BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1
Manajemen Operasional
2.1.1
Pengertian Manajemen Operasional Definisi dasar dari Manajemen Operasional (Stevenson, 2010) yaitu sebuah ilmu manajemen atau pengendalian dari sebuah sistem atau proses yang menciptakan sebuah produk atau menyediakan sebuah bentuk jasa.
2.1.2
Tujuan Manajemen Operasional Tujuan dan fungsi dari pengaplikasian ilmu Manajemen Operasi berdasarkan buku Operation Management (Heizer & Render, 2009), yaitu adalah: 1. Pemasaran
yang
menghasilkan
permintaan,
paling
tidak,
menerima pemesanan untuk sebuah barang dan jasa (tidak akan ada aktivitas jika tidak ada penjualan) 2. Produksi/operasi yang menghasilkan produk 3. Keuangan atau akuntansi yang mengawasi sehat tidaknya sebuah organisasi, membayar tagihan, dan mengumpulkan uang 2.1.3
Pentingnya Manajemen Operasi Berikut
adalah
beberapa
sebab
mengapa
mempelajari
ilmu
Manajemen Operasi menjadi penting mengacu kepada buku Operation Management (Stevenson, 2010) yaitu dikarenakan semua aspek dalam bisnis mempengaruhi atau dipengaruhi oleh operasional. Ilmu Manajemen Operasi juga dapat membantu seseorang memiliki pemahaman yang lebih baik dan mendalam atas pentingnya berkolaborasi dan hubungan kerjasama antara satu instansi dengan yang lain atau hubungan kerjasama antar Negara, karena setiap sukses atau gagalnya sebuah perusahaan atau negara dipengaruhi oleh pengaruh faktor internal dan eksternal yang saling berhubungan. 2.1.4
Manajemen Operasi dan Pengambilan Keputusan Berdasarkan buku Operation Management (Stevenson, 2010) peran utama dari Manajemen Operasi adalah pada para perencana dan pengambil 7
8
keputusan. Dalam kapasitas ini, manajer operasional memiliki pengaruh dalam pencapaian tujuan organisasi dan penetapan tujuan yang hendak dicapai. Beberapa
komponen
utama
yang
digunakan
dalam
proses
pengambilan keputusan tersebut menggunakan ilmu Manajemen Operasi antara lain adalah: 1. Model. Sebuah abstraksi realita yang disederhanakan sebagai representasi dari sesuatu 2. Pendekatan kuantitatif. Sebuah aktivitas yang bertujuan untuk menyelesaikan suatu masalah dengan perhitungan numerik secara matematis untuk mendapatkan solusi yang optimal. 3. Matriks kinerja. Sebuah sistem perhitungan yang digunakan untuk mengukur tingkat kualitas kinerja yang dilakukan, selain kinerja matriks juga dapat digunakan untuk pengukuran produktifitas, fleksibilitas, asset, akurasi peramalan, dan lainnya. 4. Analisa Pertukaran. Sebuah analisa yang seringkali dihadapi oleh pengambil keputusan dalam mengambil kebijakan, seringkali suatu keadaan dapat dicapai dengan mengorbankan sesuatu yang lain sebagai pertukarannya. 5. Pendekatan sistem. Pengertian dari sistem sendiri adalah serangkaian dari bagian-bagian yang saling terkait dan harus mampu bekerja bersama. Ini berarti pendekatan sistem adalah pendekatan yang fokus kepada hubungan internal antara subsistem yang membentuk sebuah sistem dalam organisasi
2.2
Peramalan
2.2.1
Definisi Peramalan Definisi dari peramalan (forecasting) adalah seni dan ilmu untuk memperkirakan kejadian di masa depan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan data historis dan proses kalkulasi untuk memprediksikan sebuah proyeksi atas kejadian di masa datang. Cara lain yang dapat ditempuh adalah dengan intuisi subjektif atau dengan model matematis yang disusun oleh pihak manajemen. (Heizer & Render, 2009)
9
