BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kerangka Teori 2.1.1. Pengertian Teknologi Informasi Menurut O’Brien (2003, p7), teknologi informasi adalah seperangkat hardware, software, telekomunikasi, manajemen basis data, dan teknologi pemrosesan informasi lainnya yang digunakan berdasarkan CBIS (Computer Based Information System).
2.1.2 Pengertian Internet Menurut Turban (2005, p208), internet adalah sistem jaringan komputer dan jaringan dari banyak jaringan yang meliputi seluruh dunia. Internet bersifat public, kooperatif, dan mandiri yang memfasilitasi akses ke ratusan atau jutaan manusia di seluruh dunia.
2.1.3 Sistem Informasi 2.1.3.1 Pengertian Sistem Menurut Mathiassen et al. (2000, p3), sistem merupakan kumpulan dari komponen yang mengimplementasikan model dari requirement, function, dan interface. Pengertian sistem menurut O’Brien (2003, p8) yaitu kumpulan elemenelemen yang saling berhubungan yang bekerja sama untuk tujuan yang sama
9
10 dengan menerima masukan dan menghasilkan keluaran dalam sebuah proses transformasi yang terorganisasi.
2.1.3.2 Pengertian Sistem Informasi Menurut O’Brien (2003, p7), sistem informasi adalah gabungan yang terorganisir dari orang-orang, perangkat keras, piranti lunak, jaringan komunikasi, dan sumber-sumber data yang mengumpulkan, mengubah, dan menyebarkan informasi dalam sebuah organisasi.
2.1.3.3 Pengertian Analisis Menurut Whitten (2004, p38), analisis sistem adalah pembelajaran dari problem domain bisnis untuk merekomendasikan perkembangan dan spesifikasi kebutuhan bisnis dan prioritas untuk solusi.
2.1.3.4 Pengertian Perancangan Menurut O’Brien (2003, p511) perancangan berarti pengembangan secara spesifik dari hasil analisa kebutuhan untuk hardware, software, orang-orang, jaringan dan data serta produk informasi yang dapat memenuhi persyaratan fungsional dari suatu sistem.
2.1.4 E-learning 2.1.4.1 Pengertian Learning Pembelajaran menurut Argyris (1982) adalah suatu lingkaran aktivitas di mana seseorang menemukan suatu masalah (discovery), mencoba menemukan
11 solusi atasnya (invention), menghasilkan atau melaksanakan solusi itu (production), dan mengevaluasi hasil yang diperoleh yang mengantarnya pada masalah-masalah baru (evaluation).
2.1.4.2 Pengertian Learning Organization Organisasi pembelajaran adalah organisasi yang : 1. Mempunyai suasana di mana anggota-anggotanya secara individu terdorong untuk belajar dan mengembangkan potensi penuh mereka. 2. Memperluas budaya belajar ini sampai pada pelanggan, pemasok, dan stakeholder lain yang signifikan. 3. Menjadikan strategi pengembangan sumber daya manusia sebagai pusat kebijakan bisnis. 4. Berada dalam proses transformasi organisasi secara terus-menerus.
Neffe (2001) menyimpulkan beberapa elemen yang harus ada dalam learning organization, yaitu : 1. The learning process. Elemen ini merupakan bagian integral dari hampir semua definisi. 2. Knowledge acquisition or generation. Elemen ini menunjukkan bahwa proses pembelajaran sebagai incorporating pengetahuan dari luar organisasi dan creating pengetahuan dari dalam, paling banyak melalui trial and error. 3. Individual Learning. Elemen ini dimasukkan sebagai prerequisite pembelajaran organisasi.
12 4. Teams Learning. Elemen ini merupakan proses meluruskan dan mengembangkan kapasitas dati sebuah tim untuk menghasilkan harapan yang sesungguhnya. Team learning sebagai faktor penting terjadinya pembelajaran organisasi. 5. Organizational knowledge. Elemen ini merupakan bagian integrasi learning organization dan menjadi sufficient condition untuk terjadinya organizational actions.
2.1.4.3 Pengertian Blended Learning Menurut Harriman, blended learning mengkombinasikan online learning dengan face-to-face learning. Sasaran blended learning adalah menyediakan pengalaman pembelajaran yang paling efisien dan efektif dengan kombinasi metode pembelajaran.
2.1.4.4 Pengertian E-learning Menurut Effendi dan Zhuang (2005, p4), e-learning mengacu pada semua kegiatan pelatihan yang menggunakan media elektronik atau teknologi informasi. LearnFrame (2001) menyatakan suatu definisi yang lebih luas bahwa : elearning adalah sistem pendidikan yang menggunakan aplikasi elektronik untuk mendukung belajar mengajar dengan media internet, jaringan komputer, maupun komputer standalone. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 31 mengenai Pendidikan Jarak Jauh antara lain :
13 1. Pendidikan jarak jauh dapat diselenggarakan pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. 2. Pendidikan jarak jauh berfungsi memberikan layanan pendidikan kepada kelompok masyarakat yang tidak dapat mengikuti pendidikan secara tatap muka atau reguler. 3. Pendidikan jarak jauh diselenggarakan dalam berbagai bentuk, modus, dan cakupan yang didukung oleh sarana dan layanan
2.1.4.5 Sejarah E-learning Perkembangan e-learning dari masa ke masa adalah : 1990 : CBT (Computer Based Training) Era di mana mulai bermunculan aplikasi e-learning yang berjalan dalam PC standalone ataupun berbentuk kemasan CD-ROM. Isi berupa materi dalam bentuk tulisan maupun multimedia (video dan audio) dalam format MOV, MPEG-1 atau AVI. Perusahaan perangkat lunak Macromedia mengeluarkan tool pengembangan bernama Authorware, sedangkan Asymetrix (sekarang bernama Click2learn) juga mengembangkan perangkat lunak bernama Toolbook.
1994 : Paket-Paket CBT Seiring dengan mulai diterimanya CBT oleh masyarakat, sejak tahun 1994 muncul CBT dalam bentuk paket-paket yang lebih menarik dan diproduksi secara massal.
