BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengendalian Kualitas 2.1.1 Defenisi Pengendalian Kualitas Kualitas dalam suatu perusahan industri sangatlah penting
apalagi semakin
banyaknya industri-industri baru yang tumbuh maka tingkat persainganpun bertambah, untuk itu industri-industri tersebut haruslah mulai memperhatikan kualitas dari produk yang dihasilkannya, karena kualitas telah menjadi alat strategis perusahaan untuk mendapatkan posisi pasar dalam menempatkan produknya. Hal ini didukung oleh pernyataan Brooks (1982) bahwa kualitas sesungguhya berawal dari penetapan pikiran tingkat manajemen yang paling tinggi. Dari pendapat tersebut dapat diketahui bahwa kualitas merupakan ujung tombak perusahaan dalam melakukan proses produksi. Pengertian kualitas secara luas adalah bahwa kualitas merupakan kesesuaian terhadap suatu pernyataan atau spesifikasi. Pendapat para ahli lainnya tentang kualitas adalah : 1. Crossby (1979) yang berpendapat bahwa pengaturan kualitas yang memadai mengharuskan kita untuk melakukan pengukuran terhadap kualitas itu sendiri. 2. Juran (1974) mengemukakan bahwa kualitas adalah kemampuan yang digunakan. Persyaratan atau spesifikasi mewujudkan kemampuan untuk digunakan ke dalam jumlah yang terukur.
28
Suatu lembaga yang mempelajari standar pengukuran, American National Standards Institute (ANSI), menerbitkan suatu dokumen yang memberikan pembahasan yang meliputi banyak hal mengenai kualitas yaitu ANSI/ASQC A3 (1978). Didalamnya dikemukakan suatu pengertian bahwa kualitas adalah keseluruhan ciri- ciri dan karakteristik produk atau pelayanan yang berhubungan dengan kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan yang ingin diberikan. Selanjutnya pengertian kualitas ini dapat dikelompokkan berdasarkan dua sudut pandang yang berbeda dari para ahli berikut. Dua pendapat pertama mengemukakan bahwa kualitas produk terbentuk pada proses pembuatannya. Ini berarti bahwa kualitas produk terbentuk pada proses pembuatannya. Ini berarti pengertian kualitas bersifat absolut dan hanya ditinjau dari sudut pandang pembuatannya (produsen). Everret E. Adam Jr dan Ronald J. Ebert (1982) mengemukakan bahwa kualitas adalah derajat kesesuaian produk dengan spesifikasi desain. Sedangkan James L. Riggs (1976) mengemukakan bahwa kualitas produk adalah hasil spesifikasi desain yang teliti, kesesuaian dengan spesifikasi dan umpan balik tentang performansi atau kinerja produknya. Sementara itu, beberapa pendapat berikut mengemukakan hal yang bertentangan dengan pendapat dari kelompok pertama, bahwa kualitas bukanlah sifat yang mempunyai arti absolut, dimana pengertian kualitas juga ditinjau dari sudut pandang pemakainya. J.M. Juran dan F.M. Gryna (1979) mengemukakan bahwa kualitas suatu produk berdasarkan kemampuannya untuk digunakan, dinilai oleh konsumen.
