BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1
Sistem Informasi Akuntansi
2.1.1
Pengertian Sistem Informasi Akuntansi Menurut Jones dan Rama (2006:6), sistem informasi akuntansi merupakan
subsistem dari sebuah sistem informasi manajemen yang menyediakan informasi tentang akuntansi dan keuangan juga informasi lain yang didapatkan dari pemrosesan rutin atas suatu transaksi akuntansi. Menurut Romney dan Steinbart (2009:28), sistem informasi akuntansi merupakan sebuah sistem berbasis komputer yang digunakan untuk mengumpulkan, mencatat, menyimpan dan memproses data untuk menghasilkan informasi dimana informasi tersebut diperuntukkan bagi para pengambil keputusan. Menurut Sarosa (2009:13), sistem informasi akuntansi merupakan sebuah sistem yang digunakan untuk mengumpulkan, mencatat, menyimpan dan memproses data sehingga menghasilkan informasi yang berguna dalam membuat keputusan. sistem informasi akuntansi bisa berupa kertas dan alat tulis (manual) maupun terkomputersasi penuh (serba otomatis) atau kondisi diantara keduanya (gabungan manual dan komputerisasi). Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa sistem informasi akuntansi merupakan suatu sistem berbasis komputer yang mengumpulkan, mencatat, menyimpan, dan memproses data
dengan tujuan untuk menghasilkan
informasi keuangan yang berguna bagi pemakai di dalam dan di luar perusahaan.
2.1.2
Komponen Sistem Informasi Akuntansi Komponen sistem informasi akuntansi menurut Romney dan Steinbart
(2009:28): a. Orang yang mengoperasikan sistem dan melakukan berbagai fungsi. b. Aktivitas prosedur dan instruksi, baik manual dan otomatis, yang terlibat dalam proses pengumpulan, pengolahan, dan penyimpanan data tentang kegiatan organisasi. c. Data tentang organisasi dan proses bisnis. d. Software yang digunakan untuk memproses data organisasi.
7
8 e. Infrastruktur informasi teknologi, termasuk komputer, perangkat, dan jaringan komunikasi perangkat yang digunakan untuk mengumpulkan, menyimpan, mengolah, dan mengirimkan data dan informasi. f. Pengendalian internal dan langkah-langkah keamanan yang menjaga data dalam sistem informasi akuntansi.
2.1.3
Manfaat Sistem Informasi Akuntansi Jones dan Rama (2006:7), menyatakan bahwa manfaat SIA terdiri dari 5
komponen, yaitu: a. Menghasilkan laporan eksternal Dalam menjalankan proses bisnisnya, perusahaan menggunakan sistem informasi akuntansi untuk menghasilkan laporan yang memenuhi kebutuhan informasi bagi stakeholder. b. Mendukung aktivitas rutin Manager membutuhkan sistem informasi akuntansi untuk mendukung aktivitas rutin di dalam perusahaan, seperti penerimaan pesanan, pengiriman barang, menagih pelanggan, dan menerima kas. Sistem komputer dan beberapa software akuntansi juga menangani aktivitas rutin. c. Pengambilan keputusan Informasi juga dibutuhkan untuk mendukung pengambilan keputusan non-rutin pada semua tingkat organisasi, termasuk informasi mengenai produk yang paling banyak terjual. Informasi ini sangat kritis dalam perencanaan produk baru, memutuskan produk apa yang harus tetap ada, dan pemasaran produk ke pelanggan. d. Perencanaan dan pengendalian Sistem
Informasi
dibutuhkan
untuk
aktivitas
perencanaan
dan
pengendalian. Contoh, informasi mengenai anggaran dan biaya disimpan oleh sistem perusahaan, kemudian laporan yang dihasilkan digunakan untuk membandingkan anggaran dengan jumlah aktual. Menggunakan scanner untuk mencatat item yang dibeli dan pendapatan hasil penjualan memungkinkan user merencanakan dan mengendalikan secara detail. Sebagai contoh, analisis pendapatan dan beban dapat diselesaikan pada individual product level. Data historis dapat ditarik dari database dan
9 digunakan pada spreadsheet atau program untuk meramalkan kenaikan dan arus kas. e. Implementasi pengendalian internal Pengendalian internal meliputi kebijakan, prosedur, dan sistem informasi yang digunakan untuk melindungi aset perusahaan dari kerugian atau pencurian. Selain itu, pengendalian internal juga dapat memelihara data keuangan. Sangat mungkin untuk membangun pengendalian ke dalam sistem informasi akuntansi komputerisasi untuk membantu mencapai tujuan ini.
2.2
Human Resources Information System
2.2.1
Pengertian Human Resources Information System Berdasarkan Hendrickson dari jurnal “Human resource information systems:
Backbone technology of contemporary human resources” (2003), human resources information system merupakan sebuah sistem socio-technical yang terintegrasi dimana memiliki tujuan untuk mengumpulkan, menyimpan dan menganalisa informasi yang terkait dengan departemen sumber daya manusia didalam organisasi yang menggabungkan hardware komputer dan aplikasi, dimana didalamnya terdapat manusia, kebijakan – kebijakan, prosedur dan data yang dibutuhkan untuk mengelola fungsi sumber daya manusia. Khera & Gulati yang dikutip dari jurnal ”Human Resource Information System and its impact on Human Resource Planning” (2012), mengungkapkan fakta perkembangan human resources information system dengan mengutip hasil penelitian Siriwal Tevavichulada (1997), bahwa awalnya human resources information system diperuntukkan untuk mengatur karyawan karena fungsinya untuk menyimpan dan mengelola departemen sumber daya manusia tapi sekarang human resources information system tidak terbatas pada penyimpanan, tetapi mencakup berbagai bidang yang terkait dengan karyawan seperti perencanaan tenaga kerja, permintaan tenaga kerja dan pasokan peramalan, deskripsi pekerjaan untuk pekerjaan dan pelamar, rekrutmen dan seleksi, pelatihan dan pengembangan, negosiasi, manajemen keluhan dan lain-lain. Lomarga memaparkan (2013:3) yang dikutip dari jurnalnya yang berjudul “Menciptakan Strategi Kompetitif Melalui Fungsi Sistem Informasi SDM”, dengan mengutip peryataan dari Kovach et al (2002), berpendapat bahwa sistem informasi
10 sumber daya manusia adalah sebuah konsep pemanfaatan teknologi informasi dan karakteristik untuk pengelolaan yang efektif dari sistem informasi sumber daya manusia dianggap sebagai prosedur yang sistematis untuk mengumpulkan, menyimpan, memelihara, dan memulihkan data yang dibutuhkan oleh organisasi tentang sumber daya manusia mereka, kegiatan personil dan karakteristik dalam organisasi. Menurut Hota yang dikutip dari jurnal “Implementation of ERP SaaS Option for
HRIS
Reporting
Practices”
(2012),
Human
Resources
Information
Systemdidefinisikan sebagai aplikasi berbasis komputer untuk merancang dan memproses data – data yang terkait dengan aktivitas sumber daya manusia. Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa human resources information system merupakan sistem komputerisasi yang menyediakan data terbaru dan akurat dengan tujuan pengendalian dan pengambilan keputusan yang terintegrasi satu sama lain unutk pengelolaan sumber daya manusia yang baik.
