BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1 Manajemen Operasi 2.1.1 Pengertian Manajemen Operasi Menurut Heizer dan Render (2014 : 3), manajemen operasi adalah serangkaian aktivitas yang menghasilkan nilai dalam bentuk barang dan jasa dengan mengubah input menjadi output. Menurut Tampubolon (2014:14), Manajemen operasional didefenisikan sebagai manajemen proses konversi, dengan bantuan fasilitas seperti ; tanah, tenaga kerja, modal dan manajemen masukan (input) yang diubah menjadi keluaran yang diinginkan berupa barang atau jasa/layanan. Menurut Daft (2006:216), mendefinisikan Manajemen Operasi manajemen yang mengkhususkan pada produksi barang.
sebagai bidang
Artinya kegiatan operasi hanya
berfokus pada kegiatan memproduksi barang dan memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan sektor produksi. Dari beberapa definisi diatas, dapat diambil persamaan bahwa manajemen operasi merupakan kegiatan proses menghasilkan produk baik barang maupun jasa dengan mengalokasikan sumber daya yang ada pada proses kegiatan produksi yang dimulai dari tahap input dan diakhiri dengan tahap output guna menghasilkan produk yang bernilai. Menurut Heizer dan Render (2014 : 04), untuk menghasilkan barang dan jasa, semua jenis organisasi menjalankan tiga fungsi. Fungsi – fungsi ini merupakan hal penting, bukan hanya untuk proses produksi, tetapi juga demi kelangsungan hidup sebuah organisasi. Fungsifungsi ini adalah sebagai berikut. 1. Pemasaran yang menghasilkan permintaan, paling tidak, menerima pemesanan untuk sebuah barang atau jasa (tidak aka nada aktivitas jika tidak ada penjualan). 2. Produksi/operasi yang menghasilkan produk. 3. Keuangan/akuntansi yang mengawasi sehat tidaknya sebuah organisasi, membayar tagihan dan mengumuplkan keuangan. 2.1.2 Pentingnya Manajemen Operasi Menurut Heizer dan Render yang diterjemahkan oleh Sungkono, C. (2014 : 5), terdapat empat alasan utama dalam mempelajari manajemen operasi, yaitu:
15
16 1. Manajemen operasi adalah satu dari tiga fungsi utama dari setiap organisasidan berhubungan secara utuh dengan semua fungsi bisnis lainnya. Semua organisasi memasarkan (menjual), membiayai (mencatat laba rugi), dan memproduksi (mengoperasikan), maka sangat penting untuk mengetahui bagaimana aktivitas manajemen operasi berjalan. Karena itu pula, dengan mempelajari manajemen operasi dapat mempelajari bagaimana orang-orang mengorganisasikan diri mereka bagi perusahaan yang produktif. 2. Untuk mengetahui bagaimana barang dan jasa diproduksi. 3. Untuk memahami apa yang dikerjakan oleh manajer operasi. Karena manajemen operasi merupakan bagian yang paling banyak menghabiskan biaya dalam sebuah organisasi. 2.2 Pengendalian 2.2.1 Pengertian Pengendalian Menurut Koontz dan O’donell dalam Fattah (2007: 175) “controlling is the measuring and correcting of activities of subordinates to assure that events conform to plants”atau pengendalian adalah pengukuran dan koreksi kinerja dalam rangka untuk memastikan tujuantujuan perusahaan dan rencana yang dirancang tercapai. Sedangkan menurut Siagian dalam Fattah (2007: 176) “pengendalian adalah proses pengamatan dari pada pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar semua pekerjaan yang sedang dilakukan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan”. Menurut Evans dan Lindsay (2007;236) pengendalian diperlukan karena adanya 2 alasan yaitu : 1. Pengendalian merupakan dasar bagi manajemen kerja harian yang efektif bagi semua tingkatan. 2. Perbaikan jangka panjang tidak dapat diterapkan pada suatu proses kecuali proses tersebut terkendali dengan baik. Suatu system pengendalian mempunyai 3 komponen Evans dan Lindsay (2007: 236) yaitu : 1. Standart atau tujuan 2. Cara untuk mengukur keberhasilan 3. Perbandingan antara hasil sebenarnya dengan standar, serta umpan balik guna membentuk dasar untuk tindakan korektif.
17 Jadi dari pengertian diatas, dapat disimpulkan pengendalian adalah pengamatan, pengukuran, dan koreksi kinerja agar semua pekerjaan berjalan dengan baik dan tujuan perusahaan tercapai. 2.2.2 Jenis – Jenis Pengendalian Menurut Ernie dan Saefullah (2005:327), jenis pengawasan terbagi 3 yaitu: 1. Pengawasan Awal Pengawasan yang dilakukan pada saat dimulainya pelaksanaan pekerjaan. Ini dilakukan untuk mencegah terjadinya penyimpangan dalam pelaksanaan pekerjaan. 2. Pengawasan Proses Pengawasan dilakukan pada saat sebuah proses pekerjaan tengah berlangsung untuk memastikan apakah pekerjaan yang dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. 3. Pengawasan Akhir Pengawasan yang dilakukan pada saat akhir proses pengerjaan pekerjaan 2.2.3 Langkah – Langkah Pengendalian Dalam melakukan pengendalian ada 4 langkah yang digunakan Evans dan Lindsay (2007: 236) yaitu: 1. Menentukan standard (setting standard) Menentukan standard mutu biaya (cost quality), standard mutu kerja (performance quality), standard mutu keamanan (safety quality), standard mutu keandalan (reliability quality) yang diperlukan untuk suatu produk. 2. Menilai kesesuaian (appraising conformance) Membandingkan kesesuaian dari produk yang dibuat dengan standard yang telah ditetapkan. 3. Bertindak bila perlu (acting when necessary) Mengoreksi masalah dan penyebabnya melalui faktor-faktor yang mencakup marketing, desain, engineering , produksi, dan pemeliharaan factor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan. 4. Merencanakan perbaikan (planning for improvement) Merencanakan suatu upaya yang berlanjut untuk memperbaiki standard biaya, kinerja, keamanan, dan keandalan.
