28
BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1
Pemeliharaan (Maintenance)
2.1.1
Pengertian Pemeliharaan (Maintenance) Beberapa definisi pemeliharaan (maintenance) menurut para ahli: •
Menurut Patrick (2001, p407), maintenance adalah suatu kegiatan untuk memelihara dan menjaga fasilitas yang ada serta memperbaiki, melakukan penyesuaian atau penggantian yang diperlukan untuk mendapatkan suatu kondisi operasi produksi agar sesuai dengan perencanaan yang ada.
•
Menurut Corder (1988, p1), maintenance adalah suatu kombinasi dari berbagai tindakan yang dilakukan untuk menjaga suatu barang atau memperbaikinya, sampai pada suatu kondisi yang bisa diterima.
•
Menurut Assauri (2008, p134), maintenance merupakan kegiatan untuk memelihara atau menjaga fasilitas atau peralatan pabrik dengan mengadakan perbaikan atau penyesuaian atau penggantian yang diperlukan supaya tercipta suatu keadaan operasional produksi yang memuaskan sesuai dengan apa yang telah direncanakan. Secara umum maintenance dapat didefinisikan sebagai serangkaian
aktivitas yang diperlukan untuk mempertahankan dan menjaga suatu produk atau sistem tetap berada dalam kondisi yang aman, ekonomis, efisien, dan
29
pengoperasian yang optimal. Aktivitas pemeliharaan dalam perusahaan sangat diperlukan karena: •
Setiap peralatan mempunyai umur penggantian (useful life) dimana suatu saat dapat mengalami kegagalan atau kerusakan.
•
Kerusakan (failure) dari suatu peralatan atau mesin tidak dapat diketahui secara pasti.
•
Manusia selalu berusaha untuk meningkatkan umur penggunaan dengan melakukan pemeliharaan (maintenance). Pemeliharaan (maintenance) berperan penting dalam kegiatan
produksi dari suatu perusahaan yang menyangkut kelancaran dan kemacetan produksi, volume produksi, serta agar produk dapat diproduksi dan diterima konsumen tepat pada waktunya (tidak terlambat) dan menjaga agar tidak terdapat sumber daya (mesin dan karyawan) yang menganggur karena kerusakan (breakdown) pada mesin sewaktu proses produksi sehingga dapat meminimalkan biaya kehilangan produksi atau bila mungkin biaya tersebut dapat dihilangkan. Selain itu pemeliharaan yang baik akan meningkatkan kinerja perusahaan, nilai investasi yang dialokasikan untuk perlatan dan mesin dapat diminimasi, dan pemeliharaan yang baik juga dapat meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan dan mengurangi waste.
30
Manajemen
pemeliharaan
(maintenance
management)
menurut
Supandi (1995, p15) adalah pengorganisasian perawatan untuk memberikan pandangan umum mengenai perawatan fasilitas produksi. Dalam usaha menjaga agar setiap peralatan dan mesin dapat digunakan secara kontinu untuk berproduksi, maka kegiatan pemeliharaan yang diperlukan adalah sebagai berikut: •
Secara kontinu melakukan pengecekan (inspection).
•
Secara kontinu melakukan pelumasan (lubricating).
•
Secara kontinu melakukan perbaikan (reparation).
•
Melakukan penggantian spare-part.
2.1.2 Tujuan Pemeliharaan (Maintenance) Kegiatan pemeliharaan peralatan dan fasilitas mesin tentu memiliki beberapa tujuan. Tujuan utama dari fungsi perawatan antara lain: (Corder, p3 dan Assauri, p89) a. Memperpanjang usia kegunaan aset. b. Menjamin ketersediaan peralatan dan kesiapan operasional perlengkapan serta peralatan yang dipasang untuk kegiatan produksi. c. Membantu mengurangi pemakaian atau penyimpangan diluar batas serta menjaga modal yang ditanamkan selama waktu yang ditentukan.
31
d. Menjaga kualitas pada tingkat yang tepat untuk memenuhi apa yang dibutuhkan oleh produk itu sendiri dan kegiatan produksi yang tidak terganggu. e. Menekan
tingkat
biaya
perawatan
serendah
mungkin
dengan
melaksanakan kegiatan perawatan secara efektif dan efisien. f. Memenuhi kebutuhan produk dan rencana produksi tepat waktu. g. Meningkatkan keterampilan para supervisor dan operator melalui kegiatan pelatihan yang diadakan. h. Menghindari
kegiatan
maintenance
yang
dapat
membahayakan
keselamatan para pekerja. Sedangkan tujuan utama dilakukannya pemeliharaan menurut Patrick (2001, p407) antara lain: a. Mempertahankan kemampuan alat atau fasilitas produksi guna memenuhi kebutuhan yang sesuai dengan target serta rencana produksi. b. Mengurangi pemakaian dan penyimpangan diluar batas dan menjaga modal yang diinvestasikan dalam perusahaan selama jangka waktu yang ditentukan sesuai dengan kebijaksanaan perusahaan. c. Menjaga agar kualitas produk berada pada tingkat yang diharapkan guna memenuhi apa yang dibutuhkan produk itu sendiri dan menjaga agar kegiatan produksi tidak mengalami gangguan. d. Memperhatikan dan menghindari kegiatan-kegiatan operasi mesin serta peralatan yang dapat membahayakan kegiatan kerja.
