BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1
Interaksi Manusia dan Mesin Dalam bukunya, Wignjosoebroto (2003: 58) menjelaskan bahwa kata “Mesin” dapat diartikan lebih luas yaitu menyangkut semua obyek fisik berupa peralatan, perlengkapan fasilitas, dan benda-benda yang biasa digunakan manusia dalam melaksanakan pekerjaannya. Interaksi manusia dan mesin dalam hal ini adalah mempelajari hubungan antara manusia dalam penggunaan peralatan untuk memaksimalakan hasil kerja yang akan dicapai. Manusia memiliki keterbatasan dalam melakukan pekerjaan untuk itulah dirancang sebuah mesin yang dapat membantu mengeliminasi keterbatasan manusia. Namun secanggih apapun mesin tetap memerlukan sebuah perintah dalam memulai pekerjaanya, untuk itulah diperlukan interaksi yang baik antara manusia dalam mengoperasikan mesin untuk membantu pekerjaannya. Agar dapat memaksimalkan kemampuan kerja maka kombinasikan beberapa aktifitas yang mampu ditangani oleh sebuah peralatan kerja dengan membuat desain yang bersifat sebaguna atau berfungsi banyak.
2.2
Prinsip-prinsip Ekonomi Gerakan (Motion Economy) Sebagai Landasan Pokok Perancangan Tata Cara Kerja Wignjosoebroto (2003: 107) berpendapat bahwa dalam mengevaluasi metode kerja guna memperoleh metode kerja yang lebih efisien diperlukan pertimbangan prinsip-prinsip ekonomi gerakan. Prinsip ekonomi gerakan adalah prinsip dalam merancang gerakan atau kegiatan-kegiatan untuk melakukan suatu pekerjaan yang berdasarkan pada konsep meminimalkan kegiatan yang tidak perlu, beberapa prinsip ekonomi gerakan yaitu: •
Eliminasi semua kegiatan/aktifitas yang memungkinkan untuk tidak perlu dilakukan.
•
Laksanakan setiap aktivitas kerja dengan prinsip kebutuhan energi otot yang digunakan minimal.
6
7
•
Kombinasikan beberapa aktivitas yang mampu ditangani oleh sebuah peralatan kerja. Prinsip ekonomi gerakan menjadi sangat penting dalam menyusun metode kerja
baru dengan tujuan mendapatkan hasil yang lebih baik dari metode kerja sebelumnya.
2.3
Pengukuran Waktu Kerja “Pengukuran kerja adalah suatu aktifitas untuk menentukan waktu yang dibutuhkan oleh seorang operator dalam melaksanakan sebuah kegiatan kerja dalam kondisi dan tempo kerja yang normal” (Wignjosoebroto, 2003: 130). Berdasarkan pendapat tersebut maka pengukuran waktu kerja akan berhubungan dengan kegiatankegiatan dalam menentukan waktu baku (standard time) untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Tujuan dari pengukuran tidak semata-mata hanya untuk mengetahui waktu kerja, melainkan digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam menentukan beberapa hal yang lebih kompleks, salah satunya digunakan dalam memilih alternatif metode kerja terbaik diantara beberapa opsi metode kerja yaitu dengan membandingkan waktu kerja antar metode pada jenis pekerjaan yang sama.
2.3.1 Jenis Pengukuran Waktu Kerja Pada dasarnya terdapat dua jenis pengukuran waktu kerja bila ditinjau dari posisi pengamat, yaitu pengukuran waktu kerja dangan cara langsung dan pengukuran waktu kerja dengan cara tidak langsung. Pengukuran waktu kerja langsung adalah pengukuran dimana pengamat/peneliti berada langsung ditempat pengamatan untuk mengamati waktu dan metode kerja operator dalam melakukan pekerjaannya, sedangkan pengukuran tidak langsung yaitu mengamat tidak berada di tempat kegiatan melainkan melakukan pengukuran memanfaatkan data-data atau tabel dari kegiatan sejenis yang didapat dari referensi pekerjaan lain.
