BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Investasi Dalam melakukan pembangunan nasional, suatu negara membutuhkan modal dana untuk dapat mengejar ketertinggalan pembangunan negaranya dari negaranegara lain. Modal dana tersebut dapat dipenuhi melalui berbagai sumber, salah satunya melalui investasi. Secara sederhana investasi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan menempatkan dana pada satu atau lebih dari suatu aset selama periode tertentu dengan harapan dapat memperoleh penghasilan atau peningkatan nilai investasi (Harianto dan Sudomo, 2001:2). Dalam pertumbuhan dan pembangunan ekonomi, investasi menjadi suatu kebutuhan yang mutlak. Apabila suatu negara tidak mampu untuk memupuk investasi dari dalam negerinya sendiri, maka jalan yang ditempuh adalah dengan meminjam, baik pinjaman dalam negeri ataupun pinjaman luar negeri dan menarik investasi asing untuk masuk ke negara tersebut. Istilah penanaman modal asing berasal dari bahasa inggris yaitu investment dan diterjemahkan dalam bahasa Indonesia yaitu penanaman modal. Penanaman modal asing atau investasi seringkali dipergunakan dalam artian yang berbeda-beda. Perbedaan penggunaan istilah investasi terletak pada cakupan dari makna yang dimaksudkan. Investasi dapat dijelaskan dalam 3 (tiga) pengertian, yaitu 1) Suatu tindakan untuk membeli saham, obligasi atau surat penyertaan lainnya. 2) Suatu tindakan membeli barang modal. 3) Pemanfaatan dana yang tersedia untuk produksi dengan pendapatan di masa yang akan datang. (Pandji Anoraga, 1995 dalam Suhendro, 2005) Sementara itu, investasi dari luar negeri dapat dibedakan kedalam dua bentuk yaitu 1. Investasi asing langsung (Foreign Direct Investment / FDI) yaitu investasi modal yang dimiliki dan dioperasikan oleh entitas luar negeri. 2. Investasi portofolio luar negeri (Foreign Portfolio Investment) yaitu investasi yang dibiayai oleh luar negeri tetapi dioperasikan oleh warga domestik.
13
14 2.2 Foreign Direct Investment (FDI) 2.2.1 Pengertian Foreign Direct Investment (FDI) Investasi asing langsung (FDI) adalah elemen kunci dalam integrasi ekonomi internasional. FDI menciptakan hubungan yang langsung, stabil dan tahan lama antara ekonomi. FDI juga dinilai dapat mendorong transfer teknologi dan pengetahuan antara negara-negara, dan memungkinkan perekonomian tuan rumah untuk mempromosikan produk-produknya lebih luas di pasar internasional. Disamping itu FDI juga merupakan sumber tambahan dana untuk investasi dan dibawah lingkungan kebijakan yang tepat, dapat menjadi kendaraan penting untuk pembangunan. FDI didefinisikan sebagai investasi lintas batas oleh entitas penduduk dalam satu ekonomi dengan tujuan mendapatkan keuntungan dalam lingkungan ekonomi negara lain. Keuntungan menunjukkan keberadaan hubungan jangka panjang antara investor dan perusahaan serta tingkat signifikan pengaruh oleh investor langsung pada manajemen perusahaan. Kriteria dasar yang digunakan adalah kepemilikan minimal 10% dari hak suara, yang mewakili pengaruh oleh investor (www.oecdilibrary.org). Dalam pasal 1 Undang-Undang No. 1 tahun 1967 pengertian penanaman modal asing hanyalah meliputi penanaman modal asing secara langsung yang dilakukan menurut atau berdasarkan ketentuan-ketentuan Undang-Undang ini dan yang digunakan untuk menjalankan perusahaan di Indonesia, dalam arti bahwa pemilik modal secara langsung menanggung risiko dari penanaman modal tersebut. Sedangkan pengertian modal asing dalam Undang-Undang ini menurut pasal 2 ialah: 1. Alat pembayaran luar negeri yang tidak merupakan bagian dari kekayaan devisa Indonesia, yang dengan persetujuan pemerintah digunakan untuk pembiayaan perusahaan di Indonesia. 2. Alat-alat untuk perusahaan, termasuk penemuan-penemuan baru milik orang asing dan bahan-bahan, yang dimasukkan dari luar ke dalam wilayah Indonesia, selama alat-alat tersebut tidak dibiayai dari kekayaan devisa Indonesia. 3. Bagian
dari
hasil
perusahaan
yang
berdasarkan
Undang-undang
ini
diperkenankan ditransfer, tetapi dipergunakan untuk membiayai perusahaan di Indonesia. Adapun modal asing dalam Undang-Undang ini tidak hanya berbentuk valuta asing, tetapi meliputi pula alat-alat perlengkapan tetap yang diperlukan untuk
15 menjalankan perusahaan di Indonesia, penemuan-penemuan milik orang atau badan asing yang dipergunakan dalam perusahaan di Indonesia dan keuntungan yang boleh ditransfer ke luar negeri tetapi dipergunakan kembali di Indonesia. Menurut Krugman (1994) dalam Rahayu (2011) yang dimaksud dengan FDI adalah arus modal internasional dimana perusahaan dari suatu negara mendirikan atau memperluas perusahaannya di negara lain. Teori ekonomi menyarankan bahwa investasi internasional akan memilih tempat alokasi penyimpanan yang paling efisien, paling ringan hambatan untuk keluar masuknya uang, dan paling sedikit resikonya dengan cara diversifikasi aset. Investasi internasional juga berhubungan dengan transfer teknologi. Secara teori dan realita empirik investasi internasional sangat baik untuk pertumbuhan ekonomi.
2.2.2 Bentuk-bentuk FDI Investasi asing di Indonesia juga dapat dilakukan dalam dua bentuk investasi, yaitu investasi portofolio dan investasi langsung. Investasi portofolio dilakukan melalui pasar modal dengan instrumen surat berharga seperti saham dan obligasi. Sedangkan investasi langsung atau yang lebih dikenal dengan penanaman modal asing langsung (FDI) merupakan bentuk investasi dengan jalan membangun, membeli total atau mengakuisisi perusahaan. Lebih lanjut, berdasarkan Departemen Keuangan Indonesia, penanaman modal asing di Indonesia dapat dilakukan dalam bentuk: 1. Penanaman Modal Asing Langsung (Foreign Direct Investment, FDI), dalam arti seluruh modalnya dimiliki oleh warga negara dan atau badan hukum asing, dengan ketentuan dalam jangka waktu paling lama 15 tahun sejak produksi komersial, sebagian saham asing harus dijual kepada warga Negara dan atau badan hukum Indonesia melalui pemilikan langsung atau pasar modal. 2. Penanaman Modal Asing Tidak Langsung (Foreign Indirect Investment, FII) adalah usaha patungan antara modal asing dengan modal yang dimiliki oleh warga negara atau badan hukum Indonesia, dengan ketentuan peserta Indonesia harus memiliki paling sedikit 5% dari modal disetor sejak pendirian perusahaan penanaman modal asing, ketentuan usaha patungan ini bersifat wajib bagi kegiatan investasi yang dilakukan dalam sembilan sektor publik, yaitu pelabuhan, produksi
dan
transmisi
serta
distribusi
tenaga
listrik
untuk
umum,
16 telekomunikasi, pelayaran, penerbangan, air minum, kereta api umum, pembangkitan tenaga atom, dan media massa.
