BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1
Tinjauan Pustaka
2.1.1. Pengertian Kualitas Kualitas merupakan suatu hal atau faktor yang mempengaruhi pilihan konsumen terhadap berbagai jenis produk baik itu barang maupun jasa yang akan dipergunakannya. Kualitas dapat secara langsung mempengaruhi perkembangan, pertumbuhan, pengeluaran biaya produksi, keuntungan atau pemasukan, dan juga kehidupan suatu perusahaan. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa kualitas dapat sangat menentukan kemampuan suatu perusahaan untuk tetap bertahan dan meraih keuntungan dalam ketatnya persaingan pasar. Definisi kualitas diartikan berbeda-beda oleh para ahli dalam bidang ini pengertian-pengertian dan penggambaran yang berbeda mengenai kualitas tersebut disebabkan adanya berbagai persepsi atau pandangan terhadap kualitas yang dihubungkan dengan dimensi kehidupan. Berikut beberapa definisi kualitas : 1. Menurut Vincent Gaspersz Dalam konteks pengendalian statistikal, terminologi kualitas didefinisikan sebagai konsistensi peningkatan atau perbaikan dan penurunan variasi
24
karakteristik dari suatu produk ( barang atau jasa ) yang dihasilkan agar dapat
memenuhi
kebutuhan
yang
telah
dispesifikasikan,
guna
meningkatkan kepuasan pelanggan internal maupun eksternal. 2. Menurut Armand V. Feigenbaum Kualitas dari produk maupun jasa tercipta dengan adanya komposisi secara keseluruhan dari karakteristik bagian pemasaran, teknik, produk, dan bagian pemeliharaan, yang mana keseluruhan ini dapat menciptakan suatu kualitas sesuai dengan keinginan konsumen. 3. Menurut Joseph M. Juran “Quality is customer satisfaction”. Konsumen menginginkan produk dan jasa berkualitas tinggi yang memenuhi kebutuhan-kebutuhab dengan biaya yang bernilai. Dalam hal ini konsumen dibagi menjadi dua jenis, yaitu internal dan eksternal. Dalam triloginya mencakup (a) Quality Planning, perencanaan untuk meningkatkan dan memenuhi kualitas yang dikarakteristikkan oleh konsumen. (b) Quality Control, yang merupakan penilaian performansi aktual yang dibbandingkan dengan tujuannya dan mengambil langkahlangkah perbaikan bila ternyata terdapat perbedaan diantara keduanya. (c) Quality improvement, peningkatan kualitas. Dapat disimpulkan bahwa kualitas merupakan ketetapan untuk penggunaan dan kualitas adalah kepuasan pelanggan.
25
2.1.2
Variasi Variasi adalah ketidakseragaman dalam sistem produksi atau operasional
sehingga menimbulkan perbedaan dalam kualitas pada output ( barang dan/atau jasa yang dihasilkan). Menurut Vincent Gaspersz, pada dasarnya dikenal dua sumber atau penyebab timbulnya variasi, yaitu variasi penyebab khusus dan variasi penyebab umum : 1. Variasi Penyebab Khusus ( Special Causes Variation ) Adalah kejadian-kejadian diluar sistem yang mempengaruhi variasi dalam sistem. Penyebab khusus dapat bersumber dari faktor-faktor manusia, peralatan, material, lingkungan, metode kerja dan lain-lain. 2. Variasi Penyebab Umum ( Common Causes Variation ) Adalah faktor-faktor didalam sistem atau yang melekat pada proses yang menyebabkan timbulnya variasi dalam sistem serta hasil-hasilnya.
2.1.3
Statistical Process Control ( SPC ) Pengendalian proses statistik ( Statistical Process Control ) adalah
terminologi yang mulai sejak tahun 1970-an untuk menjabarkan penggunaan teknikteknik satatistik ( Statistical Techniques ) dalam memantau dan meningkatkan performansi proses menghasilkan produk berkualitas. Pada tahun 1950-an sampai tahun 1960-an digunakan terminologi pengendalian kualitas statistikal ( Statistical
26
Quality Control = SQC ) yang memiliki pengertian sama dengan pengendalian proses statistikal ( Statistical Process Control = SPC ). Pengendalian kualitas merupakan aktivitas teknik dan manajemen, dimana pengukuran karakteristik kualitas dari output ( barang / jasa ), kemudian membandingkan hasil pengukuran tersebut dengan spesifikasi / karakteristik output yang diinginkan pelanggan, serta mengambil tindakan yang tepat apabila ditemukan perbedaan antara performansi aktual dan standar. Berdasarkan uraian diatas, dapat difinisikan bahwa pengendalian proses statistikal ( SPC ) sebagai suatu metode pengumpulan dan analisis data kualitas, serta penentuan dan interprestasi pengukuran-pengukuran yang menjelaskan tentang proses dalam suatu sistem industri, untuk meningkatkan kualitas dari output guna memenuhi kebutuhan dan ekspektasi pelanggan. Dengan kata lain penerapan SPC akan dapat membantu menjaga proses produksi berjalan secara benar dan stabil, sehingga kemungkinan terjadi produk gagal menjadi sangat kecil.
2.1.4
Definisi Data Dalam SPC Definisi data dalam SPC menurut Gaspersz adalah catatan tentang sesuatu,
baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif yang dipergunakan sebagai petunjuk untuk bertindak. Berdasarkan data, dapat dipelajari fakta-fakta yang ada
27
kemungkinan mengambil tindakan yang tepat berdasarkan fakta itu. Dalam konteks pengendalian statistikal dikenali dua jenis data, yaitu: 1. Data Atribut ( Attributes Data ) Data atribut adalah data kualitatif yang dapat dihitung untuk pencatatan dan analisis. Contoh dari data atribut karakteristik kualitas adalah: Ketiadaan label pada kemasan produk, banyaknya jenis cacat pada produk, dan lain-lain. 2. Data Variabel ( Variables Data ) Data variabel merupakan data kuantitatif yang diukur untuk keperluan analisis. Contoh dari data variabel karakteristik kualitas adalah diameter pipa, ketebalan produk kayu lapis, berat semen dalam kantong, Banyaknya ukuran kertas dalam setiap rim, atau yang berupa ukuran.
2.1.5
Tools dalam SPC Tujuh alat bantu pengendalian kualitas dalam Pengendalian Proses Statistikal
( SPC ) yang sering disebut juga sebagai seven tools of quality control, yaitu: 1. Lembar Pengamatan Data ( Check Sheet ) 2. Grafik ( Graph ) 3. Diagram Pareto ( Pareto Diagram ) 4. Diagram Batang ( Histogram ) 5. Diagram Sebab-Akibat ( Fishbone Diagram )
28
6. Diagram Pencar ( Scatter Diagram ) 7. Peta Kendali ( Control Chart )
2.1.5.1 Lembar Periksa ( Check Sheet ) Lembar periksa adalah suatu formulir, dimana item-item yang akan diperiksa telah dicetak dalam formulir itu, dengan maksud agar data dapat dikumpulkan secara mudah dan ringkas. Data itu sendiri merupakan unsur yang paling penting dalam pelaksanaan pengendalian kualitas. Data yang ada berguna untuk memahami situasi yang sebenarnya, menganalisis persoalan, pengendalian proses, mengambil keputusan dan membuat rencana.