Definisi lain dari peramalan (Stevenson, 2010), adalah pernyataan atas suatu nilai di masa depan dari variable permintaan. Oleh karena itu, peramalan adalah mengenai prediksi di masa depan, semakin baik sebuah prediksi maka akan semakin baik pula keputusan yang diambil. Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian dari peramalan (forecasting) adalah sebuah alat yang digunakan oleh pihak manajemen untuk dapat memperkirakan suatu nilai di masa depan yang berguna sebagai dasar pengambilan keputusan dan persiapan di masa sekarang dengan dasar dari data historis yang telah dimiliki sebelumnya. 2.2.2
Pendekatan Dalam Peramalan (Forecasting) Menurut teori manajemen operasi (Stevenson, 2010), dalam melakukan aktivitas peramalan terdapat beberapa pendekatan berikut: 1. Peramalan Penilaian (Judgemental), yaitu pendekatan peramalan dengan analisa subjektif yang didapatkan dari berbagai sumber sebagai
dasar pertimbangan,
pengamatan
ini
memberikan
wawasan baru yang sebelumnya tidak diketahui. Sumber informasi tersebut dapat berupa panel para ahli, keterangan pihak staf, serta survey konsumen. 2. Peramalan Model Asosiatif (Associative Model), pada pendekatan ini dilakukan peramalan dengan memberikan penjabaran atas variabel yang berpengaruh terhadap permintaan barang di masa depan. Sebagai contoh, suatu permintaan atas produk mobil dipengaruhi oleh harga dan konsumsi bahan bakarnya. 3. Peramalan Urutan Waktu (Time-Series), yaitu teknik peramalan dengan memproyeksikan pola di masa depan berdasarkan atas observasi di masa sekarang. 2.2.3
Jenis Peramalan Penggolongan peramalan berdasarkan jenisnya (Heizer & Render, 2009) dibagi menjadi sebagai berikut: 1. Peramalan Ekonomi (Economic Forecast) merupakan jenis peramalan dengan memprediksi tingkat inflasi, tingkat persediaan uang dan beberapa indikator ekonomi lainnya yang bermanfaat untuk perencanaan keuangan.
10
2. Peramalan Teknologi (Technological Forecast) yaitu teknik peramalan dengan memperhatikan tingkat kemajuan teknologi, hal ini dilakukan untuk memprediksi kebutuhan peralatan serta fasilitas produksi teknologi yang terbaru. 3. Peramalan permintaan (Demand Forecast) yaitu teknik yang memberikan proyeksi atas tingkat permintaan produk perusahaan. Pengamatan dilakukan berdasarkan tingkat penjualan yang berpengaruh terhadap penentuan kapasitas produksi, infrastruktur, serta faktor produksi lainnya. 2.2.4
Metode Peramalan (Forecasting) Melakukan aktivitas peramalan perlu didasari dengan metode yang tepat dan terstandarisasi, hal ini dilakukan untuk dapat memberikan proyeksi masa depan yang jelas dan dapat dipertanggung jawabkan dasar pemikirannya. Dengan dasar pemikiran atas proyeksi peramalan yang jelas, pihak manajemen dapat menggunakan dasar pemikiran tersebut sebagai dasar pengambilan keputusan yang berguna untuk mengantisipasi skenario kejadian di masa depan.
2.2.4.1 Metode Peramalan Kuantitatif Merupakan metode peramalan dengan menggunakan model matematis dan kalkulasi berdasarkan atas data historis numerik yang telah dimiliki untuk memberikan proyeksi di masa depan. Beberapa metode tersebut antara lain adalah: 1. Moving Average Menurut Heizer dan Render yang diterjemahkan oleh Sungkono, C. (Heizer & Render, 2009) adalah suatu metode peramalan yang menggunakan n rata-rata periode terakhir data untuk meramalkan periode berikutnya. Ratarata bergerak diasumsikan bahwa permintaan pasar akan stabil sepanjang masa yang akan diramalkan. Ŷ = ∑ permintaaan dalam periode sebelumnnya n Keterangan: Ŷ = peramalan permintaan periode berikutnya
11
n
= jumlah periode dalam rata-rata bergerak.