2.2.3 Faktor yang Mempengaruhi FDI Berdasarkan hasil riset dari Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) pada tahun 2003 Penanaman Modal Asing atau FDI dipengaruhi oleh beberapa faktor non-ekonomi yaitu 1. Faktor stabilitas politik dan keamanan suatu negara yang paling dipertimbangkan oleh investor asing 2. Faktor kelembagaan 3. Sosial politik, ekonomi daerah 4. Tenaga kerja dan produktivitas 5. Infrastruktur fisik merupakan indikator yang berpengaruh terhadap daya tarik investasi daerah-daerah di Indonesia. Menurut David K. Eiteman motif yang mendasari penanaman modal asing ada tiga; motif strategis, motif perilaku dan motif ekonomi. Dalam motif strategis dibedakan dalam: 1) Mencari pasar 2) Mencari bahan baku 3) Mencari efisiensi produksi 4) Mencari pengetahuan 5) Mencari keamanan politik Sedangkan motif perilaku merupakan rangsangan lingkungan eksternal dan yang lain dari organisasi didasarkan pada kebutuhan dan komitmen individu atau kelompok. Dan motif ekonomi merupakan motif untuk mencari keuntungan dengan cara memaksimalkan keuntungan jangka panjang dan harga pasar saham perusahaan. Sementara itu dalam teori eklektik Dunning (1980) menjelaskan bahwa terdapat tiga motif perusahaan dalam melakukan investasi asing yaitu 1. Locational advantage yang terdiri dari biaya tenaga kerja yang rendah, produktivitas tenaga kerja, tingkat pajak yang rendah, kualitas infrastruktur dan lain sebagainya. 2. Internalizational advantages berhubungan dengan kegiatan produksi yang dilakukan perusahaan itu sendiri dari pada dijalankan perusahaan lain melalui lisensi.
17 3. Ownership advantage meliputi keunggulan perusahaan yang melebihi dari kompetitornya dalam hal pemasaran dan teknologi.
2.2.4 Manfaat FDI Investasi asing langsung (FDI) memainkan peran yang luar biasa dan berkembang dalam bisnis global. FDI dapat memberikan suatu perusahaan pasar dan saluran pemasaran baru, fasilitas produksi yang lebih murah, akses ke teknologi baru, produk, keterampilan dan pembiayaan. Untuk negara tuan rumah atau perusahaan asing yang menerima investasi, dapat memberikan sumber teknologi baru, modal, proses, produk, teknologi organisasi dan keterampilan manajemen, dan dengan demikian dapat memberikan dorongan yang kuat untuk pembangunan ekonomi (www.going-global.com). Panayotou (1998) dalam Sarwedi (2002) menjelaskan bahwa FDI lebih penting dalam menjamin kelangsungan pembangunaan dibandingkan dengan aliran bantuan atau modal portofolio, sebab terjadinya FDI disuatu negara akan diikuti dengan transfer of technology, know-how, management skill, resiko usaha relatif kecil dan lebih profitable. Aliran modal dari suatu negara ke negara lainnya bertujuan untuk memperoleh pendapatan yang lebih tinggi, yang lebih produktif dan juga sebagai diversifikasi usaha. Hasil yang diharapkan dari aliran modal internasional adalah meningkatnya output dan kesejahteraan. Disamping peningkatan income dan output, keuntungan bagi negara tujuan dari aliran modal asing adalah: 1) Investasi asing membawa teknologi yang lebih mutakhir. Besar kecilnya keuntungan bagi negara tujuan tergantung pada kemungkinan penyebaran teknologi yang bebas bagi perusahaan. 2) Investasi asing meningkatkan kompetisi di negara tujuan. Masuknya perusahaan baru dalam sektor yang tidak diperdagangkan (non tradable sector) meningkatkan output industri dan menurunkan harga domestik, sehingga pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan. 3) Investasi asing dapat berperan dalam mengatasi kesenjangan nilai tukar dengan negara tujuan (investment gap). Masuknya investasi asing dapat mengatasi masalah tidak tercukupinya valuta asing yang digunakan untuk membiayai impor faktor produksi dari luar negeri.
18 2.3 Upah 2.3.1 Pengertian Upah Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) upah didefinisikan sebagai uang yang dibayarkan sebagai pembalas jasa atau sebagai pembayar tenaga yang sudah dikeluarkan untuk mengerjakan sesuatu. Menurut David Ricardo dan Adam Smith yang mengemukakan tentang teori upah alami atau sewajarnya, bahwa tinggi rendahnya tingkat upah ditentukan oleh dua faktor, yaitu yaitu 1. Biaya hidup minimum pekerja dengan keluarganya, upah ini disebut upah alamiah atau upah kodrat. Menurutnya, tinggi rendahnya biaya hidup ditentukan oleh tempat, waktu dan adat istiadat penduduk. 2. Permintaan dan penawaran kerja, ini disebut upah pasar. Menurutnya tinggi rendahnya upah pasar akan bergerak di sekitar upah kodrat. Dewan Penelitian Pengupahan Nasional (DPPN) memberikan definisi upah sebagai suatu penerimaan kerja yang berfungsi sebagai jaminan kelangsungan kehidupan yang layak bagi kemanusiaan dan produksi dinyatakan menurut suatu persetujuan Undang-Undang dan Peraturan dan dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara pemberi kerja dengan penerima kerja. Di Indonesia standar sistem pengupahan dikenal dengan Upah Minimum. Sementara itu pengertian upah minimum menurut Permen No.1 Tahun 1999 Pasal 1 ayat 1, upah minimum adalah upah bulanan terendah yang terdiri dari upah pokok termasuk tunjangan tetap. Upah ini berlaku bagi mereka yang lajang dan memiliki pengalaman kerja 0-1 tahun, berfungsi sebagai jaring pengaman, ditetapkan melalui Keputusan Gubernur berdasarkan rekomendasi dari Dewan Pengupahan dan berlaku selama 1 tahun berjalan. Apabila merujuk ke Pasal 94 Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, komponen upah terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap, maka besarnya upah pokok sedikit-dikitnya 75% dari jumlah upah pokok dan tunjangan tetap. Definisi tunjangan tetap disini adalah tunjangan yang pembayarannya dilakukan secara teratur dan tidak dikaitkan dengan kehadiran atau pencapaian prestasi kerja seperti tunjangan jabatan, tunjangan komunikasi, tunjangan keluarga, tunjangan keahlian/profesi. Beda halnya dengan tunjangan makan dan transportasi, tunjangan itu bersifat tidak tetap karena penghitungannya berdasarkan kehadiran atau performa kerja.
