BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1
Multi-Criteria Decision Making (MCDM)
Multi-Criteria Decision Making (MCDM) adalah suatu metode pengambilan keputusan untuk menetapkan alternatif terbaik dari sejumlah alternatif berdasarkan beberapa kriteria tertentu. Kriteria biasanya berupa ukuran-ukuran atau aturan-aturan atau standar yang digunakan dalam pengambilan keputusan. Secara umum dapat dikatakan bahwa MCDM menyeleksi alternatif terbaik dari sejumlah alternatif. (Kusumadewi et al, 2006). Janko (2005) dalam Kusumadewi et al, (2006) menyebutkan terdapat beberapa fitur umum yang digunakan dalam MCDM, yaitu: 1. Alternatif, alternatif adalah obyek-obyek yang berbeda dan memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih oleh pengambil keputusan. 2. Atribut, atribut sering juga disebut sebagai kriteria keputusan. 3. Konflik antar kriteria, bebrapa kriteria biasanya mempunyai konflik antara satu dengan yang lainnya, misalnya kriteria keuntungan akan mengalami konflik dengan kriteria biaya. 4. Bobot keputusan, bobot keputusan manunjukkan kepentingan relatif dari setiap kriteria, ๐ = (๐ค1 , ๐ค2 , ๐ค3 , โฆ , ๐ค๐ ). 5. Matriks keputusan, suatu matriks keputusan ๐ yang berukuran ๐ x ๐, berisi elemen-elemen ๐ฅ๐๐ yang merepesentasikan rating dari alternatif ๐ด๐ ; ๐ = 1,2,3, โฆ , ๐ terhadap kriteria ๐ถ๐ ; ๐ = 1,2,3, โฆ , ๐.
Universitas Sumatera Utara
2.2
Analytic Hierarchy Process (AHP)
Analytic hierarchy process (AHP) dikembangkan oleh Thomas L. Saaty pada awal tahun 1970. Metode AHP merupakan salah satu metode perbandingan berpasangan yang paling populer digunakan untuk pengambilan keputusan dalam permasalahan Multi-Criteria Decision Making (MCDM). Pendekatan AHP didesain untuk membantu pengambil keputusan untuk menggabungkan faktor kualitatif dan faktor kuantitatif dari suatu permasalahan yang kompleks. Penggunaan AHP dalam berbagai bidang meningkat cukup signifikan, hal ini dikarenakan AHP dapat menghasilkan solusi dari berbagai faktor yang saling bertentangan. AHP diaplikasikan dalam bidang agrikultur, sosiologi, industri dan lain sebagainya. Prinsip kerja AHP adalah membentuk suatu struktur permasalahan. Dalam menyelesaikan permasalahan MCDM, AHP menyusun struktur hirarki masalah mulai dari yang paling atas yang disebut goal, kemudian dibawahnya disebut variabel kriteria dan selanjutnya diikuti oleh variabel alternatif. Pengambil keputusan, selanjutnya memberikan penilaian numerik berdasarkan pertimbangan subjektifitas terhadap variabel-variabel yang ada untuk menentukan tingkatan prioritas masingmasing variabel tersebut.