14 1997 : LMS (Learning Management System) Seiring dengan perkembangan teknologi internet di dunia, masyarakat dunia mulai terkoneksi dengan Internet. Kebutuhan akan informasi yang cepat diperoleh menjadi mutlak, dan jarak serta lokasi bukanlah menjadi halangan lagi. Disinilah muncul sebutan Learning Management System atau biasa disingkat dengan LMS. Perkembangan LMS yang semakin pesat membuat pemikiran baru untuk mengatasi masalah interoperability antar LMS yang ada dengan suatu standar. Standar yang muncul misalnya adalah standar yang dikeluarkan oleh AICC (Airline Industry CBT Committee), IMS, IEEE LOM, ARIADNE.
1999 : Aplikasi e-learning Berbasis Web Perkembangan LMS menuju ke aplikasi e-learning berbasis web secara total, baik untuk pembelajar maupun administrasi belajar mengajarnya. LMS mulai digabungkan dengan situs-situs portal yang pada saat ini boleh dikata menjadi barometer situs-situs informasi, majalah, dan surat kabar dunia. Isi juga semakin lengkap dan menarik dengan berpaduan multimedia, video streaming, serta penampilan interaktif dalam berbagai pilihan format data yang lebih standar, berukuran kecil dan stabil.
15 2.1.4.6 Komponen E-learning Menurut
Wahono
(2008),
komponen
e-learning
terdiri
dari
:
1. Infrastruktur e-learning Infrastruktur e-learning dapat berupa personal computer (PC), jaringan komputer, internet dan perlengkapan multimedia. Termasuk di dalamnya peralatan teleconference apabila kita memberikan layanan synchronous learning melalui teleconference.
2. Sistem dan Aplikasi e-learning
Sistem perangkat lunak yang memvirtualisasi proses belajar-mengajar konvensional. Bagaimana manajemen kelas, pembuatan materi atau konten, forum diskusi, sistem penilaian (rapor), sistem ujian online dan segala fitur yang berhubungan dengan manajemen proses belajar mengajar. Sistem perangkat lunak tersebut sering disebut dengan Learning Management System (LMS).
3. Konten e-learning
Konten adalah bahan ajar yang ada pada e-learning system (Learning Management System). Konten dan bahan ajar ini dapat dalam bentuk Multimedia-based Content (konten berbentuk multimedia interaktif) atau Textbased Content (konten berbentuk teks seperti pada buku pelajaran biasa). Content ini disimpan dalam Learning Management System (LMS) sehingga dapat dijalankan oleh mahasiswa kapanpun dan di manapun.
16 2.1.4.7 Tipe-tipe E-learning Menurut Effendi dan Zhuang (2005, p7), e-learning memiliki dua tipe, antara lain : 1. Synchronous training Synchronous berarti pada yang waktu yang sama. Jadi synchronous e-learning adalah tipe e-learning di mana proses pembelajaran terjadi pada saat yang sama ketika pengajar sedang mengajar dan murid sedang belajar. Hal ini memungkinkan terjadi interaksi langsung antara guru dan murid, baik melalui internet maupun intranet. Synchronous training lebih banyak digunakan dalam seminar atau konferensi yang pesertanya berasal dari berbagai negara. Synchronous training mewajibkan guru dan murid mengakses internet secara bersamaan. Jadi, synchronous training seperti pembelajaran di ruang kelas yang bersifat maya (virtual) dengan peserta di seluruh dunia dan terhubung melalui internet. Oleh karena itu, synchronous training sering pula dinamakan virtual classroom.
2. Asynchronous training Asynchronous berarti tidak pada yang waktu yang bersamaan. Jadi, seseorang dapat mengambil pelatihan pada waktu yang berbeda dengan pengajar memberikan pelatihan. Pelatihan ini lebih popular karena peserta pelatihan dapat mengakses pelatihan kapanpun dan di manapun. Oleh karena itu, pelajar dapat memulai pelajaran dan
17 menyelesaikannya setiap saat. Paket pelajaran berbentuk bacaan dengan animasi, simulasi, permainan edukatif, maupun latihan atau tes dengan jawabannya. Pengajar dapat memberikan materi pelajaran, tugas, dan latihan lewat internet dan peserta pelatihan dapat mengakses materi pada waktu yang berlainan. Selain itu, peserta dapat berdiskusi atau berkomentar dan bertanya melalui bulletin board.
2.1.4.8 Keuntungan E-learning Menurut Wahono (2007), keuntungan dari e-learning antara lain : 1. Menghemat waktu proses belajar mengajar. 2. Mengurangi biaya perjalanan. 3. Menghemat biaya pendidikan secara keseluruhan (infrastruktur, peralatan, bukubuku). 4. Menjangkau wilayah geografis yang lebih luas 5. Melatih pembelajar lebih mandiri dalam mendapatkan ilmu pengetahuan
Menurut Cole (2000), e-learning memberikan akses yang fleksibel, dari tempat dan waktu yang tak terbatas, dan memungkinkan partisipan menghabiskan waktu dan ruang.
2.1.4.9 Keterbatasan E-learning Menurut Effendi dan Zhuang (2005, p15-17), beberapa keterbatasan sebelum memutuskan menggunakan e-learning, antara lain : 1. Budaya
18 Penggunaan e-learning menuntut budaya self-learning, di mana seseorang memotivasi diri sendiri agar mau belajar. Sebaliknya, di Indonesia, motivasi belajar lebih banyak tergantung pada pengajar. Selain itu, keterbiasaan penggunaan teknologi (komputer) turut mempengaruhi implementasi e-learning. Oleh karena itu, beberapa orang masih enggan berpindah dari pelatihan di kelas ke pelatihan elearning. 2. Investasi Investasi awal yang dikeluarkan organisasi dalam menerapkan elearning cukup besar. Investasi ini dapat berupa biaya desain, pembuatan learning management system, paket pembelajaran, dan juga infrastruktur yang memadai. 3. Teknologi Kompatibilitas teknologi yang digunakan harus diteliti sebelum memutuskan menggunakan e-learning. 4. Infrastruktur Internet belum menjangkau semua kota di Indonesia. Hal ini menyebabkan tidak semua orang atau wilayah dapat merasakan elearning dengan internet. 5. Materi Sebuah e-learning harus dirancang sedemikian rupa sehingga teratur sesuai dengan minat belajar siswa.