19 Sering sekali gaji dan upah dianggap mempunyai pengertian yang sama oleh kebanyakan orang. Anggapan ini terjadi mungkin disebabkan karena gaji dan upah sama-sama merupakan balas jasa yang diberikan kepada karyawan. Pada kenyataannya kedua istilah tersebut mempunyai perbedaan. Gaji umumnya merupakan pembayaran atas penyerahan jasa yang dilakukan oleh karyawan yang mempunyai jenjang jabatan manajer, sedangkan upah umumnya merupakan pembayaran atas penyerahan jasa yang dilakukan oleh karyawan pelaksana (buruh). Umumnya gaji dibayarkan secara tetap perbulan, sedangkan upah dibayar berdasarkan hari kerja, jam kerja, atau jumlah satuan produk yang dihasilkan oleh karyawan. Upah dapat dijelaskan melalui penggunaan tiga indikator yang berbeda dan saling melengkapi: 1. Rata-rata upah riil 2. Tingkat nominal dan upah riil 3. Rata-rata biaya kompensasi Dua hal pertama dapat dilihat dari sudut pandang pekerja dan merupakan ukuran dari tingkat dan kecenderungan daya beli mereka dan pendekatan untuk standar hidup mereka. Ukuran ketiga memberikan perkiraan pengeluaran pengusaha pada kerja tenaga kerja. Meskipun langkah-langkah ini dapat dikompilasi untuk total ekonomi, hal-hal tersebut lebih sering tersedia untuk sektor manufaktur. Namun, perlu dicatat bahwa perkembangan upah dan biaya tenaga kerja dapat bervariasi di berbagai sektor (www.stats.oecd.org).
2.3.1.1 Kondisi Pasar Kerja di Indonesia Upah masih menjadi isu ketenagakerjaan di negara-negara berkembang tidak terkecuali di Indonesia. Keadaan pasar dimana penawaran tenaga kerja yang tinggi sedangkan mutu angkatan kerja terbilang rendah menyebabkan upah menjadi masalah dalam bidang ketenagakerjaan. Sebagai negara berpenduduk terbesar kelima di dunia, Indonesia memiliki angkatan kerja yang sangat besar. Secara umum pasar kerja Indonesia di cirikan oleh kelebihan penawaran tenaga kerja yang sangat tinggi, pengangguran yang massive dan kualitas tenaga kerja yang rendah. Jika kita membicarakan pasar tenaga kerja berarti kita membicarakan pertemuan permintaan dan penawaran yang menentukan
20 harga keseimbangan. Harga faktor produksi tenaga kerja disebut upah. Jumlah tenaga kerja yang diminta dan yang ditawarkan merupakan fungsi dari tingkat upah (Suparmoko, 2007). Munculnya pandangan baru yang memandang sebuah industri sebagai kesatuan sistem yang harus saling menunjang, menekankan perlunya memasukkan unsur kesejahteraan di dalam komponen upah. Kesejahteraan disini didefinisikan bahwa semua kebutuhan minimum pekerja dan keluarganya harus dapat terpenuhi secara layak. Dengan demikian, tujuan pemberian upah minimum harus dapat menjamin hal-hal sebagai berikut : (1) menjamin penghasilan pekerja sehingga tidak lebih rendah dari suatu tingkat tertentu, (2) meningkatkan produktivitas pekerja, dan (3) mengembangkan dan meningkatkan perusahaan dengan cara-cara produksi yang lebih efisien. Penekanannya disini adalah keuntungan perusahaan ditingkatkan melalui cara produksi yang lebih baik dan peningkatan produktifitas pekerja, dimana di dalamnya terkandung unsur keseimbangan antara beban kerja dan tingkat upah. Sistem pengupahan di Indonesia pada umumnya dibentuk berdasarkan kepada fungsi dasar upah, yaitu menjamin kehidupan yang layak bagi pekerja dan keluarganya, mencerminkan imbalan atas hasil kerja seseorang, dan menyediakan insentif untuk mendorong peningkatan produktivitas kerja. Pada dasarnya penghasilan yang diterima karyawan digolongkan ke dalam empat bentuk yaitu upah atau gaji, tunjangan dalam bentuk natura (seperti beras, gula dan pakaian), fringe benefits (dalam bentuk dana yang disisihkan pengusaha dan diperuntukkan sebagai dana pensiun, asuransi kesehatan, kendaraan dinas, makan siang), serta perbaikan kondisi lingkungan kerja. Karakteristik dasar sistem pengupahan yang terdapat dalam kontrak kerja antara pekerja dan perusahaan terdiri atas dua, yaitu penetapan upah per satuan output (piece rates) dan upah per jam (time rates). Pemilihan jenis pengupahan ini akan mempengaruhi banyak aspek, antara lain produktivitas tenaga kerja dan tingkat keuntungan perusahaan. Pemilihan sistem pengupahan sering menimbulkan konflik antara pengusaha dan pekerja yang bersumber dari ketidaktahuan pengusaha mengenai beban pekerjaan sebenarnya yang ditanggung pekerja, sementara di sisi lain pekerja cenderung menginginkan upah yang tinggi dengan beban kerja sekecil mungkin.
21 2.3.2 Upah Minimum Peraturan pelaksana terkait upah minimum diatur dalam Permenakertrans No. 1 Tahun 1999 tentang Upah Minimum Juncto Kepmenakertrans No. 226/MEN/2000 tentang perubahan beberapa pasal dalam Permenaketrans No. 1 tahun 1999. Dalam peraturan ini, upah minimum adalah upah bulanan terendah yang terdiri dari upah pokok termasuk tunjangan tetap, berlaku bagi pekerja yang mempunyai masa kerja kurang dari 1(satu) tahun. Penetapan upah minimum dilakukan di tingkat propinsi atau di tingkat kabupaten/kotamadya, dimana Gubernur menetapkan besaran upah minimum propinsi (UMP) atau upah minimum Kabupaten/Kotamadya (UMK), berdasarkan usulan
dari
Komisi
Ketenagakerjaan
Penelitian
Daerah
Pengupahan
(sekarang
Dewan
dan
Jaminan
Pengupahan
Sosial Provinsi
Dewan atau
Kabupaten/Kota) dengan mempertimbangkan; kebutuhan hidup pekerja, indeks harga konsumen, pertumbuhan ekonomi, kondisi pasar kerja dan sebagainya. Usulan besaran upah minimum yang disampaikan oleh dewan pengupahan merupakan hasil survei kebutuhan hidup seorang pekerja lajang yang diatur tersendiri dalam peraturan menteri tenaga kerja tentang Komponen kebutuhan hidup pekerja lajang. Dalam ketentuan yang terbaru kebutuhan hidup seorang pekerja lajang diatur dalam permenakertrans No. 13 Tahun 2012 tentang komponen dan pentahapan kebutuhan hidup layak, dalam peraturan ini, pemerintah menetapkan tujuh kelompok dan 60 komponen kebutuhan bagi buruh/pekerja lajang yang menjadi dasar dalam melakukan survei harga dan menentukan besaran nilai upah minimum. Peninjauan terhadap besarnya Upah Minimum Propinsi dan Upah Minimum Kabupaten/Kota diadakan 1(satu) tahun sekali atau dengan kata lain upah minimum berlaku selama 1 tahun. Selain upah minimum, Gubernur juga dapat menetapkan Upah Minimum Sektoral Propinsi (UMS Propinsi) yang didasarkan pada Kesepakatan upah antara organisasi perusahaan dengan serikat pekerja/serikat buruh. Sehingga Upah Minimum dapat terdiri dari Upah Minimum Propinsi (UMP), Upah Minimum Sektoral Propinsi (UMS Propinsi), Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) dan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota(UMS Kabupaten/kota). Sekalipun terdapat beberapa ketentuan upah minimum, namun upah minimum yang berlaku bagi setiap buruh/pekerja dalam suatu wilayah pada suatu industri tertentu hanya satu jenis upah minimum. Pengusaha dilarang membayar upah lebih
22 rendah dari upah minimum. Bagi pengusaha yang tidak mampu membayar upah minimum dapat dilakukan penangguhan. Tata cara penangguhan upah minimum diatur dalam Kepmenakertrans Nomor: Kep-231/Men/2003 Tentang Tata Cara Penangguhan Pelaksanaan Upah Minimum. Permohonan penangguhan pelaksanaan upah minimum diajukan oleh pengusaha kepada Gubernur melalui Instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan provinsi paling lambat 10 (sepuluh) hari sebelum tanggal berlakunya upah minimum. Permohonan penangguhan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasarkan atas kesepakatan tertulis antara pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat.