18 2.3 Kualitas 2.3.1 Definisi Kualitas Menurut Tampubolon (2014:96), Definisi dari kualitas adalah kemampuan suatu produk, baik itu barang maupun jasa/layanan untuk memenuhi keinginan pelanggannya. Sehingga setiap barang atau jasa selalu diacu untuk memenuhi keinginan pelanggannya. Menurut Heizer dan Render (2014:244) Kualitas (quality) adalah “keseluruhan fitur dan karakteristik produk atau jasa yang mampu memuaskan kebutuhan yang terlihat atau tersamar”. Menurut Prawirosentono (2007:5) pengertian kualitas suatu produk adalah “keadaan fisik, fungsi dan sifat suatu produk yang bersangkutan yang dapat memenuhi selera dan kebutuhan konsumen dengan memuaskan sesuai dengan nilai uang yang dikeluarkan”. Persamaan dari beberapa ahli diatas ada tiga yaitu memuaskan atau memenuhi selera dan kebutuhan konsumen baik barang maupun jasa. Jadi, pengertian kualitas itu sendiri bisa disimpulkan sebagai keseluruhan barang ataupun jasa yang diharapkan dapat memberikan kepuasan orang yang menggunakannya. 2.3.2 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Menurut Assauri (2008) faktor – faktor yang memengaruhi kualitas adalah : a.
Fungsi suatu barang Suatu barang yang dihasilkan hendaknya memerhatikan fungsi untuk apa barang tersebut digunakan atau dimaksudkan, karena pemenuhan fungsi tersebut memengaruhi kepuasan para pelanggan. Mutu yang hendak dicapai sesuai dengan fungsi untuk apa barang tersebut digunakan, tercermin pada spesifikasi dari barang tersebut seperti kecepatan, daya tahan, kegunaannya, berat, bunyi, mudah atau tidaknya perawatan dan kepercayaan.
b.
Wujud luar Walaupun barang yang dihasilkan secara teknis atau mekanis telah maju, tetapi bila wujud luarnya kuno atau kurang dapat diterima, maka akan menyebabkan barang tersebut tidak disenangi oleh konsumen karena dianggap mutunya kurang memenuhi syarat.
c.
Biaya barang Umumnya biaya dan harga suatu barang akan menentukan kualitas barang tersebut. Hal ini terlihat dari barang – barang yang mempunyai biaya atau harga yang mahal, dapat menunjukkan bahwa kualitas barang tersebut relatif lebih baik.
Menurut Yamit(2005:349) faktor – faktor yang mempengaruhi kualitas adalah:
19 a.
Fasilitas operasi seperti kondisi fisik bangungan
b.
Peralatan dan perlengkapan
c.
Bahan baku dan material
d.
Pekerjaan ataupun staf organisasi Jadi dapat disimpulkan faktor yang mempengaruhi kualitas terdapat pada hasil
jadi suatu barang yang di produksi sudah pasti dipengaruhi oleh proses produksi dari awal sampai ahir yang menjadikan barang tersebut berkualitas atau tidak. 2.3.3 Dimensi Kualitas Dimensi kualitas merupakan factor pengukuran yang dipakai untuk menilai kualitas. Montgomery ( 2009:4), menyatakan bahwa ada delapan dimensi kualitas. Delapan dimensi kualitas tersebut adalah : 1. Performance (Kinerja) Adalah karakteristik dasar dari sebuah produk. 2. Durability (Daya tahan) Daya tahan adalah lamanya sebuah produk bertahan sebelum produk tersebut harus diganti. Semakin besar frekuensi pemakaian konsumen terhadap produk, maka semakin besar pula daya tahan produk 3. Conformance (Kesesuaian) Kesesuaian kinerja dan mutu produk dengan standar, minimalisasi kecacatan produk 4. Perceived Quality (Mutu atau kualitas yang diterima) Mutu atau kualitas yang diterima dan dirasakan oleh konsumen 5. Features (Fitur) Karakteristik produk yang dirancang untuk menyempurnakan fungsi produk atau menambah ketertarikan konsumen terhadap produk. 6. Aesthetic (Estetika) Penampilan produk yang bisa dilihat dari tampak, rasa, bau, dan bentuk dari produk. 7. Reability (Reabilitas) Probabilitas bahwa produk akan bekerja dengan memuaskan atau tidak dalam periode waktu tertentu. Semakin kecil kemungkinnan terjadinya kerusakan, maka produk tersebut dapat diandalkan. 8. Serviceability (Kemudahan Perbaikan) Kemudahan service atau perbaikan produk ketika dibutuhkan
20 2.3.4 Pengaruh Kualitas Menurut Heizer dan Render (2014:245), ada tiga alasan pentingnya kualitas bagi sebuah perusahaan untuk terus dapat bertahan di dalam sebuah pasar, yaitu: 1. Reputasi Perusahaan Kualitas dari sebuah produk sangat mempengaruhi reputasi perusahaan. Kualitas produk yang baik akan membuat reputasi perusahaan meningkat dan sebaliknya kualitas yang kurang baik akan membuat reputasi perusahaan menjadi buruk. 2. Keandalan Produk Kualitas produk yang baik dan andal akan digemari dan disukai oleh para konsumennya. Konsumen yang menyukai produk yang dibuat oleh perusahaan biasanya akan kembali membeli produk tersebut. Keandalan produk merupakan salah satu faktor penting bagi perusahaan untuk meningkatkan loyalitas konsumen. 3. Keterlibatan Global Di masa teknologi seperti sekarang ini, kualitas adalah suatu perhatian Internasional. Bagi perusahaan dan negara yang ingin bersaing secara efektif pada ekonomi global, maka produk mereka harus memenuhi harapan kualitas, desain, dan harga global 2.4 Pengendalian Kualitas 2.4.1 Definisi Pengendalian Kualitas Menurut Vincent Gasperz (2005;480), pengendalian kualitas adalah “teknik dan aktivitas operasional yang digunakan untuk memenuhi standar kualitas yang diharapkan”. Menurut Irvan Julia Hanum Rukmini (2006:2,) Pengendalian kualitas adalah suatu system yang dikembangkan untuk menjaga standar yang uniform dari kualitas hasil produksi, pada tingkat biaya yang minimum dan merupakan bantuan untuk mencapai efesiensi perusahaan. Menurut Rusdiana (2014:221), pengendalian kualitas adalah teknik dan aktivitas operasional yang digunakan untuk memenuhi persyaratan kualitas. Berdasarkan pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pengendalian kualitas adalah suatu teknik dan aktivitas/tindakan yang terencana yang dilakukan untuk mencapai, mempertahankan dan mengikatkan kualitas suatu produk dan jasa agar sesuai dengan standar yang telah ditetapkan dan dapat memenuhi kepuasan konsumen. 2.4.2 Manfaat dan Tujuan Pengendalian Kualitas Tampubolon (2014:96), merupakan tugas bagi operasional dalam menentukan titik kritis untuk memusatkan perhatian dalam proses produksi, agar mutu dari hasil produksi