2. Weighted Moving Average Pembobotan rata-rata bergerak mirip dengan rata-rata bergerak, yang membedakan adalah penempatan bobot. Saat terdapat tren atau pola yang terdeteksi, bobot dapat digunakan untuk menempatkan penekanan yang lebih pada nilai terkini. Praktik ini membuat teknik peramalan lebih tanggap terhadap perubahan karena periode yang lebih dekat mendapatkan bobot yang lebih berat. Oleh karena itu, pemutusan bobot yang digunakan membutuhkan pengalaman. Rumus pembobotan rata-rata bergerak (Stevenson, 2010) adalah: Ft = wt (At) + wt-1 (At-1) + … + wt -n(At-n) Keterangan: wt = bobot untuk periode t, wt-1 = bobot untuk periode t – 1, dan seterusnya, At = permintaan aktual pada periode t, At-1 = permintaan aktual pada periode t – 1, dan seterusnya
3. Additive Seasonal Penulis menggunakan 2 jenis additive decomposition, yaitu dengan dasar penghalusan (basis for smoothing) (Jacobs, Chase, & Aquilano, 2009) Average for all data CTD MA = =∑y ∑x
Difference = Demand – CTD MA
Seasonal = ∑ Ratio quarter ke – i n
12
Smoothed = Demand – Seasonal Ŷ unadjusted = a + bx Ŷ adjusted = Ŷ unadjusted x Seasonal Keterangan: CTD MA
= Centered Moving Average
ŷunadjusted
= peramalan yang tidak disesuaikan
ŷadjusted
= peramalan yang disesuaikan
Centered Moving Average
CTD MA =∑yt-1 + yt + yt+1 3
Difference = Demand – CTD MA
Seasonal = ∑ Ratio quarter ke – i n
Smoothed = Demand – Seasonal
Ŷ unadjusted = a + bx Ŷ adjusted = Ŷ unadjusted x Seasonal Keterangan: CTD MA
= Centered Moving Average
ŷunadjusted
= peramalan yang tidak disesuaikan
ŷadjusted
= peramalan yang disesuaikan
4. Multiplicative Seasonal Penulis
menggunakan
2
jenis
multiplicative
decomposition, yaitu dengan dasar penghalusan (basis for smoothing) (Jacobs, Chase, & Aquilano, 2009)
13
Average for all data CMA =∑y ∑x
Ratio = Demand CMA
Seasonal = ∑ Ratio quarter ke – i n
Smoothed = Demand Seasonal
Ŷ unadjusted = a + bx Ŷ adjusted = Ŷ unadjusted x Seasonal Keterangan: CMA
= Centered Moving Average
ŷunadjusted = peramalan yang tidak disesuaikan ŷadjusted = peramalan yang disesuaikan Centered Moving Average
CMA =∑yt-1 + yt + yt+1 3
Ratio = Demand CMA
Seasonal = ∑ Ratio quarter ke – i n
Smoothed = Demand Seasonal
14
Ŷ unadjusted = a + bx Ŷ adjusted = Ŷ unadjusted x Seasonal Keterangan:
2.2.5
CMA
= Centered Moving Average
ŷunadjusted
= peramalan yang tidak disesuaikan
ŷadjusted
= peramalan yang disesuaikan
Mengukur Kesalahan Peramalan Terdapat beberapa cara sebagai alternatif untuk mengukur tingkat kesalahan dari suatu metode peramalan yang telah dilakukan, antara lain adalah: -
Mean Squared Error (MSE) Merupakan nilai tengah kesalahan dalam kuadrat dengan rumus
∑ | kesalahan peramalan | MSE =
2
n
-
Mean Absolute Deviation (MAD) Merupakan nilai absolut rata-rata dari deviasi peramalan, dihitung dengan rumus
MAD =
∑ | aktual - peramalan | n
Tiga metode tersebut adalah merupakan teknik pengukuran tingkat kesalahan yang didapatkan dari suatu aktivitas peramalan, tiga metode tersebut dapat diaplikasikan terhadap berbagai metode peramalan yang dilakukan. Semakin kecil nilai MAD dan MSE maka semakin perhitungan peramalan yang dilakukan semakin mendekati terhadap kecenderungan pola data historis. Selain tiga metode perhitungan keakuratan tersebut, terdapat satu metode yang dapat berfungsi sebagai validasi dari sebuah aktifitas peramalan, yaitu adalah metode Tracking Signal. Pada metode ini dilakukan perhitungan