2.1.5.2 Grafik ( Graph ) Merupakan tampilan visual data untuk merangkum data. Grafik, tipe yang paling
mudah
dan
cara
terbaik
untuk
menganalisis,
mengerti,
dan
mengkomunikasikan data. Ada berbagai tipe grafik yang ada, tetapi paling sering digunakan yaitu: ¾ Grafik Garis ( Line Graph ) ¾ Grafik Batang ( Bar Graph ) ¾ Grafik Lingkaran ( Circle Graph )
29
2.1.5.3 Diagram Pareto ( Pareto Diagram ) Diagram pareto ditemukan oleh Alfredo Pareto ( 1848-1923 ) dari hasil penyelidikan tingkat kesejagteraan di Eropa. Dari penyelidikan tersebut, diketahui bahwa diagram pareto tidak hanya berfungsi untuk menyelidiki masalah-masalah teori ekonomi, namun dapat digunakan juga dalam berbagai bidang. Diagram pareto merupakan salah satu dari alat-alat statistik untuk mengidentifikasikan masalah dan menyusun prioritas, yaitu sebuah diagram batang yang merangkum dan menyusun data yang telah dikumpulkan pada check sheet. Pareto Chart of Cacat 350000
100
300000 80 60
200000 150000
40
100000 20
50000 0 C1 Count Percent Cum %
Ring Patah 194598 56.3 56.3
Tutup Reject 93474 27.1 83.4
Tutup Rusak 42518 12.3 95.7
Other 14841 4.3 100.0
Gambar 2.1 Contoh Diagram Pareto
0
Percent
Count
250000
30
2.1.5.4 Diagram Batang ( Histogram ) Histogram adalah salah satu alat yang membantu kita untuk menemukan variasi. Menurut Vincent Gaspersz histogram merupakan suatu potret dari proses yang menunjukkan: 1. Distribusi dari pengukuran. 2. Frekuensi dari setiap pengukuran itu. Dengan demikian, histogram dapat dipergunakan sebagai alat untuk : 1. Mengkomunikasikan informasi tentang variasi dalam proses. 2. Membantu manajemen dalam membuat keputusan-keputusan yang berfokus pada usaha perbaikan terus menerus ( Continuous Improvement Efforts ).
2.1.5.5 Diagram Sebab Akibat ( Fishbone Diagram ) Diagram sebab akibat adalah suatu diagram yang menunjukkan hubungan antara penyebab dan akibat dari suatu masalah dan berguna dalam brainstorming karena dapat menyusun ide-ide yang muncul. Diagram ini kadang-kadang disebut Diagram Tulang Ikan ( Fishbone Diagram ) karena bentuknya seperti tulang ikan, atau disebut Diagram Ishikawa ( Ishikawa Diagram ) karena ditemukan oleh Prof. Ishikawa Kaoru dari Universitas Tokyo Jepang pada tahun 1943, dan mulai depergunakan pada tahun 1960-an.
31
Gambar 2.2 Contoh Diagram Tulang Ikan Diagram ini menunjukkan 5 faktor yang disebut sebagai sebab dari suatu akibat. Kelima faktor ini adalah manusia (tenaga kerja), metode, material (bahan), mesin, dan lingkungan. Diagram ini biasanya disusun berdasarkan informasi yang didapatkan dari sumbang saran atau ”brainstorming”. Langkah-langkah pembuatan diagram sebab akibat : 1. Tentukan masalah/sesuatu yang akan diamati atau diperbaiki. Gambarkan panah dengan kotak diujung kanannya dan tulis masalah/sesuatu yang akan diamati/diperbaiki.
32
2. Cari faktor utama yang berpengaruh atau mempunyai akibat pada masalah/sesuatu tersebut. Tuliskan dalam kotak yang telah dibuat diatas dan dibawah panah yang telah dibuat tadi. 3. Cari lebih lanjut faktor-faktor yang lebih terperinci (faktor-faktor sekunder) yang berpengaruh/mempunyai akibat pada faktor utama tersebut. Tulislah faktor-faktor sekunder tersebut didekat/pada panah yang menghubungkannya dengan penyebab utama. 4. Dari diagram yang sudah lengkap, carilah penyebab-penyebab utama dengan menganalisa data yang ada.
2.1.5.6 Diagram Pencar ( Scatter Diagram ) Dalam proses perbaikan kualitas, kadang-kadang diperlukan eksplorasi terhadap hubungan antar dua variabel. Misalnya diagram sebab-akibat, mengenai sebab-sebab ketidakpuasan pelanggan menghasilkan kemungkinan hubungan antara janji dan jumlah keluhan pelanggan. Diagram pencar merupakan alat yang bermanfaat untuk menjelaskan apakah terdapat hubungan antara dua variabel tersebut, dan apakah hubungannya positif atau negatif. Diagram Scatter bertindak sebagai dasar untuk analisis statistik yang disebut analisis regresi, yang menguji hubungan antara dua variabel atau lebih dalam bentuk matematis. Diagram ini juga menjadi dasar pembuatan chart yang sering digunakan dalam peramalan.
33
2.1.6
Peta Kendali ( Control Chart ) Pengelompokan jenis-jenis peta kendali tergantung pada tipe datanya.
Gaspersz (1998) menjelaskan bahwa dalam konteks pengendalian proses statistikal dikenal dua jenis data, yaitu : 1. Data Variable, merupakan data kuantitatif yang diukur untuk keperluan analisis. Contoh dari data variable karakteristik kualitas adalah: diameter pipa, ketebalan produk kayu, berat semen dalam kantong, dll. 2. Data Atribut, merupakan data kualitatif yang dapat dihitung untuk pencatatan dan analisa. Contoh dari data atribut karakteristik kualitas adalah ketiadaan label pada kemasan produk, kesalahan proses administrasi, banyaknya jenis cacat pada produk, banyaknya produk kayu lapis yang cacat karena Corelap, dll.
Berdasarkan kedua tipe data tersebut, maka jenis-jenis peta kendali terbagi atas peta kendali untuk data variable dan peta kendali untuk data atribut. Beberapa peta kendali untuk data variable adalah peta kendali X-bar dan R, Peta kendali individual X-bar dan MR, serta peta kendali X-bar dan S. Sedangkan peta kendali untuk data atribut adalah peta kendali p, peta kendali np, peta kendali c, dan peta kendali u.
34
Menurut Gaspersz (1998), pada prinsipnya setiap peta kendali mempunyai : 1.
Garis tangah (Central Line), yang biasanya dinotasikan CL
2.
Sepasang bataskendali (Control Limits), dimana satu batas kendali ditempatkan dibawah garis tengah yang dikenal sebagai batas kendali atas (Upper Control Limit), biasanya dinotasikan sebagai UCL, dan yang satu lagi ditempatkan di bawah garis tengah yang dikenal dengan batas kendali bawah (Lower Control Limits), biasanya dinotasikan sebagai LCL.