19 2.1.4.10 Strategi Pengembangan e-learning Menurut Effendi dan Zhuang (2005, p25-32), strategi e-learning meliputi empat tahap, antara lain : 1. Analisis Tahap awal terlebih dahulu menganalisa keadaan organisasi yaitu melakukan analisa terhadap apa yang perlu dicapai dalam strategi dan faktor-faktor di lingkungan organisasi yang dapat mempengaruhi strategi. Apabila hasil analisa suatu faktor menunjukkan hasil positif bagi penerapan e-learning, maka hasil dapat menjadi strength dan opportunity bagi organisasi. Dengan demikian, analisa untuk strategi e-learning selaras dan searah dengan analisa SWOT yang dilakukan organisasi. Beberapa faktor yang perlu dianalisa, antara lain : a. Kebutuhan Organisasi Analisa kebutuhan organisasi akan melihat keadaan organisasi sekarang dan apakah keberadaan e-learning dapat memberikan dampak positif. Beberapa hal yang perlu dicermati antara lain (Effendi dan Zhuang, 2005, p39) : tujuan perusahaan, perubahan teknologi, struktur perusahaan, dan lingkungan perusahaan. Melalui analisa kebutuhan organisasi akan diperoleh ekspetasi manajemen terhadap peran e-learning dan mendeskripsikan tujuan yang ingin dicapai organisasi. b. Kebutuhan Pelatihan Analisis kebutuhan pelatihan akan melihat kebutuhan organisasi dari segi pelatihan secara lebih spesifik dan hubungannya dengan e-
20 learning. Analisa mengulas dasar-dasar praktik analisa kebutuhan pengguna sehingga dapat melihat perbedaan dalam organisasi. c. Budaya Organisasi Analisa terhadap kultur organisasi sehingga akan terlihat kecocokan organisasi untuk menerapkan e-learning. d. Infrastruktur Analisa keadaan teknologi dan infrastruktur organisasi yang tersedia untuk proses pembelajaran. 2. Perencanaan Hasil analisa tahap sebelumnya menjadi dasar proses menyusun rencana penerapan e-learning. Aspek perencanaan utama yang harus ditinjau, antara lain : 1. Network Perencanaan mengenai kesiapan dari segi infrastruktur dan teknologi agar dapat menerapkan e-learning sesuai dengan kebutuhan organisasi. 2. Learning Management System (LMS) E-learning membutuhkan suatu sistem LMS untuk menjalankannya. Menurut Effendi dan Zhuang (2005, p85), Learning Management System (LMS) adalah sistem yang membantu administrasi dan berfungsi sebagai platform
e-learning
content.
LMS
berperan
dalam
administrasi dan memiliki fungsi-fungsi dasar, antara lain : a. Katalog b. Registrasi dan persetujuan c. Menjalankan dan memonitor e-learning
membantu
21 d. Evaluasi e. Komunikasi f. Laporan g. Rencana pelatihan h. Integrasi 3. Materi Materi yang ditawarkan harus sesuai dengan hasil analisa kebutuhan pelatihan. Sistem dalam pembuatan content atau materi e-learning dinamakan Learning Content Management System (LCMS). Fungsi utama LCMS untuk menyusun dan mengatur materi atau content elearning. Fungsi LMS lebih terfokus pada proses pembelajaran, sedangkan fokus dari LCMS adalah pembuatan materi atau content. LMS dapat mengatur komunitas pelajar dalam menggunakan materi e-learning yang dikelola oleh LCMS. Sedangkan LCMS memberikan data-data mengenai proses pembelajaran pelajar kepada LMS untuk disimpan. 4. Pemasaran Untuk mencapai hasil yang maksimal, organisasi perlu melakukan perencanaan pemasaran dan promosi yang sesuai dengan keinginan pengguna. 3. Pelaksanaan Tahap ini memerlukan keahlian project management yang andal untuk memastikan koordinasi dan eksekusi pekerjaan sesuai dengan rencana dan tidak menyimpang dari tujuan dan strategi.
22 Tahapan pelaksanaan dibagi menjadi tiga bagian berdasarkan waktu pelaksanaan, yaitu : a. Pre-Launch Pada tahap ini dilakukan usaha untuk menarik anggota organisasi untuk berminat menggunakan e-learning. Organisasi harus memastikan produk e-learning tidak memiliki kelemahan atau kekurangan. b. Launch Tahap peluncuran atau perkenalan e-learning kepada seluruh anggota organisasi. c. Post-Launch Pada tahap ini, organisasi harus menjaga tingkat keikutsertaan anggota dalam program e-learning dan cara menjaga kepuasan pembelajaran peserta pelatihan. 4. Evaluasi Tahap ini merupakan tahap penilaian keberhasilan program dan hasil pembelajaran peserta berhubungan dengan pemakaian materi. Penilaian akan dilakukan secara bertingkat sebagai berikut : a. Level 1 Mengukur kepuasan peserta pelatihan dari segi interaksi dan tampilan program e-learning. b. Level 2 Mengukur hasil pembelajaran dalam penyerapan materi bagi peserta. c. Level 3
23 Mengukur penggunaan materi pembelajaran oleh peserta pelatihan dalam kegiatan sehari-hari sehingga kinerja meningkat. d. Level 4 Mengukur hasil yang diperoleh organisasi dengan adanya e-learning sehingga kinerja sumber daya manusia meningkat.
2.1.5 Virtual Laboratory 2.1.5.1 Pengertian Laboratorium Menurut Wikipedia (2008), laboratorium adalah tempat riset ilmiah, eksperimen, pengukuran ataupun pelatihan ilmiah dilakukan. Laboratorium biasanya dibuat untuk memungkinkan dilakukannya kegiatan-kegiatan tersebut secara terkendali. Laboratorium ilmiah biasanya dibedakan menurut disiplin ilmunya, misalnya laboratorium fisika, laboratorium kimia, laboratorium biokimia, laboratorium komputer, laboratorium manajemen, dan laboratorium bahasa.
