15
BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1
Service Service atau jasa merupakan suatu kinerja penampilan, tidak berwujud dan cepat hilang, lebih dapat dirasakan daripada dimiliki, serta pelanggan lebih banyak dapat berpartisipasi aktif dalam mengkomsumsi jasa tersebut (Supranto, 2001). Jasa (service) didefinisikan oleh Vincent Gaspersz (Gaspersz, p181) sebagai “suatu hasil yang diciptakan melalui aktivitas dalam keterkaitan diantara perusahaan jasa dan pelanggan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan.” Sedangkan menurut Kotler (Marketing Manajemen Analysis, Planning, Implementation, and Control, p455) “Jasa adalah tindakan atau kegiatan yang ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun.” Jasa memiliki 4 karakteristik utama (Marketing Manajemen Analysis, Planning, Implementation, and Control, p455) yaitu sebagai berikut : 1. Tidak berwujud (Intagibility) Jasa tidak berwujud artinya jasa yang tidak dapat dilihat, dirasa, diraba, didengar, atau dicium sebelum jasa itu dibeli. Untuk mengurangi ketidakpastian, konsumen akan mencari bukti dari kualitas jasa.
16
2. Tidak terpisahkan (Inseparability) Barang fisik yang diproduksi, kemudian disimpan dalam persediaan, didistribusikan lewat berbagai penjual dan kemudian baru dikonsumsi bersamaan. Sebaiknya jasa dijual dulu, kemudian diproduksi dan dikonsumsi bersamaan. Pada umumnya jasa dihasilkan dan dikonsumsi secara bersamaan. Jasa tak terpisahkan berarti jasa tidak dapat dipisahkan dari penyedianya, baik penyedia manusia, atau mesin. 3. Bervariasi (Variability) Karena tergantung pada siapa yang menyediakan jasa, disamping waktu, tempat dan bagaimana disediakan. Sebuah perusahaan jasa dapat mengambil langkah ke pengendalian kualitas yaitu, investasi dalam selesksi dan pelatihan karyawan, menstandarisasi proses pelaksanaan jasa di seluruh organisasi dan memantau kepuasan konsumen lewat system saran dan keluhan, survey konsumen sehingga pelayanan yang kurang dapat dideteksi dan diperbaiki. 4. Tidak tahan lama (perishability) Jasa tidak tahan lama berarti jasa tidak dapat disimpan untuk dijual atau dipakai kemudian. Sehingga jika suatu jasa tidak dipergunakan maka jasa itu akan menghilang begitu saja karena tidak dapat disimpan untuk digunakan lain waktu.
17
2.1.1
Kepuasan Pelanggan Kepuasan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja/hasil yang dirasakan dengan harapannya. Jadi, tingkat kepuasan merupakan fungsi dari perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan harapan. Apabila kinerja dibawah harapan, maka pelanggan akan kecewa. Bila kinerja sesuai harapan, pelangan akan puas. Sedangkan bila kinerja melebihi harapan, pelanggan akan merasa sangat puas. Harapan pelanggan akan dibentuk oleh pengalaman masa lampau, komentar dari kerabatnya serta janji dan informasi pemasar dan saingannya (Supranto, 2001). Menurut Kotler dalam mengukur tingkat kepuasan dapat digunakan beberapa metode yaitu : 1. Complaint & Suggestion Sistems Metode ini menyediakan pusat pelayanan konsumen yang memudahkan konsumen menyampaikan saran dan keluhan mereka terhadap layanan atau produk yang dibeli perusahaan. 2. Customer Satisfaction Surveys Metode ini melakukan survey dengan mengirim kuesioner kepada konsumen atau menelepon konsumen secara acak untuk menanyakan tingkat kepuasan konsumen tersebut terhadap layanan atau produk yang dihasilkan perusahaan.
18
3. Ghost Shopping Metode ini menyewa beberapa orang sebagai pembeli potensial (ghost shopper) yang akan mengamati kegiatan perusahaan dalam melayani konsumen kemudian melaporkannya ke pihak manajemen perusahaan mengenai apa yang telah mereka amati, baik hal-hal yang baik maupun yang buruk dalam pelayanan perusahaan terhadap konsumen. 4. Last Customer Analysis Perusahaan menghubungi konsumen yang telah berhenti membeli produk atau layanan perusahaan yang bersangkutan dan membeli dari pesaing. Dari tingkat kehilangan konsumen, dapat diketahui berapa persen dari konsumen yang merasa tidak puas terhadap pelayanan yang diberikan oleh perusahaan.