2.2.2
Keunggulan Human Resources Information System Hussain, Wallace dan Cornelius (2007) didalam jurnalnya “The Use and
Impact of Human Resource Information Systems on Human Resource Management Professionals. Information & Management” berpendapat bahwa penggunaan Human Resources Information System secara strategis dapat memberikan nilai tambah terhadap suatu perusahaan.Menurut Benfatto yang dikutip dari jurnalnya “Human Resource Information Systems and The Performance of The Human Resource Function” (2010), Human Resources Information System memiliki beberapa manfaat: a. Mengurangi process cost b. Mengurangi administrative cost c. Mengurangi response time d. Meningkatkan produktivitas Kasim, Ramayah dan Kurnia dari jurnal “Antecedents and Outcomes of Human Resource Information System (HRIS) Use” berpendapat bahwa penggunaan Human Resources Information System tidak terbatas pada penggunaan hardware komputer dan penggunaan aplikasi yang membentuk suatu kesatuan system saja, tetapi Human Resources Information System juga mencakup orang – orang yang
11 terlibat, kebijakan perusahaan, ketetapan prosedur dan data – data yang digunakan untuk mengelola fungsi dari sumber daya manusia. Pendapat lain yang dikutip dalam jurnal yang ditulis oleh Altaraweh dan AlShqairat yaitu “Human Resource Information Systems in Jordanian Universities” (2010:2), mengungkapkan manfaat HRIS yang dikutip dari Teze (1973), Will dan Hammond (1981), Lederer (1984), Ngai dan Wat (2006), dimana manfaat HRIS adalah akurasi data yang dihasilkan, akses terhadap informasi yang cepat dan penghematan biaya.
2.3
Manajemen Sumber Daya Manusia
2.3.1
Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Noe, Hollenbeck, Gerhart, & Wright (2011) manajemen sumber
daya manusia adalah kombinasi kebijakan, praktik dan sistem yang mempengaruhi kebiasaan, tingkah laku dan performa karyawan dalam aktivitas berorganisasi. Armstrong, (2009) berpendapat bahwa manajemen sumber daya manusia adalah pendekatan yang terintegrasi, koheren dan strategis untuk mengelola perkembangan, kepegawaian, dan orang – orang yang bekerja dan terlibat didalam suatu organisasi. Mathis & Jackson, (2010) menyatakan sumber daya manusia merupakan proses pembentukan sistem manajemen untuk memastikan potensi yang dimiliki manusia dimanfaatkan secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan perusahaan. Berdasarkan Bangun (2012:6), manajemen sumber daya manusia merupakan suatu proses perencanaan, pengorganisasian, penyusunan, penggerakan, dan pengawasan,
terhadap
pengadaan,
pengembangan,
pemberian
kompensasi,
pengintegrasian, pemeliharaan, dan pemisahan ternaga kerja untuk mencapai tujuan organisasi.
2.3.2
Aktivitas Sumber Daya Manusia Ada 7 aktivitas sumber daya manusia menurut Mathis dan Jackson (2009:43)
yaitu sebagai berikut: a. Perencanaan dan analisis sumber daya manusia Perencanaan dan análisis sumber daya manusia ini digunakan sebagai langkah pencegahan akan perkembangan proses bisnis dimasa depan yang berpotensi untuk mempengaruhi karyawan dimasa depan. Kondisi
12 ini memperkuat alasan bahwa sistem informasi sumber daya manusia merupakan elemen penting sebagai alat yang dapat digunakan untuk menghasilkan informasi yang tepat dan akurat. Hal ini semata – mata dilakukan untuk mempertahankan daya saing organisasi. b. Kesetaraan kesempatan kerja Kesetaraan
hukum
dan
peraturan
tentang
kesempatan
kerja
mempengaruhi aktivitas sumber daya manusia yang sejalan dengan manajemen sumber daya manusia. c. Pengangkatan pegawai Tujuan dari pengangkatan pegawai adalah pemberian kompensasi yang memadai atas kontribusi individu – individu yang memenuhi kualifikasi untuk mengisi titik – titik tertentu dalam sebuah organisasi. d. Pengembangan sumber daya manusia Dimulai dengan pengenalan karyawan baru dan pengembangan sumber daya manusia, salah satunya dengan mengikuti pelatihan. Ketika kebutuhan atas bisnis dan pekerjaan yang berubah, diperlukan adanya pelatihan
kembali
agar
performa
karyawan
tetap
mengikuti
perkembangan bisnis dan teknologi yang dinamis. e. Kompensasi dan tunjangan Kompensasi
memberikan
penghargaan
kepada
karyawan
atas
pelaksanaan pekerjaan melalui gaji, insentif dan tunjangan. Para pemberi kerja harus mengembangkan dan memperbaiki sistem upah dan gaji dasar. Selain itu, program insentif seperti pembagian keuntungan dan penghargaan produktivitas mulai digunakan. Kenaikan yang cepat dalam hal biaya tunjangan, terutama tunjangan kesehatan, akan terus menjadi persoalan utama. f. Kesehatan, keselamatan dan keamanan Jaminan atas kesehatan fisik dan mental serta keselamatan para karyawan adalah hal yang sangat penting. Secara global, berbagai hukum keselamatan dan kesehatan telah menjadikan organisasi lebih responsif dan waspada terhadap persoalan kesehatan dan keselamatan. Keamanan dan keselamatan di tempat kerja menjadi penting karena sejalan dengan siklus hidup perusahaan.
13 g. Hubungan karyawan dan buruh/manajemen Hubungan antara manajer dan karyawan mereka harus ditangani secara efektif. Manajemen dan karyawan berperan penting dalam kemajuan organisasi. Bekerja secara sinergi meningkatkan peluang tercapainya tujuan perusahaan.
2.3.3
Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Hasibuan (2007:21), fungsi manajemen sumber daya manusia
meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengendalian, pengadaan, pengembangan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, kedisiplinan dan pemberhentian. a. Perencanaan Perencanaan adalah merencanakan tenaga kerja secara efektif serta efisien agar sesuai dengan kebutuhan perusahaan dalam membantu terwujudnya tujuan. b. Pengorganisasian Pengorganisasian adalah kegiatan untuk mengorganisasi semua karyawan dengan menetapkan pembagian kerja, hubungan kerja, delegasi wewenang, integrasi, dan koordinasi dalam bagan organisasi. c. Pengarahan Pengarahan
(controlling)
adalah
kegiatan
mengendalikan
semua
karyawan, agar mau bekerja sama dan bekerja efektif serta efisien dalam membantu tercapainya tujuan perusahaan. d. Pengendalian Pengendalian adalah kegiatan mengendalikan semua karyawan, agar mentaati peraturan-peraturan perusahaan dan bekerja sesuai dengan rencana. e. Pengadaan Pengadaan (procurement/recruitment) adalah proses penarikan, seleksi, penempatan, orientasi, dan induk untuk mendapatkan karyawan yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan. f. Pengembangan Pengembangan adalah proses peningkatan keterampilan teknis, teoretis, konseptual, dan moral karyawan melalui pendidikan dan pelatihan.
