BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1
Tinjauan Pustaka
2.1.1
Pengertian Kepuasan Kerja Salah satu kondisi utama karyawan yang penting dalam menentukan tingkat produktivitas adalah kepuasan kerja. Pada dasarnya kepuasan kerja adalah hal yang bersifat individual. Setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda dalam melakukan pekerjaan. Dimana ada individu yang mempunyai tingkat kepuasan tinggi, sehingga akan menunjukkan sikap positif terhadap pekerjaan itu sendiri dan ada juga individu yang tidak puas dengan pekerjaannya akan menunjukkan sikap negatif terhadap pekerjaan individunya sendiri. John W. Newstrom dan Keith Davis (2002) memberikan definisi kepuasan kerja sebagai berikut : “Job satisfaction is favourableness with which employees view their work. It express the amount agreement between one’s expextations of the job and rewards the job provides”. (Kepuasan kerja adalah sikap karyawan dalam menyukai atau tidak menyukai pekerjaannya. Kepuasan kerja dinyatakan sebagai besarnya kesesuaian antara harapan yang ingin diperoleh
seseorang dengan pekerjaannya dan penghargaan yang ingin didapat dari penilaian terhadap hasil pekerjaannya). Menurut John Ivancevich dan Michael T. Matteson (2002), kepuasan kerja adalah : “Job satisfaction is an attitude people have about their jobs. It results from their perception of their jobs and the degree to which there is a good fit between the individual and organization”. (Kepuasan kerja adalah sikap yang dimiliki seseorang mengenai pekerjaannya. Sikap ini dihasilkan dari persepsi terhadap pekerjaan mereka dan tingkat kesesuaian antara individu dan organisasi). Sedangkan menurut Stephen P. Robbins (1992), kepuasan kerja adalah : “A general attitude toward one’s job, the difference between the amount of rewards workers receive and the amount they believe they should receive”. (Kepuasan kerja adalah sebuah sikap umum terhadap pekerjaan seseorang, perbedaan antara jumlah upah yang diterima karyawan dan jumlah yang mereka yakini harus mereka terima). Dan menurut T. Hani Handoko (1996), “Kepuasan Kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan mana para karyawan memandang pekerjaan mereka”. Berdasarkan beberapa pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Kepuasan kerja adalah suatu perasaan menyokong atau tidak menyokong dari karyawan yang berhubungan dengan pekerjaannya
21
maupun dengan kondisi dirinya. Perasaan yang berhubungan dengan pekerjaan melibatkan aspek-aspek seperti komunikasi, peran, budaya perusahaan hubungan dengan atasan, hubungan dengan rekan kerja, training, umpan balik, kinerja, gaji, dan keuntungan. Sedangkan perasaan yang berhubungan dengan dirinya antara lain lama kerja, umur, status perkawinan, jenis pekerjaan. Pegawai akan merasa puas dalam bekerja apabila aspek-aspek pekerjaan dan aspek-aspek dirinya saling menyokong dan sebaliknya jika aspekaspek tersebut tidak menyokong maka karyawan akan merasa tidak puas.
2.1.2
Teori-Teori tentang Kepuasan Kerja Berikut ini dikemukakan teori-teori tentang kepuasan kerja, yaitu teori keseimbangan (equity theory), teori perbedaan (discrepancy theory), teori pemenuhan kebutuhan (need fulfillment theory), teori pandangan kelompok (social reference group theory), teori pengharapan (expectancy theory) dan teori dua faktor Herzberg. a. Teori Keseimbangan (Equity Theory) Teori ini dikembangkan oleh Adam. Adapun komponen dari teori ini adalah input, outcome, comparison person, dan equity-in-equity. Wexley dan Yuki (1997) mengemukakan bahwa “Input is anything of value that an employee perceives that he contributes to his job”. Input adalah semua nilai yang diterima pegawai yang dapat menunjang
22
pelaksanaan kerja. Misalnya, pendidikan, pengalaman, skill, usaha, peralatan pribadi, jumlah jam kerja. “Outcome is anything of value that the employee perceives he obtaions from the job”.(Outcome adalah semua nilai yang diperoleh dan dirasakan pegawai). Hal ini misalnya upah, keuntungan tambahan, status simbol, pengenalan kembali (recognition), kesempatan untuk berprestasi atau mengekspresikan diri. Sedangkan “Comparison person may be someone in the sampe organization, someone in a different organization, or even the person himself in a previous job”, (Comparison Person adalah seorang pegawai dalam organisasi yang sama, seorang pegawai dalam organisasi yang berbeda atau dirinya sendiri dalam pekerjaan sebelumnya). Menurut teori ini,
puas
atau
tidak
puasnya
pegawai
merupakan
hasil
dari
membandingkan antara input-outcome dirinya dengan perbandingan inputoutcome pegawai lain (comparison person). Jadi, jika perbandingan tersebut dirasakan seimbang (equity), maka pegawai tersebut akan merasa puas. Tetapi apabila terjadi tidak seimbang (inequity), maka dapat menyebabkan dua kemungkinan, yaitu over compensation inequity (Ketidakseimbangan yang menguntungkan dirinya) dan, sebaliknya, under compensation equity (Ketidakseimbangan yang menguntungkan pegawai lain yang menjadi pembanding atau comparison person).
23
b. Teori Perbedaan (Discrepancy Theory) Teori ini pertama kali dipelopori oleh proter. Ia berpendapat bahwa mengukur kepuasan dapat dilakukan dengan cara menghitung selisih antara apa yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan pegawai. Locke (1969) mengemukakan bahwa kepuasan kerja pegawai bergantung pada perbedaan antara apa yang didapat dan apa yang diharapkan oleh pegawai. Apabila yang didapat pegawai ternyata lebih besar daripada apa yang yang diharapkan maka pegawai tersebut akan merasa puas. Sebaliknya, apabila yang didapat pegawai lebih rendah daripada yang diharapkan, akan menyebabkan pegawai tidak puas. c. Teori Pemenuhan Kebutuhan (Need Fulfillment Theory) Menurut teori ini, kepuasan kerja pegawai bergantung pada terpenuhi atau tidaknya kebutuhan pegawai. Pegawai akan merasa puas apabila dia mendapatkan apa yang dibutuhkannya. Makin besar kebutuhan pegawai terpenuhi, makin puas pula pegawai tersebut. Begitu pula sebaliknya apabila kebutuhan pegawai tidak terpenuhi, pegawai itu akan merasa tidak puas. d. Teori Pandangan Kelompok (Social Reference Group Theory) Teori ini mengungkapkan bahwa kepuasan kerja pegawai bukanlah bergantung pada pemenuhan kebutuhan saja, tetapi sangat bergantung pada pandangan dan pendapat kelompok yang oleh para pegawai dianggap sebagai kelompok acuan. Kelompok acuan tersebut oleh pegawai dijadikan tolak ukur untuk menilai dirinya maupun lingkungannya. Jadi, pegawai
24
akan merasa puas apabila hasil kerjanya sesuai dengan minat dan kebutuhan yang diharapkan oleh kelompok acuan. e. Teori dua faktor dari Herzberg Teori dua faktor dikembangkan oleh Frederick Herzberg. Ia menggunakan teori Abraham Maslow sebagai titik acuannya. Penelitian Herzberg diadakan dengan melakukan wawancara terhadap subjek insinyur dan akuntan. Masing-masing subjek diminta menceritakan kejadian
yang
dialami
oleh
mereka
baik
yang
menyenangkan
(Memberikan kepuasan) maupun yang tidak menyenangkan (Tidak memberikan kepuasan). Kemudian dianalisis dengan analisis isi (Content alnalysis) untuk menentukan faktor-faktor yang menyebabkan kepuasan atau ketidakpuasan. Dua faktor yang dapat menyebabkan timbulnya rasa puas dan tidak puas menurut Herzberg, yaitu teori pemeliharaan (maintenance factors) dan faktor pemotivasian (motivational factors). Faktor pemeliharaan disebut pula disattisfiers, hygiene factors, job context, extrinsic factors yang
meliputi
administrasi
dan
kebijakan
perusahaan,
kualitas
pengawasan, hubungan dengan pengawas, hubungan dengan subordinate, upah, keamanan kerja, kondisi kerja, dan status. Sedangkan faktor pemotivasian disebut pula satisfier, motivators, job content, intrinsic factors
yang
meliputi
dorongan
prestasi,
pengenalan,
kemajuan
(advancement), work it self, kesempatan berkembang, dan tanggung jawab.