8
2.3.2 Pengukuran Waktu Kerja dengan Jam Henti (Direct Stop-Watch Time Study) Pengukuran waktu kerja dengan jam henti adalah salah satu metode pengukuran yang termasuk dalam jenis pengukuran langsung. Wignjosoebroto (1995:71) berpendapat bahwa pengukuran waktu kerja dengan jam henti terutama diaplikasikan untuk pekerjaan yang berlangsung dengan singkat dan dilakukan secara berulangulang (repetitive). Teknisnya adalah pengamat melakukan pengukuran waktu kerja secara langsung menggunakan stop-watch pada salah satu operator yang sedang bekerja. Hasil yang didapat kemudian diolah kembali dengan mempertimbangkan berbagai faktor agar didapatkan waktu kerja standar untuk sebuah pekerjaan. Beberapa petunjuk penting dalam melakukan pengukuran dengan jam henti adalah: •
Bagi operasi kerja menjadi beberapa elemen kerja yang prosesnya berbeda.
•
Amati, ukur, dan catat waktu yang dibutuhkan operator dalam menyelesaikan elemen kerja.
•
Tetapkan jumlah siklus kerja yang harus diukur.
•
Tetapan rate of performance berdasarkan pengamatan terhadap cara operator bekerja.
•
Tetapkan waktu longgar dan waktu baku.
Saat melakukan penelitian terhadap satu elemen terdapat beberapa faktor yang harus ditetapkan yaitu tingkat kepercayaan, derajat ketelitian, dan uji keseragaman dari data yang didapat serta berapa jumlah pengamatan yang harus dilakukan. Untuk itu berikut adalah contoh dalam menentukan faktor-faktor tersebut : •
Pengukuran biasanya diambil 95% tingkat kepercayaan dan 5% derajat ketelitian, artinya adalah sekurang-kurangnya 95 dari 100 harga rata-rata waktu yang diukur akan memiliki penyimpangan tidak lebih dari 5%.
9
•
Agar pengambilan data dapat lebih efisien dan juga mendapatkan hasil yang optimal perlu diketahi seberapa banyak data yang sebaiknya diambil (kecukupan data), oleh karena itu diperlukan perhitungan mengenai berapa jumlah penelitian/pengambilan data minimal yang diperlukan. Berikut adalah rumus untuk meenentukan berapa jumlah penelitian minimal yg diperlukan (N’) dengan tingkat kepercayaan 95% dan derajat ketelitian 5%:
N’ =
•
40√N∑X2 –(∑X2 ) ∑X2
N = Banyak pengamatan yang sudah dilakukan N’ = Jumlah pengamatan yg diperlukan X = Nilai yang didapat dari pengamatan Note: Rumus tersebut hanya berlaku untuk 95% degree convidence level dan 5% degree of accuracy.
2
Wignjosoebroto (1995: 194) mengatakan bahwa setelah kecukupan data terpenuhi maka yang tidak kalah penting adalah data yang diperoleh haruslah seragam. Tes keseragaman perlu dilakukan sebelum menggunakan data yang diperoleh untuk menetapkan waktu standar. Salah satu cara tes keseragaman data adalah dengan menentukan Batas Kontrol Atas (BKA) dan Batas Kontrol Bawah (BKB). Bila diketahui ada data yang diluar dari batas kontrol maka data tersebut sebaiknya dikeluarkan/tidak digunakan. Berikut adalah rumus untuk BKA dan BKB : BKA = x + 3s2 BKB = x + s
√
s=
∑(x – x) 2 n–1
2
√
atau dengan :
s = Waktu Kerja Dengan 2.3.3 Elemen-Elemen Pengukuran
s : Standar deviasi rata-rata sample x : Nilai rata-rata data n : Banyak pengambilan data Jam Henti x : Nilai masing-masing data
∑(x2) – ∑(x) 2 Pada pengukuran waktu kerja terdapatnbeberapa elemen yang harus dipahami n–1 sebagai dasar dalam melakukan pengukuran, yaitu : a) Waktu Pengamatan (Ws) : adalah waktu aktual yang diperoleh dari pengukuran terhadap seorang operator dalam menyelesaikan sebuah aktifitas atau satu siklus pekerjaan.