14 Pendidikan dan pelatihan yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan pekerjaan masa kini maupun masa depan. g. Kompensasi Kompensasi adalah pemberian balas jasa langsung (direct) dan tidak langsung (indirect), uang atau barang kepada karyawan sebagai imbalan jasa yang diberikan kepada perusahaan. h. Pengintegrasian Pengintegrasian adalah kegiatan untuk mempersatukan kepentingan perusahaan dan kebutuhan karyawan, agar tercipta kerja sama yang serasi dan saling menguntungkan. i. Pemeliharaan Pemeliharaan adalah kegiatan untuk memelihara atau meningkatkan kondisi fisik, mental, dan loyalitas karyawan, agar mereka tetap mau bekerja sama sampai pensiun. j. Kedisiplinan Kedisiplinan merupakan fungsi manajemen sumber daya manusia yang terpenting dan kunci terwujudnya tujuan karena tanpa disiplin yang baik sulit terwujud tujuan yang maksimal. k. Pemberhentian Pemberhentian adalah putusnya hubungan kerja seseorang dari suatu perusahaan. Pemberhentian ini disebabkan oleh keinginan karyawan, keinginan perusahaan, kontrak kerja berakhir, pensiun, dan sebab – sebablainnya.
2.3.4
Pengertian Penggajian Menurut Noe dan Hollenback (2011:8), penggajian merupakan balas jasa
yang diberikan oleh suatu organisasi dalam bentuk kompensasi atas kinerja yang telah diberikan karyawan dalam membantu organisasi untuk mencapai tujuan. Dimana penggajian diberikan untuk memotivasi karyawan agar dapat bekerja dengan baik. Menurut Warren (2008:489), Penggajian didalam akuntansi diartikan sebagai jumlah tertentu yang dibayarkan kepada karyawan untuk jasa yang diberikan selama periode tertentu.
15 Menurut Sugiyarso dan Winarni (2006:6), gaji merupakan balas jasa yang dibayarkan kepada pemimpin-pemimpin, pengawas- pengawas,
pegawai tata –
usaha dan pegawai-pegawai kantor serta para manajer lainnya. Jumlah pembayaran gaji biasanya ditetapkan secara perbulan. Maka dapat disimpulkan bahwa penggajian adalah suatu sistem yang menyajikan jumlah tertentu yang dibayarkan kepada pegawai yang telah memberikan jasa pada periode tertentu.
2.3.5
Fungsi Penggajian Berdasarkan Dull, Gelinas, & Wheeler (2012) Sistem informasi akuntansi
pada siklus penggajian adalah : a. Update pada database karyawan/penggajian dan mendistribusikan biaya pegawai. b. Menyiapkan perhitungan gaji dan di depositkan ke rekening karyawan melalui bank. c. Menyiapkan beberapa laporan terkait dengan proses penggajian. d. Laporan penggajian harus sesuai dengan ketentuan pajak yang berlaku. e. Mengirimkan pembayaran penggajian pada account payable deprtemen untuk menyiapkan voucher disbursement.
2.4
Pajak Penghasilan
2.4.1
Pengertian Pajak Penghasilan Menurut Priantara (2012, p179), PPh adalah pajak yang dikelola oleh
Pemerintah Pusat dan memberikan kontribusi signifikan kepada penerimaan Negara. Pada dasarnya mekanisme pengenaan PPh dilakukan melalui pemotongan atau pemungutan oleh pihak lain dan penyetoran sendiri oleh WP. Dasar hukum PPh adalah Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 tanggal 23 September 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2008 nomor 4893 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 3985) yang merupakan perubahan keempat atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1983 tanggal 31 Desember 1983 tentang PPh (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1983 nomor 50 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 3263).
16 2.4.2
PPh Pasal 21 Berdasarkan UU RI no. 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, Ketentuan
Pasal 21 ayat (1) sampai ayat (5), dan ayat (8) diubah, serta di antara ayat (5) dan ayat (6) disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (5a) sehingga Pasal 21 berbunyi sebagai berikut : 1) Berdasarkan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri wajib dilakukan oleh : a. Pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai. b. Bendaharawan pemerintah yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain, sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan. c. Dana pensiun atau badan lain yang membayarkan uang pensiun dan pembayaran lain dengan nama apa pun dalam rangka pensiun. d. Badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas. e. Penyelenggaraan kegiatan yang melakukan pembayaran sehubungan dengan pelaksanaan suatu kegiatan. 2) Tidak termasuk sebagai pemberi kerja yang wajib melakukan pemotongan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah badan perwakilan Negara asing dan organisasi-organisasi internasional. 3) Penghasilan pegawai tetap atau pensiunan yang dipotong pajak untuk setiap bulan adalah jumlah penghasilan bruto setelah dikurangi dengan biaya jabatan atau biaya pensiun yang besarnya ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan, iuran pensiun, dan Penghasilan Tidak Kena Pajak. 4) Penghasilan pegawai harian, mingguan, serta pegawai tidak tetap lainnya yang dipotong pajak adalah jumlah penghasilan bruto setelah dikurangi bagian penghasilan yang tidak dikenakan pemotongan yang besarnya ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan.
17 5) Tarif pemotongan atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah tarif pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) kecuali ditetapkan lain dengan Peraturan Pemerintah. 5a) Besarnya tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (5) yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak lebih tinggi 20% (dua puluh persen) daripada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang dapat menunjukkan Nomor Pokok Wajib Pajak. 6) Dihapus 7) Dihapus 8) Ketentuan mengenai petunjuk pelaksanaan pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
2.4.3
Penerima Penghasilan yang Tidak Dipotong PPh Pasal 21 Tidak termasuk dalam pengertian penerima penghasilan yang dipotong PPh
Pasal 21 adalah : 1. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari Negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat bukan warga Negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut, serta Negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik; 2. Pejabat perwakilan organisasi internasional yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan sebagai bukan subjek pajak yang tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain memberikan pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota dan Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut, dengan syarat bukan warga Negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.