25
Teori pengharapan dikembangkan oleh Victor H. Vroom. Kemudian teori ini diperluas oleh Porter dan Lawler. Keith Davis (1985) mengemukakan bahwa “Vroom explains that motivation is a product of how much one wants something and one’s estimate of the probability that a certain will led to it”. (Vroom menjelaskan bahwa motivasi merupakan suatu produk dari bagaimana seseorang menginginkan sesuatu, dan penaksiran
seseorang
memungkinkan
aksi
tertentu
yang
akan
menuntunnya). Pernyataan diatas berhubungan dengan rumus dibawah ini, yaitu : Valensi x Harapan = Motivasi Dimana : Valensi = Kekuatan hasrat seseorang untuk mencapai sesuatu. Harapan = Kemungkinan mencapai sesuatu dengan aksi tertentu. Motivasi = Kekuatan dorongan yang mempunyai arah pada tujuan tertentu Valensi lebih menguatkan pilihan seorang pegawai untuk suatu hasil. Jika seorang pegawai mempunyai keinginan yang kuat untuk suatu kemajuan, maka berarti valensi pegawai tersebut tinggi untuk suatu kemajuan. Valensi timbul dari internal pegawai yang dikondisikan dengan pengalaman. Pengharapan merupakan kekuatan keyakinan pada suatu perlakuan yang diikuti dengan hasil khusus. Hal ini menggambarkan bahwa keputusan pegawai yang memungkinkan mencapai suatu hasil dapat
26
menuntun hasil lainnya. Pengharapan adalah suatu aksi yang berhubungan dengan hasil, dari range 0-1. jika pegawai merasa tidak mungkin mendapatkan hasil maka harapannya adalah 0. jika aksinya berhubungan dengan hasil tertentu maka harapannya bernilai 1. harapan pegawai secara normal adalah di antara 0-1.
2.1.3 Konsekuensi dari Kepuasan dan Ketidakpuasan Kerja Menurut Kreitner (1992), ada beberapa konsekuensi dari kepuasan kerja, yaitu : 1. Absensi Terdapat hubungan negatif antara kepuasan kerja den tingkat absensi, yaitu jika kepuasan kerja tinggi maka tingkat absensi akan rendah, dan begitu
pula
sebaliknya.
Absensi
merusak
kelancaran
kerja,
mengakibatkan penundaan dan keharusan untuk mempekerjakan pegawai cadangan untuk mengganti para pekerja yang tidak masuk. 2. Turnover Swama halnya dengan tingkat absensi, tingkat perputaran karyawan atau turnover mempunyai hubungan negatif dengan kepuasan kerja. Dengan kata lain jika kepuasan kerja meningkat maka tingkat turnover akan
menurun.
Sehingga
disarankan
agar
memperhatikan kepuasan kerja karyawannya.
27
perusahaan
selalu
3. Komitmen organisasional Penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara kepuasan kerja dan komitmen organisasional. Apabila kepuasan kerja tinggi, maka komitmen organisasional juga tinggi. 4. Kinerja karyawan Kreitner berpendapat bahwa apabila kepuasan tinggi, maka karyawan akan bekerja sebaik mungkin sehingga menghasilkan kinerja yang baik. 5. Pro-Union-Voting Berasal dari beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa terdapat beberapa hubungan yang negatif antara kepuasan kerja dan keberadaan serikat kerja. Artinya apabila kepuasan kerja rendah, maka kemungkinan bergabungnya karyawan dengan serikat pekerja akan tinggi. Hal seperti ini yang dimanfaatkan oleh para pengatur serikat. Sebaliknya karyawan dengan kepuasan kerja tinggi tidak tertarik dengan serikat pekerja
2.1.4
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja Karyawan Menurut Robbins (1998), ada 5 faktor yang mendorong terciptanya kepuasan kerja. Kelima faktor tersebut adalah : a. Kepuasan kerja yang secara mental menantang Karyawan cenderung lebih menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberi mereka kesempatan untuk menggunakan keterampilan,
28
kemampuan mereka dan menawarkan beragam tugas, kebebasan dan umpan balik mengenai betapa baik mereka bekerja. Karakteristik ini membuat kerja secara mental menantang. Pekerjaan yang kurang menantang akan menciptakan kebosanan, tetapi jika terlalu menantang juga akan mengakibatkan frustasi dan perasaan gagal. Pada kondisi tantangan yang sedang kebanyakan karyawan akan mengalami kesenangan dan kepuasan. b. Imbalan yang pantas Para karyawan menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi yang adil dan sesuai harapan mereka. Tentu saja, tidak semua orang mengejar uang. Ada pula sebagian orang bersedia menerima upah yang lebih rendah untuk bekerja di lokasi yang diinginkan atau mempunyai keleluasaan yang lebih besar dalam bekerja, sehingga hal penting yang menghubungkan upah dan kepuasan bukanlah jumlah mutlak yang dibayarkan, melainkan adanya keadilan. Begitu pula halnya dengan promosi. Promosi memberikan kesempatan untuk pertumbuhan pribadi, tanggung jawab yang lebih besar dan meningkatkan status sosial. Oleh karena itu individu-individu yang mempersepsikan bahwa keputusan promosi dibuat secara adil kemungkinan besar akan mengalami kepuasan dari pekerjaan mereka c. Kondisi kerja yang mendukung Kondisi lingkungan kerja sangat penting bagi karyawan untuk kenyamanan pribadi maupun untuk memudahkan pengerjaan tugas.