2.3.3 Sejarah Implementasi Kebijakan Upah Minimum di Indonesia Selama lebih dari 40 tahun sejak upah minimum pertama kali diberlakukan, Indonesia telah 3 (tiga) kali mengganti standar hidup sebagai dasar penetapan upah minimum. Komponen kebutuhan hidup tersebut meliputi: Kebutuhan Fisik Minimum (KFM) yang berlaku tahun 1969-1995, Kebutuhan Hidup Minimum (KHM) yang berlaku tahun 1996-2005, dan terakhir Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang berlaku tahun 2006 hingga saat ini. 1) Implementasi Upah Minimum Periode 1969-1995 Implementasi kebijakan upah minimum di Indonesia diawali dengan ditetapkannya indikator Kebutuhan Fisik Minimum (KFM) pada tahun 1956 melalui konsensus tripartit dan melibatkan para ahli gizi untuk memberikan acuan penghitungan upah minimum. Kebijakan upah minimum sendiri pertama kali diperkenalkan awal 1970-an setelah dibentuk Dewan Penelitian Pengupahan Nasional (DPPN) berdasarkan Kepres No. 85 Tahun 1969 dan Dewan Penelitian Pengupahan Daerah (DPPD) oleh Pemerintah Daerah. Adapun KFM meliputi 5 kelompok kebutuhan, yaitu 1. Makanan dan minuman, terdiri atas 17 komponen. 2. Bahan bakar, penerangan, dan penyejuk, terdiri atas 4 komponen. 3. Perumahan dan alat dapur terdiri atas 11 komponen. 4. Pakaian terdiri atas 10 komponen. 5. Lain-lain terdiri atas 6 komponen. Sedangkan KFM tersebut dihitung untuk: 1) Pekerja/buruh lajang;
23 2) Pekerja/buruh + isteri (K-0); 3) Pekerja/buruh+isteri+1 (satu) orang anak (K-1); 4) Pekerja/buruh+isteri+2 (dua) orang anak (K-2); 5) Pekerja/buruh+isteri+3 (tiga) orang anak (K-3); Tahapan penentuan KFM meliputi proses penelitian harga pada pasar tradisional yang dilakukan sekali dalam sebulan untuk wilayah DKI Jakarta dan sekali dalam tiga bulan untuk wilayah provinsi lain. DPPD bertugas melaksanakan penelitian tersebut untuk kemudian menyampaikan hasil kajian KFM dan memberikan kesimpulan mengenai upah minimum kepada Gubernur. Selanjutnya Gubernur memberikan rekomendasi kepada Menteri Tenaga Kerja yang selanjutnya dilakukan penelitian oleh DPPN. Hasil penelitian DPPN inilah yang kemudian dijadikan dasar bagi Menteri Tenaga Kerja untuk menetapkan besaran upah minimum. 2) Implementasi Upah Minimum Periode 1996-2005 Sejalan dengan perkembangan ekonomi, komponen KFM dirasakan sudah tidak sesuai lagi dan perlu dikaji untuk disempurnakan. Penyempurnaan ini ditetapkan melalui Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 81 Tahun 1995 dengan memperkenalkan indikator Kebutuhan Hidup Minimum (KHM). Komponen KHM terdiri atas: 1. Makanan dan minuman, 11 komponen. 2. Perumahan dan fasilitas, 19 komponen. 3. Sandang, 8 komponen. 4. Aneka kebutuhan, 5 komponen. Perubahan komponen KFM menjadi KHM diselaraskan dengan munculnya ketentuan upah minimum melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 3 Tahun 1997 tentang Upah Minimum Regional yang hanya berlaku selama 2 (dua) tahun. Dalam peraturan ini dijelaskan bahwa upah minimum adalah upah bulanan terendah yang terdiri dari upah pokok termasuk tunjangan tetap. Selanjutnya Pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No 1 Tahun 1999 tentang Upah Minimum yang memuat ketentuan bahwa Upah Minimum terdiri atas Upah Minimum Regional Tingkat 1 (UMR I), Upah Minimum Regional Tingkat 2 (UMR II), Upah Minimum Sektoral Regional Tingkat 1 (UMSR I), dan Upah Minimum Sektoral Regional Tingkat 2 (UMSR II). UMR I dan UMR II ditetapkan dengan mempertimbangkan faktor-faktor berikut:
24 1) Kebutuhan; 2) Indeks Harga Konsumen (IHK); 3) Kemampuan, perkembangan, dan kelangsungan daerah; 4) Upah pada umumnya yang berlaku di daerah tertentu dan antar daerah; 5) Kondisi pasar kerja; dan 6) Tingkat perkembangan perekonomian dan pendapatan perkapita. Sedangkan UMSR I dan UMSR II ditetapkan berdasarkan faktor pertimbangan di atas ditambah dengan pertimbangan kemampuan perusahaan secara sektoral. Pertimbangan sektoral ini meliputi kontribusi sektor terhadap pendapatan daerah, kemampuan penyerapan tenaga kerja, dan sifat ketenagakerjaan dari perusahaan (padat modal atau padat karya). 3) Implementasi Upah Minimum Periode 2006 – sekarang Sejak tahun 2001 seiring dengan perubahan rezim pemerintahan dari sentralisasi menjadi desentralisasi yang ditandai dengan otonomi daerah, kewenangan penetapan tingkat upah minimum juga diberikan kepada Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota bekerja sama dengan Dewan Pengupahan pada tingkat daerah. Dewan Pengupahan ini terdiri atas perwakilan dari dinas ketenagakerjaan, pengusaha, perwakilan serikat pekerja, dan kalangan akademisi. Sedangkan tujuan dari kebijakan desentralisasi ini adalah untuk meningkatkan efektifitas ekonomi, efisiensi, dan persamaan akses terhadap pelayanan publik. Penelitian SMERU juga menyatakan bahwa desentralisasi kewenangan ke level pemerintahan yang lebih rendah dalam penetapan upah minimum juga bertujuan untuk membagi resiko dalam bernegosiasi dengan serikat pekerja di daerah, seperti misalnya ketika terjadi demonstrasi besar-besaran pada saat menjelang penetapan besaran upah minimum. Selain itu Pemerintah Daerah cenderung lebih mengetahui kondisi beserta perkembangan daerah, sehingga segala kebijakan yang diambil dengan pola desentralisasi dapat lebih tepat sasaran. Pemerintah menetapkan upah minimum sejak tahun 2006 berdasarkan pada Kebutuhan Hidup Layak (KHL) seorang pekerja lajang. Komponen penyusun KHL tersebut pertama kali diatur dalam Permenakertrans No Per-17/Men/2005 tentang Komponen dan Pentahapan Kebutuhan Hidup Layak. Berdasarkan peraturan tersebut, komponen KHL terdiri atas 7 kelompok kebutuhan dengan 46 komponen dengan rincian sebagai berikut: 1. Makanan dan minuman terdiri dari 11 (sebelas) komponen;
25 2. Sandang terdiri dari 9 (sembilan) komponen; 3. Perumahan terdiri dari 19 (sembilan belas) komponen; 4. Pendidikan terdiri dari 1 (satu) komponen; 5. Kesehatan terdiri dari 3 (tiga) komponen; 6.