10
b) Waktu Normal (Wn) : “Waktu normal adalah waktu yang diperlukan untuk seorang operator terlatih dan memiliki ketrampilan rata-rata untuk melaksanakan suatu aktivitas dibawah kondisi dan tempo kerja normal” (Wingjosoebroto, 2003: 130). Dengan kata lain waktu normal adalah waktu pengamatan dikalikan dengan faktor penyesuaian ditinjau dari kewajaran kerja yang ditunjukkan operator saat dilakukan penelitian. Seorang operator yang bekerja secara terburu-buru atau bekerja dengan tidak semangat dikatakan sebagai bekerja dengan tidak wajar, hal tersebut tentu saja akan mempengaruhi kecepatan kerja yang berakibat terlalu singkat atau terlalu panjangnya penyelesaian. Oleh karena itu ketidakwajaran tersebut harus diwajarkan untuk mendapatkan waktu normal dengan cara mengalikan waktu pengamatan dengan suatu harga (p) yang disebut faktor penyesuaian. Dalam bukunya, Sutalaksana (1979: 139) menjelaskan ada beberapa cara dalam menentukan faktor penyesuaian (p), yaitu : • Cara Persentase : adalah faktor penyesuaian ditentukan oleh pengukur melalui pengamatan selama pengukuran. Misalnya pengukur berpendapat bahwa p=110% maka waktu normalnya adalah: Wn = Ws * p Wn = Ws * 110% Cara tersebut merupakan cara paling sederhana namun terlihat kekurangan ketelitian dikarenakan tidak adanya patokan dalam penilaian. Oleh karena itu kemudian dikembangkan cara-cara dengan “patokan” untuk mengarahkan penilaian pengukur terhadap kerja operator. • Cara Schumard : Memberikan patokan-patokan berdasarkan kelas performance kerja dimana tiap kelas memiliki nilai yang berbeda. Nilai dari kelas tersebut adalah :
11
Tabel 2.1 : Faktor Penyesuaian menurut cara Shumard Kelas Penyesuaian Super last 100 Fast + 95 Fast 90 Fast 85 Excellent 80 Good + 75 Good + 70
Kelas Penyesuaian Good 65 Normal 60 Fair + 55 Fair 50 Fair 45 Poor 40
Seorang yang dipandang bekerja normal diberi nilai 60, dengan begitu bila seorang operator dinilai Fast maka mendapatkan nlai 95, kemudian faktor penyesuaiannya adalah : p = 95/60 = 1,58 Maka waktu normalnya adalah = Ws * p = Ws * 1,58 • Cara Westinghouse : Dengan cara ini pemberian nilai dilakukan berdasarkan pada 4 faktor yang dianggap menentukan kewajaran dalam bekerja, yaitu : keterampilan, usaha, kondisi kerja dan konsistensi. Keempat faktor tersebut masing-masing memiliki 5-6 tingkatan kelas dengan nilai -1 s.d +1 berdasarkan tabel. Untuk mendapatkan faktor penyesuaian maka p dikurangi dengan penjumlahan keempat nilai tersebut. Dengan begitu Wn adalah:
Wn = Ws * [1 + ( f1+f2+f3+f4)] Cara westinghouse ini lebih rumit dari schumard namun lebih detail dan teliti serta lebih mudah dalam menentukan kelas karena ada data penjelasan kriteria bakunya. Terdapat beberapa cara lain yaitu diantaranya cara objektif, cara perbandingan, cara bedaux dan cara sintesa yang memiliki tingkat ketelitian berbeda namun dengan tujuan sama untuk mengetahui nilai penyesuaian.