3.
Tebaran nilai-nilai karateristik kualitas yang menggambarkan keadaan dari proses. Jika semua nilai yag ditebarkan (diplot) pada peta itu berada didalam batas-batas kendali tanpa memperlihatkan kecendrungan tertentu, maka proses yang berlangsung dianggap berada dalam kendali atau terkendali secara statistikal. Namun jika nilai-nilai yang ditebarkan pada peta itu jatuh atau berada diluar batas-batas kendali atau memperlihatkan kecendrungan tertentu atau memiliki bentuk yang aneh, maka proses yang berlangsung dianggap berada diluar kendali proses yang ada. Dalam sebagian besar peta kendali, batas kendali dihitung dengan
menggunakan rumus umum sebagai berikut : UCL = (nilai rata-rata) + 3 (simpangan baku) LCL = (nilai rata-rata) – 3 (simpangan baku)
35
Disini simpangan baku adalah variasi yang disebabkan oleh penyebab umum (common cause variation). Peta kendali yang memilki batas-batas kendali seperti ini disebut sebagai ”Peta kendali 3 sigma”. Pada dasarnya peta-peta kendali dipergunakan untuk : 1.
Menentukan apakah suatu proses berada dalam pengendalian statistikal? Dengan demikian peta-peta kontrol digunakan untuk mencapai suatu keadaan terkendali secara statistikal, dimana semua nilai rata-rata dan range dari subgrup contoh berada dalam batas-batas pengendalian (Control Limits). Oleh sebab itu variasi penyebab khusus menjadi tidak ada lagi didalam proses.
2.
Memantau proses terus-menerus sepanjang waktu agar proses tetap stabil secara statistikal dan hanya mengandung variasi penyebab umum.
3.
Menentukan kemampuan proses (Process Capability). Setelah proses berada dalam batas pengendalian statistikal, batas-batas dari variasi proses dapat ditentukan.
2.1.6.1 Peta Kendali untuk Data Atribut Dalam perhitungan yang dilakukan oleh peneliti pada pengolahan data, peta kendali yang digunakan adalah peta kendali p, karena sebagian dari jenis data yang diambil adalah data attribut. Peta kendali p digunakan untuk mengendalikan proporsi dari item-item yang tidak memenuhi syarat spesifikasi yang ditetapkan yang berarti
36
dikategorikan cacat. Untuk itu definisi operasional secara tepat tentang apa yang dimaksud ketidaksesuaian atau apa yang dimaksud cacat sangatlah penting dan harus dipahami oleh setiap pengguna peta kendali p. Ukuran sample pada peta kendali p dapat konstan ataupun bervariasi. Adapun langkah-langkah pembuatan peta kendali p (proporsi unit yag cacat) adalah sebagai berikut: 1. Tentukan ukuran contoh atau subgroup yang cukup besar (n>30) 2. Kumpulkan banyaknya subgroup (k), yaitu 20-25 subgroup 3. Hitung untuk setiap subgroup nilai proporsi unit yang cacat, yaitu : pˆ =
Di ni
i = 1,2,............,m.
pˆ = Proporsi cacat pada subgroup ke-i Di = Banyaknya produk cacat pada subgroup ke-i ni = Ukuran contoh konstan, maka ni = n 4. Hitung rata-rata dari p, yaitu p-bar dapat dihitung dengan rumus : p=
∑ cacat ∑ inspeksi
5. Hitung batas kendali untuk peta kendali p : UCL = p + 3
CL = p
p (1 − p n
37
LCL = p − 3
p (1 − p ) n
6. Plot data proporsi unit cacat dan amati apakah data itu berada dalam pengendalian atau tidak. 7. Apabila data pengamatan menunjukan bahwa proses berada dalam pengendalian statistikal, gunakan peta kontrol p memantau proses terus menerus. Tetapi apabila data pengamatan menunjukan bahwa proses tidak berada dalam penegendalian statistikal, proses itu harus diperbaiki terlebih dahulu sebelum menggunakan peta kontrol itu untuk pengendalian proses terus menerus.
2.1.6.2 Peta Kendali untuk Data Variable Peta kontrol X (rata-rata) dan R (Range) digunakan untuk memantau proses yang mempunyai karakteristik berdimensi kontinu, sehingga peta kontrol X dan R sering disebut sebagai peta kontrol untuk data variabel. Peta kontrol X menjelaskan tentang apakah perubahan-perubahan telah terjadi dalam ukuran titik pusat (central tendency) atau rata-rata dari suatu proses. Hal ini mungkin disebabkan oleh faktor-faktor seperti peralatan yang dipakai, tenaga kerja yang belum dilatih, material baru dan lain-lain. Sedangkan peta kontrol R menjelaskan tentang apakah perubahan-perubahan telah terjadi dalam ukuran variasi, dengan demikian berkaitan dengan perubahan homogenitas produk yang dihasilkan
38
melalui suatu proses. Hal ini mungkin disebabkan oleh faktor-faktor seperti bagian peralatan yang hilang, kelelahan pekerja dan lain-lain. Peta kendali pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Walter Andrew Shewhart dari Bell Telephone Laboratories, Amerika Serikat pada tahun 1924. Pembuatan peta kendali dilakukan dengan maksud untuk menghilangkan variasi tidak normal melalui pemisahan variasi yang disebabkan oleh penyebab khusus (special-causes
variation) dan variasi yang disebabkan oleh penyebab umum (common-causes variation). Langkah-langkah untuk membuat peta kontrol X dan R dapat dikemukakan sebagai berikut : Langkah 1 : Tentukan ukuran contoh (n = 4, 5, 6, ...) Langkah2 : Kumpulkan 20-25 set contoh (paling sedikit dari 60-100 titik individu) Langkah 3 : Hitung nilai rata-rata, X dan range, R dari setiap contoh Langkah 4: Hitung nilai rata-rata dari semua X , yaitu : X
yang merupakan
garis tengah (central line) dari peta kontrol X , serta nilai rata-rata dari semua R, yaitu R yang merupakan garis tengah (central line) dari peta kontrol R. Langkah 5 : Hitung batas-batas kontrol 3 sigma dari peta kontrol X dan R o Peta kontrol X (batas-batas kontrol 3 sigma) CL = X
39
UCL = X + A2 R LCL = X - A2 R
o Peta kontrol R (batas-batas kontrol 3 sigma) CL = R UCL = D4 R LCL = D3 R Langkah 6
: Buatkan peta kontrol X dan R dengan menggunakan batas-batas kontrol 3 sigma diatas. Setelah itu plot atau tebarkan data X dan R dari setiap contoh yang diambil itu pada peta kontrol X dan R serta lakukan pengamatan apakah data itu berada dalam pengendalian statistikal?
Langkah 7 : gunakan peta kontrol terkendali dari X dan R itu untuk memantau proses yang sedang berlangsung dari waktu ke waktu.