2.1.5.2 Pengertian Virtual Laboratory Menurut Lawenda (2004), virtual laboratory adalah lingkungan terdistribusi yang memungkinkan ilmuwan di seluruh dunia untuk bekerja bersama dalam kelompok atau proyek. Lingkungan tersebut memungkinkan melakukan eksperimen dengan menggunakan peralatan fisik, mengerjakan simulasi menggunakan aplikasi komputer, dan komunikasi antar pengguna yang membahas topik yang sama.
24 2.1.5.3 Kerangka Arsitektur Virtual Laboratory Menurut Lawenda (2004), kerangka virtual laboratory terdiri dari empat lapisan (terlihat pada gambar 2.1), antara lain : 1. Access layer Access layer terdiri dari alat yang memungkinkan akses pada sumber daya laboratorium dan presentasi penyimpanan data. Modul terpenting dalam layer ini, antara lain : a. Dynamic Measurement Scenarios : meyakinkan pembentukan, kontrol, dan eksekusi dari rantai eksperimen (operasi) yang disampaikan oleh pengguna. b. Users and Laboratories Management : suatu alat untuk membentuk profil laboratorium yang baru, akun pengguna baru, manajemen hak akses terhadap peralatan praktikum, perpustakaan digital, dan media komunikasi. c. Data Presentation Tool : menyajikan hasil eksperimen dalam sistem manajemen data. Selain ini, dapat ditemukan visualisasi secara online dan data penyajian. d. Teamwork Environment : memungkinkan pengguna untuk berkomunikasi satu sama lain (melalui chat, forum diskusi, audio, video).
2. Grid layer Modul terpenting dalam layer ini, antara lain :
25 a. Authorization Centre : pemberian (atau tidak) akses terhadap berbagai sumber daya laboratorium virtual, manajemen sertifikat, dan alat otentifikasi. b. Global Schedulling : bertanggung jawab untuk pemilihan alat laboratorium yang sesuai. c. Digital Science Library : menyimpan hasil eksperimen dan publikasi elektronik. d. Data Transport : bertanggung jawab untuk download dan upload data dari dan menuju sistem.
3. Supervision layer Layer ini ada untuk mengimplementasi pengambilan kepada pengguna dari spesifikasi dan alat. Supervision layer terdiri dari : a. Local Schedulling : jadwal tugas dalam laboratorium. b. Resource Monitoring : digunakan untuk kontrol sumber daya dan mengendalikan status tugas saat ini. c. Users Accounting : informasi mengenai menggunakan sumber daya laboratorium.
4. Resources layer Resources layer terdiri dari alat untuk mengeksekusi eksperimen dan aplikasi yang diperlukan antara lain : a. Laboratory Devices : piranti laboratorium dan piranti lunak untuk eksekusi eksperimen.
26 b. Camputational Devices : software untuk proses sebelum dan sesudah komputasi. c. Visialization Devices atau software visualisasi.
Sumber : Lawenda (2004)
Gambar 2.1 Kerangka Arsitektur Virtual Laboratory
2.1.6
Analisis Strategi
2.1.6.1 Analisis Internal Setiap organisasi memiliki kekuatan dan kelemahan dalam area fungsional bisnis. Tidak ada perusahaan yang sama kuatnya atau lemahnya dalam semua area. Menurut David (2006, p160), proses audit internal memberikan lebih banyak peluang untuk pihak yang berpartisipasi untuk
27 memahami
organisasi
secara
keseluruhan.
Menjalankan
audit
internal
membutuhkan pengumpulan, asimilasi, dan evaluasi informasi tentang operasi organisasi. Faktor-faktor penentu keberhasilan terdiri atas kekuatan dan kelemahan.
2.1.6.2 Matriks Evaluasi Faktor Internal (Matriks EFI) Matriks Evaluasi Faktor Internal (Internal Factor Evaluation Matrix – Matriks IFE) merupakan alat formulasi strategi yang meringkas dan mengevaluasi kekuatan dan kelemahan utama dalam area fungsional bisnis. Matriks ini akan memberikan landasan untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi hubungan antara area fungsional bisnis tersebut. Menurut David (2006, p206207), matriks IFE dapat dikembangkan dengan lima tahap, sebagai berikut : 1. Tuliskan faktor-faktor internal utama yang telah diidentifikasi dalam proses audit internal. Gunakan 10 hingga 20 faktor internal, meliputi kekuatan dan kelemahan. Buat secara spesifik, gunakan persentase, rasio, dan angka komparatif. 2. Berikan bobot berkisar dari 0,0 (tidak penting) hingga 1,0 (sangat penting) untuk masing-masing faktor. Bobot diberikan kepada masingmasing faktor menggambarkan tingkat kepentingan relatif dari faktor terhadap keberhasilan perusahaan dalam industri. Tanpa memperhatikan faktor
tersebut
adalah
kekuatan
atau
kelemahan,
faktor
yang
mempengaruhi paling besar diberikan bobot paling tinggi. Jumlah seluruh bobot harus sama dengan 1,0.
28 3. Berikan peringkat 1 hingga 4 untuk setiap faktor untuk mengindikasikan apakah faktor tersebut menunjukkan kelemahan utama (peringkat = 1), atau kelemahan minor (peringkat = 2), atau kekuatan minor (peringkat = 3) atau kekuatan utama (peringkat = 4). 4. Kalikan setiap bobot faktor dengan peringkat untuk menentukan nilai tertimbang setiap variabel. 5. Jumlahkan nilai tertimbang untuk setiap variabel untuk menentukan total tertimbang untuk organisasi.
2.1.6.3 Analisis Eksternal Menurut David (2006, p104), tujuan dilakukannya audit eksternal adalah untuk mengembangkan daftar terbatas tentang peluang yang dapat memberikan manfaat dan ancaman yang harus dihindari. Istilah terbatas yang dimaksud adalah perusahaan tidak perlu mengembangkan suatu daftar yang sangat panjang tentang semua faktor yang mungkin mempengaruhi suatu bisnis. Sebaliknya, audit eksternal ditujukan untuk mengidentifikasi variabel kunci yang memberikan respon yang dapat dijalankan. Perusahaan harus dapat merespon secara
agresif
atau
defensif
terhadap
faktor-faktor
tersebut
dengan
memformulasikan strategi yang mengambil keuntungan dari peluang eksternal atau yang meminimalkan pengaruh dari ancaman potensial. David (2006, p107) menyatakan bahwa faktor eksternal kunci harus memiliki karakteristik sebagai berikut : 1. Penting untuk mencapai tujuan tahunan dan jangka panjang. 2. Terukur.