18 2.4.4
Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21 Adapun penghasilan yang menjadi objek PPh Pasal 21 memang terkait
dengan hubungan kerja : pemberi kerja dan penerima kerja, termasuk pekerjaan adalah kegiatan. Oleh karena itu, jenis-jenis penghasilan yang menjadi objek PPh Pasal 21 adalah : 1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap, baik berupa penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur; a. Penghasilan pegawai tetap yang bersifat teratur adalah penghasilan bagi pegawai tetap berupa gaji atau upah, segala macam tunjangan, dan imbalan dengan nama apapun yang diberikan secara periodic berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh pemberi kerja, termasuk uang lembur (“penghasilan teratur”). b. Penghasilan pegawai tetap yang bersifat tidak teratur adalah penghasilan selain penghasilan yang bersifat teratur, yang diterima sekali dalam satu tahun atau periode lainnya, antara lain berupa bonus, Tunjangan Hari Raya, jasa produksi, tantiem, gratifikasi, atau imbalan sejenis lainnya dengan nama apapun (“penghasilan tidak teratur”). 2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun secara teratur berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya; 3. Penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan penghasilan sehubungan dengan pensiun yang diterima secara sekaligus berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua, dan pembayaran lain sejenis; 4. Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan; a. Upah harian adalah upah atau imbalan yang diterima atau diperoleh pegawai yang terutang atau dibayarkan secara harian. b. Upah mingguan adalah upah atau imbalan yang diterima atau diperoleh pegawai yang terutang atau dibayarkan secara mingguan. c. Upah satuan adalah upah atau imbalan yang diterima atau diperoleh pegawai yang terutang atau dibayarkan berdasarkan jumlah unit hasil pekerjaan yang dihasilkan.
19 d. Upah borongan adalah upah atau imbalan yang diterima atau diperoleh pegawai yang terutang atau dibayarkan berdasarkan penyelesaian suatu jenis pekerjaan tertentu. 5. Imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan sejenisnya dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan : - Imbalan kepada bukan pegawai yang bersifat berkesinambungan adalah imbalan kepada bukan pegawai yang dibayar atau terutang lebih dari satu kali dalam satu tahun kalender sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan. 6. Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun. Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 di atas termasuk penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan lainnya dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh : 1. Bukan WP; 2. WP yang dikenakan PPh yang bersifat final; atau 3. WP yang dikenakan PPh berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit) seperti WP usaha pelayaran. Penghitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan berupa penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan lainnya didasarkan pada harga pasar atas barang yang diberikan atau nilai wajar atas pemberian kenikmatan yang diberikan. Penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri merupakan penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21.
2.4.5
Penghasilan yang Tidak Dipotong PPh Pasal 21 Tidak termasuk dalam pengertian penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21
adalah : 1. Pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa.
20 2. Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh WP atau Pemerintah, kecuali diberikan oleh : a. Bukan WP; b. WP yang dikenakan PPh yang bersifat final; atau c. WP yang dikenakan PPh berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit). 3. Iuran pensiun yang dibayarkan oleh pemberi kerja kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, iuran tunjangan hari tua atau iuran jaminan hari tua kepada badan penyelenggara tunjangan hari tua atau badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja yang dibayarkan oleh pemberi kerja; 4. Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amal zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah, atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan; 5. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
2.4.6 Hak dan Kewajiban Pemotongan Pajak PPh Pasal 21 Serta Penerima Penghasilan yang Dipotong Pajak 1. Pemotong PPh Pasal 21 dan Penerima Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21 wajib mendaftarkan diri ke KPP sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 2. Pegawai, penerima pensiun berkala, serta bukan pegawai yang berhak memperoleh pengurangan berupa PTKP wajib membuat surat pernyataan yang berisi jumlah tanggungan keluarga pada awal tahun kalender atau pada saat mulai menjadi Subjek Pajak dalam negeri sebagai dasar penentuan PTKP dan wajib menyerahkannya kepada Pemotong PPh Pasal 21 pada saat mulai bekerja atau mulai pensiun. 3. Dalam hal terjadi perubahan tanggungan keluarga, pegawai, penerima pensiun berkala dan bukan pegawai wajib membuat surat pernyataan baru
21 dan menyerahkannya kepada Pemotong PPh Pasal 21 paling lama sebelum mulai tahun kalender berikutnya. 4. Pemotong PPh Pasal 21 wajib menghitung, memotong, menyetorkan dan melaporkan PPh Pasal 21 yang terutang untuk setiap bulan kalender. 5. Pemotong PPh Pasal 21 wajib membuat catatan atau kertas kerja perhitungan PPh Pasal 21 untuk masing-masing penerima penghasilan, yang menjadi dasar pelaporan PPh Pasal 21 yang terutang untuk setiap masa pajak dan wajib menyimpan catatan atau kertas kerja perhitungan tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 6. Dalam hal dalam suatu bulan terjadi kelebihan penyetoran pajak atas PPh Pasal 21 yang terutang, oleh Pemotong PPh Pasal 21, kelebihan penyetoran tersebut dapat diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 yang terutang pada bulan berikutnya melalui SPT Masa PPh Pasal 21. 7. Pemotong PPh Pasal 21 harus memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap atau penerima pensiun berkala paling lama 1 (satu) bulan setelah tahun kalender berakhir. 8. Dalam hal pegawai tetap berhenti bekerja sebelum bulan Desember, bukti pemotongan PPh Pasal 21 harus diberikan paling lama 1 (satu) bulan setelah yang bersangkutan berhenti bekerja. 9. Pemotong PPh Pasal 21 harus memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21 atas pemotongan PPh Pasal 21 selain pegawai tetap dan penerima pensiun berkala. 10. PPh Pasal 21 yang dipotong oleh Pemotong PPh Pasal 21 untuk setiap Masa Pajak wajib disetor ke Kantor Pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, paling lama 10 (sepuluh) hari setelah Masa Pajak berakhir. 11. Pemotong PPh Pasal 21 wajib melaporkan pemotongan dan penyetoran PPh Pasal 21 untuk setiap Masa Pajak yang dilakukan melalui penyampaian SPT Masa PPh Pasal 21 ke KPP tempat pemotong PPh Pasal 21 terdaftar, paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.