40
Contoh peta kendali X-bar dan R : Xbar/R Chart for C1-C6 754
Sample Mean
UCL=753.7 753 752
Mean=751.8
751 750
Sample Range
Subgroup
LCL=749.9 0
10
20
9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
UCL=7.815
R=3.9
LCL=0
Gambar 2.3 Contoh Grafik Peta Kendali X-bar dan R
2.1.7
Analisa Kapabilitas Proses (Process Capability Analysis) Teknik statistik dapat berguna melalui siklus produk, termasuk dalam aktivitas pengembangan kegiatan manufaktur dalam menghitung variasi proses, dalam menganalisa variansi ini relatif terhadap speksifikasi produk dan
juga
membantu
perkembangan
dan
produksi
dalam
rangka
menghilangkan atau mengurangi variasi ini. Hal inilah yang disebut analisi kapabilitas proses. Penentuan kapabilitas proses dilakukan setelah proses telah berada dalam batas kendali. Sebuah proses dikatakan berada dalam batas kendali jika variasi yang terjadi pada sistem disebabkan oleh variasi penyebab umum.
41
Analisa kapabilitas proses begitu penting karena hal ini yang mengizinkan untuk seberapa baik suatu proses dapat membuat produk yang diterima.
Cp =
LebarSpesifikasi USL − LSL = Penyebarab Pr oses 6σ USL(Upper Specification Limit) dan LSL (Lower Specification Limit)
adalah batas spesifikasi atas dan batas spesifikasi bawah dari produk. Sedangkan σ adalah standar deviasi dari proses. Makin besar Cp makin baik. Kriteria yang digunakan untuk indeks kapabilitas proses (Cp) ini adalah : •
Cp> 1.33, maka kapabilitas proses sangat baik
•
1.00 ≤ Cp ≤ 1.33, maka kapabilitas proses baik namun perlu pengendalian ketat apabila Cp telah mendekati 1.00
•
Cp < 1.00, maka kapabilitas proses rendah, sehingga perlu ditingkatkan performansinya melalui perbaikan proses.
Setelah menghitung Cp, kita kemudian menghitung nilai indeks Cpk, yaitu : Cpk = Minimum {CPU, CPL} Dimana : CPU =
USL − X 3s
dan
CPL =
X − LSL 3s
Kriteria penilaian : Jika Cpk = Cp maka proses tepat ditengah (centered) Æ ideal Jika Cpk = 1, maka proses menghasilkan produk yang sesuai dengan spesifikasi
42
Jika Cpk < 1, maka proses menghasilkan produk yang tidak sesuai dengan spesifikasi
2.1.8 FMEA (Failure Mode and Effect Analysis)
Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) pertama kali diusulkan oleh NASA pada tahun 1963. Kemudian diadopsi dan dipromosikan oleh Ford Motor pada tahun 1977. Tujuan utama dari FMEA adalah untuk menemukan dan memperbaiki permasalahan utama yang terjadi pada setiap tahapan dari desain dan proses produksi untuk mencegah produk yang tidak baik sampai sampai ketangan pelanggan, yang dapat membahayakan reputasi dari perusahaan.
Failure Mode and Effect Analysis adalah metodologi untuk menganalisa masalah-masalah yang terjadi yang mengkombinasikan dan pengalaman dari orang untuk mengindentifikasi penyebab cacat dari produk atau dapat juga diartikan sebagai suatu proses dan perencanaan untuk menghilangan penyebab cacat atau kegagalan. Secara garis besar, FMEA dapat dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu
Design FMEA (DFMEA) yang lebih membahas kepada aktivitas untuk mendeteksi potensial kegagalan pada fase produk desain dan Process FMEA (PFMEA) untuk mendeteksi dan mengevaluasi cacat pada produksi. Dengan kata lain FMEA dapat dijelaskan sebagai sebuah kelompok aktifitas yang meliputi: 1. Mengenali dan mengevaluasi kegagalan dari produk atau proses dan efek yang ditimbulkan
43
2. Mengidentifikasi tindakan yang dapat mengeliminasi atau mengurangi kemungkinan kegagalan 3. Mendokumentasikan proses FMEA dikatakan sebagai tindakan ’before the event’ karena FMEA berusaha untuk
mengeliminasikan
atau
mengurangi
kemungkinan
gagal
dari
penyebabnya, sehingga mencegah kegagalan tidak terulang lagi dimasa yang akan datang. Tujuan dari FMEA sendiri adalah untuk : 1. Mengembangkan produk atau proses dengan meminimasi cacat-cacat yang terjadi 2. Mengevaluasi perbaikan dari pelanggan atau pembeli lainnya dalam perancangan proses untuk menjamin cacat utama yang terjadi. 3. Mengindentifikasi perancangan dengan meminimasi penyebab cacat 4. Mengembangkan metode dan tahapan untuk melakukan pengujian produk atau proses sehingga menjamin kegagalan akan dapat diatasi dengan baik. 5. Mengarahkan dan mengatur resiko utama dalam perancangan. 6. Menjamin bahwa cacat seharusnya terjadi tidak akan merugikan pelanggan.
44
Keuntungan menggunakan FMEA yaitu : 1. Memperbaiki produk atau proses agar memiliki daya tahan dan kualitas 2. Menambah kepuasan pelanggan 3. Cepat dalam mengindentifikasi dan menghilangkan kegagalan utama dalam proses atau produk 4. Mengutamakan pengurangan cacat pada produk dan proses 5. Menggambarkan pengetahuan keahlian teknik 6. Menekankan mengatasi masalah utama yang terjadi 7. Data-data resiko dan tindakan yang diambil bertujuan untuk menghilangkan resiko yang terjadi 8. Difokuskan untuk perbaikan pengujian dan pengembangan 9. Meminimasi perubahan keterlambatan, sehingga dapat mengurangi biaya produksi
Hal-hal yang diidentifikasi dalam Prosess FMEA adalah : 1. Fungsi proses Merupakan gambaran dari proses produksi yang akan dianalisa beserta dengan penjelasan singkat fungsi dari proses produksi tersebut. Jika prosesnya terdapat beberapa operasi dengan potensi kegagalan yang berbeda, daftarkan operasi sebagai proses terpisah. 2. Jenis kegagalan yang terjadi
45
Potensi kegagalan proses yang diidentifikasi adalah proses yang terjadi gagal dalam memenuhi persyaratan proses. Pengalaman proses yang sama digunakan untuk melihat kembali klaim atau keluhan pelanggan sehubungan dengan komponen yang sama dan asumsikan bahwa material yang ada sudah baik. 3. Efek dari kegagalan yang terjadi Efek yang ditimbulkan dari kegagalan yang terjadi terhadap konsumen maupun pengaruh terhadap kelangsungan proses selanjutnya. 4. Severity Merupakan nilai tingkat keparahan dari akibat yang ditimbulkan terhadap konsumen maupun terhadap kelangsungan proses selanjutnya yang secara tidak langsung juga merugikan. Nilai tingkat keparahan terdiri atas rangking 1-10. Tabel 2.1 memperlihatkan kriteria dari setiap nilai rangking severity. Semakin parah dampak yang ditimbulkan, maka semakin tinggi nilai rangking yang diberikan. 5. Penyebab kegagalan Penyebab kegagalan merupakan penjelasan mengapa kegagalan-kegagalan pada proses produksi bisa terjadi. Setiap kemungkinan penyebab kegagalan yang terjadi didaftarkan dengan lengkap
46
6. Occurance Adalah seberapa sering kemungkinan penyebab kegagalan terjadi. Nilai
occurance ini diberikan untuk setiap penyebab kegagalan dan juga terdiri dari rangking 1-10. Tabel 2.2 memperlihatkan kriteria dari setiap nilai rangking
occurance. Semakin sering penyebab kegagalan terjadi, maka semakin tinggi nilai rangking yang diberikan. 7. Kontrol yang dilakukan Merupakan kontrol yang dilakukan untuk mendeteksi penyebab kegagalan yang terjadi 8. Detectability Adalah seberapa jauh penyebab kegagalan dapat dideteksi. Detectability terdiri dari rangking1-10. Tabel 2.3 memperlihatkan kriteria dari setiap nilai rangking detectability. Semakin sulit mendeteksi penyebab kegagalan yang terjadi, maka semakin tinggi nilai rangking yang diberikan. 9. Risk Priority Number (RPN) Merupakan hasil perkalian matematis nilai rangking dari severity, occurance dan detectability. Perumusannya yaitu : RPN = (Severity)x(Occurance)x(Detectability) Nilai RPN ini digunakan sebagai acuan untuk mengetahui permasalahan yang paling signifikan dalam melakukan perbaikan. Nilai RPN yang paling tinggi menunjukkan permasalahan yang memiliki prioritas penanganan lebih baik.