2.2.1 Prinsip-prinsip AHP Ada beberapa prinsip dasar dalam menyelesaikan persoalan dengan Metode AHP, yakni (Mulyono, 2004): 1. Decomposition Prinsip ini merupakan tindakan memecah persoalan-persoalan yang utuh menjadi unsur-unsurnya. Jika ingin mendapat hasil yang akurat, pemecahan dilakukan terhadap unsur-unsurnya sampai tidak mungkin dilakukan pemecahan yang lebih lanjut sehingga didapatkan beberapa tingkatan dari persoalan yang ada. Karena alasan ini, maka proses analisis ini dinamakan hirarki (hierarchy). Ada dau jenis hirarki, yaitu lengkap (complete) dan tidak lengkap (incomplete). Suatu hirarki disebut lengkap (complete) bila semua elemen pada suatu tingkat memiliki semua elemen pada tingkat berikutnya,
Universitas Sumatera Utara
jika tidak demikian, dinamakan hirarki tidak lengkap (incomplete). Bentuk struktur decomposition yakni: Tingkat pertama
: Goal (Objektif/ Tujuan keputusan)
Tingkat kedua
: Kriteria-kriteria
Tingkat ketiga
: Alternatif-alternatif Goal
Kriteria 1
Kriteria 2
Alternatif 1
Alternatif 2
Kriteria i
Alternatif j
Gambar 2.1 Hirarki keputusan dari AHP
2. Comparative Judgment Prinsip ini berarti membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkat yang diatasnya. Penilaian ini merupakan inti dari metode AHP, karena ia akan berpengaruh terhadap prioritas elemen-elemen. Hasil dari penilaian ini disajikan dalam bentuk matriks yang disebut matriks pairwise comparison yaitu matriks perbandingan berpasangan yang memuat tingkat preferensi pengambil keputusan terhadap alternatif berdasarkan kriteria-riteria yang ada. Skala yang digunakan untuk menyatakan tingkat preferensi adalah skala Saaty, di mana skala 1 menunjukkan tingkat โsama pentingnyaโ, skala 3 menunjukkan โmoderat pentingnyaโ, skala 5 menunjukkan โkuat pentingnyaโ, skala 7 menunjukkan โsangat kuat pentingnyaโ dan skala 9 yang menunjukkan tingkat โekstrim pentingnyaโ.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1 Skala Saaty (Mulyono, 2004) Tingkat Kepentingan
Definisi
1
Sama pentingnya dibanding yang lain
3
Moderat pentingnya dibanding yang lain
5
Kuat pentingnya dibanding yang lain
7
Sangat kuat pentingnya dibanding yang lain
9
Ekstrim pentingnya dibanding yang lain
2,4,6,8
Nilai di antara dua penilaian yang berdekatan
3. Synthesis of Priority Setelah matriks pairwise comparison diperoleh, kemudian dicari eigen vektornya untuk mendapatkan local priority. Karena matriks pairwise comparison terdapat pada setiap tingkat, maka untuk mendapatkan global priority dapat dilakukan dengan sintesa diantara local priority.
4. Logical Consistency Konsistensi memiliki dua makna. Pertama adalah bahwa obyek-obyek yang serupa dapat dikelompokkan sesuai dengan keseragaman dan relevansinya. Kedua adalah tingkat hubungan antara obyek-obyek yang didasarkan pada kriteria tertentu.
2.2.2
Tahapan-tahapan AHP
Tahapan-tahapan pengambilan keputusan dengan Metode AHP adalah sebagai berikut: 1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan
2. Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan kriteria-kriteria, sub kriteria dan alternatif-alternatif pilihan yang ingin di ranking.
Universitas Sumatera Utara
3. Membentuk matriks perbandingan berpasangan
yang menggambarkan
kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuan atau kriteria yang setingkat diatasnya. Perbandingan dilakukan berdasarkan pilihan atau judgment dari pembuat keputusan dengan menilai tingkat tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya.
4. Menormalkan data yaitu dengan membagi nilai dari setiap elemen di dalam matriks yang berpasangan dengan nilai total dari setiap kolom.
5. Menghitung nilai eigen vector dan menguji konsistensinya, jika tidak konsisten pengambil data (preferensi) perlu diulangi. Nilai eigen vector yang dimaksud adalah nilai eigen vector maximum yang diperoleh dengan menggunakan matlab maupun manual.
6. Mengulangi langkah 3, 4, dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki.
7. Menghitung eigen vector dari setiap matriks perbandingan berpasangan. Nilai eigen vector merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini mensintesis pilihan dan penentuan prioritas elemen-elemen pada tingkat hirarki terendah sampai pencapaian tujuan.