32
e. Mencapai tingkat biaya serendah mungkin, dengan melaksanakan kegiatan maintenance secara efektif dan efisien untuk keseluruhannya. f. Mengadakan suatu kerjasama yang erat dengan fungsi-fungsi utama lainnya dari suatu perusahaan, dalam rangka untuk mencapai tujuan utama perusahaan yaitu tingkat keuntungan atau return of investment yang sebaik mungkin dan total biaya yang serendah mungkin.
2.1.3
Jenis-jenis Pemeliharaan (Maintenance) Kegiatan pemeliharaan dibagi menjadi dua jenis yaitu, pemeliharaan pencegahan (preventive maintenance) dan pemeliharaan perbaikan (corrective maintenance).
2.1.3.1 Pemeliharaan Pencegahan (Preventive Maintenance) Menurut Ebeling (1997, p189), preventive maintenance adalah pemeliharaan yang dilakukan secara terjadwal, umumnya secara periodik dimana sejumlah kegiatan seperti inspeksi dan perbaikan, penggantian, pembersihan, pelumasan, penyesuaian, dan penyamaan dilakukan. Menurut Adam (1992, p583), preventive maintenance adalah kegiatan perawatan dan pencegahan yang dilakukan untuk mencegah timbulnya kerusakan mesin. Mesin akan mengalami nilai depresiasi (penurunan) apabila dipakai terus menerus. Oleh karena itu, dibutuhkan inspeksi dan servis secara rutin dan periodik.
33
Menurut Patrick (2001, p401), preventive maintenance adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan untuk mencegah timbulnya kerusakan-kerusakan yang tidak terduga dan menemukan kondisi atau keadaan yang dapat menyebabkan fasilitas produk mengalami kerusakan pada waktu proses produksi. Jadi, semua fasilitas produksi yang mendapatkan perawatan (preventive maintenance) akan terjaga kontuinitas kerjanya dan selalu diusahakan dalam kondisi atau keadaan yang siap dipergunakan untuk setiap operasi atau proses produksi pada setiap saat. Menurut Assauri (1999, p102), preventive maintenance adalah kegiatan perawatan yang dilakukan untuk mencegah timbulnya kerusakan dan menemukan kondisi yang dapat menyebabkan fasilitas atau mesin produksi mengalami kerusakan pada waktu melakukan produksi. Dengan adanya preventive maintenance, diharapkan semua mesin yang ada akan terjamin kelancaran proses kerjanya sehingga tidak ada yang terhambat dalam proses produksinya dan selalu dalam keadaan optimal. Preventive maintenance sangat penting karena kegunaannya sangat efektif dalam menghadapi atau mendukung fasilitas produksi yang termasuk dalam golongan critical unit. Kategori komponen kritis menurut Tampubolon (2004, p521), yaitu: •
Kerusakan fasilitas atau peralatan akan membahayakan keselamatan atau kesehatan para pekerja.
34
•
Kerusakan fasilitas akan mempengaruhi kualitas dari produk yang dihasilkan.
•
Kerusakan
fasilitas
tersebut
akan
menyebabkan
kemacetan
atau
terhentinya seluruh proses produksi. •
Modal yang ditanamkan (investasi) dalam fasilitas tersebut cukup mahal harganya. Menurut Assauri (2008, p135), dalam prakteknya, proses maintenance
yang dilakukan dalam perusahaan dapat dibedakan menjadi dua macam berdasarkan aktivitas atau kegiatannya yaitu: •
Routine maintenance Routine maintenance adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan secara rutin, misalnya setiap hari. Sebagai contoh dari kegiatan routine maintenance adalah pembersihan fasilitas atau peralatan, pelumasan (lubrication) atau pengecekan oli, serta pengecekan bahan bakar dan mungkin termasuk pemanasan (warming up) dari mesin-mesin selama beberapa menit sebelum dipakai untuk produksi.
•
Periodic maintenance Periodic maintenance adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan secara periodic atau dalam jangka waktu tertentu, misalnya setiap satu minggu sekali. Periodic maintenance dapat juga dilakukan
35
dengan memakai lamanya jam kerja mesin atau fasilitas produksi sebagai jadwal kegiatan, misalnya setiap seratus jam pemakaian mesin sekali. Beberapa manfaat yang diperoleh dengan dilakukannya preventive maintenance menurut Patton (1995, p12), antara lain: •
Memperkecil overhaul (turun mesin).