29
Beberapa studi menunjukkan bahwa karyawan lebih menyukai keadaan sekitar fisik yang tidak berbahaya atau merepotkan. Disamping itu, kebanyakan karyawan lebih menyukai bekerja dekat rumah, serta fasilitas yang bersih dan relatif modern dengan alat-alat yang memadai. d. Rekan sekerja yang mendukung Bagi kebanyakan karyawan, kerja juga mengisi kebutuhan akan interaksi sosial. Oleh karena itu, memiliki rekan sekerja yang ramah dan mendukung akan menciptakan kepuasan kerja. Perilaku atasan juga merupakan determinan utama dari kepuasan. e. Kesesuaian pribadi pekerja Kecocokan yang lebih tinggi antara kepribadian dan pekerjaan akan membuat sesorang individu lebih terpuaskan. Logikanya adalah orangorang yang tipe kepribadiannya kongruen (sama dan sebangun) dengan pekerjaan yang mereka pilih akan menemukan bahwa bakat dan kemampuan mereka adalah tepat untuk memenuhi tuntutan pekerjaan mereka sehingga besar kemungkinan untuk sukses dalam pekerjaan. Sementara As’ad (1991) mengemukakan juga beberapa faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu : a. Faktor psikologik, yaitu faktor yang berhubungan dengan kejiwaan karyawan meliputi minat, ketentraman dalam kerja, bakat, dan ketrampilan.
30
b. Faktor sosial, yaitu faktor yang berhubungan dengan interaksi sosial baik antara sesama karyawan maupun dengan atasan. c. Faktor fisik, yaitu faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik lingkungan kerja dan kondisi fisik karyawan seperti jenis pekerjaan, pengaturan waktu kerja dan waktu instirahat, perlengkapan kerja, keadaan ruangan, suhu, penerangan dan sebagainya. Kebutuhan karyawan menurut Kuswadi (2004), berdasarkan hasil dari banyak penelitian selama ini, dapat dikategorikan menjadi banyak kelompok atau atribut, antara lain : 1. Gaji/ pendapatan 2. Variasi pekerjaan 3. Keamanan kerja 4. Merasa dihargai 5. Merasa dipercaya 6. Pengakuan atas prestasi kerja 7. Fleksibilitas atau keluwesan jam kerja 8. Hak libur 9. Kesempatan promosi 10. Penghargaan dari manajemen 11. Pelatihan 12. Skema pensiun 13. Kerjasama dengan sesama karyawan 14. Komunikasi dengan pimpinan puncah
31
15. Fleksibilitas dari atasan 16. Jumlah jam kerja 17. Bantuan perusahaan atau pembayaran pada waktu sakit 18. Tantangan kerja 19. Mendapat kesempatan yang sama 20. Komunikasi antarbagian dalam perusahaan 21. Perusaahan mengetahui apa yang diharapkan dari karyawan 22. Lokasi kantor ke rumah 23. Penilaian 24. Kondisi fisik tempat bekerja 25. Dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan 26. Reputasi atasan 27. Keamanan pribadi 28. Kemudahan dalam mencapai fasilitas kerja 29. Respek kepada manajemen 30. Parkir kendaraan 31. Etika atasan 32. Kebijakan dilarang merokok 33. Kamar P3K. Perusahaan yang ingin sukses dalam mengelola karyawannnya, mau tidak mau harus memahami posisi berbagai atribut tersebut untuk setiap karyawannya. Perusahaan sebaiknya mengetahui minimal sepuluh urutan terpenting dari semua atribut tersebut bagi masing-masing
32
karyawannya, juga bagi per bagian, per departemen, per tingkatan atau level pekerjaan, dan sebagainya. Perusahaan, termasuk para atasan, juga perlu mengetahui ukuran-ukuran kepuasam karyawan. Dari berbagai kelompok atau atribut diatas, maka laporan ini disusun hanya berdasarkan 10 faktor terpenting saja, yaitu : Komunikasi dan Perencanaan di perusahaan, Peran di perusahaan, Budaya perusahaan, Hubungan dengan Atasan, Program Pelatihan di perusahaan, Umpan Balik (feedback), Hubungan dengan Rekan kerja, Kinerja perusahaan, Gaji, dan Keuntungan bagi karyawan yang merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap Kepuasan Kerja karyawan pada PT Anugrah Kurnia Abadi. Ke 10 faktor akan dijelaskan pada sub bab berikut.
2.1.5 Komunikasi dan Perencanaan Menurut Robbins (2001), Suatu gagasan, tidak perduli seberapa besarnya, tidak berguna sebelum diteruskan kepada dan dipahami orangorang lain. Komunikasi yang sempurna, jika itu ada, akan diakui keberadaannya bila pikiran atau ide diteruskan sehingga gambaran mental yang dipersepsikan penerima, persis sama dengan yang dibayangkan oleh pengirim. Dalam perusahaan, komunikasi yang baik dan benar perlu digunakan supaya ide, gagasan, keinginan, harapan, permintaan, perintah yang disampaikan oleh suatu pihak kepada pihak lain dapat dimengerti, dipahami, dihayati, dan dilaksanakan demi kepentingan kedua belah pihak,
33
apakah sebagai individu, kelompok, atau organisasi. Bahkan dengan adanya komunikasi yang baik, maka akan terjalin hubungan yang baik antar pihak yang berkomunikasi dan tentu saja derdampak positif terhadap kepuasan kerja karyawan dan perusahaan itu sendiri Komunikasi menjalankan empat fungsi utama di dalam suatu kelompok atau organisasi, yaitu kendali, motivasi, pengungkapan emosional, dan informasi. Komunikasi berfungsi untuk mengendalikan perilaku anggota dengan beberapa cara. Setiap organisasi mempunyai hirearki wewenang dan garis panduan formal yang harus dipatuhi oleh karyawan. Komunikasi juga membantu perkembangan motivasi dengan menjelaskan kepada karyawan apa yang harus dilakukan, bagaimana seberapa baik mereka bekerja, dan apa yang dapat dikerjakan untuk memperbaiki kinerja dibawah standar. Bagi banyak karyawan, kelompok kerja mereka merupakan sumber pertama untuk interaksi sosial. Komunikasi yang terjadi di dalam kelompok itu merupakan mekanisme fundamental dengan mana anggotaanggota menunjukkan kekecewaan dan rasa puas mereka, oleh sebab itu, komunikasi menunjukkan ungkapan emosional dari perasaan dan pemenuhan kebutuhan sosial. Fungsi terakhir yang dilakukan oleh komunikasi berhubungan dengan
perannya
dalam
mempermudah
pengambilan
keputusan.
