BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Kerangka Teori 2.1.1. Karakteristik Jasa Menurut Kotler (1997,p.467), “jasa adalah setiap kegiatan atau kinerja yang ditawarkan suatu pihak kepada pihak lain yang pada hakikatnya tidak berwujud (intangible) dan tidak menghasilkan kepemilikan apapun. Produksinya dapat terkait dengan suatu produk fisik ataupun tidak.” Menurut Kotler (1997,pp.468-471), karakteristik jasa adalah sebagai berikut. 1.
Tidak berwujud (intangible). Tidak seperti produk fisik, jasa tidak dapat dilihat, dikecap, dirasakan, didengar, atau dicium sebelum dibeli. Untuk mengurangi ketidakpastian, pembeli melihat tanda atau bukti kualitas jasa. Mereka mengambil kesimpulan mengenai kualitas jasa dari faktor yang tampak, yakni: (a) tempat (place), (b) orang (people), (c) perangkat (equipment), (d) material komunikasi (communication material), (e) simbol (symbol) dan (f) harga (price). Jadi tugas pemberi jasa adalah untuk “mengelola bukti”, untuk “mewujudkan yang tidak berwujud”.
8
9 2.
Tidak dapat dipisahkan (inseparability) Jasa secara khusus diproduksi dan dikonsumsi bersamaan (tidak dapat disimpan). Karena pelanggan harus hadir saat jasa diproduksi, maka interaksi pemberi jasa dengan pelanggan merupakan ciri khusus pemasaran jasa. Pemberi jasa maupun pelanggan mempengaruhi hasil dari jasa tersebut.
3.
Variabilitas (variability) Karena jasa tergantung pada siapa yang memberikan, bilamana, dan di mana diberikan, maka jasa sangat bersifat variabel. Para pembeli jasa sadar akan variabilitas yang tinggi ini dan seringkali berdiskusi dengan orang lain sebelum memilih suatu pemberi jasa (service provider). Untuk mengontrol kualitas, perusahaan dapat melakukan: seleksi dan pelatihan sumber daya manusia, standarisasi proses kinerja kerja, dan monitor kepuasan pelanggan melalui sistem saran dan keluhan, survai pelanggan, belanja banding (comparison shopping).
4.
Cepat usang (perishability) Jasa tidak dapat disimpan. Sifat jasa yang cepat usang ini bukan merupakan masalah apabila permintaan akan jasa stabil, karena dapat diantisipasi sebelumnya. Perusahaan baru menghadapi masalah yang sulit jika permintaan akan jasa berfluktuasi.
Kesimpulan:
•
10 Faktor-faktor tempat (place), orang (people), perangkat (equipment), material komunikasi (communication material), simbol (symbol) dan harga (price) penting dalam penyampaian jasa.
•
Jasa tergantung pada siapa yang memberikan, bilamana, dan di mana jasa diberikan.
•
Mutu/kualitas menjadi hal yang penting dalam perusahaan jasa. Juga tersirat bahwa kuantitas-kuantitas perangkat manusia, perangkat keras, perangkat lunak, promosi, dan harga haruslah memadai.
Rencana survai: •
Survai akan mencari data jumlah perangkat keras, jumlah perangkat lunak, jumlah perangkat manusia, lokasi, promosi, simbol/simbol, dan harga. Faktorfaktor tempat (place), orang (people), perangkat (equipment), material komunikasi (communication material), simbol (symbol) dan harga (price) akan menjadi variabel-variabel lokasi (X5), perangkat manusia (X3), perangkat keras (X1) dan peralatan kantor yang merupakan sebagian komponen dari X7, promosi (X4), simbol/status/citra (X9), dan harga (X6) dalam model penelitian.
•
Dalam kursus komputer, pemberi jasa adalah pengajar/instruktur dan karyawan administrasi, sedangkan pelanggan adalah siswa komputer.
•
Karena
itu,
variabel
perangkat
manusia
(X3)
akan
terdiri
dari
11 pengajar/instruktur, karyawan administrasi dan siswa. Survai juga akan mencacah umur, jenis kelamin, status marital, pekerjaan, pendidikan terakhir, paket perangkat lunak yang diambil, dan tujuan siswa mengikuti kursus komputer. •
Kualitas perangkat keras, perangkat lunak, perangkat manusia, dan lokasi akan dinilai oleh siswa. Bobot kualitas perangkat keras, perangkat lunak, dan perangkat manusia dipadukan dengan kuantitasnya.
2.1.2. Jasa Pendidikan Menurut Paul Lengrand dalam bukunya Introduction to Life Long Education, yang dikutip oleh Joesoef (1992,pp.9-12), dikatakan bahwa “alasanalasan adanya pendidikan seumur hidup adalah tantangan-tantangan yang ada dewasa ini dengan berbagai bentuk dan variasinya serta menyebar meliputi beberapa negara baik negara maju maupun negara berkembang. Tantangan-tantangan itu adalah: a. Laju Perubahan, b. Perluasan Demografis, c. Inovasi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, d. Tantangan Politik, e. Informasi, f. Waktu Luang, g. Krisis dalam Pola Kehidupan dan Hubungan.” Dalam bukunya, Joesoef (1992,pp.13-14) menulis: “Dari pertemuan kecil antar wakil-wakil World Bank (R. Mac Namara), The Ford Foundation (George Bundy, Usaid, John Hannah), The Rockefeler (Kenneth Thomson), Direktur Jenderal Unesco (Rene Maren) dan Indonesia (Dr. Soedjatmoko), dihasilkan penelitian
12 terhadap sekolah. Hasilnya adalah: •
“Sistem pendidikan dewasa ini tidak sesuai, sebagaimana seperti diharapkan, ialah menyiapkan tenaga muda untuk hidup dan penghidupan. Peningkatan kuantitas dan kualitas sekolah tidak akan membantu memecahkan masalah kekurangan tenaga kerja
•
Bahkan lebih dari itu sistem sekolah memperlebar jurang antara yang kaya dan miskin. Perbaikan sistem sekolah hanya menguntungkan mereka yang sudah mendapat kesempatan sekolah, ....
•
Oleh karena itu maka negara-negara berkembang khususnya hendaknya lebih berani mencari alternatif-alternatif dari sistem pendidikan yang ada, khususnya dalam apa yang disebut Pendidikan Non Formal....” Selanjutnya, Joesoef (1992,pp.39-40) menyatakan bahwa “alasan-alasan
timbulnya pendidikan luar sekolah adalah: •
Alasan dari segi faktual-historis, meliputi: kesejarahan, kebutuhan pendidikan, keterbatasan sistem persekolahan, potensi sumber belajar, keterlantaran pendidikan luar sekolah
•
Alasan dari segi analis-perspektif, meliputi: pelestarian identitas bangsa, kecenderungan belajar individual
•
Alasan dari segi formal-kebijakan, meliputi: Pembukaan dan UUD 1945, Garis-garis Besar Haluan Negara, dan PELITA”.
13 Lebih lanjut, dalam bukunya, Joesoef (1992,pp.53-138) membagi pendidikan menjadi: •
“pendidikan sekolah (pendidikan formal, dari Taman Kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi)
•
pendidikan luar sekolah ♦ pendidikan informal (pendidikan keluarga) ♦ pendidikan non-formal ◊
◊
terorganisir (pendidikan sosial) ∗
pendidikan masyarakat, yakni kursus dan latihan
∗
pembangunan masyarakat
∗
pekerjaan sosial
tidak terorganisir.”
Dari sistematika di atas, kursus-kursus komputer di DKI Jakarta termasuk kategori pendidikan non-formal, terorganisasi, dan merupakan salah satu bentuk pendidikan masyarakat. Adapun kursus-kursus ini berada di bawah naungan Bidang Diklusemas (Pendidikan Luar Sekolah yang Diselenggarakan oleh Masyarakat), Dirjen Pendidikan Luar Sekolah, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan DKI Jakarta.