•
Mengurangi kemungkinan reparasi berskala besar.
•
Mengurangi biaya kerusakan atau penggantian mesin.
•
Memperkecil kemungkinan produk-produk yang rusak.
•
Meminimalkan persediaan suku cadang.
•
Memperkecil munculnya gaji tambahan yang diakibatkan adanya kerusakan.
•
Menurunkan biaya satuan dari produk pabrik. Prenventive maintenance merupakan tindakan perawatan pencegahan
dalam rangkaian aktivitas pemeliharaan dengan tujuan: •
Memperpanjang umur produktif asset dengan mendeteksi bahwa sebuah asset memiliki titik kritis penggunaan (critical wear point) dan mungkin akan mengalami kerusakan.
•
Melakukan inspeksi secara efektif dan menjaga supaya kondisi peralatan selalu dalam keadaan baik.
•
Mengeliminir kerusakan peralatan dan hasil produksi yang cacat serta meningkatkan ketahanan mesin dan kemampuan proses.
36
•
Mengurangi waktu yang terbuang pada kerusakan peralatan dengan membuat aktivitas pemeliharaan peralatan.
•
Menjaga biaya produksi seminimum mungkin.
2.1.3.2 Pemeliharaan Perbaikan (Corrective Maintenance) Menurut Patrick (2001, p401) dan Assauri (1999, p104), corrective maintenance merupakan kegiatan perawatan yang dilakukan setelah mesin atau fasilitas produksi mengalami kerusakan atau gangguan sehingga tidak dapat berfungsi dengan baik. Dalam hal ini, kegiatan corrective maintenance sering disebut dengan kegiatan reparasi atau perbaikan. Corrective maintenance biasanya tidak dapat direncanakan dahulu karena kegiatan ini menunggu sampai kerusakan mesin terjadi terlebih dahulu, kemudian baru diperbaiki agar dapat beroperasi kembali. Corrective maintenance jauh lebih mahal biayanya, maka sebisa mungkin harus dicegah dengan mengintensifkan kegiatan preventive maintenance. Selain itu diperlukan juga pertimbangan bahwa dalam jangka waktu yang panjang untuk mesin-mesin yang mahal dan termasuk dalam critical unit dari proses produksi, maka preventive maintenance jauh lebih menguntungkan dibandingkan dengan corrective maintenance.
37
Menurut Patrick (2001, p401), Corrective maintenance dapat dihitung dengan Mean Time to Repair (MTTR) dimana time to repair ini meliputi beberapa aktivitas yang dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu: •
Preparation time Preparation time merupakan waktu yang dibutuhkan untuk menemukan orang untuk mengerjakan perbaikan, waktu tempuh ke lokasi kerusakan, dan membawa peralatan uji perlengkapan.
•
Active maintenance time Active maintenance time merupakan waktu sebenarnya yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan tersebut. Meliputi waktu untuk mempelajari peta perbaikan sebelum aktivitas perbaikan yang sebenarnya dimulai serta waktu yang dihabiskan untuk memastikan kerusakan yang ada telah selesai diperbaiki, terkadang juga meliputi waktu untuk melakukan dokumentasi atas proses perbaikan yang telah dilakukan ketika hal tersebut harus diselesaikan sebelum perlengkapan tersedia.
•
Delay time (logistic time) Delay time merupakan waktu yang dibutuhkan untuk menunggu datangnya komponen dari mesin yang baru diperbaiki. Corrective maintenance merupakan studi yang digunakan dalam
menentukan tindakan yang diperlukan untuk mengatasi kerusakan-kerusakan. Tindakan perawatan ini bertujuan untuk mencegah terjadinya kerusakan yang
38
sama. Prosedur ini ditetapkan pada peralatan atau mesin yang sewaktu-waktu dapat terjadi kerusakan. Pada umumnya usaha untuk mengatasi kerusakan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: •
Mencatat data kerusakan, kemudian meng-improve peralatan sehingga kerusakan yang sama tidak terjadi lagi.
•
Improve peralatan sehingga perawatan menjadi lebih mudah.
•
Merubah proses.
•
Merancang kembali komponen yang gagal
•
Mengganti dengan komponen yang baru
•
Meningkatkan prosedur perawatan preventif
•
Meninjau kembali dan merubah sistem pengoperasian Tindakan corrective maintenance ini memerlukan biaya perawatan
yang lebih murah daripada tindakan preventive maintenance. Hal ini dapat terjadi apabila kerusakan terjadi pada saat mesin atau fasilitas tidak melakukan proses produksi. Tetapi bila kerusakan terjadi selama proses produksi berlangsung maka biaya perawatan akan mengalami peningkatan yang disebabkan karena terhentinya proses produksi. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa tindakan corrective maintenance memusatkan permasalahan setelah permasalahan itu terjadi, bukan menganalisa masalah untuk mencegah agar tidak terjadi.