21 dapat dipenuhi. Pencapaian target mutu akan bermanfaat bagi perusahaan di dalam menempatkan posisinya di pasaran(market position). Dengan demikian mutu bermanfaat bagi perusahaan dalam penentuan : 1. Reputasi perusahaan (company Reputation); apabila posisi perusahaan dapat sebagai pemimpin pasar (market leader), keadaan ini menunjukan bahwa mutu perusahaan dibandingkan pesaing lainnya. Sebaliknya apabila perusahaan hanya pengikut pasar(market follower) maka perusahaan harus berusaha mengendalikan mutu produknya untuk lebih baik lagi (market reposition). Dengan demikian mutu sangat bermanfaat di dalam membentuk reputasi perusahaan, melalui mutu hasil produksinya. 2. Pertanggungjawaban produk (product liability), merupakan suatu tantangan bagi perusahaan di dalam memasarkan suatu produk, apabila produk menimbulkan permasalahan bagi pelanggan atau pasar, adalah merupakan tanggung jawab dari perusahaan secara material maupun secara moral. 3. Aspek global (Global Implikasi), dalam era globalisasi yang diatikan bahwa setiap barang atau jasa yang dipasarkan secara internasional harus mampu bersaing di dalam mutu, dan dari segi harga yang lebih murah, serta desain yang sesuai dengan permintaan pasar internasional, akibatnya adalah bahwa aspek global akan berpengaruh secara langsung terhadap mutu suatu hasil dari proses operasional. Wignjosoebroto (2006:256), Dengan melaksanakan manajemen kualitas sebaikbaiknya, maka banyak keuntungan yang bisa diperoleh perusahaan, antara lain: 1. Meningkatkan efesiensi dan produktivitas kerja. 2. Mengurangi kehilangan-kehilangan (losses) dalam proses kerja yang dilakukan, seperti mengurangi waste product atau menghilangkan waktu-waktu yang tidak produktif. 3. Menekan biaya dan save money 4. Menjaga agar penjualan (sales) akan tetap meningkat, sehingga profit tetap diperoleh (meningkatkan potensi daya saing). 5. Meningkatkan realibilitas produk yang dihasilkan. 6. Memperbaiki moral pekerja agar tetap tinggi. Berdasarkan pengertian diatas tujuan dari pengendalian kualitas adalah untuk mengembangkan perusahaan itu sendiri agar mendapatkan kepuasan oleh konsumen dan meningkatkan profit yang didapat melalui hasil dari pengendalian kualitas tersebut.
22 2.5 Produk Menurut Alma (2007:139), produk adalah seperangkat atribut baik berwujud maupun tidak berwujud. Termasuk didalamnya masalah warna, harga, nama baik pabrik, nama baik took yang menjual (pengecer), dan pelayanan pabrik serta pelayanan pengecer, yang diterima oleh pembeli guna memuaskan keinginannya. Menurut Kotler dan Keller dalam buku benyamin molan (2007:4), produk adalah segala sesuatu yang ditawarkan ke pasar untuk memuaskan keinginan atau kebutuhan.. Pengertian produk menurut Kotler dan Armstrong (2010:253) adalah “segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk mendaptkan perhatian , dibeli, digunakan atau dikonsumsi yang dapat memuaskan keinginan dan kebutuhan. Produk meliputi objek secara fisik, jasa, orang , tempat , organisasi, dan ide”. Persamaan dari definisi diatas adalah produk adalah sesuatu yang ditawarkan ke pasar untuk memenuhi kebutuhan atau keinginan pasar tersebut.. Terdapat 3 aspek dari produk yang perlu diperhatikan Kotler dan Amstrong (2010:253): 1. Produk inti Produk inti merupakan manfaat inti yang ditampilan oleh suatu produk kepada konsuomen dalam memenuhi kebutuhan serta keinginannya. 2. Produk yang diperluas (Augmented Product) Produk yang diperluas merupakan manfaat tambahan diluar produk inti disebut produk yang diperluas. Tambahan manfaat itu berupa pemasangan instalasi, pemeliharaan, pemberian garansi serta pengirimannya. 3. Produk formal Produk formal adalah produk yang merupakan “penampilan atau perwujudan” dari produk inti maupun perluasan produk. Produk formal inilah yang dikenal pembeli sebagai daya tarik yang tampak langsung atau tangible offer dimata konsumen. Terdapat 5 komponen yang terdapat pada produk formal yaitu : -
Desain/bentuk/coraknya
-
Daya tahan/mutunya
-
Daya tarik/keistimewaan
-
Pengemasan/bungkus
-
Nama merek/brand name
Kebanyakan
produk
diklasifikasikan sebagai:
di
produksi
untuk
melayani
konsumen
yang
dapat
23 1. Produk Konsumen Produk konsumen adalah produk yang tersedia secara luas bagi konsumen, sering dibeli oleh konsumen, dan sangat mudah didapat. 2. Produk Belanja Produk belanja berbeda dengan produk konsumen karena produk belanja tidak sering dibeli. Ketika konsumen bersiap untuk membeli produk belanja, pertama mereka akan berkeliling melihat perbandingan kualitas dan harga dari produk pesaing. 3. Produk Spesial Produk spesial adalah produk yang dimaksudkan untuk konsumen tertentu yang spesial dan oleh karenanya memerlukan upaya khusus untuk membelinya. 2.6 Statistical Process Control (SPC) 2.6.1 Pengertian Statistical Process Control (SPC) Render dan Heizer (2005:286), Statistical process control merupakan sebuah teknik statistik yang digunakan secara luas untuk memastikan bahwa proses memenuhi standart. Dengan kata lain, Statistical Process Control merupakan sebuah proses yang digunakan untuk mengawasi standart, membuat pengukuran dan mengambil tindakan perbaikan selagi sebuah produk atau jasa sedang diproduksi. Pengertian lain dari Statistical Process Control menurut pendapat Vincent Gasperz (2005) adalah suatu metodologi pengumpulan dan analisis data kualitas, serta penentuan dan interpretasi pengukuran-pengukuran yang menjelaskan tentang proses dalam suatu sistem industri, untuk meningkatkan kualitas dari output guna memenuhi kebutuhan dan ekspektasi pelanggan. Pengertian Statitstical Process Control menurut assauri (2004:219), adalah suatu system yang dikembangkan untuk menjaga standart yang uniform dari kualitas hasil produksi, pada tingkat biaya yang minimum dan merupakan bantuan untuk mencapai efesiensi. Dari pengertian diatas dapat diambil persamaan bahwa Statistical Process Control adalah alat untuk mengawasi standart kualitas suatu produk. 