31
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1
Manajemen Operasional 2.1.1
Pengertian Manajemen Operasional Pada dasarnya, manajemen adalah suatu kegiatan untuk merencanakan, mengorganisasikan, mengimplementasikan, mengevaluasi seluruh sumber daya yang ada menjadi sebuah hasil/output. M enurut Ir. Arman Hakim Nasution (2006, p10), peran manajer adalah melakukan POSLeC, yaitu: •
Plan: memutuskan didepan tentang apa yang akan dilakukan, bagaimana melaksanakan, kapan dilaksanakan, dan siapa yang melaksanakan.
•
Organizing: bagian dari manajemen yang menyangkut pembentukan struktur peran yang sadar bagi orang-orang untuk mengisi lowongan dalam perusahaan.
•
Staffing: penyerahan atau pengisian dan menjaga tetap terisi posisiposisi dalam perusahaan.
32
•
Leading: mempengaruhi orang yang sedemikian rupa sehingga mereka berusaha dengan sukarela dan antusisa mencapai sasaran organisasi dan kelompok.
•
Controlling: mengukur dan membetulkan kegiatan-kegiatan untuk menjamin sesuainya kegiatan dengan rencana.
M enurut Barry Render dan Jay Heizer (2001, p2), manajemen operasi (M O) adalah serangkaian kegiatan yang membuat barang atau jasa melalui perubahan dari masukan (input) menjadi keluaran(output). Kegiatan membuat barang dan jasa terjadi disemua sektor organisasi. Namun, kegiatan produksi membuat barang sangat jelas terlihat pada perusahaan manufaktur, sedangkan pada perusahaan jasa kurang terlihat jelas (tidak berwujud). 2.1.2
Tugas Manajemen Operasional dalam Manufaktur Tugas-tugas manajemen operasi dalam manufaktur sangat luas, bahkan dapat dikatakan seluruh kegiatan operasi termasuk didalamnya. M enurut Barry Render dan Jay Heizer (2001, p9), beberapa tugas manajemen operasi dalam manufaktur diantaranya: 1. Teknologi:
bidang
yang
menggunakan
teknologi,
teknik-teknik
pembangunan seperti aplikasi komputer, pemeliharaan, penyimpanan, pencari pesanan, aliran kerja, dan ergonomi.
33
2. Pemanfaatan ruang/fasilitas: pengembangan gugusan kerja, penyediaan fasilitas, perbaikan tata letak untuk penyimpanan bahan-bahan mentah, pergudangan, barang dalam proses, dan barang jadi. 3. Isu-isu strategi: mengenali kesempatan-kesempatan aru, memberikan visi, pengembangan organisasi, sistem pelaporan dan pengukuran. 4. Waktu tanggapan: kecepatan dan waktu tanggapan dari sebuah organisasi dan pemasok, pengurangan waktu pemasangan, dan waktu desain produk. 5. M anusia/pembentukan
tim: dalam
proses produksi dan
distribusi,
pemberdayaan pegawai, kepemimpinan, organisasi, komunikasi, dan pembentukan tim kerja. 6. Layanan
pelanggan:
seiring
dengan
keinginan
konsumen
untuk
mendapatkan produk yang sesuai keinginan mereka, layanan menjadi sangat penting. 7. M utu: mutu produk dan informasi menjadi kunci suksesnya operasi. 8. Pengurangan biaya: seorang manajer operasi berfokus untuk menghasilkan lebih maksimal dengan usaha minimal melalui penyederhanaan, pengetatan, dan memusatkan perhatian pada sumber daya untuk menyelesaikan pekerjaan dengan biaya seminimal mungkin.
34
9. Pengurangan persediaan: pengurangan dan perpindahan persediaan yang lebih cepat melalui mata rantai perdagangan, mengurangi kerusakan dan kendala, kedatangan persediaan tepat waktu (just in time). 10. Produktifitas: peningkatan produktifitas adalah satu-satunya cara agar kita dapat meningkatkan standarisasi. 2.1.3
Keputusan Manajemen Operasional Terdapat 10 keputusan pada manajemen operasi yang mendukung misi dan menerapkan strategi pada sebuah perusahaan, diantaranya adalah: 1.
M utu: Harapan mutu pelanggan harus ditentukan dan kebijakan serta prosedur dibangun untuk mengidentifikasikan serta mencapai mutu yang ditetapkan.
2.
Desain barang dan jasa: M erancang barang dan jasa mendefinisikan sebagian besar proses transformasi. Keputusan mutu, biaya dan sumber daya manusia sangat berinteraksi dengan desain. Desain seringkali menetapkan batas bawah biaya dan batas atas mutu.
3.
Desain proses dan kapasitas: Pilihan proses tersedia untuk produk dan jasa. Keputusan proses mengikat manajemen pada teknologi, mutu, pemanfaatan sumber daya manusia, dan pemeliharaan yang spesifik. Komitmen biaya dan modal ini akan menentukan struktur biaya dasar perusahaan.
35
4.
Seleksi lokasi: Keputusan lokasi fasilitas baik untuk perusahaan manufaktur maupun jasa bias menentukan keberhasilan perusahaan. Kesalahan yang dibuat pada saat ini dapat menghambat efisiensi.
5.
Desain tata letak: Kebutuhan kapasitas, tingkat personel, keputusan pembelian dan kebutuhan persediaan mempengaruhi tata letak. Selain itu proses dan bahan baku harus ditempatkan dengan memperhatikan keterkaitan satu sama lain.
6.
M anusia dan sistem kerja: M anusia adalah bagian internal dan mahal dari sistem total. Oleh karena itu, kehidupan mutu kerja yang disediakan, bakat dan keahlian yang dibutuhkan, dan biayanya harus ditentukan.
7.
M anajemen dan rantai pasokan: Keputusan ini menentukan apa yang akan dibuat dan apa yang perlu dibeli. Pertimbangan juga diperlukan utnuk mutu, pengiriman, dan inovasi, dengan harga yang memuaskan. Suasana saling menghormati antara pembeli dan pemasok dibutuhkan untuk pembelian yang efektif
8.
Persediaan: Keputusan persediaan bias dioptimalkan hanya bila keputusan pelanggan pemasok, jadwal produksi, dan perencanaan sumber daya manusia dipertimbangkan.
9.
Penjadwalan: Jadwal produksi yang layak dan efisien harus dikembangkan, permintaan terhadap sumber daya manusia dan fasilitas harus ditentukan dan dikendalikan.
36
10. Pemeliharaan:
Keputusan
harus
dibuat
berkaitan
dengan
tingkat
pemeliharaan yang diinginkan. Rencana implementasi dan pengawasan sistem pemeliharaan adalah perlu. 2.2
Tata Letak Fasilitas 2.2.1
Pengertian dan Tujuan Perencanaan Tata letak Jika membicarakan Plant layout (tata letak pabrik) atau Facilities layout (tata letak fasilitas), ada 2 kata kunci yang ada didalamnya, yaitu pengaturan dan fasilitas. Plant layout (tata letak pabrik) atau Facilities layout (tata letak fasilitas) bisa didefinisikan sebagai tata cara pengaturan fasilitas-fasilitas pabrik untuk menunjang kelancaran proses produksi. Beberapa definisi mengenai tata letak diantaranya adalah: 1.
M enurut Sritomo Wignjosoebroto (2003, p67), tata letak fasilitas merupakan tata cara pengaturan fasilitas-fasilitas fisik pabrik guna menunjang kelangsungan/kelancaran proses produksi
2.