29 3. Berlaku di perusahaan pesaing. 4. Memiliki hirarki dalam arti beberapa faktor relevan untuk keseluruhan perusahaan dan lainnya akan terfokus ke sesuatu yang lebih spesifik untuk area fungsional atau divisi.
2.1.6.4 Matriks Evaluasi Faktor Eksternal (Matriks EFE) Menurut David (2006, p143-144), Matriks Evaluasi Faktor Eksternal (External Factor Evaluation Matrix – Matriks EFE) memungkinkan para perencana strategi untuk merangkum dan mengevaluasi informasi ekonomi, sosial, budaya, demografi, lingkungan, politik, pemerintah, hukum, teknologi, dan persaingan. Matriks EFE dapat dibuat melalui lima tahap, sebagai berikut : 1. Buat daftar faktor-faktor eksternal yang diidentifikasi dalam proses audit eksternal. Temukan 10 hingga 20 faktor, termasuk peluang dan ancaman, yang mempengaruhi perusahaan dan industrinya. Buat secara spesifik, gunakan persentase, rasio, dan angka komparatif. 2. Berikan bobot berkisar dari 0,0 (tidak penting) hungga 1,0 (sangat penting) untuk masing-masing faktor. Bobot diberikan kepada masing-masing faktor menggambarkan tingkat kepentingan relatif dari faktor terhadap keberhasilan perusahaan dalam industri. Peluang seringkali diberi bobot lebih tinggi dari ancaman, tetapi ancaman juga dapat diberi bobot yang tinggi jika mereka sangat serius atau sangat mengancam. Jumlah seluruh bobot harus sama dengan 1,0. 3. Berikan peringkat 1 hingga 4 untuk setiap faktor eksternal kunci tentang seberapa efektif strategi organisasi saat ini dalam merespons
30 faktor tersebut, di mana 4 = respons perusahaan superior, 3 = respons perusahaan di atas rata-rata, 2 = respons perusahaan rata-rata dan 1 = respons perusahaan jelek. Peringkat didasari pada efektivitas strategi perusahaan. 4. Kalikan setiap bobot faktor dengan peringkat untuk menentukan nilai tertimbang setiap variabel. 5. Jumlahkan nilai tertimbang untuk setiap variabel untuk menentukan total tertimbang untuk organisasi.
2.1.6.5 Matriks Internal – Eksternal (IE) Menurut David (2006, p300), Matriks Internal-Eksternal memosisikan organisasi dalam tampilan sembilan sel. Matriks IE didasari pada dua dimensi kunci : total IFE pada sumbu x dan total EFE pada sumbu y. Pada sumbu x dari Matriks IE, total IFE atau EFE dari 1,0 hingga 1,99 dianggap rendah, nilai dari 2,0 hingga 2,99 adalah menengah, dan nilai dari 3,0 hingga 4,00 adalah tinggi. Rekomendasi strategi yang masuk dalam sel I, II, atau IV dapat digambarkan sebagai tumbuh dan kembangkan yaitu strategi intensif (penetrasi pasar, pengembangan pasar, dan pengembangan produk) atau integratif. Pada sel III, V, VII dapat dikelola cara terbaik dengan strategi jaga dan pertahankan yaitu penetrasi pasar dan pengembangan produk. Terakhir, sel VI, VII, IX adalah tuai dan divestasikan. Gambar 2.2 menunjukkan sembilan sel dari matriks internal dan eksternal.
31 Nilai IFE Kuat
Rata-Rata
Lemah
3.0 - 4.0
2.0 - 2. 99
1.0 - 1.99
4.0 Tinggi 3.0 - 4.0 Nilai EFE
3.0
2.0
1.0
I
II
III
IV
V
VI
VII
VIII
IX
3.0
Sedang 2.0 - 2.99
2.0
Rendah 1.0 - 1.99
1.0
Keterangan : sel I, II, IV sel III, V, VII sel VI, VIII, IX Sumber : David (2006, p301)
= tumbuh dan kembangkan = jaga dan pertahankan = panen atau divestasikan
Gambar 2.2 Matriks Internal-Eksternal (IE)
2.1.6.6 Matriks Strengths-Weakness-Opportunities-Threats Menurut David (2006, p284), Matriks Kekuatan-Kelemahan-PeluangAncaman
(Strengths-Weakness-Opportunities-Threats
–
SWOT
Matrix)
merupakan alat untuk mencocokan yang penting untuk membantu manajer mengembangkan empat tipe strategi, yaitu : 1. Strategi SO (Strengths-Opportunities) Strategi ini menggunakan kekuatan internal organisasi untuk memanfaatkan peluang eksternal. Organisasi pada umumnya akan menjalankan strategi WO, ST, atau WT agar dapat mencapai situasi di mana mereka dapat menerapkan strategi SO. Ketika suatu organisasi memiliki kelemahan utama, maka organisasi tersebut akan berusaha
mengatasinya
dan
menjadikannya
kekuatan.
