pendapatan atau keuntungan) masa lalu dan perkiraan masa mendatang. d.
Payment Mengetahui bagaimana perkiraan pembayaran kembali peminjaman yang akan diberikan. Hal ini dapat diperoleh dari perhitungan prospect, kelancaran penjualan dan pendapatan sehingga
dapat diperkirakan
kemampuan pengembalian
pinjaman ditinjau dari waktu serta jumlah pengembaliannya. e.
Party Party yaitu dalam menyalurkan kredit bank memilah milah menjadi beberapa golongan . Hal itu dilakukan agar bank lebih fokus untuk menangani kredit.
f.
Profitability Probability yaitu kredit yang dibiayai oleh bank akan memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak baik bagi bank maupun bagi nasabah. Keuntungan bagi bank tentunya adalah balas jasa yang diberikan dalam bentuk bunga atau bagi hasil.
Keuntungan
35
yang
dinikmati
nasabah
adalah
berkembangnya usaha yang dibiayai yang pada akhirnya memberikan keuntungan dan adanya tambahan modal. g.
Protection Protection artinya perlindungan tidak sebatas jaminan fisik yang diberikan tetapi lebih dari itu yaitu jaminan asuransi. Sedangkan menurut Racmat Firdaus (2004: 83) terdapat 5C
dalam perinsip perkreditan, yaitu: a.
Character (Watak/Kepribdaian) Character atau watak dari para calon peminjam merupakan salah satu pertimbangan yang terpenting dalam memutuskan pemberian kredit. Bank sebagai pemberi kredit harus yakin bahwa calon peminjam termaksuk orang bertingkah laku baik, dalam arti selalu memanggang teguh janjinya, selalu berusaha dan bersedia melunasi utangutangnya pada waktu yang telah ditetapkan. Calon peminjam tidak boleh berpredikat penjudi, pencuru, pemabuk, pemakai narkoba atau penipu. Pendek kata calon peminjam haruslah mempunyai reputasi yang baik.
b.
Capacity (Kemampuan) Yang dimaksud dengan capacity disini adalah suatu penilaian kepada
calon
debitur mengenai kemampuan
melunasi kewajiban-kewajibannya dari kegiatan usah yang dilakukannya atau kegiatan usaha yang akan dilakukannya yang dibiayai dengan kredit dari bank. Kemampuan ini sangat 36
penting artinya mengingat bahwa kemampuan inilah yang menentukan besar kecilnya pendapatan suatu perusahaan dimasa yang akan datang.
c.
Capital (Modal) Capital adalah jumlah dana atau modal sendiri yang akan dimiliki oleh calon debitur. Jumlah capital yang dimiliki ini penting untuk diketahui oleh bank untuk menilai tingkat dept to equity ratio yang selanjutnya berkaitan dengan tingkat rentabilitas oleh solvabilitas serta jangka waktu pembayaran kembali kredit yang akan diterima.
d.
Condition of Economic (Kondisi Ekonomi) Azas
kondisi
dan
situasi
ekonomi
perlu
pula
diperhatikan dalam pertimbangan pemberian kredit terutama dalam hubungannya dengan sektor usaha calon peminjam. Bank harus mengetahui keadaan ekonomi pada saat tersebut yang berpengaruh dan berkaitan langsung dengan usaha calon debitur dan bagaimana prospeknya dimasa mendatang. e.
Collateral (Jaminan atau Agunan) Yang dimaksud dengan collateral ialah jaminan atau agunan yaitu berupa harta benda milik debitur atau pihak ke 3 yang diikat sebagai agunan andai kata terjadi ketidak mampuan debitur untuk menyelesaikan utangnya sesuai dengan perjanjian kredit. Dalam hal ini jaminan tersebut memiliki dua fungsi, yaitu pertama untuk pembayaran untang
37
seandainya debitur tidak mampu membayar dengan jalan menguangjan/menjual jaminan tersebut. Sedangkan fungsi kedua, sebagai akibat dari fungsi pertama adalah merupakan salah satu faktor penentu jumlah kredit yang deberikan. 3R adalah sebagai berikut: f.
Returns Pihak bank harus dapat memperkirakan bahwa kredit yang diberikan kepada nasabah dapat menghasilkan return (pendapatan) yang memadai
g.