47
Severity (S) Efek
Kriteria
Berbahaya
Dapat membahayakan keselamatan operator, tingkat keparahan, tidak sesuai
tanpa ada
dengan peraturan, dan tidak adanya peringatan
Rangking
10
peringatan Berbahaya dan
Dapat membahayakan keselamatan operator, tingkat keparahan sangat tinggi,
ada peringatan
tidak sesuai dengan peraturan, dan adanya peringatan
9
Kelancaran lini produksi terganggu, menyebabkan 100% scrap, dan Sangat tinggi
8 pelanggan sangat tidak puas Kelancaran lini produksi sedikit terganggu, sebagian besar menjadi scrap, dan
Tinggi
7 sisanya dapat disortir serta pelanggan tidak puas Sebagian kecil menjadi scrap, sisanya tidak perlu disortir dan pelanggan tidak
Sedang
6 puas
Rendah
100% produk dapat di-rework dan produk pasti dikembalikan oleh konsumen
5
Sebagian besar dapat di-rework, sisanya sudah baik, dan kemungkinan Sangat rendah
4 produk dikembalikan oleh konsumen Hanya sebagian kecil di-rework, sisanya sudah baik, dan rata-rata pelanggan
Kecil
3 komplain
Sangat
Komplain hanya diberikan oleh pelanggan tertentu
2
Tidak
Tidak ada akibat apa-apa untuk konsumen
1
Tabel 2.1. Definisi Efek, Kriteria dan Ranking dari Severity
48
Occurance (O) Peluang Terjadinya Penyebeb
Tingkat Kemungkinan Rangking
Kegagalan
Kegagalan > 1 dalam 2
10
1 dalam 3
9
1 dalam 8
8
1 dalam 20
7
1 dalam 80
6
1 dalam 400
5
1 dalam 2000
4
1 dalam 15000
3
1 dalam 150000
2
< 1 dalam 1500000
1
Sangat tinggi Tinggi
Sedang
Rendah Sangat kecil
Table 2.2. Definisi Peluang Terjadinya Penyebab Kegagalan, Tingkat Kemungkinan Kegagalan, dan Rangking dari Occurance Sumber : Besterfield, Dale H, Carol, Mary, and Glen H.2003. Total Quality
Management., hal. 399, New Jersey. Prentice – Hall Inc.
49
Detectability (D) Ranking
Keterangan
1
Selalu jelas, sangat mudah untuk diketahui
2
Jelas bagi indera manusia
3
Memerlukan inspeksi
4
Inspeksi yang hati-hati dengan menggunakan indera manusia
5
Inspeksi yang sangat hati-hati dengan indera manusia
6
Memerlukan bantuan dan atau pembongkaran sederhana
7
Diperlukan inspeksi dan atau pembongkaran
8
Diperlukan inspeksi dan atau pembongkaran yang kompleks
9
Kemungkinan besar tidak dapat dideteksi
10
Tidak dapat dideteksi
Table 2.3. Kemungkinan Kesalahan Terdeteksi, Kriteria dan Rangking dari
Detectablity Sumber : Besterfield, Dale H, Carol, Mary, and Glen H.2003. Total Quality
Management., hal. 400, New Jersey. Prentice – Hall Inc.
50
2.1.9
Sistem Fuzzy Teori fuzzy dimulai dengan suatu paper mengenai ”fuzzy sets” yang
dipublikasikan dalam jurnal akademik berjudul ”Information and Control” oleh Prof. LA. Zadeh dari Universitas California Berkeley, Amerika Serikat, pada tahun 1965. Kemunculan gugus fuzzy pada tahun 10 tahun pertama tidak terlalu diperhatikan, namun baru-baru ini telah terjadi perkembangan yang cukup pesat dalam hal jumlah penelitian dan paper-paper mengenai fuzzy dan aplikasinya. Semua yang ada didunia ini adalah fuzzy / penuh dengan ketidakpastian, dalam bentuk keambiguan. Arti dari kata fuzzy itu sendiri adalah kabur, tidak pasti. Gugus fuzzy merupakan alat yang tepat untuk mengekspresikan ke-ambiguity-an. Sri (2002) mengatakan bahwa gugus fuzzy adalah media komunikasi yang berbicara mengenai logika alami dan kompleksitas diantara manusia dan pengetahuan sosial. Ketika kita belajar lebih banyak mengenai sebuah sistem, maka kerumitannya akan berkurang dan tingkat pemahaman serta pengertian yang diusahakan oleh metode komputasi menjadi semakin berguna dalam permodelan sistem. Dalam suatu sistem yang paling rumit dimana hanya tersedia data numerik dan mungkin hanya terdapat informasi yang bersifat tidak jelas / ambigu, logika fuzzy menyediakan cara untuk memahami perilaku sistem dengan mengijikan kita untuk menyisipkan perkiraan antara masukkan / input dan keluaran / output.
51
Menurut Sri (2002), terdapat beberapa alasan mengapa logika fuzzy digunakan orang, antara lain : 1. Konsep logika fuzzy mudah dimengerti. Konsep matematis yang mendasari penalaran fuzzy sangat sederhana dan mudah dimengerti 2. Logika fuzzy sangat fleksibel 3. Logika fuzzy memiliki toleransi terhadap data-data yang tidak tepat 4. Logika fuzzy mampu memodelkan fungsi-fungsi nonlinear yang sangat kompleks 5. Logika fuzzy dapat membangun dan mengaplikasikan pengalamanpengalaman para pakar secara langsung tanpa harus melalui proses pelatihan 6. Logika fuzzy dapat bekerjasama dengan teknik-teknik kendali secara konvensional 7. Logika fuzzy didasarkan pada bahasa alami.