29
Pendapat ini menempatkan perhaitan kepada keterlibatan aspek ekonomi dalam menentukan kualitas, kecuali pada perancangan kualitras tersebut. Genichi Taguchi (1982) mengembangkan definisi tersebut dengan menyatakan bahwa suatu produk mempunyai kualitas yang ideal ketika mencapai target performansinya setiap saat produk itu digunakan, dibawah kondisi yang diinginkan serta selama waktu pemakaiannya yang diharapkan. Philip J. Ross (1989) mengembangkan pendapat Taguchi itu dengan menambahkan bahwa kualitas suatu produk diukur berdasarkan semua karakteristiknya dan suatu produk dengan kualitas yang jelek akan menimbulkan kerugian masyarakat pemakainya selama siklus hidup produk tersebut. K.S. Stephens (1979) menjelaskan bahwa kualitas tidak perlu kualitas yang baik, tetapi merupakan suatu hal yang diinginkan pemakai dan dapat disediakan oleh pembuatnya. Spesifikasi harus didasarkan pada apa dihasilkan oleh suatu proses secara ekonomis dengan suatu pengendalian yang layak. Untuk itu produsen dan pemakai harus bekerjasama untuk menempatkan suatu spesifikasi kualitas yang praktis, layak dan ekonomis. Berdasarkan pengertian pengendalian dan pengertian kualitas diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan pengendalian kualitas adalah kegiatan yang bertujuan agar produk yang dihasilkan dapat memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan, sehingga jika terjadi penyimpangan dapat diambil tindakan perbaikan sehingga penyimpangan itu tidak terjadi lagi pada proses produksi berikutnya. Hal ini sesuai dengan pengertian pengendalian kualitas yang
30
dikemukakan oleh J.M. Juran (1979) bahwa pengendalian kualitas adalah proses pengaturan berkala mengukur kualitas hasil aktual, membandingkannya dengan standar, dan bertindak jika ada penyimpangan. Pendapat lain oleh John F. Biegel (1987) mengenai kualitas ini yaitu bahwa pengendalian kualitas adalah suatu tanggung jawab untuk menentukan kualitas bahan baku, bahan dalam proses serta barang jadi sehingga produk akhir sesuai dengan spesifikasi atau persyaratan produk yang telah ditetapkan dalam penggunaannya. Di dalam ANSI/SQC Standard A3 (1978) dikemukakan bahwa pengendalian kualitas adalah teknik-teknik dan kegiatan-kegiatan operasional yang memungkinkan kualitas suatu produk atau pelayanan dapat memenuhi kebutuhan yang ingin diberikan
2.1.2 Pentingnya Pengendalian Kualitas 2.1.3 Persaingan Produk Pasar Dengan semakin meningkatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berbagai macam produk dengan berbagai macam kualitas dan harga yang tersedia dipasaran. Hal ini mendorong konsumen untuk selalu tanggap dan selektif dalam memilih barang yang dikonsumsinya. Kualitas produk dari barang merupakan salah satu faktor bagi konsumen untuk membeli. Kualitas produk tersebut sudah dikatakan baik apabila konsumen yang mengkonsumsinya ataui yang menggunakannya sudah merasakan yang
31
namanya customer satisfaction (kepuasan konsumen). Harapan konsumen mengenai kualitas mengalami peningkatan berarti berkaitan dengan performansi, kemampuan, daya tahan, harga, ketersediaan dan pengiriman produk yang dibeli. Keadaan ini menyebabkan persaingan berbagai macam produk di pasaran tidak dapat dihindarkan. Salah satu usaha yang dapat dilakukan perusahaan adalah dengan mempertahankan kualitas produk yang dihasilkan agar sesuai dengan standar kualitas yang diinginkan, sehingga diharapkan dapat menempatkan produk pada posisi pasar yang lebih kompetitif. Dengan demikian produk yang dihasilkan mampu bersaing dengan produk sejenis dari perusahaan pesaing.
2.1.4 Kualitas Produk Yang Jelek Menimbulkan Kerugian Sebenarnya kerugian itu terdiri dari dua komponen; Perusahaan rugi jika ada produknya yang rusak atau tidak memenuhi target performansinya dan kemungkinan perusahaan harus memperbaikinya, sedangkan pembeli rugi karena kehilangan uang, mengalami hal yang tidak enak, atau menghadapi resiko dalam penggunaan produk tersebut. Karena untuk menghindari kerugian itu, jaminan kualitas harus dimulai sebelum proses produksi itu berjalan dimana produk dan proses produksi dirancang agar menghasilkan performansi, kualitas dan ongkos yang optimal. 2.2 Langkah-langkah Dalam Pengendalian Proses Agar kualitas suatu produk tetap terjaga, maka perlu dilakukan suatu metode atau langkah-langkah dalam mengendalikan proses, dimana metode ini sampai
32
sekarang masih digunakan dengan pendekatan berdasarkan pola Daur Deming, yang mempunyai langkah-langkah pengerjaan sebagai berikut : 1. Plan (Rencanakan) Akan sangat menyulitkan bagi kita untuk mengetahui adanya penyimpangan, apabila dari semula tidak diketahui apa yang dijadikan sasaran. Bahkan dapat saja dikatakan tidak ada penyimpangan karena memang tidak ada sasaran yang jelas. Sasaran merupakan bagian dari rencana yang menjelaskan secara kuantitatif tentang apa yang akan dicapai, sehingga akan jelas bagi pelaksana seberapa besar hasil yang harus dicapai dan merupakan pernyataan yang terukur tentang apa yang mampu dicapai selama kegiatan berlangsung. Penjabaran sasaran didasarkan atas hasil yang akan dicapai dan batas sumber daya yang dimiliki. Sasaran yang telah dijabarkan tidak akan ada artinya tanpa disertai petunjuk bagaimana mencapainya dan siapa yang akan bertanggung jawab. 2. Do (Laksanakan) Sasaran dengan cara ini harus dimengerti oleh pelaksana agar tidak terjadi salah penafsiran. Peran serta pimpinan sangat diperlukan dalam memberikan latihan maupun pengarahan bagi pelaksana, agar penerapan selaras dengan rencana. 3. Check (Periksa) Pimpinan tidak hanya memberikan perintah dan melakukan program latihan pada bawahan, tetapi juga bertanggung jawab memeriksa hasil kerja. Masalah
33
itu timbul apabila ada satu penyimpangan dari standar yang berarti merangsang kita untuk melakukan tindakan. Masalah dapat dipecahkan menjadi dua yaitu : -
Masalah yang sebabnya sudah diketahui.