15
untuk dapat mengetahui simpangan dari tingkat peramalan yang dilakukan baik batas positif maupun negative dengan batasan sebesar ±4. Cara untuk memantau dan mengendalikan peramalan adalah dengan menggunakan sinyal penelusuran. Menurut Operational Management. (Heizer & Render, 2009) sinyal penelusuran (tracking signal) adalah suatu pengukuran seberapa jauh peramalan dapat memperkirakan nilai-nilai aktual. Sinyal penelusuran dapat dihitung berdasarkan pembagian dari running sum of the forecast errors (RSFE) dengan mean absolute deviation (MAD), secara matematis seperti berikut:
∑ (Permintaan aktual periode i - Permintaan peramalan periode i) MAD Sinyal penelusuran yang bernilai positif menandakan permintaan lebih besar dari hasil peramalan. Sinyal negatif berarti permintaan lebih sedikit dari peramalan. Sinyal penelusuran yang bagus adalah yang memiliki RSFE rendah. Satu MAD senilai dengan ± 0,8 standar deviasi, ±2 MAD = ±1,6 standar deviasi, ±3 MAD = ±2,4 standar deviasi, dan ±4 MAD = ± 3,2 standar deviasi. Kenyataan ini menyarankan sebuah peramalan untuk dapat “terkendali”, 89% kesalahan diharapkan jatuh dalam rentang ±2 MAD, 98% dalam rentang ±3 MAD, atau 99,99% dalam rentang ±4 MAD. 2.2.6
Peramalan dengan QM For Windows Teknik peramalan saat ini kalkulasinya dapat dibantu dengan adanya sebuah program perhitungan berbasis sistem operasi komputer Windows. Program yang dapat digunakan antara lain adalah program QM For Windows yang mampu mengolah data dan memberikan hasil peramalan secara lebih cepat karena pengguna hanya perlu memberikan input data yang hendak dikalkulasi. Beberapa langkahnya antara lain adalah: 1. Buka program QM For Windows 2. Pilih Module – Forecasting 3. Pilih File – New - Time Series Analysis 4. Masukkan periode waktu data historis 5. Masukkan data aktual dari data historis
16
6. Pilih metode yang hendak digunakan 7. Klik pada tombol solve 8. Hasil peramalan untuk periode depan akan keluar serta kalkulasi kesalahan peramalannya
2.3
Konsep Perencanaan Agregat
2.3.1
Definisi Perencanaan Agregat Perencanaan agregat berarti menggabungkan sumber daya-sumber daya yang sesuai ke dalam istilah-istilah yang lebih umum. Dengan adanya ramalan permintaan, serta kapasitas fasilitas, persediaan jumlah tenaga kerja dan input produksi yang saling berkaitan, maka perencana harus memilih tingkat output untuk fasilitas selama tiga sampai delapan belas bulan ke depan (Sukendar & Riki, 2008) Perencanaan agregat merupakan bagian dari sistem perencanaan produksi yang lebih besar, sehingga pemahaman mengenai keterkaitan antara rencana dan beberapa factor internal dan eksternal merupakan sesuatu yang berguna. Di lingkungan perusahaan manufaktur, jadwal produksi utama yang dihasilkan memberikan input untuk sistem MRP yang mengutamakan mengenai perolehan atau produksi komponen-komponen yang diperlukan. Jadwal kerja yang mendetil untuk tenaga kerja dan penjadwalan berprioritas untuk produk dihasilkan sebagai tahapan terakhir sistem perencanaan produksi.