8. Menguji konsistensi hirarki. Jika tidak memenuhi dengan CR<0,100 maka penilaian harus diulang kembali.
2.2.3
Hubungan Prioritas Sebagai Eigen Vector Terhadap Konsistensi
Mulyono (2004) menyatakan apabila diketahui elemen-elemen dari suatu tingkat dalam hirarki adalah ๐ถ1 , ๐ถ2 , ๐ถ3 , โฆ , ๐ถ๐ dengan bobot pengaruh masing-masing adalah ๐ค
๐ค1 , ๐ค2 , ๐ค3 , โฆ , ๐ค๐ . Misalkan ๐๐๐ = ๐ค ๐ menunjukkan kekuatan ๐ถ๐ dibandingkan dengan ๐
๐ถ๐ , maka matriks yang memuat angka-angka ๐๐๐ ini dinamakan matriks pairwise comparison (perbandingan berpasangan), diberi simbol ๐ด. Matriks perbandingan
Universitas Sumatera Utara
1
berpasangan ๐ด merupakan matriks reciprocal, di mana ๐๐๐ = ๐ . Jika penilaian ๐๐
tersebut sempurna pada setiap perbandingan, maka ๐๐๐ . ๐๐๐ = ๐๐๐ untuk semua ๐, ๐, ๐ dan matriks ๐ด dinamakan konsisten. 1 1 ๐ ๐ด = 12 โฎ 1 ๐1๐
๐12 1 โฎ 1 ๐2๐
โฏ
๐1๐
โฏ ๐2๐ โฑ
โฎ
โฏ
1
Nilai-nilai pada matriks perbandingan A dapat dinyatakan kedalam bentuk sebagai berikut: ๐๐๐ =
๐ค๐ ๐ค๐
; di mana ๐, ๐ = 1,2,3, โฆ , ๐
(2.1)
karena ciri reciprocal, dapat diuraikan menjadi: ๐ค
๐๐๐ = ๐ค ๐ = ๐
1 ๐ค๐ ๐ค๐
1
=๐
๐๐
sehingga ๐๐๐ โ
๐ค๐ ๐ค๐
= 1; di mana ๐, ๐ = 1,2,3, โฆ , ๐
(2.2)
konsekuensinya : ๐ ๐ =1 ๐๐๐
โ ๐ค๐ โ
๐ ๐ =1 ๐๐๐ . ๐ค๐
1 ๐ค๐
= ๐ ; ๐ = 1, 2, 3, โฆ , ๐
(2.3)
= ๐๐ค๐ ; ๐ = 1, 2, 3, โฆ , ๐
(2.4)
Persamaan (2.4) dalam bentuk matriks menjadi : ๐ดโ๐ค =๐โ๐ค
(2.5)
Persamaan ini menunjukkan bahwa ๐ค merupakan eigen vector dari matriks ๐ด dengan eigen value ๐. Jika ๐๐๐ tidak didasarkan pada ukuran pasti (seperti ๐ค1 , ๐ค2 , ๐ค3 , โฆ , ๐ค๐ ), tetapi pada penilaian subjektif, maka ๐๐๐ akan menyimpang dari rasio
๐ค๐ ๐ค๐
yang
Universitas Sumatera Utara
sesungguhnya, dan akibatnya ๐ด โ ๐ค = ๐ โ ๐ค tidak terpenuhi lagi. Tetapi ada 2 kenyataan dalam teori matriks yang memberikan kemudahan: Pertama, jika
๐ง1 , ๐ง2 , ๐ง3 , โฆ , ๐ง๐
adalah angka-angka
yang memenuhi
persamaan ๐ด โ ๐ค = ๐ โ ๐ค, di mana ๐ merupakan eigen value dari matriks ๐ด,dan jika ๐๐๐ = 1 untuk ๐, maka : ๐ ๐=1 ๐๐
=๐
(2.6)
karena itu jika ๐ด๐ค = ๐๐ค di penuhi, maka semua nilai eigen value sama dengan nol kecuali eigen value yang bernilai sebesar ๐. Maka jelas dalam kasus konsistensi, n merupakan eigen value terbesar. Kedua, jika salah satu ๐๐๐ dari matriks reciprocal ๐ด berubah sangat kecil, maka eigen value juga berubah sangat kecil. Kombinasi keduanya menjelaskan bahwa jika diagonal matriks ๐ด terdiri dari ๐๐๐ = 1 dan jika ๐ด konsisten, maka perubahan kecil pada ๐๐๐ menahan eigen value terbesar ๐๐๐๐๐ dekat ke ๐ dan eigen value sisanya dekat ke nol. Karena itu persoalannya adalah jika ๐ด merupakan pairwise comparison matrix, maka untuk memperoleh vektor prioritas harus dicari ๐ค yang memenuhi : ๐ด๐ค = ๐๐๐๐๐ โ ๐ค