2.6.2 Fungsi dan Tujuan Statistical Process Control (SPC) Statistical Process Control menurut Render dan Heizer (2006:287) mempunyai fungsi melakukan pengawasan standar, membuat pengukuran, dan mengambil tindakan perbaikan selagi sebuah produk atau jasa sedang di produksi. Berikut adalah tujuan utama SPC (Smith, 1995: 4) yaitu :
24 a. Meminimalisir atau menekan biaya produksi. Hal ini dapat tercapai dengan program memperbaiki proses produksi dari awal. Dengan program ini dapat mengurangi biaya berhubungan dengan pembuatan penemuan dan memperbaiki proses produksi. b. Mendapatkan kestabilan dari produk dan jasa yang sesuai dengan spesifikasi produk dan harapan konsumen. Mengurangi variabelitas produk kepada level cukup sesuai dengan spesifikasi sehingga barang jadi sesuai seperti yang diharapakan. Kestabilan ini mengarah kepada proses prediktabilitas, yang mana merupakan keuntungan bagi perusahaan dengan membantu manajemen mencapai target kuantitas. c. Menciptakan kesempatan untuk semua anggota organisasi untuk berkontribusi terhadap peningkatan kualitas. d. Membantu manajemen dan karyawan produksi membuat keputusan ekonomi tentang hal-hal yang berpengaruh terhadap proses produksi. SPC dapat digunakan manajemen maupun pekerja produksi karena SPC mengandung metode statistik yang memudahkan para ahli dari perusahaan terkait dalam hal pemecahan masalah. Manajemen dapat menggunakan SPC sebagai alat yang efektif untuk mengurangi biaya oprasional dan meningkatkna kualitas dengan menggunakan metodenya untuk mengorganisir dan menerapkan upaya kualitas. Seluruh proses menjadi jelas sehingga manajer dapat mencapai strategi yang lebih baik untuk target kuantitas. SPC menciptakan filosifi baru mengenai manajemen, komunikasi lebih terbuka diantara para karyawan demi kebaikan perusahaan dan produk baru. SPC juga berguna untuk produktifitas karyawan. Karyawan dapat menggunakan SPC untuk mengembangkan alat yang efektif demi bekerja lebih efisien. Saat para karyawan mempelajari SPC, mereka bekerja lebih pintar. Dari kontrol chart, mereka dapat mengetahui pekerjaan mereka bagus atau tidak. SPC memberikan kesempatan mereka untuk mempengaruhi proses produksi dan bertanggung jawab atas pekerjaan mereka. SPC dapat meningkatkan kebanggan karyawan dengan cara memperbolehkan mereka untuk masuk dalam proses produksi. Pekerja produksi biasanya adalah karyawan yang memenuhi kualifikasi untuk menentukan baik atau buruk pada setiap proses produksinya. 2.6.3 Teknik Statistical Process Control (SPC) Teknik-teknik penting dalam SPC termasuk dalam penggunaan (Gerald Smith, 1995: 6) yaitu : 1. Proses kontrol chart / diagram kontrol untuk mendapatkan dan mempertahankan statistik pengendalian pada setiap proses.
25 2. Proses pembelajaran kapalititas yang menggunakan kontrol chart / diagram kontrol untuk mendukung proses kapabilitas dalam hubungan dengan spesifikasi produk dan permintaan pelanggan. 3. Sampel statistikal sebagai bagian dari rencana self-certification untuk vendor. 4. Studi untuk mengukur kemampuan 5. 7 alat yang digunakan dalam SPC, dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah.
Saat SPC membantu menciptakan sebuah produk yang variabelitasnya sangat rendah tetapi masih dalam batasan spesifikasi, hasil akhir menjadi lebih seragam dan lebih berkualitas. Yang artinya lebih sedikit barang cacat yang diperbaiki dan lebih sedikit barang cacat yang diaur ulang, jadi hasil akhir dan keuntungan keduanya meningkat. Penggunaan SPC oleh karyawan produksi dapat menunjukan kearah proses produksi yang lebih berkualitas dan memperkecil kesalahan. Pengalaman bekerja dan berpengalaman dengan menggunakan mesin dapat mengarah kepada pembuatan produk berkualitas, daripada memperbaiki barang cacat, jadi biaya dapat ditekan. Hal ini dapat mengarah kepada pengurangan biaya rata-rata, dan hal ini dapat meningkatkan minat pada suatu posisi, dan banyak lapangan pekerjaan terbuka karena permintaan pelanggan naik. SPC harus diadopsi sebagai bagian penting dari kebijakan jangka panjang untuk pengembangan berkelanjutan dalam kualitas sebuah produk dan produktifitas. Jika SPC terbatas hanya dalam pengguan control chart saja, hasil yang positif akan menjadi tebatas. Tidak ada cara cepat atau jalan pintas dalam masalah kualitas. Diagram dan teknik SPC akan menunjukan dimana masalah berada
dan menyediakan bantuan dalam hal menemukan
penyebab masalah. Manajemen harus membentuk rangkaian tindakan yang responsif. SPC dapat diaplikasikan pada area dimana pekerjaan sudah selesai., biasanya digunakan untuk memecahkan masalah dalam teknik mesin, produksi, inspeksi, manajemen, service, dan pembukuan. Agar efektif, SPC harus menjadi bagian penting dari perusahaan seperti bagian dari program pengendalian kualitas. Ini adalah bagian yang penting dalam filosifi baru menjalankan sebuah bisnis. Manajemen harus merubah pendekatan atasan dan bawahan dan menciptakan melalui pelatihan yang baik. Sebuah struktur yang dapat bekerjasama pada setiap tingkatannya.sebuah tingkatan komunikasi baru harus dibentuk, setiap bagian bertanggung jawab atas bagiannya pada saat produk, dan semangat untuk bekerjasama demi kebaikan perusahaan tidak boleh dilupakan.