M enurut James Apple (1990, p2), tata letak fasilitas merupakan alat untuk menganalisis, membentuk konsep, merancang, dan mewujudkan sistem bagi pembuatan barang dan jasa. Kegiatan perancangan fas ilitas berhubungan dengan perancangan susunan unsur fisik suatu lingkungan
37
3.
M enurut Fred E meyers (1993, p1), tata letak adalah pengorganisasian fasilitas fisik perusahaan untuk mengefisiensikan penggunaan peralatan, material, manusia dan sumber daya.
Ada 2 fasilitas utama pabrik yang menjadi obyek dan harus diatur letaknya : 1.
M esin (machine layout)
2.
Departemen kerja yang ada dalam pabrik (department layout)
Pengaturan fasilitas-fasilitas pabrik tersebut memanfaatkan luas area (space) dari ruang produksi pabrik untuk penempatan mesin atau fasilitas penunjang produksi lainnya. M enurut Sritomo Wignjosoebroto (2003, p68), tujuan utama dari tata letak pabrik ialah mengatur area kerja dan segala fasilitas produksi yang paling ekonomis untuk operasi produksi aman, dan nyaman sehingga akan dapat menaikkan moral kerja dan performance dari operator. Untuk lebih spesifik, perancangan tata letak yang baik akan memberikan beberapa keuntungan dalam sistem produksi, yaitu: 1.
M enaikkan output produksi
2.
M engurangi waktu tunggu
3.
M engurangi proses material handling
4.
Penghematan penggunaan areal untuk produksi, gudang, dan service
38
5.
Pemanfaatan fasilitas produksi dan tenaga kerja dengan lebih optimal
6.
M engurangi biaya simpan produk setengah jadi (inventory in-process)
7.
M empersingkat proses manufacturing
8.
M engurangi resiko kesehatan dan keselamatan kerja operator
9.
M empermudah aktivitas supervisi (pengawasan kerja)
10. M engurangi kemacetan dan kesimpang-siuran aliran material 11. M engurangi faktor yang bisa mempengaruhi kualitas bahan baku & produk jadi Ditinjau dari aspek dasar tujuan dan keuntungan dari suatu layout yang terencana dengan baik, maka ada 6 dasar prinsip didalam desain layout pabrik : 1.
Prinsip integrasi total Layout pabrik merupakan integrasi total dari seluruh elemen produksi yang menjadi satu unit operasi yang besar.
2.
Prinsip jarak perpindahan bahan yang paling minimal Waktu proses perpindahan material antar operasi bisa dikurangi dengan jalan mengurangi jarak perpindahan tersebut. Semakin dekat jarak perpindahan maka akan semakin baik.
39
3.
Prinsip aliran dari suatu proses kerja Desain layout pabrik dibuat sebaik mungkin untuk menghindari adanya gerakan balik (back-tracking), gerakan memotong (cross-movement), dan kemacetan (congestion), sehingga material bisa terus bergerak dari antar operasi tanpa perlu ada hambatan.
4.
Prinsip pemanfaatan ruangan Pergerakan manusia, material, mesin, dan peralatan penunjang proses produksi lainnya terjadi dalam suatu ruang produksi yang memiliki 3 dimensi (x,y,z) atau memiliki aspek volume (cubic space) dan tidak hanya aspek luas (floor space). Karena itu faktor dimensi ruangan ini perlu dipertimbangkan dalam desain layout pabrik.
5.
Prinsip kepuasan dan keselamatan kerja Desain layout pabrik yang baik bisa menciptakan kenyamanan bagi pekerja sehingga menimbulkan kepuasan kerja dan produktivitas pekerja bisa meningkat. Keselamatan kerja semakin terjamin dengan desain layout pabrik yang dibuat jauh dari sumber bahaya yang bisa membahayakan keselamatan pekerjanya.
6.
Prinsip fleksibilitas Efektifitas dan efisiensi desain layout pabrik bisa tercapai jika layout yang ada dibuat fleksibel untuk penyesuaian atau pengaturan kembali (relayout) ditengah kondisi ekonomi yang sangat kompleks dan cepat berubah. Sehingga layout yang baru dapat dibuat dengan cepat dan murah.
40
2.2.2
Masalah-masalah Dalam Tata Letak M enurut James Apple (1990, p16), dikemukaan bahwa dalam perancangan tata letak fasiltas akan terdapat masalah-masalah yang timbul, diantaranya: 1. Perubahan rancangan M engikuti perkembangan rancangan produk, maka akan
menuntut
perubahan prosesatau operasi yang diperlukan, sehingga hal ini akan menyebabkan perubahan pada rancangan tata letak. 2. Perluasan departemen Penambahan suatu proses produksi atau komponen yang terdapat pada produk, makan akan menyebabkan perubahan tata letak. 3. Pengurangan departemen Hal ini mungkain akan terjadi apabila perusahaan mengalami suatu kondisi seperti: penurunan jumlah produksi secara drastis dan menetap. 4. Penambahan produk baru Apabila perusahaan menambahkan jenis produk yang dihasilkan, maka hal ini akan menyebabkan terjadinya penambahan mesin-mesin produksi. 5. M emindahan satu departemen Hal ini terjadi apabila perusahaan ingin memindahkan satu departemen ke lokasi yang baru.
41
6. Peremajaan peralatan yang rusak Hal ini akan menyebabkan pemindahan peralatan yang berdekatan untuk mendapatkan tambahan ruang. 2.3
Tipe-tipe Tata Letak M enurut Jay Heizer, Barry Render (2006, p 338), terdapat tujuh buah tipe tata letak, yaitu: •
Office layout: posisi kerja, peralatan ruang kantor untuk pergerakan informasi
•
Retail layout: alokasi ruangan dan respon untuk perilaku konsumen
•
Warehouse layout: penyusunan pertukaran ruang dan material handling
•
Fixed position layout
•
Process oriented layout
•
Work cell layout: penyusunan mesin, peralatan untuk focus produksi produk
•
Product oriented layout
Secara umum tata letak fasilitas produksi dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam, yaitu: 1. Tata letak berdasarkan aliran produk ( product layout ) Dengan layout berdasarkan aliran produk, maka mesin dan fasilitas produksi lainnya akan dapat diatur menurut prinsip “machine after machine”. M enurut Sritomo Wignjosoebroto (2003, p154) Tata letak ini didasarkan pada pengelompokan produk atau komponen yang akan dibuat. Segala fasilitas-fasilitas
42
untuk proses produksi akan diletakkan berdasarkan garis aliran (flow line) dari produk tersebut. Product layout merupakan tipe layout yang paling populer untuk pabrik yang bekerja / berproduksi secara massal (mass production), secara skematis ditunjukkan pada Gambar 2.1 Tata Letak Pabrik Aliran Produk (Product Layout).
Gambar 2.1 Tata Letak Pabrik Aliran Produk (Product Layout) Sumber Gambar : Pengantar Teknik dan Manajemen Industri, Sritomo Wignjosoebroto M aka product layout sering kali disebut sebagai metode pengaturan dan penempatan semua fasilitas produksi yang diperlukan dalam satu departemen khusus. Disini produk akan dikerjakan dari awal sampai akhir didalam satu departemen khusus untuk membuat produk tersebut tanpa harus dipindahpindahkan. Dengan demikian semua fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan produksi akan diletakkan dalam departemen tersebut. Tujuan utama dari pengaturan layout menurut aliran produk adalah untuk mengurangi proses
43
material handling yang berkaitan dengan biaya dan pengawasan dalam aktivitas produksinya. Beberapa pertimbangan-pertimbangan berikut merupakan dasar utama didalam penetapan tata letak fasilitas produksi berdasarkan aliran produk yaitu : •
Hanya terdapat satu atau beberapa standar produk yang dibuat.