Komunikasi memberikan informasi yang diperlukan individu dan
34
kelompok untuk mengambil keputusan dengan meneruskan data guna mengenali dan menilai pilihan-pilihan alternatif. Tidak satupun dari keempat fungsi ini seharusnya dilihat sebagai lebih penting dari yang lain. Agar berkinerja efektif, kelompok perlu mempertahankan
beberapa
macam
kontrol
terhadap
anggotanya,
merangsang para anggota untuk berkinerja, menyediakan sarana untuk pengungkapan emosi, dan mengambil pilihan keputusan. Ada sejumlah hambatan antarpersonal dan intrapersonal yang bisa membantu menjelaskan mengapa pesan yang didekodekan oleh seorang penerima sering berbeda dari yang dimaksud pengirim. Berikut ini adalah beberapa hambatan terhadap komunikasi yang efektif : 1. Penyaringan. Penyaringan mengacu pada pengirim yang memanipulasi informasi
sedemikian
rupa
sehingga
akan
tampak
lebih
menguntungkan di mata si penerima. 2. Persepsi Selektif. Persepsi selektif muncul karena penerima dalam proses komunikasi secara selektif melihat dan mendengar berdasar kebutuhan, motivasi, pengalaman, latar belakang, dan karakteristik pribadi mereka yang lain. Penerima juga memproyeksikan minat dan harapan mereka ke dalam komunikasi ketika mereka mendekodekan komunikasi itu. 3. Kelebihan informasi. Bila orang bekerja dengan melebihi kapasitas pengolahan orang tersebut, hasilnya adalah kelebihan informasi
35
sehingga orang cenderung menyeleksi, mengabaikan, melewati, atau melupakan informasi. 4. Defensif. Bila orang merasa terancam, mereka cenderung bereaksi defensif yaitu bereaksi dengan cara mengurangi kemampuan mereka untuk mencapai pemahaman timbal balik. 5. Bahasa. Usia, pendidikan, dan latar belakang budaya merupakan tiga dari variabel yang mempengaruhi bahasa yang digunakan seseorang dan definisi yang dia berikan kepada kata-kata itu. Oleh sebab itu, perlunya berkomunikasi dalam bahasa yang sama dengan tingkat yang normal sehingga kesulitan komunikasi dapat diminimalkan. Menurut Anwar Prabu (2001), perencanaan organisasi adalah aktifitas yang dilakukan oleh perusahaan untuk mengadakan perubahan yang positif bagi pengembangan organisasi. Perencanaan organisasi merupakan hal yang organik, pendekatan proses yang berorientasi pada perubahan organisasi dan efektifitas manajemen. Pengaruh perubahan dan peningkatannya melibatkan semua anggota organisasi berdasarkan pada perencanaan dan analisis masalahnya. Jika perencanaan organisasi menekankan pada penyesuaian dengan perkembangan pegawai, maka hal ini menunjukkan pula pada perkembangan organisasi. Beberapa variabel penting yang sangat penting dalam aktivitas perencanaan organisasi adalah :
36
1. Peramalan bisnis Peramalan bisnis sangat berpengaruh dalam proses perencanaan organisasi. Peramalan bisnis ini menyangkut masalah keadaaan ekonomi secara umum, inflasi, tingkat upah, harga, dan biaya yang diperlukan organisasi untuk masa yang akan datang. 2. Perluasan dan pengembangan usaha Perluasan dan pengembangan usaha harus dipertimbangkan dalam perencanaan organisasi. Perusahaan yang akan memperluas dan mengembangkan kegiatan usaha perlu mempersiapkannya sedini mungkin dan menjadi input untuk perencanaan organisasi. 3. Rancangan dan perubahan struktur Rancangan dan perubahan struktur harus menjadi pemikiran dalam perencanaan
organisasi.
Dengan
adanya
perkembangan
ilmu
pengetahuan dan teknologi modern, banyak perusahaan perlu mengadakan perubahan struktur organisasi agar aktifitas organisasinya tidak mengalami hambatan. 4. Falsafah manajemen Perubahan falsafah manajemen dapat mempengaruhi perencanaan organisasi. Begitu pula perencanaan organisasi harus sesuai dengan falsafah manajemen. 5. Peranan pemerintah Peranan pemerintah perlu menjadi pertimbangan dalam perencanaan organisasi. Perubahan kebijakan pemerintah dalam menentukan harga
37
dasar, pajak, produk ekspor dapat mempengaruhi perencanaan organisasi 6. Produk dan kemampuan manusia Pengembangan produk baru dengan menggunakan teknologi modern memerlukan kemampuan pegawai yang memadai. Pendayagunaan pegawai untuk pengembangan produk baru tersebut perlu menjadi bahan pertimbangan dalam perencanaan organisasi.
2.1.6
Peran Karyawan Barnes (1981) mengatakan bahwa peran adalah kegiatan yang diharapkan untuk dilaksanakan oleh seseorang. Peran adalah padanan kata dari pekerjaan dan fungsi. Fungsi peran adalah sekedar kumpulan tugas atau tanggung jawab yang dilimpahkan seseorang, atau apa yang diharapkan perusahaan akan dikerjakan oleh pemegang jabatan tertentu. Dasar fungsi peran acapkali tercermin dalam sebutan jabatan seseorang, misalnya, pejabat perekrutan, wiraniaga atau perencana. Konsep fungsi peran dalam suatu perusahaan tentu berbeda dari konsep fungsi peran dalam perusahaan lain. Identitas peran adalah suatu sikap tertentu dan prilaku yang sebenarnya konsisten dengan suatu peran. Orang mempunyai kemampuan untuk dengan cepat bergeser peran bila mereka mengenali bahwa situasi dan permintaannya jelas menuntut perubahan besar.
38
Persepsi peran adalah pandangan seseorang tentang bagaimana seseorang seharusnya bertindak dalam suatu situasi. Berdasarkan suatu penafsiran bagaimana kita meyakini bagaimana seharusnya perilaku kita, kita menunjukkan tipe-tipe tertentu perilaku kita. Konflik peran adalah akibat yang disebabkan karena seorang individu dihadapkan pada suatu peran yang berlainan. Konflik ini ada bila seorang individu mendapatkan bahwa patuh pada persyaratan satu peran menyebabkan kesulitan untuk memenuhi persyaratan dari peran lain. Pada keadaan ini akan mencakup situasi dimana dua atau lebih pengharapan peran saling berlawanan (kontradiksi). Harapan peran didefinisikan sebagai bagaimana orang lain meyakini bagaimana seharusnya anda bertindak dalam suatu situasi tertentu. Bagaimana anda berprilaku sebagian besar ditentukan oleh peran yang didefinisikan dalam konteks tindakan anda. Dalam suatu organisasi, tiap-tiap karyawan diharapkan dapat mengerti apa yang diharapkan para atasannya akan perannya masingmasing, sesuai dengan identitas maupun persepsi peran mereka agar tidak terjadi adanya konflik peran yang dapat mengganggu kepuasan kerja karyawan. Dengan menerapkan fungsi peran dengan baik, maka pekerjaan mampu dikerjakan oleh karyawan tiap-tiap divisi perusahaan dengan baik.
39
2.1.7
Budaya Perusahaan Organisasi adalah kerjasama antara dua orang atau lebih yang dikoordinasi untuk mencapai tujuan bersama. Schein (1987) mendefinisikan budaya organisasi sebagai pola asumsi-asumsi dasar yang oleh suatu kelompok tertentu telah ditemukan, dibuka, atau dikembangkan melalui pelajaran untuk memecahkan masalah-masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal, dan yang telah berjalan cukup lama untuk dipandang sahih, dan oleh sebab itu diajarkan kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang benar untuk memandang, berpikir, dan merasa dalam kaitannnya dengan masalah-masalah tersebut. Sedangkan Soehardi Sigit (2003) dalam perilaku organisasional mengatakan bahwa budaya organisasi adalah sifat, perilaku, dan karakteristik yang telah melembaga, dan membedakan suatu organisasi dengan organisasi lain sebagaimana tercermin dalam hal sifat, perilaku, dan karakteristiknya pada para anggotanya. Nilai budaya adalah sesuatu yang dianggap penting, diprioritaskan, dan diperjuangkan untuk direalisasikan. Sedangkan nilai budaya adalah nilai yang dibudayakan, artinya nilai yang digunakan oleh suatu organisasi dalam jangkan yang relatif lama, sebagai norma atau pedoman bagi para anggota organisasi dalam berperilaku dan memecahkan masalah. Nilai apa yang dibudayakan oleh suatu organisasi tergantung pada banyak faktor, seperti sejarah organisasi, kegagalan dan kesuksesan, geografi, suku, ras, agama, keturunan, dan lain-lain. Oleh sebab itu, bila
40
kita ingin melihat budaya pada suatu organisasi, maka kita perlu melihat sejauh mana nilai-nilai tertentu yang digunakan sebagai budaya. Ouchi (1981), menggunakan 7 nilai untuk mengukur dan membandingkan antara budaya korporat Jepang dan korporat Amerika : 1. Komitmen pada karyawan. 2. Evaluasi terhadap karyawan. 3. Karir. 4. Kontrol. 5. Pembuatan keputusan. 6. Tanggung jawab, dan 7. Perhatian kepada manusia. Hofstede (1980) menggunakan 4 nilai untuk membedakan budaya antara suatu Bangsa dengan Bangsa lain : 1. Jarak kekuasaan, 2. Individualisme vs Kolektivisme, 3. Maskulin vs Feminin, dan 4. Penolakan terhadap ketidak-pastian. Sedangkan Quinn (1988) menggunakan 4 nilai untuk mengukur budaya organisasi, yaitu : 1. Predictability-spontaneity, 2. Internal focus-external focus, 3. Order-flexibility, 4. Long term-short term.