2.3.2
Strategi Perencanaan Agregat Perencanaan agregat memiliki berbagai metode (Nahmias, 2008), beberapa metode diantaranya yaitu adalah: -
Strategi Perburuan (Chase Strategy). Mencoba untuk mencapai tingkat output untuk setiap periode yang memenuhi prediksi permintaan untuk periode tersebut. Strategi ini dapat terpenuhi dengan berbagai cara. Sebagai contoh, manajer operasi dapat mengubah
tingkat
tenaga
kerja
dengan
merekrut
atau
memberhentikan karyawan, atau dapat mengubah jumlah produksi dengan waktu lembur, waktu kosong, karyawan paruh waktu, atau subkontrak. Banyak organisasi jasa lebih menyukai
17
strategi perburuan ini karena pilihan persediaan sangatlah sulit atau mustahil untuk diadopsi. -
Strategi tingkat atau penjadwalan tingkat (Level Strategy). Adalah rencana agregat dimana tingkat produksi tetap sama dari periode ke periode. Perusahaan seperti Toyota dan Nissan mempertahankan tingkat produksi mereka pada tingkat yang seragam dan mungkin (1) memberikan persediaan produk mereka naik atau turun untuk menopang perbedaan antara jumlah permintaan dan produksi atau (2) menemukan pekerjaan alternatif bagi karyawan. Filosofi mereka adalah tenaga kerja yang stabil menciptakan produk dengan kualitas lebih baik, lebih sedikit perputaran karyawan dan ketidakhadiran, serta karyawan yang lebih berkomitmen terhadap tujuan perusahaan. Penghematan lain mencakup karyawan yang lebih berpengalaman, penjadwalan dan pengawasan yang lebih mudah, serta lebih sedikit pembukaan dan penutupan usaha yang dramatis. Penjadwalan bertingkat akan bekerja dengan baik ketika permintaan cukup stabil.
2.3.3
Rumus Perencanaan Agregat Dalam perhitungan Agregat, terdapat beberapa rumus dasar dalam prosesnya (Nahmias, 2008). Beberapa rumus tersebut antara lain adalah:
Nilai Angka Agregat Nilai Agregat =
Produksi perorang x Nilai Agregat
Pekerja Minimum
Biaya Simpan Holding Cost x Inventory
18
Biaya Rekrut Hiring Cost x
Biaya Pecat Firing Cost x
Rasio Pekerja
2.4
Konsep MPS (Master Production Schedule)
2.4.1
Definisi MPS Master Production Schedule adalah sebuah jadwal yang menjadi indikator dari jumlah dan waktu dari rencana produksi yang berhasil diselesaikan. Berdasarkan definisi tersebut, MRP berhubungan kepada dua hal yaitu untuk pemenuhan jadwal waktu produksi dan juga pengendalian persediaan yang berhubungan dengan jumlah produksi yang ingin dicapai. (Stevenson, 2010) Terdapat tiga hal utama yang dibutuhkan sebagai input dari MPS yaitu adalah persediaan awal yang dimiliki saat ini sebagai dasar perkiraan, peramalan permintaan yang hendak dipenuhi dalam setiap periode penjadwalan, dan terakhir adalah tingkat permintaan konsumen yang sudah dijanjikan untuk dipenuhi. Sebagai hasil dari proses MPS ini maka akan didapatkan proyeksi atas peramalan yang dilakukan, jadwal dari struktur MPS, dan tingkat persediaan yang diperkirakan.