Transportasi terdiri dari 1 (satu) komponen; dan
7. Rekreasi dan tabungan terdiri dari 2 (dua) komponen. Seiring dengan pemindahan kewenangan penetapan upah minimum kepada Pemerintah Kabupaten/Kota terdapat perubahan tren besaran upah minimum. Selain itu seiring era otonomi daerah, terdapat peningkatan dalam jumlah anggota serikat pekerja pada tingkat Kabupaten/Kota. Sebagai dampaknya secara rata-rata terdapat peningkatan besaran upah minimum sebesar 30% pertahun pada 2001 dan 2002. Bahkan dalam beberapa kasus terdapat peningkatan signifikan tingkat upah sehingga melampaui tingkat inflasi di provinsi tersebut, sebagai contoh adalah Jawa Barat dan Jawa Timur.
2.3.4 Regulasi Pengupahan Untuk memastikan upah yang layak bagi buruh dan terjaminnya kelangsungan usaha, DPR dan pemerintah membuat serangkaian regulasi yang mengatur sistem dan mekanisme pengupahan di pasar kerja. Regulasi pengupahan ini pada dasarnya terdiri dari dua bagian besar, yaitu 1) Regulasi terkait mekanisme penetapan upah 2) Regulasi terkait perlindungan upah Regulasi terkait mekanisme penetapan upah diatur dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan dengan sistematika sebagai berikut: 1. Penetapan upah minimum di tingkat propinsi & kabupaten/kota (Pasal 88) 2. Penetapan upah melalui kesepakatan/perundingan kolektif (Pasal 91) 3. Penerapan struktur & skala upah (pasal 92 ayat 1). 4. Peninjauan Upah Secara Berkala (Pasal 92 ayat 2). Sedangkan regulasi terkait perlindungan upah diatur dalam UU No 13 Tahun 2003 Pasal 88 ayat 2 yang berbunyi: Untuk mewujudkan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan ...................., pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh.
26 Disamping regulasi yang mengatur secara makro (dalam bentuk UndangUndang), pemerintah juga membuat aturan pelaksananya baik dalam bentuk peraturan pemerintah, keputusan menteri maupun juga dalam bentuk Peraturan Menteri.
2.3.5 Mekanisme Penetapan Upah Penetapan Upah minimum kabupaten/kota dilakukan oleh Gubernur yang penetapannya harus lebih besar dari upah minimum propinsi. Penetapan upah minimum ini dilakukan setiap satu tahun sekali dan di tetapkan selambat-lambatnya 40 (empat puluh) hari sebelum tanggal berlakunya upah minimum yaitu 1 Januari. Adapun mekanisme penetapan Upah Mnimum Kabupaten/kota adalah sebagai berikut: 1. Dewan
Pengupahan
Kabupaten/Kota
membentuk
tim
survei
yang
keanggotaannya terdiri dari anggota Dewan Pengupahan dari unsur tripartit, unsur perguruan tinggi/pakar, dan dengan mengikutsertakan Badan Pusat Statistik setempat. 2. Untuk Kabupaten/Kota yang belum terbentuk Dewan Pengupahan, maka survei dilakukan oleh Tim Survei yang dibentuk oleh Bupati/Walikota. Tim Survei ini keanggotaannya secara tripartit dan dengan mengikutsertakan Badan Pusat Statistik setempat. 3. Tim survei tersebut kemudian melakukan survei harga berdasarkan komponen kebutuhan hidup buruh/pekerja lajang sebagaimana tercantum dalam lampiran Permenakertrans No. 13 Tahun 2012. 4. Survei di lakukan setiap satu bulan sekali dari bulan Januari s/d September, sedang untuk bulan Oktober hingga Desember di lakukan prediksi dengan menggunakan metode least square. Hasil survei setiap bulan tersebut kemudian diambil rata-ratanya untuk mendapatkan nilai kebutuhan hidup layak (KHL). 5. Berdasarkan hasil survei harga tersebut, Dewan Pengupahan Kabupaten/kota kemudian menyampaikan nilai KHL dan mengusulkan besaran nilai UMK kepada Bupati/Walikota setempat yang selanjutnya di sampaikan kepada Gubernur. Setelah mendengar saran dan pertimbangan dari Dewan Pengupahan Propinsi, kemudian Gubernur juga mempertimbangkan keseimbangan besaran nilai upah minimum di antara kabupaten/kota yang ada di propinsi tersebut;
27 kemudian menetapkan besaran Nilai Upah Minimum Kabupaten/kota yang bersangkutan. 6. Penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota ditetapkan selambat-lambatnya 40 (empat puluh) hari sebelum tanggal 1 Januari (sesudah penetapan upah minimum propinsi). 7. Upah Minimum Kabupaten/Kota yang ditetapkan harus lebih besar dari Upah Minimum Propinsi.
Gambar 2.1 Mekanisme Penetapan Upah Sumber: Sidauruk (2011) dalam www.ilo.org
2.3.6 Kebijakan Perlindungan Upah Selain kebijakan pengupahan yang mengatur tentang mekanisme penentuan upah di pasar kerja, pemerintah juga menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi buruh/pekerja. Kebijakan ini dilakukan pemerintah untuk mewujudkan penghasilan yang dapat memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Kebijakan tersebut tercantum dalam tabel 2.1 dibawah ini
28 Tabel 2.1 Regulasi Perlindungan Upah Uraian
a. Upah Minimum
b. Upah kerja lembur c. Upah tidak masuk kerja karena berhalangan d. Upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan diluar pekerjaannya e. Upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya f. Bentuk dan cara pembayaran upah g. Denda dan potongan upah h. Hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah i. Struktur dan skala pengupahan yang proporsional j.