Manfaat dari pengukuran kepuasan konsumen adalah untuk menemukan bagian yang membutuhkan peningkatan. Umpan balik dari konsumen secara langsung atau dari keluhan konsumen adalah alat untuk mengukur kepuasan konsumen. Pemahaman atas kepuasan konsumen akan bermanfaat untuk beberapa hal berikut ini : a. Memberikan kontribusi dalam mempersiapkan perusahaan menghadapi persaingan. b. Hubungan antara perusahaan dan para konsumennya menjadi harmonis.
19
c. Dapat mendorong terciptanya loyalitas konsumen. d. Membentuk rekomendasi dari mulut ke mulut yang menguntungkan perusahaan. e. Reputasi perusahaan menjadi baik dimata konsumen. f. Laba yang diperoleh dapat meningkat.
Konsumen adalah semua orang yang menuntut perusahaan untuk memenuhi suatu standar kualitas tertentu dan itu akan memberikan pengaruh pada performansi perusahaan. Manajemen perusahaan L.L Bean, Freport, Maine memberikan beberapa definisi tentang konsumen (Gaspersz, p73) yaitu : 1. Konsumen adalah orang yang tidak tergantung pada perusahaan, tetapi perusahaan tergantung padanya. 2. Konsumen adalah orang yang membawa perusahaan pada keinginannya. 3. Konsumen adalah orang yang teramat penting yang harus dipuaskan.
Pada dasarnya ada tiga konsumen dalam sistem kualitas modern, yaitu : 1. Konsumen internal Orang yang di dalam perusahaan dan berpengaruh pada performansi pekerjaan. Contoh : bagian pembayaran gaji memandang karyawan yang dibayar gajinya sebagai konsumen yang dipuaskan.
20
Kebutuhan karyawan, seperti menerima pembayaran gaji tepat waktu dan tepat jumlah, mutlak diperhatikan oleh bagian pembayaran gaji, yang dalam hal ini bertindak sebagai pemasok internal. 2. Konsumen antara Mereka yang bertindak bukan sebagai pemakai akhir produk. Distributor yang mendistribusikan produk, agen perjalanan yang memesan kamar hotel, merupakan contoh konsumen antara. Misalanya hotel (sebagai pemasok) menerima pesanan tempat dari agen perjalanan (agen merupakan konsumen antara) dan tamu atau pengguna kamar hotel merupakan konsumen akhir atau konsumen nyata. 3. Konsumen eksternal Terkadang konsumen dibedakan antara yang membayar atau yang memakai. Sebagai contoh : swalayan yang menerima pembayaran dengan kartu kredit, dalam hal ini pembayaran tunai akan dilakukan oleh bank yang mengeluarkan kartu kredit itu, sedangkan pemakai produk adalah si pemegang kartu. Dalam kasus ini, konsumen pembayar (bank) maupun konsumen pemakai produk (pemegang kartu) harus dipuaskan oleh swalayan yang bertindak sebagai pemasok produk. Dalam kualitas modern, prinsip hubungan pemasok, konsumen harus dipelihara agar saling memuaskan.
21
2.1.2
Kualitas Kata kualitas memiliki banyak definisi yang berbeda dan bervariasi. Kualitas merupakan hal utama yang mempengaruhi pertimbangan konsumen dari membeli produk. Secara umum, kualitas adalah pemenuhan kebutuhan dan harapan pelanggan atau bahkan dapat melebihi kebutuhan dan harapan dari pelanggan tersebut. Kualitas secara langsung akan mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan perusahaan, pengeluaran biaya produksi serta kemampuan untuk bersaing dalam pasar. Kualitas merupakan seberapa besar sebuah produk atau jasa pelayanan yang memiliki kemampuan dalam memuaskan konsumen seiring dengan pemenuhan kebutuhan – kebutuhan serta harapan – harapan konsumen (Hidayat, 2007, p3). Beberapa definisi kualitas antara lain sebagai berikut. •
Kualitas menurut Goetsch dan Davis Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan (Tjiptono dan Diana, 2003, p4).
