BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1
Pengertian Bisnis dan Organisai Penulis telah menentukan pilihan untuk mengambil peminatan Bisnis dan Organisasi dalam perkuliahan. Oleh karena itu, penulis akan membahas terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan Bisnis dan Organisasi. Bisnis dan organisasi adalah badan hukum yang menggunakan dan mengkoordinir sumber ekonomi untuk menyediakan barang dan jasa yang dapat memuaskan kebutuhan masyarakat dengan cara yang menguntungkan. Bisnis adalah akitivitas terpadu yang meliputi pertukaran produk atau uang yang dilakukan oleh lebih dari dua pihak dengan maksud memperoleh manfaat atau keuntungan. Organisasi yang ada dalam suatu perusahaan terhubung dalam suatu kesatuan struktur yang menyatu dengan tujuan agar pekerjaan yang ada dapat terselesaikan dengan baik melalui pengumpulan orang-orang dalam suatu unit, divisi, bagian ataupun departemen dengan tugas pekerjan yang berkaitan. Perusahaan adalah organisasi bisnis yang dijalankan dalam rangka memenuhi kebutuhan dan keinginan pasar / konsumen untuk mendapatkan keuntungan dan menjaga kelangsungan hidup sumber daya alam dan lingkungan sosial. Dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan masyarakat atau konsumen, perusahaan menggunakan sumber-sumber ekonomi yaitu manusia, modal, material, mesin dan metode.
2.2
Definisi Manajemen Menurut Robbins dan Mary (2012, p8) manajemen melibatkan koordinasi dan mengawasi aktivitas kerja orang lain sehingga kegiatan mereka selesai secara efisien dan efektif. Dalam definisi Robbins dan Mary ini, mengkoordinasi dan mengawasi pekerjaan orang lain merupakan hal yang membedakan posisi manajerial dengan non manajerial. Namun, bukan berarti manajer dapat bertindak sesuai kehendak mereka kapan pun, di mana pun dan juga dengan cara apa pun, tetapi manajemen memastikan bahwa aktivitas 7
8 pekerjaan terselesaikan secara efektif dan efisien oleh orang-orang yang bertanggung jawab saat melakukannya atau setidaknyasesuai dengan harapan manajer. Pengertian manajemen menurut ahli-ahli lain: 1. Menurut Fred Luthans dan Jonathan P. Doh (2012, p4) Manajemen adalah proses menyelesaikan aktivitas dengan dan melalui orang lain. 2. Menurut Richard L. Daft (2010, p5) Manajemen adalah pencapaian tujuan organisasi secara efektif dan efisien melalui perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian sumber daya organisasi. 3. Menurut Hasibuan (2005, p1) Manajemen adalah ilmu dan seni yang mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu. 2.2.1 Fungsi Manajemen Menurut Stephen P. Robbins dan Mary Coulter dalam Management (2012, p9), manajemen memiliki beberapa fungsi, yaitu: 1. Planning Menentukan tujuan-tujuan, menetapkan strategi untuk mencapai tujuan tersebut, dan membuat rencana-rencana untuk mengintegrasikan dan mengkoordinasikan aktivitas-aktivitas. 2. Organizing Menentukan pekerjaan yang harus dilakukan, siapa yang melakukan, dan bagaimana pekerjaan dikelompokkan, kepada siapa pekerjaan dilaporkan, dan bagaimana keputusan dibuat. 3. Leading Memotivasi bawahan, menengahkan konflik kelompok, mempengaruhi individu-individu atau kelompok, dan memilih komunikasi yang akan digunakan. 4. Controlling Mengawasi
aktivitas-aktivitas
demi
memastikan
segala
sesuatunya
terselesaikan sesuai rencana. Secara garis besar dapat ditarik kesimpulan bahwa manajemen merupakan serangkaian kegiatan untuk menyusun rencana dan mencapai rencana tersebut secara efektif dengan pengelolaan sumber daya yang dimiliki secara efisien
9 dan diarahkan dengan kepemimpinan yang baik serta disertai dengan pengendalian yang dilakukan secara objektif.
2.2.2 Definisi Manajemen Sumber Daya Manusia -
Menurut Rivai dan Sagala (2009, p1), Manajemen sumber daya manusia salah satu bidang dari manajemen umum yang meliputi segi-segi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian.
-
Menurut Mathis & Jackson (2009, p5) dan Hasibuan (2009, p23), manajemen sumber daya manusia (MSDM) dapat diartikan sebagai ilmu dan seni yang mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien dalam penggunaan kemampuan manusia agar dapat mencapai tujuan di setiap perusahaan.
-
Menurut Dessler (2010, p5), Manajemen Sumber Daya Manusia adalah proses memperoleh, melatih, menilai, dan memberikan kompensasi kepada karyawan, memerhatikan hubungan kerja, kesehatan, keamanan, dan masalah keadilan mereka.
-
Manajemen sumber daya manusia (SDM) harus menjadi pendorong perubahan untuk praktik manajemen dalam organisasi, karena HRM memiliki peran strategis dalam menyiapkan struktur organisasi, membangun budaya organisasi, menyiapkan strategi kepegawaian, mengatur program pelatihan dan pengembangan, menyusun karyawan sistem penilaian dan penghargaan untuk karyawan. Ada tiga alasan yang menyebabkan HRM harus menjadi pendorong untuk meningkatkan kinerja, yaitu; 1. Kompetisi intensif membutuhkan organisasi untuk dapat menurunkan biaya dan kecepatan. Mengurangi biaya dan kecepatan bisa dilakukan dengan menghilangkan nilai tambah kerja. Sejauh ini, Departemen Sumber Daya Manusia telah dilaksanakan bekerja lebih administratif. Pekerjaan administratif adalah non-nilai tambah pekerjaan yang membutuhkan banyak tenaga kerja dan memakan banyak waktu. 2. Kompetisi intensif memerlukan organisasi untuk memberikan kualitas layanan yang lebih tinggi. Kualitas layanan yang lebih tinggi harus didukung oleh peningkatan kualitas layanan di seluruh bagian organisasi.
10 Departemen Sumber Daya Manusia harus menyediakan cepat dan tepat layanan untuk departemen lain dalam organisasi 3. Praktik manajemen tradisional yang cenderung birokratis harus diubah
untuk
mendukung
keberhasilan
transformasi
organisasi.
