57
BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1
Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dapat dilakukan dalam berbagai cara, setting, dan sumber. Bila dilihat dari segi cara atau teknik pengumpulan data, teknik pengumpulan
data
dapat
dilakukan
dengan
menggunakan interview
(wawancara), kuesioner (angket), observasi (pengamatan), dan gabungan dari ketiganya. Sedangkan bila dilihat dari segi setting-nya, data dapat dikumpulkan dalam setting alamiah (natural setting), dalam laboratorium dengan metode percobaan atau experiment, dalam suatu kantor dengan berbagai responden, dalam suatu seminar, diskusi , di restoran, dll. Apabila dilihat dari segi sumber datanya, maka pengumpulan data dapat dibagi menjadi dua yaitu menggunakan sumber primer dan menggunakan sumber sekunder. Sumber primer adalah sumber data yang secara langsung memberikan data kepada pengumpul data, dan sumber sekunder merupakan sumber yang secara tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data.
58
2.1.1
Interview (Wawancara) Wawancara merupakan salah satu teknik dalam pengumpulan data, dimana teknik ini digunakan oleh peniliti bila ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan pokok permasalahan yang harus diteliti selain itu juga digunakan oleh peneliti untuk mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan dalam jumlah responden yang sedikit/kecil. Prof. Dr. Sugiyono (2004, p 130) mengemukakan bahwa anggapan yang perlu dipegang oleh peneliti dalam menggunakan metode interview dan juga kuisioner (angket) adalah sebagai berikut: 1. Bahwa subyek (responden) adalah orang yang paling tahu tentang dirinya sendiri. 2. Bahwa apa yang dinyatakan oleh subyek kepada peniliti adala benar dan dapat dipercaya. 3. Bahwa interpretasi subyek tentang pertanyaan-pertanyaan yang diajukan peneliti kepadanya adalah sama dengan apa yang dimaksudkan oleh peneliti. Wawancara yang dilakukan oleh peneliti atau pengumpul data dapat di bagi dalam 2 (dua) cara yaitu : 1. Wawancara terstruktur . Wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpulan data oleh peneliti atau pengumpul data bila mereka mengetahui dengan pasti tentang apa yang akan diperoleh. Sehingga dalam melakukan wawancara,
59
pengumpul data telah mempersiapkan pertanyaan-pertanyaan tertulis yang alternatif jawabannya pun telah disiapkan. Dengan wawancara terstruktur ini, setiap responden diberikan pertanyaan yang sama dan pengumpul data mencatat setiap jawabannya. Dalam
melakukan
wawancara,
selain
harus
mempersiapkan
pertanyaan-pertanyaan sebagai pedoman, pengumpul data atau peneliti juga dapat menggunakan alat bantu seperti tape recorder, gambar, grafik dan hal lain sebagainya yang dapat digunakan untuk membantu pelaksanaan wawancara menjadi lancar. 2. Wawancara tidak terstruktur. Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang bebas dimana peneliti atau pengumpul data tidak menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang telah disiapkan secara sistematis dan lengkap yang digunakan dalam pengumpulan datanya. Pedoman wawancara yang digunakan oleh peneliti atau pengumpul data hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan. Wawancara tidak terstruktur atau terbuka bisanya digunakan dalam penelitian pendahuluan atau untuk penelitian yang lebih mendalam tentang responden.
Dalam
penelitian
pendahuluan,
peneliti
menggunakan
wawancara tidak terstruktur untuk berusaha mendapatkan informasi awal tentang berbagai isu atau permasalahan yang ada pada obyek, sehingga peneliti dapat menentukan secara pasti permasalahan atau variabel apa
60
yang harus di teliti. Untuk mendapatkan gambaran permasalahan yang lebih lengkap dan jelas, maka peneliti perlu melakukan wawancara kepada pihak-pihak yang mewakili berbagai tingkatan atau bagian yang ada dalam obyek. Selain itu wawancara tidak terstruktur juga digunakan untuk mendapatkan informasi yang lebih dalam tentang responden. Dalam wawancara tidak terstruktur, peneliti belum mengetahui secara pasti data apa yang akan diperoleh, sehingga peneliti lebih banyak mendengarkan apa yang diceritakan oleh responden. Berdasarkan analisa terhadap setiap jawaban dari koresponden tersebut, maka peneliti dapat mengajukan – pertanyaan-pertanyaan berikutnya yang lebih terarah pada suatu tujuan. Wawancara baik yang dilakukan dengan face to face maupun yang menggunakan telepon, akan selalu terjadi kontak pribadi. Oleh karena itu pewawancara perlu memahami situasi dan kondisi sehingga dapat memilih waktu yang tepat, kapan dan di mana harus melakukan wawancara. Pada saat koresponden sedang sibuk bekerja atau sedang menganggur, sedang mempunyai masalah berat atau sedang tidak bermasalah, sedang mulai istirahat, sedang makan, sedang tidak sehat, atau sedang marah, maka harus hati-hati dalam melakukan wawancara. Bila dipaksakan wawancara dalam kondisi tersebut, data yang dihasilkan tidak valid dan akurat. Informasi atau data yang biasa di peroleh dari wawancara seringkali bias, dimana pengertian bias adalah menyimpang dari seharusnya, sehingga
61
dapat dinyatakan data tersebut subyektif dan tidak akurat. Kebiasan data dipengaruhi oleh pewawancara, yang di wawancarai (responden) dan situasi dan kondisi pada saat wawancara. Kelebihan dari teknik pengumpulan data dengan menggunakan interview atau wawancara: 1. Pewawancara dapat secara luwes mengajukan pertanyaan sesuai dengan situasi yang dihadapi pada saat itu. 2. Pewawancara dapat mengobservasi perilaku nonverbal, misalnya perasaan suka, tidak suka atau perilaku lainnya pada saat pertanyaan diajukan dan dijawab oleh responden. 3. Pertanyaan dapat diajukan secara berurutan sehingga responden dapat memahami maksud penelitian secara baik sehingga responden dapat menjawab pertanyaan dengan baik 4. Jawaban tidak dibuat oleh orang lain tetapi dibuat langsung oleh responden yang ditetapkan 5. Melalui wawancara dapat ditanyakan hal-hal rumit dan mendetail. 6. Pewawancara dapat memperoleh jawaban atas seluruh pertanyaan yang diajukan. Kekurangan dari teknik pengumpulan data dengan menggunakan interview atau wawancara: 1. Memerlukan waktu yang banyak untuk mengadakan wawancara dengan individu satu persatu.