-
Masalah yang membutuhkan analisis sebab akibat.
1. Action (Tindakan Koreksi) Tindakan koreksi dilakukan tidak sekedar usaha untuk memperkecil akibat, tetapi juga berusaha mengatasi penyebab timbulnya masalah. Dengan tindakan koreksi diharapkan adanya peningkatan prestasi kerja sehingga dapat mengarah kearah kemajuan. Hal-hal yang sudah diperbaiki dilakukan penelitian ulang agar dapat dibuat suatu standar baru dari kondisi yang sudah dicapai.
2.2 Sasaran Pengendalian Kualitas Pada bagian implementasi pengendalian kualitas hal-hal yang diharapkan akan implementasi tersebut adalah sebagai berikut : 1. Agar produk yang dihasilkan sesuai dengan apa yang diharapkan, sehingga dapat memberikan kepuasan terhadap konsumen.
34
2. Penggunaan biaya produksi serendah-rendahnya. 3. Untuk mengetahui apakah semua sesuai dengan rencana yang ada. 4. Proses produksi selesai tepat dengan waktunya. Apabila tujuan dari pelaksanaan kegiatan pengendalian kualitas dapat tercapai, maka perusahaan yang bersangkutan akan mendapat keuntungan karena pengendalian kualitas yang baik berarti : 1. Meningkatkan kualitas produk dan pelayanan. 2. Menaikkan produktivitas pada proses manufaktur. 3. Mengurangi ongkos pembuatan produk dan pelayanan. 4. Menentukan serta meningkatkan kemampuan pasar dari produk dan pelayanan. 5. Meningkatkan dan atau menjamin serta ketersediaan yang tepat waktu. 6. Membantu pengaturan perusahaan. 2.4 Teknik-teknik Pengendalian Kualitas 2.4.1 Inspeksi Inspeksi adalah kegiatan penerapan kualitas yang utama yang harus dilakukan setiap waktu. Produk harus selalu diperiksa agar sesuai dengan standar kualitas yang ditetapkan agar satuan-satuan yang rusak dapat disingkirkan sehingga perusahaan dapat menghemat berbagai biaya. Sebelum inspeksi dilakukan, ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan oleh pihak manajemen, yaitu : 1. Kegunaan dari produk yang dihasilkan.
35
2. Bagian dari proses produksi dimana inspeksi perlu dilakukan. 3. Orang yang melakukan inspeksi. 4. Sistem yang akan digunakan untuk menentukan pemeriksaan, jumlah sampel yang harus diambil sehingga keseluruhan inspeksi dapat memberikan informasi yang sebenarnya tentang keadaan suatu produk.
Tujuan utama dari inspeksi ini adalah penerimaan produk, yaitu menempatkan produk berdasarkan kualitasnya. Penempatan ini melibatkan tiga keputusan, yaitu : 1. Keputusan mengenai kesesuaian 2. Untuk mengambil keputusan ini, operator produksi harus di organisir serta dilatih untuk memahami sifat produk, standar dan peralatan yang digunakan. Mereka diberi kekuasaan untuk menentukan apakah suatu produk diterima atau tidak. Identifikasi ini kemudian diinformasikan dengan menyatakan produk yang bersangkutan dapat dilakukan prosedur proses selanjutnya. Dengan tanpa pengecualian, produk yang sesuai dengan spesifikasi adalah produk yang mempunyai kemampuan untuk digunakan. 3. Keputusan bahwa produk mempunyai kemampuan untuk digunakan 4. Pada produk yang tidak sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan, pertanyaan akan timbul apakah produk yang mempunyai kemampuan untuk digunakan. Pada sebagian besar kasus, jawaban akan pertanyaan ini sangat jelas, bahwa produk yang tidak sesuai dengan spesifikasi tidak layak untuk digunakan.