•
Kualitas menurut ISO 8402 Kualitas adalah totalitas karakteristik dari berbagai entitas yang memberikan segenap kemampuannya pada nilai-nilai kebutuhan serta nilai-nilai kepuasan (Hidayat, 2007, p2).
22
•
Kualitas menurut Peter S. Pande, Robert P. Neuman, dan Roland R. Cavanagh Kualitas adalah disiplin yang mencakup tingkat kesempurnaan, atribut pembeda atau sifat, kesesuaian dengan spesifikasi, standar perbandingan yang dapat diukur sehingga aplikasi-aplikasi dapat ditujukan secara konsisten kepada tujuan-tujuan bisnis (Andi, 2002, p434).
2.1.3
Kualitas Pelayanan Jasa Dalam rangka melakukan survey tentang kepuasan pelanggan, Valerie A.Zeithaml menyebutkan adanya sepuluh kriteria atau dimensi yang menjadi perhatian pelanggan sehubungan penilaian atas kualitas pelayanan. Kesepuluh dimensi itu adalah : tampilan (tangibles), keandalan (reliability), tanggap (responsiveness),
kompetensi
(competency),
kesopanan
(courtesy),
kepercayaan (credibility), keamanan (security), keterbukaan (access), komunikasi (communication), dan mengerti pelanggan (understanding the customer). Kemudian, kesepuluh criteria tersebut memiliki lima dimensi, yang didalamnya tercakup kesepuluh criteria yang telah ditentukan tadi. Lebih lengkap mengenai hal itu dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
23
Tabel 2.1 Dimensi Pelayanan Jasa Sepuluh kriteria original
Tampilan
untuk mengevaluasi
Keandalan
Tanggap
Keyakinan
Empati
(Tangibles) (Reliability) (Responsiveness) (Assurance) (Emphaty)
kualitas pelayanan Tampilan Keandalan Tanggap Kompetensi Kesopanan Kepercayaan Keamanan Keterbukaan Komunikasi Mengerti pelanggan
Kelima dimensi di atas memiliki arti sebagai berikut : 1. Tampilan Tercermin pada fasilitas fisik, gedung, peralatan, personil, dan bahan komunikasi
24
2. Keandalan Kemampuan memenuhi pelayanan yang dijanjikan secara tepat dan terpercaya 3. Tanggap Kemauan untuk membantu pelanggan dengan menyediakan pelayanan yang tepat 4. Keyakinan Pengetahuan dan kesopanan dari para pegawai dan kemampuan mereka menerima kepercayaan dan kerahasiaan 5. Empati Perhatian individual yang diberikan oleh perusahaan kepada pelanggan.
Faktor – faktor yang mempengaruhi harapan pelanggan : •
Komunikasi mulut ke mulut Harapan yang timbul di hati orang akan kualitas pelayanan tertentu dapat disebabkan oleh apa yang dia dengar dari teman-teman atau tetangganya. Sering, orang mau mengunjungi tempat tertentu, belanja atau makan di tempat tertentu, terdorong oleh berita yang mereka dapatkan dari orangorang yang mereka kenal, yang merekomendasikan mereka untuk datang berbelanja atau makan di tempat tertentu itu.
25
Semakin banyak orang menyampaikan hal yang sama, seseorang akan semakin percaya, sehingga dengan harapan tertentu dia akan menanggapi berita itu dengan berkunjung atau berbelanja di sana. •
Kebutuhan pribadi Harapan seseorang juga bisa timbul dari spesifikasi kebutuhan pribadinya. Di sini harapan dari orang ke orang bisa berbeda-beda, tergantung dari berbagai kondisi yang menyertainya, yang akhirnya menumbuhkan kebutuhannya yang khas. Misalnya, tentang penggunaan credit card, ada orang mengharapkan agar dia diberikan limit yang tinggi oleh perusahaan, sedangkan yang lain mungkin mengharapkan bahwa penggunaan kartu kreditnya tetap aman, jauh dari kecurangan atau penyalahgunaan, atau harapan lainnya lagi.