•
Produk dibuat dalam jumlah / volume yang besar untuk jangka waktu yang relatif lama.
•
Adanya kemungkinan untuk melakukan motion and time study guna menentukan laju produksi per satuan waktu.
•
Adanya keseimbangan lintasan (line balancing) yang baik antara operator dan peralatan produksi, setiap mesin diharapkan menghasilkan jumlah produk per satuan waktu yang sama.
•
M emerlukan aktivitas inspeksi yang sedikit selama proses produksi berlangsung.
•
Satu mesin hanya digunakan untuk melaksanakan satu macam operasi kerja dari jenis komponen yang serupa.
•
Aktivitas pemindahan bahan dari satu stasiun kerja ke stasiun kerja lainnya dilaksanakan secara mekanis, umumnya dengan menggunakan conveyor.
•
M esin-mesin yang berat dan memerlukan peralatan khusus jarang sekali dipergunakan daalam hal ini. M esin produksi yang diaplikasikan biasanya dipilih tipe special purpose machine. Selanjutnya keuntungan-keuntungan yang bisa diperoleh untuk pengaturan
berdasarkan aliran produk dapat dinyatakan sebagai berikut :
44
•
Biaya material handling rendah karena disini aktvitas pemindahan bahan menurut jarak terpendek. Hal ini bisa terjadi karena layout diatur berdasarkan urutas operasi sehingga menghasilkan garis aliran produksi yang lancar dan logis.
•
Total waktu yang dipergunakan untuk produksi relatif singkat.
•
Work process jarang terjadi karena lintasan produksi sudah diseimbangkan dan output dari suatu proses langsung akan dipergunakan sebagai input dalam proses berikutnya.
•
Adanya insentive bagi kelompok karyawan akan dapat memberikan motivasi guna meningkatkan produktivitas kerjanya. Selain itu tidak diperlukan operator yang memiliki skill terlalu tinggi sehingga biaya operator relatif rendah.
•
Tiap unit produksi atau stasiun kerja memerlukan luas area yang minimal, karena disini tidak diperlukan work-in process storage.
•
Perencanaan dan pengendalian proses produksi akan mudah dilaksanakan. Selain keuntungan-keuntungan seperti yang diuraikan di atas dijumpai pula
beberapa kekurangan atau kerugian dalam aplikasi product layout seperti : •
Adanya breakdown dari satu mesin akan menyebabkan seluruh aliran produksi akan berhenti pula. Disini tidak dimungkinkan untuk mengalihkan ke aliran kegiatan produksi yang lain karena bisa mengganggu.
•
Karena layout diatur berdasarkan macam produk yang akan dibuat, maka perubahan didalam produk akan memerlukan perombakan yang prinsipil dari aliran produk atau layoutnya. Dalam hal ini tidak dijumpai adanya
45
fleksibilitas layout untuk memproduksi produk-produk yang lain yang memerlukan urutan proses mesin yang paling lambat. •
Investasi yang tinggi untuk mesin yang dipergunakan (special purpose machine) dan seringkali pula dijumpai adanya ketidak-efisienan didalam utilisasi mesin. Sebagai contoh aplikasi product layout dapat dijumpai dalam industri yang proses-proses produksinya berlangsujng secara kontinyu seperti pabrik gula, pabrik semen, pabrik kertas; selain itu bisa pula dijumpai dalam industri manufakturing/perakitan lainnya seperti peralatan otomobil, perakitan peralatan elektronik (TV, Radio), dan lainlain.
2. Tata letak berdasarkan aliran proses ( process layout ) Tata letak berdasarkan aliran proses sering kali disebutkan pula dengan functional layout, yang merupakan metoda pengaturan dan penempatan dari mesin dan segala fasilitas produksi dengan tipe / macam yang sama yang diletakkan dalam sebuah departemen. Disini semua mesin atau fasilitas produksi yang memiliki ciri-ciri operasi atau fungsi kerja yang sama diletakkan dalam sebuah departemen. Contoh industri yang layout-nya diatur berdasarkan tipe aliran proses ditunjukkan pada Gambar 2.2 Tata Letak Pabrik Aliran Proses (Process Layout)
46
Gambar 2.2 Tata Letak Pabrik Aliran Proses (Process Layout) Sumber
Gambar
:
Pengantar
Teknik
dan
Manajemen
Industri,
Sritomo
Wignjosoebroto Umumnya tata letak seperti ini diaplikasikan untuk industri yang bekerja dengan jumlah / volume produksi yang relatif kecil, beroperasi berdasarkan order pesanan (job order) dan untuk jenis produk yang tidak distandarkan. Tata letak tipe aliran proses ini akan jauh lebih fleksibel jika dibandingkan dengan tata letak tipe aliran produk. Industri-industri yang beroperasi berdasarkan order pesanan (job order) akan lebih tepat kalau menerapkan layout tipe aliran proses guna mengatur faslitas-fasilitas produksinya. Beberapa dasar-dasar pertimbangan dalam menentukan layout berdasarkan aliran proses : •
Produk yang dibuat terdiri dari berbagai macam model / tipe produk dan jangka waktu yang relatif singkat.
•
Aktivitas motion & time study untuk menentukan metoda dan waktu standard kerja sulit dilaksanakan karena jenis kegiatan yang berubah-ubah.
47
•
Sulit untuk mengatur keseimbangan kerja (line balancing) antara kegiatan manusia dan mesin.
•
Satu tipe mesin biasanya mampu melakukan berbagai macam fungsi atau operasi kerja (general purpose machine).
•
Banyak menggunakan peralatan berat khususnya untuk kegiatan material handling dan memerlukan perawatan khusus.
Analisa keuntungan aplikasi layout menurut aliran proses, yaitu : •
Total investasi yang rendah untuk pembelian mesin dan peralatan produksi lainnya karena disini yang dipergunakan adalah mesin-mesin dengan tipe yang umum (general purpose). Disamping itu dijumpai fleksibilitas produksi yang besar dan sanggup mengerjakan berbagai macam jenis atau model produk.
•
M udah untuk mengatasi breakdown mesin dengan cara memindahkannya ke mesin yang lain tanpa khawatir akan mengganggu aliran produk yang lain, mesin yang diperlukan akan lebih sedikit.
•
Kemungkinan adanya aktivitas supervisi yang lebih baik dan efisien melalui spesialisasi kerja. Bagi operator mesin juga dimungkinkan adanya tawaran untuk menjalankan fungsi kerja yang lain (diversifikasi kegiatan) sehingga hal ini diharapkan mampu meningkatkan motivasi dan kepuasan kerja. Selain keuntungan tersebut, terdapat beberapa hambatan (kerugian) dari tata
letak berdasarkan aliran proses (process layout) seperti :
48
•
Karena garis produksi jauh lebih panjang, maka material handling cost juga lebih mahal.
•
Total waktu produksi biasanya akan lebih lama. Disamping itu juga sejumlah besar work-in process layout akan dijumpai karena disini waktu operasi dari stasiun kerja ke stasiun kerja lainnya sulit untuk diseimbangkan. Konsekuensi yang dihadapi adalah diperlukan space dan capital yang cukup besar untuk mengantisipasi work-in process ini.
•
Karena diversifikasi produk yang dihadapi (job order), maka diperlukan operator yang memiliki skill tinggi untuk mengoperasikan mesin untuk berbagai jenis produk yang ingin dihasilkan tersebut.