62
2. Walaupun dilakukan secara bertatapmuka, namun kesalahan bertanya dan kesalahan dalam menafsirkan jawaban masih bisa terjadi. 3. Keberhasilan wawancara sanga bergantung kepada kepandaian pewawancara dalam memberikan pertanyaan. 4. Wawancara tidak selalu tepat pada kondisi-kondisi tempat tertentu, misalnya pada lokasi-lokasi yang ramai dan berisik. 5. Sangat bergantung kepada kesedian, kemampuan dan keadaan sementara dari subyek wawancara, yang mungkin menghambat ketelitian hasil wawancara. 6. Jangkauan responden relative kecil dan memakan waktu lebih lama. 7. Biaya yang dikeluarkan relatif lebih mahal dibandingan dengan teknik yang lain.
2.1.2
Kuesioner (Angket) Kuesioner merupakan salah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan memberikan sejumlah pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya. Kuesioner merupakan teknik pengumpalan data yang efisien bila peneliti tahu dengan pasti variabel yang akan diukur dan tahu apa yang bisa diharapkan dari koresponden. Kuesioner sangat cocok digunakan untuk responden dalam jumlah cukup besar dan tersebar diwilayah yang luas. Kuesioner dapat berupa pertanyaan atau pernyataan tertutup atau
63
terbuka, dapat diberikan kepada responden secara langsung atau dikirim melali pos atau internet. Bila penelitian dilakukan pada lingkup yang tidak terlalu luas, kuesioner dapat diantarkan langsung dalam waktu tidak terlalu lama sehingga pengiriman kuesioner kepada responden tidak perlu melalui pos. Dengan adanya kontak langsung dari peneliti atau pengumpul data dengan responden akan menciptakan suatu kondisi yang cukup baik sehingga responden dengan sukarela akan memberikan data obyektif dan cepat. Dalam penulisan wawancara (angket) sebagai teknik pengumpulan data) harus memperhatikan 3 (tiga) prinsip penting, yaitu: 1. Prinsip penulisan wawancara (angket): Prinsip ini menyangkut beberapa faktor yaitu: a. Isi dan tujuan pertanyaan Yang dimaksud isi dalam hal ini adalah apakah isi pertanyaan tersebut merupakan
bentuk
pengukuran
atau
bukan.
Kalau
berbentu
pengukuran, maka dalam membuat pertanyaan harus teliti, setiap pertanyaan harus skala pengukuran dan jumlah itemnya mencukupi untuk mengukur variabel yang teliti. b. Bahasa yang digunakan Bahasa yang digunakan dalam kuesioner harus disesuaikan dengan kemampuan berbahasa responden. Bahasa yang digunakan dalam
64
kuesioner harus memperhatikan jenjang pendidikan responden, keadaan social budaya dan “frame of reference” dari responden. c. Tipe dan bentuk pertanyaan Tipe pertanyaan dalam kuesioner dapat dibagi menjadi dua yaitu terbuka dan tertutup, bentuknya juga dapat dibagi menjadi dua pula yaitu menggunakan kalimat positif dan kalimat negatif. Yang dimaksud pertanyaan terbuka adalah pertanyaan yang mengharapkan responden untuk menuliskan jawabannya berbentuk uraian tentang sesuatu hal. Sedangkan pertanyaan tertutup adalah pertanyaan yang mengharapkan jawaban singkat atau mengharapkan responden untuk memilih salah satu alternative jawaban dari setiap jawaban yang tersedia. Setiap pertanyaan kuesioner yang mengharapkan jawaban berbentuk data nominal, ordinal, interval, dan ratio adalah bentuk pertanyaan tertutup. Pertanyaan tertutup akan membantuk responden menjawab dengan cepat dan juga memudahkan peneliti dalam melakukan analisa data terhadap seluruh kuesioner yang telah terkumpul. Pertanyaan atau pernyataan dalam kuesioner perlu dibuat positif dan negatif agar responden dalam memberikan jawaban setiap pertanyaan lebih serius dan tidak mekanistis.
65
d. Pertanyaan tidak mendua Setiap pertanyaan dalam kuesioner tidak boleh mendua (doublebarreled) sehingga menyulitkan responden untuk memberikan jawaban. e. Tidak menanyakan yang sudah lupa Setiap pertanyaan dalam kuesioner sebaiknya tidak menanyakan halhal yang sekiranya responden sudah lupa atau pertanyaan yang memerlukan jawaban dengan berpikir berat. f. Pertanyaan tidak menggiring Pertanyaan dalam kuesioner sebaiknya juga tidak menggiring responden ke jawaban yang baik saja atau yang jelek saja. g. Panjang pertanyaan Pertanyaan dalam kuesioner sebaiknya tidak terlalu panjang sehingga akan membuat responden jenuh dalam mengisinya. Bila jumlah variabel banyak sehingga memerlukan instrument yang banyak, instrument tersebut dibuat bervariasi dalam penampilan, model skala pengukuran yang digunakan dan cara mengisinya. Disarankan jumlah pertanyaan yang memadai adalah antara 20 hingga 30 pertanyaan. h. Urutan pertanyaan Urutan pertanyaan dalam kuesioner dimulai dari yang bersifat umum meuju ke hal yang spesifik atau dari yang mudah menuju ke hal yang sulit atau diacak. Hal ini perlu dipertimbangkan karena secara
66
psikologis akan mempengaruhi semangat responden untuk menjawab. Kalau pada awalnya sudah diberi pertanyaan yang sulit atau spesifik, maka responden akan patah semangat untuk mengisi kuesioner yang telah mereka terima. Urutan pertanyaan yang diacak perlu dibuat bila tingkat kematangan responden terhadap masalah yang ditanyakan sudah tinggi.