2.1.3. Kursus Komputer Menurut Zeithaml dan Bitner (1996,p.7), pendidikan dan pengajaran termasuk
14 dalam kategori intangible dominant dalam spektrum intangibility.
14 Karena kursus komputer merupakan salah satu alternatif sistem pendidikan, maka kursus komputer juga bersifat intangible dominant.
1
2
3 4 5
tangible dominant
6 6
intangible dominant
7 8
9
10 11
Gambar 1 Intangibility Spectrum 1=garam, 2=soft drink, 3=deterjen, 4=mobil, 5=kosmetik, 6=fast-food outlet, 7=agen iklan, 8=penerbangan, 9=manajemen investasi, 10=konsultasi, 11=pendidikan,pengajaran (teaching). Sumber: Zeithaml dan Bitner (1996,p.7)
2.1.4. Strategi Pemasaran Pendekatan pemasaran 4P (Product, Place, Price, Promotion) klasik baik juga diterapkan untuk bisnis jasa, tetapi belum cukup. Bisnis jasa membutuhkan tambahan unsur yang harus diperhatikan juga. Booms dan Bitner (1981, pp.47-51) mengusulkan tambahan 3P dalam pemasaran jasa, yaitu: (1) manusia (people), (2) bukti fisik dan presentasi (physical evidence and presentation), dan (3) proses (processes). Adapun elemen-elemen dalam service encounter dapat dilihat dalam Gambar 3.
15 Zeithaml dan Bitner (1996,p.25) juga mendukung adanya expanded marketing mix untuk jasa, yakni 4P klasik (Product, Place, Price, Promotion), dan 3P tambahan (people, physical evidence, process) seperti tabel 1. Menurut Zeithaml dan Bitner (1996,p.26): •
People adalah para pelaku (manusia) yang memainkan peranan dalam penyampaian jasa, dan dengan demikian mempengaruhi persepsi pembeli; yakni, karyawan perusahaan, pelanggan dan pelanggan lain dalam lingkungan jasa.
•
Physical Evidence, yakni lingkungan di mana jasa itu disampaikan dan di mana perusahaan dan pelanggan berinteraksi, serta setiap komponen berwujud yang mendukung kinerja atau komunikasi jasa.
•
Process, yakni prosedur, mekanisme, dan aliran aktivitas sebenarnya, dengan mana jasa disampaikan-yakni penyampaian jasa dan sistem-sistem operasi.
Menurut
Gronroos
(1984,pp.36-44),
pemasaran
jasa
tidak
hanya
membutuhkan pemasaran eksternal, tetapi juga pemasaran internal dan pemasaran interaktif. Pemasaran eksternal menyangkut pekerjaan biasa yang dilakukan oleh perusahaan
dalam
menyiapkan,
memberi
harga,
mendistribusikan,
dan
mempromosikan jasa kepada pelanggan. Pemasaran internal merupakan pekerjaan yang dilakukan oleh perusahaan untuk melatih dan memotivasi karyawannya agar melayani pelanggan dengan baik. Pemasaran interaktif adalah keterampilan karyawan dalam melayani pelanggan. Pelanggan tidak hanya menilai kualitas jasa dari kualitas
16 teknis, tetapi juga dari kualitas fungsional. Oleh karena itu, pihak pemberi jasa harus memberikan sentuhan bisnis bercitarasa tinggi (high touch) selain dari high tech. Situasi ini terlihat pada Gambar 4.
Product
Place
Promotion
Price
People
Physical evidence
Processes
Physical good features Quality level Accessories Packaging Warranties Product lines Branding
Channel type Exposure Intermediaries Outlet locations Transportation Storage Managing channels
Promotion blend Salespeople Number Selection Training Incentives Advertising Targets Media types Copy thrust Sales promotion Publicity
Flexibility Price level Terms Differentiation Discounts Allowances
Employees Recruiting Training Motivation Rewards Teamwork Customers Education Traning Communicating culture and values Employee research
Facility design Aesthetics Functionality Ambient conditions Equipment Signage Employee dress Other tangibles Reports Business cards Statements Guarantees
Flow of activities Standardized Customized Number of steps Simple Complex Level of customer involvement
Tabel 1 Expanded Marketing Mix for Services Sumber: Zeithaml dan Bitner (1996,p.25)
17
18
19
Bisnis Jasa sebagai suatu sistem Bisnis Jasa
Pelanggan A
Lingkungan Sistem
Layanan X
fisik Layanan lain
organisasional
Contact
internal
personnel
Advertising Billing and payment Sales calls Tak tampak Media Stories oleh pelanggan Tampak oleh Word-of-mouth comments pelanggan Random exposures to personnel and facilities Market research studies = interaksi langsung,
Pelanggan lain
= interaksi sekunder
Gambar 2 Elemen-elemen Dalam Suatu Service Encounter Sumber: Kotler (1997,p.472 )
20
Perusahaan
pemasaran eksternal
Pemasaran internal
Karyawan
Pelanggan pemasaran interaktif Gambar 3 Segi Tiga Pemasaran Jasa Sumber: Kotler (1997,p.473)
Kotler (1997,p.474) mengatakan bahwa “....pelanggan merasa lebih berisiko membeli jasa daripada barang. Kenyataan ini mempunyai 3 konsekuensi, yakni (1)konsumen jasa pada umumnya lebih mempercayai perkataan dari mulut ke mulut daripada advertensi, (2)pelanggan sangat memperhatikan soal harga, personil, dan petunjuk fisik untuk menilai kualitas pelayanan, (3)pelanggan sangat loyal kepada pemberi jasa jika ia merasa puas.” Selanjutnya Kotler (1997,p.475) menyebutkan bahwa perusahaan jasa
21 mempunyai tiga tugas penting, yakni mempertinggi competitive differentiation, kualitas pelayanan, dan produktivitasnya. Mengelola diferensiasi adalah tampil beda dalam pelayanan jasa dibandingkan para pesaing, yang juga termasuk aspek dari high touch. Menurut Kotler (1997,p.475), hal ini dapat dilakukan dengan: (a) Penawaran (offer), berupa primary service package (paket jasa yang diharapkan pelanggan) dan secondary service feature (jasa tambahan) yang berupa tambahan kenyamanan. Walaupun inovasi jasa mudah ditiru pesaing, tetapi perusahaan jasa yang melakukan riset secara teratur dan memperkenalkan inovasi jasa akan memperoleh keunggulan sementara dibandingkan para pesaingnya.
Melalui
reputasi
dalam
inovasi,
perusahaan
jasa
dapat
mempertahankan pelanggan yang memang mencari “yang terbaik”. (b) Penyampaian (delivery). Perusahaan jasa dapat memberikan kualitas penyampaian jasa (yang lebih mudah diperoleh dan lebih andal) yang berbeda dibandingkan dengan para pesaing. Caranya adalah dengan mengembangkan lingkungan fisik yang lebih menarik pada saat jasa diberikan, atau dengan merancang proses penyampaian yang lebih unggul. (c) Citra (image). Perusahaan jasa juga dapat beroperasi dengan mendiferensiasi citranya melalui simbol atau merek.
22 Zeithaml dan Bitner (1996,pp.340-346) menyebutkan bahwa franchising adalah jenis distribusi yang paling umum dalam jasa dan penjualan eceran. Manfaat dan tantangan untuk franchisor jasa, juga manfaat dan tantangan untuk franchisee adalah sebagai berikut.