41
Dalam perusahaan, mengubah budaya organisasi perusahaan tidak mudah, apalagi jika nilai-nilai budaya organisasi yang akan diubah itu berlaku bertahun-tahun, sudah mengakar dan kuat. Mengubah budaya organisasi juga berarti berhadapan dengan sebagian besar anggota organisasi. Oleh sebab itu, untuk memperbaiki budaya organisasi suatu perusahaan diperlukan pimpinan organisasi yang kuat dan berkualitas, yang meliputi kecakapan, kejujuran, keteladanan, yang dapat mengubah pikiran-pikiran anggota organisasi untuk berpaling ke nilai-nilai yang baru yang lebih baik menuju ke arah perkembangan organisasi yang lebih hidup dan tentunya mendorong nilai-nilai baru ini ke arah yang lebih positif.
2.1.8
Hubungan dengan Atasan Robbins (2001) menjelaskan bahwa dalam suatu organisasi, sekitar 95 persen dari semua evaluasi kinerja pada tingkat bawah dan menengah dari organisasi dijalankan oleh atasan langsung karyawan itu. Paul Hersey dan Ken Blanchard (1985) mengatakan bahwa gaya kepemimpinan atasan seseorang adalah salah satu unsur dalam lingkungan suatu organisasi. Para atasan umumnya menaruh perhatian yang cukup untuk menyelia bawahan, tapi beberapa diantaranya tidak cukup menaruh perhatian terhadap dirinya sebagai bawahan. Padahal upaya memenuhi harapan atasan seringkali merupakan faktor penting yang mempengaruhi gaya seseorang, terutama apabila atasan
mengawasi dengan ketat.
Hubungan antara bawahan dan atasan sangat penting gunanya dalam
42
lingkungan organisasi, oleh sebab itu, penting bagi para bawahan untuk mengetahui harapan atasan mereka, terutama sekali apabila mereka ingin meningkatkan karier dalam organisasi yang bersangkutan. Dengan sejalannya harapan atasan dan harapan bawahan, dengan adanya kepemimpinan, motivasi dan faktor lainnya yang lebih terarah, maka akan menciptakan orientasi hubungan antara atasan dan bawahan yang lebih tinggi, kerjasama antar pribadi yang meningkat, dan yang terpenting adalah terciptanya kepuasan pribadi dalam bekerja pada lingkungan tersebut.
2.1.9
Program Pelatihan (Training) Wexley dan Yukl (1976) mengemukakan bahwa “Training and development are term is referring to planned efforts designed facilitate the acquisition of relevant skills, knowledge and attituded by organization members”. Selanjutnya Wexley dan Yukl menjelaskan pula bahwa “Development focuses more on improving the decision making and human relations skills and the presentation of more factual and narrow subject matter”. Pendapat mereka lebih memperjelas mengenai penggunaan istilah pelatihan dan pengembangan yang dapat diartikan sebagai “Pelatihan dan pengembangan merupakan istilah-istilah yang berhubungan dengan usahausaha berencana yang diselenggarakan untuk mencapai penguasaan skill, pengetahuan dan sikap-sikap pegawai atau anggota organisasi.
43
Sedangkan Andrew E. Sikula (1981) mengemukakan bahwa “Pelatihan adalah suatu proses pendidikan jangka pendek yang mempergunakan prosedur sistematis dan terorganisir dimana pegawai nonmanajerial mempelajari pengetahuan dan keterampilan teknis dalam tujuan terbatas. Pengembangan merupakan suatu proses pendidikan jangka panjang yang mempergunakan prosedur sistematis dan terorganisir dimana pegawai manajerial mempelajari pengetahuan konseptual dan teoritis guna mencapai tujuan yang umum”. Dengan dua pendapat diatas, maka istilah pelatihan ditujukan kepada pegawai pelaksana dalam rengka meningkatkan pengetahuan dan keterampilan teknis, sedangkan pengembangan diperuntukkan bagi pegawai tingkat manajerial dalam rangka meningkatkan kemampuan konseptual, kemampuan dalam pengambilan keputusan, dan memperluas hubungan dengan sesama.
Gambar 2.1 Langkah-langkah pendahuluan dalam penyiapan program
pelatihan dan pengembangan
T. Hani Handoko (1982) mengatakan bahwa Berbagai teknik latihan dan pengembangan telah dikenal, baik teknik-teknik on the job (Instruksi kerja, Rotasi jabatan, Pemberian petunjuk, Magang, Pimpinan
44
bayangan) maupun off the job (Teknik-teknik pemberian informasi, Program-program perilaku, Berbagai teknik atau metode pelaihan yang dikombinasikan sesuai kebutuhan). Dalam pemilihan suatu teknik tertentu yang akan digunakan dalam latihan atau pengembangan, ada beberapa “trade off”. Ini berarti tidak ada teknik yang selalu terbaik; metoda terbaik tergantung pada hal-hal berikut : 1. Efektivitas biaya. 2. Isi program yang diinginkan. 3. Kesesuaian fasilitas. 4. Preferensi dan kemampuan peserta. 5. Preferensi dan kemampuan instruktur atau pelatih. 6. Prinsip-prinsip belajar. Selanjutnya, tingkat pentingnya enam “trade offs” tersebut tergantung pada situasi. Tujuan pelatihan dan pengembangan dalam perusahaan menurut Anwar Prabu (2001) adalah : 1. Meningkatkan penghayatan jiwa dan ideologi. 2. Meningkatkan produktivitas kerja. 3. Meningkatkan kualitas kerja. 4. Meningkatkan ketetapan perencanaan sumber daya manusia. 5. Meningkatkan sikap moral dan semangat kerja. 6. Meningkatkan rangsangan agar pegawai mampu berprestasi secara maksimal.