Manajemen tradisional menekankan kontrol, konsistensi, dan kepastian. Semua perencanaan yang dibuat oleh menekankan prestasi keuangan dan risiko adalah sesuatu yang harus dihindari oleh manajemen. Berdasarkan definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa manajemen sumber daya manusia adalah salah satu bidang manajemen umum yang meliputi segi
perencanaan,
pengorganisasian,
pelaksanaan
dan
pengendalian dalam memperoleh, melatih, menilai, dan memberikan kompensasi, memperhatikan hubungan kerja, kesehatan, keamanan, dan masalah keadilan kepada karyawan. 2.2.3 Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Dessler (2010, p4), Manajemen Sumber Daya Manusia memiliki fungsi-fungsi dasar, diantaranya : 1. Perencanaan, yaitu menentukan sasaran dan standar-standar; membuat aturan dan prosedur, menyusun rencana-rencana dan melakukan peramalan. 2. Pengorganisasian, yaitu memberikan tugas spesifik kepada setiap bawahan, membuat divisi, mendelegasikan wewenang kepada bawahan, membuat jalur wewenang dan komunikasi, mengkoordinasikan pekerjaan bawahan. 3. Penyusunan staf, yaitu menentukan tipe orang yang harus dipekerjakan, merekrut calon karyawan, memilih karyawan, menetapkan standar prestasi, mengevaluasi prestasi, memberikan konseling kepada karyawan, melatih dan mengembangkan karyawan. 4. Kepemimpinan, yaitu mendorong orang lain untuk menyelesaikan pekerjaan, mempertahankan semangat kerja, memotivasi bawahan. 5. Pengendalian, yaitu menetapkan standar seperti kuota penjualan, standar kualitas, atau tingkat produksi, memeriksa untuk melihat bagaimana prestasi yang dicapai dibandingkan dengan standar-standar tersebut, melakukan evaluasi.
11 2.2.4 Tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Sutrisno (2009, p6) Tujuan manajemen sumber daya manusia meliputi : 1. Memberi pertimbangan manajemen dalam membuat kebijakan SDM untuk memastikan bahwa oganisasi memiliki pekerja yang bermotivasi dan berkinerja yang tinggi, memiliki pekerja yang selalu siap mengatasi perubahan dan memenuhi kewajiban pekerjaan secara legal. 2. Mengimplementasikan dan menjaga semua kebijakan dan prosedur SDM yang memungkinkan organisasi mampu mencapai tujuannnya. 3. Membantu dalam pengembangan arah keseluruhan organisasi dan u n t u k strategi, khususnya yang berkaitan dengan implikasi SDM. 4. Memberi dukungan dan kondisi yang akan membantu manajer mencapai tujuannya. 5. Menangani berbagai krisis dan situasi sulit dalam hubungan antar pekerja untuk meyakinkan bahwa mereka tidak menghambat organisasi dalam mencapai tujuannnya. 6. Menyediakan media komunikasi antara pekerja dan manajemen organisasi. 7. Bertindak sebagai pemelihara standar organisasional dan nilai dalam manajemen SDM. 8. Memberi pertimbangan manajemen dalam membuat kebijakan SDM untuk memastikan bahwa oganisasi memiliki pekerja yang bermotivasi dan berkinerja yang tinggi, memiliki pekerja yang selalu siap mengatasi perubahan dan memenuhi kewajiban pekerjaan secara legal. 9. Mengimplementasikan dan menjaga semua kebijakan dan prosedur SDM yang memungkinkan organisasi mampu mencapai tujuannnya. 10. Membantu dalam pengembangan arah keseluruhan organisasi dan strategi, khususnya yang berkaitan dengan implikasi SDM.
2.3
Definisi Manajemen Pengetahuan Pengetahuan merupakan modal pengaruh yang sangat besar dalam menentukan kemajuan suatu organisasi. Dalam lingkungan organisasi yang sangat cepat berubah, pengetahuan akan mengalami keusangan oleh sebab itu perlu terus menerus diperbarui melalui proses belajar. Bagi banyak
12 perusahaan, saat perubahan teknologi yang cepat juga saat perjuangan terusmenerus untuk mempertahankan keunggulan yang kompetitif. Hal ini jelas bahwa pengetahuan perlahan-lahan menjadi faktor yang paling penting dari produksi, di samping tenaga kerja, tanah dan modal. Meskipun beberapa bentuk modal intelektual dapat dialihkan, pengetahuan internal tidak mudah diikuti. Oleh karena itu, tujuan utama dari manajemen adalah untuk meningkatkan proses akuisisi, integrasi dan penggunaan pengetahuan. Knowledge Management adalah suatu proses melalui penciptaan, mengumpulkan, mengatur dan memanfaatkan pengetahuan membantu untuk mencapai tujuan dan meningkatkan kinerja organisasi. Salah satu manfaat utama dari memperkenalkan praktek Knowledge Management dalam organisasi adalah berdampak positif pada kinerja organisasi. Knowledge Management berorientasi menunjukkan hubungan komplementer, yang berarti efek sinergis dari strategi Knowledge Management pada kinerja, menunjukkan bahwa sepenuhnya menengahi dampak budaya organisasi terhadap efektivitas organisasi, dan sebagian memediasi dampak dari struktur dan strategi organisasi pada efektivitas organisasi. Budaya organisasi memiliki kontribusi yang besar untuk manajemen pengetahuan karena fakta bahwa budaya menentukan keyakinan dasar, nilainilai, dan norma-norma mengenai mengapa dan bagaimana generasi pengetahuan, berbagi, dan pemanfaatan dalam sebuah organisasi. Sebuah organisasi dapat mencapai keunggulan kompetitif dengan menciptakan dan menggunakan pengetahuan tentang proses dan dengan mengintegrasikannya pengetahuan ke dalam proses bisnis. People and organisational climate : keberhasilan Knowledge Management sangat bergantung pada kepercayaan, kreativitas, kerja tim dan kolaborasi antara karyawan. Processes : integrasi kegiatan Knowledge Management ke dalam proses organisasi memiliki efek positif pada hasil kinerja. Menurut J. RASULA, V. BOSILJ VUKSIC, M. INDIHAR STEMBERGER dalam judul “THE IMPACT OF KNOWLEDGE MANAGEMENT“ (2012:P147).