22 2.4.7
Penghasilan Tidak Kena Pajak Menteri
Keuangan
mengubah
peraturan
mengenai
besar
jumlah
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 122/PMK010/2015 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), diikuti dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-32/PJ/2015. Penyesuaiannya adalah sebagai berikut: Rp 36.000.000,00 per tahun atau setara dengan Rp 3.000.000,00 per bulan untuk wajib pajak orang pribadi. Rp 3.000.000,00 per tahun atau setara dengan Rp 250.000,00 per bulan tambahan untuk wajib pajak yang kawin (tanpa tanggungan). Rp 3.000.000,00 per tahun atau setara dengan Rp 250.000,00 per bulan tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus atau anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (orang) untuk setiap keluarga. Adanya penyesuian PTKP tersebut, membuat tata cara perhitungan PPh Pasal 21 juga mengalami perubahan. Perhitungan Pemotongan PPh Pasal 21 Terhadap Penghasilan Pegawai Tetap dengan Gaji Bulanan Ika adalah karyawati pada perusahaan PT. Sinar Unggul dengan status menikah dan mempunyai tiga anak. Suami Ika merupakan pegawai negeri sipil di Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang. Ika menerima gaji Rp 3.000.000,- per bulan. PT. Sinar Unggul mengikuti program pensiun dan BPJS Kesehatan. Perusahaan membayar iuran pensiun kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, sebesar Rp 40.000,- per bulan. Ika juga membayar iuran pensiun sebesar Rp 30.000,- per bulan, Ika juga membayar iuran pensiun sebesar Rp 30.000,- sebulan, di samping itu perusahaan membayarkan iuran Jaminan Hari Tua karyawannya setiap bulan sebesar 3,70% dari gaji, sedangkan Ika membayar iuran Jaminan Hari Tua setiap bulan sebesar 2,00% dari gaji. Premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-masing sebesar 1,00% dan 0,30% dari gaji. Pada bulan Juli 2016 di samping menerima pembayaran gaji, Ika juga menerima uang lembur (overtime) sebesar Rp 2.000.000,00. Perhitungan PPh Pasal 21 bulan Juli 2016 adalah sebagai berikut:
23 Gaji
3.000.000,00
(i) Tunjangan Lainnya: lembur (overtime)
2.000.000,00
(ii) Premi Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) 1.00%
30.000,00
Premi Jaminan Kematian 0.30%
9.000,00
Penghasilan bruto
5.039.000,00
Pengurangan 1. Biaya Jabatan: 5% x 5.039.000,00 = 251.950,00 (iii)
251.950,00
2. Iuran Jaminan Hari Tua (JHT) 2% dari gaji pokok
60.000,00
3. (iv) Iuran Pensiun (bila ada)
(341.950,00)
30.000,00
Penghasilan neto sebulan
4.697.050,00
(v) Penghasilan neto setahun 12 x 4.697.050,00
56.364.600,00
(vi) Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP): (TK/0) untuk WP sendiri
36.000.000,00 (36.000.000,00)
Penghasilan Kena Pajak setahun (vii) Pembulatan
20.364.600,00
20.364.600,00
PPh Terutang (lihat Tarif PPh Pasal 21) 5% x 50.000.000,00
1.018.200,00
PPh Pasal 21 bulan Juli = 1.018.200,00 : 12
84.850,00
*Berlaku bagi WP dengan NPWP, tanpa NPWP maka perlu dikalikan 120%: Rp 84.850,00 x 120% = Rp 101.820,00
2.4.8 Tarif Pemotongan Pajak dan Penerapannya Jika Penerima Penghasilan Mempunyai NPWP Atas Penghasilan Kena Pajak (PKP) yang diterima atau diperoleh : a. Pegawai tetap; b. Penerima pensiun berkala yang dibayarkan secara bulanan. Diterapkan tarif progesif berdasarkan UU RI no. 36 tahun 2008 Pasal 17 ayat (1) huruf a tentang Pajak Penghasilan sebagai berikut :
24 Tabel 2.1 Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 Lapisan Penghasilan Kena Pajak
Tarif Pajak
Sampai dengan Rp 50.000.000,00 (lima puluh
5% (lima persen)
juta rupiah) Di atas Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta
15% (lima belas persen)
rupiah) sampai dengan Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) Di atas Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh
juta
rupiah)
sampai
dengan
25% (dua puluh lima persen)
Rp
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) Di atas Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta
30% (tiga puluh persen)
rupiah)
2.5
Sistem Pengendalian Internal
2.5.1
Pengendalian Internal Menurut Romney dan Steinbart (2006, p192), pengendalian internal adalah
proses yang dilaksanakan oleh dewan direksi, manajemen dan direksi di bawahnya untuk memberikan keyakinan bahwa tujuan pengendalian dapat dicapai dengan : 1. Mengamankan aset, termasuk mencegah atau mendeteksi akuisisi yang tidak sah secara tepat waktu, dan menggunakan atau mendisposisikan aset material perusahaan; 2. Menjaga data-data perusahaan secara akurat, rinci dan teratur sehingga dapat mencerminkan aset perusahaan tersebut baik; 3. Menyediakan informasi yang akurat dan handal; 4. Memberikan kepercayaan bahwa laporan keuangan disusun sesuai dengan GAAP; 5. Mempromosikan dan meningkatkan efisiensi operasional, termasuk memberikan laporan bahwa penerimaan dan pengeluaran perusahaan dibuat sesuai dengan kewenangan manajemen dan direktur; 6. Mendorong kepatuhan terhadap kebijakan material yang ditentukan; 7. Mematuhi undang-undang dan peraturan yang berlaku.
25 2.5.2
Tujuan Sistem Pengendalian Internal Menurut Romney dan Steinbart (2006, p196), berdasarkan COSO, tujuan
sistem pengendalian internal adalah sebagai berikut : 1. menghasilkan laporan keuangan yang dapat dipercaya; 2. menghasilkan operasi yang efektif dan efisien; 3. mentaati hukum dan peraturan yang ditetapkan.
2.5.3
Komponen Sistem Pengendalian Internal Menurut Romney dan Steinbart (2006, p196), berdasarkan COSO, terdapat
lima komponen yang saling berhubungan dalam sistem pengendalian internal, antara lain sebagai berikut : 1. Control Environment; Inti dari semua bisnis adalah orangnya – sifat masing-masing individu, termasuk integritas nilai etika, dan kemampuan serta lingkungan dimana mereka beroperasi. Mereka adalah alat yang mengendalikan organisasi dan merupakan dasar dari segala sesuatu. 2. Control Activities; Prosedur dan kebijakan pengendalian harus ditetapkan dan dijalankan untuk membantu meyakinkan bahwa tindakan yang dilakukan oleh pihak manajemen untuk menanggulangi risiko dan untuk mencapai tujuan terlihat efektif. 3. Risk Assessment; Perusahaan harus berhati-hati terhadap risiko yang dihadapi. Perusahaan harus membentuk suatu tujuan, yang digabungkan dengan penjualan, produksi,
pemasaran,
keuangan
dan
aktivitas
lainnya
sehingga
perusahaan dapat beroperasi dengan baik. Perusahaan juga harus menyusun sebuah mekanisme untuk mengidentifikasi, menganalisis dan mengatur risiko-risiko yang berhubungan dengan masing-masing bagian. 4. Information and Communication; Yang mengelilingi aktivitas pengendalian adalah sistem informasi dan komunikasi. Mereka memungkinkan orang-orang dari perusahaan menerima dan saling bertukar informasi yang dibutuhkan untuk memimpin, mengatur dan mengontrol operasi yang ada.
26 5. Monitoring; Keseluruhan proses harus diawasi dan melakukan perubahan bila diperlukan. Dengan cara ini, sistem dapat bereaksi dengan lebih dinamis dan berubah sesuai dengan kondisi yang ada.