Tabel 2 Manfaat dan Tantangan bagi Franchisor Jasa Sumber: Zeithaml dan Bitner (1996,p.344)
Manfaat •
Tantangan
Bentuk bisnis dapat berkembang dan memperoleh penghasilan Memelihara konsistensi outlet
•
•
Memperoleh pasar lokal
akan
•
•
Membagi risiko finansial dan tidak memerlukan modal
•
•
pengetahuan
•
Kesulitan mengelola dan memotivasi franchisee Perselisihan dan konflik terpublikasi Kualitas mungkin tidak konsisten, sehingga menjatuhkan nama perusahaan Pemeliharaan hubungan pelanggan oleh perantara
Tabel 3 Manfaat dan Tantangan bagi Franchisee Jasa Sumber: Zeithaml dan Bitner (1996,pp.344-346)
Manfaat • • •
Memperoleh bentuk bisnis yang sudah mapan sebagai dasar usaha Memperoleh pemasaran merk nasional atau regional Meminimumkan risiko dalam mengawali bisnis
Tantangan • • • • • •
Penghasilan dan laba yang mengecewakan Pelanggaran dan kejenuhan franchise Laju kegagalan yang tinggi dan terminasi yang tidak adil Kurangnya pengawasan Fee yang mahal dan kontrak yang kaku Harapan yang tidak realistis
23
Kesimpulan: •
Dalam pemasaran jasa dikenal faktor 4P klasik (product, place, promotion, price) dan 3P tambahan (people, physical evidence, processes). Dalam physical evidence tercakup fasilitas, estetika, lingkungan sekeliling, peralatan kantor, tanda (simbol), pakaian karyawan, dan jaminan (reputasi/umur).
•
Selain faktor high tech juga ada faktor high touch yang perlu diperhatikan pemberi jasa.
•
Faktor penawaran jasa, penyampaian jasa dan citra perusahaan yang harus diperhatikan pemberi jasa. Konsumen jasa lebih mempercayai perkataan dari mulut ke mulut, harga, personil, dan petunjuk fisik. Konsumen akan loyal jika merasa puas. Petunjuk fisik meliputi desain fasilitas, perlengkapan, tanda, pakaian karyawan, serta hal-hal fisik lainnya (di antaranya jaminan/reputasi). Faktor franchising juga akan mempengaruhi status/simbol/citra suatu organisasi.
Rencana Survai: •
Survai akan mendata perangkat keras, perangkat lunak, perangkat manusia, prasarana, dan umur kursus. Faktor product akan menjadi variabel perangkat keras (X1), dan perangkat lunak (X2) yang ditawarkan oleh kursus kepada siswa. Faktor promotion, place, dan price masing-masing akan menjadi variabel-variabel promosi (X4), lokasi (X5), dan harga (X6). Faktor people akan menjadi variabel manusia (X3), faktor processes akan
24 menjadi komponen kualitas pengajar dan pelayanan (komponen X3), serta physical evidence akan menjadi prasarana (X7), dan reputasi/umur kursus (X8). •
Faktor “high touch” akan menjadi “bobot mutu” dalam variabel perangkat keras (X1), perangkat lunak (X2), perangkat manusia (X3), dan prasarana (X7) dalam penelitian ini. Data kuantitatif akan diminta dari pemilik/pimpinan kursus, sedangkan data kualitatif kursus akan diminta dari siswa.
•
Faktor citra (image) akan menjadi variabel simbol/status/citra (X9) dalam penelitian ini. Status kursus dibagi menjadi 3 jenis: independen, unit suatu organisasi, dan franchise, dengan bobot dengan bobot masing-masing 1, 2, dan 3. Pertimbangannya: kursus komputer sebagai unit suatu yayasan atau organisasi ditopang secara material dan moril oleh induk organisasi, sedangkan franchising kursus komputer (pada umumnya dengan kursus yang sudah terkenal) mempunyai citra yang lebih baik lagi.
•
Faktor harga akan menjadi variabel harga (X6), faktor personil akan menjadi variabel perangkat manusia (X3), petunjuk fisik akan menjadi variabel prasarana (X7), dan faktor kepuasan pelanggan akan menjadi komponen mutu dalam variabel perangkat keras (X1), perangkat lunak (X2), perangkat manusia (X3), prasarana (X7) dan promosi (X4).
Berikut ini adalah model bisnis kursus komputer. Pemerintah Dept. P&K Kanwil DKI Jakarta, Dirjen Pendidikan Luar Sekolah, Bidang Diklusemas
Pendatang Baru Ancaman kursus baru dan franchise kursus komputer
25
♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦
♦ ♦ ♦ ♦
Kursus Perangkat keras Perangkat lunak Perangkat manusia Promosi Lokasi Harga Prasarana belajar dan pendukung Umur Simbol/status/citra
Pemasok Perangkat keras Perangkat lunak Computer supplies Maintenance/service
♦ ♦ ♦ ♦ ♦
Pembeli Siswa sekolah Mahasiswa Pegawai kantor Pencari kerja Ibu rumah tangga
Produk substitusi ♦ In-house training ♦ STMIK, AMIK ♦ Fak. Komputer Gambar 4 Model Bisnis Kursus Komputer Diadaptasi dari: Applegate, McFarlan dan McKenney (1997,p.86)
2.1.5. Perangkat Teknologi Informasi Menurut Luhukay dan Suryaningsih (1995), teknologi informasi mencakup komponen-komponen
untuk
mengolah,
menyimpan,
dan
menyajikan
26 data/informasi. Sedangkan perangkat pengolah terdiri dari perangkat-perangkat untuk mengolah data, yang mencakup perangkat keras dan lunak, misalnya CPU (Central Processing Unit) dan sistem operasi. Perangkat penyimpan terdiri dari berbagai bentuk dan teknik yang dipakai untuk menyimpan dan menyajikan data, misalnya teknik pengelolaan basis data, basis data sendiri, disk, dan disket. Perangkat (tele)komunikasi terdiri dari perangkat untuk pengiriman, transmisi dan penerimaan data, misalnya modem, LAN (Local Area Network), dan WAN (Wide Area Network). Setiap perangkat teknologi informasi (keras maupun lunak) adalah suatu produk, yang mempunyai product life cycle (PLC). Urutan umum tahapan dalam PLC adalah introduksi (introduction), tumbuh (growth), matang (maturity), dan menurun (decline). Hal ini dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5 Product Life Cycle Perangkat Keras dan Perangkat Lunak Sumber: Kotler (1997,p.363)
27 Menurut Kotler (1997,p.368), setiap tahapan dalam PLC membutuhkan strategi pemasaran yang berbeda. Secara singkat, karakteristik, tujuan, dan strategi pemasarannya dipaparkan dalam Kotler (1997,p.363) sebagai berikut.