•
Sistem perencanaan dan pengendalian produksi akan lebih kompleks dan membutuhkan ketelitian didalam analisisnya. Hal ini terutama menyangkut pembebanan mesin, pengendalian persediaan, dan lain-lain. Contoh aplikasi dari layout berdasarkan aliran proses bisa dijumpai baik
dalam sektor manufacturing maupun jasa pelayanan. Rumah sakit, bank, universitas, dan lain-lain sektor industri jasa umumnya akan mengatur segala fasilitas yang dipunya berdasarkan fungsi-fungsi kegiatannya. Untuk hal yang sama dalam sektor industri manufacturing, beberapa bengkel pemesinan yang menganut job-lot production akan mengatur tata letak fasilitas produksi (mesin) berdasarkan kelompok mesin yang memiliki fungsi sama seperti kelompok mesin bubut, kelompok mesin drill, kelompok pengecoran logam, dan lain lain.
49
3. Tata letak berdasarkan posisi tetap ( fixed position lay-out ) Untuk tata letak dengan posisi tetap, material dan komponen dari produk utamanya akan tinggal tetap pada posisi / lokasinya sedangkan fasilitas produksi seperti tools, mesin, manusia, serta komponen komponen kecil lainnya akan bergerak menuju lokasi material atau komponen produk utama tersebut. Umumnya layout tipe posisi tetap akan sering dijumpai pada industri perakitan seperti perakitan pesawat terbang, ship building, dll karena disini peralatan kerja (tools) akan mudah dipindahkan. 2.4
Pola Aliran Pemindahan Bahan Untuk Proses Produksi M enurut Sritomo Wignjosoebroto (2003, p163) terdapat 5 buah pola aliran bahan yang dapat dipakai untuk pengaturan aliran bahan dalam proses produksi, diantaranya: 1. Straight Line Pola aliran berdasarkan garis lurus, umumnya dipakai bilamana proses produksi berlangsung singkat, relatif sederhana, dan produk terdiri dari beberapa komponen. Keuntungan dari pola aliran ini adalah: -
Jarak terpendek antara dua titik
-
Proses produksi berlangsung sepanjang garis lurus
-
Jarak perpindahan bahan relatif singkat karena jarak antar mesin yang pendek
50
2. U-Shaped Pola aliran ini akan dipakai bilamana proses produksi akan berada pada lokasi yang sama dengan awal proses produksinya. Hal ini akan mempermudah pengawasan dan pemanfaatan fasilitas transportasi. Kerugiannya dari pola aliran ini adalah: -
garis atau jarak aliran bahan relatif panjang
-
kurang efisien
3. L-shaped (ODD Angle) Pola aliran ini tidak begitu dikenal dibandingkan dengan pola aliran yang lain, pada dasarnya pola ini sangat umum dan baik digunakan untuk kondisikondisi seperti: -
bilamana tujuan utama adalah memperoleh garis aliran produk diantara suatu kelompok kerja dari area yang saling berkaitan
-
bilamana proses handling dilaksanakan secara mekanis
-
adanya ketebatasan ruang yang menyebabkan pola aliran yang lain terpaksa tidak dapat diterapkan
-
bilamana dikehendaki adanya pola aliran yang tetap dari fasilitasfasilitas produksi yang ada
Keuntungan mengaplikasikan pola aliran ini adalah: -
memberikan lintasan terpendek
-
memberikan pemanfaatan ruang yang baik pada area yang kecil atau sempit
51
4. S-shaped (Serpentine/zig-zag) Pola aliran ini sangat baik diterapkan bilamana aliran proses produksi lebih panjang dibandingkan dengan luas area yang tersedia. Untuk itu aliran bahan akan dibelokkan untuk menambahn panjangnya garis aliran yang ada dan secaraekonomis hal ini akan dapat mengatasi segala keterbatasan area, dan ukuran dari bangunan pabrik yang ada. 5. O-Shaped (Circular) Pola aliran
ini sangat
baik
digunakan
apabila dikehendaki untuk
mengembalikan material atau produk pada titik awal aliran produksi berlangsung. Hal ini juga baik dipakai apabila departemen penerimaan dan pengiriman material atau produk jadi direncanakan untuk berada pada lokasi yang sama dalam pabrik tersebut.
Gambar 2.3 Berbagai Tipe Pola Aliran Produksi Sumber Gambar : Pengantar Teknik dan Manajemen Industri, Sritomo Wignjosoebroto 2.5
Systematic Layout Planning M enurut Richard L Francis, Leon F M cGinnis Jr, dan John A White (1992, p37) terdapat suatu metode atau pendekatan yang sistematis dalam merencanakan tata letak fasilitas, pertama kali dikembangkan oleh Richard M uther (1973), yang dikenal dengan “Perencanaan Tata Letak yang Sistematis” atau “Systematic Layout Planning” (SLP).
52
SLP banyak diaplikasikan untuk berbagai macam persoalan meliputi antara lain problem produksi, transportasi, pergudangan, supporting services dan aktivitas-aktivitas yang dijumpai dalam perkantoran (office layout). Prosedur SLP terdiri dari beberapa tahapan, dapat dilihat pada Gambar 2.4 Prosedur untuk M erencanakan Systematic Layout Planning.
Gambar 2.4 Prosedur untuk M erencanakan Systematic Layout Planning Sumber Gambar : Pengantar Teknik dan Manajemen Industri, Sritomo Wignjosoebroto Sebagai kegiatan awal SLP adalah mengumpulkan data masukkan yang tepat, menganalisa aliran kerja / material dan hubungan antar kegiatan dikombinasikan maka terbentuklah diagram hubungan (relation diagram).
53
Selanjutnya dengan mempertimbangkan luas lantai yang dibutuhkan dan luas lantai yang tersedia serta mengkaitkannya dengan diagram hubungan, akan dihasilkan diagram hubungan ruang (space – relationship diagram). Dengan berlandaskan pada diagram hubungan ruang, serta modifikasi yang perlu dilakukan karena alasan – alasan material handling, keselamatan kerja, serta kendala praktis seperti ukuran tanah, bentuk bangunan yang ada, akan menghasilkan alternatif – alternatif rancangan tata letak ruang. Kemudian dilakukan evaluasi terhadap alternatif – alternatif tersebut berdasarkan kriteria – kriteria yang ada, sehingga diperoleh sebuah rancangan tata letak ruang. Pada tahap alternatif tata letak dalam SLP, sejumlah alternatif dikembangkan berdasarkan pada analisa aliran, hubungan kegiatan dan luas lantai yang dibutuhkan dengan memperhatikan pembatas – pembatas praktis yang ada. Evaluasi dilakukan terhadap alternatif tersebut berdasarkan kriteria tertentu, misalnya minimasi total jarak pergerakan, minimasi waktu proses, minimasi total ongkos transportasi atau kombinasi kriteria – kriteria tersebut. 2.6
Peta Kerja 2.6.1
Definisi Peta Kerja M enurut Sutalaksana (1979, p15), peta kerja merupakan salah satu alat yang sistematis dan jelas untuk berkomunikasi secara luas dan sekaligus melalui petapeta kerja ini kita bias mendapatkan informasi-informasi yang dibutuhkan untuk memperbaiki metode kerja.