(2.7)
Perubahan kecil pada ๐๐๐ menyebabkan perubahan ๐๐๐๐๐ . Penyimpangan ๐๐๐๐ ๐ dari ๐ merupakan ukuran dari konsistensi. Indikator dari konsistensi diukur dengan menggunakan Consistency Index (CI) yang dirumuskan sebagai berikut : ๐ถ๐ผ =
๐ ๐๐๐๐ โ๐
(2.8)
๐ โ1
AHP mengukur seluruh kosistensi penilaian dengan menggunakan Consistency Ratio (CR), membagikan Consistency Index (CI) terhadap Random Index: ๐ถ๐ผ
๐ถ๐
= ๐
๐ผ
(2.9)
Suatu tingkat konsistensi yang tertentu memang diperlukan dalam penentuan prioritas untuk mendapatkan hasil yang sah. Nilai CR semestinya tidak lebih dari 10% atau 0,10. Jika tidak maka perlu dilakukan revisi.
Universitas Sumatera Utara
Nilai RI dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 2.2 Random Index (RI) n
1
2
3
4
RI
0
0
0.58
0.9
2.3
5
6
7
8
9
10
11
12
13
1.12 1.24 1.32 1.41 1.45 1.49 1.51 1.54 1.56
Himpunan Fuzzy
Logika fuzzy pertama kali diperkenalkan oleh Lotfi A. Zadeh, seorang ilmuwan Amerika Serikat dari universitas California di Berkeley, melalui tulisannya pada tahun 1965 yang berjudul โFuzzy Setsโ. Logika fuzzy umumnya diterapkan pada masalahmasalah yang mengandung unsur ketidakpastian, ketidakjelasan, ketidaktepatan, dan kebenaran parsial. Tettamanzi (2001) dalam Kusumadewi et al (2006), menyatakan bahwa teori fuzzy merupakan kerangka matematis yang digunakan untuk merepresentasikan ketidakpastian, ketidakjelasan, ketidaktepatan, dan kebenaran parsial tersebut. Pada dasarnya, teori himpunan fuzzy merupakan perluasan dari teori himpunan klasik (crisp). Dalam teori himpunan klasik (crisp), keberadaan suatu elemen pada suatu himpunan, ๐ด, hanya akan memiliki dua kemungkinan nilai keanggotaan yaitu 0 dan 1. Nilai 0 jika ๐ โ ๐ด dan 1 jika ๐ โ ๐ด. Misalkan usia "muda" didefinisikan dengan ๐ฅ < 35 tahun. Berdasarkan teori himpunan klasik (crisp), perubahan kecil untuk usia 35 tahun 1 bulan berakibat usia tersebut tidak termasuk dalam kategori "muda". Dari kondisi tersebut dapat dilihat bahwa penggunaan himpunan klasik (crisp) dalam merepresentasikan variabel usia adalah kurang bijaksana, karena adanya perubahan kecil pada suatu nilai dapat menyebabkan perbedaan kategori yang sangat signifikan. Sebagai perluasan dari teori himpunan klasik (crisp), teori himpunan fuzzy memperluas jangkauan nilai keanggotaannya. Nilai keanggotaan pada himpunan fuzzy merupakan bilangan real yang berada pada interval [0,1].