Tabel 4 Karakteristik, Tujuan dan Strategi Sumber: Kotler (1997,p.363) Karakteristik Introduction Low sales
Profit Customers
High cost per customer Negative Innovators
Growth Rapidly rising sales Average cost per customer Rising profits Early adapters
Competitor
Few
Growing number
Introduction Create product awareness and trial
Growth Maximize market share
Sales Costs
Maturity Peak sales
Decline Declining sales
Low cost per customer High profits Middle majority Stable number beginning to decline
Low cost per customer Declining profits Laggards Declining number
Tujuan Pemasaran
---
Maturity Maximize profit while defending market share
Decline Reduce expenditure and milk the brand
Growth Maturity Offer product Diversity brands extensions, and models service, warranty Charge cost-plus Price to penetrate Price to match or market best competitors Build more Build selective Build intensive intensive distribution distribution distribution
Decline Phase out weak items
Strategi
Product
Price Distribution
Advertising
Sales Promotions
Introduction Offer a basic product
Cut price Go selective: phase out unprofitable outlets Reduce to level needed to retain hard-core loyals
Build product Build awareness Stress brand awareness among and interest in the differences and early adopters mass market benefits and dealers Use heavy sales Reduce to take Increase to promotion to advantage of encourage brand Reduce to minimal entice trial heavy consumer switching level
28 demand
Menurut Kotler (1997,pp.368-369), seperti produk, pasar juga berubah melalui empat tahapan: muncul (emergence), tumbuh (growth), dewasa (maturity), dan menurun (decline). Suatu pasar “baru” akan muncul jika suatu produk baru diciptakan untuk memenuhi kebutuhan pasar yang sudah ada. Jika para pesaing memasuki pasar, pasar tersebut akan bertumbuh cepat, kemudian pertumbuhannya menurun, dan memasuki tahap dewasa. Akhirnya, pasar untuk teknologi saat ini akhirnya akan menurun akibat penemuan teknologi yang lebih unggul. Daur teknologi menurut Luhukay (1996) menjadi pendek-pendek dan cepat kedaluwarsa. Martin (1996,p.3) juga berpendapat bahwa: “teknologi berubah dengan sangat cepat dan menjadi usang, bahkan sebelum manusia menguasainya dengan sempurna”. Kesimpulan: •
Karena
menyatunya
otomatisasi
perkantoran,
pengolahan
data,
dan
telekomunikasi, maka secara garis besar, ada 2 jenis perangkat dalam teknologi informasi, yakni perangkat keras dan perangkat lunak. •
Perangkat lunak dan perangkat keras juga merupakan produk yang mengikuti empat tahapan dalam product life cycle. Akibatnya kursus komputer harus menyesuaikan diri dengan perangkat keras dan perangkat lunak yang dapat mengikuti jaman.
•
Melihat jaman keemasan kursus komputer pada pertengahan tahun 1980-an dan
29 kenyataan bahwa sejumlah kursus komputer kini telah tutup, maka dapat disimpulkan bahwa pasar untuk kursus komputer adalah dalam posisi menurun (decline). Saran pada bab 5 akan disesuaikan dengan tabel 2. Rencana survai: •
Survai akan mendata perangkat keras, mencakup: Perangkat keras akan mencakup komputer dan monitornya, jaringan LAN/WAN, saluran telpon, saluran fax, modem, dan home page. Perangkat keras dan telekomunikasi akan menjadi variabel perangkat keras (X1). Berhubung prosesor komputer mengalami perubahan seperti PLC, maka jenis prosesor akan diperhitungkan.
•
Survai akan mendata, melakukan kategori, dan memberi bobot perangkat lunak. Perangkat lunak akan menjadi variabel perangkat lunak (X2) dalam penelitian ini. Berhubung paket perangkat lunak juga mengalami PLC, maka kemutakhiran perangkat lunak juga akan diperhitungkan.
2.1.6. Promosi Iklan adalah salah satu bentuk promosi. Menurut Kotler (1997,pp.637), iklan adalah tiap bentuk pembayaran untuk presentasi non-personal dan promosi dari ide, barang, atau jasa oleh suatu sponsor tertentu. Iklan digunakan oleh perusahaan bisnis, lembaga nirlaba, lembaga sosial, dan perwakilan pemerintah. Selanjutnya Kotler (1997,pp.638-639) membagi iklan atas kategori: •
iklan informatif, yang dilakukan dalam tahap peluncuran perdana suatu
30 kategori produk, yang tujuannya adalah membentuk permintaan primer •
iklan persuasif, yang dilakukan dalam tahap kompetitif, di mana tujuan suatu perusahaan adalah membentuk permintaan secara selektif untuk suatu merk tertentu
•
iklan reminder, yang dilakukan untuk produk-produk yang sudah “dewasa”. Lebih lanjut, Kotler (1997,pp.639-640) menyebutkan bahwa dalam membuat
anggaran iklan, ada 5 faktor khusus yang harus diperhatikan, yaitu: tahapan dalam PLC (Product Life Cycle), pangsa pasar dan basis konsumen, kompetisi dan clutter, frekuensi iklan, dan produk pengganti. Menurut Kotler (1997,p.661), selain iklan, perusahaan juga dapat melakukan promosi penjualan (sales promotion). Promosi penjualan terdiri dari koleksi berbagai perangkat insentif (umumnya jangka pendek), yang dirancang untuk menstimulasi pembelian suatu produk/jasa tertentu oleh konsumen, dalam jumlah besar dan dalam waktu yang singkat. Berbeda dengan iklan yang menawarkan alasan untuk membeli, promosi penjualan menawarkan insentif untuk membeli. Promosi penjualan mencakup: •
Promosi konsumen (sampel, kupon, penawaran cash refund, potongan harga, premium, hadiah, patronage rewards, coba gratis, jaminan, promosi tie-in, promosi silang, tampilan angka penjualan, dan demonstrasi)
•
Promosi dagang (potongan harga, iklan dan display allowances, dan barang gratis)
•
31 Promosi kekuatan bisnis dan penjualan (pameran dagang dan konvensi, kontes untuk sales representatives, dan iklan khusus). Zeithaml dan Bitner (1996,p.463) menyebutkan bahwa iklan untuk jasa
sebaiknya memiliki beberapa karakteristik: 1.
Berfokus pada bukti. Karena jasa adalah kinerja dan tidak dapat dilihat, disentuh, atau diindera seperti barang, maka benda-benda berwujud yang berhubungan dengan jasa merupakan petunjuk mengenai keberadaan dan kualitas. Benda-benda berwujud memberikan informasi yang hidup, yang menciptakan kesan yang kuat, jelas, dan gambaran semangat yang unik. Penggunaan informasi yang hidup ini terutama penting untuk pengiklanan jasa yang tidak berwujud dan kompleks. Salah satu contoh informasi yang hidup adalah penggunaan koala sebagai iklan Quantas Airline.
2.
Menonjolkan karyawan dalam iklan jasa. Personil yang melayani pelanggan adalah hal kedua terpenting untuk iklan jasa. Penonjolan karyawan-karyawan yang sedang melakukan tugas atau sedang menjelaskan layanan mereka dalam iklan adalah cara yang efektif untuk mengkomunikasikan kepada karyawan bahwa mereka mempunyai peranan yang penting. Karyawan yang ditonjolkan juga akan menjadi standar bagi karyawankaryawan lain dalam perusahaan melalui pemodelan kinerja yang baik. Dalam usaha seperti ini, bagian pemasaran harus berinteraksi dengan sejumlah orang
32 dari bagian operasi. Dengan demikian, komunikasi dan koordinasi yang diperlukan untuk menciptakan iklan akan menjembatani kesenjangan antara komunikasi eksternal dengan penyampaian jasa. 3.
Berfokus pada faktor kualitas utama. Mengkomunikasikan kualitas jasa dimulai dengan pemahaman aspek kualitas jasa yang merupakan hal terpenting bagi pelanggan. Fokus usaha periklanan dilakukan dengan memusatkan perhatian pada dimensi kualitas yang terpenting bagi pelanggan. Lovelock (1991,pp.248-249) mengutip dari George dan Berry (Guidelines
for the Advertising of Services, Business Horizon, July-August,1981) beberapa petunjuk mengenai iklan jasa sebagai berikut. 1.
Jasa adalah suatu kinerja, bukan suatu objek.
2.
Iklan tidak hanya membuat pelanggan membeli jasa, tetapi juga mempunyai sasaran karyawan sebagai second audience dan memotivasi mereka untuk menyampaikan jasa/pelayanan berkualitas. Perusahaan jasa lebih baik menggunakan karyawannya dalam iklan daripada menggunakan model.
3.
Untuk mengimbangi ke-takberwujud-an jasa, iklan dilengkapi dengan bukti fisik, seperti fasilitas fisik, motif hewan sebagai simbol, atau metafora berwujud.