54
2.6.2
Lambang-lambang dalam Peta Kerja M enurut Sutalaksana (1979, p15-18), tedapat empat macam lambang yang digunakan untuk pembuatan suatu peta kerja, diantaranya: operasi, inspeksi, transportasi, dan storage. M enurut Sritomo Wignjosoebroto (2003, p98), dan Jones B Dilworth (1996, p350) untuk keperluan pembuatan peta proses ini maka oleh American Society of Mechanical Engineers (ASM E) menyimpulkan bahwa terdapat 6 simbol standar yang mengambarkan macam/jenis aktivitas yang umum digunakan dalam proses produksi, yaitu sebagai berikut: •
Operasi, kegiatan operasi terjadi apabila benda kerja mengalami perubahan sifat/bentuk, baik fisik maupun kimiawi. Operasi merupakan kegiatan yang paling banyak terjadi dalam suatu proses.
•
Inspeksi, kegiatan inspeksi terjadi apabila sebuah objek mengalami pgujian atau pengecekan ditinjau dari segi kuantitas ataupun kualitas.
•
Transportasi,
kegiatan
ini terjadi apabila sebuah
objek
dipindahkan dari satu lokasi ke lokasi lain. •
Delay/menunggu, kegiatan ini terjadi apabila material, benda kerja, operator ataupun fasilitas kerja dalam keadaan berhenti atau tidak mengalami kegiatan apapun.
55
•
Storage, kegiatan atau proses penyimpanan terjadi apabila objek disimpan dalam jangka waktu yang cukup lama (penyimpanan permanen).
•
Aktifitas ganda, kegiatan ini menunjukan adanya kegiatankegiatan secara bersama dilakukan oleh operator pada stasiun kerja yang sama pula. Contohnya adalah kegiatan yang membutuhkan ketelitian yang cukup tinggi.
2.6.3
Macam-macam Peta Kerja M enurut Sutalaksana (1979, p19-50), pada dasarnya peta kerja yang ada sekarang ini dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar berdasarkan kegiatan, yaitu: 1. Peta Kerja Keseluruhan •
Operation Process Chart (OPC) Peta Proses Operasi ini merupakan suatu diagram yang menggambarkan langkah-langkah proses yang akan dialami bahan (bahan baku) mengenai urutan-urutan operasi dan pemeriksaan. Sejak dari awal sampai menjadi produk jadi utuh maupun sebagai komponen, dan juga memuat informasiinformasi yang diperlukan untuk analisa lebih lanjut, seperti: waktu yang dihabiskan, material yang digunakan, dan tempat, alat, ataupun mesin yang digunakan.
Kegunaan Peta Proses Operasi adalah: 1.
Dapat mengetahui kebutuhan akan mesin dan penganggaran.
56
2.
Dapat memperkirakan kebutuhan akan bahan baku (dengan menghitung efisiensi disetiap operasi/pemeriksaan).
3.
Sebagai alat untuk menentukan tata letak lantai pabrik.
4.
Sebagai alat untuk melakukan perbaikan cara kerja yang sedang dipakai.
5.
Sebagi alat untuk latihan kerja.
Prinsip-prinsip pembuatan Peta Proses Operasi Untuk dapat menggambarkan Peta Proses Operasi dengan baik, ada beberapa prinsip yang perlu diikuti sebagai berikut: 1.
Pada baris pertama dinyatakan kepalanya “Peta Proses Operasi” yang diikuti oleh identifikasi lain seperti: nama objek, nama pembuat peta, tanggal dipetakan cara lama atau cara sekarang, nomor peta, dan nomor gambar.
2.
M aterial yang akan diproses diletakan diatas garis horizontal, yang menunjukan bahwa material tersebut masuk kedalam proses.
3.
Lambang-lambang ditempatkan dalam arah vertikal, yang menunjukan terjadinya perubahan proses.
4.
Penomoran terhadap suatu kegiatan operasi diberikan secara berurutan sesuai dengan urutan operasi yang dibutuhkan untuk pembuatan produk tersebut atau sesuai dengan proses yang terjadi.
5.
Penomoran terhadap suatu kegiatan pemeriksaan diberikan secara tersendiri dan prinsipnya sama dengan penomoran untuk kegiatan operasi.
57
Agar diperoleh gambar peta operasi yang baik, produk yang biasanya paling banyak memerlukan operasi, harus dipetakan terlebih dahulu, berarti dipetakan dengan garis vertikal disebelah kanan kertas. M enurut Sutalaksana (1979), terdapat 4 hal yang dapat dianalisa oleh Peta Proses Operasi, diantaranya: 1.
Bahan-bahan, kita harus mempertimbangkan semua alternatif dari bahan yang digunakan, proses penyelesaian dan toleransi sedemikian rupa sehingga sesuai dengan fungsi, realibilitas, pelayanan dan waktunya.
2.
Operasi, harus dipertimbangkan juga mengenai semua alternatif yang mungkin untuk proses pengolahan, pembuatan, pengerjaan dengan mesin atau metode perakitannya, beserta alat-alat perlengkapan yang digunakan. Perbaikan yang mungkinbisa dilakukan misalnya: dengan menghilangkan, menggabungkan, merubah atau menyederhanakan operasi-operasi yang terjadi.
3.
Pemeriksaan, dalam hal ini kita harus mempunyai standar kualitas. Suatu objek memenuhi syarat kualitasnya jika setelah dibandingkan dengan standar ternyata lebih baik atau minimal sama.Proses pemeriksaan bias dilakukan dengan teknik samping atau persatu dari semua objek yang dibuat tentunya cara yang terakhir tersebut dilaksanakan apabila jumlah produksinya sedikit.
58
4.
Waktu,
untuk
mempersingkat
waktu
penyelesaian,
kita
harus
mempertimbangkan semua alternative mengenai metoda, peralatan, dan tentunya penggunaan perlengkapan-perlengkapan khusus. •
Peta Aliran Proses M erupakan suatu diagram yang menunjukan urutan-urutan dari operasi, pemeriksaan, transportasi, menunggu, dan penyimpanan yang terjadi selama satu proses atau prosedur berlangsung.
•
Peta Proses Kelompok Kerja M erupakan hasil dari suatu peta aliran proses dimana digunakan dalam suatutempat kerja untuk mengerjakannya memerlukan keja sama yang baik dari sekelompok pekerja.
•
Diagram Alir (Flow Diagram) M erupakan suatu peta yang memuat informasi-informasi relatitif lengkap sehubungan dengan proses dalam suatu pabrik atau kantor.
2. Peta Kerja Setempat •
Peta Pekerja dan M esin M erupakan peta kerja yang berisi grafik yang menggambarkan koordinasi antara waktu kerja operator dan waktu operasi mesin yang ditanganinnya. Biasanya digunakan untuk mengurangi waktu menggangur.
59
•
Peta Tangan Kiri dan Tangan Kanan M erupakan suatu peta kerja yang menggambarkan semua gerakan-gerakan tangan operator saat bekerja dan waktu menganggur yang dilakukan tangan kiri dan tangan kanan operator
3. Peta Perakitan / Assembly Chart (AC) Berdasarkan James M . Apple (1990, p137), Assembly Chart atau peta perakitan adalah gambaran grafis dari urutan-urutan aliran komponen dan rakitan bagian ke dalam rakitan suatu produk. Peta rakitan ini menunjukan cara yang mudah dipahami mengenai: 1. Komponen-komponen yang membentuk suatu produk 2. Bagaimana komponen ini digabung bersama 3. Komponen yang menjadi bagian suatu rakitan-bagian 4. Aliran komponen kedalam sebuah rakitan 5. Keterkaitan antara komponen dengan rakitan-bagian 6. Gambaran menyeluruh dari proses perakitan 7. Urutan waktu komponen bergabung bersama 8. Suatu gambaran awal dari pola aliran bahan 2.7
Pengukuran Kerja M enurut Sutalaksana (1979,p119), Pengukuran waktu kerja (time study) adalah suatu aktivitas untuk menentukan waktu yang dibutuhkan oleh seorang operator (yang
60
memiliki skill rata-rata dan terlatih baik) dalam melaksanakan sebuah kegiatan kerja dalam kondisi dan tempo kerja yang normal. Tujuan pokok dari aktivitas ini dengan sendirinya akan berkaitan erat dengan usaha menetapkan waktu baku
(standard time).