36
Karenanya produk itu harus dibuang atau diperbaiki atas dasar pertimbangan proses produksi dan biaya yang dikeluarkan. 5. Keputuasan yang berhubungan dengan komunikasi 6. Inspeksi tidak hanya membuat keputusan akan produk yang besangkutan, tetapi juga membangkitkan data yang dapat diolah menjadi informasi yang penting bagi berbagai tujuan. Sumber informasi ini adalah keputusan mengenai kesesuaian dan kemampuan untuk digunakan. Komunikasi kedalam dan keluar sangat diperlukan ketika suatu produk yang tidak sesuai dikirimkan sebagai produk yang layak digunakan. Inspeksi harus bersifat pencegahan, bukan hanya mencari komponen yang tidak memenuhi standar. Tujuannya adalah untuk menghentikan pembuatan komponen-komponen yang rusak. Kegiatan ini memerlukan tenaga kerja yang melakukan
pemeriksaan
yang
lalu
bertugas
untuk
melaporkan
hasil
pemeriksaannya kepada manajer agar para manajer dapat merencanakan tindakan perbaikan. Apabila inspeksi yang dilakukan digunakan untuk menyaring produk berdasarkan standar kualitas, sering dijumpai bahwa setiap produk diperiksa dalam suatu usaha untuk mencegah produk yang rusak jatuh ke tangan konsumen, atau dengan kata lain dilakukan pemeriksaan dengan inspeksi 100%. Walaupun telah dilakukan pemeriksaan 100% seringkali masih ada produk yang lolos kurang dari 100%. Hal ini disebabkan oleh tugas pemeriksaan yang cenderung
37
monoton dan membosankan, sehingga tingkat ketelitian pemeriksaan tidak dapat diandalkan untuk pemeriksaan secara jangka panjang. Karena hal tersebut, maka inspeksi dilakukan pada bagian-bagian tertentu dari proses produksi. Jelas disini bahwa pengendalian kualitas dengan mendeteksi kualitas rendah dengan melakukan inspeksi pada pasca produksi tidak dapat dipercaya, boros dan merugikan. Sistem pengendalian ini harus diganti dengan strategi yang berbeda yaitu melalui pencegahan kegagalan kualitas. Pada proses produksi ada tempat dimana inspeksi dapat dan harus diadakan. Secara umum inspeksi dilakukan tiga tahap yaitu saat bahan diterima, pada saat proses dan pada tahap pemeriksaan produk akhir. Inspeksi pada tahap masukan perlu untuk menjamin adanya kualitas bahanyang baik. Bahan yang buruk mungkin akan dikembalikan ke pemasok, dibuang. Jika inspeksi pada tahap ini berfungsi dengan baik maka perusahaan akan mampu mengurangi masalah pada proses produksi dan menghemat biaya. Inspeksi pada proses berarti memeriksa bagaimana proses itu bekerja. Dua tujuan yang berbeda terlihat disini. Yang pertama ada kemungkinan penggunaan informasi mengatur proses dan mengurangi produk yang buruk. Sedangkan kedua adalah kemungkinan membuang produksi yang buruk dan memilih atau mengembalikan bagian-bagian untuk diproses ulang sebelum biaya pemrosesan itu terjadi. Inspeksi pada keluaran perlu dilakukan untuk mengurangi biaya resiko lolosnya produk dengan kualitas yang buruk ke tangan konsumen. Jika jaminan
38
akan produk baik dapat tercapai, perusahaan akan mempunyai kekuatan untuk melawan keluhan dari konsumen. Produk yang ditolak mungkin dibuang, dijual sebagai produk yang berkualitas jelek, atau dipisahkan dari produk yang baik dan mengganti bagian yang cacat dari produk tersebut.