Upah untuk pembayaran pesangon Sumber: www.ilo.org (2014)
Regulasi UU No 13 Tahun Aturan Pelaksana 2003 Tentang Ketenagakerjaan Pasal 88 ayat 3 1) Permenakertrans No. 01 Tahun huruf a 1999 tentang Upah minimum dan Pasal 88 ayat 4 Juncto Kepmenakertrans No. 226/MEN/2000 tentang perubahan beberapa pasal dalam Permenaketrans No. 01 tahun 1999. 2) Permenakertrans No, 13 tahun 2012 tentang komponen dan pentahapan kebutuhan hidup layak, Kepmenakertrans No. 102/Men/Vi/2004. Pasal 93 ayat (3) Pasal 93 ayat (2)
Pasal 93 ayat (4) PP No Tahun 1981 Tentang Perlindungan Upah PP No Tahun 1981 Tentang Perlindungan Upah PP No Tahun 1981 Tentang Perlindungan Upah Pasal 92
Pasal 156,157
Kepmenaker No Kep49/Men/2004 tentang Ketentuan Struktur & Skala Upah
29 2.4 Infrastruktur 2.4.1 Pengertian Infrastruktur Ketersediaan nfrastruktur merupakan faktor penting dalam sistem kehidupan, pemerintahan, kemasyarakatan, dan perekonomian. Selain itu, infrastruktur memiliki peran yang luas dan mencakup berbagai aspek dalam pembangunan baik dalam aspek fisik lingkungan, ekonomi, sosial budaya, dan aspek lainnya (Sagita, 2013). Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan infrastruktur yaitu fasilitas teknis, fisik, sistem, perangkat keras, dan lunak yang diperlukan untuk melakukan pelayanan kepada masyarakat dan mendukung jaringan struktur agar pertumbuhan ekonomi dan sosial masyarakat dapat berjalan dengan baik. Infrastruktur juga dapat diartikan sebagai suatu sistem fisik yang menyediakan transportasi, pengairan, drainase, bangunan-bangunan gedung dan fasilitas publik lainnya yang berfungsi untuk mendukung kebutuhan dasar manusia manusia dalam lingkup sosial dan ekonomi (Grigg, 1988). Ketersediaan infrastruktur yang memadai disuatu negara akan meningkatkan akses masyarakat terhadap sumber daya sehingga mampu meningkatkan efisiensi dan produktivitas yang menuju pada perkembangan suatu negara. Grigg (1988) mengelompokkan infrastruktur menjadi tujuh yaitu 1. Kelompok Transportasi (jalan dan jembatan) 2. Kelompok pelayanan transportasi (bandara dan pelabuhan) 3. Kelompok komunikasi 4. Kelompok keairan (air buangan, sistem pengairan, jalan air berupa sungai, saluran terbuka dan pipa) 5. Kelompok pengelolaan limbah 6. Kelompok bangunan 7. Kelompok distribusi dan produk energi Baldwin dan Dixon (2008) dalam Fajar dan Kaluge (2012) menyatakan bahwa infrastruktur memiliki beberapa karakteristik yaitu 1) Merupakan aset yang memiliki bentuk fisik dengan masa pakai yang panjang. Dalam penciptaan aset tersebut memerlukan waktu persiapan yang cukup dalam pembangunannya. 2) Merupakan aset yang memiliki sedikit pengganti dalam jangka pendek
30 3) Merupakan struktur aset yang mampu memperlancar aliran barang dan jasa dan tanpa keberadaan aset tersebut akan menyebabkan gangguan dalam aliran persediaan barang dan jasa 4) Merupakan aset penting terutama karena aset tersebut berfungsi sebagai barang komplementer terhadap barang dan jasa dalam faktor produksi 5) Memiliki ekternalitas positif yaitu daya manfaatnya dapat dinikmati pihak diluar pembuat infratruktur tersebut.
2.4.2 Transportasi Infrastruktur transportasi merupakan salah satu pendukung mobilitas sosial dan ekonomi masyarakat serta memperlancar arus perekonomian. Menurut UndangUndang Nomor 38 tahun 2004 tentang Jalan mendefinisikan jalan sebagai bagian dari sistem transportasi nasional, mempunyai peranan penting terutama dalam mendukung bidang ekonomi, sosial dan budaya serta lingkungan dan dikembangkan melalui pendekatan pengembangan wilayah agar tercapai keseimbangan dan pemerataan pembangunan antar daerah, membentuk dan memperkukuh kesatuan nasional untuk memantapkan pertahanan dan keamanan nasional, serta membentuk struktur ruang dalam rangka mewujudkan sasaran pembangunan nasional. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) transportasi diartikan sebagai kegiatan pengangkutan barang dengan berbagai jenis kendaran sesuai dengan teknologi pendukungnya. Secara umum transportasi dibedakan menjadi tiga yaitu transportasi darat, laut dan udara.
2.4.3 Jenis Moda Transportasi Kadir (2009) memaparkan bahwa terdapat empat unsur dalam transportasi: 1) Jalan Jalan merupakan suatu kebutuhan penting dalam transportasi. Unsur jalan dapat berupa jalan raya, jalan kereta api, jalan air dan jalan udara. 2) Alat angkutan Kendaraan dan alat angkutan menjadi pendukung dalam kegiatan transportasi. Perkembangan dan kemajuan jalan serta alat angkutnya merupakan dua unsur yang memiliki keterkaitan satu dengan yang lainnya. Alat angkutan ini dapat dikelompokkan menjadi angkutan jalan darat, angkutan jalan air dan angkutan jalan udara.
31 3) Tenaga Penggerak Tenaga penggereka yang dimaksud disini adalah tenaga atau energi yang dipergunakan untuk menarik atau mendorong alat angkutan. Untuk memenuhi hal tersebut dapat menggunakan tenaga manusia, tenaga binatang, tenaga uap, bata bara, bahan bakar minyak (BBM), tenaga diesel dan tenaga listrik bahkan tenaga nuklir atau atom. 4) Tempat Pemberhentian atau Terminal Terminal merupakan tempat di mana suatu perjalanan transportasi dimulai maupun berakhir sebagai tempat tujuannya. Oleh karena di dalam terminal disediakan berbagai fasilitas pelayanan penumpang, bongkar muat dan lain sebagainya.
2.4.4 Peran Transportasi dalam Ekonomi Transportasi sebagai penunjang mobilitas memiliki peran yang sangat penting dalam aspek ekonomi dan sosial ekonomi pada negara dan masyarakat. Kadir (2009) dalam jurnalnya memaparkan aspek ekonomi dan sosial ekonomi yang memiliki keterkaitan dengan infrastruktur adalah sebagai berikut: 1) Ketersediaan Barang (Availibity of Goods) Kondisi nyata yang dapat dirasakan dengan adanya transportasi yang baik adalah penyediaan atau pengadaan semakin mudah, masyarakat yang tidak dapat menghasilkan barang tertentu akan mendapat pasokan barang dari daerah yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat yang bersangkutan. 2) Stabilisasi dan Penyamaan Harga (Stabilization and Equalization) Dengan kemudahan transportasi dan didukung dengan biaya transportasi yang murah akan menyebabkan pergerakan aliran barang lancar sehingga akan cenderung terjadinya stabilisasi dan penyamaan harga dalam hubungan keterkaitan satu sama lainnya. 3) Penurunan Harga (Price Reduction) Hampir sejalan dengan stabilisasi dan penyamaan harga, penurunan harga juga dapat terjadi karena semakin mudah dan murahnya transportasi sehingga memudahkan rantai pasokan barang ke suatu daerah. 4) Meningkatnya Nilai Tanah (land value) Kemudahan transportasi serta didukung dengan wilayah yang cukup potensial untuk pengembangan akan menyebabkan meningkatnya harga jual tanah di wilayah tersebut.