M enurut Roger G Schroeder
(1997,p141), standard dapat di definisikan sebagai jumlah waktu yang diperlukan untuk melaksanakan suatu tugas/kegiatan apabila operator terlatih yang bekerja dengan kecepatan normal dan menggunakan metode yang telah ditetapkan. Secara historis dijumpai 2 macam pendekatan dalam menentukan waktu baku, yaitu : •
Pendekatan Bottom-Up Pendekatan yang dimulai dengan mengukur waktu dasar (basic time). Dari suatu elemen kerja, kemudian menyesuaikannya dengan tempo kerja (Rating Performance) dan menambahkannya dengan kelonggaran-kelonggaran waktu (allowance time) seperti halnya dengan kelonggaran waktu untuk melepaskan lelah kebutuhan personal karyawan, dan antisipasi terhadap delay. Dalam pendekatan ini pula terdapat beberapa elemen-elemen penting, yaitu : 1. Waktu normal (normal time) : waktu yang diperlukan untuk seorang operator yang terlatih dan memiliki keterampilan rata-rata untuk melaksanakan suatu aktivitas dibawah kondisi kerja dan tempo kerja normal. Waktu normal disini tidak termasuk waktu kelonggaran untuk melepas lelah, personal needs maupun delays yang diperlukan bagi pekerja dalam waktu kerja satu hari penuh.
61
2. Tempo kerja normal : tempo kerja atau performansi kerja yang ditunjukkan oleh seoranh operator yang memiliki keterampilan rata-rata. Terlatih baik dan dengan kesadaran tinggi mau bekerja secara “normal” (tidak terlalu cepat maupun lambat). 3. Waktu pengamatan (actual time) : waktu pengamatan yang diperoleh dari hasil pengamatan pengukuran waktu. 4. Kelonggaran waktu (allowance time) : merupakan sejumlah waktu yang harus ditambahkan dalam waktu normal untuk mengantisipasi terhadap kebutuhan guna melepas lelah, pribadi dan delays yang bisa dihindarkan maupun tidak.
•
Pendekatan Top-Down Pendekatan yang banyak digunakan dalam labor-contracts. Disini umumnya akan mendefinisikan waktu baku sebagai waktu dimana “seorang pekerja yang bekerja dengan baik, dibawah kondisi normal dapat mendapatkan insentif diatas gaji normal.” Umumnya pengukuran waktu standar ditentukan dengan menggunakan beberapa cara ini, yaitu : •
Stopwatch- Time Study
•
Work Sampling, Ratio Delay Study
•
Standard Data
•
Predetermined Motion Time Study Stopwatch- Time Study dan Work Sampling adalah pengukuran kerja secara
langsung, dimana keduanya diaplikasika guna menetapkan waktu standar ataupun
62
mengukur kondisi kerja yang tidak produktif. Pengukuran secara langsung dalam hal ini berarti pengukuran harus dilakukan dilapangan. 2.8
Uji Kecukupan Data M enurut Sritomo(2003), Ke-valid-an hasil penetapan suatu waktu ataupun output standard pada dasarnya akan sangat bergantung pada hasil (data) waktu pengamatan atau pengukuran yang diperoleh. Disini tingkat ketelitian data yang diperoleh akan mempengaruhi hasil penetapan standard-standard tersebut. Sebelum menggunakan data waktu pengamatan yang umumnya diperoleh melalui beberapa kali siklus pengukuran seharusnya terlebih dahulu diadakan pengujian untuk melihat apakah jumlah pengamatan/pengukuran yang telah dilaksanakan tersebut telah menghasilkan data yang cukup teliti atau tidak. Dengan menggunakan teori statistik tentang sampling data diperoleh formulasi untuk mengetahui beberapa jumlah pengamatan/ pengukuran atau teori kecukupan data dimana sebaiknya digunakan rumus sebagai berikut :
⎡ k / s n(Σx 2 ) − (Σx ) 2 Ni = ⎢ Σx ⎢⎣
⎤ ⎥ ⎥⎦
2
Dimana : • t = Waktu pengamatan dari setiap elemen kerja untuk masing-masing siklus yang diukur. • k = Angka deviasi standard untuk besarnya tergantung pada tingkat keyakinan (confidence level) yang diambil, dimana: o 90% confidence level : K = 1.65
63
o 95% confidence level : K = 2.00 o 99% confidence level : K = 3.00 • S = Derajat ketelitian dari data t yang dikehendaki, yang menunjukan maksimum prosentase penyimpangan yang bisa diterima dari nilai t yang sebenarnya. Nilai k/s dikenal sebagai “confidence-precision ratio” dari studi yang dilaksanakan. • n = Jumlah siklus pengamatan awal yang telah dilakukan untuk elemen kegiatan tertentu yang dipilih. • N i = Jumlah siklus pengamatan yang seharusnya dilaksanakan agar dapat diperoleh prosesntase kesalahan minimum dalam mengestimasikan t yaitu sebesar S. Dimana apabila N i < N maka data tidak cukup dan sebaliknya apabila N i > N maka data cukup.
2.9
Perhitungan Waktu Baku M enurut Sritomo (2003, p170), waktu baku didefinisikan sebagai waktu yang dibutuhkan oleh seorang pekerja yang memiliki tingkat keahlian rata-rata untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Kegunaan waktu baku adalah: •
Untuk membuat penjadwalan kerja mengenai seberapa lama suatu pekerjaan berlangsung
•
Untuk merencanakan berapa banyak output yang dapat dihasilkan
64
•
Untuk mengetahui seberapa banyak tenaga kerja yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut. M enurut Sutalaksana (1979, p140-154), rumus yang digunakan dalam perhitungan
waktu baku adalah: •
Waktu Siklus (Ws)
•
Waktu Normal (Wn) = waktu siklus rata-rata x (1+Penyesuaian)
•
Waktu Baku (Wb)
= hasil pengamatan dilapangan
= waktu normal x
100% , dimana: 100% − A%
P = faktor penyesuaian A=Allowance (faktor kelonggaran) 2.9.1
Faktor Penyesuaian Terdapat
beberapa cara untuk
menentukkan
besaran
penyesuaian
(performances rating) dan kelonggaran (allowance). Cara yang umumnya digunakkan dalam menentukan besaran penyesuaian adalah: 1.
Penyesuaian menurut Shumard Penyesuaian menurut Shumard adalah dengan memberikan patokanpatokan penilaian melalui kelas-kelas performance kerja dimana setiap kelas mempunyai nilai-nilai sendiri. Tabel penyesuaian menurut Schumard dapat dilihat pada lampiran 5.
65
2.
Penyesuaian menurut Westinghouse Cara Westhinghouse mengarahkan penilaian pada 4 faktor yang dianggap menentukan kewajaran atau ketidakwajaran dalam bekerja, factor ini meliputi: ketrampilan, usaha, kondisi kerja, dan konsistensi. Setiap faktor terbagi kedalam kelas-kelas dengan nilainya masing-masing. Untuk menormalkan waktu yang ada maka hal ini dilakukan dengan cara mengalikan waktu yang diperoleh dari pengukuran kerja dengan jumlah ke 4 rating faktor yang dipilih sesuai dengan performance yang ditunjukan operator. Tabel Westinghouse dapat dilihat pada lampiran 6.