2.1.9.1 Ketidakpastian dan Pengendalian Fuzzy Sri (2002) mengatakan bahwa teori fuzzy set merupakan media untuk menyajikan ketidakpastian. Berdasarkan sejarah, teori probabilitas telah menjadi alat utama untuk menyajikan ketidakpastian dalam model matematika. Karena itu, semua ketidakpastian diasumsikan mengikuti karakteristik dari ketidakpastian yang bersifat acak. Suatu proses akan disebut acak apabila hasil semua dari sebuah proses
52
merupakan sebuah kemungkinan. Namun, tidak semua ketidakpastian bersifat acak. Beberapa bentuk ketidakpastian bersifat tidak acak, sehingga tidak sesuai bila diperlakukan atau dimodelkan oleh teori probabilitas. Bahkan kenyataannya dapat dikatakan bahwa hampir semua ketidakpastian berkaitan dengan sistem yang komplek / rumit dan masalah-masalah yang ditemukan manusia dalam kehidupan sehari-hari bersifat tidak acak. Teori fuzzy set adalah alat yang sangat tepat untuk memodelkan ketidakpastian yang berkaitan dengan kembiguan, ketidaktepatan, dan / atau dengan kekurangan informasi berkaitan dengan masalah yang sedang dihadapi. Sri (2002) juga mengatakan bahwa informasi yang tidak pasti dapat berupa berbagai bentuk. Ada ketidakpastian yang muncul karena kerumitan. Ada juga ketidakpastian yang timbul dari pengabaian, kesempatan, berbagai kelas ke-acakan, ketidakpastian, dan dari ketidakmampuan untuk menampilkan pengukuran yang memadai, akibat kekurangan pengetahuan, atau dari kekaburan / kesamaran, seperti ke fuzzy-an yang menjadi sifat dari bahasa alami kita. Sri (2002) mengatakan bahwa penalaran fuzzy ada beberapa macam, diantaranya : 1. Metode Mamdani Metode ini diperkenalkan oleh Ebrahim Mamdani pada tahun 1975. Pada penalaran fuzzy dengan metode Mamdani, baik input maupun output sistem berupa himpunan fuzzy.
53
2. Metode Sugeno Metode ini diperkenalkan oleh Takagi-Sugeno Kang pada tahun 1985. Pada penalaran dengan metode Sugeno, input berupa himpunan fuzzy, sedangkan output sistem tidak berupa himpunan fuzzy, melainkan berupa konstanta atau persamaan linear.
Mamdani (1973) mengatakan bahwa langkah-langkah dalam menciptakan pengendalian Logika fuzzy yaitu : 1. Menentukan input dan output pengendali 2. Pembentukan fungsi keanggotaan untuk input dan output untuk melakukan fuzzykasi 3. Mengembangkan rule base yang berisi implikasi logis atau input pengendali yang menghasilkan output fuzzy 4. Mengkombinasikan output-output fuzzy melalui penjumlahan logis 5. defuzzifikasi output fuzzy menjadi input pengendali
2.1.9.2 Fungsi Keanggotaan Fuzzy Sri (2002) menyatakan bahwa fungsi keanggotaan adalah suatu kurva yang menunjukan pemetaan titik-titik input data kedalam nilai keanggotaannya (sering disebut juga dengan derajat keanggotaan) yang memiliki interval antara 0 sampai 1.
54
Sri (2002) mengatakan bahwa fungsi keanggotaan menggambarkan ke-fuzzy-an / keambigua-an dalam fuzzy set – apakah elemen-elemen dalam set bersifat diskret atau kontinu -
dalam bentuk grafik. Namun, bentuk yang digunakan untuk
menggambarkan ke-fuzzy-an hanya memliki sangat sedikit batasan sehingga dapat dikatakan bahwa aturan-aturan yang digunakan untuk menggambarkan ke fuzzy-an secara grafik juga bersifat fuzzy.
2.1.9.3 Representasi Keanggotaan Fuzzy Fungsi keanggotaan fuzzy dapat didefinisikan sebagai permukaan himpunan
fuzzy, yang merupakan bagian dari himpunan tersebut. Kontur dari suatu himpunan fuzzy menunjukan properti semantik dari konsep fuzzy tersebut. Sri (2002) mengatakan bahwa beberapa macam bentuk representasi himpunan
fuzzy adalah sebagai berikut : 1. Representasi Linear Pada representasi linear, permukaan digambarkan sebagai suatu garis lurus. Bentuk ini adalah bentuk yang paling sederhana. Ada 2 keadaan himpunan
fuzzy yang linear. Pertama, kenaikan himpunan dimulai pada nilai domain yang memiliki derajat keanggotaan nol (0) bergerak kekanan menuju ke nilai domain yang memilki derajat keanggotaan lebih tinggi.
55
Gambar 2.4. Representasi Linear Naik
Fungsi keanggotaan : ⎧0; ⎪ μ ( x) = ⎨( x − a) /(b − a); ⎪1; ⎩
x≤a a≤ x≤b x≥b
Kedua, merupakan kebalikan yang pertama. Garis lurus dimulai dari nilai domain dengan derjat keanggotaan tertinggi pada sisi kiri, kemudian bergerak menurun kenilai domain yang derajat keanggotaannya lebih rendah.
Gambar 2.5. Representasi Linear Turun
56
Fungsi keanggotaan : ⎧(b − x) /(b − a); ⎩0;
μ ( x) = ⎨
a≤ x≤b x≥b
2. Representasi Kurva Segitiga
1
Derajat Keanggotaan µ(x)
0
A
B domain
C
Gambar 2.6. Representasi Kurva Segitiga
Fungsi Keanggotaan ⎧0; ⎪ μ ( x) = ⎨( x − a) /(b − a); ⎪(b − x) /(c − b); ; ⎩
x ≤ a atau x ≥ c a≤ x≤b b≤x≤c
57
3. Representasi Kurva Trapesium Kurva trapesium pada dasarnya seperti bentuk segitiga, hanya saja ada beberapa titik yang memiliki nilai keanggotaan 1.