4.
Memanfaatkan iklan dari mulut-ke-mulut dengan menstimulasi bentuk komunikasi yang luar biasa ini.
5.
33 Dari waktu-ke-waktu menggunakan simbol, pembicara, slogan, merk, dan musik yang sudah dikenal.
6.
Iklan hanya menjanjikan hal-hal yang mungkin dipenuhi dan memupuk harapan yang realistik.
7.
Menjadikan merk perusahaan dikenal sehingga berbeda dari para pesaing dalam persepsi pelanggan.
Kesimpulan: Faktor promosi berfokus pada bukti dan kualitas, serta menonjolkan karyawan. Hal ini berarti kursus komputer dapat berpromosi melalui bukti (bukan hanya janji), berkualitas, dan mempunyai staf pengajar dan karyawan administrasi yang patut ditonjolkan. Rencana survai: Akan dicari besarnya anggaran promosi per tahun dibandingkan dengan penghasilan per tahun, dari pihak pemilik/pimpinan kursus. Dalam bobot promosi juga diperhitungkan “kesesuaian antara iklan dan kenyataan”, “kesesuaian antara kenyataan dengan harapan”, yang ditanyakan pada siswa kursus. Brosur kursus sebagai “wakil” kursus juga akan diperhitungkan dalam bobot promosi. Faktor-faktor promosi ini akan menjadi variabel promosi (X4) dalam penelitian ini.
2.1.7. Lokasi Menurut Kotler (1997,p.578), tiga kunci sukses pengecer (retailer) adalah
34 “lokasi, lokasi, dan lokasi”. Kotler (1997,p.93) juga menyebutkan bahwa penentuan lokasi mencakup berbagai kegiatan yang dilakukan perusahaan untuk membuat produknya dapat diperoleh dan tersedia bagi pelanggan pada pasar targetnya. Selanjutnya Kotler (1997,pp.534-535) menegaskan bahwa “konsep saluran pemasaran tidak terbatas pada distribusi produk fisik. Produsen jasa dan gagasan juga menghadapi masalah dalam membuat produknya tersedia dan dapat diperoleh populasi targetnya. Lembaga-lembaga (seperti sekolah dan rumah sakit) harus mencari agen dan lokasi untuk memperoleh populasi yang terdistribusi secara spasial. ... Sekolah harus dibangun dekat dengan anak-anak yang perlu belajar. ... Banyak negara menghadapi masalah menentukan cabang kampus untuk melayani populasi berpendidikan yang makin lama makin bertambah dan berkembang. Karena kemajuan teknologi, penyampaian jasa-jasa tertentu lebih mudah bagi pemberi jasa dan lebih nyaman bagi pelanggan. Zeithaml dan Bitner (1996,p.341) memberikan kriteria untuk mengevaluasi alternatif saluran, yakni: •
Kriteria ekonomis, yakni penjualan dan biaya yang berhubungan dengan saluran tersebut.
•
Kriteria pengendalian, yakni derajat di mana pemberi jasa dapat berharap bahwa kebijakan dan prosedurnya dianut dalam hubungan tersebut.
•
Kriteria adaptif, yakni sampai sejauh mana suatu jenis saluran dapat diubah dan
35 fleksibel jika diinginkan oleh pemberi jasa. Kesimpulan: Karena kursus komputer yang diteliti merupakan kursus yang reguler (ada jadual tertentu di tempat kursus), maka kursus komputer dapat dipandang sebagai pengecer (retailer). Rencana survai: Lokasi kursus dapat dilihat sewaktu kunjungan. Karena lokasi berkenaan dengan konsumen, maka strategis atau tidaknya dipandang dari sisi konsumen. Faktor lokasi ini akan menjadi variabel lokasi (X5) dalam penelitian ini.
2.1.8. Harga (Price) Jasa Zeithaml dan Bitner (1996,p.116) menyebutkan bahwa harga jasa sangat mempengaruhi persepsi tentang kualitas, kepuasan, dan nilai (value). Karena jasa tak berwujud dan sering sukar untuk dinilai sebelum pembelian, maka harga biasanya dianggap sebagai indikator yang akan mempengaruhi persepsi dan harapan akan kualitas. Jika harga sangat tinggi, pelanggan biasanya mengharapkan kualitas tinggi, dan persepsi aktualnya akan dipengaruhi oleh harapan ini. Jika harga terlalu tinggi, organisasi dianggap “tidak peduli” akan pelanggan, atau dianggap melakukan penipuan. Sebaliknya, jika harga terlalu rendah, pelanggan dapat meragukan kemampuan organisasi dalam hal kualitas jasa. Kotler (1997,p.496) memberikan prosedur enam langkah dalam penentuan
36 harga, yakni: (1)memilih tujuan harga, (2)menentukan permintaan, (3)menaksir biaya, (4)menganalisis biaya, harga, dan penawaran pesaing, (5)memilih metode harga, dan (6)menentukan harga akhir. Kotler (1997,pp.496-497) juga menyebutkan bahwa perusahaan mempunyai 6 tujuan melalui kebijakan harga:
a.Survival, b.Maximum current profit,
c.Maximum current revenue, d.Maximum sales growth, e.Maximum Market skimming, f.Product-quality leadership, g.Tujuan-tujuan lain. Kebijakan harga juga harus memperhatikan elastisitas harga dari permintaan. Menurut Salvatore (1996,pp.90-91), elastisitas harga dari permintaan adalah ukuran kepekaan kuantitas permintaan komoditas tertentu terhadap perubahan harga. Elastisitas harga dari permintaan dirumuskan dengan persentase perubahan kuantitas permintaan komoditas tersebut dibagi dengan persentase perubahan harga, dengan asumsi semua variabel lain dalam fungsi permintaan adalah konstan. Jika permintaan hampir tidak berubah akibat sedikit perubahan harga, permintaan dikatakan inelastik. Sebaliknya, jika permintaan berubah banyak akibat sedikit perubahan harga, permintaan tersebut dikatakan elastik. Menurut Zeithaml dan Bitner (1996,p.492), harga juga harus dapat menutup semua biaya dan mencakup markup juga. Selanjutnya Kotler (1997,pp.495-522) menyebutkan bahwa harga yang ditetapkan pesaing juga akan mempengaruhi perusahaan, sehingga harus dipertimbangkan dalam penentuan harga. Sejumlah metoda harga yang dapat digunakan meliputi markup, target return, perceived-
37 value, going-rate, sealed-bid, dan psychological. Akhirnya, perusahaan menyesuaikan harganya dengan menggunakan geographic pricing, price discounts, allowances, harga promosi, discriminatory pricing, dan product-mix pricing. Berbeda dengan penentuan harga untuk barang, penentuan harga untuk jasa menurut Zeithaml dan Bitner (1996,pp.484-491) mempunyai karakteristik sebagai berikut. 1.
Pelanggan sering mempunyai harga referensi (reference price) terbatas atau bahkan tidak memilikinya. Harga referensi adalah suatu acuan harga dalam ingatan untuk barang/jasa, berupa harga terakhir yang dibayar, harga yang sering dibayar, atau rata-rata harga yang dibayar pelanggan untuk penawaran serupa.
2.
Harga moneter (monetary price) bukanlah satu-satunya yang harus dibayar konsumen jasa, melainkan juga biaya-biaya waktu, pencarian, ketidaknyamanan, dan psikologis. Dalam hal ini, perusahaan jasa dapat menaikkan harga moneter dengan jalan mengurangi biaya waktu dan lainnya; juga pelanggan bersedia membayar lebih agar terhindar dari biaya-biaya tersebut.
3.