2. Prinsip pengukuran Kuesioner yang diberikan kepada responden adalah instrument penelitian, yang digunakan untuk mengukur variabel yang akan diteliti. Oleh karena itu instrument kuesioner tersebut harus dapat digunakan untuk mendapatkan data yang valid dan reliable tentang variabel yang akan diukur. Supaya diperoleh data penelitian yang valid dan reliable, maka perlu diuji validitas dan reliabilitasnya terlebih dahulu. Instrumen yang tidak valid dan reliable bila digunakan untuk mengumpulkan data, akan menghasilkan data yang tidak valid dan reliable pula.
3. Prinsip fisik angket Penampilan fisik kuesioner sebagai alat pengumpulan data akan mempengaruhi respon atau keseriusan responden dalam mengisi kuesioner. Kuesioner yang dibuat di kertas buram akan mendapat respon
67
yang kurang menarik bagi responden bila dibandingkan kuesioner yang dicetak dalam kertas yang bagus dan berwarna. Kelebihan dari teknik pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner atau angket: 1. Lebih mudah digunakan untuk lokasi responden yang jaraknya cukup jauh. 2. Pertanyaan-pertanyaan yang telah disiapkan adalah merupakan waktu yang efisien untuk menjangkau responden dalam jumlah banyak. 3. Dengan kueseioner atau angket akan memberikan kesempatan kepada responden untuk mendiskusikan dengan temannya apabila menemui pertanyaan yag sukar dijawab. 4. Dengan kuesioner atau angket dapat lebih leluasa menjawabnya dimana saja, kapan saja tanpa terkesan terpaksa.
Kekurangan dari teknik pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner atau angket: 1. Kurang tepat digunakan pada penelitian yang membutuhkan reaksi yang sifatnya spontan. 2. Metode ini kurang fleksibel, kejadiannya hanya terpancang pada pertanyaan yang ada. 3. Jawaban yang diberikan responden akan terpengaruh oleh keadaan global dari pertanyaan.
68
4. Sulit bagi peneliti untuk mengetahui maksud dari jawaban yang diberikan responden. 5. Ada kemungkinan respons yang berikan oleh salah satu responden salah.
2.1.3
Observasi Observasi
merupakan
salah
teknik
pengumpulan
data
yang
mempunyai ciri yang spesifik bila dibandingkan dengan teknik yang lain, yaitu wawancara dan kuesioner. Dalam wawancara dan kuesioner, selalu berkomunikasi dengan orang, maka observasi tidak terbatas pada orang, tetapi juga obyek-obyek alam yang lain. Teknik pengumpulan data dengan observasi digunakan bila penelitian berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam dan bila responden yang diamati tidak terlalu besar. Dari segi proses pelaksanaan pengumpulan data, observasi dapat dibedakan menjadi: 1. Participant observation Dalam observasi ini peneliti terlibat langsund dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang akan digunakan sebagai sumber data penelitian. Sambil melakukan pengamatan, peneliti ikut melakukan apa yang sedang dikerjakan oleh sumber data dan ikut merasakan perasaan suka dukanya. Dengan observasi ini, data yang diperoleh akan lebih lengkap, jelas, tajam dan sampai mengetahui pada tingkat makna dari setiap perilaku yang tampak pada orang yang diobservasi.
69
2. Nonparticipant observation Dalam observasi ini peneliti terlibat langsung dengan aktivitas orangorang yang sedang diamati maka dalam observasi ini peneliti tidak terlibat dan hanya sebagai pengamat independen. Pengumpulan data dengan observasi ini tidak akan mendapatkan data yang mendalam, dan tidak sampai pada tingkat makna, dimana makna adalah nilai-nilai dibalik perilaku yang tampak, yang terucapkan dan yang tertulis.
3. Observasi terstruktur Observasi terstruktur adalah observasi yang telah dirancang secara sistematis tentang apa yang akan diamati, dimana tempatnya. Jadi observasi ini dilakukan apabila peneliti telah tahu dengan pasti tentang variabel yang akan diamati. Dalam melakukan pengamatan peneliti menggunakan instrument penelitian yang telah teruji validitas dan reliabilitasnya. Pedoman wawancara terstruktur atau kuesioner tertutup juga dapat digunakan sebagai pedoman untuk melakukan observasi ini.
4. Observasi tidak terstruktur Observasi ini adalah observasi yang tidak dipersiapkan secara sistematis tentang apa yang akan diobservasi. Hal ini dilakukan karena peneliti tidak tahu secara pasti tentang apa yang akan diamati. Dalam melakukan
70
pengamatan peniliti tidak menggunakan instrument yang baku, tetapi hanya berupa rambu-rambu pengamatan. Kelebihan dari teknik pengumpulan data dengan menggunakan observas: 1. Data yang dikumpulkan melalui observasi cenderung mempunyai keakuratan yang lebih tinggi. 2. Dapat melihat langsung apa yang sedang dikerjakana, pekerjaan-pekerjaan yang rumit kadang-kadang sulit untuk diterangkan. 3. Dapat menggambarkan lingkungan fisik dari kegiatan-kegiatan, misalnya tata letak mesin, penerangan, gangguan suara dan lain-lain. 4. Dapat mengukur tingakt suatu pekerjaan, dalam hal waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan satu unit pekerjaan tertentu. Kekurangan dari teknik pengumpulan data dengan menggunakan observasi: 1. Orang yang diamati merasa terganggu atau tidak nyaman sehingga akan melakukan pekerjanaannya dengan tidak semestinya. 2. Pekerjaan yang sedang diamati mungkin tidak mewakili suatu tingkat kesulitan pekerjaan tertentu atau kegiatan-kegiatan khusus yang tidak selalu lakukan. 3. Dapat mengganggu proses yang sedang diamati. 4. Orang yang diamati cenderung melakukan pekerjaannya dengan lebih baik dari biasanya dan sering menutup-nutupi kekurangannya.