2.5.4
Unsur Pengendalian Internal dalam Sistem Akuntansi Penggajian Menurut Mulyadi (2008, p386), unsur pengendalian internal dalam sistem
akuntansi penggajian adalah : a. Organisasi 1. Fungsi pembuat daftar gaji harus terpisah dari fungsi keuangan. 2. Fungsi pencatat waktu hadir harus terpisah dari fungsi operasi. b. Sistem otorisasi 3. Setiap orang yang namanya tercantum dalam daftar gaji harus memiliki surat keputusan sebagai karyawan yang ditandatangani oleh direktur utama. 4. Setiap perubahan gaji karyawan karena perubahan pangkat, perubahan tarif gaji dan tambahan keluarga harus didasarkan pada surat keputusan direktur utama. 5. Setiap potongan gaji yang selain dari pajak penghasilan karyawan harus didasarkan atas surat potongan gaji yang diotorisasi oleh fungsi kepegawaian. 6. Kartu waktu kehadiran harus diotorisasi oleh fungsi pencatat waktu. 7. Perintah lembur harus diotorisasi oleh kepala departemen karyawan yang bersangkutan. 8. Daftar gaji harus diotorisasi oleh fungsi personalia. 9. Bukti kas keluar untuk pembayaran gaji harus diotorisasi oleh fungsi akuntansi. c. Prosedur pencatatan 10. Perubahan dalam catatan penghasilan karyawan harus direkonsiliasi dengan daftar gaji karyawan. 11. Jumlah gaji yang dicantumkan harus diverifikasi ketelitiannya oleh fungsi akuntansi. d. Praktik yang sehat 12. Pemasukan kartu kehadiran harus diawasi oleh fungsi pencatat waktu.
27 13. Pembuat daftar gaji harus diverifikasi kebenaran dan ketelitiannya oleh bagian akuntansi sebelum dilakukan pembayaran. 14. Perhitungan pajak karyawan harus direkonsiliasi dengan catatan penghasilan karyawan. 15. Catatan penghasilan karyawan harus disimpan dengan rapi oleh fungsi pembuat daftar gaji Menurut Mulyadi (2008, p388), sistem otorisasi dan prosedur pencatatan dalam kegiatan penggajian meliputi : a) Setiap orang yang namanya tercantum dalam daftar gaji dan upah harus memiliki surat keputusan pengangkatan sebagai karyawan perusahaan yang ditandatangani oleh direktur utama. b) Setiap perubahan gaji dan upah karyawan karena perubahan pangkat, perubahan tarif gaji, tambahan keluarga harus didasarkan pada surat keputusan. c) Setiap potongan atas gaji dan upah karyawan selain dari pajak penghasilan karyawan harus didasarkan surat potongan gaji dan upah yang diotorisasi oleh fungsi kepegawaian. d) Kartu jam hadir harus diotorisasi oleh fungsi pencatat waktu. e) Perintah lembur harus diotorisasi oleh kepala departemen karyawan yang bersangkutan. f) Daftar gaji dan upah harus diotorisasi oleh fungsi personalia. g) Bukti kas keluar untuk pembayaran gaji dan upah harus diotorisasi oleh fungsi akuntansi. h) Perubahan dalam pencatatan penghasilan karyawan direkonsiliasi dengan daftar gaji dan upah karyawan. i) Tarif upah yang dicantumkan dalam kartu jam kerja diverifikasi ketelitiannya oleh fungsi akuntansi biaya.
2.5.5
Kecurangan dalam Kegiatan Penggajian Menurut Gelinas (2008, p520), penggajian merupakan area yang dapat
berpotensi timbulnya kecurangan, perusahaan melakukan ribuan kali pembayaran gaji kepada karyawan. Jenis kecurangan yang dapat terjadi dalam kegiatan penggajian adalah sebagai berikut :
28 1. Ghost employees : karyawan yang tidak benar-benar bekerja pada perusahaan tetapi menerima slip gaji. Ini bisa saja merupakan karyawan fiktif. 2. Falsified hours and salary : karyawan melebih-lebihkan waktu kerja atau dapat merubah kenaikan gaji dalam data karyawan. 3. Commision schemes : perusahaan menerapkan sistem komisi kepada karyawan, dapat menimbulkan kecurangan oleh karyawan dengan melebih-lebihkan target penjualan agar mendapat komisi lebih banyak. 4. False workers compensation claims : karyawan berpura-pura mengalami sakit untuk mendapat klaim kompensasi.
2.6
Analisis dan Perancangan Object Oriented Satzinger, Jackson & Burd. (2005, p60), Object-Oriented Analysis memberi
arti kepada seluruh tipe objek untuk melakukan pekerjaan di dalam sistem, menampilkan interaksi user (use case) yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugastugasnya. Sedangkan Object-Oriented Design : Memberi arti kepada seluruh penambahan tipe objek (additional type objects) yang dibutuhkan untuk mengkomunikasikan antara orang dan perangkat di dalam sistem, menampilkan bagaimana objek-objek saling berinteraksi untuk menyelesaikan tugasnya, dan menyempurnakan arti dari setiap objek sehingga dapat diterapkan dengan menggunakan sebuah bahasa yang spesifik.
2.6.1
Modeling and Requirement Discipline
2.6.1.1 Activity Diagram Menurut Satzinger, Jackson & Burd (2005, p141), definisi activity diagram adalah sebuah diagram workflow sederhana yang menjelaskan bermacam-macam aktivitas pengguna atau sistem, orang yang melakukan setiap aktivitasnya, dan aliran sequential user.
29
Gambar 2.1 Contoh Activity Diagram (Sumber : Satzinger, Jackson & Burd 2005, p141)
2.6.1.2 Event Table Satzinger, Jackson & Burd (2005, p168), event table adalah catalog dari use case yang yang berisi daftar events di baris dan informasi lainnya yang berada di setiap kolom berdasarkan events tersebut. Event terbagi kedalam 3 tipe, yaitu : 1) External event : event yang terjadi diluar sistem, biasanya dimulai oleh external agent. 2) Temporal event : event yang terjadi akibat dari tercapai suatu titik waktu tertentu. Sistem akan menghasilkan output yang dibutuhkan tanpa harus diperintahkan. 3) State event : event yang terjadi ketika sesuatu terjadi di dalam sistem sehingga memicu adanya kebutuhan untuk pemrosesan. Event table adalah sebuah pedoman dari use case yang menjabarkan event dalam baris dan potongan – potongan kunci dari informasi mengenai tiap – tiap event di dalam kolom. Sebuah event table terdiri dari baris dan kolom yang mewakili event dan detailnya masing – masing. Informasi yang ditampilkan dalam event table dari : 1) Event : Peristiwa yang menyebabkan sistem melakukan sesuatu.
30 2) Trigger : sinyal yang memberitahu sistem bahwa suatu peristiwa telah terjadi, baik karena adanya data yang harus diproses ataupun karena suatu titik waktu tertentu. 3) Source : external agent yang memberikan data kedalam sistem. 4) Use Case : apa yang dilakukan sistem ketika suatu peristiwa terjadi. 5) Response : keluaran ataupun output yang dihasilkan oleh sistem. 6) Destination : external agent yang menerima data dari sistem.