2.4.2 Pengendalian Kualitas Secara Statistik Statistical Process Control atau SPC merupakan salah satu cabang ilmu turunan dari Statistical Quality Control (SQC), Statistical Process Control (SPC) adalah suatu terminologi yang mulai digunakan sejak tahun 1970-an untuk menjabarkan pengunaan teknik-teknik statistikal (statistical techniques) dalam memantau dan meningkatkan performansi proses menghasilkan produk berkualtas. Pada tahun 1950-an samapai 1960-an digunakan terminologi Pengendalian Kualitas Statistikal (Statistical Qualtity Control) yang memiliki pengertian yang sama dengan SPC.1 Pengendalian kualitas merupakan aktivitas teknik dan manajemen, melalui mana kita mengukur karakteristik kualitas dari output (barang/jasa), kemudian membandingkan hasil itu dengan spesifikasi output yang diinginkan oleh pelanggan, serta mengambil tindakan perbaikan yang tepat apabila ditemukan perbedaan antara perfomansi aktual dan standar. Berdasarkan uraian diatas, kita boleh mendefinisikan pengendalian proses statistikal (SPC) sebagai suatu metodologi pengumpulan dan analisis data 1
Manajemen Operasi, (Jay Heizer 286-287) Statistical Proses Control, (0vincent gaspersz)
39
kualitas, serta penentuan dan interpretasi pengukuran-pengukuran yang menjelaskan tentang proses dalam suatu sistem industri, untuk meningkatkan kualitas dari output guna memenuhi kebutuhan dan ekspetasi pelanggan. Dalam SPC terminologi kualitas diartikan sebagai konsistensi peningkatan atau perbaikan dan penurunan variasi karakteristik dari suatu produk (barang/jasa) yang dihasilkan, agar memenuhi kebutuhan yang dispesifikasikan, guna meningkatkan kepuasan pelanggan internal maupun eksternal. Berdasarkan dari terminologi kualitas yang telah disampaikan maka mutu menurut SPC adalah bagaimana baiknya suatu output (barang/jasa) itu memenuhi spesifikasi dan toleransi yang ditetapkan oleh bagian desain dari suatu perusahaan. 2.4.3 Definisi Variasi dalam Konteks SPC Dalam konteks pengendalian proses statistikal, penting juga untuk mengetahui bagaimana suatu proses itu bervariasi dalam menghasilkan output sehingga dapat diambil tindakan-tindakan perbaikan terhadap proses itu secara tepat. Variasi adalah ketidakseragaman dalam sistem produksi atau opersional sehingga menimbulkan perbedaan dalam kualitas output (barang/jasa) yang dihasilkan. Pada dasarnya dikenal dua sumber atau penyebab timbulnya variasi, yang diklarifikasikan sebagai berikut: 1. Variasi Penyebab-Khusus (special causes variation) adalah kejadian-kejadian di luar sistem yang mempengaruhi variasi dalam sistem. Penyebab khusus dapat bersumber dari faktor-faktor: manusia,
40
peralatan, material, lingkungan, metode kerja, dll. Penyebab khusus ini mengambil pola-pola nonacak sehingga dapat diidentifikasikan/ditemukan, sebab mereka tidak selalu aktif dalam proses tetapi memiliki pengaruh yang lebih kuat pada proses sehingga menimbulkan variasi. Dalam konteks pengendalian proses statistikal menggunakan peta-peta kendali atau kontrol, jenis variasi ini sering ditandai dengan titik-titik pengamatan yagn melewati atau keluar dari batas-batas pengendalian yang didefinisikan.