13 Menurut Jashapara (2010:14), manajemen pengetahuan adalah strategi yang digunakan untuk mendapatkan keunggulan bersaing dengan cara berinovasi secara terus menerus (continous). Suatu rangkaian kegiatan yang digunakan oleh organisasi atau perusahaan untuk mengidentifikasi, menciptakan, menjelaskan, dan mendistribusikan pengetahuan untuk digunakan kembali, diketahui, dan dipelajari di dalam organisasi. Kegiatan ini biasanya terkait dengan objektif organisasi dan ditujukan untuk mencapai suatu hasil tertentu seperti pengetahuan bersama, peningkatan kinerja, keunggulan kompetitif, atau tingkat inovasi yang lebih tinggi. 2.4
Definisi Organizational Learning Menurut Robbins (2005) organizational learning adalah proses pengembangan
performa
yang
bersifat
berkelanjutan
meningkatkan
kemampuan untuk menghadapi tantangan individu dalam organisasi, Robbins menilai bahwa proses organizational learning dapat membantu untuk mempermudah tantangan pekerjaan individu. Pembelajaran organisasi (organizational learning) menurut López et al. (2005) adalah suatu proses dinamis dalam menciptakan, mengambil, dan mengintegrasikan pengetahuan untuk mengembangkan sumberdaya dan kapabilitas dalam memberikan kontribusi pada kinerja organisasi yang lebih baik. Organizational Learning adalah organisasi yang secara aktif menciptakan, mendapatkan dan mentransfer pengetahuan dan mengubah perilakunya atas dasar pengetahuan (Wibowo, 2006). Menurut Senge dalam Tjakraatmadja (2006:123), Proses belajar individual terjadi jika anggota organisasi mengalami proses pemahaman terhadap konsep-konsep baru (know why), yang dilanjutkan dengan meningkatnya kemampuan dan pengalaman untuk merealisasikan konsep tersebut (know how), sehingga terjadi perubahan atau perbaikan nilai tambah organisasi. Menurut Nevis (2008) organizational learning adalah kesengajaan menggunakan proses- proses pembelajaran pada tingkat individu, kelompok, dan sistem untuk mentransformasi organisasi secara berkelanjutan yang mengarah pada meningkatnya kepuasan stakeholdernya. Nevis berpendapat bahwa proses pembelajaran dalam organizational learning dilakukan tidak hanya oleh individu tetapi juga pada kelompok dan seluruh organisasi yang
14 bertujuan untuk mencapai kesuksesan yang telah diharapkan oleh atasan atau pemangku jabatan. Sedangkan menurut Mondy (2008:p211), organizational learning adalah suatu keadaan dimana perusahaan menyadari pentingnya pelatihan dan pengembangan terkait dengan kinerja berkelanjutan dan mengambil tindakan yang tepat. Menurut
Goh
dan
Richard
(1997)
dalam
Tjio
(2013:p15)
pembelajaran organisasi dapat didefinisikan sebagai kemampuan organisasi untuk menerapkan praktek-praktek manajemen, struktur, sistem dan prosedur yang tepat yang menfasilitasi dan memicu pembelajaran di organisasi tersebut. Kemampuan ini merupakan kemampuan yang sangat strategis bagi organisasi, karena dengan kemampuan pembelajaran yang tinggi, organisasi dapat beradaptasi dengan cepat pada lingkungan bisnis yang kompleks. Mengacu dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa organizational learning adalah kemampuan organisasi untuk belajar dari pengalaman masa lalu dan masa sekarang sehingga perusahaan mampu untuk memperbaiki kinerja nya secara berkelanjutan. Organizational learning juga merupakan proses yang harus dilakukan perusahaan untuk menciptakan learning organization (organisasi belajar). Teori dari Peter Senge (1994) yang dikutip dalam Tjakraatmadja (2006:p153) dalam menyatakan organizational learning adalah orgnisasi dimana orang- orang secara continue menemukan dan mengembangkan kapasitasnya untuk menciptakan masa depan. Ketika karyawan dalam suatu organisasi melakukan pembelajaran dan budaya belajar yang secara terus menerus dan mengembangkan kemampuannya dalam pekerjaan maka organisasi tersebut telah menerapkan organizational learning. Dari literatur-literatur yang dikemukakan diatas penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa organizational learning adalah organisasi yang ingin terus menerus belajar untuk mencapai visi, meningkatkan daya saing perusahaan, organisasi yang mau belajar dari kesalahan, serta memberikan keuntungan bagi organisasi maupun perusahaan.
15 2.4.1 Dimensi Organizational Learning Peter Senge (1994:35) dalam bukunya “The Fifth Discipline: The Art and Practice of the Learning Organization”, dikutip oleh Siti Makrufah (2011) terdapat lima dimensi untuk menjamin terwujudnya organizational learning yaitu : 1. System Thinking Suatu sistem yang harus bekerja sama untuk menghasilkan kinerja yang optimal. Proses cara berpikir untuk menggambarkan dan memahami pekerjaan unit lain dan hubungan yang menentukan perilaku dari suatu system. Unit-unit itu antara lain ada yang disebut divisi, direktorat, bagian, atau cabang. Kesuksesan suatu organisasi sangat ditentukan oleh kemampuan organisasi untuk melakukan pekerjaan secara sinergis. Kemampuan untuk membangun hubungan yang sinergis ini hanya akan dimiliki bila semua anggota unit saling memahami pekerjaan unit lain dan memahami juga dampak dari kinerja unit tempat dia bekerja pada unit lainnya. Berpikir dengan melihat antar hubungan bukan pada hubungan sebab akibat namun lebih memperhatikan proses perubahaan. Sistem berpikir, bersama dengan pembelajaran transformatif mengubah cara dominan individu dalam berpikir agar mereka memahami dan mengelola di dunia yang meningkat dari saling ketergantungan. Menguasai sistem berpikir membantu melihat bagaimana tindakan mereka telah membentuk realitas mereka saat ini dan transformasi yang mengembangkan keyakinan yang benar-benar dapat menciptakan realitas baru dalam waktu. Berpikir sistem adalah berpikir menyeluruh terhadap semua komponen organisasi sebagai satu kesatuan yang saling mempengaruhi. Dr. Ping Yu Wang (2006) dalam jurnalnya yang berjudul Human Resource Management Plays a New Role in Learning Organizations mengatakan bahwa manusia telah berhasil mengembangkan pengetahuan ilmiah dengan mengadopsi suatu metode analisis untuk memahami dan mencari tahu masalah. Metode ini melibatkan melanggar masalah menjadi komponen-komponen, mempelajari setiap bagian secara terpisah, dan kemudian menarik kesimpulan tentang keseluruhan. Menurut Senge, semacam ini berpikir linier dan mekanistik menjadi semakin tidak efektif untuk mengatasi masalah modern. McCutchan menunjukkan bahwa system thinking melihat gejala gejala dalam
organisasi
menjadi
pemahaman
dalam
masalah
organisasi.