45
7. Meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja. 8. Menghindarkan keusangan. 9. Meningkatkan perkembangan pegawai. Sedangkan faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam pelatihan dan pengembangan karyawan adalah : 1. Perbedaan individu pegawai. 2. Hubungan dengan jabatan analisis. 3. Motivasi. 4. Partisipasi aktif. 5. Seleksi peserta penataran. 6. Metode pelatihan dan pengembangan. Alasan diperlukannya program pelatihan dan pengembangan di perusahaan dikembangkan oleh Ernest J. Mc Cormick (1985) bahwa “Suatu organisasi perlu melibatkan sumber daya pegawainya pada aktivitas pelatihan hanya jika hal itu merupakan keputusan terbaik dari manajer. Pelatihan diharapkan dapat mencapai hasil lain daripada memodifikasi perilaku pegawai. Hal ini juga perlu mendapat dukungan secara organisasi dan tujuan, seperti produksi, distributas barang, dan pelayanan lebih efisien, menekan biaya operasi, meningkatkan kualitas, dan hubungan pribadi lebih efektif. Pemanfaatan dan penilaian terhadap program latihan dan pengembangan biasanya didasarkan pada motivasi, dukungan anggota,
46
stimulus, dan reaksi. Untuk itu semua diperlukan persiapan yang baik, antara lain dengan : 1. Mencari pembimbing yang memenuhi syarat. 2. Menyiapkan mental anggota yang akan dikembangkan atau dilatih. 3. Memberi petunjuk tentang maksud latihan dan pengembangan. 4. Memberikan
insentif
yang
cukup
agar
anggota
tidak
perlu
memikirkannya, dan lebih mencurahkan perhatian pada program latihan dan pengembangan.
2.1.10 Umpan Balik (Feedback) T. Hani Handoko (1990) mengatakan bahwa Umpan balik adalah mekanisme esensial peningkatan akurasi komunikasi organisasional. Komunikasi dua arah ini tidak hanya lebih akurat dibanding komunikasi satu arah tetapi juga lebih memuaskan para partisipan. Umpan balik muncul dari berbagai sumber dan dinyatakan dalam berbagai cara. Komentar dan komunikasi non-verbal rekan sekerja, klien atau mungkin bawahan dapat merupakan suatu umpan balik. Sumbersumber lain mencakup penilaian prestasi kerja, promosi dan penghargaan, dan bahkan evaluasi pribadi atas perasaan dan gagasan-gagasan sendiri. Penting disadari bahwa umpan balik itu sendiri adalah suatu komunikasi, sehingga juga merupakan subyek hambatan-hambatan komunikasi. Oleh karena itu, dalam memerankan sebagai pengirim berita, para manajer juga berperan
sebagai
penerima
agar
47
memperoleh
jaminan
bahwa
komunikasinya telah diterima dan diinterpretasikan secara akurat. Sebagai contoh, setelah menjelaskan penugasan suatu pekerjaan, manajer dapat bertanya, “Apakah ada pertanyaan ?” atau “Apakah segala sesuatu sudah jelas ?”. satu hal yang harus diingat adalah bahwa pendekatan seperti itu akan berguna hanya dalam contoh-contoh dimana bawahan menyadari dirinya telah menginterpretasikan berita secara tepat. Pendekatan lebih langsung, manajer meminta bawahan utnuk mengulangi petunjuk penugasan. Sedangkan menurut Robbins (2001), ada 3 alasan mengapa para atasan sesungguhnya enggan memberikan umpan balik kerja. Alasannya adalah : 1. Para atasan sering tidak enak dalam membahas kelemahan kinerja suatu karyawan. Mengingat bahwa hampir semua karyawan bersedia untuk melakukan perbaikan dalam beberapa bidang, atasan takut munculnya konfrontasi bila menyajikan umpan balik yang negatif. 2. Banyak karyawan cenderung menjadi defensif bila kelemahan mereka ditunjuk. Bukannya menerima secara baik umpan balik tersebut sebagai konstruktif dan suatu dasar untuk memperbaiki kinerja, beberapa karyawan menentang evaluasi itu dan mengkritik atasannya atau mengarahkan lagi kesalahannya kepada orang lain. 3. Para karyawan cenderung mempunyai penilaian yang dibesar-besarkan atas kinerja mereka sendiri.
48
Oleh sebab itu, untuk memecahkan masalah umpan balik ini adalah jangan mengabaikannya, tapi melatih para manajer dan atasan bagaimana cara menyelenggarakan sesi umpan balik yang konstruktif. Dengan suatu tinjauan yang efektif, dimana para karyawan mempersepsikan penilaian itu sebagai sesuatu yang adil, atasannya sebagai suatu ketulusan, dan iklimnya sebagai konstruktif dapat membuat karyawan meninggalkan wawancara dengan semangat yang tidak terlalu terpukul, mendapat informasi mengenai bidang kinerja yang memerlukan perbaikan dan memutuskan untuk mengoreksi kekurangan-kekurangannya. Disamping itu, tinjauan ulang kinerja seharusnya dirancang lebih sebagai kegiatan penyuluhan daripada suatu proses penilaian atau pengadilan. Ini dapat dicapai dengan membiarkan tinjauan itu berkembang dari evaluasi diri karyawan itu.
2.1.11 Hubungan dengan Rekan kerja Menurut T. Hani Handoko (1990), rekan kerja adalah orang-orang yang memiliki posisi yang sama di dalam suatu organisasi. Sebagai contoh, rekan kerja wakil direktur produksi adalah wakil-wakil direktur lainnya dalam perusahaan tersebut, dan rekan kerja guru tentunya guruguru yang lain. Namun tidak semua rekan kerja signifikan bagi pemimpin, hanya mereka yang akan menimbulkan dampak secara reguler terhadap gaya dan efektivitas pemimpin. Gaya dan harapan rekan kerja seseorang dalam organisasi sangat penting dalam hubungan antara sesama rekan kerja, karena pemimpin
49
sering mengadakan interaksi dengan mereka. Sebagai contoh, suatu situasi yang melibatkan tawar-menawar sumber daya, seperti sumber dana. Evaluasi rekan sekerja menurut Robbins (2001) adalah salah satu sumber paling andal dari data penilaian karyawan, karena pertama, rekan sekerja dekat dengan tindakan. Kedua, dengan menggunakan rekan sekerja sebagai penilai menghasilkan sejumlah penilaian yang independen. Di dunia kerja, membangun hubungan baik sesama rekan kerja jelas sangat penting. Bagaimana pun, bersosialisasi dengan rekan kerja tak hanya membuat suasana kerja terasa lebih nyaman, tetapi produktivitas pun dijamin akan meningkat. Berdasarkan pengalaman banyak orang, ide cemerlang seringkali mencuat karena adanya interaksi yang bagus dengan rekan kerja. Apalagi, sekarang ini penilaian kerja seseorang tidak melulu karena kecerdasan dan keterampilannya sebagai individu. Kemampuannya bekerja sama dengan tim juga menjadi pertimbangan penting. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk membangun hubungan yang baik dengan rekan kerja, antara lain ramah, rendah hati, menghargai kemampuan rekan kerja, mau mendengar dan selalu menemukan penyelesaian dalam tiap permasalahan. Niscaya apabila hubungan dengan rekan kerja berjalan dengan baik dapat menciptakan suasana kerja yang mendukung dan merupakan salah satu hal yang mendukung kepuasan kerja
50
2.1.12 Pengelolaan Kinerja Istilah kinerja berasal dari kata Job Performance atau Actual Performance (Prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang). Pengertian kinerja (Prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation). Hal ini sesuai dengan pendapat Keith Davis (1964) yang merumuskan bahwa : ¾ Human Performance = Ability + Motivation ¾ Motivation
= Attitude + Situation
¾ Ability
= Knowledge + Skill
1. Faktor Kemampuan Secara psikologis, kemampuan (ability) karyawan terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (Knowledge+Skill). Artinya, karyawan yang memiliki IQ diatas rata-rata (IQ 110-120) dengan
pendidikan
yang
memadai
untuk
jabatannya
dalam
mengerjakan pekerjaannya sehari-hari, maka ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan. Oleh karena itu, karyawan perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya (the right man in the right place, the right man on the right job).