Repayment Capacity Pihak bank dapat memastikan bahwa nasabah mampu untuk melunasi pinjaman dan bunganya pada saat pembayaran jatuh tempo.
h.
Risk bearing ability Pihak bank perlu mempertimbangkan jaminan yang dimiliki oleh nasabah. Jaminan tersebut dapat dipergunakan apabila nasabah menghadapi resiko kegagalan atau ketidak pastian yang berkaitan dengan penggunaan kredit yang diberikan. Berdasarkan prinsip-prinsip kredit yang dikemukakan di atas
dapat saya simpulakan bahwa prinsip-prinsip kredit adalah sebagai berikut : “Terdapat
penilaian
karakter, kemampuan, tujuan dan
prospek usaha dari calon debitur atau peminjam serta adanya jaminan
38
atau agunan yang dapat menjadi jaminan untuk kredit yang akan diterima oleh Bank.” 2.4.4 Analisi Kredit Analisis kredit adalah kajian yang dilakukan untuk mengetahui kelayakan dari suatu permasalahan kredit. Melalui hasil analisis kreditnya, dapat diketahui apakah suatu nasabah layak (feasible) dan hasil
usahanya
dipasarkan
(marketable)
dan
menguntungkan
(profitable) serta dapat dilunasi pada waktu yang telah ditetapkan. Analisis kredit dilakukan secara cermat dan teliti dengan senantiasa memperhatikan atau berpedoman kepada ketentuan yang berlaku yang mencakup analisis kuantitatif dan kualitatif. Suyanto (1997) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan analisis kredit adalah pekerjaan yang meliputi persiapan pekerjaan – pekerjaan penguraian dari segala aspek baik keuangan maupun non keuangan, menyusun laporan analisis yang diperlukan yang berisi penguraian dan kesimpulan serta penyajian alternative – alternative sebagai bahan pertimbangan untuk pengambilan keputusan pimpinan dari pemohonan kredit nasabah Basu (1994) menyatakan analisis kredit mempunyai dua tujuan utama yaitu : 1.
Membantu para banker memutuskan pemberian kredit secara benar.
2.
Membantu para banker untuk tidak berbuat salah dalam
memutuskan
39
kredit
dalam
arti
tidak
menciptakan kredit yang tidak sehat untuk sebuah bank. Bank tentu tidak menginginkan kredit yang diberikan kepada debitur berujung kepada kemacetan. Kredit macet berarti bencana bagi bank. Selain mengalami kerugian secara financial, bank juga akan menghabiskan waktu, tenaga, pikiran dan biaya yang tidak sedikit dalam menyelesaikan kredit macet.
2.4.5 Penyebab Terjadinya Kredit Macet 1. Error Omission Timbulnya
kredit
macet
dikarenakan
adanya
unsur
kesengajaan untuk melanggar kebijakan dan prosedur yang telah ditetapkan 2. Error Commusion Timbulnya kredit macet karena memanfaatkan lemahnya peraturan atau ketentuan yaitu memang belum ada atau sudah ada tapi tidak jelas.
Menurut Cuistion (1988) penyebab kredit macet yaitu permasalahan manajemen (management oriented problem), debitur meninggal dunia atau sakit (death or illness of principals),perubahan situasi pasar (change in the marketplace). Kredit – kredit yang disalurkan oleh bank jika banyak yang macet akan menimbulkan kerugian yang besar dan akan menghambat operasional perusahaan. Supaya kegiatan perbankan tidak terganggu
40
maka pemerintah harus memberi injeksi modal artinya rakyat juga yang harus menanggung beban yang ditimbulkan oleh kredit macet tersebut. Berkaitan dengan kredit macet menimbulkan persepsi yang cenderung menjadi suatu mitos antara lain : 1.
Bahwa bank tidak mengalami kerugian akibat resiko kredit padahal resiko kredit jelas merupakan resiko yang selalu ada dan tidak bisa dihindari.
2.
Dalam suatu kredit macet selalu diartikan terjadinya kolusi dan atau korupsi oleh pihak oknum bankir atau oknum nasabah.
3.