26 2.6.4 Alat Bantu Statistical Process Control (SPC) Pengendalian kualitas secara statistik dengan menggunakan SPC (Statistical Processing Control) memiliki 7 alat bantu yang sangat berguna dalam mengukur dan mengendalikan kualitas sebagaimana disebutkan oleh Heizer & Render dalam bukunya Manajemen Operasi (2014: 254), antara lain: 1. Diagram alir (Flow Chart) 2. Diagram Pareto (Pareto Analysis) 3. Lembar Periksa (Check Sheet) 4. Diagram Sebab Akibat (Cause-and-Effect Diagram) 5. Diagram Batang (Histogram) 6. Diagram Sebar (Scatter Diagram) 7. Peta Kontrol atau Bagan Kendali (Control chart)
Sumber : Heizer and Render, 2005 Gambar 2.1 Alat Bantu Pengendalian Kualitas. 2.6.4.1 Diagram Alir (Flow Chart) Heizer dan Render (2014:257), Diagram alir (Process Flow Chart) secara grafik menyajikan sebuah proses atau system dengan menggunakan kotak dan garis yang saling berhubungan. Diagram ini cukup sederhana, tetapi merupakan alat yang sangat baik untuk mencoba memahami sebuah proses atau menjelaskan sebuah proses. Evans & Lindsay (2007:179), Diagram alir (Flow Chart) dilakukan untuk mengidentifikasi urutan aktivitas atau aliran berbagai bahan baku dan informasi didalam suatu proses. Diagram alir dapat membantu orang-orang yang terlibat dalam proses tersebut untuk memahaminya secara lebih baik dan lebih objektif dengan cara memberikan gambaran
27 mengenai langkah-langkah yang dibutuhkan untuk mengindikasikan bahwa perusahaan dapat menunjukkan kinerja yang baik dari proses yang dilakukan. Diagram alir digunakan apabila ada kaitannya dengan hal-hal dibawah ini : 1. Terdapat masalah dalam proses yang ditunjukkan melalui tingkat performansi proses yang rendah. 2. Memberikan pelatihan kepada karyawan baru. 3. Mengembangkan sistem pengukuran. 4. Menganalisis ketidaksinkronan, kesenjangan, dan lain-lain, yang berkaitan dengan proses. 5. Landasan untuk perbaikan proses secara terus menerus. 2.6.4.2 Diagram Pareto (Pareto Analysis) Heizer dan Render (2014:255), Diagram Pareto (Pareto Analysis) adalah sebuah metode untuk mengelola kesalahan, masalah atas cacat untuk membantu memusatkan perhatian pada usaha penyelesaian masalah. Diagram ini berdasarkan pekerjaan Vilfredo Pareto, seorang pakar ekonomi di abad ke-19.Joseph M. Juran mempopulerkan pekerjaan Pareto dengan menyatakan bahwa 80% permasalahan perusahaan merupakan hasil dari penyebab yang hanya 20%. Besterfield (2009:78), Diagram pareto ini merupakan suatu gambaran yang mengurutkan klasifikasi data dari kiri ke kanan menurut urutan ranking tertinggi hingga terendah. Hal ini dapat membantu menemukan permasalah yang paling penting untuk segera diselesaikan (ranking tertinggi) sampai dengan masalah yang tidak harus segera diselesaikan (ranking terendah) diagram pareto juga dapat mengidentifikasikan masalah yang paling penting yang mempengaruhi usaha perbaikan kualitas. Diagram pareto adalah kombinasi dua macam bentuk grafik yaitu grafik kolom dan grafik garis, berguna untuk: 1. Menunjukkan pokok masalah. 2. Menyatakan perbandingan masing-masing masalah terhadap keseluruhan. 3. Menunjukkan perbandingan masalah sebelum dan sesudah perbaikan. Untuk membuat diagram pareto, langkah-langkah yang digunakan adalah sebagai berikut (Besterfield, 2009:80) : 1. Pengklasifikasian data menurut pelaksanaan pekerjaan.
28 2. Tentukan periode waktu yang diperlukan untuk mempelajari dan buat lembar isian (Check Sheet) yang mencakup periode waktu dari semua klasifikasi data yang mungkin, kemudian kumpulkan datanya. 3. Untuk tiap kelompok hitunglah data untuk seluruh periode waktu dan catatlah jumlah totalnya. 4. Gambarlah sumbu horizontal dan vertikal pada kertas grafik. Bagilah sumbu horizontal ke dalam bagian yang sama, satu bagian untuk tiap kelompok. Skala sumbu vertikal dibuat sedemikian rupa sehingga titik puncak sumbu vertikal tersebut menggambarkan suatu jumlah yang sama dengan jumlah total dari semua kelompok. 5. Gambar data ke dalam bentuk kolom. Mulailah dari sisi sebelah kiri dari grafik tersebut dengan kelompok yang semakin kecil. Bilamana ada kelompok yang disebut “lain-lain” gamabarkanlah kelompok itu pada bagian yang paling akhir setelah kelompok yang paling kecil. 6. Gambarlah garis kumulatif. Mulailah dengan menggambar garis diagonal memotong kolom yang pertama, dengan dimulai dari dasar pada sudut kiri (titik nol). Dari bagian atas sudut kanan pada kolom pertama, lanjutkan garis ini ke arah yang baru dengan menggerakkannya ke arah kanan yang jaraknya sama tinggi kolom kedua, dari titik tersebut tariklah garis lurus untuk ruas berikutnya, teruskan ke arah kanan dengan jarak yang sama dengan lebar kolom dan menuju ke atas denga jarak yang sama dengan tingginya kolom ketiga. Ulangi terus samapai ujung sudut kanan paling atas dari grafik tercapai. Tingginya garis komulatif pada titik ini menggambarkan jumlah data yang telah di kumpulkan. 7. Buat sumbu vertikal yang lain di sebelah kanan grafik dan buat skala dari 0 sampai 100%. Akhir dari garis kumulatif adalah pada titik yang bertuliskan 100%. 8. Tambahkan keterangan pada diagram pareto tersebut. Jelaskan siapa yang telah mengumpulkan data tersebut, kapan dan di mana, serta tambahan informasi apa saja yang penting untuk mengindentifikasi data. 2.6.4.3 Lembar Periksa (Check Sheet) Heizer dan Render (2014:255), Lembar pengecekan (check sheet) adalah suatu formulir yang didesain untuk mencatat data.Pencatatan dilakukan sehingga pada saat data diambil pola dapat dilihat dengan mudah. Lembar pengecekan membantu analisis menentukan fakta atau pola yang mungkin dapat membantu analisis selanjutnya.