32 5) Terjadinya Spesialisasi Antar Wilayah (Territorial Divisionof labor) Suatu daerah akan menspesialisasikan diri dalam produksi barang-barang tertentu karena mempunyai keunggulan komparatif tertentu, seperti tersedianya bahan baku yang berlimpah dan murah, tersedia modal yang memadai, serta tersedianya tenaga kerja yang terampil. 6) Berkembangnya Usaha Skala Kecil Dengan kemajuan transportasi yang antara lain berupa peningkatan kapasitas pelayanan jasa transportasi dengan kecepatan yang lebih baik dan biaya transportasi yang murah akan memungkinkan terjadinya pasar yang lebih luas dan konsentrasi produksi yang lebih besar dalam kaitan dengan usaha ekonomi pada skala kecil. 7) Terjadinya Urbanisasi dan Konsentrasi Konsentrasi penduduk Tersedianya transportasi yang baik akan mendorong timbulnya kerja dan spesialisasi antar daerah. Hal ini akan mendorong bertumbuh dan berkembangnya serta terkonsentrasinya industri dan perdagangan. Akan muncul kota-kota satelit dan pemukiman pinggiran kota yang orientasi pekerjaan, usaha, dan kegiatan lainnya terdapat di pusat kota (urban centre).
2.5 Kurs 2.5.1 Pengertian Kurs Secara sederhana kurs atau nilai tukar didefinisikan sebagai harga mata uang suatu negara terhadap mata uang negara lain (Pilbeam, 2006). Sedangkan definisi lainnya mengartikan kurs adalah harga sebuah mata uang dari suatu negara yang diukur atau dinyatakan dalam mata uang lain. Pergerakan kurs di pasar dapat dipengaruhi oleh faktor fundamental tercermin dari variabel-variabel ekonomi makro, seperti pertumbuhan ekonomi, laju inflasi, perkembangan ekspor impor (Krugman, 2000). Samuelson (1995) mendefinisikan kurs sebagai “The price of one unit foreign is currency in term of domestic currency is determined, and the price is called the foreign exchange rates”. Sedangkan menurut Sawaldjo Puspopranoto (2004:212) definisi kurs adalah harga dimana mata uang suatu negara dipertukarkan dengan mata uang negara lain disebut nilai tukar (kurs). Terdapat dua pendekatan menurut Salvatore (1997) yang digunakan dalam penentuan nilai tukar mata uang asing yaitu 1) Pendekatan Tradisional
33 Pendekatan berdasarkan pada arus perdagangan dan paritas daya beli yang kedudukannya sangat penting untuk menjelaskan pergerakan kurs jangka panjang. 2) Pendekatan Keuangan Pendekatan yang memusatkan perhatiannya pada pasar modal dan arus permodalan internasional dan berusaha menjelaskan gejolak kurs jangka pendek yang kecenderungannya mengalami lonjakan-lonjakan tak terduga.
2.5.2 Jenis-jenis Kurs Dalam transaksi valuta asing terdapat beberapa jenis kurs yang berlaku secara umum. Adapun jenis-jenis kurs yang dimaksud yaitu 1) Kurs Beli (Bid Price) adalah besar satuan mata uang negara lain yang harus diserahkan untuk membeli tiap unit uang asing kepada Bank atau money changer. 2) Kurs Jual (selling price) adalah besaran satuan mata uang negara lain yang akan diterima dari bank atau money changer jika kita membeli mata uang asing. 3) Kurs Spot adalah nilai valuta asing yang digunakan untuk transaksi spot dipasar valuta asing. 4) Kurs Forward, adalah nilai tukar yang berlaku dan digunakan untuk transaksi forwad dipasar valas. 5) Kurs Silang adalah nilai antara dua valas yang diperoleh dari nilai tukar masingmasing valuta terhadap valuta lain. 6) Kurs Opsi adalah kurs yang ditetapkan dimuka.
2.5.3 Faktor yang Mempengaruhi Nilai Kurs Dari waktu ke waktu nilai kurs selalu berfluktuasi. Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi fluktuasi nilai kurs adalah: 1.
Tingkat inflasi Dalam pasar valuta asing, perdagangan internasional baik dalam bentuk barang
atau jasa menjadi dasar yang utama dalam pasar valuta asing, sehingga perubahan harga dalam negeri yang relatif terhadap harga luar negeri dipandang sebagai faktor yang mempengaruhi pergerakan kurs valuta asing. Rasio uang dalam daya beli (paritas daya beli) berfungsi sebagai titik nilai tukar yang mencerminkan hukum nilai. Itulah mengapa tingkat inflasi berdampak pada nilai tukar. Peningkatan inflasi di suatu negara mengarah pada penurunan mata uang nasional, dan sebaliknya.
34 Penyusutan inflasi uang di dalam negeri akan mengurangi daya beli dan kecenderungan untuk menjatuhkan nilai tukar mata uang mereka terhadap mata uang negara-negara di mana tingkat inflasi yang lebih rendah. 2.
Aktifitas neraca pembayaran Neraca pembayaran secara langsung mempengaruhi nilai tukar. Dengan
demikian, neraca pembayaran aktif meningkatkan mata uang nasional dengan meningkatnya permintaan dari debitur asing. Saldo pembayaran yang pasif menyebabkan kecenderungan penurunan nilai tukar mata uang nasional sebagai seorang debitur dalam negeri mencoba untuk menjual semuanya menggunakan mata uang asing untuk membayar kembali kewajiban eksternal mereka. Ukuran dampak neraca pembayaran pada nilai tukar ditentukan oleh tingkat keterbukaan ekonomi. 3.
Perbedaan suku bunga di berbagai negara Perubahan tingkat suku bunga di suatu negara akan mempengaruhi arus modal
internasional. Pada prinsipnya, kenaikan suku bunga akan merangsang masuknya modal asing Itulah sebabnya di negara dengan modal lebih tinggi tingkat suku bunga masuk, permintaan untuk meningkatkan mata uang, dan itu menjadi mahal. Pergerakan modal, terutama spekulatif “uang panas” meningkatkan ketidakstabilan neraca pembayaran. Suku bunga mempengaruhi operasi pasar valuta asing dan pasar uang. Ketika melakukan transaksi, bank akan mempertimbangkan perbedaan suku bunga di pasar modal nasional dan global dengan pandangan yang berasal dari laba. Mereka lebih memilih untuk mendapatkan pinjaman lebih murah di pasar uang asing, dimana tingkat lebih rendah, dan tempat mata uang asing di pasar kredit domestik, jika tingkat bunga yang lebih tinggi. Di sisi lain, kenaikan nominal suku bunga di suatu negara menurunkan permintaan untuk mata uang domestik sebagai tanda terima kredit yang mahal untuk bisnis. Dalam hal mengambil pinjaman, pengusaha meningkatkan biaya produk mereka yang, pada gilirannya, menyebabkan tingginya harga barang dalam negeri. Hal ini relatif mengurangi nilai mata uang nasional terhadap satu negara. 4. Tingkat pendapatan relatif Faktor lain yang mempengaruhi permintaan dan penawaran dalam pasar mata uang asing adalah laju pertumbuhan pendapatan terhadap harga-harga luar negeri. Laju pertumbuhan pendapatan dalam negeri diperkirakan akan melemahkan kurs
35 mata uang asing. Sedangkan pendapatan riil dalam negeri akan meningkatkan permintaan valuta asing relatif dibandingkan dengan supply yang tersedia. 5.