•
Pengalaman masa lalu Ini berkaitan dengan pengalaman masa lalu dalam hal menerima pelayanan. Pengalaman kurang memuaskan yang pernah dialami dari pelayan kurang berpengalaman di sebuah toko atau tempat belanjaan, akan menumbuhkan harapan yang rendah di dalam hati orang, yang akhirnya akan mengurungkan niatnya untuk datang kembali ke tempat itu untuk mengalami hal yang sama.
26
Sebaliknya, pengalaman akan pelayanan baik dan menyenangkan, akan menumbuhkan harapan akan mendapatkan pelayanan yang sama, sehingga tetap memiliki dorongan untuk mau datang ke tempat itu lagi. •
Komunikasi eksternal Ini berkaitan dengan apa-apa yang disampaikan ke luar oleh pihak perusahaan mengenai kualitas produk atau pelayanan lain yang mereka sediakan. Komunikasi ini bisa secara langsung dan bisa juga secara tidak langsung, melalui berbagai media komunikasi, seperti seminar, open house, iklan, radio, televisi, brosur, surat kabar, majalah, spanduk, dan sarana-sarana komunikasi lainnya. Komunikasi eksternal ini bisa dikemas dalam berbagai cara dan bentuk yang menarik, serta mampu menjangkau lebih banyak orang dari berbagai lapisan dan golongan.
2.1.4
Servqual Servqual adalah suatu kuesioner yang digunakan untuk mengukur kualitas jasa. Cara ini mulai dikembangkan pada tahun 1980-an oleh Zeithaml, Parasuraman & Berry, dan telah digunakan dalam mengukur berbagai kualitas jasa. Dengan kuesioner ini, kita bisa mengetahui seberapa besar celah (gap) yang ada di antara persepsi pelanggan dan ekspektasi pelanggan terhadap suatu perusahaan jasa.
27
Kuesioner Servqual dapat diubah-ubah (disesuaikan) agar cocok dengan industri jasa yang berbeda-beda pula (misalnya bank, restoran, atau perusahaan telekomunikasi). Servqual merupakan sebuah model pengukuran skala multi – item yang dimaksudkan untuk mengukur harapan dan persepsi yang diterima oleh pelanggan, dan kesenjangan (gap) yang ada dalam model kualitas jasa. Servqual
mendefinisikan
evaluasi
kualitas
pelanggan
dalam
bentuk
kesenjangan antara tingkat harapan dan tingkat persepsi yang diterima pelanggan. Pengukuran dapat dilakukan dengan skala likert dimana responden tinggal memilih derajat kesetujuan/ketidaksetujuannya atas pernyataan mengenai penyampaian kualitas jasa. (Tjiptono, 2000, h. 99) Pengukuran kualitas jasa harus dilakukan dan disempurnakan secara periodik jadi kuesioner yang digunakan harus terus menerus dikembangkan dan disesuaikan dengan situasi yang dihadapi. Servqual berasumsi bahwa kepuasan pelanggan berhubungan secara linear dengan performansi atribut pelayanan, implikasinya adalah kepuasan pelanggan yang rendah dihasilkan dari rendahnya performansi atribut, oleh karena itu atribut – atribut dengan performansi rendah inilah yang menjadi fokus dalam usaha peningkatan asumsi ini tidak sepenuhnya benar.
28
Memfokuskan peningkatan terhadap atribut pelayanan tentu tidak selalu mengarah pada peningkatan kepuasan pelanggan bila atribut pelayanan tidak dianggap penting oleh pelanggan. Sebaliknya, kepuasan pelanggan kadang kala dapat ditingkatkan hanya dengan peningkatan kecil terhadap atribut pelayanan yang menyenangkan yang tidak disangka akan diberikan oleh perusahaan. Selain itu Servqual menyediakan informasi penting mengenai kesenjangan (gap) antara tingkat harapan pelanggan dan tingkat kepuasan pelanggan namun Servqual tidak dapat memberikan solusi bagaimana kesenjangan tersebut dapat diatasi. (Pawitra & Tan, 2001, p419). Menurut Zeithaml, ada empat kesenjangan yang berpotensi sebagai penyebab utama terjadinya kegagalan kualitas pelayanan. Sementara kegagalan kualitas pelayanan yang diterima oleh pelanggan terdapat pada kesenjangan kelima, kegagalan dalam kualitas pelayanan pada pihak organisasi yang menyediakannya terdapat pada kesenjangan 1 sampai 4. Kesenjangan tersebut antara lain :
Kesenjangan 1, yaitu kesenjangan antara harapan pelanggan dengan persepsi manajemen.