51
2. Faktor Motivasi Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seorang karyawan dalam menghadapi situasi (situation) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri karyawan yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi. Sikap mental merupakan kondisi mental yang mendorong diri karyawan untuk berusaha mencapai prestasi kerja secara maksimal. Sikap mental seorang karyawan harus sikap mental yang secara psikofisik (siap secara mental, fisik, tujuan, dan situasi). Artinya, seorang pegawai harus siap mental, mampu secara fisik, memahami tujuan utama dan target kerja yang akan dicapai, mampu memanfaatkan, dan menciptakan situasi kerja. Sikap mental secara psikofisik akan terbentuk jika karyawan mampu mengolah otak dengan aktif dan lincah, memiliki keinginan untuk maju, memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, energik, memiliki analisis yang sistematik, terbuka untuk menerima pendapat, punya inisiatif tinggi, dan pikiran luas terarah. David C.McClelland (1987) berpendapat bahwa “Ada hubungan yang positif antara motif berprestasi dengan pencapaian kinerja”. Motif berprestasi adalah suatu dorongan dalam diri karyawan untuk melakukan suatu kegiatan atau tugas dengan sebaik-baiknya agar mampu mencapai prestasi kerja (kinerja) dengan predikat terpuji.
52
Selanjutnya, McClelland mengemukakan 6 karakteristik dari karyawan yang memiliki motif berprestasi tinggi, yaitu : 1. Memiliki tanggung jawab pribadi yang tinggi. 2. Berani mengambil resiko. 3. Memiliki tujuan yang realistis. 4. Memiliki rencana kerja yang menyeluruh dan berjuang untuk merealisasikan tujuannya. 5. Memanfaatkan umpan balik yang konkret dalam seluruh kegiatan kerja yang dilakukannya.. 6. Mencari kesempatan untuk merealisasikan rencana yang telah diprogramkan. Berdasarkan pendapat McClelland tersebut, karyawan akan mampu mencapai kinerja maksimal jika ia memiliki motif berprestasi tinggi. Motif berprestasi yang perlu dimiliki karyawan yang ditumbuhkan dari dalam diri sendiri akan membentuk suatu kekuatan diri dan jika situasi lingkungan kerja turut menunjang maka pencapaian kinerja akan lebih mudah. Oleh karena itu, motif berprestasi dalam diri karyawan harus dikembangkan dan manfaatkan dan menciptakan situasi yang ada pada lingkungan kerja agar dapat tercipta kinerja perusahaan yang maksimal.
2.1.13 Upah/ Gaji Andrew E. Sikula (1981) mengemukakan bahwa “Proses admininistrasi upah atau gaji melibatkan pertimbangan atau keseimbangan
53
perhitungan.
Kompensasi
atau
gaji
merupakan
sesuatu
yang
dipertimbangkan sebagai sesuatu yang sebanding. Dalam kepegawaian, hasiah yang bersifat uang merupakan kompensasi yang diberikan kepada karyawan sebagai penghargaan dari pelayanan mereka. Bentuk-bentuk pemberian upah, bentuk upah, dan gaji digunakan untuk mengatur pemberian keuangan antara atasan dan bawahannya”. Pemberian upah merupakan imbalan, pembayaran untuk pelayanan yang telah diberikan oleh karyawan. Sangat banyak bentuk-bentuk pembayaran upah, baik yang berupa uang maupun yang bukan berupa uang. Pembayaran gaji biasanya dalam bentuk konsep pembayaran yang berarti luas daripada merupakan ide-ide gaji dan upah secara normal berupa keuangan tetapi tidak suatu dimensi yang non-financial. Gaji sangat penting bagi karyawan maupun majikan. Hal ini karena Gaji adalah sumber penghasilan bagi mereka dan keluarganya. Gaji juga merupakan gambaran dalam status sosial bagi karyawan. Tingkat penghasilan sangat berpengaruh dalam menentukan standar kehidupan. Bagi atasan dan perusahaan, gaji adalah faktor utama dalam kekaryawanan. Kebijakan kekaryawanan banyak berhubungan dengan pertimbangan untuk menentukan gaji karyawan, tingkat besar kecilnya gaji karyawan sangat berkaitan dengan tingkat pendidikan, tingkat jabatan, dan masa kerja karyawan. Maka dari itu, dalam menentukan gaji karyawan perlu
berdasarkan
penilaian
prestasi,
kondisi
pendidikan, jabatan, dan masa kerja karyawan.
54
karyawan,
tingkat
Gaji yang diberikan kepada
sangat berpengaruh pada tingkat
kepuasan kerja dan motivasi kerja, serta hasil kerja. Perusahaan yang menentukan tingkat upah dengan mempertimbangkan standar kehidupan normal, akan memungkinkan karyawan bekerja dengan penuh motivasi serta timbulnya kepuasan dalam bekerja. Hal ini karena motivasi dan kepuasan kerja karyawan banyak dipengaruhi oleh terpenuhi tidaknya kebutuhan minimal kehidupan karyawan dan keluarganya.
2.1.14 Keuntungan (Benefit) Keuntungan dapat dibagi menjadi Benefit dan pelayanan. Benefit adalah nilai keuangan (moneter) langsung untuk pegawai secara cepat dapat ditentukan. Sedangkan Pelayanan adalah nilai keuangan (moneter) langsung untuk karyawan yang tidak dapat secara mudah ditentukan. Program Benefit ini bertujuan untuk memperkecil turnover, meningkatkan modal kerja, dan meningkatkan keamanan. Adapun kriteria program benefit adalah : 1. Biaya. 2. Kemampuan membayar. 3. Kebutuhan. 4. Keluatan kerja. 5. Tanggung jawab sosial. 6. Reaksi kekuatan kerja, dan 7. Relasi umum.
55
Sedangkan program pelayanan dapat berupa hal-hal seperti : 1. Adanya tim olahraga 2. Kamar tamu Karyawan 3. Kafetaria Karyawan 4. Surat kabar perusahaan 5. Toko perusahaan 6. Discount produk perusahaan 7. Bantuan hukum 8. Fasilitas ruang baca dan perpustakaan 9. Pemberian makan siang. 10. Fasilitas medis 11. Dokter perusahaan 12. Tempat parkir 13. Ada program rekreasi dan darmawisata. Pada dasarnya tujuan dari benefit dan pelayanan yang ada dan diberikan perusahaan adalah sebagai pendukung yang berbanding lurus dengan gaji. Karena upah/ gaji adalah bentuk kompensasi yang langsung, sedangkan Keuntungan dan pelayanan adalah bentuk kompensasi yang tidak langsung . Kedua tujuan dari gaji dan keuntungan adalah sebagai timbal balik dan penghargaan perusahaan kepada karyawannya. Diharapkan bila pemberian gaji dan keuntungan yang diberikan perusahaan berjalan dengan baik dan lancar, maka dapat memuaskan para karyawannya dan memenuhi kebutuhan hidupnya.