39
2.2
Konsep-konsep Pemeliharaan (Maintenance)
2.2.1
Konsep Breakdown dan Downtime Breakdown dapat didefinisikan sebagai berhentinya mesin pada saat produksi yang melibatkan engineering dalam perbaikan. Atau dengan kata lain ketika suatu mesin atau peralatan tidak dapat melakukan fungsinya lagi dengan baik, maka mesin atau peralatan tersebut dapat dikatakan mengalami kerusakan atau breakdown. Downtime didefinisikan sebagai waktu menganggur atau lama waktu dimana mesin tidak dapat lagi dijalankan untuk beroperasi sesuai dengan yang diharapkan. Atau dengan kata lain downtime didefinisikan sebagai waktu yang diperlukan selama peralatan atau mesin tidak dapat digunakan atau mesin mengalami kerusakan (gangguan), sehingga mesin atau peralatan tidak dapat menjalankan fungsinya sesuai dengan yang diharapkan dengan baik. Breakdown terjadi apabila suatu mesin atau peralatan mengalami kerusakan dimana kerusakan ini akan mempengaruhi kemampuan mesin secara keseluruhan dan menyebabkan terjadinya penurunan hasil proses dan juga akan mempengaruhi kualitas dari produk yang dihasilkan. Sedangkan downtime menunjukkan waktu yang dibutuhkan mesin untuk mengembalikan kemampuan mesin untuk dapat menjalankan fungsi-fungsinya seperti semula.
40
Beberapa unsur didalam konsep downtime: •
Maintenance delay Maintenance delay merupakan waktu yang diperlukan untuk menunggu ketersediaannya sumber daya maintenance yang akan melakukan proses perbaikan. Sumber daya maintenance dapat berupa teknisi, peralatan bantu, alat pengetesan, dan komponen pengganti.
•
Supply delay Supply delay merupakan waktu yang dibutuhkan oleh personel maintenance untuk memperoleh komponen yang diperlukan dalam melakukan proses perbaikan. Supply delay terdiri dari lead time administrasi, lead time produksi, dan waktu transportasi komponen ke lokasi perbaikan.
•
Acces time Acces time merupakan waktu yang dibutuhkan untuk memperoleh akses ke komponen yang mengalami kerusakan.
•
Diagnosis time Diagnosis time merupakan waktu yang dibutuhkan untuk mengidentifikasi penyebab kerusakan yang terjadi serta mempersiapkan langkah-langkah yang diperlukan untuk memperbaiki kerusakan.
41
•
Repair atau replacement time Repair atau replacement time merupakan waktu yang dibutuhkan untuk memperbaiki mesin agar mampu menjalankan fungsinya kembali dengan baik setelah mengetahui permasalahan dan mengakses ke komponen yang rusak.
•
Verification and alignment Verification and alignment merupakan waktu yang digunakan untuk memastikan bahwa fungsi dari suatu mesin atau peralatan telah kembali seperti kondisi semula. Karakteristik dari kegagalan atau kerusakan pada produk, mesin
ataupun fasilitas sehubungan dengan waktu dapat dilihat pada gambar berikut
Tingkat kerusakan
ini:
Fase I
Fase II
Fase III
Waktu
Gambar 2.1 Laju kerusakan (bathub curve)
42
Keterangan dari gambar diatas: •
Fase I: ini disebut juga burn-in region, yaitu wilayah dimana mesin baru mulai digunakan. Pada wilayah ini resiko kerusakan berada pada tingkat yang menurun. Kerusakan yang terjadi pada umumnya disebabkan karena pengecekan yang tidak sesuai, kurangnya pengendalian kualitas produksi, material dibawah standar, ketidaksempurnaan perancangan, kesalahan proses atau pemasangan awal.
•
Fase II: disebut juga useful life atau fase umur pakai. Dalam hal ini fase kerusakan konstan atau dapat disebut juga mengalami constant hazard rate. Pada wilayah ini kerusakan sulit diprediksi dan cenderung terjadi secara acak. Sebagai contoh, penyebab kerusakan pada wilayah ini adalah kesalahan dalam operasional mesin.
•
Fase III: disebut ware-out. Fase ini merupakan wilayah dimana umur ekonomis dari mesin telah habis melewati batas yang diijinkan. Pada fase ini resiko terjadinya kerusakan akan meningkat (increasing hazard rate). Penyebab kerusakan pada wilayah ini pada umumnya adalah kurangnya perawatan karena mesin telah dipakai terlalu lama sehingga terjadi karat atau perubahan fisik pada mesin tersebut. Pada wilayah ini preventive maintenance sangat diperlukan untuk menurunkan tingkat kerusakan yang terjadi.