3.
Penyesuaian menurut Bedaux dan Sintesa Pada dasarnya cara Berdaux tidak terlalu berbeda dengan cara Shumard, hanya saja nilai-nilai pada cara Berdaux dinyatakan dalam “B” seperti misalnya 60B atau 70B. Sedangkan cara Sintesa, waktu penyelesaian setiap elemen gerakan dibandingkan dengan harga-harga yang diperoleh dari tabel-tabel data waktu gerakan, untuk kemudian dihitung harga rata-rata.
4.
Penyesuaian Objektif Penyesuaian ini memperhatikan 2 faktor, yaitu kecepatan kerja dan tingkat kesulita pekerjaan. Kedua faktor inilah yang dipandang secara bersama-sama menentukan berapa harga p untuk mendapatkan waktu normal. Penyesuaian untuk kecepatan kerja adalah p1, dan kesulitan adalah p2, maka nilai penyesuaian metode objektif ini adalah : p = p1+p2.
66
Kecepatan kerja adalah kecepatan dalam melakukan pekerjaan dalam pengertian biasa atau umum, dan kesulitan kerja dapat diukur berdasarkan tabel yang ada, tabel tersebut dapat dilihat pada bagian lampiran 7. 2.9.2
Faktor Kelonggaran Didalam prakteknya banyak terjadi penentuan waktu baku dilakukan hanya dengan menjalankan beberapa kali pengukuran dan menghitung rata-ratanya. Kelonggaran
diberikan
untuk
3
kebutuhan,
yaitu: kebutuhan
pribadi,
menghilangkan rasa lelah (fatique), dan hambatan-hambatan yang tidak terhindarkan. Ketiga hal ini merupakan kebutuhan yang secara nyata dibutuhkan oleh pekerja, dan yang selama pengukuran tidak diamati, diukur, dicatat ataupun dihitung. Karenanya sesuai pengukuran dan setelah mendapatkan waktu normal, kelonggaran perlu ditambahkan. 1.
Kelonggaran untuk Kebutuhan Pribadi Yang termasuk disini adalah hal-hal seperti minum, kekamar kecil, bercakap-cakap
sekedar
untuk
menghilangkan
ketegangan
ataupun
kejemuan kerja. 2.
Kelonggaran untuk M enghilangkan Rasa Fatique Fatique
ini
terlihat
jika
pekerja
mengalami
penurunan
produktifitasnya, untuk itu makan diperlukan tambahan waktu untuk menghilangkan rasa lelah tersebut.
67
3.
Kelonggaran untuk Hambatan-hambatan yang Tak Terhindarkan Dalam setiap
pekerjaan, selalu terdapat beberapa hambatan,
umumnya ada hambatan yang dapat dihindarkan ataupun hambatan yang tidak dapat dihindarkan, contohnya adalah: - M enerima atau meminta petunjuk kepada pengawas. - M elakukan penyesuaian-penyesuaian mesin. - M engasah peralatan potong. - M engambil alat-alat khusus atau bahan-bahan khusus dari gudang. - M emperbaiki kemacetan singkat seperti mengganti alat potong yang patah, memasang kembali ban yang lepas, dan sebagainya. - Hambatan-hambatan karena kesalahan pemakaian alat ataupun bahan. - M esin berhenti karena matinya aliran listrik. 2.10
Perhitungan Jumlah Mesin Untuk menghitung jumlah mesin, maka diperlukan perhitungan jumlah mesin teoritis dari routing sheet dan menghitung jumlah mesin sebenarnya dengan tabel jumlah mesin total. Berikut adalah langkah-langkah dalam perhitungan kebutuhan jumlah mesin: 2.10.1 Lembar Pengurutan Produksi (Routing Sheet) Routing Sheet merupakan tabulasi langkah-langkah yang dicakup dalam memproduksi komponen tertentu dan rincian yang perlu diketahui dari hal-hal yang saling berkaitan.
68
Routing Sheet berguna untuk menghitung jumlah mesin yang dibutuhkan dan untuk menghitung jumlah part yang harus dipersiapkan dalam usaha memperoleh sejumlah produk jadi yang diinginkan. M enurut James Apple (1990, p89-92), ada beberapa langkah-langkah dalam pembuatan routing sheet, diantaranya: 1. Tentukan jumlah produk per satuan waktu yang ingin dicapai dan jumlah jam kerja dalam satuan waktu tersebut. Tentukan pula waktu baku dan waktu setup mesin untuk tiap operasi. Kapasitas alat teoritis/hari = JamKerjaTi apHari − WaktuSetup Me sin TiapHari WaktuBaku Pr oses 2. Kemudian hitung jumlah unit yang diharapkan dan jumlah unit yang disiapkan. •
Jumlah unit yang diharapkan merupakan jumlah produk yang ingin dicapai pada operasi ke-n didapatkan dari jumlah unit yang disiapkan pada operasi berikutnya atau operasi k (n+1). Sedangkan untuk proses operasi yang terakhir jumlah unit yang diharapkan diperoleh dari target produksi yang ingin dicapai.
•
Persentase scrap, merupakan persentase dari barang yang cacat karena kegagalan proses dan tidak dapat digunakan lagi atau material-material yang terbuang akibat proses operasi.
69
•
Jumlah unit yang disiapkan nilainya akan selalu sama atau lebih besar dari nilai skrap untuk produksi yang bersangkutan.
3. Lakukan perhitungan akan kapasitas dengan efisiensi. Efisiensi yang digunakan adalah efisiensi pabrik dari semua departemen.
Kapasitas dengan efisiensi =
jumlahUnitygDisiapkan EfesiensiPabrik
Cara yang paling sederhana untuk menghitung efisiensi adalah:
Efisiensi =
ActualOutput StdOutput
4. Terakhir dilakukan perhitungan akan jumlah mesin teoritis yang dibutuhkan untuk memenuhi kapasitas produksi tersebut.
Jumlah mesin teoritis =
produkdgnE fisiensi kapasitasMe sin teoritis × reliabilitasMe sin
2.10.2 Perhitungan Mesin yang Dibutuhkan M enurut James Apple (1990, p92), perhitungan ini diperoleh dari peta proses produk dari tiap jenis mesin yang sama pada masing-masing tipe. Perhitungan jumlah mesin yang sebenarnya digunakan untuk menghitung jumlah mesin yang diperlukan dalam proses produksi, biasanya hal ini terdapat pada MPPC (Multi Product Process Chart). MPPC adalah suatu diagram yang menunjukan
urutan-urutan
untuk
masing-masing
komponen
yang
akan
70
diproduksi. Informasi yang dapat diperoleh dari M PPC ini adalah jumlah mesin actual yang dibutuhkan. Terdapat beberapa ketentuan-ketentuan yang berlaku pada M PPC ini, diantaranya: •
Pembulatan keatas jika angka dibelakang koma dibagi dengan angka didepan koma jika lebih besar dari 0.1 maka dilakukan pembulatan keatas.
2.11
•
Pembulatan kebawah jika angka dibelakang koma lebih kecil dari 0.1.
•
Jika jumlah mesin teoritis lebih kecil dari satu maka dibulatkan menjadi 1.