Universitas Sumatera Utara
2.3.1
Fungsi Keanggotaan
Fungsi keanggotaan (membership function) adalah suatu fungsi yang menunjukkan pemetaan titik-titik data ke dalam nilai keanggotaannya yang memiliki interval [0,1]. Nilai keanggotaan menyatakan derajat kesesuaian titik-titik data dalam suatu himpunan (sering juga disebut dengan derajat keanggotaan): Secara matematis, himpunan kabur ๐ด
dalam himpunan semesta ๐
dapat
direpresentasikan sebagai pasangan berurutan: ๐ด=
๐ฅ, ๐๐ด ๐ฅ
๐ฅโ๐
di mana ๐๐ด adalah derajat keanggotaan dari ๐ฅ, yang merupakan suatu pemetaan dari himpunan semesta ๐
ke interval [0,1].
2.3.2 Bilangan Fuzzy Triangular (Triangular Fuzzy Numbers/ TFN) Triangular fuzzy numbers dapat dinyatakan sebagai triplet
๐1 , ๐2 , ๐3
di mana
๐1 , ๐2 , ๐3 masing-masing adalah titik kiri, titik tengah dan titik kanan. Fungsi keanggotaan ๐๐ด ๐ฅ dari TFN adalah sebagai berikut : ๐ฅโ๐ 1 ๐ 2 โ๐ 1
๐๐ด ๐ฅ =
๐ 3 โ๐ฅ ๐ 3 โ๐ 2
0
; ๐1 โค ๐ฅ โค ๐2 ; ๐2 โค ๐ฅ โค ๐3 ;
(2.10)
๐๐๐๐๐๐ฆ๐
Selain dengan fungsi, Triangular fuzzy numbers (TFN) juga dapat direpresentasikan dengan gambar berikut: ๐๐ด (๐ฅ) 1
๐ด
0
๐1
๐2
๐3
x
Gambar 2.2 Kurva TFN
Universitas Sumatera Utara
2.3.3
Level ฮฑ (ฮฑ-Cut)
Level ฮฑ atau ฮฑ-Cut merupakan nilai ambang batas titik-titik data (domain) yang didasarkan pada nilai keanggotaan untuk tiap-tiap titik-titik data (domain). Bilangan fuzzy ๐ด, dengan ฮฑ-cut yang ditentukan, merupakan himpunan semua domain dalam ๐ด yang derajat keanggotaannya lebih besar atau sama dengan ฮฑ. Secara matematis dapat dinotasikan sebagai berikut: ๐ด๐ผ = ๐ฅ ๐ฅ โ ๐ด, ๐๐ด ๐ฅ โฅ ฮฑ , โ๐ผ โ [0,1] Sementara itu, apabila dinyatakan interval konfidensi (interval of confidence) pada level ฮฑ, triangular fuzzy number (TFN) dapat dikarakteristikkan sebagai berikut (Cheng et al, 1993): โ๐ผ โ 0,1 ๐ด๐ผ = ๐1๐ผ , ๐3๐ผ ๐ด๐ผ = [ ๐2 โ ๐1 ๐ผ + ๐1 , โ ๐3 โ ๐2 ๐ผ + ๐3 ]
2.3.4
(2.11)
Bilangan Fuzzy Segitiga Positif
Bilangan fuzzy ๐ด disebut bilangan fuzzy positif jika derajat keanggotaannya, ๐๐ด ๐ฅ memenuhi ๐๐ด ๐ฅ = 0, โ๐ฅ < 0. (Nasseri, 2008). Beberapa operasi pada bilangan fuzzy segitiga positif dengan interval of confidence diberikan (Cheng et al, 1993): โ๐1 , ๐3 , ๐1 , ๐3 โ โ+,
๐ด๐ผ = ๐1๐ผ , ๐3๐ผ ,
๐ต๐ผ = ๐1๐ผ , ๐3๐ผ ,