Harga adalah variabel yang membuat daya tarik atau bahkan sebaliknya. Jika petunjuk kualitas dapat diperoleh, atau merk merupakan bukti reputasi perusahaan, atau iklan mengkomunikasikan keyakinan perusahaan akan merk, maka pelanggan akan lebih menggunakan petunjuk tersebut daripada harga. Tetapi, jika kualitas sulit dideteksi, atau kualitas/harga sangat
38 bervariasi dalam kelas jasa yang sama, maka konsumen menggunakan harga sebagai indikator kualitas. Pada dasarnya ada tiga macam pendekatan harga menurut Zeithaml dan Bitner (1996,pp.491-496), yakni: 1.
cost-based pricing, yakni perusahaan menentukan biaya bahan baku dan tenaga kerja, menambahkan persentase untuk overhead dan laba, sehingga mencapai suatu harga.
2.
Competitive-based pricing, yakni penentuan harga dengan mengacu pada perusahaan lain dalam industri atau pasar yang sama. Digunakan bila sudah ada standar jasa di antara para pemberi jasa, atau di dalam oligopoli.
3.
Demand-based pricing, yakni penentuan harga konsisten dengan persepsi pelanggan mengenai nilai (value); harga didasarkan atas apa yang dibayar pelanggan untuk jasa. Menurut Zeithaml dan Bitner (1996,pp.496-513) ada empat arti nilai yang
dirasakan pelanggan (perceived value)1 dengan strategi harga yang bersangkutan. 1.
Value is low price. Jumlah uang bersedia dikurbankan adalah yang paling utama dalam persepsi pelanggan mengenai nilai. Strategi yang dapat digunakan: discount, odd pricing, synchro pricing, penetration pricing.
1
prakiraan seorang konsumen secara menyeluruh terhadap daya guna jasa berdasarkan persepsi apa yang diterima dan apa yang dikurbankan.
39 2.
Value is whatever I want in a product or service. Konsumen lebih menekankan benefit yang diterima daripada jumlah uang yang dikurbankan untuk pembelian jasa. Strategi yang dapat digunakan: prestige pricing dan skimming pricing.
3.
Value is the quality I get for the price I pay. Nilai adalah pertukaran antara jumlah uang yang bersedia dikurbankan dengan kualitas yang diterima. Strategi yang dapat digunakan: value pricing dan market segmentation pricing.
4.
Value is what I get for what I give. Pelanggan mempertimbangkan semua benefit yang diterima dan komponen-komponen pengurbanannya. Strategi yang dapat digunakan: price framing, price bundling, complementary pricing, result-based pricing, contingency pricing, sealed bid contingency pricing, money back guarantees, dan commission.
Kesimpulan: •
Faktor harga dapat merupakan daya tarik bagi konsumen atau sebaliknya. Untuk kondisi Indonesia, umunya harga masih dipandang sebagai value is low price.
•
Faktor harga dapat merupakan daya saing bagi organisasi.
Rencana survai: •
Akan dicari data jumlah jam belajar tiap paket perangkat lunak beserta harganya, kemudian dihitung harga rata-rata per jam per siswa. Harga ini akan menjadi variabel harga (X6) dalam penelitian ini.
40 2.1.9.Faktor Manusia Zeithaml dan Bitner (1996,p.367) mendefinisikan “manusia” (people) sebagai “semua aktor manusia yang memainkan peranan dalam penyampaian jasa dan karena itu mempengaruhi persepsi pembeli; yakni personil perusahaan, pelanggan, dan pelanggan lain dalam lingkungan jasa”. Menurut Zeithaml dan Bitner (1996,pp.304-305), terdapat banyak bukti yang jelas bahwa karyawan yang puas akan mengakibatkan kepuasan pelanggan pula (dan pelanggan yang puas juga akan mendorong kepuasan karyawan dalam pekerjaannya). Karyawan perusahaan jasa juga merupakan “jasa” , “organisasi” dan “pemasar” di mata pelanggan. Pelanggan juga memegang peranan penting menurut Zeithaml dan Bitner (1996,p.369-374). Pelanggan dapat berperan sebagai: (1) Sumber daya produksi, misalnya memberi kontribusi informasi dan usaha dalam penyiapan pajak pendapatannya. (2) Kontributor kualitas, nilai, dan kepuasan atas jasa, misalnya dalam pendidikan, partisipasi siswa mempercepat proses belajar secara signifikan. (3) Pesaing, misalnya pelanggan memutuskan untuk tidak lagi “membeli jasa” perbaikan mobil, dan membuka bengkel mobil sendiri. Lebih lanjut Zeithmal dan Bitner (1996,p.306) mengemukakan bahwa
5
dimensi dalam kualitas jasa (reliability, responsiveness, assurance, emphaty, tangibles) dipengaruhi langsung oleh karyawan perusahaan jasa.
41 •
Penyampaian jasa sebagaimana dijanjikan (reliability) secara total dikendalikan oleh karyawan baris depan. Bahkan dalam hal pelayanan otomatis (seperti ATM), karyawan-karyawan di belakang layarlah yang bertanggung jawab atas berjalannya sistem tersebut secara normal.
•
Karyawan baris depan juga langsung mempengaruhi persepsi pelanggan mengenai kepekaan/ketanggapan (responsiveness) melalui kemauan pribadinya dalam membantu dan kesigapannya dalam melayani pelanggan.
•
Dimensi assurance dalam kualitas jasa sangat bergantung pada kemampuan karyawan untuk mengkomunikasikan kredibilitasnya dan untuk menginspirasikan kepercayaan dan kepastian.
•
Emphaty berarti bahwa karyawan akan memperhatikan, mendengarkan, beradaptasi, dan fleksibel dalam menyampaikan apa yang diperlukan pelanggan secara individual.
•
Penampilan karyawan dan pakaiannya merupakan aspek penting dari dimensi kualitas tangibles, sejalan dengan sejumlah faktor lain yang tidak tergantung dari pelayanan karyawan, misalnya fasilitas jasa, dekorasi, brosur, dan tanda-tanda (signage).
Kesimpulan: Faktor manusia yang berperan dalam kursus komputer adalah staf pengajar, karyawan administrasi, dan siswa. Hal ini tampak pada model bisnis di bagian 2.1.4. Rencana survai:
42 Akan dicari data jumlah tenaga pengajar, kualifikasinya, pelatihan pengajar, mutu pengajaran, dan mutu layanan kursus melalui kuesioner. Mutu pengajaran meliputi mutu materi teori, mutu penyajian teori, dan mutu praktikum. Pelayanan, tanggapan, dan partisipasi siswa juga akan diperhitungkan. Faktor manusia ini akan menjadi variabel manusia (X3) dalam penelitian ini.
2.1.10.Bukti Fisik (Physical Evidence) Menurut Zeithaml dan Bitner (1996,pp.517-518), physical evidence adalah lingkungan di mana jasa disampaikan dan di mana perusahaan dan pelanggan berinteraksi; serta setiap komoditi berwujud yang mendukung kinerja atau komunikasi jasa. Bagian pertama definisi meliputi fasilitas fisik nyata di mana jasa dilakukan, disampaikan dan dikonsumsi, yang disebut servicescape. Bagian kedua definisi adalah benda-benda berwujud lainnya (other tangible). Zeithaml dan Bitner (1996,pp.524-526) menyebutkan bahwa servicescape berfungsi sebagai: •
“bungkus” (package) jasa, yakni penampilan luar organisasi yang sangat kritis dalam membentuk kesan awal serta menciptakan harapan pelanggan
•
fasilitator (facilitator),
yakni membantu kinerja manusia dalam lingkungan
tersebut. Rancangan lingkungan dapat meningkatkan atau menghambat aliran aktivitas, mempermudah atau mempersulit pelanggan dan karyawan dalam mencapai tujuan mereka.