Jika
32 menghadapi ancaman utama, maka sebuah organisasi berusaha menghindari untuk berkonsentrasi pada peluang. 2. Strategi WO (Weakness-Opportunities) Strategi ini bertujuan untuk memperbaiki kelemahan internal dengan memanfaatkan peluang eksternal. Kadang-kadan terdapat peluang eksternal utama tetapi kelemahan internal organisasi menjadikannya tidak dapat memanfaatkan peluang dengan baik. 3. Strategi ST (Strengths-Threats) Strategi ini menggunakan kekuatan perusahaan untuk menghindari atau mengurangi pengaruh dari ancaman tersebut. Hal ini berarti organisasi yang kuat harus selalu menghadapi ancaman langsung di lingkungan eksternalnya 4. Strategi WT (Weakness-Threats) Straregi ini merupakan taktik defensif yang diarahkan untuk mengurangi kelemahan internal dan menghindari ancaman eksternal. Ketika menghadapi ancaman eksternal dan kelemahan internal, maka dapat dikatakan organnisasi berada dalam kondisi tidak aman. Perusahaan seperti ini dapat mengambil langkah untuk merger, menyatakan kebangkrutan, atau memilih likuidasi. Matriks SWOT terdiri dari sembilan sel, yaitu ada empat sel faktor kunci (S, W, O, T), empat sel strategi (SO, WO, ST, WT), dan satu sel yang selalu dibiarkan kosong. Ada delapan langkah dalam membuat matriks SWOT, yaitu : 1. Tulis peluang eksternal kunci organisasi 2. Tulis ancaman eksternal kunci organisasi
33 3. Tulis kekuatan internal kunci organisasi 4. Tulis kelemahan internal kunci organisasi 5. Cocokan kekuatan internal dengan peluang eksternal,dan catat hasil strategi SO dalam sel yang telah ditentukan. 6. Cocokan kelemahan internal dengan peluang eksternal,dan catat hasil strategi WO dalam sel yang telah ditentukan. 7. Cocokan kekuatan internal dengan ancaman eksternal,dan catat hasil strategi ST dalam sel yang telah ditentukan. 8. Cocokan kelemahan internal dengan ancaman eksternal,dan catat hasil strategi WT dalam sel yang telah ditentukan.
2.1.7 Object-Oriented Design and Analysis (OOAD) 2.1.7.1 Pengertian OOAD Menurut Mathiassen et al.(2000, p135), metode OOAD merupakan suatu metode untuk analisis dan perancangan sistem yang berorientasi pada objek. Mathiassen et al. (2000, p4) mengatakan bahwa objek merupakan suatu entitas yang memiliki identitas, state dan behavior. Identitas objek dalam analisis menunjukkan bagaimana objek tersebut dapat dibedakan dengan objek lainnya dalam suatu konteks. Identitas objek dalam perancangan menunjukkan bagaimana objek-objek lain dalam sistem dapat mengenali objek tersebut dan bagaimana pula mengaksesnya.
34 2.1.7.2 Keuntungan OOAD OOAD menggunakan objek dan class sebagai kunci utama analisis dan perancangan sistem. Beberapa keuntungan utama penggunaan metode OOAD, antara lain : 1. OOAD menyediakan informasi yang jelas mengenai konteks dari sistem. Metode OOAD memiliki fokus baik pada sistem maupun konteks dari sistem tersebut. 2. Metode OOAD memberikan hubungan yang dekat antara analisis, perancangan, user interfaces dan programming.
2.1.7.3 System Definition System definition merupakan deskripsi singkat dari sistem komputerisasi yang diungkapkan dalam bahasa sehari-hari (Mathiassen et al., 2000, p24). Definisi sistem menggambarkan konteks sistem, informasi yang harus dimiliki, fungsi-fungsi yang harus disediakan, di mana penggunaan sistem dan kondisi pengembangan yang tepat.
2.1.7.3.1 Rich Picture Menurut Mathiassen et al (2000, p26), Rich Picture merupakan gambaran informal yang menggambarkan situasi yang digambarkan ilustrator. Rich picture memiliki fokus pada aspek-aspek penting dari situasi yang ingin digambarkan.
35
Sumber: Mathiassen et al (2000, p28)
Gambar 2.3 Contoh Rich Picture 2.1.7.3.2 FACTOR Kriteria FACTOR terdiri dari enam elemen (Mathiassen et al, 2000, p39), antara lain : 1. Functionality, yaitu fungsi sistem yang mendukung tugas-tugas application domain. 2. Application
domain,
yaitu
bagian
dari
organisasi
yang
mengadministrasi, memonitor, dan mengendalikan sebuah problem domain. 3. Conditions, yaitu kondisi di mana sistem akan dikembangkan dan digunakan.
36 4. Technology, yaitu teknologi yang digunakan untuk mengembangkan sistem dan sistem tersebut dijalankan. 5. Objects, yaitu objek utama dalam problem domain. 6. Responsibility, yaitu tanggung jawab sistem secara menyeluruh dalam relasi pada konteks.
2.1.7.4 Problem Domain Menurut Mathiassen et al. (2000, p6), problem domain merupakan bagian dari konteks yang dikelola, dimonitor atau dikontrol oleh sistem. Model problem domain menyediakan bahasa untuk mengekspresikan kebutuhan sistem. 2.1.7.4.1 Classes Menurut Mathiassen et al. (2000, p53), class adalah deskripsi dari kumpulan objek yang memiliki struktur, pola perilaku dan atribut yang sama. Objek (Mathiassen et al., 2000, p51) adalah suatu entitas yang memiliki identitas, state, dan perilaku. Sedangkan event (Mathiassen et al., 2000, p51) adalah kejadian yang melibatkan satu atau lebih objek. Tujuan dari aktivitas ini adalah mengidentifikasi seluruh objek dan event untuk digabungkan menjadi suatu model problem domain. Langkah-langkah menentukan kelas, antara lain : 1. Mencari kandidat untuk class
37 2. Mencari kandidat untuk event 3. Evaluasi dan pilih class dan event secara sistematis. 4. Membuat event table.
2.1.7.4.2 Structure Struktur menggambarkan hubungan antar class dan juga objek dalam model. Struktur terbagi menjadi 2 yaitu: 1. Struktur antar class a. Generalisasi Menurut Mathiassen et al. (2000, p72), struktur generalisasi menggambarkan suatu class umum (super class) yang menjelaskan properti umum pada sekumpulan class khusus (subclasses).
Passenger Car
Taxi
Private Car
Sumber: Mathiassen et al (2000, p73)
Gambar 2.4 Struktur Generalisasi Struktur generalisasi menggambarkan pewarisan dimana class khusus (subclass) akan mewarisi properti dan pola perilaku yang dimiliki class umum (super class).