2.4.2
Format Metode MPS Metode MPS adalah metode dengan format berupa tabel yang menunjukkan berbagai informasi dalam proses produksi seperti peramalan, tingkat permintaan konsumen, proyeksi persediaan, jadwal dan terakhir adalah proyeksi persediaan yang dapat dijanjikan. Berikut adalah gambaran dari format MPS tersebut dan juga penjabarannya:
19
Tabel 2.1 Format MPS Bulan n1
A
Bulan n2
Week
1
2
3
4
1
2
3
4
Forecast
B1
B2
B3
B4
…
…
…
Bn
Orders
C1
C2
C3
C4
…
…
…
Cn
D1
D2
D3
D4
…
…
…
Dn
E1
E2
E3
E4
…
…
…
En
…
Fn
Projected On-Hand Inventory MPS Available-topromise
F1
F2
F3
Inventory Sumber : Studi Literatur
Berdasarkan tabel di atas, kita dapat mengisinya dengan beberapa informasi yang terkait dengan proses produksi seperti 1. Pada kolom A kita dapat mengisinya dengan persediaan awal yang dimiliki oleh perusahaan. 2. Pada kolom B1..Bn kita dapat mengisinya berdasarkan dari data peramalan yang telah dikalkulasikan secara terpisah. 3. Pada kolom C1..Cn kita dapat mengisinya dengan data tingkat permintaan dari konsumen. 4. Pada kolom D1..Dn dapat diisi dengan kalkulasi berdasarkan rumus: Previous Inventory – Current Requirement Sehingga pada kolom D1 bisa diisi dengan persediaan awal A dikurangi dengan C1 sedangkan pada kolom D2 diisi dengan D1 dikurangi B2, D3= D2 – B3 dan seterusnya. 5. Pada baris E yang berisi MPS, kolom hanya diisi jika pada kolom D terdapat nilai yang minus. Kolom ini diisi dengan rencana jumlah produksi yang telah direncanakan sebelumnya. Setelahnya,
20
jumlah tersebut ditambahkan pada nilai di kolom D yang berjumlah minus. 6. Pada kolom F diisi dengan rumus F1 = MPS – (C1 + C2) (sisanya jika ada) Kolom ini diisi secara berkala, pada ilustrasi di atas diisi setiap 2 minggu sekali.
2.5
Pengendalian Persediaan
2.5.1
Definisi Pengendalian Persediaan Arti kata persediaan atau inventory sendiri adalah stok atau simpanan suatu barang. Pengendalian persediaan berarti adalah suatu cara yang dilakukan oleh perusahaan untuk dapat mengatur dan mengendalikan tingkat persediaan stok tersebut.
2.5.2
Peran Pengendalian Persediaan Dalam buku Operation Management (Stevenson, 2010) dijelaskan beberapa peran dasar yang dilakukan oleh persediaan / inventory, yaitu: 1. Untuk memenuhi antisipasi permintaan dari konsumen. 2. Menghaluskan kebutuhan produksi untuk barang-barang musiman / seasonal. Hal ini terjadi pada produk seperti buah dan perlengkapan hari raya. 3. Untuk memisahkan tahapan operasional, jika terjadi gangguan terhadap suatu tahap maka barang yang sudah dalam stok dapat melanjutkan operasionalnya sementara. 4. Untuk
melindungi
dari
habisnya
stok.
Bisa dikarenakan
keterlambatan pengiriman atau peningkatan permintaan. 5. Untuk memanfaatkan siklus order, dengan melebihkan jumlah pembelian untuk mengurangi biaya order. 6. Untuk melindungi dari fluktuasi harga bahan baku. 7. Untuk
memanfaatkan
diskon
kuantitas
dalam
melakukan
pembelian. 2.5.3
Jenis Biaya Pengendalian Persediaan Tiga biaya dasar yang selalu dapat diasosiasikan dengan adanya pengendalian persediaan antara lain adalah:
21
1. Holding cost. Biaya yang timbul dari penyimpanan persediaan untuk periode waktu tertentu. 2. Ordering cost. Biaya untuk melakukan pembelian dan penerimaan stok. 3. Shortage cost. Biaya yang timbul saat permintaan yang ada tidak dapat terpenuhi dengan baik oleh pasokan dari persediaan, biasanya dalam satuan profit per unit. 2.5.4
Metode Pengendalian Persediaan