71
2.2
Statistika Deskriptif Metode statistika adalah prosedur-prosedur atau langkah-langkah yang digunakan dalam mengumpulkan, menyajikan, menganalisa dan menafsirkan data. Secara umum metode statistika yang digunakan untuk analisis data dalam penelitian dapat dikelompokan menjadi 2 (dua) macam, yaitu statistika deskriptif dan statistika inferensial. Statistika inferensial meliputi statistika parametris dan statistika nonparametris. Statistika
deskriptif
adalah
statistika
yang
digunakan
untuk
menganalisa data dengan cara mendeskriptifkan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi. Menurut Ronald E. Walpole (1997, p 2), statistika deskriptif adalah metode-metode yang berkaitan dengan pengumpulan dan penyajian suatu gugus data sehingga memberikan informasi yang berguna. Statistika deskriptif dapat digunakan bila peneliti hanya ingin mendeskriptifkan data sampel, dan tidak ingin membuat kesimpulan yang berlaku untuk populasi dimana sampel diambil. Termasuk dalam statistic deskriptif antara lain adalah penyajian data melalui tabel, grafik, diagram lingkaran, pictogram, perhitungan modus, median, mean (pengukuran tendensi sentral), perhitungan desil, persentil, perhitungan penyebaran data melalui perhitungan rata-rata dan standar deviasi, perhitungan persentase.
72
Dalam statistic deskriptif juga dapat dilakukan mencari kuatnya hubungan antara variabel melalui analisi korelasi, melakukan prediksi dengan analisis regresi dan membuat perbandingan dengan membandingkan rata-rata data sampel dan populasi. Hanya perlu diketahui bahwa dalam analisi korelasi, regresi atau memnadingan dua rata-rata atau lebih tidak perlu diuji signifikansinya. Jadi secara teknis dapat diketahui bahwa dalam statistic deskriptif tidak ada uji signifikansi, tidak ada taraf kesalahan karena peneliti tidak bermaksud membuat generalisasi sehingga tidak ada kesalahan generalisasi.
2.3
Diagram Pareto Menurut Gaspersz (1998, p53), Diagram pareto adalah grafik batang yang menunjukan masalah berdasarkan urutan banyaknya kejadian. Masalah yang paling banyak terjadi ditunjukan oleh grafik barang pertama yang tertinggi serta ditempatkan pada sisi paling kiri, dan seterusnya sampai masalah yang paling sedikit terjadi ditunjukkan oleh grafik batang yang terakhir yang terendah serta ditempatkan pada sisi paling kanan. Diagram pareto merupakan suatu prioritas dimana membutuhkan data yang disesuaikan dengan jenis, kategori atau klasifikasi lainnya. Analisa ini akan mengidentifikasikan sejumlah kecil permaslahan vital atau jenis kerusakan dari berbagai macam hal. Selain itu analisa dari diagram pareto
73
juga akan membantu kita dalam menentukan permasalahan dan akibat yang tepat untuk dipelajari. Prinsip diagram pareto juga dikenal sebagai aturan 80/20 dimana yang berarti 80% dari permasalahan kita berasal dari 20% dari semua hal yang harus kita hadapi. Pada dasarnya diagram Pareto dapat dipergunakan sebagai alat interprestasi untuk : • Menentukan frekuensi relatif dan urutan pentingnya masalah-masalah atau penyebab-penyebab dari masalah yang ada. • Memfokuskan perhatian pada isu-isu kritis dan pentign melalui pembuatan ranking terhadap masalah-masalah atau penyebab-penyebab dari masalah itu dalam bentuk yang signifikan. Menurut Turner, dkk (2000, p286), Diagram Pareto adalah grafik batang yang menunjukkan masalah berdasarkan urutan banyaknya kejadian. Pada dasarnya diagram Pareto digunakan untuk : • Menentukan frekuensi relatif dan urutan pentingnya masalah dan penyebab masalah yang ada. • Memfokuskan perhatian pada isu – isu penting melalui pembuatan rangking terhadap masalah atau penyebab dari masalah tersebut. Menurut Gaspersz (1998, p58), Pada dasarnya diagram Pareto terdiri dari dua jenis, yaitu: • Diagram Pareto Mengenai Fenomena.
74
Diagram ini berkaitan dengan hasil-hasil berikut yang tidak diinginkan dan digunakan untuk mengetahui apa masalah utama yang ada. Contoh fenomena, antara lain: a) Kualitas kerusakan, kegagalan, keluhan, item-item yang dikembalikan, perbaikan (reparasi), dll. b) Biaya: jumlah kerugian, ongkos pengeluaran, dll. c) Penyerahan
(delivery):
penundaan
penyerahan,
keterlambatan
pembayaran kekurangan stok, dll. d) Keamanan: kecelakaan, kesalahan, gangguan, dll. • Diagram Pareto mengenai Penyebab Diagram ini berkaitan dengan penyebab dalam proses dan dipergunakan untuk mengetahui apa penyebab utama dan masalah yang ada. Contoh penyebab, antara lain: a) Operator: umur, pengalaman, keterampilan, sifat individual, pergantian kerja *shift), dll. b) Mesin: peralatan, mesin, instrumen, dll. c) Bahan baku: pembuatan bahan baku, macam bahan baku, pabrik bahan baku, dll. d) Metode Operasi: kondisi operasi, metode kerja, sistem pengaturan, dll. Langkah-langkah membuat diagram pareto menurut Gaspersz (1998, p53) adalah sebagai berikut:
75
- Langkah 1 Menentukan masalah apa yang akan diteliti, mengidentifikasikan kategorikategori atau penyebab-penyebab dari masalah yang akan diperbandingkan. Setelah itu merencanakan dan melaksanakan pengumpulan data. - Langkah 2 Membuat suatu ringkasan daftar atau table yang mencatat frekuensi kejadian dari masalah yang telah diteliti dengan menggunakan formulir pengumpulan data atau lembar periksa. - Langkah 3 Membuat daftar masalah secara berurut berdasarkan frekuensi kejadian dari yang tertinggi sampai terendah, serta hitunglah frekuensi kumulatif, presentase dari total kejadian, dan presentase dari total kejadian secara kumulatif. - Langkah 4 Menggambar dua buah garis vertical dan sebuah garis horizontal. 1. Garis vertikal: a) Garis vertikal sebelah kiri: buatkan pada garis ini, skala dari nol sampai total keseluruhan dari kerusakan. b) Garis vertikal sebelah kanan: buatkan pada garis ini, skala dari 0% sampai 100% 2. Garis Horizontal:
76
a) Bagilah garis ini kedalam banyaknya interval sesuai dengan banyaknya item masalah yang diklasifikasikan. - Langkah 5 Buatkan histogram pada diagram Pareto - Langkah 6 Gambarkan kurva kumulatif serta cantumkan nilai-nilai kumulatif (total kumulatif atau persen kumulatif) disebelah kanan atas dari interval setiap item masalah. - Langkah 7 Memutuskan untuk mengambil tindakan perbaikan atas penyebab utama dari masalah yang sedang terjadi itu. Untuk mengetahui akar penyebab dari suatu masalah, kita dapat menggunakan diagaram sebab-akibat atau bertanya mengapa beberapai kali (konspe five whys). Contoh diagram pareto:
77
Gambar 2.1 Contoh diagram pareto
2.4
Histogram Menurut Gapersz (1998, p69), Histogram merupakan suatu potret dari proses yang menunjukan: 1) Distribusi dari pengukuran. 2) Frekuensi dari setiap pengukuran itu. Histogram menampilkan sekilas dari sekumpulan data. Histogram ini sangat berguna jika digunakan untuk melihat bentuk, pemusatan dan penyebaran sekumpulan data dari beberapa proses. Selain itu histogram dapat dipergunakan juga sebagai suatu alat untuk:
78
1) Mengetahui dengan mudah penyebaran data yang ada 2) Mempermudah melihat dan menginterpretasikan data. 3) Sebagai alat pengendalian proses sehingga mencegah timbulnya masalah 4) Membantu manajemen dalam membuat keputusan-keputusan yang berfokus pada suatu usaha perbaikan terus-menerus (continuous improvement efforts). Umumnya gambar diagram histogram seperti barisan batang-batang persegi panjang yang menunjukan jumlah batang menurut pengelompokan datanya. Untuk memudahkan analisis, kelompok data yang sekelas biasanya dipandang secara kelompok dan kelompok-kelompok data tersebuat akan bertebaran mulai dari kelas rendah sampai tinggi. Langkah-langkah membuat Histogram adalah: 1. Mengumpulkan data pengukuran yang diperlukan 2. Mengelompokan data. 2. Tentukan jumlah kelas atau kelompok 3. Tentukan banyaknya kelas interval 4. Tentukan interval kelas, batas kelas dan nilai tengah kelas 5. Tentukan Frekuensi dari setiap kelas interval 6. Buatlah histogram dengan memperhatikan hal-hal: a. Buatlah garis horizontal dengan menggunakan skala berdasarkan pada unit pengukuran data.
79
b. Buatlah garis vertikal dengan menggunakan skala frekuensi. c. Gambarkan grafik batang (histogram) untuk setiap kelas interval dengan tingginya berdasarkan pada frekuensi setiap kelas interval itu. d. Jika
batas-batas
spesifikasi telah
ditetapkan berdasarkan
keinginan pelanggan, maka tariklah garis vertikal pada histogram itu yang menunjukkan batas bawah dan batas atas dari spesifikasi yang telah ditetapkan. Contoh histrogram:
Gambar 2.2 Contoh Histogram
2.5
Diagram Sebab-Akibat ( Cause-and-Effect Diagram/Fish Bone Diagram ) Diagram sebab-akibat atau lebih dikenal dengan istilah “Diagram Tulang Ikan” (Fishbone Diagram) karena bentuknya seperti kerangka ikan
80
atau dikenal juga dengan nama “Diagram Ishikawa” yang dikarena pertama kali diperkenalkan oleh Prof. Kaouru Ishikawa dari Universitas Tokyo pada tahun 1953. Menurut Gaspersz (1998,p61), Diagram sebab-akibat adalah suatu diagram yang menunjukkan hubungan antara sebab dan akibat. Diagram ini digunakan untuk menunjukkan faktor-faktor penyebab (sebab) dan karakteristik kualitas (akibat). Diagram ini digunakan untuk meringkaskan pengetahuan mengenai kemungkinan sebab-sebab terjadinya variasi dan permasalahan lainnya. Diagram ini menyusun sebab-sebab variasi atau sebab-sebab permaslahan kualitas kedalam kategori-kategori yang logis. Hal ini membantu kita dalam menentukan fokus yang akan diambil dan merupakan alat yang sangat membantu dalam penyusunan usaha-usaha pengembangan proses. Diagram sebab-akibat juga digunakan untuk keperluan-keperluan lainnya sebagai berikut : •
Membantu mengidentifikasi akar permasalahan
•
Membantu mengembangkan ide untuk solusi dari suatu masalah.
•
Membantu dalam menemukan fakta yang lebih lanjut. Menurut Gaspersz (1998,p61), langkah-langkah membuat diagram
sebab-akibat adalah: 1. Mulai dengan pernyataan masalah-masalah utama yang penting dan mendesak untuk diselesaikan.
81
2. Tuliskan pernyataan masalah itu pada ”kepala ikan”, yang merupakan akibat (effect). Tuliskan pada sisi sebelah kanan dari kertas (kepala ikan), kemudian gambarkan ”tulang ikan” dari kiri kekanan dan tempatkan pernyataan masalah itu dalam kotak. 3. Tuliskan faktor-faktor penyebab utama (sebab-sebab) yang mempengaruhi masalah kualitas sebagai ”tulang besar”, juga tempatkan dalam kotak. Faktor-faktor penyebab atau kategori-kategori utama dapat dikembangkan melalui stratifikasi kedalam pengelompokan dari faktor-faktor: manusia, mesin, peralatan, material, metode kerja, lingkungan kerja, pengukuran, dll, atau stratifikasi melalui langkah-langkah aktual dalam proses. Faktor-faktor penyebab
atau
kategori-kategori
dapat
dikembangkan
melalui
brainstroming. 4. Tuliskan penyebab-penyebab sekunder yang mempengaruhi penyebabpenyebab utama (tulang-tulang besar), serta penyebab-penyebab sekunder itu dinyatakan sebagai ”tulang-tulang berukuran sedang”. 5. Tuliskan penyebab-penyebab tersier yang mempengaruhi penyebabpenyebab sekunder (tulang-tulang berukuran sedang), serta penyebabpenyebab itu dinyatakan sebagai ”tulang-tulang berukuran kecil” 6. Tentukan item-item yang penting dari setiap faktor dan tandailah faktorfaktor penting tertentu yang kelihatannya memiliki pengaruh nyata terhadap karakteristik kualitas.