29 Montgomery (2009:199), Check Sheet adalah suatu formulir dimana item-item yang akan diperiksa telah dicetak dalam formulir dengan maksud agar data dapat dikumpulkan secara mudah dan ringkas. Tujuan pembuatan Check Sheet adalah menjamin bahwa data dikumpulkan secara teliti dan akurat untuk dilakukan pengendalian proses dan penyelesaian masalah. Data dalam lembar pengecekan tersebut nantinya akan digunakan dan dianalisa secara cepat dan mudah. Ada beberapa jenis lembar periksa yang digunakan untuk keperluan pengumpulan data (Wignjosoebroto, 2006:264), yaitu: 1. Production Process Distribution Check Sheet
Lembar periksa ini digunakan untuk mengumpulkan data yang berasal dari proses produksi atau proses kerja lainnya. 2. Defective Check Sheet
Lembar periksa ini digunakan untuk mengurangi jumlah kesalahan atau cacat yang ada
dalam
suatu
proses
kerja,
maka
terlebih
dulu
kita
harus
mampu
mengidentifikasikan kesalahan-kesalahannya. 3. Defect Location Check Sheet
Lembar periksa ini adalah sejenis lembar pengecekan dimana gambar sketsa dari benda kerja akan disertakan sehingga lokasi cacat yang terjadi bisa segera diidentifikasikan. 4. Defective Cause Check Sheet
Lembar periksa ini digunakan untuk menganalisa sebab-sebab terjadinya kesalahan dari suatu output kerja. 5. Check Up Conformation Check Sheet
Lembar periksa ini lebih menitikberatkan pada karakteristik kualitas atau cacat-cacat yang terjadi. Lembar periksa ini digunakan untuk melaksanakan semacam general check up pada akhir proses kerja yang pada intinya untuk lebih meyakinkan apakah output kerja sudah selesai dikerjakan dengan baik lengkap atau belum. 6. Work Sampling Check Sheet
Lembar periksa ini adalah suatu metode untuk menganalisa waktu kerja.
Dengan demikian, maka penggunaan lembar periksa bertujuan untuk: 1. Memudahkan proses pengumpulan data terutama untuk mengetahui bagaimana sesuatu masalah sering terjadi. 2. Mengumpulkan data tentang jenis masalah yang sedang terjadi.
30 3. Menyusun data secara otomatis, sehingga data itu dapat dipergunakan dengan mudah. 4. Memisahkan antara opini dan fakta. Kita sering berpikir bahwa kita mengetahui suatu masalah atau mengganggap bahwa suatu penyebab itu merupakan hal yang paling penting. Dalam kaitan ini, lembar periksa akan membantu membuktikan opini kita itu, apakah benar atau salah. 2.6.4.4 Diagram Sebab-Akibat (Cause-and-Effect Diagram) Besterfield
(2009:81),
diagram
sebab-akibat
adalah
suatu
diagram
yang
menggambarkan garis dan simbol-simbol yang menunjukan hubungan antara penyebab dan akibat suatu masalah, untuk selanjutnya diambil tindakan perbaikan atas masalah tersebut. Heizer dan Render (2014:255), Diagram Sebab Akibat juga dikenal sebagai diagram Ishikawa dan Fishbone diagram karena bentuknya menyerupai tulang ikan.Dimana, setiap tulang mewakili kemungkinan sumber kesalahan. Diagram ini berguna untuk memperlihatkan faktor-faktor utama yang berpengaruh pada kualitas dan mempunyai akibat pada masalah yang kita pelajari. Faktor-faktor penyebab utama ini dapat dikelompokkan antara lain: 1.
Bahan baku (Material)
2.
Mesin (Machine)
3.
Tenaga Kerja (Man)
4.
Metode (Method)
5.
Lingkungan (Environment)
Langkah 0 langkah dalam membuat diagram sebab-akibat (Montgomery, 2009:203): 1. Definisikan masalah yang terjadi pada perusahaan. 2. Gambarlah sebuah garis horizontal dengan suatu tanda panah pada ujung sebelah kanan dan kotak di depannya. Akibat atau masalah yang ingin dianalisis ditempatkan dalam kotak. 3. Tulislah penyebab utama (manusia, bahan baku, mesin, lingkungan kerja dan metode) dalam kotak yang ditempatkan sejajar dan agak jauh dari garis panah utama. Hubungan kotak tersebut dengan garis panah yang miring ke arah garis panah utama. Kadang mungkin diperlukan untuk menambahkan lebih dari empat macam penyebab utama. 4. Tulislah penyebab kecil pada diagram tersebut di sekitar penyebab utama, yang penyebab kecil tersebut mempunyai pengaruh terhadap penyebab utama. Hubungan penyebab kecil tersebut dengan sebuah garis panah dari penyebab utama yang bersangkutan.