Gambar 2.7. Representasi Kurva Trapesium
Fungsi Keanggotaan : ⎧0; ⎪( x − a) /(b − a ); ⎪ μ ( x) = ⎨ ⎪1; ⎪⎩(d − x) /( d − c);
x≤ ax≥ d a≤ x≤b b≤x≤c c≤x≤d
58
2.1.9.4 Operasi Logika Fuzzy Sri (2002) menyatakan bahwa beberapa operasi logika fuzzy konvensional yang didefinisikan oleh Zadeh : 1. Interseksi Himpunan Fuzzy ( μ A∩ B = min( μ A [ x], μ B [ y ])) Pada sistem crisp, interseksi antara 2 himpunan berisi elemen-elemen yang berada pada kedua himpunan. Hal ini ekuivalen dengan operasi aritmetik atau logika AND. Pada logika fuzzy, operator AND diperlihatkan dengan derajat keanggotaan minimum antara kedua himpunan. Operator interseksi seringkali digunakan sebagai batasan antarseden dalam suatu aturan fuzzy seperti : If x is A AND y is B THEN z is C 2. Union Himpunan Fuzzy ( μ A∪ B = max(μ A [ x], μ B [ y ])) Union dari 2 himpunan dibentuk dengan menggunakan operator OR. Pada logika fuzzy, operator OR diperlihatkan dengan derajat keanggotaan maksimum antara kedua himpunan. Operator interseksi seringkali digunakan sebagai batasan antarseden dalam suatu aturan
fuzzy seperti : If x is A OR y is B THEN z is C
59
3. Komplemen (Negasi) Himpunan Fuzzy Komplemen suatu himpunan A berisi semua elemn yang tidak berada di A dan direprentasikan dengan
μ A [ x] = 1 − μ A [ x]
2.1.9.5 Komposisi Aturan-aturan Fuzzy untuk Inferensi Sri (2002) menyatakan bahwa ada tiga metode yang digunakan dalam melakukan inferensi sistem fuzzy, yaitu : 1. Metode Max (Maximum) Pada metode ini, solusi himpunan fuzzy diperoleh dengan cara mengambil nilai maksimum aturan, kemudian menggunakan untuk memodifikasi daerah fuzzy, dan mengaplikasikan ke output dengan menggunakan operator OR (union). Jika semua proporsi telah dievaluasi, maka output akan berisi suatu himpunan fuzzy yang merefleksikan kontribusi dari tiap-tiap proposisi. Secara umum dapat dituliskan :
μ SF [ xi ] ← max(μ SF [ xi ], μ KF [ xi ] dengan :
μ SF [ xi ] = nilai keanggotaan solusi fuzzy sampai aturan ke-i; μ KF [ xi ] = nilai keanggotaan konsekuen fuzzy aturan ke-1
60
Apabila digunakan fungsi implikasi MIN, maka metode komposisi ini sering
disebut
dengan
nama
MAX-MIN atau MIN-MAX atau
MAMDANI. 2. Metode Additive (Sum) Pada metode ini, solusi himpunan Fuzzy diperoleh dengan cara melakukan
bounded-sum terhadap semua output daerah fuzzy. Secara umum dituliskan :
μ SF [ xi ] ← min(1, μ SF [ xi ] + μ KF [ xi ] dengan :
μ SF [ xi ] = nilai keanggotaan solusi fuzzy sampai aturan ke-i; μ KF [ xi ] = nilai keanggotaan konsekuen fuzzy aturan ke-1 3. Metode Probabilistik OR (probor) Pada metode ini, solusi himpunan fuzzy diperoleh dengan cara melakukan
product terhadap semua output daerah fuzzy. Secara umum dituliskan :
μ SF [ xi ] ← ( μ SF [ xi ] + μ KF [ xi ]) − ( μ SF [ xi ] * μ KF [ xi ]) dengan :
μ SF [ xi ] = nilai keanggotaan solusi fuzzy sampai aturan ke-i; μ KF [ xi ] = nilai keanggotaan konsekuen fuzzy aturan ke-1
61
2.1.9.6 Defuzzifikasi Sri (2002) mengatakan bahwa input dari proses defuzzifikasi adalah suatu himpunan fuzzy yang diperoleh dari komposisi aturan-aturan fuzzy, sedangkan output yang dihasilkan merupakan suatu bilangan pada dominan himpunan fuzzy tersebut. Sehingga jika diberikan suatu himpunan fuzzy dalam range tertentu, maka harus dapat diambil suatu nilai crisp tertentu sebagai output. Ada beberapa metode defuzzifikasi pada komposisi Mamdani, antara lain : 1. Metode Centroid (Composite Moment) Pada metode ini, solusi crisp diperoleh dengan cara mengambil titik pusat daerah fuzzy. Secara umum dirumuskan :
z=
n
∫ zμ ( z )dz z
∫ μ ( z )dz z
atau
z=
∑z j =1
j
μ(z j )
n
∑ μ(z j =1
j
)
Ada 2 keuntungan menggunakan metode centroid yaitu : a. Nilai defuzzy akan bergerak secara halus sehingga perubahan dari suatu topologi himpunan fuzzy ke topologi berikut juga akan berjalan dengan halus; b. Mudah dihitung
62
2. Metode Bisektor Pada metode ini, solusi crisp diperoleh dengan cara mengambil nilai pada domain fuzzy yang memiliki nilai keanggotaan separuh dari jumlah total nilai keanggotaan pada daerah fuzzy.
3. Metode Mean of Maximum (MOM) Pada metode ini, solusi crisp diperoleh dengan cara mengambil nilai rata-rata domain yang memiliki nilai keanggotaan maksimum.
4. Metode Largest of Maximum (LOM) Pada metode ini, solusi crisp diperoleh dengan cara mengambil nilai terbesar dari domain yang memiliki nilai keanggotaan maksimum.
5. Metode Smallest of Maximum (SOM) Pada metode ini, solusi crisp diperoleh dengan cara mengambil nilai terkecil dari domain yang memiliki nilai keanggotaan maksimum.
63
2.1.10 Fuzzy FMEA (Failure Mode and Effect Analysis)
Fuzzy FMEA (Failure Mode and Effect Analysis) merupakan metodologi yang memakai logika fuzzy dalam mengindentifikasi permasalahan atau penyebab kegagalan yang terjadi melalui pertimbangan kriteria Severity (S), Occurance (O), dan Detectability (D). Logika fuzzy pada metode FMEA ini dapat dikombinasikan antara severity, occurance, dan detectability untuk struktur hasil yang lebih fleksibel. Fuzzy FMEA memakai aturan-aturan fuzzy yang didapatkan dari formulasi linguistic kedalam bentuk “If – Then” rules melalui variable linguistic dari kriteria Severity (S), Occurance (O), dan Detectability (D) sebagai input numeriknya dengan range rating antara 1 -10 untuk kemudian diterjemahkan kedalam bentuk linguistik Very Low (VL), Low (L), Moderate (M), High (H), dan Very High (VH). Untuk output FRPN (Fuzzy Risk Priority Number) yang memiliki range dari 1 – 1000 merupakan hasil perkalian matematis input-input numeric (S,O,dan D) kemudian diterjemahakan ke dalam bentuk linguistik yaitu Very Low (VL), Very Low-Low(VL-L), Low (L), Low-Moderate (L-M), Moderate (M), Moderate (M), Moderate – High (M – H), High (H), High – Very High (H-VH), Very High (VH).