Usulan Luas lantai Produksi Usulan luas lantai produksi ini berguna dalam memperkirakan alokasi ruang yang dibutuhkan dalam menempatkan berbagai fasilitas yang digunakan pada lantai produksi. Langkah-langkah perhitungan luas lantai produksi: 1. Definisikan jumlah dan ukuran peralatan yang dibutuhkan pada setiap sub kelompok mesin, seperti jumlah mesin, operator, buffer, dll. 2. Tentukan panjang dan lebar sub kelompok mesin -
sisi panjang diperoleh dari sisi terpanjang sub kelompok mesin ditambah tempat input dan output
71
-
Sisi lebar diperoleh dari sisi terlebar sub kelompok mesin ditambah kursi operator, kelonggaran operator dengan mesin, dan kelonggaran antar mesin.
3. Hitung luas kelompok mesin tanpa gang Didapat dari hasil perkalian panjang dan lebar sub kelompok mesin yang dikalikan dengan jumlah sub kelompok mesin. 4. Hitung luas Allowance gang Didapat dari hasil perhitungan dan pengukuran luas allowance gang sebenarnya pada gambar. 5. Hitung luas kelompok mesin + gang Didapat dari penjumlahan luas kelompok mesin tanpa gang dengan luas allowance gang. 2.12
Material Handling Planning Sheet (MHPS) MHPS merupakan sebuah tabel yang digunakan untuk menghitung biaya penanganan bahan. Terdapat 1 macam M HPS yaitu MHPS produksi yang merupakan suatu tabel yang digunakan untuk menghitung biaya penanganan bahan pada lantai produksi. M enurut James Apple (1990, p378), dalam pemindahan bahan dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:
72
•
M enaikan kapasitas produksi
•
M emperbaiki kondisi kerja
•
M emperbaiki pelayanan pada pelanggan
•
M eningkatkan pemanfaatan ruangdan peralatan
•
M engurangi biaya pemindahan yang harus dikeluarkan
Berikut data-data yang digunakan dalam perhitungan M HPS: •
Hourly fuel power and maintenance cost, merupakan biaya bahan bakar per jam dan biaya perawatan peralatan
•
Hour labor cost, merupakan upah operator per jam
•
Material handling unit load capacity, merupakan kapasitas angkut maksimal dari material handling yang digunakan
•
Material handling equipment depretiation cost, merupakan biaya depresiasi peralatan material handling per satuan waktu tertentu
•
Quantity, merupakan jumlah peralatan material handling yang dibutuhkan
Berikut adalah rumus yang dapat digunakan dalam perhitungan M HPS,: •
Jarak (distance), merupakan jarak perpindahan material yang didapat dari rumus: Jarak =
0.5( LuasAreaAsal + LuasAreaTu juan )
73
•
Jenis material handling yang digunakan, merupakan hasil pembanding dari material handling yang ada dimana suatu material handling yang digunakan apabila biaya secara keseluruhan lebih rendah dibandingkan dengan material handling yang lainnya.
•
Jumlah yang harus disiapkan, didapat dari jumlah yang diharapkan pada mesin asal.
•
Kapasitas pengangkutan (unit load), merupakan jumlah maksimum unit yang dapat dibawa dalam satu kali perpindahan material.
•
Frekuensi per hari, merupakan jumlah penggunaan material handling per hari dimana didapatkan dengan membagi jumlah unit yang disiapkan dengan kapasitas pengangkutan.
•
Faktor biaya, -
Biaya perpindahan tiap meter, didapat dari jarak dikalikan dengan lamanya waktu perpindahan kemudian dikalikan dengan biaya tenaga kerja per satuan waktu yang dikeluarkan.
•
Biaya depresiasi peralatan material handling.
Total material handling cost, didapat dari total faktor biaya dikali dengan jarak perpindahan kemudian dikali lagi dengan frekuensi per hari akan penggunaan material handling.
74
2.13
From To Chart (FTC) From to Chart (FTC), biasanya sangat berguna apabila barang yang mengalir pada suatu wilayah berjumlah banyak. Hal ini juga berguna jika terjadi keterkaitan antara beberapa kegiatan dan jika diinginkan adanya penyusutan kegiatan yang optimum. M enurut sritomo (2003, p190), From to chart akan menunjukkan sejumlah “aktivitas perjalanan” suatu komponen dari lokasi satu menuju lokasi kerja yang lain dan menggambarkan kedekatan hubungan aliran antar mesin yang terjadi. Terdapat 3 jenis From to chart yang berguna dalam pembuatan skala prioritas, antara lain From to chart Frekuensi, From to chart Inflow, dan From to chart Outflow. From to chart Inflow dan Outflow dibuat berdasarkan hasil perhitungan From to chart Frekuensi dengan rumus (yang dimasukkan ke dalam setiap kotak matriks) sebagai berikut:
2.14
Skala Prioritas Skala prioritas menunjukan hubungan antar mesin (skala prioritas Inflow dan skala prioritas Outflow) merupakan skala yang digunakan untuk mengetahui derajat kepentingan hubungan anatara mesin-mesin produksi, dimana derajat kedekatan hubunganya dapat dilihat pada FTC Inflow dan Outflow. Disini angka yang paling besar
75
yang terdapat pada kedua peta tersebut menunjukan hubungan yang paling dekat. Adapun tanda dari derajat kedekatan yang digunakan adalah sebagai berikut: A =
Hubungan mutlak diperlukan (untuk aktivitas yang dipertimbangkan saling berkelanjutan)
2.15
E =
Hubungan sangat penting (untuk aktifitas yang saling berhubungan)
I =
Hubungan penting (untuk aktifitas berdampigan)
O =
Hubungan biasa/umum
U =
Hubungan tidak penting (untuk hubungan geografis)
X =
Hubungan tidak diinginkan (untuk hubungan yang tidak diharapkan)
Peta Hubungan Aktifitas / Activity Relationship Chart Aliran bahan biasanya diukur secara kualitatif mengunakan tolak ukur derajat kedekatan hubungan antara satu fasilitas (departemen) dengan yang lainnya. Nilai-nilai yang menunjukan derajat hubungan dicatat sekaligus dengan alas an-alasan yang mendasarinya dalam sebuah peta hubungan aktifitas (ARC). M enurut Sritomo (2003, p199), ARC merupakan suatu teknik yang sederhana didalam merencanakan tata letak fasilitas berdasarkan derajat hubungan aktifitas. ARC digunakan untuk merencanakan keterkaitan antar setiap
kegiatan yang saling
berhubungan satu sama lainya. ARC menggunakan beberapa simbol huruf seperti skala prioritas sebagai penanda derajat kedekatannya dan beberapa simbol angka berurutan sebagai wakil alasan penggunaan simbol huruf derajat kedekatan tersebut.
76
2.16
Area Allocation Diagram (AAD) Tujuan dari pembuatan AAD adalah untuk: 1.
M erancang ruang produksi yang efisien menjadi sebuah sistem yang terpadu
2.
M engatur peletakan stasiun kerja yang efisien dalam lantai produksi dengan memperhatikan hubungan kedekatan yang telah ditentukan oleh ARD
3.
M enunjukan keterkaitan suatu fasilitas yang satu dengan yang lainya berdasarkan alasannya AAD merupakan suatu alat bantu yang paling dekat dengan tata letak pabrik yang
sebenarnya, dan nantinya akan memuat fasilitas-fasilitas yang diperlukan dalam mendukung sistem produksi. Beberapa keuntungan dari pembuatan AAD adalah: 1.
M emudahkan proses tata letak
2.
M eminimumkan pemakaian ruangan
3.
Pembagian wilayah yang sistematis dan jelas
4.
M enerjemahkan perkiraan area kedalam suatu pengaturan pendahuluan yang dapat dilihat
5.
M emberikan perkiraan luas total yang mendekati keadaan sebenarnya
6.
Sebagai dasar perencanaan selanjutnya