2. Variasi Penyebab-Umum (common causes variation) adalah faktor-faktor di dalam sistem atau yang melekat pada proses yang menyebabkan terjadinya variasi dalam sistem serta hasil-hasilnya. Penyebab umum sering disebut juga sebagai penyebab acak (random causes) atau penyebab sistem (system causes). Karena penyebab umum ini selalu melekat pada sistem, untuk menghilangkannya kita harus menelusuri elemen-elemen dalam sistem itu dan hanya pihak manajemen yang dapat memperbaikinya, karena pihak menejemenlah yang mengendalikan sistem itu. Dalam konteks pengendalian proses statistikal dengan menggunakan peta-peta kendali atau kontrol (control charts), jenis variasi ini sering ditandai dengan titik-titik pengamatan yang berada dalam batas-batas pengendalian yang didefinisikan.2
2
Statistical Proces Control (Vincent Gaspersz, 29 )
41
2.4.4 Definisi tentang Data dalam Konteks SPC Data adalah catatan tentang sesuatu, baik yang bersifat kualitatif maupun yang bersifat kuantitatif yang dipergunakan sebagai petunjuk untuk bertindak. Berdasarkan data, kita mempelajari fakta-fakta yang ada dan kemudian mengambil tindakan yang tepat berdasarkan pada fakta itu. Dalam konteks pengendalian proses statistikal dikenal dua jenis data, yaitu:
Tabel 2.1 Jenis Data dan Peta Kendalinya Jenis Data Data Atribut
Jenis Peta kendali ♦ Peta p ♦ Peta np ♦ Peta u ♦ Peta c
Data Variabel
♦ Peta X-bar dan R ♦ Peta X-bar dan MR ♦ Peta X-bar dan S
1. Data Atribut yaitu data kualitatif yang dapat dihitung untuk pencacatan dan analisis. Contoh dari data attribut karakteristik kualitas adalah: ketiadaan label pada kemasan produk, kesalahan proses administrasi buku tabungan nasabah, banyaknya jenis cacat pada produk, banyaknya produk kayu lapis yang cacat
Statistical Proces Control (Vincent Gaspersz ,2 )
42
karena corelap, dll. Data atribut biasanya diperoleh dalam bentuk unit-unit nonkonformans atau ketidaksesuaian dengan spesifikasi atribut yang ditetapkan. 2. Data Variabel merupakan data kuantitatif yang diukur untuk keperluan analisis. Contoh dari data variabel kuantitas adalah: diameter pipa, ketebalan produk kayu lapis, berat semen dalam kantong, banyaknya kertas setiap rim, konsentrasi elektrolit dalam persen, dll. Ukuran-ukuran berat, panjang, lebar, tinggi, diameter, volume biasanya merupakan data variabel.
2.5 Alat Pengendali Kualitas1 Alat-alat pengendalian dalam lingkungan pengawasan secara statistik umumnya diterapkan dalam dua teknik, yaitu : 1. Peta Kontrol (Control Chart) Peta ini adalah suatu diagram yang menunjukkan batas-batas dimana hasil pengamatan masih dapat ditolerir dengan tertentu yang menjamin bahwa proses produksi masih berada dalam keadaan baik. Peta ini terdiri dari dua jenis yaitu : ¾ Peta Kontrol Atribut Digunakan untuk mengendalikan karakteristik-karakteristik untuk yang tidak terukur misalnya warna, baik, buruk dan lain sebagainya. Yang termasuk peta kontrol atribut ini adalah :
43
-
Peta P
: digunakan untuk mengendalikan mutu berdasarkan
presentasi jumlah produk yang ditolak karena tidak sesuai dengan spesifikasi atau untuk peta kontrol dengan bagian (prosentase) yang tidak memenuhi syarat/gagal (defect). Berikut adalah langkah-langkah pembuatan peta kendali p Hitung untuk setiap subgroup nilai proporsi unit cacat Hitung rata-rata dari p Hitung batas kendali untuk peta kendali p, dengan rumus dibawah Ini
Σcacat ΣJumlah Pr oduksi CL = p p=
UCL = p + 3 LCL = p - 3
p (1 - p ) ni p (1 - p ) ni
Plot data proporsi unit cacat dan amati apakah data itu berada dalam pengendalian statistical atau tidak.
Penggunaan Software Minitab 14 1. Masukkan data proses dalam tabel
44
Gambar 2.2 Tampilan Pengisian Data
2. Clic Stat > Control Chart > 3. Masukkan produksi dalam variable 4. Masukkan besar ukuran sampel dalam subgroup in
Gambar 2.3 Tampilan Pengolahan Data 5. Klik OK
45
Gambar 2.4 Tampilan hasil Peta kendali p
-
Peta np
: digunakan untuk mengendalikan mutu berdasarkan
persentase jumlah poduk yang ditolak atau banyak butir yang tidak sesuai. Proses perhitungan tidak didasarkan pada persentase produk cacat tetapi pada jumlah produk cacat. -
Peta c
: digunakan untuk mengendalikan mutu berdasarkan
jumlah ketidaksesuaian yang ada dalam sub grup (biasanya merupakan satu unit dengan catatan; ukuran sub grup konstan dan eksistensi ketidaksesuaian relatif sama). -
Peta u
:digunakan untuk mengendalikan mutu berdasarkan jumlah
ketidaksesuaian yang ada dalam suatu unit pemeriksaan (biasanya jumlah sub grup tidak konstan dan eksistensi ketidaksesuaian tidak seragam).