2.5.4.1 Metode Economic Order Quantity (EOQ) Metode EOQ adalah metode yang bertujuan untuk mendapatkan tingkat order yang bersifat tetap besarannya. Karena bertujuan untuk mendapatkan tingkat besaran order yang tetap, maka metode ini berusaha untuk mendapatkan tingkat besaran order yang optimal jumlahnya mengacu kepada permintaan yang dihadapi oleh perusahaan. Pada perhitungan ini faktor tunggu (lead time) diperhitungkan untuk meletakan titik order kembali berdasarkan jumlah optimal yang telah diperhitungkan sebelumnya sehingga datangnya order tepat waktu untuk mengantisipasi permintaan yang muncul. Perhitungan EOQ dengan jumlah besar tingkat order kembali yang kecil akan meminimumkan tingkat biaya penyimpanan namun akan meningkatkan intensitas order kembali, namun dengan jumlah order kembali yang besar maka perusahaan akan mengurangi intensitas order dengan konsekuensi pada bertambahnya biaya penyimpanan karena stok yang membesar. Pada umumnya perencanaan ini dilakukan untuk lama periode selama setahun ke depan. (Stevenson, 2010) Rumus Annual Carrying Cost .H
Rumus Ordering Cost .S
22
Rumus Total Biaya .H+
. S = TC
Rumus Tingkat Permintaan Optimum
Q* =
Rumus Panjang Siklus Order
Q
= Order Quantity
H
= Annual Holding Cost
D
= Annual Demand
S
= Annual Setup Cost
TC
= Total Cost Pada sistem pengendalian persediaan, terdapat rumusan untuk
mengetahui titik melakukan order kembali untuk mengembalikan tingkat persediaan (Mangan & Lalwani, 2012), rumus perhitungannya adalah : ROP = D x L + SS ROP
= Reorder Point
D
= Annual Demand
L
= Lead Time
SS
= Safety Stock
Rumus untuk mengetahui kapan waktu order adalah: T = EOQ / D
23
T
= Waktu
D
= Annual Demand Q=M–I
M
= Max Inv
I
= Current Inv
Q
= Order quantity
2.5.4.2 Metode Lot For Lot (LFL) Mengacu pada buku Manajemen Operasi (Haryanto, 2008) metode ini dikenal juga dengan nama metode persediaan minimal dikarenakan proses dalam metode ini yang menyediakan persediaan atau melakukan produksi hanya jika diperlukan saja sehingga tingkat persediaan terjaga pada tingkat yang rendah dan seminimal mungkin. Kondisi yang sesuai untuk dapat menggunakan metode ini adalah kondisi dimana perusahaan menjual atau menyimpan barang yang sifatnya tidak tahan lama, namun dengan konsekuensi risiko keterlambatan pengiriman yang harus diperhitungkan sebelumnya. 2.5.4.3 Metode Production Order Quantity (POQ) Metode POQ atau juga dikenal dengan metode Economic Manufacturing Quantity (EMQ) adalah variasi dari bentuk konvensional metode EOQ. Metode ini biasanya dipakai untuk horizon perencanaan selama satu tahun atau selama 12 bulan. Metode ini baik digunakan bila terdapat satu dari dua situasi berbeda, yaitu jika persediaan secara berkelanjutan terus menerus bertambah seiring dengan adanya konsumsi untuk pemenuhan permintaan, atau jika unit yang diproduksi juga dijual secara simultan. Keadaan tersebut yang membedakan metode ini bila dibandingkan dengan metode EOQ. (Wisner, Tan, & Leong, 2011)
Rumus jumlah order optimal (Q*) Q*=
24
D : Annual Demand H : Annual Holding Cost/ Unit S : Setup Cost d : Daily Demand p : Daily Production Rate Rumus Persediaan Maksimum Max Inv = Q (
)
Rumus Tingkat Rata-rata Persediaan Avg Inv = pt – dt Biaya Penyimpanan Persediaan Tahunan Annual Holding Cost = Avg Inv x H 2.5.5
Penerapan Material Resource Planning (MRP)
2.5.5.1 Definisi Material Requirement Planning (MRP) adalah sebuah metode perencanaan dan pengendalian pesanan dan persediaan untuk barang-barang yang bersifat dependant terhadap benda yang lain, sehingga permintaannya cenderung berfluktuasi. Barang yang termasuk dalam kategori ini antara lain adalah bahan baku, parts, subassembly dan assemblies yang kesemuanya merupakan persediaan manufaktur. (Kumar & Meade, 2002) Sedangkan menurut William J. Stevenson (2010), MRP adalah sebuah sistem informasi berbasis komputer yang menterjemahkan MPS untuk produk akhir menjadi kebutuhan berbasis waktu untuk bahan baku, komponen, dan subassembly. Beberapa elemen yang harus dimiliki sebagai input dari sistem MRP mengacu kepada William J. Stevenson (2010) adalah: 1. Master Schedule. Dikenal juga sebagai MPS, yaitu adalah sebuah bentuk pernyataan mengenai produk akhir apa yang hendak diproduksi, dengan jumlah dan waktu penyelesaian tertentu. 2. Bill of Material (BOM). Adalah sebuah daftar dari bahan-bahan baku yang diperlukan dalam menghasilkan satu unit produk akhir tertentu.