43
Breakdown pada mesin dan peralatan produksi biasanya disebabkan oleh beberapa faktor sebagai berikut:
2.2.2
•
Gesekan, umur mesin, keloggaran, kebocoran.
•
Debu, kotoran, bahan baku.
•
Karat, perubahan bentuk, cacat, retak.
•
Suhu, getaran, dan faktor kimia.
•
Kelemahan rancangan.
•
Kurang perawatan pencegahan.
•
Kesalahan operasional.
•
Pengatasan sementara sebelumnya tidak sempurna.
•
Kualitas sparepart (komponen) yang rendah.
•
Dan faktor-faktor lainnya.
Konsep Reliability (Keandalan) Menurut Ebeling (1997, p5), reliability adalah peluang sebuah komponen atau sistem akan dapat beroperasi sesuai dengan fungsi yang diinginkan untuk suatu periode waktu tertentu ketika digunakan dibawah kondisi operasi yang telah ditetapkan. Menurut Dhillon and Reiche (1995, p25), reliability adalah peluang dari sebuah unit yang dapat bekerja secara normal ketika digunakan untuk
44
kondisi tertentu dan setidaknya bekerja dalam suatu kondisi yang telah ditetapkan. Reliabilitas didasarkan pada teori probabilitas dalam teori statistik, yang tujuan utamanya yaitu mampu diandalkan untuk bekerja sesuai dengan fungsinya dengan suatu kemungkinan sukses dalam periode tertentu yang ditentukan. Ada empat elemen dasar dalam konsep reliability yang perlu diperhatikan, diantaranya yaitu: •
Probability (peluang) Setiap item memiliki umur atau waktu yang berbeda antara satu dengan yang lainnya sehingga terdapat sekelompok item yang memiliki rata-rata hidup tertentu. Jadi untuk mengidentifikasi distribusi frekuensi dari suatu item dapat dilakukan dengan cara melakukan estimasi waktu hidup dari item tersebut agar diketahui umur pemakaian sudah berapa lama. Probabilitas
menunjukkan
menunjukkan
bahwa
nilai
reliabilitas
dinyatakan dalam peluang, dimana nilai reliabilitas ini akan berada diantara 0 sampai dengan 1. •
Performance (kinerja) Keandalan merupakan suatu karakteristik performansi sistem dimana suatu sistem yang andal harus dapat menunjukkan performansi yang memuaskan jika dioperasikan.
45
•
Time of operation (waktu operasi) Reliability atau keandalan suatu sistem dinyatakan dalam suatu periode waktu, karena waktu merupakan parameter yang penting untuk melakukan penilaian kemungkinan suksesnya suatu sistem. Peluang suatu item untuk digunakan selama setahun akan berbeda dengan peluang item untuk digunakan sepuluh tahun. Biasanya faktor waktu berkaitan dengan kondisi tertentu, seperti jangka waktu mesin selesai diperbaiki sampai mesin rusak kembali (Mean Time to Failure) dan jangka waktu mesin mulai rusak sampai mesin tersebut selesai diperbaiki (Mean Time to Repair)
•
Operating condition (kondisi saat operasi) Perlakuan yang diterima oleh suatu sistem dalam menjalankan fungsinya dalam arti bahwa dua buah sistem dengan tingkat mutu yang sama dapat memberikan
tingkat
operasionalnya.
keandalan
Misalnya
kondisi
yang
berbeda
temperatur,
dalam
keadaan
kondisi atmosfer,
kecepatan gerak, dan tingkat kebisingan di mana sistem dioperasikan.
2.2.3
Konsep Availability (Ketersediaan) Ketersediaan (availability) adalah probabilitas suatu komponen atau sistem menunjukkan kemampuan yang diharapkan pada suatu waktu tertentu ketika dioperasikan dalam kondisi operasional tertentu. Ketersediaan juga dapat dinyatakan sebagai persentase waktu operasional sebuah komponen atau
46
sistem dapat beroperasi dengan baik selama interval waktu tertentu. Besarnya probabilitas availability dapat menunjukkan besarnya kemampuan komponen untuk melakukan fungsinya setelah memperoleh perawatan. Semakin tinggi nilai dari availability berarti menunjukkan semakin baiknya kemampuan dari suatu komponen, apabila nilai availability semakin mendekati satu maka semakin tinggi kemampuan dari mesin tersebut untuk menjalankan fungsifungsinya. Ketersediaan adalah probabilitas komponen berada dalam kondisi tidak mengalami kerusakan meskipun sebelumnya komponen tersebut telah mengalami kerusakan dan diperbaiki kembali pada kondisi operasi normalnya.