38 b. Cluster Menurut Mathiassen et al. (2000, p72), cluster adalah kumpulan kelas-kelas yang berhubungan. Contoh : cluster Karyawan terdiri dari karyawan bagian pemasaran, karyawan bagian keuangan, karyawan bagian penjualan.
2. Struktur antar objek a. Aggregasi Aggregasi merupakan hubungan antara dua atau lebih objek di mana satu objek merupakan bagian dari objek yang lain. Menurut Mathiassen et al. (2000, p76), struktur aggregasi menggambarkan suatu objek superior (menyeluruh) yang mencakup beberapa objek inferior (bagian).
Car
1 1
1 1
Body
Engine
1 1..* Cam Shaft
1 4..* Wheel
1 2..* Cylinder
Sumber: Mathiassen et al (2000, p76)
Gambar 2.5 Struktur Aggregasi
39 b. Asosiasi Asosiasi merupakan hubungan antar dua atau lebih objek, namun perbedaan dengan aggregasi adalah asosiasi menggambarkan hubungan penting antar objek-objek tersebut (Mathiassen et atl, 2000, pp.76-77). Struktur asosiasi tidak membuat objek-objek yang terhubung saling menetapkan properti bagi objek lainnya.
Sumber: Mathiassen et al. (2000, p77)
Gambar 2.6 Struktur Asosiasi
2.1.7.5 Application Domain Menurut Mathiassen et al. (2000, p6), application domain adalah suatu organisasi yang mengelola, mengawasi atau mengendalikan problem domain. Mathiassen et al. (2000, p115) berpendapat bahwa pemodelan application domain bertujuan untuk mengetahui kebutuhan akan usage, function dan interface sistem. 2.1.7.5.1
Use Cases Diagram Usage digunakan untuk menggambarkan bagaimana aktor
berinteraksi dengan sistem yang tergambarkan dengan suatu use case diagram. Terdapat dua konsep utama yang perlu dimengerti yaitu: a. Aktor merupakan abstraksi pengguna atau sistem lain yang berinteraksi dengan target sistem.
40 b. Use case merupakan suatu pola interaksi antara sistem dengan aktor dalam application domain. Diagram use case menunjukkan hubungan antara aktor dengan use cases (Mathiassen et al, 2000, p343). Dalam diagram ini, aktor dan use cases merupakan dua elemen terpenting. Keduanya dapat dihubungkan satu sama lain untuk menggambarkan pola interaksi antara aktor dengan bagian sistem tertentu.
<
> Actor
Alternative symbol for actor
Actor
Actor UseCase
Use Case
Use case group
Participation
Group of use cases
Sumber: Mathiassen et al. (2000, p343)
Gambar 2.7 Notasi Use Case Diagram
2.1.7.5.2
Sequence Diagram Menurut Mathiassen et al. (2000, p340), sequence
diagram menggambarkan interaksi antara sejumlah objek dalam suatu waktu. Diagram ini mampu mempertahankan detil mengenai situasi
41 yang dinamis dan kompleks yang dapat terjadi pada objek-objek yang dihasilkan oleh class dalam class diagram.
Sumber: Mathiassen et al. (2000, p340)
Gambar 2.8 Notasi Sequence Diagram
2.1.7.5.3
Function Menurut Mathiassen et al. (2000, p138), function adalah
sebuah fasilitas untuk membuat model yang berguna untuk user.
2.1.7.5.4
User Interface Menurut Mathiassen et al. (2000, p152), user interface
42 adalah sebuah fasilitas bagi pengguna untuk dapat berinteraksi dengan sistem.
2.1.7.5.5
Navigation Diagram Navigation
diagram
merupakan
jenis
khusus
dari
statechart diagram yang menfokuskan pada keseluruhan dinamika user interface (Mathiassen et al., 2000, p344). Diagram ini menunjukkan windows yang berpartisipasi dan bagaimana transisi di antara mereka. Setiap window merepresentasikan sebuah state.
2.1.8 Database 2.1.8.1 Pengertian Database Menurut Connoly (2005, p15), database adalah kumpulan data yang berhubungan, dan suatu deskripsi data ini dirancang untuk memenuhi kebutuhan informasi untuk organisasi. 2.1.8.1 Pengertian Database Management System (DBMS) Menurut Connoly (2005, p15), Database Management System (DBMS) adalah
suatu
sistem
software
yang
memungkinkan
pengguna
untuk
mendefinisikan, menciptakan, memelihara, dan mengendalikan akses ke database.
43 2.2 Kerangka Pemikiran Topik
Judul
Pengumpulan Data
Analisis Strategi Laboratorium Manajemen
Analisis Internal
- Wawancara - Studi literatur - Observasi - Kuisioner
Analisis Virtual Laboratory - Analisis Kebutuhan Organisasi - Analisis Kebutuhan Virtual Laboratory - Analisis Infrastruktur Organisasi - Analisis Budaya Organisasi - Analisis e-Learning sejenis
Analisis Eksternal
Formulasi Strategi - Matriks Internal-Eksternal - Matriks SWOT
Identifikasi Kebutuhan
Usulan Kebutuhan
Perancangan Virtual Laboratory
Rencana Implementasi Sumber : Penulis (2008)
Gambar 2.9 Kerangka Pemikiran
44 2.3 Metode Penelitian 2.3.1 Desain Penelitian Tabel 2.1 Desain Penelitian Tujuan Penelitian (T-1)
Jenis Penelitian Penelitian Deskriptif
Metode Penelitian Survei
(T-2)
Penelitian Deskriptif
Survei
Unit Analisis Individu Æ Kepala Laboratorium Manajemen, Universitas Bina Nusantara. Individu Æ Mahasiswa jurusan Manajemen Universitas Bina Nusantara.
Horizon Waktu One Shoot – Cross Section
One Shoot – Cross Section
Individu Æ Asisten Laboratorium Manajemen Universitas Bina Nusantara. Individu Æ Kepala Laboratorium Manajemen, Universitas Bina Nusantara. (T-3)
Penelitian Deskriptif
Survei
Individu Æ Mahasiswa jurusan Manajemen, Universitas Bina Nusantara.