16 Menguasai system thinking membantu mereka melihat bagaimana tindakan mereka telah membentuk realitas mereka saat ini dan transformasi yang mengembangkan keyakinan yang benar-benar dapat menciptakan realitas baru. Indikator dari System Thinking yaitu : -
Proses cara berpikir untuk menghasilkan kinerja yang optimal
-
Proses cara berpikir untuk memahami pekerjaan unit lain
2.
Personal Mastery Keahlian untuk mengklasifikasi visi pribadi dan visi organisasi serta
melihat realita dengan objektif. Hal tersebut bisa dicapai dengan pembelajaran individu terhadap organisasi. Individu yang belajar tidak menjamin organisasi untuk belajar, namun tanpa individu yang belajar tidak ada organisasi yang belajar. Peter Senge menggambarkan penguasaan pribadi adalah salah satu disiplin ilmu inti yang diperlukan untuk membangun sebuah organisasi belajar. Sejak penguasaan pribadi berlaku untuk pembelajaran individu, organisasi tidak bisa belajar sampai anggotanya mulai belajar. Untuk memulai penguasaan pribadi, organisasi harus menentukan apa individu yang ingin dicapai, dan membutuhkan ukuran sejati seberapa dekat satu ke tujuan. Setelah menetapkan tujuan individu, refleksi kritis sangat penting karena orang mengembangkan penguasaan pribadi dan terus memperluas kemampuan mereka untuk menciptakan hasil yang mereka inginkan. McCutchan (1997) menyatakan bahwa melalui dialog individu dibangun berbagi visi yang menarik organisasi dan itu kenginan mereka benar-benar ingin mencapai tujuan. Disiplin yang mendorong sebuah organisasi untuk terus-menerus belajar bagaimana menciptakan masa depannya, yang hanya akan terbentuk jika individu-individu para anggota organisasi mau dan mampu terus belajar menjadikan dirinya seorang ahli di bidang ilmunya. Indikator dari Personal Mastery yaitu : -
Memiliki kenginan belajar menjadi ahli di bidang pekerjaan
-
Keinginan untuk terus-menerus belajar menciptakan masa depan yang baik
17 3. Mental Models Suatu proses menilai diri sendiri untuk memahami, asumsi, keyakinan, dan prasangka atas rangsangan yang muncul. Mental model memungkinkan manusia bekerja dengan lebih cepat. Dalam organisasi pembelajar, mental model ini didiskusikan, dicermati, dan direvisi pada level individual, kelompok, dan organisasi. Penguasaan individu yang tinggi dalam keadaan hidup selalu belajar, individu merasa tidak cukup puas mencapai tujuan dan terus belajar. Mental Model adalah asumsi tertanam dan paradigma yang mempengaruhi bagaimana kita memahami dan bertindak di dunia kerja. Mental model adalah cara seseorang memandang dunia dan bereaksi kepadanya. Disiplin, kerjasama, sinergis, kolaboratif, suasana menyenangkan, dan mau belajar adalah contoh contoh mental model yang perlu dikembangkan dalam organisasi. Organisasi akan mengalami kesulitan untuk mampu melihat berbagai realitas yang ada, jika para anggota organisasi tidak mampu merumuskan asumsi serta nilai-nilai yang tepat untuk digunakan sebagai basis cara berpikir maupun cara memandang berbagai permasalahan organisasi. Keterampilan untuk menemukan prinsip dan nilai-nilai yang baru, serta tumbuhnya semangat berbagi nilai untuk menumbuhkan keyakinan bersama sehingga menguatkan semangat dan komitmen kebersamaan yang dibutuhkan untuk membangun mental model organisasi. Indikator dari Mental Models yaitu : -
Proses menilai diri sendiri
-
Merumuskan nilai-nilai yang tepat
4. Shared Vision Pembelajaran organisasi membutuhkan visi bersama, visi yang disepakati oleh seluruh anggota organisasinya. Visi bersama ini akan menjadi kompak dan sekaligus pemicu semangat serta komitmen untuk selalu bersama, sehingga menumbuhkan motivasi kepada para karyawan untuk belajar dan terus belajar meningkatkan kompetensinya. Keterampilan untuk menyesuaikan antara visi pribadi dengan visi organisasi, serta keterampilan berbagi visi agar mencapai tujuan pribadi yang terkandung dalam visi bersama organisasi, merupakan disiplin individual yang dibutuhkan untuk membangun disiplin berbagi visi. Artinya, untuk
18 menumbuhkan komitmen dan performance yang tinggi dari seluruh karyawan, harus dimulai dari adanya visi bersama. Visi dinilai mampu memberikan inspirasi pada organisasi sehingga mampu memberikan gambaran bersama terhadap keadaan yang ingin diciptakan dimasa depan. Menurut Slamet Suyanto, (2011) Keberhasilan suatu organisasi dapat terlaksana apabila semua anggota memiliki pandangan dan cita-cita yang sama, merasa senasib dan seperjuangan untuk meraih tujuan organisasi yang dikenal sebagai Visi Bersama (shared vision). Visi bersama dibangun oleh seluruh anggota organisasi sebagai keinginan, tekad, dan komitmen bersama. Indikator dari Shared Vision yaitu : -
Menyesuaikan visi pribadi dengan visi organisasi
-
Karyawan memiliki komitmen untuk selalu bersama organisasi
-
Keterbukaan dan dorongan dalam mengemukakan ide-ide baru
5. Team Learning The Fifth Discipline Fieldbook menyatakan bahwa pembelajaran tim mendefinisikan sebagai disiplin yang dimulai dengan "dialog," kapasitas anggota tim untuk menangguhkan asumsi dan masuk ke asli "berpikir bersama-sama.". Pembelajaran tim ini penting karena tim bukan individu, merupakan unit pembelajaran mendasar dalam organisasi modern. Pembelajaran tim menciptakan perilaku sopan, meningkatkan komunikasi, menjadi lebih mampu melakukan tugas-tugas pekerjaan bersama-sama, dan membangun hubungan yang kuat. Organisasi harus mampu belajar sebagai satu tim, menghadapi dan memecahkan persoalan bersama- sama. Asumsi dasar yang dipakai adalah team learning jauh lebih baik daripada jumlah hasil belajar perorangan masing- masing. Pembelajaran tim akan efektif jika para anggota kelompok tersebut memiliki rasa saling membutuhkan satu dengan yang lainnya untuk dapat bertindak sesuai dengan rencana bersama. Kemampuan untuk bertindak sesuai dengan rencana bersama sering terhambat hanyalah karena kita tidak mampu berkomunikasi dan berkoordinasi secara benar dengan pihak lain. Untuk itu, bekerja sama dengan tim, kemampuan belajar dan beradaptasi, serta usaha untuk meningkatkan partisipasi, merupakan yang dibutuhkan untuk membangun disiplin pembelajaran tim.