2.2.4
Konsep Maintainability (Keterawatan) Menurut Ebeling (1997, p6), maintainability adalah probabilitas bahwa suatu komponen atau sistem yang rusak akan diperbaiki dalam jangka waktu tertentu yang dilakukan sesuai dengan ketentuan atau prosedur yang telah ditentukan. Menurut Dhillon (1997), maintainability didefinisikan sebagai probabilitas suatu sistem atau komponen akan kembali pada keadaan yang memuaskan dan dalam kondisi operasi mampu mencapai waktu downtime minimum. Prosedur perawatan meliputi perbaikan, ketersediaan sumber daya perawatan (tenaga kerja, suku cadang, peralatan, dan lain-lain), program atau
47
rencana perawatan pengecegahan, keahlian tenaga kerja, dan jumlah orang yang termasuk didalam bagian perawatan tersebut (Djunaidi, 2007, p36).
2.3
Distribusi Kerusakan Distribusi kerusakan merupakan ekspresi matematis usia dan pola kerusakan mesin atau peralatan. Pada umumnya terdapat empat jenis distribusi yang digunakan untuk mengidentifikasi pola data yang terbentuk, antara lain: distribusi Weibull, distribusi Eksponensial, distribusi Normal, dan distribusi Lognormal.
2.3.1
Distribusi Weibull Distribusi Weibull merupakan distribusi yang paling banyak digunakan untuk waktu kerusakan, karena distribusi ini baik digunakan untuk laju kerusakan yang meningkat maupun laju kerusakan yang menurun. Dua parameter yang digunakan dalam distribusi Weibull ini yaitu parameter θ yang disebut dengan parameter skala (scale parameter) dan parameter β yang disebut dengan parameter bentuk (shape parameter). Parameter β digunakan untuk menentukan laju kerusakan dari pola data yang terbentuk, sedangkan parameter θ digunakan untuk menentukan nilai tengah dari pola data yang ada. Fungsi reliability yang terdapat dalam distribusi Weibull yaitu (Ebeling, 1997, p59):
48
Reliability function : R(t) = e
⎛t⎞ −⎜ ⎟ ⎝θ⎠
β
Dimana θ > 0, β > 0, dan t > 0 Dalam distribusi Weibull yang menentukan tingkat kerusakan dari pola data yang terbentuk adalah parameter β. Nilai-nilai β yang menunjukkan laju kerusakan terdapat dalam tabel berikut (Ebeling,1997, p63): Tabel 2.1 Nilai-nilai Parameter β Distribusi Weibull Nilai 0<β<1 Β=1
Laju Kerusakan Laju kerusakan menurun atau decreasing failure rate (DFR) Laju kerusakan konstan atau constant failure rate (CFR), Distribusi Eksponensial
1<β<2
Laju kerusakan meningkat atau increasing failure rate (IFR), Kurva berbentuk konkaf (concave)
β=2
Laju kerusakan linier atau linier failure rate (LFR), Distribusi Rayleigh
β>2
Laju kerusakan meningkat atau increasing failure rate (IFR), Kurva berbentuk konveks (convex)
3≤β≤4
Laju kerusakan meningkat atau increasing failure rate (IFR), Kurva berbentuk simetris, Distribusi Normal
2.3.2
Distribusi Eksponensial Distribusi eksponensial digunakan untuk menghitung keandalan dari distribusi kerusakan yang memiliki laju kerusakan konstan. Distribusi ini mempunyai laju kerusakan yang tetap terhadap waktu, dengan kata lain probabilitas terjadinya kerusakan tidak tergantung pada umur alat. Distribusi
49
ini merupakan distribusi yang paling mudah untuk dianalisa, jika terdapat peralatan atau mesin yang laju kerusakannya terjadi secara tetap maka dapat dipastikan data kerusakan peralatan tersebut termasuk dalam distribusi eksponensial. Parameter yang digunakan dalam distribusi eksponensial adalah λ, yang menunjukkan rata-rata kedatangan kerusakan yang terjadi. Fungsi reliability yang terdapat dalam distribusi eksponensial yaitu (Ebeling, 1997, p41): Reliability function: R(t) = e¯λt Dimana λ > 0 dan t > 0
2.3.3
Distribusi Normal Distribusi normal cocok untuk digunakan dalam memodelkan fenomena keausan. Parameter yang digunakan dalam distribusi normal ini adalah μ yang menunjukkan nilai tengah dan σ yang menunjukkan standar deviasi dari data yang ada. Karena hubungannya dengan distribusi lognormal, distribusi ini dapat juga digunakan untuk menganalisa probabiltas lognormal. Fungsi reliability yang terdapat dalam distribusi normal yaitu (Ebeling, 1997, p69):
⎛t −μ⎞ Reliability function: R(t) = 1 - Φ ⎜ ⎟ ⎝ σ ⎠ Dimana μ > 0, σ > 0, dan t > 0
50
2.3.4
Distribusi Lognormal
Distribusi lognormal menggunakan dua parameter yaitu s yang menunjukkan parameter bentuk (shape parameter) dan tmed sebagai parameter lokasi (location parameter) yang merupakan nilai tengah dari suatu distribusi kerusakan. Distribusi ini dapat memiliki berbagai macam bentuk, sehingga sering dijumpai bahwa data yang sesuai dengan distribusi Weibull juga sesuai dengan distribusi lognormal. Fungsi reliability yang terdapat pada distribusi lognormal yaitu (Ebeling, 1997, p73): ⎛1 t Reliability function: R(t) = 1 – Φ ⎜⎜ ln ⎝ s t med
⎞ ⎟⎟ ⎠
Dimana s > 0, tmed > 0, dan t > 0
2.4
Identifikasi Distribusi Kerusakan
Identifikasi distribusi kerusakan dilakukan memalui dua tahap yaitu Index of Fit (r) dan uji kebaikan suai (Goodness of Fit Test) (Ebeling, 1997,
p362).