โ๐ผ โ 0,1
๐ด โ ๐ต = ๐1๐ผ + ๐1๐ผ , ๐3๐ผ + ๐3๐ผ ,
(2.12)
๐ด โ ๐ต = ๐1๐ผ โ ๐1๐ผ , ๐3๐ผ โ ๐3๐ผ ,
(2.13)
๐ด โ ๐ต = ๐1๐ผ ๐1๐ผ , ๐3๐ผ ๐3๐ผ ,
(2.14)
๐ผ
๐ผ
๐ดโ๐ต =
๐1
๐ผ
๐3
,
๐3
(2.15)
๐ผ
๐1
di mana โ,โ,โ, dan โ masing-masing menyatakan operator penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian pada dua interval of confidence
Universitas Sumatera Utara
2.3.5
Index of Optimism
Index of optimism (ฮป) merupakan metode untuk membandingkan bilangan fuzzy berdasarkan kombinasi dari memaksimalkan kemungkinan dan meminimalkan kemungkinan. Index of optimism yang dinotasikan dalam selang tertutup [0,1] menyatakan sikap pengambil keputusan terhadap risiko (decision makerโs risk taking attitude). (Kim et al, 1988). Index of optimism dapat dinyatakan dengan: ๐ผ ๐ผ + ๐๐๐๐๐ข , โ๐ โ [0,1] ๐๐๐๐ผ = 1 โ ๐ ๐๐๐๐
(2.16)
Namun secara umum index of optimism dibagi menjadi 3 bagian: 1. Optimis (optimistic decision makerโs), ๐ = 1 2. Moderat (moderate decision makerโs), ๐ = 0,5 3. Pesimis (pessimist decision makerโs), ๐ = 0
2.4 Fuzzy-Analytic Hierarchy Process (FuzzyโAHP ) Analytic Hierarchy Process (AHP) merupakan salah satu metode Multi-Criteria Decision Making (MCDM) yang paling sering digunakan. AHP digunakan dalam perencanaan dan proses pengambilan keputusan, pendekatan sistematis dan logis digunakan untuk mencapai suatu solusi dari permasalahan. Namun ketidakmampuan AHP untuk mengatasi ketidakpresisian dan ketidakpastian yang dialami pengambil keputusan ketika harus menyatakan penilaian yang pasti dalam proses perbandingan berpasangan menyebabkan metode ini sering dikritisi. Mengakomodasi adanya ketidakpresisian dan ketidakpastian tersebut, diajukan suatu metode yang merupakan penggabungan antara metode AHP dengan pendekatan
Fuzzy.
Fuzzy-AHP
menggunakan nilai interval untuk menanggulangi ketidakpastian dari pengambil keputusan. Dari nilai interval tersebut pengambil keputusan dapat memilih nilai-nilai yang sesuai dengan tingkat keyakinannya. Dalam metode Fuzzy AHP digunakan Triangular Fuzzy Number (TFN) untuk merepresentasikan penilaian pengambil keputusan dalam matriks perbandingan
Universitas Sumatera Utara