43 •
alat sosialisasi (socializer) antara karyawan dan pelanggan, dalam arti servicescape membantu penyampaian peran, perilaku, dan hubungan yang diharapkan.
•
“pembeda” (differentiatior) yang membedakan perusahaan dengan para pesaingnya dan merupakan tanda/isyarat bagi segmen pasar yang dituju.
Zeithaml dan Bitner (1996,p.114) menyebutkan bahwa selain kesan mengenai service encounter dan evaluasi bukti jasa, persepsi pelanggan dapat dipengaruhi oleh citra atau reputasi organisasi. Citra organisasi adalah persepsi mengenai suatu organisasi yang tercermin dalam asosiasi ingatan konsumen.
Tabel 5 berikut ini adalah elemen-elemen bukti fisik menurut Zeithaml dan Bitner. Tabel 5 Elemen-elemen Bukti Fisik Sumber: Zeithaml dan Bitner (1996,p.520) Servicescape Other tangibles Facility exterior Business cards Exterior design Stationary Signage Billing statements Parking Reports Landscape Employee dress Surrounding environment Uniforms Facility interior Interior design Equipment Signage Layout
44 Air quality/temperature
Kesimpulan: •
Faktor bukti fisik ini meliputi fasilitas luar dan fasilitas dalam.
•
Fasilitas luar antara lain: desain luar, simbol/tanda, area parkir, lingkungan, laporan, dan pakaian karyawan.
•
Fasilitas dalam antara lain: desain dalam, peralatan kantor, tanda-tanda, tataletak, udara dan suhu.
•
Persepsi pelanggan dapat dipengaruhi oleh citra/reputasi perusahaan.
Rencana survai: •
Faktor physical evidence ini akan menjadi variabel prasarana (X7) dalam penelitian ini.
•
Prasarana meliputi: prasarana belajar dan prasarana pendukung. Prasarana belajar antara lain: jumlah ruangan, jumlah OHP, microphone, dan infocus. Prasarana pendukung antara lain: scanner, AC, intercom, telpon umum, toilet, ruang pengajar, kantin, perpustakaan, pojok stationary, dan ruang tunggu.
•
Mutu/kualitas prasarana akan dipadukan dengan kuantitasnya. Citra atau reputasi
perusahaan
dapat
kepiawaian/umur organisasi.
2.1.11.Proses
berupa
status/simbol/citra
dan
reputasi/
45 Menurut Zeithaml dan Bitner (1996,p.27), proses adalah prosedur, mekanisme aktual, serta aliran kegiatan dengan mana jasa disampaikan, yakni penyampaian jasa serta sistem operasi. Selain dari itu, tahapan penyampaian jasa aktual yang dialami pelanggan, atau aliran operasional jasa, akan memberikan bukti bagi pelanggan dalam menilai jasa. Kotler (1997,p.475) menyebutkan bahwa perusahaan dapat mengelola kualitas jasa dengan cara menyampaikan jasanya dengan kualitas yang secara konsisten lebih baik daripada para pesaing. Kuncinya adalah dengan memenuhi atau bahkan melampaui harapan pelanggan akan kualitas jasa. Harapan pelanggan dibentuk dari pengalaman, dari mulut ke mulut, dan dari iklan perusahaan jasa tersebut. Atas dasar hal-hal inilah pelanggan memilih pemberi jasa. Setelah menerima jasa, pelanggan membandingkan pelayanan yang diterimanya dengan pelayanan yang diharapkannya. Ada 5 faktor penentu kualitas jasa yang diurutkan menurut kepentingannya oleh pelanggan (alokasi 100 poin). Kelima faktor ini juga disebut dimensi kualitas jasa oleh Zeithaml dan Bitner (1996,pp.118-119), yakni: (a) Keandalan (reliability), yakni kemampuan untuk memberikan jasa sesuai yang dijanjikan secara tepat dan terandalkan (32). (b) Kepekaan (responsiveness), yakni keinginan untuk membantu pelanggan dan memberikan pelayanan dengan segera (22). (c) Keyakinan (assurance), yakni pengetahuan, kesopanan, dan kemampuan karyawan untuk membangkitkan kepercayaan dan kepastian (19).
46 (d) Rasa peduli (empathy), yakni rasa peduli dan pemberian perhatian secara individual kepada pelanggan (16). (e) Tampak (tangible), yakni tampilan fasilitas fisik, perangkat, personil, dan material tertulis (11). Berbagai studi telah menunjukkan bahwa perusahaan jasa yang dikelola dengan sangat baik mempunyai kesamaan praktek dalam hal: konsep strategis, sejarah komitmen pimpinan puncak terhadap kualitas, standar yang tinggi, sistem untuk memonitor kinerja pelayanan, sistem untuk memuaskan keluhan pelanggan, dan penekanan pada kepuasan karyawan dan pelanggan. Kotler (1997,p.475) juga menyebutkan bahwa mengelola produktivitas sangat perlu bagi perusahaan, sebab perusahaan mendapat tekanan berat dalam hal menurunkan biaya dan mempertinggi produktivitas. Ada tujuh pendekatan dalam memperbaiki produktivitas pelayanan. Ketujuh hal itu adalah: (a) pemberi jasa bekerja dengan lebih terampil, (b) memperbanyak kuantitas pelayanan dengan mengurangi kualitas, (c) mengindustrialisasikan jasa dengan menambah perangkat dan membakukan produksi, (d) mengurangi atau menghilangkan kebutuhan jasa dengan menemukan suatu solusi produk, (e) merancang pelayanan yang lebih efektif, (f) memberikan insentif kepada pelanggan dengan cara menggantikan tenaga kerja mereka dengan tenaga kerja perusahaan, (g) memanfaatkan kemampuan teknologi. Kesimpulan: Faktor proses ini mewakili mutu layanan suatu organisasi.
47
Rencana survai: Faktor proses ini akan menjadi bobot mutu/kualitas pendidikan dan pelatihan pada kursus komputer; yakni sebagai bobot kualitas dalam variabel perangkat manusia (X3) dalam penelitian ini.
2.1.12.Dampak Pembelajaran (Learning Effect) Menurut Krajewski dan Ritzman (1996,pp.263): “Dalam dunia kerja yang dinamik saat ini, perubahan sering terjadi. Di mana terjadi perubahan, di situ juga ada proses belajar. Dengan instruksi dan pengulangan, karyawan belajar bagaimana melakukan tugas-tugas dengan lebih efisien, .... Seperti karyawan, organisasi juga belajar. Organizational learning mencakup perolehan pengalaman dengan produk dan proses, memperoleh efisiensi lebih tinggi dengan otomasi dan investasi modal lain, dan membuat berbagai perbaikan dalam metode administrasi atau personil.” Kesimpulan: Kursus komputer, sebagai lembaga, juga belajar, memperbaiki dirinya dalam memberikan pendidikan dan pelatihan, sehingga diharapkan mutunya membaik seiring dengan perjalanan waktu.
Faktor dampak pembelajaran ini dapat juga menjadi
daya tarik suatu organisasi. Rencana survai: Akan dicari data umur kursus melalui “tanggal berdirinya kursus” berdasarakan
48 wawancara dengan pemilik/pimpinan kursus. Dampak pembelajaran akan menjadi variabel umur (X8) dalam penelitian ini.
2.2. Model Dalam hal ini daya tarik kursus komputer dimodelkan sebagai fungsi dari (1)perangkat keras, (2)perangkat lunak, (3)perangkat manusia, (4)promosi, (5)lokasi, (6)harga, (7)prasarana, (8)umur, dan (9)status/simbol. Daya tarik adalah variabel tak bebas, sedangkan variabel-variabel lainnya adalah variabel-variabel bebas. Bagan hubungan antar sembilan variabel bebas dengan satu variabel tak bebas adalah sebagai berikut.