Dalam
setiap
penanganan
kredit
macet
selalu
mengutamakan pendekatan “sapu jagad” dimana going concern baik bank maupun perusahaan menjadi diabaikan. 4.
Adanya kecenderungan kajian atas kredit macet mengabaikan term of reference masa lalu. Dengan pendekatan term of reference biasanya akan diketahui apakah kredit macet itu akan error omissin atau error commision. Jadi kesalahan nya bukan pada dasar keputusannya tetapi karena masalah monitoring dan pembinaan bank terhadap nasabahnya. Faktor penyebab timbulnya kredit bermasalah atau macet dikelompokkan atas 3 golongan yaitu : a. Faktor intern bank
41
-
Penyelenggaraan analisis kredit yang kurang mampu atau karena pimpinan bank mendapat tekanan dari pihak luar.
-
Pimpinan bank terlalu agresif untuk menyalurkan kredit.
-
Campur tangan para pemegang saham yang berlebihan
dalam
proses
pengambilan
keputusan pemberian kredit. b.
Ketidaklayakan debitur. -
Debitur menderita sakit berat,kecelakaan atau meninggal dunia.
-
Penghasilan tetap terganggu.
c. Pengaruh faktor ekstern. -
Penurunan kondisi ekonomi
-
Bencana alam
-
Peraturan Pemerintaan
Hampir sama dengan teori yang dikemukakan sebelumnya, Joyomarto (1994) mengatakan bahwa variabel yang mempengaruhi ketidakl ancaran kredit adalah faktor intern dan faktor ekstern perbankan sebagai berikut : 1. Faktor intern antara lain : a. Kebijakan perkreditan yang ekspansif
42
b. Beberapa bank menempuh kebijakan perkreditan yang ekspansif melebihi pertumbuhan kredit wajar / normal. Bank – bank tersebut menetapkan pencapaian target kredit dalam jumlah yang besar dalam waktu yang relatif singkat, karena bank memiliki beban kelebihan dana / likuiditas. c. Penyimpangan dalam pelaksanaan prosedur perkreditan. Hal yang sering terjadi antara lain feasibility study dan data calon debitur tidak diwajibkan kepada calon debitur, penilaian kredit kurang menitik beratkan pada kelayakan usaha. d. Itikad kurang baik dari pemilik / pengurus / pegawai bank Hal ini dilakukan dengan memberikan kredit kepada debitur tertentu yang sejak awal sebenarnya sudah diketahui bahwa permohonan kredit tersebut tidak bankable. Praktek yang terjadi adalah pemberian kredit kepada pemilik / pengurus atau kepada perusahaannya untuk suatu kegiatan yang kurang jelas. 2. Faktor ekstern a. Menurunnya kegiatan ekonomi dan tingginya suku bunga kredit. Kegiatan penyejukan ekonomi telah menyebabkan menurunnya kegiatan ekonomi serta mengakibatkan tingginya suku bunga. b. Iklim persaingan yang tidak sehat yang dihadapi bank. Adanya persaingan antar bank yang sangat ketat dalam menyalurkan dana telah dimanfaatkan oleh debitur yang mempunyai itikad kurang baik yaitu dengan memperoleh kredit yang melebihi jumlah yang diperlukan dan untuk usaha yang tidak jelas.
43
c. Kegagalan usaha debitur. Kegagalan terjadi karena usaha debitur sensitif pada faktor lingkungan yang mempengaruhinya. Faktor – faktor tersebut dapat berupa kegagalan dalam produksi atau pemasaran barang /. Jasa yang dihasilkan, perubahan harga di pasar, perubahan pola konsumen. d. Musibah yang terjadi pada debitur / kegiatan usahanya. Ketidak lancaran pengembalian kredit khususnya pada besarnya tunggakan menurut Basuki (1999) dipengaruhi oleh likuiditas, solvabilitas dan rentabilitas serta tingkat suku bunga kredit yang ditetapkan. Likuiditas adalah nafas kehidupan bagi setiap bank. Likuiditas dapat dilihat dan dibaca dari posisi neraca. Solvabilitas adalah kemampuan bank untuk memenuhi kewajiban jangka panjangnya. Kemampuan ini di hitung dengan membagi seluruh aktiva dengan seluruh passiva dalam neracanya. Adanya kredit bermasalah dapat menimbulkan kerugian bagi bank. Kerugian dapat mengganggu nerca bank sehingga
mengurangi
aktivitasnya.