berpasangan. TFN dapat dinyatakan sebagai triplet (๐1 , ๐2 , ๐3 ). Tabel berikut memperlihatkan TFN yang digunakan untuk keperluan perbandingan berpasangan: Tabel 2.3 Tabel Fungsi Keanggotaan Bilangan Fuzzy Fuzzy Number
Membership Function
Definisi
1
(1, 1 ,3)
Sama penting
3
(1, 3 ,5)
Sedikit lebih penting
5
(3, 5, 7)
Lebih penting
7
(5, 7, 9)
Sangat penting
9
(7, 9, 9)
Mutlak lebih penting
2.4.1 Langkah-langkah Fuzzy-AHP Langkah-langkah dalam fuzzy-AHP (Cheng, 1997. Entropy-Based Fuzzy-AHP): 1. Bentuk struktur hirarki dari suatu permasalahan. 2. Tentukan Fuzzy Judgment Matrix ๐. Elemen-elemen pada matriks ini merupakan nilai perbandingan berpasangan antara masing-masing alternatif dengan kriteria-kriteria yang ada. Triangular fuzzy numbers 1, 3, 5, 7, 9 sebagaimana yang terdapat pada Tabel 2.3, digunakan untuk menunjukkan tingkat kepentingan dari elemen-elemen pada suatu hirarki. ๐ฅ11 ๐ฅ ๐ = 21 โฎ ๐ฅ๐1
๐ฅ12 ๐ฅ22 โฎ ๐ฅ๐1
โฏ ๐ฅ1๐ โฏ ๐ฅ2๐ โฑ โฎ โฏ ๐ฅ๐๐
3. Tentukan Fuzzy Subjective Weight Vector ๐ untuk tiap kolom dari fuzzy judgment matrix
๐. Fuzzy subjective weight vector merupakan penilaian
subjektif dari pengambil keputusan
mengenai tingkat kepentingan untuk
seluruh kriteria yang ada. ๐ = ๐ค1
๐ค2
โฏ
๐ค๐
Universitas Sumatera Utara
4. Bentuk Total fuzzy judgment matrix ๐ด dengan mengalikan subjective weight vector ๐ dengan kolom yang bersesuaian pada fuzzy judgment matrix ๐. Sehingga diperoleh: ๐ค1 โ ๐ฅ11 ๐ค โ ๐ฅ21 ๐ด= 1 โฎ ๐ค1 โ ๐ฅ๐1
๐ค2 โ ๐ฅ12 ๐ค2 โ ๐ฅ22 โฎ ๐ค2 โ ๐ฅ๐1
โฏ โฏ โฑ โฏ
๐ค๐ โ ๐ฅ1๐ ๐ค๐ โ ๐ฅ2๐ โฎ ๐ค๐ โ ๐ฅ๐๐
5. Berdasarkan operasi perkalian dan penjumlahan pada bilangan fuzzy dengan interval of confidence, diperoleh: ๐ด๐ผ =
๐ผ ๐ผ ๐11๐ , ๐11๐ข โฎ ๐ผ ๐ผ ๐๐1๐ , ๐๐1๐ข
๐ผ ๐ผ ๐1๐๐ , ๐1๐๐ข โฎ ๐ผ ๐ผ ๐๐๐๐ , ๐๐๐๐ข
โฏ โฑ โฏ
๐ผ ๐ผ ๐ผ ๐ผ ๐ผ di mana ๐๐๐๐ = ๐ค๐๐๐ผ ๐ฅ๐๐๐ , ๐๐๐๐ข = ๐ค๐๐ข ๐ฅ๐๐๐ข , ๐ข๐๐ก๐ข๐ 0 < ๐ผ โค 1 ๐๐๐ ๐ ๐๐๐ข๐ ๐, ๐
6. Dengan ฮฑ diketahui, index of optimism ฮป akan dibentuk berdasarkan derajat optimisme dari pengambil keputusan. Semakin besar nilai ฮป menunjukkan derajat optimisme yang semakin tinggi. Index of optimism dinyatakan sebagai berikut: ๐ผ ๐ผ ๐๐๐๐ผ = 1 โ ๐ ๐๐๐๐ + ๐๐๐๐๐ข , โ๐ โ [0,1]
(2.17)
sehingga diperoleh: ๐ผ ๐11 ๐๐ผ ๐ด = 21 โฎ ๐ผ ๐๐1
๐ผ ๐12 ๐ผ ๐22 โฎ ๐ผ ๐๐2
โฏ โฏ โฑ โฏ
๐ผ ๐1๐ ๐ผ ๐2๐ โฎ ๐ผ ๐๐๐
di mana ๐ด adalah Precise Jugment Matrix.