46
¾ Peta Kontrol Variabel Digunakan untuk mengendalikan karakteristik mutu yang diukur seperti dimensi (berat, panjang, volume, besarnya tegangan dan lain-lain). Yang termasuk peta kontrol variabel adalah : -
Peta X
-
Peta R
-
Peta r
2.6 Tujuh Macam Alat-alat dalam Quality control 2.6.1 The Traditional QC Tools 1. Diagram Pareto Suatu diagram/grafik yang menjelaskan hirarki dari masalah-masalah yang timbul, sehingga berfungsi untuk menentukan prioritas penyelesaian masalah. Urut-urutan prioritas perbaikan untuk mengatasi permasalahan dapat dilakukan dengan memulai pada masalah dominan yang diperoleh dari diagram pareto ini. Setelah diadakannya perbaikan dapat dibuat diagram pareto baru membandingkan dengan kondisi sebelumnya. Penggunaan Sofware Minitab 14 1. Masukkan data ke dalam tabel
47
Gambar 2. 5 Tampilan Pengisian Data
2. Klik Stat > Quality Tools > Pareto Chart 3. Masukkan data yang telah dimasukkan ke dalam dialog box, untuk jenis cacat kedalam kolom labels in dan angka cacat kedalam frequencies in.
Gambar 2. 6 Tampilan Pengolahan Data 4. Klik OK
48
Pareto Chart of jenis cacat 100
150
80
100
60 40
50
20
0
jenis cacat
Ja
n ta hi
ya
ng
k sa ru
Count Percent Cum %
Percent
Count
200
/
e ng Pe
s
ah al
m le
an
ng ya
68 38.2 38.2
k sa ru
r to Ko
59 33.1 71.3
R
ek ob
h nc pu
an ah al s ak Ke tid Ke 18 13 10.1 7.3 81.5 88.8
et el ey
a ap gk n le
n
As
10 5.6 94.4
is or es
0
10 5.6 100.0
Gambar 2. 7 Tampilan Pengolahan Data
2. Diagram Sebab-Akibat (Cause-effect diagram) Merupakan suatu diagram yang digunakan untuk mencari semua unsur penyebab yang diduga dapat menimbulkan masalah tersebut.
3. Histogram Merupakan diagram batang yang berfungsi untuk menggambarkan bentuk distribusi sekumpulan data yang biasanya berupa karakterisrik mutu. Histogram ini dapat dibuat dengan cara membentuk terlebih dulu tabel frekuensinya, kemudian diikuti dengan perhitungan statistis, baru kemudian memplot data kedalam histogram. Hasil plot data akan memudahkan dalam menganalisis kecenderungan sekelompok data.
49
4. Stratifikasi Merupakan suatu usaha untuk mengelompokan kumpulan data (data kerusakan, phenomena, sebab-sebab, dsb) kedalam kelompok-kelompok yang mempunyai karakteristik sama. 5. Diagram Tebar (scatter Diagram) Suatu diagram yang menggambarkan hubungan antara dua faktor dengan memplot data dari kedua faktor tersebut pada suatu grafik. Dengan diagram ini kita dapat menentukan korelasi antara suatu sebab dengan akibatnya. 6. Check Sheet (lembar Periksa) Alat ini berupa lembar pencatatan data secara mudah dan sederhana sehingga menghindari kesalahan-kesalahan yang mengkin terjadi dalam pengumpulan data tersebut. Umumnya ckeck sheet ini berisi pertanyaan-pertanyaan yang dibuat sedemikian rupa sehingga pencatat cukup memberikan tanda pada kolom yang telah tersedia dan/atau memberikan keterangan seperlunya. 7. Grafik dan Peta Kendali (Graph and Control Chart) Grafik adalah suatu bentuk penyajian data yang terdiri dari garis-garis yang menghubungkan dua besaran tertentu. Grafik terdiri dari tiga jenis yaitu : ¾ Garis (Line Graph) ¾ Batang (Bar Graph) ¾ Lingkaran (circle Graph)
50
Peta kendali adalah suatu bentuk grafik dengan batasan-batasan yang berguna dalam menetapkan pengambilan keputusan dalam pengendalian mutu secara statistik.