56
2.1.15 Analisis Multivariat (Multivariate Analysis) Hampir tidak mungkin membicarakan aplikasi dari teknik multivariat tanpa membicarakan dampaknya kepada komputer. Teori statistik untuk teknik multivariat saat ini telah berkembang dengan baik sebelum munculnya komputer,
tetapi teknik ini hampir tidak dikenal
diluar bidang teori statistik, sampai tenaga perkomputeran tersedia untuk melaksanakan kalkulasi kompleks mereka yang semakin meningkat. Teknologi yang berkembang pada komputer ini, telah menyediakan periset yang tertarik untuk mengakses semua sumber yang diperlukan kepada hampir semua jenis masalah multivariat. Saat ini, kemajuan teknologi sudah meluas hingga diluar kemampuan kita untuk memanipulasi data, sehingga pelajar dan guru-guru dapat menganalisis data multivariat dengan berbagai program, seperti SPSS, SAS, BMDP yang sekarang telah tersedia pada komputer pribadi dalam bentuk software program yang tersedia untuk analisis multivariat. Dan saat ini analisis multivariat banyak digunakan pada industri, pemerintahan, dan pusat pengembangan yang berhubungan dengan universitas. Analisis multivariat pada dasarnya adalah analisis untuk lebih dari dua variabel dan prosesnya dilakukan secara simultan (bersama-sama). Jika mengacu pada kalimat tersebut, sesungguhnya analisis regresi berganda dapat dikategorikan sebagai analisis multivariat, karena variabel independennya lebih dari dua variabel.
57
Analisis multivariat adalah suatu analisis data dengan ilmu pada bidang statistik dan kesimpulan statistik yang telah berkembang dalam pengertian dan aplikasinya kepada teknik dari suatu kelompok statistik dengan menganalisa sejumlah besar data yang kompleks. Sebenarnya konsep dan penggunaan analisis multivariat sudah diketahui dan digunakan dalam praktek, hanya kendala keharusan penggunaan
bantuan
komputer
yang
semakin
canggih
saat
ini
menyebabkan alat analisis ini digunakan secara terbatas. Perkembangan komputer yang semakin canggih ini menyebabkan analisis multivariat semakin banyak digunakan pada praktek riset, dan lambat laun akan menggeser beberapa alat analisis ‘klasik’, seperti uji t, anova, dan sebagainya. Dengan multivariat, tentu dapat dilakukan berbagai analisis yang kompleks dan lebih berdaya guna, karena periset dapat terbebas dari berbagai persyaratan ‘kaku’ seperti hanya boleh dua sampel, hanya satu variabel, hanya menguji perbedaan dan sebagainya. Banyak hal atau fenomena yang tidak dapat dijelaskan hanya oleh satu dua variabel saja, namun harus dengan banyak variabel yang harus dipakai secara bersamasama. Sebagai contoh, jika ingin meneliti ‘faktor yang mempengaruhi sikap konsumen dalam memilih sepeda motor’. Disini sesungguhnya ada banyak variabel yang harus dipisahkan, seperti harga, kualitas mesin, desain motor, ketersediaan suku cadang, bahan bakar yang irit, dan
58
sebagainya.
Dengan
multivariat,
periset
dapat
dengan
bebas
menggabungkan semua faktor tersebut dalam analisisnya. Berdasar ketergantungan variabel-variabel yang ada, analisis multivariat dapat dibagi menjadi : ¾ Analisis Dependensi : ciri dari analisis ini adalah adanya satu atau beberapa variabel yang berfungsi sebagai variabel dependen dan beberapa variabel lain menjadi variabel bebas (independen), alat analisis untuk kategori ini adalah Analisis Regresi Berganda dan Analisis diskriminan ¾ Analisis Interdependensi : disini semua variabel saling berhubungan satu dengan yang lain, sehingga tidak ada variabel dependen atau independen. Alat analisis untuk kategori ini adalah Analisis Cluster, Analisis faktor, dan Multi dimensional Scaling.
2.2 Kerangka Pemikiran Dalam menghadapi persaingan yang sangat ketat ini, faktor karyawan dalam perusahaan adalah satu hal yang sangat penting dalam perusahaan yang secara langsung berhubungan dengan kinerja perusahaan. Bila karyawan puas, maka kinerja perusahaan dapat meningkat, dan sebaliknya jika karyawan tidak puas maka kinerja perusahaan dapat menurun.
59
Penelitian ini bertujuan untuk melihat faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi Kepuasan Kerja karyawan pada PT Anugrah Kurnia Abadi. Pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan kuisioner untuk mengetahui persepsi karyawan mengenai kondisi dalam perusahaan tempat mereka bekerja berdasarkan faktor-faktor yang ada dalam kuisioner. Kepuasan Kerja karyawan adalah sebagai variabel tak bebas atau terikat (dependent variable), yang dipengaruhi oleh variabel-variabel bebas atau tidak terikat (independent variable) yang meliputi Faktor Komunikasi dan Perencanaan di perusahaan, Faktor Peran di perusahaan, Faktor Budaya perusahaan, Faktor Hubungan dengan Atasan, Faktor Program Pelatihan di perusahaan, Faktor Umpan Balik (feedback), Faktor Hubungan dengan Rekan kerja, Faktor Kinerja perusahaan, Faktor Gaji, dan Faktor Keuntungan bagi karyawan
Gambar 2.2 Diagram Hubungan Faktor-faktor dalam Penelitian
60
Dengan adanya bagan tersebut, maka kita dapat melihat keadaan yang ada dan segala perubahan dari ke-10 faktor, yaitu Faktor Komunikasi dan Perencanaan di perusahaan, Faktor Peran di perusahaan,
Faktor
Budaya perusahaan, Faktor Hubungan dengan Atasan, Faktor Program Pelatihan di perusahaan, Faktor Umpan Balik
(feedback), Faktor
Hubungan dengan Rekan kerja, Faktor Kinerja perusahaan, Faktor Gaji, dan Faktor Keuntungan bagi karyawan pada perusahaan akan selalu mempengaruhi Kepuasan Kerja karyawan di PT Anugrah Kurnia Abadi.
2.3
Hipotesis Berdasarkan beberapa penjelasan teori dan hasil penelitian terdahulu, maka untuk dapat menjawab permasalahan dan guna mencpai tujuan penelitian, telah dirumuskan model hipotesis penelitian untuk diuji kebenarannya sebagai berikut : 1. Diduga ke-10 Faktor secara simultan berpengaruh terhadap Kepuasan Kerja karyawan pada PT Anugrah Kurnia Abadi. 2. Diduga ke-10 Faktor secara parsial berpengaruh terhadap Kepuasan Kerja karyawan pada PT Anugrah Kurnia Abadi. 3. Diduga terdapat faktor yang paling berpengaruh diantara ke-10 Faktor bagi karyawan terhadap Kepuasan Kerja karyawan pada PT Anugrah Kurnia Abadi.
61