31
Sumber : Besterfield (2009) Gambar 2.2 Struktur Diagram Sebab-Akibat
2.6.4.5 Diagram Batang (Histogram) Heizer dan Render (2014:257), Histogram menunjukkan cakupan nilai sebuah perhitungan dan frekuensi dari setiap nilai yang muncul. Histogram dapat dipergunakan sebagai suatu alat untuk mengkomunikasikan informasi tentang variasi dalam proses dan membantu manajemen dalam membuat keputusan-keputusan yang berfokus pada usaha perbaikan yang dilakukan secara kontinu atau terus-menerus. Untuk memudahkan analisis, kelompokan terlebih dahulu data yang sekelas, biasanya dilihat secara kelompok dan kelompok-kelompok dari data tersebut akan bertebaran mulai dari kelas rendah sampai yang tinggi, namun apabila data yang ada bersifat kualitatif, pengelompokannya dapat dilakukan secara bebas seperti terlihat pada contoh histogram sederhana di bawah ini (Besterfield, 2009:89):
Series 1
5
Series 2 4 3 2 1 0 Category 1
Category 2
Category 3
32
Sumber : Besterfield (2009) Gambar 2.3 Histogram
2.6.4.6 Diagram Tebar (Scatter Diagram) Diagram Sebar (Scatter Diagram) adalah grafik yang menampilkan hubungan antara dua variabel apakah hubungan tersebut kuat atau tidak, yaitu antara faktor proses yang memengaruhi proses dengan kualitas produk. Diagram sebar menunjukkan hubungan antardua perhitungan (Heizer dan Render, 2014:255). Besterfield (2009:88), Scatter Diagram merupakan cara paling sederhana untuk menentukan hubungan antara sebab dan akibat dari dua variabel. Langkah-langkah yang diambilpun sederhana. Data dikumpulkan dalam bentuk pasangan titik (x,y). Dari titik tersebut dapat diketahui antara variabel x dan variabel y, apakah terjadi hubungan positif atau negatif. Langkah
–
langkah
dalam
pembuatan
diagram
tebar
antara
lain,
yaitu
(Wignjosoebroto, 2006:276): 1. Kumpulkan 20 sampai 100 pasang sampel data yang hubungannya akan kita teliti dan masukkan dalam table. 2. Gambarkan dua buah sumbu secara vertikal (sumbu y) dan horizontal (sumbu x) beserta skala dan keterangan. Sumbu y dan sumbu x sebaiknya sama panjangnya agar diagram mudah dibaca. 3. Gambarkan titik koordinat data tersebut. Dari penyebaran titik-titik (scatter) dapat dianalisis apakah ada hubungan dari kedua variabel. Cara membaca atau menganalisa diagram tebar akan cenderung mengikuti 5 model dibawah ini: 1. Korelasi positif Nilai y akan naik apabila nilai x juga naik. Apabila nilai x terkendali maka nilai y juga akan terkendali. 2. Adanya gejala korelasi positif Bila x naik maka y cenderung naik, tetapi dapat pula disebabkan oleh faktor selain x. 3. Tidak terlihat adanya korelasi 4. Ada gejala korelasi negatif
33 Naiknya x akan menyebabkan kecenderungan turunnya y. 5. Korelasi negatif Naiknya x akan menyebabkan menurunnya y, sehingga apabila x dapat dikontrol, maka y juga akan terkontrol.
Sumber : Besterfield (2009) Gambar 2.4 Diagram Tebar
Untuk meyakinkan bahwa data yang diperoleh berkorelasi maka digunakan analisis SPSS (Statistical Product and Service Solution). Menurut Husein Umar (2011:25), penelitian yang dirancang guna menentukan tingkatan antara hubungan beberapa variabel yang berbeda dalam suatu populasi yang disebut penelitian korelasi. Penelitian korelasi pearson ini menggunakan teknik korelasi pearson produt moment yang berarti dapat digunakan untuk menentukan suatu besaran yang menyatakan bagaimana hubungan kuat antara suatu variabel dengan variabel lainnya. 2.6.4.7 Peta Kontrol atau Bagan Kendali (Control chart) Peta kendali (Control Chart) adalah gambaran grafik data sejalan dengan waktu yang menunjukkan batas atas dan bawah proses yang ingin kita kendalikan. Peta kendali dibangun sedemikian rupa sehingga data baru dapat dibandingkan dengan data masa lalu secara cepat. Sampel output proses diambil dan rata-rata sampel ini dipetakan pada sebuah diagram yang memiliki batas. Batas atas dan bawah dalam sebuah diagram kendali bisa dalam satuan temperatur, tekanan, berat, panjang, dan sebagainya (Heizer dan Render, 2006:268). Peta kendali dibedakan menjadi dua golongan besar sesuai dengan karakteristik data yang diobservasi, yaitu Variabel dan Atribut. 1.
Data Variabel
34 Data variabel bersifat continyu (continuous distribution). Data ini diukur dalam satuan-satuan kuantitatif, sebagai contoh: a.
Cycle time yang dibutuhkan untuk melakukan satu proses.
b.
Diameter poros,
c.
Tinggi badan 100 orang operator, dan lain-lain. Sifat continuous distribution pada data variable menggambarkan data
berbentuk selang bilangan yang bisa terjadi dalam digit di belakang koma hingga n digit, tidak dapat dihitung, dan tidak terhingga. Bentuk distribusi yang rapat seperti ini lebih sensitive terhadap perubahan, namun akan lebih sulit baik dalam mengidentifikasi apa yang harus diukur juga dalam pengukuran aktual. Ada tiga jenis peta kendali yang dapat digunakan dalam data variable, yaitu : 1. R-chart R dalam R-chart adalah “range”, yang mengukur beda nilai terendah dan tertinggi sampel produk yang diobservasi, dan memberi gambaran mengenai variabilitas proses. UCL = D4Ŕ LCL = D3Ŕ Ŕ= Dimana : R = range k = jumlah sampel inspeksi
2.
X-chart. X-chart atau mean chart, memvisualisasikan fluktuasi rata-rata sampel dan rata-rata dari rata-rata sampel kemudian akan menunjukkan bagaimana
penyimpangan
rata-rata
sampel
dari
rata-ratanya.
Penyimpangan ini akan memberi gambaran bagaimana konsistensi proses. Semakin dekat rata-rata sampel ke nilai rata-ratanya maka proses cenderung stabil. ẋ= UCL = ẋ + A2Ŕ LCL = ẋ - A2Ŕ