7. Untuk menghitung entropy, terlebih dahulu tentukan matriks frekuensi relatif sebagai berikut:
๐น=
๐ผ ๐ 11
๐ผ ๐ 12
๐ 1
๐ 1
โฎ
โฎ
๐ ๐๐ผ 1
๐ ๐๐ผ 2
๐ ๐
๐ ๐
โฏ โฑ โฏ
๐ผ ๐ 1๐
๐ 1
โฎ
๐ผ ๐ ๐๐
๐ ๐
=
๐11 โฎ ๐๐1
๐12 โฎ ๐๐2
โฏ ๐12 โฑ โฎ โฏ ๐๐๐
(2.18)
di mana ๐ ๐ =
๐ ๐ =1 ๐๐๐
Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya gunakan persamaan berikut untuk menghitung entropy: ๐ป1 = โ
๐ ๐ =1
๐1๐ log 2 ๐1๐
๐ป2 = โ
๐ ๐ =1
๐2๐ log 2 ๐2๐
๐ป3 = โ
๐ ๐ =1
๐3๐ log 2 ๐2๐
โฎ ๐ป๐ = โ
๐ ๐ =1
๐๐๐ log 2 ๐๐๐
(2.19)
di mana ๐ป๐ merupakan nilai entropy ke-i. Bobot entropy dapat ditentukan dengan menggunakan: ๐๐ป๐ =
๐ป๐ ๐ ๐ป ๐ =1 ๐
, ๐ = 1,2,3, โฆ , ๐
(2.20)
2.5 Delivery Restoran fast food menyediakan produk dalam bentuk makanan dan minuman, pelayanan dalam hal ini adalah menyampaikannya kepada pelanggan. Tantangan operasional yang berbeda akan muncul jika restoran juga menyediakan layanan delivery. Layanan tertentu dikerahkan karena pelanggan sudah tidak lagi berada pada lokasi yang sama dengan area produksi. Tantangan bisnis yang rumit di mana layananan tersebut harus disampaikan dalam suatu lingkup geografis (Macintyre et al, 2011). Perusahaan-perusahaan tengah bersaing ketat dalam hal waktu tanggap, delivery atau waktu pengiriman. Diantara perusahaan-perusahaan tersebut banyak yang menyatakan komitmen waktu delivery maksimalnya dengan tujuan memikat konsumen, misalnya restoran pizza yang meniadakan ongkos kirimnya jika pizza pesanan tidak tiba tepat waktu. Dalam menentukan komitmen waktu delivery tersebut, suatu perusahaan harus mempertimbangkan bukan hanya bagaimana reaksi konsumen atas komitmen tersebut tetapi juga kemampuan untuk menjalankan layanan tersebut. Komitment delivery ketat waktu mempunyai keuntungan dan juga harga. Komitmen ini dapat menarik perhatian konsumen yang tidak suka menunggu, namun kondisi sistem yang padat dapat memperburuk keadaan. Untuk itu pemilihan komitmen waktu delivery membutuhkan pertimbangan yang hati-hati, baik dari segi marketing (konsumen) dan operasional. (Ho, 2003).
Universitas Sumatera Utara
2.6
Pemilihan Rute dalam Delivery
Sebagai bagian dari operasional, masalah pemilihan rute dan penugasan dalam delivery membutuhkan pertimbangan yang sedemikian rupa untuk dapat memenuhi komitmen delivery ketat waktu. Ho (2003) dalam penelitiannya menyatakan bahwa kualitas delivery akan meningkat seiring berkurangnya kemacetan. Sementara itu, untuk menentukan rute optimum menuju ke suatu tempat ada beberapa hal yang perlu disesuaikan dengan preferensi pengendara seperti kondisi jalan dan lalu-lintas. (Pang et al, 1995). Disebutkan terdapat banyak kriteria yang dapat menjadi pertimbangan dalam menentukan rute optimal, seperti: jarak perjalanan, menghindari kemacetan, menyukai atau menghindari jalan raya, jumlah belokan, jenis jalan, dan lain sebagainya. (Pang et al, 2007 ). Dalam menyelesaikan permasalahan ini, digunakan metode AHP dengan bilangan fuzzy (Fuzzy-AHP) yang merupakan metode efektif yang dapat diterapkan dalam pemilihan rute. (Deng et al, 2010). Fuzzy-AHP digunakan untuk merepresentasikan preferensi pengambil keputusan dan me-ranking seluruh rute yang tersedia sehingga diperoleh rute yang optimum. Dengan diperolehnya rute optimum, diharapkan komitmen delivery tepat waktu dapat tercapai. Selain itu delivery yang didasarkan pada rute optimum juga diharapkan menghasilkan waktu delivery yang minimum, yang lebih singkat dari yang diekspektasikan oleh pelanggan dengan demikian kepuasan konsumen tetap terjaga.
Universitas Sumatera Utara