82
7. Catatlah informasi yang perlu didalam diagram sebab-akibat itu, seperti: judul, nama produk, proses, kelompok, daftar partisipan, tanggal, dll. Penyebab masalah mempunyai diagaram yang berbeda-beda dan dapat dikategorikan sebagai berikut: 1. 6 M’s Machine, Method, Materials, Maintenance, Man, Mother Nature, Environmnet, (biasanya digunakan pada istilah industri manufaktur). 2. 8 P’s Price, Promotion, People, Processes, Place/Plant, Policies, Procedures and Product/Services, (biasanya dgiunakan pada istilah administrasi dan service industri). 3. 4 S’s Surroundings, Suppliers, Systems, Skills, (biasanya digunakan pada istilah servis industri). Selain yang disebutkan diatas bila hendak mengetahui penyebabpenyebab dari suatu masalah yang sedang diteliti, kita dapat juga menggunakan pertanyaan-pertanyaan berikut ini: - Apa yang menjadi penyebab terjadinya itu? - Mengapa penyebab itu dapat terjadi? - Bertanya ”Mengapa” beberapa kali (konsep five whys) sampai ditemukan penyebab yang cukup spesifik untuk dapat diambil tindakan perbaikan.
83
Penyebab-penyebab spesifik itu yang selanjutnya dicatat dan dimasukan kedalam diagram sebab-akibat. Contoh diagram sebab akibat:
Gambar 2.3 Contoh gambar Diagram Sebab ‐ Akibat
2.6
Learning Curve (Kurva Pembelajaran) Learning Curve adalah konsep pekerjaan yang mengarah pada usaha perbaikan. Konsep ini sangat berguna bagi manajemen operasi perusahaan. Konsep
ini
memungkinkan
perusahaan
untuk
mengestimasi
biaya,
penjadwalan, perencanaan kebutuhan, penganggaran maupun penetapan harga.
84
Learning Curve berkaitan dengan ide ketika pekerjaan, proses kerja atau kegiatan baru dimulai untuk pertama kalinya dimana ada kemungkinan bahwa tenaga kerja yang terlibat tidak akan mencapai efisiensi maksimum dengansegera. Pengulangan tugas yang diberikan cenderung akan membuat orang lebih percaya diri dan berwawasan luas dan akhirnya akan bekerja secara yang efisien dan lebih cepat. Dan pada akhirnya proses pembelajaran akan terhenti setelah terus menerus mengulangi pekerjaan yang sama. Sebagai konsekuensi waktu untuk menyelesaikan pekerjaan pada walanya akan menurun dan kemudian sedikit demi sedikit akan meningkat hingga efisien. Rata-rata waktu kumulatif per unit diasumsikan menurun dengan persentase yang konstan setiap kali output digandakan. Waktu ratarata kumulatif mengacu pada waktu rata-rata per unit untuk semua unit yang dihasilkan sejauh ini, dari dan termasuk yang pertama dibuat.
2.7
Gemba Kaizen
2.7.1
Definisi Gemba Kaizen Dalam bahasa Jepang Kaizen berarti continous improvement atau perbaikan berkelanjutan. Dimana Kai artinya change dan Zen artinya better. Istilah ini mencakup pengertian perbaikan yang melibatkan semua orang baik manager maupun karyawan dan melibatkan cara hidup kita. Konsep kaizen ini mengajarkan kepada kita bahwa dalam kehidupan sosial dan rumah tangga
85
haruslah mengalami perbaikan secara terus menerus. Hal yang membuat kita menggunakan kaizen adalah: 1. Cepat dan mudah pelaksanaannya. 2. Langsung ke permasalahan. 3. Hasilnya bisa langsung dirasakan. 4. Menggnakan SDM yang ada. 4. Berfokus pada major issue. 5. Teamwork, dapat dilihat dengan kacamata berbeda. 6. Melewati semua batas birokrasi 7. Bisa dipakai untuk referensi Kaizen berikutnya. Hal-hal yang menyebakan penerapan konsep kaizen gagal adalah: 1. Fokus di area tertentu bukan pada perubahan budaya. 2. Tidak melibatkan smua bagian. 3. Ketakutan akan gagal dan ragu pada hal baru. 4. Ketidakmampuan untuk melihat proses secar keseluruhan. 5. Salah prioritas utama (produksi, design, bisnis). 6. Ketidakmampuan membaca peluang ke depan. 7. Gagal menerapkan ADOPT, ADAPT dan CREATIVITY. Dalam bahasa Jepang, Gemba berarti real place atau tempat dimana suatu tindakan dilakukan atau terjadi. Dimana dalam manajemen, gemba adalah temapat dimana suatu aktifitas yang bernilai untuk dapat memuaskan konsumen. Didalam manufaktur biasanya digunakan untuk tempat kerja
86
dipabrik. Sehingga Gemba Kaizen dapat diartikan sebagai perbaikan secara terus menerus ditempat kerja. Manfaat dari penerapan gemba antara lain adalah: 1. Kebutuhan dilapangan atau tempat kerja lebih mudah diidentifikasi oleh mereka yang bekerja disana. 2. Orang-orang dilapangan atau tempat kerja mulai memikirkan masalah yang ada dan mencari pemecahanya. 3. Penolakan terhadap perubahan dapat dikurangi. 4. Pemecahan masalah yang terjadi berdasarkan keadaan yang sebenarnya. 5. Pemecahan masalah menekankan pada pendekatan akal sehat, berbiaya rendah daripada pendekatan berorientasi metode dan mahal. 6. Orang-orang mulai memahami kaizen dahn mendapatkan banyak inspirasi. 7. Pemahaman dan kesadaran akan kaizen serta efisiensi kerja dapat ditingkatkan secara bersama-sama. 8. Perkerja dapat terus berpikir tentang kaizen sambil bekerja. Perbaikan dalam kaizen bersifat kecil dan berangsur, namun proses kaizen mampu membawa hasil yang dramatis mengikuti waktu. Dimana konsep kaizen diterapkan dengan menggunakan akal sehat selain itu juga biaya yang dikeluarkan rendah sehingga bisa dikatakan kaizen juga
87
merupakan pendekatan dengan resiko yang rendah. Hal ini berbeda dengan perubahan yang dihasilkan oleh western manajemen yang biasanya dramatis dimana kaizen bersifat tidak dramtis tetapi sedikit dan bertahap. Kaizen is a never-ending journey towards waste elimination, quality improvement and effective utilisation. Traditional manufacturing systems have limited goal acceptance, for example, the production of some defective products and Work in Progress (WIP). Kaizen sets its sights of perfection: no defects, inventory and wastes. (International Journal Product Development, Vol. 10 Nos. 1/2/3, p 88).