Kontrol pemerintah Kebijakan pemerintah bisa mempengaruhi keseimbangan nilai tukar dalam
berbagai hal termasuk: a) usaha untuk menghindari hambatan nilai tukar valuta asing. b) usaha untuk menghindari hambatan perdagangan luar negeri. c) melakukan intervensi di pasar uang yaitu dengan menjual dan membeli mata uang. Sedangkan yang menjadi alasan pemerintah untuk melakukan intervensi di pasar uang adalah: 1) untuk memperlancar perubahan dari nilai tukar uang domestik yang bersangkutan. 2) untuk membuat kondisi nilai tukar domestik di dalam batas-batas yang ditentukan. 3) tanggapan atas gangguan yang bersifat sementara. 4) berpengaruh terhadap variabel makro seperti inflasi, tingkat suku bunga dan tingkat pendapatan 5) Ekspektasi Faktor terakhir yang mempengaruhi nilai tukar valuta asing adalah ekspektasi nilai tukar di masa depan. Sama seperti pasar keuangan yang lain, pasar valas bereaksi cepat terhadap setiap berita yang memiliki dampak ke depan.
2.5.4 Sistem Kurs Terdapat tiga sistem kurs yang biasanya diterapkan oleh tiap negara diberbagai belahan dunia, sistem kurs tersebut yaitu 1. Kurs Tetap (Fixed Exchange Rate) Kurs tetap merupakan sistem nilai tukar dimana pemegang otoritas moneter tertinggi suatu negara (Central Bank) menetapkan nilai tukar dalam negeri terhadap negara lain yang ditetapkan pada tingkat tertentu tanpa melihat aktivitas penawaran dan permintaan di pasar uang. Jika dalam perjalanannya penetapan kurs tetap mengalami masalah, misalnya terjadi fluktuasi penawaran maupun permintaan yang cukup tinggi maka pemerintah bisa mengendalikannya dengan membeli atau menjual kurs mata uang yang berada dalam devisa negara untuk menjaga agar nilai tukar
36 stabil dan kembali ke kurs tetap nya. Dalam kurs tetap ini, bank sentral melakukan intervensi aktif di pasar valas dalam penetapan nilai tukar. Keunggulan sistem ini: 1) Kegiatan spekulasi di pasar uang semakin sempit. 2) Intervensi aktif pemerintah dalam mengatur nilai tukar sehingga tetap stabil. 3) Pemerintah memegang peranan penuh dalam pengawasan transaksi devisa. 4) Kepastian nilai tukar, sehingga perencanaan produksi sesuai dengan hasilnya. Sedangkan kelemahan sistem ini adalah: a) Cadangan devisa harus besar, untuk menyerap kelebihan dan kekurangan di pasar valas. b) Kurang fleksibel terhadap perubahan global. c) Penetapan kurs yang terlalu rendah atau terlalu tinggi akan mempengaruhi pasar ekspor impor. 2. Kurs Mengambang Terkendali (Managed Floating Exchange Rate) Penetapan kurs ini tidak sepenuhnya terjadi dari aktivitas pasar valuta. Dalam pasar ini masih ada campur tangan pemerintah melalui alat ekonomi moneter dan fiskal yang ada. Jadi dalam pasar valuta ini tidak murni berasal dari penawaran dan permintaan uang. Keunggulan dari sistem ini adalah: 1. Mampu menjaga stabilitas moneter dengan lebih baik dan neraca pembayaran suatu negara. 2. Adanya aktifitas MD/MS dalam pasar valuta berdasarkan kurs indikasi akan mampu menstabilkan nilai tukar dengan lebih baik sesuai dengan kondisi ekonomi yang terjadi. 3. Devisa yang diperlukan tidak sebesar pada nilai tukar tetap. 4. Mampu memadukan sistem tetap dan mengambang. Kelemahan dari sistem ini adalah: 1) Devisa harus selalu tersedia dan siap diguankan sewaktu-waktu. 2) Persaingan yang ketat antara pemerintah dan spekualan dalam memprediksi dan menetapkan kurs. 3) Tidak selamanya mampu mengatasi neraca pembayaran. 4) Selisih kurs yang terjadi dalam pasar valuta akan mengurangi devisa karena memakai devisa untuk menutupi selisihnya. 3. Kurs Mengambang Bebas (Free Floating Rate)
37 Kurs mengambang bebas merupakan suatu sistem ekonomi yang ditujukan bagi suatu negara yang sistem perekonomiannya sudah mapan. Sistem nilai tukar ini akan menyerahkan seluruhnya kepada pasar untuk mencapai kondisi equilibrium yang sesuai dengan kondisi internal dan eksternal. Jadi dalam sistem nilai tukar ini hampir tidak ada campur tangan pemerintah. Keunggulan penerapan sistem ini adalah: 1) Cadangan devisa lebih aman. 2) Persaingan pasar ekspor impor sesuai dengan mekanisme pasar. 3) Kondisi ekonomi negara lain tidak akan berpengaruh besar terhadap kondisi ekonomi dalam negeri. 4) Masalah neraca pembayaran dapat diminimalisir. 5) Tidak ada batasan valas. 6) Keseimbangan dipasar uang. Kelemahan dari sistem ini adalah: 1. Praktik spekulasi semakin bebas. 2. Penerapan sistem ini terbatas pada negara yang sistim perekonomiannya mapan, masih kurang tepat untuk negara berkembang. 3. Tidak adanya intervensi pemerintah untuk menjaga harga.
2.6 Model Penelitian
Upah FDI Anggaran Infrastruktur Kurs Gambar 2.2 Model Penelitian Sumber: Peneliti (2016)
38 Dari gambar 2.2 model penelitian diatas dapat dijelaskan bahwa penelitian ini dimulai dengan mengetahui pengaruh dari upah, anggaran infrastruktur dan kurs terhadap FDI secara parsial kemudian dilanjutkan dengan mengetahui pengaruh dari upah, infrastruktur dan kurs secara simultan terhadap FDI. Dalam penelitian ini peneliti ingin mengatahui lebih dalam mengenai pengaruh upah, infrastruktur dan kurs terhadap FDI di Indonesia.
2.7 Hipotesis Penelitian Menurut Widarjono (2013:42) hipotesis merupakan pernyataan tentang sifat populasi. Dalam membuat penelitian dibuat hipotesis penelitian yaitu hipotesis nol (null hypothesis) dan hipotesis alternatif (alternative hypothesis). Adapun hipotesis dalam penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut: 1. Hipotesis 1 (H1) Ho : Upah memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap FDI di Indonesia periode 2010-2014. Ha : Upah memiliki pengaruh yang signifikan terhadap FDI di Indonesia periode 2010-2014. 2. Hipotesis 2 (H2) Ho : Anggaran infrastruktur memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap FDI di Indonesia periode 2010-2014. Ha : Anggaran infrastruktur memiliki pengaruh yang signifikan terhadap FDI di Indonesia periode 2010-2014. 3. Hipotesis 3 (H3) Ho : Kurs memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap FDI di Indonesia periode 2010-2014. Ha : Kurs memiliki pengaruh yang signifikan terhadap FDI di Indonesia periode 2010-2014. 4. Hipotesis 4 (H4) Ho : Upah, anggaran infrastruktur dan kurs secara bersama-sama memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap FDI di Indonesia periode 2010-2014. Ha : Upah, anggaran infrastruktur dan kurs secara bersama-sama memiliki pengaruh yang signifikan terhadap FDI di Indonesia periode 2010-2014.