12
c) Kelonggaran Waktu (Allowance) : Waktu yang digunakan untuk mengantisipasi kebutuhan waktu diluar pekerjaan. Sutalaksana (1979: 149) menjelaskan bahwa ada tiga hal yang diberikan kelonggaran yaitu untuk kebutuhan pribadi seperti kekamar kecil, menghilangkan rasa fatique dan hambatan-hambatan yang tidak dapat dihindarkan seperti melakukan penyesuaian mesin secara singkat. Ketiga kelonggaran ini merupakan hal-hal yang secara nyata dibutuhkan oleh pekerja namun selama pengukuran tidak diamati, diukur, dicatat maupun dihitung. Oleh karena itu setelah mendapatkan waktu normal maka kelonggaran perlu ditambahkan. Sutalaksana (1979: 150) membuat tabel mengenai besarnya kelonggaran berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi, untuk lebih mengetahui faktor-faktor tersebut maka penulis mencantumkan tabel tersebut pada lampiran 1. Berikut adalah contoh kelonggaran waktu seorang pekerja pria untuk keperluan pribadi dan melepas lelah bila pekerjaannya dalam posisi duduk, sikap kerja dan gerakan kerja ringan adalah: •
Tenaga yang dikeluarkan dalam kondisi Bekerja dimeja, duduk = 6%
•
Sikap bekerja duduk dan pekerjaan ringan = 1%
•
Gerakan kerja Normal = 0%
•
Kelelahan mata dengan pandangan terus-menerus dan fokus berubah = 12%
•
Keadaan temperatur tempat kerja normal = 1%
•
Keadaan atmosfer baik = 0%
•
Kondisi lingkungan baik = 0%
Dicontohkan seorang pekerja melakukan pekerjaannya didepan komputer dengan kondisi dan lingkungan kerja seperti pada contoh diatas maka kelonggaran waktu yang dibutuhkan adalah : (6+1+0+12+1+0+0)% = 20%
13
d) Waktu Baku : Waktu normal dalam menyelesaikan pekerjaan ditambahkan dengan kelonggaran waktu (allowance time). Waktu Baku = Waktu Normal + Allowance Waktu baku inilah yang digunakan sebagai waktu standar sebuah pekerjaan. 2.4
Diagram Sebab Akibat Diagram sebab-akibat atau lebih dikenal dengan fish-bone diagram pertama kali dikenalkan oleh Prof. Kouru Ishikawa dari Tokyo University pada tahun 1943 (Wignjosoebroto, 2003: 268). Diagram ini sangat berguna untuk menemukan faktorfaktor yang berpengaruh signifikan pada suatu output kerja atau penyimpangan kerja yang ingin dianalisa. Untuk mendapatkan faktor yang berpengaruh secara detail lebih efektif dengan menggunakan metode sumbang saran (brainstorming method). Menurut Wignjosoebroto (2003: 268) ada empat prinsip sumbang saran yang harus diperhatikan : •
Jangan melarang seseorang untuk berbicara.
•
Jangan mengkritik pendapat orang lain.
•
Semakin banyak pendapat, maka hasil akhir akan semakin baik.
•
Ambil manfaat dari ide atau pendapat orang lain.
Ada lima faktor penyebab utama sebagai dasar yang perlu diperharikan, yaitu: manusia, metode kerja, mesin, material dan lingkungan. Langkah-langkah membuat diagram sebab-akibat : •
Tetapkan kondisi yang ingin diperbaiki atau dikendalikan, dalam hal ini permasalahan tersebut adalah sebagai akibat. Usahakan ada tolok ukur yang jelas dari permasalahan agar perbandingan sebelum dan sesudah perbaikan dapat dilakukan. Gambarkan panah utama dengan kotak di ujung kanannya dan tuliskan permasalahan yang akan diperbaiki pada kotak tersebut.
14
•
Tulis faktor-faktor penyebab utama (main causes) yang diperkirakan sebagai sumber terjadinya penyimpangan dengan anak panah sebagai cabang mengarah ke panah utama.
•
Cari faktor-faktor yang lebih terperinci yang berpengaruh pada faktor-faktor penyebab utama tersebut. Tuliskan dengan anak panah yang mengarah ke anak panah cabang/faktor utama.
•
Cari faktor penyebab yang paling dominan, lakukan dengan jalan voting suara terbanyak dan selanjutnya cari pemecahan masalah untuk faktor yang dominan tersebut.
2.5
Efisiensi Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi keempat tahun 2008, efisiensi adalah: 1. Ketepatan cara (usaha, kerja, dsb) dalam menjalankan sesuatu dengan tidak membuang waktu, tenaga dan biaya yang bertujuan untuk mencapai kedayagunaan dan ketepatgunaan yang maksimal. 2. Kemampuan menjalankan tugas dengan baik dan tepat dengan tidak membuang waktu, tenaga dan biaya. Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa efisiensi adalah ketepatan cara dan kemampuan menjalankan tugas dengan baik, tepat, dan mendapatkan hasil yang maksimum tanpa mengganggu keseimbangan antara faktor – faktor tujuan, alat, tenaga dan waktu. Menurut Michael LeBoeuf (2010:13) nilai efisiensi dapat dilihat dengan rumus :
Aktual efisiensi = Waktu tersedia (sebelum) – Waktu terpakai (aktual) Aktual efisiensi
Nilai Efisiensi (%) =
X 100% Waktu tersedia