2.7.2 PDCA (Plan Do Check Act) Langkah pertama dari kaizen adalah menerapkan siklus PDCA sebagai sarana yang menjamin terlaksananya kesinambungan dari kaizen guna mewujudkan kebijakan untuk memelihara dan meningkatkan standar. Siklus ini merupkan konsep yang terpenting dari proses kaizen. PDCA adalah singkatan dari Plan Do Check Act (rencanakan, kerjakan, cek, tindaklanjuti) merupakan suatu metode yang digunakan untuk memecahkan masalah yang umum digunakan dalam pengendalian kualitas. Metode ini dipopulerkan oleh W. Edwards Deming yang seringkali disebut sebagai bapak pengendalian kualitas modern sehingga metode PDCA disebut dengan siklus Deming.
88
Deming sendiri selalu merujuk metode ini sebagai siklus Shewhart, dari nama Walter A. Shewhart yang sering dianggap sebagai bapak pengendalian kualitas statistis. Belakangan, Deming sendiri memodifikasi PDCA menjadi PDSA (Plan Do Study Act) untuk menggambarkan rekomendasinya. Pengertian PDCA: 1. Plan (rencanakan) Meletakkan sasaran dan proses yang dibutuhkan untuk memberikan hasil yang sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan. Hal berkaitan dengan penetapan target untuk perbaikan dan perumusan rencana tindakan guna mencapai target tersebut. 2. Do (kerjakan) Implementasi proses atau sasaran yang sudah di rencanakan. 3. Check (cek) Memantau dan mengevaluasi proses yang dikerjakan dan hasil terhadap sasaran dan spesifikasi yang diinginkan serta melaporkan hasilnya. Hal ini juga merujuk pada penetapan apakah penerapan yang dilakukan masih berada dalam jalur yang direncanakan dan memantau kemajuan dari perbaikan yang diterapkan. 4. Act (tindaklanjuti) Menindaklanjuti hasil yang di laporkan untuk membuat perbaikan yang diperlukan. Ini juga berarti meninjau seluruh langkah dan memodifikasi proses untuk memperbaikinya sebelum implementasi berikutnya. Selain
89
itu act berkaitan pula dengan standarisasi prosedur baru guna menghidari terjadinya
kembali masalah yang sama serta menetapkan target atau
sasaran baru bagi perbaikan berikutnya. The PDCA cycle is also known as Deming Cycle, the Deming wheel of CI spiral. In ‘Plan phase’, the objective is to plan for change predict the results. In ‘do phase’, the plan is executed by taking small steps in controlled circumstances. In ‘study/check phase’ the results are studied. Finally in ‘act phase’, the organization takes action to improve the process. (The Icfai University Journal of Operations Management, Vol. VIII, No. 2, p 53). Siklus PDCA ini berputar terus secara berkesinambungan setelah suatu perbaikan terselesaikan, keadaan perbaikan tersebut akan digunakan menjadi acuan untuk perbaikan selanjutnya. Hal ini disebabkan karyawan pada umumnya lebih suka dengan kemampanan dan mereka jarang memiliki prakarsa sendiri untuk meningkatkan keadaan. Oleh karena itu manajemen yang harus terus menerus melakukan perbaikan. Dibawah ini adalah gambar siklus PDCA:
90
Gambar 2.4 Siklus PDCA
2.7.3 Bangunan Gemba Dua aktifitas utama yang terjadi sehari-hari dalam gemba yang berhubungan dengan manajemen sumber daya manusia adalah pemeliharaan dan kaizen. Yang pertama berhubungan dengan kegitan mematuhi standar dan menjaga keadaan yang sudah ada, sedangkan yang kedua berhubungan dengan meningkatkan standar yang sudah ada. Manajer gemba melakukan kedua aktifitas utama tersebut dan QCD (quality, cost and Delivery) yang menjadi hasilnya. Gemba kaizen sendiri merupakan sebuah bangunan yang terdiri dari 3 pilar utama yaitu: 1. Standarisasi.