49
X9 = Simbol/ Status/ Citra
X1 = Perangkat Keras (Kuantitas & Kualitas) X2 = Perangkat Lunak (Kuantitas & Kualitas)
X8 = Umur X7 = Prasarana (Kuantitas & Kualitas)
X6 = Harga
X3 = Perangkat Manusia (Kuantitas & Kualitas)
Jumlah Siswa
X5 = Lokasi
X4 = Promosi
Gambar 6 Hubungan Variabel-variabel Bebas dengan Variabel Tak Bebas
Secara matematis, situasi di atas dapat ditulis sebagai: Y = f(X1, X2, X3,X4,X5,X6,X7,X8,X9), dengan: Y = daya tarik kursus komputer, diukur dari jumlah siswa yang ada X1 = perangkat keras (perkalian bobot kuantitas dan kualitas) kursus komputer X2 = perangkat lunak (perkalian bobot kuantitas dan kualitas) kursus komputer X3 = perangkat manusia (perkalian bobot kuantitas dan kualitas) kursus komputer X4 = promosi pemasaran kursus komputer
50 X5 = lokasi kursus komputer X6 = harga rata-rata per jam per siswa kursus komputer X7 = prasarana kursus komputer (perkalian bobot kuantitas dan kualitas) X8 = umur kursus komputer X9 = simbol/status kursus komputer Diasumsikan hubungan antara variabel tak bebas dengan variabel-variabel bebas adalah linier dan tidak ada interaksi antar variabel bebas, sehingga model populasi kursus komputer adalah sebagai berikut: Y = β 0+β 1X1+β 2X2+β 3X3+β 4X4+β 5X5+β 6X6+β 7X7+β 8X8+β 9X9+ε β 0 = konstanta, yakni jumlah siswa bila Xi = 0 (i=1,2,...,9) β i = koefisien-koefisien regresi (i=,1,2,...,9) ε = kesalahan (disturbance, error), yang disebabkan faktor-faktor lain yang tidak dimasukkan dalam model (misalnya tingkat pendapatan masyarakat Jakarta, keadaan ekonomi makro) Untuk menaksir populasi kursus komputer, diambil sejumlah sampel dan pemodelannya adalah sebagai berikut: Y = b0+b1X1+b2X2+b3X3+b4X4+b5X5+b6X6+b7X7+b8X8+b9X9+e b0 = konstanta, yakni jumlah siswa bila Xi = 0 (i=1,2,...,9), untuk menaksir β 0 bi = koefisien-koefisien regresi, untuk menaksir β i (i=,1,2,...,9) e = kesalahan (disturbance, error), yang disebabkan faktor-faktor lain yang tidak dimasukkan dalam model, untuk menaksir ε.
51 Dalam model ini ada sejumlah faktor yang tidak dimasukkan, di antaranya adalah sebagai berikut. •
Faktor ijazah yang disahkan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan juga tidak dimasukkan dalam model, dengan asumsi bahwa kursus-kursus komputer telah mendapatkan ijin operasi dari instansi-instansi pemerintah terkait, dan para pemilik kursus berusaha agar ijazah mereka mendapatkan pengakuan dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
•
Jumlah komputer yang berfungsi diasumsikan sama dengan jumlah komputer yang ada, mengingat kerusakan biasanya diperbaiki atau dicarikan gantinya.
Di samping hal-hal tersebut di atas, model regresi tersebut -menurut Algifari (1997,pp.73-74)- diasumsikan memenuhi hal-hal sebagai berikut: 1.
Non-multikolinieritas. Artinya, antara variabel independen yang satu dengan variabel independen yang lain dalam model regresi tidak saling berhubungan secara sempurna atau mendekati sempurna.
2.
Homoskedastisitas. Artinya, varians variabel independen adalah konstan (sama) untuk setiap nilai tertentu variabel independen.
3.
Non-autokorelasi. Artinya, tidak terdapat pengaruh dari variabel dalam model melalui tenggang waktu (time lag). Misalnya, nilai suatu variabel saat ini akan berpengaruh terhadap nilai variabel lain pada masa yang akan datang. Menurut model klasik, hal ini tidak mungkin terjadi.
4.
Nilai rata-rata kesalahan (error) populasi pada model stokastiknya sama
52 dengan nol. 5.
Variabel independen adalah non-stokastik (nilainya konstan pada setiap kali percobaan yang dilakukan secara berulang).
6.
Distribusi kesalahan (error) adalah normal.
Menurut Sugiarto (1992,p.75), “Sebenarnya semakin banyak observasi akan diperoleh hasil yang semakin baik, karena akan semakin mudah dalam menentukan signifikansi dari koefisien-koefisien yang ada. Meskipun demikian, berdasarkan pengalaman penelitian dengan ± 25 observasi sudah mencukupi untuk digunakan dalam pengambilan keputusan statistika bila persamaan regresinya tidak terlalu kompleks. Sedangkan menurut teori, jumlah observasi minimum yang dibutuhkan adalah sebanyak peubah bebas yang terlibat ditambah dua. Jadi, apabila kita mempunyai tiga peubah bebas, paling sedikit dibutuhkan lima observasi. Tetapi pengalaman menunjukkan bahwa observasi yang sedikit akan memberikan hasil yang sangat dipengaruhi oleh nilai pencilan (nilai ekstrim)”.
2.3. Hipotesis Dari kerangka teori, timbul beberapa pertanyaan sebagai berikut. •
Apakah semakin tinggi kuantitas dan kualitas perangkat keras akan mengakibatkan semakin besar daya tarik kursus komputer?
•
Apakah semakin tinggi kuantitas dan kualitas perangkat lunak akan
53 mengakibatkan semakin besar daya tarik kursus komputer? •
Apakah semakin tinggi kuantitas dan kualitas perangkat manusia akan mengakibatkan semakin besar daya tarik kursus komputer?
•
Apakah semakin gencar promosi yang dilakukan akan mengakibatkan semakin besar daya tarik kursus komputer?
•
Apakah semakin strategis lokasi kursus komputer, semakin besar daya tariknya?
•
Apakah semakin rendah harga, semakin besar daya tarik kursus komputer?
•
Apakah semakin lengkap dan semakin baik mutu prasarana kursus komputer, semakin besar pula daya tariknya?
•
Apakah semakin “lanjut” usia kursus komputer akan mengakibatkan semakin besar pula daya tariknya?
•
Apakah simbol/status kursus komputer (independen, unit dari suatu organisasi, atau franchise) berpengaruh terhadap jumlah siswa? Dari pertanyaan-pertanyaan tersebut disusun sejumlah hipotesa yang akan diuji
sebagai berikut. a.
Ho: ρ = 0 (tidak ada korelasi signifikan antar variabel) H1: ρ ≠ 0 (ada korelasi signifikan antar variabel)
b.
H0: β i = 0 untuk setiap i (i=1,2,...,9) H1: Minimal ada satu β i ≠ 0
c.
H0: Koefisien β 1 = 0 H1: Koefisien β 1 ≠ 0
54 H0: Koefisien β 2 = 0 H1: Koefisien β 2 ≠ 0 H0: Koefisien β 3 = 0 H1: Koefisien β 3 ≠ 0 H0: Koefisien β 4 = 0 H1: Koefisien β 4 ≠ 0 H0: Koefisien β 5 = 0 H1: Koefisien β 5 ≠ 0 H0: Koefisien β 6 = 0 H1: Koefisien β 6 ≠ 0 H0: Koefisien β 7 = 0 H1: Koefisien β 7 ≠ 0 H0: Koefisien β 8 = 0 H1: Koefisien β 8 ≠ 0 H0: Koefisien β 9 = 0 H1: Koefisien β 9 ≠ 0