Rentabilitas
adalah
kemampuan bank untuk memperoleh penghasilan berupa bunga kredit.
2.4.6 Strategi Mengatasi Kredit Bermasalah Menurut Muhammad. 2000, Strategi pemulihan Dalam usaha mengatasi timbulnya kredit bermasalah pihak lembaga keuangan mikro syariah dapat melakukan beberapa
44
tindakan penyelamatan sebagai berikut: Rescheduling , Reconditioning , Restructuring , Kombinasi 3-R dan Eksekusi
1.
Rescheduling Rescheduling (penjadwalan kembali) merupakan upaya
pertama
dari
pihak
lembaga
keuangan
mikro
untuk
menyelamatkan kredit yang diberikannya kepada sebitur. Cara ini dilakukan jika ternyata pihak debitur (berdasarkan penelitian dan perhitungan yang dilakukan account officer) tidak mampu untuk memenuhi kewajibannya dalam hal pembayaran kembali angsuran pokok maupun kewajiban lainnya. sebagian atau seluruh kewajiban debitur. Misalnya, angsuran pokok pinjaman (pokok 9 kredit) yang semula dijadwalkan akan selesai dalam jangka waktu 4 tahun diubah jadwalnya sedemikian rupa sehingga pelunasan kredit akan memakan waktu 5 tahun. Hal tersebut disesuaikan dengan proyeksi arus kas (projected cash flow) yang bersumber dari kemampuan usaha debitur yang sedang mengalami kesulitan. a.
Jadwal angsuran per triwulan diubah menjadi per semester atau jadwal angsuran bulanan diubah menjadi angsuran triwulanan sehingga seluruh pelunasan pokok pinjaman menjadi lebih panjang waktunya.
b.
Besarnya angsuran pokok pinjaman diperkecil dengan jangka waktu angsuran yang sama sehingga pelunasan
45
pokok pinjaman secara keseluruhan menjadi lebih lama. c.
Kombinasi dari perubahan jangka waktu beserta besarnya tiap angsuran pokok yang pada akhirnya akan menyebabkan perpanjangan waktu pelunasan pokok kredit.
3.
Reconditioning Reconditioning merupakan usaha pihak lembaga
keuangan mikro untuk menyelamatkan pembiayaan yang diberikannya dengan cara mengubah sebagian atau seluruh kondisi (persyaratan) yang semula disepakati bersama pihak debitur dan dituangkan dalam perjanjian
kredit WK).
Perubahan kondisi kredit dibuat dengan memperhatikan masalah-masalah
yang
dihadapi
oleh
debitur
dalam
pelaksanaan proyek atau bisnisnya. a.
Tingkat cost of capital yang equivalent rate, misalnya dari sebesar 24% p.a. diturunkan menjadi 20% p.a.
b.
Persyaratan
untuk
pencairan
kredit,
misalnya
ditetapkan sebelum dilakukan pencairan kredit (loan disbursement), antara lain harus direkrut beberapa tenaga ahli asing yang akan melaksanakan proyek, tetapi karena kondisi proyek serta pembiayaan tidak memungkinkan, persyaratan tersebut tidak diperlukan atau bahkan ditiadakan sama sekali.
46
c.
Jaminan kredit (agunan), beberapa jaminan yang semula harus diberikan/diserahkan debitur kepada lembaga keuangan mikro terpaksa tidak bisa terlaksana karena beberapa alasan, misalnya tanah yang akan dijamin rusak.
d.
Jenis serta besarnya beberapa fee yang harus dibayar debitur kepada bank, misalnya dalam kasus yang terjadi pada kredit sindikasi (kredit yang diberikan kepada satu debitur oleh beberapa lembaga keuangan mikro secara bersama-sama dalam satu perjanjian pembiayaan).
e.
Manajemen proyek atau bisnis yang dibiayai lembaga keuangan mikro berdasarkan analisis yang dilakukan 10 lembaga maupun atas nasihat dari konsultan yang ditunjuk lembaga keuangan mikro. Hal ini terpaksa dilakukan untuk mengamankan jalannya proyek dan merupakan persyaratan baru atau persyaratan tambahan yang diminta oleh bank yang harus dipenuhi debitur dalam rangka penyelamatkan proyek.
f.