2.4.1
Index of Fit (r)
Dengan metode Least Square Curve Fitting, dicari nilai index of fit (r) atau koefisien korelasi. Distribusi yang digunakan dalam metode LSCF adalah distribusi Weibull, distribusi eksponensial, distribusi normal, dan distribusi lognormal. Dalam menentukan distribusi yang digunakan, dapat dilihat dari
51
nilai index of fit (r) terbesar. Distribusi dengan nilai r terbesar selanjutnya akan dipilih untuk diuji dengan menggunakan Goodness of Fit Test.
2.4.2
Uji Kebaikan Suai (Goodness of Fit Test)
Setelah perhitungan index of fit dilakukan, tahap selanjutnya adalah perhitungan goodness of fit test untuk nilai index of fit yang terbesar. Uji ini dilakukan dengan membandingkan antara hipotesa nol (H0) yang menyatakan bahwa data kerusakan mengikuti distribusi pilihan dan hipotesis alternatif (H1) yang menyatakan bahwa data kerusakan tidak mengikuti distribusi pilihan (Ebeling, 1997, p392). Tujuan dilakukannya uji kebaikan suai yaitu untuk mengetahui validitas dari suatu asumsi distribusi yang diperoleh sebelumnya. Pengujian goodness of fit yang dilakukan ada tiga macam, tergantung dengan distribusi masing-masing antara lain Mann’s Test untuk distribusi Weibull, Barlett’s Test untuk distribusi Eksponensial, dan KolmogorovSmirnov Test untuk distribusi Normal dan Lognormal.
2.5
Penentuan Parameter
Setelah distribusi dari masing-masing data waktu kerusakan dan perbaikan diketahui, selanjutnya adalah mencari parameter dari masingmasing distribusi untuk dijadikan variabel dalam perhitungan nilai MTTF dan
52
MTTR. Perhitungan parameter dilakukan berdasarkan jenis distribusi masingmasing.
2.6
Perhitungan Mean Time to Failure (MTTF) dan Mean Time to Repair (MTTR) Mean Time To Failure (MTTF) merupakan rata-rata interval waktu
kerusakan yang terjadi saat mesin atau komponen selesai diperbaiki sampai mesin atau komponen tersebut mengalami kerusakan kembali. Sedangkan Mean Time to Repair (MTTR) merupakan rata-rata waktu untuk melakukan
perbaikan yang dibutuhkan oleh suatu komponen. Perhitungan MTTF dan MTTR yang dilakukan juga mengikuti jenis distribusi yang terpilih.
2.7
Model Penentuan Interval Waktu Penggantian Pencegahan Optimal
Model penentuan interval waktu penggantian pencegahan berdasarkan kriteria minimasi waktu downtime yang digunakan dengan menentukan waktu yang paling optimal dalam melakukan penggantian sehingga total downtime per unit waktu dapat diminimasi. Penggantian ini dilakukan untuk menghindari terhentinya mesin akibat kerusakan pada komponen. Model ini digunakan untuk mengetahui interval waktu penggantian pencegahan yang optimal sehingga dapat meminimasi total downtime.
53
Selain itu, tujuan menentukan selang waktu penggantian komponen yang optimal adalah untuk meminimumkan total ekspektasi penggantian per satuan waktu (Anggono, 2005, p64). Ada dua model dalam menentukan interval waktu penggantian pencegahan yaitu block replacement dan age replacement.
2.7.1
Block Replacement
Dalam metode block replacement, jika pada suatu selang waktu tp tidak terdapat kerusakan, maka tindakan penggantian dilakukan sesuai dengan interval tp. Jika sistem rusak sebelum jangka waktu tp, maka dilakukan penggantian perbaikan dan penggantian pencegahan selanjutnya akan tetap dilakukan pada waktu tp dan mengabaikan waktu penggantian perbaikan sebelumnya.