64
Gambar 2.8 Matriks Fuzzy FMEA Rules Sumber : Javier Puente et al ( 2002 )
65
2.1.11 MATLAB Toolbox untuk Fuzzy
Beberapa Graphical User Interface (GUI) pada MATLAB untuk fuzzy logic toolbox yang dipergunakan dalam memudahkan membangun, mengobservasi dan mengedit system penalaran fuzzy adalah : 1. Fuzzy Inference System (FIS) Editor 2. Membership Function Editor 3. Rule Editor 4. Rule Viewer
2.1.11.1 Fuzzy Inference System (FIS) Editor
Langkah pertama yang harus dilakukan dalam pembuatan system penalaran fuzzy yaitu dengan mengetik kata ‘fuzzy’ pada command line MATLAB. Kemudian, pada layar akan muncul tampilan FIS Editor seperti pada gambar 2.9 berikut :
66
Gambar 2.9. Fuzzy Inference System (FIS) Editor
Keterangan : a. Menu pilihan yang memiliki aplikasi untuk membuka, menyimpan, mengedit atau menampilkan sistem fuzzy. b. Ikon variable input yang dipergunakan untuk mengedit fungsi keanggotaan dari tiap-tiap variable input dengan cara men-double click-ikon tersebut. c. Ikon diagram sistem yang dipergunakan untuk mengedit rule dengan cara men-double click-ikon tersebut. d. Ikon variable output yang dipergunakan untuk mengedit fungsi keanggotaan dari tiap-tiap variable output dengan cara men-double click-ikon tersebut e. Daerah yang berfungsi menunjukan nama sistem fuzzy yang ditampilkan.
67
f. Pop up menu yang digunakan untuk mengatur fungsi-fungsi penalaran fuzzy, fungsi implikasi, fungsi komposisi aturan, atau metode defuzzifikasi. g. Kolom edit yang dipergunakan untuk mengedit nama input ataupun output. h. Status bar yang berfungsi untuk menunjukkan operasi yang sedang dijalankan.
2.1.11.2 Membership Function Editor
Membership Function Editor dapat dipanggil dengan cara memilih menu pilihan Edit – Membership Function Editor atau dengan men – double click ikon variable input atau output. Membership Function Editor ini dipergunakan untuk mengedit fungsi keanggotaan himpunan fuzzy untuk tiap – tiap variable input dan output. Gambar 2.10 adalah tampilan Membership Function Editor yang akan muncul pada layar :
Gambar 2.10. Membership Function Editor
68
Keterangan : a. Menu pilihan yang memiliki aplikasi untuk membuka, menyimpan, mengedit atau menampilkan sistem fuzzy. b. Variable yang dipergunakan untuk mengedit fungsi keanggotaan salah satu variable dan dilakukan dengan meng-click. c. Gambar yang dipergunakan dalam menampilkan semua fungsi keanggotaan himpunan fuzzy pada suatu variable. d. Gambar garis yang dipergunakan untuk mengedit atribut suatu fungsi keanggotaan himpunan fuzzy dengan meng-click garis yang ingin diubah tersebut. e. Daerah yang berfungsi menunjukan nama dan tipe variable yang ditunjuk. f. Kolom edit yang dipergunakan untuk mengedit range variable. g. Kolom edit yang dipergunakan untuk mengedit display range variable. h. Kolom edit yang dipergunakan untuk mengedit nama himpunan fuzzy yang ditunjuk i. Pop up menu yang digunakan untuk memilih tipe fungsi keanggotaan himpunan fuzzy yang ditunjuk. j. Kolom edit yang dipergunakan untuk mengedit parameter-parameter himpunan fuzzy yang ditunjuk. k. Status bar yang berfungsi untuk menunjukkan operasi yang sedang dijalankan.
69
2.1.11.3 Rule Editor
Rule Editor dapat dipanggil dengan cara memilih menu edit – rules atau dengan men – double click ikon diagram sistem. Rule Editor ini dipergunakan untuk megedit dan menampilkan aturan-aturan yang akan dibuat ataupun yang telah dibuat. Gambar 2.11 adalah tampilan Rule Editor yang akan muncul pada layar :
Gambar 2.11. Rule Editor Keterangan : a. Menu pilihan yang memiliki aplikasi untuk membuka, menyimpan, mengedit atau menampilkan sistem fuzzy.
70
b. Daerah yang dipergunakan untuk menampilkan aturan-aturan fuzzy yang dibuat. c. Listbox yang berisi input himpunan-himpunan fuzzy. d. Pilihan operator connection yang akan digunakan e. Listbox yang berisi output himpunan-himpunan fuzzy. f. Kolom edit yang dipergunakan untuk mengedit bobot untuk aturan yang ditunjuk g. Tombol untuk menghapus aturan yang ditunjuk h. Tombol untuk menambah aturan baru yang akan dibuat i. Tombol untuk mengubah aturan yang ditunjuk j. Status bar yang berfungsi untuk menunjukkan operasi yang sedang dijalankan.
2.1.11.4 Rule Viewer
Rule Viewer dapat dipanggil dengan cara memilih menu View – Rules. Rule Viewer ini dipergunakan untuk menampilkan alur penalaran pada system fuzzy meliputi pemetaan yang diberi pada tiap-tiap variable input, aplikasi operator, fungsi implikasi, komposisi aturan-aturan, dan penentuan output pada metode defuzzifikasi. Gambar 2.12 adalah tampilan Rule Viewer yang akan muncul pada layar :
71
Gambar 2.12. Rule Viewer
Keterangan : a. Menu pilihan yang memiliki aplikasi untuk membuka, menyimpan, mengedit atau menampilkan sistem fuzzy. b. Kolom ini berfungsi untuk menampilkan variable input yang digunakan dalam aturan-aturan fuzzy. c. Kolom ini berfungsi untuk menampilkan variable output yang digunakan dalam aturan-aturan fuzzy.
72
d. Tiap-tiap baris ini berfungsi untuk menunjukan satu aturan. Klik nomor aturan untuk mengetahui aturan tersebut, dan akan ditampilkan aturan tersebut pada status bar. e. Kolom ini dipergunakan untuk menunjukan kombinasi output dari tiap-tiap aturan yang berlaku dari fungsi komposisi yang digunakan, dan dilanjutkan dengan proses defuzzikasi. f. Kolom edit yang dipergunakan untuk mengedit input yang diberikan. g. Tombol-tombol yang dipakai untuk bergerak kesamping kiri, kanan, turun dan naik. h. Status bar yang berfungsi untuk menunjukan operasi yang sedang dijalankan.
2.1.12 Action Planning (Recommended Action) for Failure Modes
Setelah analisis FMEA dengan pendekatan Fuzzy Logic, selanjutnya yang dilakukan adalah menentukan tindakan yang sesuai untuk mencegah terjadinya modus-modus kegagalan yang ada, terutama yang memiliki resiko tinggi, dengan menggunakan metode 5W – 2H (What, Why, Where, When, How, How much). Dengan 5W – 2H dilakukan selanjutnya, yaitu menentukan tindakan yang sesuai untuk mencegah kegagalan tersebut, sesuai dengan modus-modus kegagalan yang memiliki nilai RPN tinggi yang telah dihitung sebelumnya dengan FMEA.