19 Indikator dari Team Learning yaitu : -
Adanya rasa saling membutuhkan antar karyawan
-
Memiliki rasa kebersamaan
-
Berkomunikasi (berdialog) dengan baik
Gambar 2.1 Components Organization Learning Sumber : Peter Senge (1994:35) dalam bukunya “The Fifth Discipline” 2.4.2 Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Organizational Learning Parmono, 2001 (dalam Haryanti, 2006) menyatakan bahwa Upaya pembentukan organisasi pembelajaran ini harus memperhatikan faktor-faktor budaya, strategi, struktur dan lingkungan organisasi yang bersangkutan. Lebih jauh dikemukakan bahwa ada delapan karakteristik yang harus dimiliki oleh organisasi agar berhasil menjadi organisasi pembelajaran, yaitu: 1. Adanya peluang untuk belajar bagi seluruh komponen yang ada dalam organisasi di perusahaan, bukan hanya secara formal tetapi juga terwujud dalam aktivitas sehari-hari. 2. Adanya perancangan struktur dan budaya organisasi yang menjamin, merangsang, dan memungkinkan seluruh komponen yang ada dalam organisasi untuk belajar, menanyakan praktek manajemen yang ada
20 selama ini, bereksperimen, dan berkontribusi dengan ide-ide baru yang lebih segar. 3. Adanya perancangan struktur dan budaya organisasi yang menjamin agar karyawan dapat melakukan proses pembelajaran. 4. Adanya insentif bagi para manajer yang selalu menggunakan prinsip keterbukaan dan partisipatif dalam setiap proses pengambilan keputusan. 5. Adanya prinsip penerimaan terhadap kemungkinan timbulnya kesalahan sebagai bagian dari proses pembelajaran. 6. Adanya kesempatan dan hak yang sama bagi seluruh karyawan tanpa terkecuali untuk melakukan kegiatan pembelajaran. 7. Adanya keterbukaan sistem manajemen data dan akuntansi yang bisa diakses oleh para pengguna yang lebih luas namun berkompeten. Semakin kaburnya batas-batas yang ada antar karyawan dan antar departemen sehingga memungkinkan terciptanya keterbukaan komunikasi dan hubungan pemasok-pelanggan (supplier-customer relationship) dalam setiap tahapan proses manajemen. 8. Adanya pemahaman bahwa keputusan pimpinan bukanlah solusi yang lengkap tetapi lebih sebagai eksperimen yang masuk akal (rational experiment). 2.5
Definisi Kompetensi Kompetensi adalah kemampuan seorang individu untuk melakukan pekerjaan
dengan benar. Kompetensi adalah seperangkat perilaku didefinisikan yang menyediakan panduan terstruktur yang memungkinkan identifikasi, evaluasi dan pengembangan perilaku dalam individu karyawan. Kompetensi juga digunakan sebagai deskripsi yang lebih umum dari persyaratan sdm dalam organisasi dan masyarakat. Terlepas dari pelatihan, kompetensi akan tumbuh melalui pengalaman dan sejauh mana seorang individu untuk belajar dan beradaptasi. Kompetensi juga merupakan kebutuhan untuk menjadi sukses dalam pekerjaan. Kompetensi mencakup semua pengetahuan yang terkait, keterampilan, kemampuan, dan atribut yang membentuk pekerjaan seseorang. Ini merupakan kualitas dalam konteks tertentu berkorelasi dengan prestasi kerja yang unggul dan dapat digunakan sebagai standar yang mengukur prestasi kerja serta untuk mengembangkan, merekrut, dan mempekerjakan karyawan.
21 Kompetensi mungkin berlaku untuk semua karyawan dalam suatu organisasi dalam menentukan posisi tertentu. Mengidentifikasi kompetensi karyawan dapat berkontribusi untuk meningkatkan kinerja organisasi. Paling efektif jika mereka memenuhi beberapa standart penting, termasuk hubungan dan pengaruh dalam organisasi sistem sumber daya manusia. Sebuah kompetensi merupakan kekuatan strategis organisasi inti. Dengan memiliki kompetensi yang ditetapkan dalam organisasi, memungkinkan karyawan untuk mengetahui apa yang mereka butuhkan agar menjadi produktif. Ketika benar didefinisikan, kompetensi, memungkinkan organisasi untuk mengevaluasi sejauh mana perilaku karyawan dan di mana karyawan mengalami kekurangan. Hal ini akan memungkinkan organisasi untuk mengetahui potensi sumber daya apa yang mereka perlukan untuk membantu karyawan mengembangkan dan mempelajari kompetensi mereka. Terakhir, kompetensi dapat menyediakan model terstruktur yang dapat digunakan untuk mengintegrasikan praktik manajemen di seluruh organisasi. Kompetensi yang menyelaraskan dalam merekrut, kinerja manajemen, pelatihan dan pengembangan dan penghargaan praktek untuk memperkuat nilai-nilai perilaku menurut Alain Mitrani dan Murray Dalziel (2007:p19-21) dalam buku Competency Based Human Resource Management. Training Agency dalam Sudarmanto (2009:48), menyatakan kompetensi merupakan kemampuan untuk menjalankan aktivitas dalam pekerjaan atau fungsi sesuai dengan standar kerja yang diharapkan oleh perusahaan. Spencer (1993) dalam Manopo (2011:30) menyatakan kompetensi adalah sejumlah karakteristik individu yang berhubungan dengan acuan kriteria prilaku yang diharapkan dan kinerja yang terbaik di dalam sebuah pekerjaan ataupun situasi yang diharapkan untuk dipenuhi. Sedangkan McCelland (1993) dalam Sudarmanto (2009:48), menyatakan kompetensi adalah karakteristik dasar personal yang menjadi faktor penentu sukses atau tidaknya seseorang di dalam mengerjakan suatu pekerjaan. Penelitian ini menunjukkan bahwa meskipun kompetensi memberi efek positif
pada kepuasan kerja. ( The Influence of Competence, Motivation, and
Organisational Culture to High School Teacher Job Satisfaction and Performance Arifin, H Muhammad. International Education Studies 8.1 (Jan 2015): 38-45 ) Karakteristik yang mendasari kompetensi merupakan bagian dari kepribadian seseorang yang telah tertanam dan berlangsung lama dan dapat memprediksi perilaku dalam berbagai tugas dan situasi kerja. Penyebab terkait bahwa kompetensi menyebabkan atau memprediksi perilaku dan kinerja, acuan kriteria kompetensi
22 secara aktual memprediksi siapa yang mengerjakan sesuatu dengan baik atau buruk, sebagaimana diukur oleh kriteria spesifik atau standar. Kompetensi dengan demikian merupakan sejumlah karakteristik yang mendasari seseorang dan menunjukkan caracara bertindak, berpikir, atau menggeneralisasikan situasi secara layak dalam jangka panjang. Mengacu dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kompetensi adalah karakteristik dasar setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang memungkinkan seseorang memberikan kinerja yang terbaik di dalam pekerjaannya. 2.5.1 Karakteristik Kompetensi Spencer (1993) dalam Sudarmanto (2009:53), menyatakan bahwa kompetensi individu merupakan karakter sikap dan prilaku, atau kemampuan individual yang relatif stabil ketika menghadapi suatu situasi di tempat kerja yang terbentuk dari sinergi antara watak, konsep diri, motivasi internal, serta kapasitas pengetahuan kontekstual.