2.7.2
Age Replacement
Metode
penentuan
interval
waktu
penggantian
pencegahan
berdasarkan kriteria minimasi downtime yang digunakan adalah Age Replacement (Jardine, 1993, hal 94). Dalam penggunaan model ini perlu
diketahui konstruksi modelnya yaitu: Tf = downtime yang dibutuhkan untuk melakukan penggantian kerusakan. Tp = downtime yang dibutuhkan untuk melakukan penggantian pencegahan. f(t) = fungsi kepadatan probabilitas waktu kerusakan.
54
Pada metode age replacement, tindakan penggantian dilakukan pada saat pengoperasian sudah mencapai umur yang ditetapkan yaitu sebesar tp. Jika pada selang waktu tp tidak terdapat kerusakan, maka akan tetap dilakukan penggantian sebagai tindakan pencegahan. Jika sistem mengalami kerusakan pada selang waktu tp, maka dilakukan tindakan penggantian perbaikan dan penggantian berikutnya akan dilakukan berdasarkan perhitungan tp terhitung mulai dari waktu penggantian perbaikan tersebut. Metode Age Replacement ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.2 Model Age Replacement Dalam beberapa kasus, karena kesulitan dalam menentukan biaya untuk melakukan kegiatan perawatan atau untuk memaksimalkan utilisasi dari peralatan tersebut, kebijakan penggantian lebih ditujukan untuk meminimasi total downtime (waktu dimana fasilitas dalam keadaan tidak dapat dipakai/dioperasikan) persatuan waktu. Permasalahannya sekarang adalah
55
dengan meningkatnya frekuensi preventive replacement maka downtime akan meningkat karenanya, tetapi dengan meningkatnya frekuensi preventive replacement maka downtime karena failure replacement akan berkurang
(Afrinaldi, 2007, p108).
2.8
Model Penentuan Interval Waktu Penggantian Pemeriksaan Optimal
Selain tindakan penggantian pencegahan, juga perlu dilakukan tindakan pemeriksaan secara teratur agar dapat meminimasi downtime mesin akibat kerusakan yang terjadi secara tiba-tiba (Jardine, 1993, p108). Tujuan dilakukannya pemeriksaan yaitu untuk memperpanjang umur pemakaian komponen atau mesin.
2.9
Tingkat Ketersediaan (Availability) Total
Tingkat ketersediaan total komponen kritis merupakan perhitungan yang bertujuan untuk mengetahui keandalan atau kemampuan komponen dapat bekerja dengan baik, apabila tindakan preventive maintenance dilakukan. Tingkat
ketersediaan
berdasarkan
interval
waktu
penggantian
pencegahan dan tingkat ketersediaan berdasarkan interval pemeriksaan merupakan dua kejadian yang saling bebas dan tidak saling mempengaruhi. Sehingga berdasarkan teori peluang dua kejadian bebas, nilai peluang
56
kejadian saling bebas sama dengan hasil perkalian kedua availability tersebut. (Walpole, p101).
2.10
Tingkat Reliability dengan Preventive Maintenance Reliability adalah peluang sebuah komponen atau sistem akan dapat
beroperasi sesuai dengan fungsi yang diinginkan untuk suatu periode waktu tertentu ketika digunakan dibawah kondisi operasi yang telah ditetapkan. Peningkatan keandalan (reliability) dapat ditempuh dengan melakukan tindakan perawatan pencegahan (preventive maintenance), dimana perawatan pencegahan yang dilakukan dapat mengurangi wearout dan meningkatkan umur mesin.
2.11
Perhitungan Biaya Sebelum dan Sesudah Preventive Maintenance
Biaya sebelum preventive maintenance (failure cost) merupakan biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan yang disebabkan adanya kerusakan di luar perkiraan yang menyebabkan terhentinya mesin pada saat proses produksi sedang
berjalan.
Sedangkan
biaya
sesudah
preventive
maintenance
(preventive cost) merupakan biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan karena adanya perawatan mesin yang terjadwal dan terencana. Dalam perhitungan
biaya-biaya
tersebut,
apabila
biaya
sebelum
preventive
maintenance lebih besar daripada biaya sesudah preventive maintenance maka
57
dapat disimpulkan bahwa terlihat adanya penghematan dengan adanya penerapan preventive maintenance.
Gambar 2.3 Kurva Biaya Total Dari kurva biaya total di atas, dapat dilihat bahwa biaya perbaikan yang timbul akibat kerusakan akan berbanding terbalik dengan biaya pemeliharan. Semakin tinggi maintenance level yang dilakukan, maka biaya perbaikan (failure cost) akan semakin kecil, dan begitu juga sebaliknya. Sedangkan untuk biaya pemeliharaan (preventive cost) akan semakin besar seiring dengan meningkatnya maintenance level, dan begitu juga sebaliknya.