Kombinasi dari beberapa perubahan tersebut diatas.
3.
Restructuring Restructuring
atau
restrukturisasi
adalah
usaha
penyelamatan kredit yang terpaksa harus dilakukan bank dengan cara mengubah komposisi pembiayaan yang mendasari 47
pemberian kredit. Pembiayaan suatu proyek atau bisnis tidak seluruhnya berasal dari modal (dana) sendiri, tetapi sebagian besar dibiayai dengan kredit yang diperoleh dari bank.Salah satu cara menanggulangi kesulitan nasabah tersebut adalah dengan mengubah struktur pembiayaan bagi proyeknya. Hal ini dapat dilakukan dengan beberapa altenatif sebagai berikut: a. Lembaga keuangan memberikan tambahan pembiayaan sehingga debt to equity (DIE ratio) berubah menjadi 65% : 35%. Penambahan kredit ini tentunya akan menambah beban bagi debitur. b. Nasabah menambah porsi equity-nya sehingga DIE ratio menjadi 55% : 45%. Akan tetapi, masih dipertanyakan apakah nasabah memiliki dana yang cukup untuk melaksanakan penambahan equity tersebut. c. Equity ditambah sehingga
DIE ratio berubah menjadi
55%:45%. Penambahan equity tersebut bukan berasal dari modal nasabah, melainkan dari
fresh capital
yang
diberikan oleh bank. Dalam kasus ini, bank diperkenankan ikut menjadi pemegang saham dari perusahaan milik debitur karena dalam rangka rescue program. 4.
Kombinasi 3-R Dalam rangka penyelamatan kredit bermasalah (rescue program), bila dianggap perlu bank dapat melakukan berbagai kombinasi dari tindakan rescheduling, reconditioning, dan restruvtucturing tersebut diatas, yakni: rescheduling 48
dan
reconditioning; rescheduling dan restruvturing; restructuring dan reconditioning; serta
rescheduling, reconditioning dan
restructuring sekaligus.
2.5 Penelitian Terdahulu Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu
Penulis/Tah Judul un (Inggawati, Analisis tentang Febuari Persoalan 2007) Kemitraan Usaha Kecil Menengah dengan Usaha Besar
(Slavec & Prodan, 2012)
The influence of entrepreneur's characteristics on small manufactu ring firm debt financing
Hasil Penelitian
Sumber
Dalam jurnal ini di jelaskan http://isjd.pdii.lipi.go.id/ tentang berbagi Pola Kemitraan admin/jurnal/21089612 yang dapat dikembangkan 6.pdf sesuai dengan situasi dan kondisi dari pihak-pihak yang bermitra.
Makalah ini menyelidiki bagaimana karakteristik dan pengaruh pengusaha menentukan pembiayaan utang perusahaan manufaktur kecil da hasilnya terdapat beberapa faktor yaitu: efficacy, kuat dan lemah, jenis kelamin, usia, dan tingkat pendidikan pengusaha pada pembiayaan utang perusahaan kecil.
49
Journal For East Eropen Management Studies, ISSN 09496181, vol 17 , edisi 1, hal 104-130, tahun 2012
(Austin & Tu)
Automated variable selection methods for logistic regression produce d unstable models for predicting acute myocardial infarction mortality
metode ini menjelaskan bahwa analisis regresi logistik mampu menyeleksi secara maksimal varibel yang tidak di perlikan.
Journal Of Clinical Epidemology, ISSN 08954356, vol 57, disi 11, hal 1138-1146, tahun 2004
2.6 Kerangka Pemikiran
CSR PT.Telkom Divre II Jakarta
Program Kemitraan
Penyaluran Kredit Dana Bergulir
Pengusaha Kecil
Identifikasi Karakteristik
Pengembalian
fakctor
Kredit
50
Pendekatan Teori
Analisis Deskriftif (Crosstabulations)
Lancar:
Tidak Lancar:
Lunas dan
Kurang Lancar,
Lancar
Diragukan, dan Macet
Model Regresi Logistik Binary
Gambar: 2.1 Gambaran kerangka pemikiran
51