91
Standar merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari gemba kaizen dan merupakan dasar dari perbaikan sehari-hari. Dimana kualitas dapat meningkat bila kaizen diterapkan secara benar selain kualitas, dapat pula menurunkan biaya dan memenuhi waktu delivery kepada konsumen. Standarisasi mudah dipahamai dan diterapkan serta tidak membutuhkan pengetahuan maupun teknologi canggih. Bagian yang sulit adalah membangun disiplin pribadi pada masing-masing individu
yang
diperlukan untuk menjaga dan memelihara apa yang sudah ada. Standarisasi di gemba seringkali bermakna menerjamahkan kebuthan teknologikal dan teknikal yang telah ditetapkan oleh staf rekayasa teknik ke dalam standar operasional sehari-hari yang dipahami oleh tenaga kerja. Proses penerjemahan tersebut tidak membutuhkan teknologi yang canggih melainkan hanya membutuhkan rencana yang jelas dari manajemen untuk menjabarkan dalam tahapan yang logis. 2. 5S dan pemeliharaan tempat kerja. Lima S (Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu, dan Shitsuke) merupakan singkatan dari lima istilah Jepang yang berkaitan engan pemeliharaan tempat kerja. Pada saat sekarang ini penerapan 5S sudah menjadi norma bagi setiap perusahaan yang bergerak dalam bidang manufaktur. Seorang ahli atau pakar gemba kaizen dalam waktu lima menit dapat menetapkan caliber dari suatu perusahaan hanya dengan berkunjung dan mengamati apa yang terjdi dilapangan atau tempat kerja terutama yang berkaitan dengan penghapusan
92
pemborosan dan 5S. Tidak ada 5S dalam area kerja merupakan indikasiterjadinya efisiensi rendah, pemborosan, disiplin diri yang rendah, moral yang rendah, kualitas yang jelek, biaya yang dikeluarkan tinggi dan banyak kesulitan dalam memenuhi batas waktu penyerahan barang ke konsumen. 5 butir 5S ini merupakan kegiatan
awal bagi perusahaan
apapun agar dapat dikenal dan dipandang sebagai perusahaan bertanggung jawab yang berpotensi dn mendapatkan status perusahaan kelas dunia atau internasional. 3. Penghapusan muda atau pemborosan Muda dalam bahasa Jepang berarti pemborosan, namun cakupan dari istilah ini mencakup segala sesuatu atau semua kegitatan yang tidak memberikan nilai tambah. Pada setiap proses, nilai tambah dimasukan kedalam produk untuk kemudian diteruskan ke proses berikutnya. Sumber daya yang terdapat pada setiap proses (manusia dan mesin) dapat memberikan dua hal yaitu memberikan nila tambah atau tidak memberikan nilai tambah meskipun keduanya tampak bekerja giat. Pemborosan mencakup semua pekerjaan yang tidak memberikan nilai tambah. Ohno mengelompokkan pemborosan di tempat kerja dalam tujuh jenis, yaitu: a. Pemborosan produksi berlebih. Produksi berlebih merupakan dampak dari mentalitas supervisor yang selalu mengkhawatirkan berbagai masalah yang selalu dihadapi seperti gangguan mesin, cacat produksi, ketidakhadiran pekerja sehingga
93
mereka memaksakan diri untuk berproduksi lebih banyak agar selalu berada disisi aman. Berproduksi lebih banyak daripada yang dibutuhkan berdampak pada pemborosan yang sangat besar, seperti konsumsi material sebelum dibutuhkan, input yang dihamburkan seperti tenaga kerja dan energy utilitas (air, angin, listrik, dsb), penambahan ruangan digudang untuk menyimpan persediaan, tambahan biaya transportasi maupun administrasi. b. Pemborosan pada persediaan Produk jadi, barang setengah jadi yang berstatus persediaan tidak memberikan nilai tambah malah sebaliknya semua itu menambah biaya operasi dengan bertambahnya penggunaan tempat, peralatan dan fasilitas. Dimana selanjutnya gudang membutuhkan tenaga kerja tambahan untuk tugas operasional maupun administrasi. Dengan kelebihan barang-barang persediaan akan mengumpulkan debu, tidak ada nilai tambah
selain itu juga kualitasnya juga menurun dengan
bertambahnya waktu. Dalam kondisi terburuk bisa terjadi kehilangan persediaan yang diakibatkan kebakaran ataupun kebanjiran dan musibah lainnya. c. Pemborosan pada pengerjaan ulang karena cacat atau gagal. Hasil produksi yang cacat atau gagal mengganggu produksi dan membutuhkan pengerjaan ulang yang mahal. Seringkali produk yang
94
cacat atau gagal harus dimusnahkan dimana hal ini merupakan pemborosan sumber daya maupun upaya yang telah ditanamkan. d. Pemborosan pada gerak kerja. Gerak kerja dari pekerja yang tidak berkaitan langsung dengan nilai tambah pada produk dikatakan sebagai tidak produktif. Secara spesifik, semua gerak kerja yang membutuhkan usaha fisik berlebih dari pihak operator seperti mengangkat benda berat harus dihindari, bukan karena sulit namun juga karena pemborosan gerak kerja. e. Pemborosan pada pemrosesan Teknologi yang kurang tepat ataupun rancangan produk yang kurang baik dapat berakibat pada pemborosan yang terjadi pada proses produksi. Langkah mesin tanpa beban yang terlalu panjang atau tidak efektif hingga pengerjaan penghalusan sudut-sudut benda kerja merupakan contoh dari pemborosan pada proses produksi yang bisa di hindari. Pemborosan dalam proses produksi dapat dihindari dengan dengan menggabungkan tugas operasi. Pemborosan pada proses produksi pada banyak kasus umumnya diakibatkan karena kegagalana melakukan sinkronisasi proses. f. Pemborosan waktu tunggu/penundaan. Pemberosan waktu tunggu terjadi bila tangan operator sedang menganggur atau saat operator menunda kerja sebagai teknik mengatasi berbagai keadaan seperti jalur kerja yang tidak seimbang, komponen
95
yang belum tersedia atau gangguan pada mesin yang sedang digunakan. Operator yang menunggu benda kerja berikutnya atau menunggu mesin menyelesaikan proses kerjanya, pada saat itu juga operator hanya mengawasi mesin tanpa memberikan nilai tambah apapun. g. Pemborosan pada transportasi Di lapangan atau tempat kerja, kita dapat menemukan berbagai sarana transportasi seperti truk, kereta, forklift, dan konveyor. Tranpor adalah kegiatan yang sangat penting dalam operasi di lapangan atau tempat kerja tapi seringkali memindahkan material maupun benda kerja tidak memberikan nilai tambah pada barang tersebut. Dan lebih ekstrimnya, kerusakan material atau benda kerja dapat terjadi dalam transport. Untuk menghilangkan pemborosan ini, proses-proses yang saling terpisah harus dibuat sejalur atau satu line produksi, ini pun bila memungkinkan untuk dilakukan.