Gambar 2.2 Contoh Event Table (Sumber : Satzinger, Jackson, dan Burd 2005, p175)
2.6.1.3 Use Case Diagram Satzinger, Jackson & Burd (2005, p242-246), use case adalah suatu aktivitas sistem yang melaksanakan tugas, biasanya dalam menanggapi permintaan oleh pengguna di dalam sistem. Actor adalah adalah orang yang menggunakan sistem dalam melaksanakan perannya.
31
Gambar 2.3 Contoh Notasi Use Case Diagram (Sumber : Satzinger, Jackson, dan Burd 2005, p215)
2.6.1.4 Use Case Description Satzinger, Jackson, dan Burd (2005, p220), “Usecase description adalah daftar yang berisi rincian pengolahan untuk kasus penggunaan. Menurut tingkat rincian dari deskripsinya, usecase description dibedakan menjadi brief description, intermediate description, dan fully developed description.” Pada analisis sistem di bab 4, yang akan digunakan adalah intermediate description. Berikut adalah contoh dari intermediate description
32
Gambar 2.4 Contoh Use Case Description (Sumber: Satzinger, Jackson, dan Burd 2005, p223)
2.6.1.5 Domain Model Class Diagram Satzinger, Jackson & Burd (2005, p184), Domain Model Class Diagram merupakan sebuah UML class diagram yang menggambarkan cara kerja problem domain classes, associations, dan attributes.
33
Gambar 2.5 Contoh Domain Model Class Diagram (Sumber: Satzinger, Jackson, dan Burd 2005, p187)
2.6.1.6 Statechart Diagram Satzinger, Jackson, dan Burd (2005, p237), “Statechart dapat dikembangkan untuk problem domain classes yang memiliki behavior kompleks atau penelusuran kondisi status. Statechart diagram, adalah kumpulan bentuk ovals yang menjelaskan status objek, dan anak panah menjelaskan transisinya. Titik awal statechart adalah black dot yang disebut Pseudostate. Oval pertama setelah black dot adalah state pertama. State dari objek merupakan kondisi yang terjadi selama hidupnya ketika memenuhi beberapa criteria. Setiap unique state memiliki unique name. States digambarkan sebagai kondisi semipermanen karena kejadian eksternal dapat menginterupsinya. Transition adalah pergerakan objek dari satu state ke state lainnya. Ini adalah mekanisme yang menyebabkan objek berpindah state dan berubah ke state baru. Destination state merupakan state di mana objek berpindah selama transisi. Origin state merupakan original state dari objek di mana transisi terjadi. Message event merupakan pemicu transisi yang menyebabkan objek berpindah dari original state.”
34
Gambar 2.6 Contoh Notasi Statechart Diagram (Sumber: Satzinger, Jackson, dan Burd 2005, p237)
2.6.2
Design Discipline
2.6.2.1 First Cut Design Class Diagram Satzinger, Jackson, dan Burd (2005, p309), “First Cut Class Diagram dikembangkan dengan memperluas domain model class diagram. Perluasan ini membutuhkan dua langkah: (1) melakukan elaborasi atribut dengan informasi type and initial value dan (2) menambahkan panah navigasi. Melakukan elaborasi atribut cukup mudah. Semua atribut tetap tak terilhat atau private, ditunjukkan oleh tanda minus dalam diagram.
Gambar 2.7 Contoh First Cut Class Diagram (Sumber: Satzinger, Jackson, dan Burd 2005, p307)
35 2.6.2.2 System Sequence Diagram Satzinger, Jackson & Burd (2005, p242) System Sequence Diagram adalah Sebuah diagram yang menunjukkan urutan pesan antara aktor eksternal dan sistem selama use case atau skenario.
Gambar 2.8 Contoh Notasi System Sequence Diagram (Sumber: Satzinger, Jackson, dan Burd 2005, p315)
2.6.2.3 Multilayer Design System Sequence Diagram Satzinger, Jackson & Burd (2005, p446) Data Access Layer System Sequence Diagram adalah diagram yang menjelaskan interaksi objek dan keputusan-keputusan desain dokumen. Pada sistem yang lebih besar atau rumit sangat wajar untuk membuat kelas – kelas yang memiliki tanggung jawab yang erat untuk menjalankan perintah database SQL, mendapatkan hasil dari query, dan menyediakan informasi untuk domain layer. Seiring dengan bertambah canggihnya perangkat keras dan jaringan, multilayer design menjadi semakin penting untuk mendukung jaringan multilayer dimana database server berada di satu mesin, logika bisnis berada di server lainnya, dan user interface yang berada di beberapa mesin desktop client. Perbedaan antara bahasa pemograman dan bahasa database sebagian didorong tren ke multilayer design. Desain, pemrograman, dan pemeliharaan suatu sistem lebih mudah jika kelas – kelas yang terpisah dibatasi untuk mengakses database dan mengambil data yang ada di form yang kondusif untuk diproses didalam komputer.
36
Gambar 2.9 Contoh Three Layer Design Sequence Diagram (Sumber: Satzinger, Jackson, dan Burd 2005, p328)
2.6.2.4 Package Diagram Satzinger, Jackson & Burd (2005, p459) Package diagram adalah diagram tingkat atas yang secara sederhana memungkinkan designer untuk mengasosiasikan kelas-kelas dari kumpulan groups. (adfd, dfz)
Notasi dari package diagram
berbentuk kotak persegi panjang berlabel (tabbed rectangle). Nama dari package biasanya tertera pada label, sedangkan kelas – kelas yang dimiliki oleh package ditempatkan didalam kotak persegi panjang. Simbol lainnya yang digunakan dalam package diagram adalah titik – titik panah (dashed arrow), yang mewakili dependency relationship. Buntut panah terhubung dengan dependent package, sedangkan kepala panah terhubung dengan independent package. Dependency relationship sendiri menggambarkan suatu hubungan antara elemen dalam package diagram, dimana jika terjadi perubahan pada suatu elemen (elemen yang independent), maka elemen lainnya (elemen yang dependent) juga dapat berubah.