2.7 Metode FMEA (Failure Mode and Effect Analysis)3 FMEA atau Analisis mode kegagalan dan efek adalah suatu prosedur terstruktur untuk mengidentifikasi dan mencegah sebanyak mungkin mode kegagalan. Suatu metode kegagalan adalah apa saja yang termasuk dalam kecacatan/kegagalan dalam desain, kondisi diluar batas spesifikasi yang ditetapkan, atau perubahan-perubahan dalam produk yang menyebabkan terganggunya fungsi dari produk itu. Dengan menghilangkan mode kegagalan, maka FMEA akan meningkatkan keandalan dari produk sehingga meningkatkan kepuasan pelanggan yang menggunakan produk tersebut. Langkah-langkah dalam membuat FMEA: 1. Mengidentifikasi proses atau produk/jasa. 2. Mendafatarkan masalah-masalah potensial yang dapat muncul, efek dari masalah-masalah potensial tersebut dan penyebabnya. Hindarilah masalahmasalah sepele. 3. Menilai
masalah
untuk
keparahan
(severity),
(occurrence) dan detektabilitas (detection). 3
Pedoman Implementasi Program Six Sigma (Gaspersz, 246-252)
probabilitas
kejadian
51
4. Menghitung “Risk Priority Number”, atau RPN yang rumusnya adalah dengan mengalikan ketiga variabel dalam poin 3 diatas dan menentukan rencana solusi-solusi prioritas yang harus dilakukan. Untuk keterangan lebih lanjut tentang rating occurance, severity and detectability dapat dilihat pada tabel dibawah ini20 : Tabel 2.2 Definisi FMEA untuk rating Occurance Occurance (O) Keterangan Adalah tidak mungkin bahwa penyebab ini
Rating 1
yang mengakibatkan mode kegagalan Kemungkinan kecil terjadinya kegagalan Kemungkinan terjadinya kegagalan
2,3 4,5,6
Kegagalan adalah sangat mungkin terjadi
7,8
Hampir dapat dipastikan bahwa kegagalan
9,10
akan terjadi
Tabel 2.3 Definisi FMEA untuk rating Detectability Detectability (D) Keterangan Metode pencegahan atau deteksi sangat efektif. Tidak ada kesempatan
Rating 1
bahwa penyebab mungkin masih muncul atau terjadi Kemungkinan bahwa penyebab itu adalah rendah Kemungkinan penyebab terjadi bersifat moderat. Metode pencegahan
2,3 4,5,6
52
atau deteksi masih memungkinkan kadang-kadang penyebab itu terjadi Kemungkinan bahwa penyebab itu terjadi masih tinggi. Metode
7,8
pencegahan atau deteksi kurang efektif, karena penyebab masih berulang kembali Kemungkinan bahwa penyebab itu terjadi sangat tinggi. Metode
9,10
pencegahan deteksi tidak efektif. Penyebab akan selalu terjadi kembali
Tabel 2.4 Definisi FMEA untuk rating Severity Severity (S) Keterangan Neglible severity (pengaruh buruk yang dapat diabaikan). Kita tidak perlu memikirkan
Rating 1
bahwa akibat ini akan berdampak pada kinerja produk. Pengguna akhir mungkin tidak akan memperhatikan kecacatan atau kegagalan ini. Mild Severity (pengaruh buruk yang ringan/sedikit). Akibat yang ditimbulkan hanya
2,3
bersifat ringan. Pengguna akhir tidak akan merasakan perubahan kinerja. Perbaikan dapat dikerjakan pada saat pemeliharaan reguler (reguler maintanace) Moderate Severity (pengaruh buruk yang moderat). Pengguna akhir akan merasakan
4,5,6
penurunan kinerja atau penampilan, namun masih berada dalam batas toleransi. Perbaikan yang dilakukan tidak akan mahal, jika terjadi downtime hanya dalam waktu singkat High Severity (pengaruh buruk yang tinggi). Pengguna akhir akan merasakan akibat
7,8
buruk yang tidak dapat diterima, berada diluar batas toleransi. Potensial Safety Problem (masalah keselamatan / keamanan potensial). Akibat yang ditimbulkan sangat berbahaya yang dapat terjadi tanpa pemberitahuan atau peringatan terlebih dahulu.
9,10