25
3. Inventory Record. Sebuah daftar mengenai status barang persediaan perusahaan berdasarkan periode waktu. Beberapa keuntungan dari pengaplikasian sistem MRP pada proses produksi antara lain adalah: 1. Tingkat persediaan-terproses yang rendah, dikarenakan tepatnya jumlah pasokan terhadap permintaan 2. Kemampuan untuk melacak arus kebutuhan material 3. Kemampuan
untuk
mengevaluasi
kebutuhan
kapasitas
yang
dihasilkan dari penjadwalan utama yang ada 4. Perkiraan alokasi waktu produksi 5. Kemampuan untuk mengidentifikasi persediaan dengan lebih mudah secara Backflushing, yaitu cara menjabarkan produk berdasarkan Bill of Material untuk mengetahui jumlah bahan baku dan komponen yang digunakan. Tujuan dari pengaplikasian sistem MRP seperti dijelaskan dari buku Introduction Materials Management (Arnold, 2000) yaitu adalah: 1. Menentukan kebutuhan, dengan tujuan untuk memperoleh jumlah material yang tepat serta waktu yang dibutuhkan dalam proses produksi diketahui tingkat kebutuhannya. Dengan adanya MRP kita mengetahui material yang dibutuhkan sebagai input MPS serta diketahui lead time. 2. Menjaga prioritas, untuk mengantisipasi perubahan dalam proses produksi atau keadaan di pasar maka sistem MRP fleksibel dan harus dapat diatur ulang. 2.5.5.2 Format Dalam format utama berupa tabel yang berisi atas informasi-informasi bahan baku dalam proses produksi, berikut adalah contoh dari format tabel yang digunakan.
26
Tabel 2.2 Format MRP Past Due
1
2
3
4
5
6
Gross Requirement Schedule Receipt Projected on Hand Net Requirement Order Receipt Order Release Sumber : Studi Literatur
Tabel tersebut berisi komponen-komponen yang adalah: 1. Gross
Requirement,
adalah
total
ekspektasi
dari
permintaan atas barang atau bahan baku tertentu dalam suatu periode waktu 2. Scheduled Receipt, menyatakan jumlah material yang dipesan dan akan diterima dalam suatu periode waktu 3. Projected
On-Hand,
merupakan
perkiraan
jumlah
persediaan yang akan dimiliki saat permulaan dari setiap periode waktu 4. Net Requirements, tingkat kebutuhan yang sebetulnya diperlukan dalam suatu periode waktu 5. Planned Order Receipt, jumlah pesanan yang akan diterima dalam setiap awal dari suatu periode waktu dengan sekaligus mempertimbangkan tingkat Safety Stock. 6. Planned Order Releases, menyatakan kapan suatu order sudah harus diberikan atau dilepas ke proses manufaktur sehingga komponen tersebut tersedia ketika dibutuhkan oleh produk induknya. Penetapannya dilakukan sebelum barang tersebut dibutuhkan
27
7. Projected Availability Balance 1-2 (PAB1-PAB2), adalah merupakan pernyataan atas jumlah material yang dimiliki saat ini sebagai persediaan awal dan akhir periode.
28