37
Gambar 2.10 Contoh Package Diagram (Sumber: Satzinger, Jackson, dan Burd 2005, p341)
2.6.2.5 User Interface Satzinger, Jackson & Burd (2005, p531-541), User Interface adalah sistem itu sendiri dan merupakan segala sesuatu yang berhubungan dengan end user saat sedang menggunakan sistem seperti fisik, perseptual, dan konseptual. 1) Aspek fisik : mencakup alat – alat yang benar – benar disentuh oleh pengguna, seperti keyboard, mouse, layar sentuh, atau keypad. 2) Aspek persepsi : mencakup semua yang dilihat, didengar atau disentuh (melewati alat fisik) oleh pengguna. Contoh dari apa yang dilihat adalah semua yang ditampilkan dilayar, seperti garis, angka, kata – kata, dan bentuk. Contoh dari apa yang didengar berupa suara yang dibuat oleh sistem, seperti bunyi beep atau click. Contoh untuk apa yang di sentuh oleh pengguna adalah menu, dialog box, dan tombol yang ada di layar dengan menggunakan mouse. Menurut Shneiderman yang dikutip oleh Satzinger, Jackson & Burd (2005, p541-544), mengemukakan delapan aturan yang dapat digunakan sebagai dasar petunjuk yang baik untuk merancang suatu User Interface. Delapan aturan ini disebut dengan The Eight Golden rules for designing interactive interfaces, yaitu:
38 a) Usaha untuk konsisten (strive for consistency) Sistem harus konsisten dalam menentukan nama dan letak menu items, ukuran dan bentuk icon, urutan tugas, serta bagaimana informasi diatur dalam suatu form. b) Memungkinkan pengguna untuk menggunakan shortcut (enable frequent users to use shortcuts) Shortcut digunakan untuk mengurangi jumlah interaksi untuk tugas yang dijalankan, sehingga pengguna dapat menghemat waktu. Selain itu, perancangan harus menyediakan fasilitas makro bagi pengguna untuk membuat shortcut mereka sendiri. c) Memberikan umpan balik yang informative (offer informative feedback) Umpan balik yang berupa konfirmasi dari sistem sangat penting bagi pengguna sistem, terutama bagi mereka yang bekerja dengan menggunakan sistem sepanjang hari. Contohnya, ketika pengguna ingin menghapus suatu data maka akan muncul dialog box untuk memastikan apakah pengguna sudah yakin data tersebut benar – benar ingin dihapus atau tidak. Akan tetapi, sebaiknya sistem juga tidak memperlambat pekerjaan pengguna sistem dengan menampilkan terlalu banyak dialog box, dimana pengguna harus merespon tiap dialog box. d) Merancang dialog untuk menghasilkan penutupan (design dialogs to yield closure) Untuk setiap dialog dengan sistem harus diorganisasikan dengan urutan yang jelas, yaitu dari awal, tengah, dan akhir agar pengguna dapat mempersiapkan dirinya untuk fokus ke tindakan berikutnya. e) Memberikan penanganan kesalahan yang sederhana (offer simple error handling) Saat sistem menemukan sebuah kesalahan, pesan kesalahan harus menegaskan secara spesifik apa yang salah dan menjelaskan bagaimana cara untuk menanganinya. Pesan kesalahan juga tidak boleh menghakimi pengguna. Selain itu sistem harus bias mengatasi kesalahan dengan mudah, contohnya jika pengguna memasukan ID pelanggan yang salah, maka sistem akan memberitahukan kepada
39 pengguna dan meletakan kursor pada text box ID pelanggan yang berisi angka yang telah dimasukan sebelumnya dan siap untuk diubah. f) Memungkinkan untuk kembali ke tindakan sebelumnya dengan mudah (permit easy reversal of actions) Salah satu cara untuk menghindari kesalahan; sebagaimana pengguna menyadari mereka telah melakukan kesalahan, mereka dapat membatalkan tindakan yang sedang mereka jalankan dan kembali ke tindakan sebelumnya. g) Mendukung tempat pengendalian internal (support internal locus of control) Sistem harus membuat penggunanya merasa bahwa merekalah yang memutuskan apa yang harus dilakukan dan bukan sistem yang mengontrol mereka. h) Mengurangi muatan memory jangka pendek (reducing short – term memory load) Rancangan yang terlalu rumit dan terlalu banyaknya form dapat menjadi beban bagi ingatan pengguna.
2.6.2.6 Deployment Environment Satzinger et al. (2005, p.291), Deployment Environment merupakan perangkat keras, sistem perangkat lunak dan lingkungan jaringan dimana sistem akan beroperasi. Pada bagian ini, menggambarkan lingkungan penyebaran umum secara detail, dan bagian yang selanjutnya akan mengeksplorasi pola desain terkait dan arsitektur untuk aplikasi perangkat lunak. Dari sisi perangkat keras terdiri dari : -
Single Computer Architecture Merupakan arsitektur yang menggunakan satu sistem komputer untuk mengeksekusi semua aplikasi perangkat lunak.
-
Multitier Architecture Arsitektur yang mendistribusikan aplikasi yang berhubungan dengan perangkat lunak di beberapa sistem komputer. Multitier architecture dibagi menjadi 2 jenis : a) Clustered Architecture: sekelompok komputer yang sama yang berbagi beban processing dan bertindak sebagai sistem komputer tunggal yang besar.
40 b) Multi Komputer : beberapa komputer yang berbeda, yang berbagi beban pengolahan melalui spesialisasi fungsi.
2.6.2.7 Software Architecture Satzinger et al. (2005, p.342) Software Architecture terbagi menjadi 2 jenis yaitu client dan server. Server yang berarti sebuah proses, modul, objek atau komputer yang menyediakan layanan melalui jaringan. Sedangkan client adalah sebuah proses, modul, objek atau komputer yang meminta layanan dari satu atau lebih server. Contohnya : Three Tier, karena pada saat data update semua bagian dapat melihat perubahan tersebut karena sistem antara bagian-bagian yang mengakses terkomputerisasi sehingga dapat dilihat oleh bagian-bagian yang mengaksesnya. Menurut Satzinger et al. (2005, p.344), Software Architecture memiliki 2 bagian yaitu : 1. Client / Server Architecture, merupakan model umum perangkat lunak organisasi dan dapat diimplementasikan dengan berbagai cara. Ada 2 jenis yaitu: a) Server : proses, modul, objek, atau komputer yang menyediakan layanan melalui jaringan. b) Client : Modul, proses, objek, atau komputer yang permintaan jasa dari satu atau lebih server. 2. Three layer architecture / server architecture, merupakan arsitektur client / server yang membagi aplikasi ke dalam data layer, business logic layer, dan view layer. a) Data Layer : bagian dari tiga lapis arsitektur yang berinteraksi dengan database. b) Business Logic : bagian dari tiga arsitektur layer yang berisi programprogram yang mengimplementasikan aturan bisnis aplikasi. c) View Layer : bagian dari tiga arsitektur layer yang berisi user interface.
2.6.3
Rich Picture Menurut Mathiassen (2000, p25), rich picture merupakan sebuah gambaran
informal yang digunakan oleh pengembang sistem untuk menyatakan pemahaman mereka terhadap situasi dari sistem yang sedang berlangsung. Rich picture juga
41 dapat digunakan sebagai alat yang berguna untuk memfasilitasi komunikasi yang baik antara pengguna dalam sistem. Jadi, dapat ditarik kesimpulan bahwa rich picture adalah sebuah gambaran yang menyatakan pemahaman pengembang sistem dari sistem yang sedang berlangsung yang berguna sebagai komunikasi antara pengguna dalam sistem.
42