Ada
lima
karakteristik
utama
dari
kompetensi
yang
dapat
mempengaruhi kinerja karyawan, yaitu: 1. Motif Motif adalah sesuatu yang secara konsisten dipikirkan atau dikehendaki seseorang yang menyebabkan tindakan. Motif menggerakkan, mengarahkan, dan menyeleksi perilaku terhadap kegiatan atau tujuan tertentu. 2. Sifat Sifat adalah karakteristik-karakteristik fisik dan respon-respon konsisten terhadap rangsangan dan tekanan pada berbagai situasi. 3. Konsep diri Konsep diri adalah sikap, nilai, dan citra diri seseorang. Konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki seseorang mengenai dirinya sendiri dan hal yang mencerminkan identitas dirinya. 4. Pengetahuan Pengetahuan adalah informasi seseorang di dalam bidang spesifik tertentu. 5. Keterampilan Keterampilan adalah aspek perilaku yang dapat dipelajari melalui latihan yang digunakan untuk memenuhi tuntunan pekerjaan tertentu.
23 2.5.2 Tingkat Kompetensi Tingkat kompetensi seseorang terdiri dari dua bagian. Bagian yang dapat dilihat dan dikembangkan, disebut permukaan (surface) seperti pengetahuan dan keterampilan, dan bagian yang tidak dapat dilihat dan sulit dikembangkan
disebut sebagai
sentral atau
inti
kepribadian
(core
personality), seperti sifat-sifat, motif, sikap dan nilai-nilai. Menurut kriteria kinerja pekerjaan (job performance criterion) yang diprediksi, kompetensi dapat dibagi ke dalam dua kategori, yaitu : 1. Kompetensi permulaan atau ambang (threshold competencies) merupakan karakteristik yang biasanya adalah pengetahuan dan keterampilan dibutuhkan oleh seseorang untuk dapat berfungsi efektif dalam pekerjaannya akan tetapi tidak membedakan kinerja pekerja yang superior dan kinerja pekerja yang biasa saja. 2. Kompetensi kategori kedua adalah kompetensi yang membedakan yaitu faktor-faktor yang membedakan antara pekerja yang memiliki kinerja superior dan biasa-biasa saja (rata-rata). Dari komponenkomponen tersebut, keterampilan dan pengetahuan memiliki sifat yang dapat dilihat (visible) dan mudah dikembangkan melalui program pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia, sedangkan citra diri, watak, dan motif memiliki sifat yang tidak terlihat (hidden) dan lebih sulit untuk dikembangkan. 2.5.3 Dimensi Kompetensi Lyle, Spencer dan Signe (1993) dalam Winanti (2011), mengklasifikasikan dimensi kompetensi menjadi tiga, yaitu: 1. Kompetensi Intelektual Kompetensi intelektual yaitu karakter sikap dan perilaku atau kemajuan dan kemampuan intelektual individu (dapat berupa pengetahuan, keterampilan, pemahaman professional, pemahaman kontekstual, dan lain-lain). Indikator kompetensi intelektual ini terbagi menjadi sembilan indikator, yaitu: a. Berprestasi, yaitu keinginan atau semangat seseorang untuk berusaha mencapai kinerja terbaik dengan menetapkan tujuan
24 yang menantang serta menggunakan cara yang lebih baik secara terus-menerus. b. Kepastian kerja, yaitu keinginan dan kemampuan seseorang untuk meningkatkan kejelasan kerja dengan menetapkan rencana yang sistematik dan mampu memastikan pencapaian tujuan berdasarkan data dan informasi yang akurat c. Inisiatif, yaitu keinginan seseorang untuk bertindak melebihi tuntutan seseorang, atau sifat keinginan untuk mengetahui hal-hal yang baru dengan mengevaluasi, menyeleksi, dan melaksanakan berbagai metode dan strategi untuk meningkatkan kinerja. d. Penguasaan
informasi,
yaitu
kepedulian
seseorang
untuk
meningkatkan kualitas keputusan dan tindakan berdasarkan informasi yang akurat dan juga berdasarkan pengalaman serta pengetahuan atas kondisi lingkungan kerja. e. Berfikir analitik, yaitu kemampuan seseorang untuk memahami situasi
dengan
cara
menguraikan
permasalahan
menjadi
komponen-komponen yang lebih terinci serta menganalisis permasalahan secara sistematik/bertahap berdasarkan pendekatan logis. f. Berfikir
konseptual,
yaitu
kemampuan
seseorang
untuk
memahami dan memandang suatu permasalahan sebagai satu kesatuan
yang
meliputi
kemampuan
memahami
akar
permasalahan atau komponen masalah yang sedang terjadi pada perusahaan. g. Keahlian praktikal, yaitu kemampuan menguasai pengetahuan eksplisit berupa keahlian untuk menyelesaikan pekerjaan serta keinginan untuk memperbaiki dan mengembangkan diri sendiri. h. Kemampuan linguistik, yaitu kemampuan untuk menyampaikan pemikiran atau gagasan secara lisan maupun tulisan untuk kemudian didiskusikan atau didialogkan sehingga terbentuk persamaan persepsi. i. Kemampuan naratif, yaitu kemampuan untuk menyampaikan pokok-pokok pikiran dan gagasan dalam suatu pertemuan formal
25 atau
informal
dengan
menggunakan
media
cerita
atau
perumpamaan. 2. Kompetensi Emosional Menurut Lyle, Signe dan Spencer (1993) dalam Winanti (2011), kompetensi emosional adalah karakter sikap dan perilaku atau keinginan dan kemampuan untuk menguasai diri dan memahami lingkungan sehingga pola emosi karyawan lebih relative stabil ketika menghadapi berbagai permasalahan di tempat kerja. Indikator kompetensi emosional terbagi menjadi enam indikator, yaitu: a. Empati, yaitu kemampuan dan keinginan untuk memahami, mendengarkan, dan menanggapi hal-hal yang tidak di katakan orang lain, tetapi berupa pemahaman atas pemikiran dan perasaan orang lain. b. Kepedulian terhadap kepuasan pelanggan, yaitu keinginan untuk membantu dan melayani pelanggan dengan baik dan benar. c. Pengendalian diri, yaitu kemampuan untuk mengendalikan emosi pada saat menghadapi tekanan sehingga tidak melakukan tindakan yang negative dalam situasi apapun yang terjadi. d. Percaya diri, yaitu keyakinan seseorang untuk menunjukkan citra diri, keahlian, dan kemampuan yang positif. e. Kemampuan beradaptasi, yaitu kemampuan menyesuaikan diri dan bekerja secara efektif pada berbagai situasi dan mampu melihat setiap perubahan situasi. f. Komitmen pada organisasi, yaitu kemampuan seseorang untuk mengikatkan diri terhadap visi dan misi organisasi dengan memahami kaitan antara tanggung jawab pekerjaanya dengan tujuan organisasi. 3. Kompetensi Sosial Kompetensi sosial adalah karakter sikap dan perilaku atau keinginan dan kemampuan untuk membangun hubungan kerja sama dengan orang lain yang bersifat stabil ketika menghadapi permasalahan di tempat kerja.Indikator kompetensi sosial terbagi menjadi tiga, yaitu:
26 a. Kesadaran berorganisasi, yaitu kemampuan untuk memahami posisi dan kekuasaan dengan baik di dalam organisasi maupun dengan pihak-pihak eksternal perusahaan. b. Membangun hubungan kerja, yaitu kemampuan untuk membangun dan memelihara jaringan kerja yang sama agar hubungan tetap hangat dan akrab. c. Kepemimpinan, yaitu keinginan dan kemampuan untuk berperan sebagai pemimpin kelompok yang mampu menjadi teladan bagi anggota kelompok yang dipimpinnya.
2.6
Definisi Kinerja Karyawan Kinerja dapat diartikan sebagai suatu pencapaian hasil kerja sesuai dengan aturan dan standar yang berlaku pada masing-masing organisasi. Menurut Mathis dan Jackson (2006:378), kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh karyawan. Kinerja karyawan adalah yang mempengaruhi seberapa banyak mereka memberi kontribusi kepada organisasi. Perbaikan kinerja baik untuk individu maupun kelompok menjadi pusat perhatian dalam upaya meningkatkan kinerja organisasi. Menurut Sutrisno (2010:170), kinerja adalah kesuksesan seseorang dalam melaksanakan tugas, hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung
jawab
masing-masing
atau
tentang
bagaimana
seseorang
diharapkan dapat berfungsi dan berperilaku sesuai dengan tugas yang telah dibebankan kepadanya serta kuantitas, kualitas dan waktu yang digunakan dalam menjalankan tugas. Menurut Sudarmanto (2009:8), kinerja merupakan catatan hasil yang diproduksi/dihasilkan atas fungsi pekerjaan tertentu atau aktivitas-aktivitas selama periode waktu tertentu dan seperangkat perilaku yang relevan dengan tujuan organisasi. Menurut Rivai (2009:548), kinerja merupakan perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan.
27 Menurut Mangkunegara (2010:9) kinerja karyawan adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Dari beberapa definisi kinerja diatas, dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah prestasi atau hasil kerja (output) baik kualitas maupun kuantitas yang dicapai Sumber Daya Manusia dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. 2.6.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Karyawan Faktor – faktor yang dapat mempengaruhi kinerja karyawan menurut Sutrisno (2010:170), yaitu: 1.
Efektivitas dan Efisiensi Dalam hubungannya dengan kinerja organisasi, maka ukuran baik buruknya kinerja diukur oleh efektivitas dan efisiensi. Masalahnya adalah bagaimana proses terjadinya efisiensi dan efektivitas organisasi. Dikatakan efektif bila mencapai tujuan, dikatakan efisien bila hal itu memuaskan sebagai pendorong mencapai tujuan.
2.
Otoritas dan Tanggung jawab Dalam organisasi yang baik, wewenang dan tanggung jawab telah didelegasikan dengan baik, tanpa adanya tumpang tindih tugas. Masingmasing karyawan yang ada dalam organisasi mengetahui apa yang menjadi haknya dan tanggung jawabnya dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Kejelasan wewenang dan tanggung jawab setiap orang dalam suatu organisasi akan mendukung kinerja karyawan tersebut.
3.
Disiplin Secara umum, disiplin menunjukkan suatu kondisi atau sikap hormat yang ada pada diri karyawan terhadap peraturan dan ketetapan perusahaan. Masalah disiplin karyawan yang ada di dalam organisasi baik atasan maupun bawahan akan memberikan corak terhadap kinerja organisasi. Kinerja organisasi akan tercapai apabila kinerja individu maupun kelompok ditingkatkan.
4.
Inisiatif
28 Inisiatif seseorang berkaitan dengan daya pikir, kreativitas dalam bentuk ide untuk merencanakan sesuatu yang berkaitan dengan tujuan organisasi. Dengan perkataan lain, inisiatif karyawan yang ada di dalam organisasi merupakan daya dorong kemajuan yang akhirnya akan mempengaruhi kinerja. Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
pencapaian
kinerja
menurut
Mangkunegara (2006:13), yaitu : 1. Faktor Kemampuan (Ability) Secara psikologis, kemampuan (ability) terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan realita (knowledge + skill). Artinya, pimpinan dan karyawan yang mempunyai IQ di atas rata-rata(IQ 110-120) apalagi IQ Superior, very superior, gifted dan genius dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka akan lebih mudah mencapai kinerja maksimal. 2. Faktor motivasi (Motivation) Motivasi diartikan suatu sikap (attitude) pimpinan dan karyawan terhadap situasi kerja (situation) di lingkungan organisasinya. Mereka yang bersikap positif (pro) terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja tinggi dan sebaliknya jika mereka bersifat negatif (kontra) terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja yang rendah. Situasi kerja yang dimaksud mencakup antara lain hubungan kerja, fasilitas kerja, iklim kerja, kebijakan pimpinan, pola kepemimpinan kerja dan kondisi kerja.