One Shoot – Cross Section
Individu Æ Asisten Laboratorium Manajemen Universitas Bina Nusantara. (T-4)
(T-1) (T-2) (T-3) (T-4)
Deskriptif
Survei
Individu Æ Kepala Laboratorium Manajemen, Universitas Bina Nusantara.
One Shoot – Cross Section
Menganalisis proses pembelajaran praktikum saat ini yang diterapkan oleh Laboratorium Manajemen. Menganalisis kebutuhan Virtual Laboratory dalam mendukung pembelajaran praktikum Laboratorium Manajemen. Menganalisis content Virtual Laboratory yang sesuai dengan kebutuhan asisten laboratorium dan mahasiswa jurusan Manajemen Merancang Virtual Laboratory yang tepat bagi Laboratorium Manajemen untuk mendukung proses pembelajaran yang ada secara online.
45 2.3.2 Operasionalisasi Variabel Penelitian Berikut ini tabel operasionalisasi variabel yang dilakukan dalam penelitian ini : Tabel 2.2 Operasionalisasi Variabel Variabel/Sub Konsep Variabel/Sub Variabel Variabel Kebutuhan Virtual • Ketersediaan Laboratory infrastruktur
Indikator • • • • • •
•
Pemahaman Learning
e- • • •
Content Virtual • Laboratory yang sesuai dengan kebutuhan asisten dan mahasiswa
•
Informasi-informasi yang disediakan dalam Virtual Laboratory
• • • • • • • •
Fitur-fitur yang • disediakan dalam • Virtual Laboratory • • • •
Kemudahan akses internet. Pilihan tempat mengakses internet. Penggunaan fasilitas internet. Penggunaan email. Kepentingan mengakses internet. Durasi penggunaan internet. Pemahaman mengenai eLearning Pemahaman mengenai Virtual Laboratory Tingkat keseringan penggunaan internet untuk eLearning Profil laboratorium Profil asisten News/ Events FAQ Artikel Kalender Jadwal dan nilai Gallery (Foto-foto seputar pelelangan) Materi interaktif Case study Soal latihan Forum diskusi Kritik/Saran Search
Ukuran Guttman
Skala Pengukur Nominal
Guttman
Nominal
Comparative Scale
Nominal
Comparative Scale
Nominal
46 2.3.3 Data dan Sumber Data Penelitian Berikut ini tabel data dan sumber penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini : Tabel 2.3 Data dan Sumber Data Penelitian Tujuan Penelitian (T-1)
Data Penelitian Proses pembelajaran praktikum Laboratorium Manajemen saat ini.
(T-2)
Kebutuhan Virtual Laboratory dalam mendukung pembelajaran praktikum.
(T-3)
Content Virtual Laboratory yang sesuai kebutuhan dengan mahasiswa jurusan Manajemen. Dokumentasi analisis dan perancangan OOAD Virtual Laboratory.
(T-4)
Jenis Data Penelitian Kualitatif
Kualitatif dan Kuantitatif
Kuantitatif
Kualitatif
Sumber Data Penelitian Wawancara dengan Kepala Laboratorium Manajemen dan forum group discussion asisten Laboratorium Manajemen. Data primer dari kuisioner mahasiswa jurusan Manajemen, forum group discussion asisten Laboratorium Manajemen dan wawancara dengan Kepala Laboratorium Manajemen. Data primer dari kuisioner mahasiswa Manajemen, Universitas Bina Nusantara. Data primer dari observasi proses pembelajaran praktikum dan wawancara dengan Kepala Laboratorium Manajemen. Data sekunder dari studi pustaka.
2.3.4 Teknik Pengumpulan Data Dalam mengumpulkan data, penelitian ini menggunakan teknik-teknik pengumpulan data yaitu sebagai berikut : 1. Metode Penelitian Pustaka Metode yang digunakan dengan mempelajari dan membaca literatur, jurnal ilmiah, dan media lain untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam analisis kebutuhan dan perancangan Virtual Laboratory.
47 2. Observasi Peneliti melakukan pengamatan langsung terhadap pembelajaran praktikum Laboratorium Manajemen di dalam kelas praktikum.
3. Kuisioner Dalam penelitian ini, data juga diperoleh dengan memberikan daftar pertanyaan kepada mahasiswa jurusan Manajemen, Universitas Bina Nusantara.
4. Wawancara dan forum group discussion Wawancara dilakukan Ketua Jurusan Manajemen, Kepala Laboratorium Manajemen, dan asisten Laboratorium Manajemen untuk memperoleh informasi mengenai pembelajaran praktikum dan gambaran virtual laboratory yang ingin dikembangkan.
2.3.5 Teknik Pengambilan Sampel Pengambilan sampel pada penelitian ini akan menggunakan metode Probability Sampling, di mana semua anggota populasi memperoleh peluang yang sama untuk dipilih menjadi sampel. Teknik
Probability
Sampling
yang
digunakan
adalah
dengan
menggunakan metode Simple Random Sampling. Simple Random Sampling adalah
pengambilan
sampel
populasi
dilakukan
secara
acak
memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu (Sugiyono, 2002, p74).
tanpa
48 2.3.6 Teknik Pengolahan Sampel Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik pengambilan sampel dengan menggunakan metode Slovin:
n =
N 1 + Ne2
Keterangan : n = jumlah sampel N = jumlah populasi e = nilai kritis (batas ketelitian yang diinginkan) atau persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel dalam populasi (tingkat kesalahan yang diambil adalah sebesar 10%)
Adapun jumlah populasi untuk mahasiswa aktif jurusan Manajemen angkatan 2005 dan 2006 adalah 1005 orang. n =
1005 1 + (1005(0,1) 2)
= 87 Jadi, kuisioner diberikan kepada 87 mahasiswa jurusan Manajemen Universitas Bina Nusantara.
49 2.3.7 Metode Analisis Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini dikaitkan dengan masing - masing tujuan seperti terlihat dalam tabel berikut di bawah ini.
Tujuan Penelitian (T-1) (T-2) (T-3) (T-4)
Tabel 2.4 Metode Analisis Jenis Metode Penelitian Penelitian Deskriptif Survei Deskriptif Survei Deskriptif Survei Deskriptif Survei
Metode Analisis Statistik Deskriptif Statistik Deskriptif -