35 Dimana ẋ = rata-rata n = jumlah sampel 3.
S-chart. S dalam S-chart adalah sigma
atau Standard Deviation Chart,
yang digunakan untuk mendeteksi apakah karakteristik proses stabil. Oleh karena itu, S-chart biasanya diplot bersama dengan X-chart sehingga memberikan gambaran mengenai variasi proses lebih baik. UCL = ẋ + z LCL = ẋ - z
ẋ ẋ
Dimana : ẋ = rata-rata rangkap sampel atau nilai target yang ditetapkan untuk proses z = jumlah standar deviasi ẋ=
standar deviasi dari rata-rata sampel =
= standar deviasi populasi (proses) n = ukuran sampel
2. Data Atribut Data atribut bersifat diskrit (discrete distribution). Data ini umumnya diukur dengan cara dihitung menggunakan daftar pencacahan atau tally untuk keperluan pencatatan dan analisis, sebagai contoh: a. Jumlah cacat dalam satu batch produk, b. Jenis kelamin (laki-laki/perempuan), c. Jenis warna (merah,hijau,biru,hitam), dan lain-lain. Sifat discrete distribution memberi gambaran data atribut berbentuk bilangan cacah dimana nilai data harus interger atau tidak pecahan, dapat dihitung, dan terhingga. Pengukuran data atribut akan jauh lebih sederhana dibandingkan dengan pengukuran data variabel karena data diklasifkasikan sebagai cacat atau tidak cacat berdasarkan perbandingan dengan standar yang telah ditetapkan. Pengklasifikasian ini tentunya menjadikan kegiatan inspeksi lebih ekonomis dan sederhana. Ada empat jenis peta kendali yang dapat digunakan dalam data atribut, yaitu: 1. Proportion defective control chart (P-chart).
36 P-chart berarti “proportion”, yaitu proporsi unit-unit yang tidak sesuai dalam sebuah sampel. Proporsi sampel tidak sesuai didefinisikan sebagai rasio dari jumlah unit–unit yang tidak sesuai, D, dengan ukuran sampel , n (Prins,2006). Jika mengasumsikan bahwa D adalah sebuah variabel random binomial dengan parameter p tidak diketahui, proporsi cacat dari masing-masing sampel yang diplotkan dalam peta kendali adalah:
selanjutnya, varians dari statistik ṕ adalah:
Oleh karena itu, P-chart dibuat dengan menggunakan p sebagai garis pusat dengan batas kendali adalah: p±3 (
)
2. Number defective control chart (NP-chart). NP-chart memonitor jumlah cacat itu sendiri. N dalam NP-chart berarti “number” atau jumlah, yaitu jumlah unit-unit yang tidak sesuai dalam sebuah sampel. NP-chart hanya menggunakan pengukuran sampel konstan. Montgomery (2005:279) mengatakan: “many non-statistically trained personnel find the np-chart
easier to
interpret than the usual fraction nonconforming control chart.” Pada umumnya data jumlah item cacat memang lebih disukai dan mudah untuk diinterpretasikan dalam pembuatan laporan dibandingkan dengan data proporsi. Batas kendali NP-chart dapat dihitung dengan: np ± 3 dimana : n = ukuran sampel p = proporsi cacat Jika nilai standar untuk p tidak tersedia, ṕ dapat digunakan untuk menghampiri p. Data yang diplotkan adalah jumlah cacat (np), dan ukuran sampel harus konstan. 3. Defects per count/subgroup control chart (C-chart).
37 C pada C-chartberarti ”count” atau hitung cacat, ini bermaksud bahwa C-chart dibuat berdasarkan pada banyaknya titik cacat dalam suatu item. C-chart menghitung banyaknya cacat dalam satu item tersebut atau menghitung semua kerusakan pada item sampel. C-chart didasarkan pada distribusi poisson yang pada dasarnya mensyaratkan bahwa jumlah peluang atau lokasi potensial cacat sangat besar (tidak terhingga) dan bahwa probability cacat di setiap lokasi menjadi kecil dan konstan. Selanjutnya prosedur pemeriksaan harus sama untuk setiap sampel
dan
dilakukan
secara
konsisten
dari
sampel
ke
sampel
(Montgomery,2005:289). Batas kendali untuk C-chart adalah c ± 3 Dimana: c = means varians dari distribusi poisson. Jika nilai standar c tidak tersedia, maka ĉ dapat digunakan untuk menghampiri c. 4. Defects per unit control chart (U-chart). U dalam U-chart berarti “unit” cacat dalam kelompok sampel.Uchart menghitung titik cacat per unit laporan pemeriksaan dalam periode yang mungkin memiliki ukuran sampel bervariasi (banyak item yang diperiksa).U-chart digunakan dalam kasus dimana sampel yang diambil bervariasi atau memang seluruh produk yang dihasilkan akan diuji. Hal ini berarti bahwa U-chart digunakan jika ukuran sampel lebih dari satu unit atau mungkin bervariasi dari waktu ke waktu. Dalam U-chart, kita perlu menghitung terlebih dahulu µ cacat untuk setiap n sampel, yaitu: µi= Nilai µi inilah yang akan diplotkan dalam peta kendali, Dimana: xi = jumlah cacat dalam subgrup ke-i ni = jumlah unit laporan pemeriksaan dalam subgroup ke-i. Terdapat dua model untuk penyelesaian U-chart beserta batasbatas kendalinya, yaitu menggunakan: 1. Model harian/individu, yaitu ū ± 3 =
38 2. Model rata-rata, yaitu ū ± 3 =
2.7 Jenis Kecacatan Kecacatan pada suatu produk diklasifikasikan kedalam 3 kategori (Evans dan Lindsay, 2007: 114) yaitu : 1. Cacat kritis Cacat kritis adalah suatu bentuk cacat dimana penilaian dan pengalaman mengindikasikan bahwa cacat produk tersebut akan menghasilkan kondisi yang berbahaya atau tidak aman bagi orang yang menggunakan, menyimpan, atau tergantung pada produk tersebut, serta membuat produk tersebut tidak dapat menunjukkan kinerja yang baik. 2. Cacat penting Cacat penting adalah suatu bentuk cacat yang tidak kritis namun dapat mengakibatkan kegagalan atau secara material akan mengurangi tingkat penggunaan unit produk tersebut. Cacat penting dapat mengakibatkan konsekuensi yang serius ataupun tuntutan hukum, maka jenis cacat ini harus diawasi dan dikendalikan dengan hati-hati. 3. Cacat kecil Cacat kecil adalah cacat yang tidak terlalu mengurangi penggunaan suatu produk, atau mengakibatkan dampak penting pada efektivitas penggunaan atau pengoperasian produk tersebut. Cacat jenis ini dapat mengakibatkan ketidakpuasan pelanggan.
2.8 Kerangka Pemikiran Bahan Baku
Proses Produksi Pengendalian Proses Produksi dengan pendekatan Statistical Process Control
39
Sumber : Hasil Analisis, Juni 2015 Gambar 2.5 Kerangka Pemikiran