2.6.2
Pengukuran Kinerja Karyawan Menurut Larry D. Stout dalam Hessel Nogi (2005 : 174) mengemukakan
bahwa pengukuran atau penilaian kinerja dalam organisasi merupakan proses mencatat dan mengukur pencapaian pelaksanaan kegiatan dalam arah pencapaian misi (mission accomplishment) melalui hasil yang ditampilkan berupa produk dan jasa ataupun suatu proses. Berbeda dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Bastian (2001 : 330) dalam Hessel Nogi (2005 : 173) bahwa pengukuran dan pemanfaatan penilaian kinerja akan mendorong pencapaian tujuan organisasi dan akan memberikan umpan
29 balik untuk upaya perbaikan secara terus menerus. Secara rinci, Bastian mengemukakan peranan penilaian pengukuran kinerja organisasi sebagai berikut : 1. Memastikan pemahaman para pelaksana dan ukuran yang digunakan untuk pencapaian prestasi, 2. Memastikan tercapaianya skema prestasi yang disepakati, 3. Memonitor dan mengevaluasi kinerja dengan perbandingan antara skema kerja dan pelaksanaanya, 4. Memberikan penghargaan maupun hukuman yang objektif atas prestasi pelaksanaan yang telah diukur, sesuai dengan sistem pengukuran yang telah disepakati, 5. Menjadikanya sebagai alat komunikasi antara bawahan dan pimpinan dalam upaya memperbaiki kinerja organisasi, 6. Mengidentifikasi apakah kepuasan pelanggan sudah terpenuhi, 7. Membantu proses kegiatan organisasi, 8. Memastikan bahwa pengambilan keputusan telah dilakukan secara objektif, 9. Menunjukkan peningkatan yang perlu dilakukan, 10. Mengungkapkan permasalahan yang terjadi. Begitu pentingnya penilaian kinerja bagi keberlangsungan organisasi dalam mencapai tujuan, maka perlu adanya indikator-indikator pengukuran kinerja yang dipakai secara tepat dalam organisasi tertentu. 2.6.3 Dimensi Kinerja Karyawan Kinerja menurut Robbins dan Coulter (2005:226) adalah hasil kerja individu atau kelompok dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan organisasi sesuai dengan periode waktu yang telah ditetapkan. Terdapat 3 kriteria dasar atau dimensi dalam kinerja, yaitu : 1. Usaha Usaha yang dicurahkan karyawan untuk perusahaan dengan berbagai tindakan demi menghasilkan output yang baik, dalam usaha tersebut sumber daya manusia memahami adanya etika dalam bekerja, mengutamakan frekuensi kehadiran, serta motivasi dalam dirinya untuk menciptakan kinerja yang berkualitas.
30 2. Pengukuran Pengukuran merupakan suatu kriteria yang menjadi acuan dalam penilaian, acuan dalam pengukuran dapat diasumsikan dengan 2 hal yaitu : -
Kualitas adalah terkait dengan proses atau hasil mendekati sempurna atau ideal dalam memenuhi maksud atau tujuan.
-
Kuantitas adalah terkait dengan satuan jumlah atau kuantitas yang dihasilkan.
-
Ketepatan waktu adalah terkait dengan waktu yang diperlukan dalam menyelesaikan aktivitas atau menghasilkan produk.
3. Dukungan Organisasi Dukungan organisasi merupakan apa yang diberikan organisasi terhadap pekerja dalam menjalankan pekerjaanya yag bertujuan dapat menciptakan proses bekerja yang efektif dan efisien. Dukungan organisasi meliputi fasilitas pelatihan dan teknologi yang menunjang kinerja.
2.6.4 Manfaat Penilaian Kinerja Adapun secara terperinci manfaat penilaian kinerja bagi organisasi menurut Rivai (2005:55) diantaranya : 1.
Perbaikan kinerja Umpan balik pelaksanaan kerja yang bermanfaat bagi karyawan dalam bentuk kegiatan untuk meningkatkan atau memperbaiki kinerja karyawan.
2.
Penyesuaian kompensasi Penilaian kinerja membantu pengambil keputusan dalam penyesuaian ganti rugi, menentukan siapa yang perlu dinaikkan upah, bonus atau kompensasi lainnya.
3.
Keputusan penempatan Membantu dalam promosi, keputusan penempatan, perpindahan dan penurunan pangkat pada umumnya didasarkan pada masa lampau atau mengantisipasi kinerja.
4.
Pelatihan dan pengembangan
31 Kinerja buruk mengindikasikan adanya suatu kebutuhan untuk latihan. Demikian juga kinerja baik dapat mencerminkan adanya potensi yang belum digunakan dan harus dikembangkan. 5.
Perencanaan dan pengembangan karier Umpan balik penilaian kinerja dapat digunakan sebagai panduan dalam perencanaan dan pengembangan karier karyawan.
2.7
Tinjauan Penelitian Terdahulu 1. Penelitian Mohamed Sulaiman, dalam jurnalnya yang berjudul Organizational Learning, Innovation and Performance tahun 2011. Hasil penelitian ini menemukan bahwa ketika karyawan secara sadar dan bertanggung jawab terus-menerus memperhatikan pengembangan dirinya dan belajar dengan berbagai bentuk dan cara untuk mengatasi peluang eksternal dan ancaman, yaitu memperoleh pengetahuan dan keterampilan baru yang akan meningkatkan kinerja yang ada di masa depan. 2. Penelitian Becker and Ulrich dalam jurnalnya yang berjudul Competency refers to an individual’s knowledge, skill, ability or personality characteristics that directly influence job performance tahun 2005. Hasil penelitian ini yang berarti kompetensi mengandung aspek-aspek pengetahuan, keterampilan (keahlian) dan kemampuan ataupun karakteristik kepribadian yang mempengaruhi kinerja. 3. Penelitian Robert White dalam jurnalnya yang berjudul Analysis of college students occupation competence, Canadian Social Science tahun 2013. Hasil penelitian ini adalah aspek kebutuhan strategis pengembangan organisasi, dalam rangka memperkuat daya saing dan meningkatkan kinerja aktual adalah terkait manajemen sumber daya manusia yang unik termasuk cara berpikir, metode operasi dan proses operasi untuk menjadi efisien.
32
2.8
Kerangka Pemikiran ORGANIZATIONAL LEARNING KINERJA KARYAWAN
KOMPETENSI Gambar : 2.2 Kerangka Pemikiran