Kesenjangan 2, yaitu kesenjangan antara persepsi manajemen dengan spesifikasi (standar) kualitas pelayanan.
Kesenjangan 3, yaitu kesenjangan antara spesifikasi kualitas pelayanan dengan pelayanan yang dihantarkan.
29
Kesenjangan 4, yaitu kesenjangan antara penyampaian pelayanan dengan komunikasi eksternal.
Kesenjangan 5, yaitu kesenjangan yang terjadi antara harapan dan persepsi pelanggan atas kualitas pelayanan yang sekaligus sebagai kesenjangan utama. Kesenjangan ini terjadi karena adanya kesenjangan kesenjangan terdahulu, yaitu kesenjangan 1 sampai 4. Maka untuk menutup kesenjangan utama tersebut perlu bahwa kesenjangan 1 sampai 4 ditutup terlebih dahulu.
Gambar 2.1 Kesenjangan Kualitas Pelayanan
30
2.1.5
Model Kano Model Kano dikembangkan oleh Professor Noriko Kano dari Universitas Tokyo Rika pada tahun 1980-an. Model Kano merupakan suatu model untuk mengkategorikan atribut-atribut dari sebuah produk atau jasa berdasarkan seberapa baik atribut-atribut tersebut dapat memuaskan pelanggan (Pawitra & Tan, 2001, p421). Tujuan dari Model Kano adalah untuk memahami apa yang menjadi atribut kepuasan pelanggan dalam produk dan jasa sehingga dapat mengurangi resiko penyediaan atribut produk atau jasa yang berlebihan dimana atribut tersebut mempunyai tingkat kepentingan yang rendah (Michael L. George, 2005, p64). Model Kano mengklafikasikan kebutuhan pelanggan menjadi beberapa kategori, yaitu : 1. Kategori must be atau basic needs Pelanggan menganggap bahwa atribut yang ada dalam kategori ini merupakan suatu keharusan yang ada dalam produk. Pelanggan tidak akan puas bila atribut yang ada dalam kategori ini tidak dipenuhi. 2. Kategori one dimensional Kepuasan pelanggan akan meningkat jika atribut yang ada dalam kategori ini diberikan, tapi konsumen juga tidak akan puas jika atribut yang ada dalam kategori ini tidak ada.
31
3. Kategori attractive Pelanggan akan merasa puas jika atribut yang ada dalam kategori ini diberikan, namun pelanggan tidak akan kecewa jika atribut dalam kategori ini tidak diberikan. Tingkat kepuasan pelanggan akan meningkat sangat tinggi dengan meningkatnya kinerja atribut, akan tetapi penurunan kinerja atribut tidak akan menyebabkan penurunan tingkat kepuasan. Pemberian atribut
dalam
kategori
ini
akan
memberikan
kesenangan
yang
mengejutkan bagi pelanggan serta dapat juga membedakan dari produk pesaing bahkan mengungguli pesaing. Biasanya pelanggan mau membayar lebih untuk pemberian atribut yang ada dalam katagori ini. 4. Kategori indifferent Ada atau tidaknya atribut dalam kategori tidak berpengaruh terhadap kepuasan. 5. Kategori questionable Kadangkala konsumen merasa puas atau tidak puas dengan keberadaan atribut dalam kategori ini, sehingga tidak jelas apakah atribut dalam katagori ini diharapkan atau tidak diharapkan oleh konsumen atau dengan kata lain terjadi penyangkalan dalam jawaban konsumen terhadap pertanyaan yang diberikan.
32
6. Kategori reverse Konsumen tidak puas jika terdapat atribut dalam kategori ini, tapi konumen akan puas jika atribut dalam kategori ini tidak ada (Irianty dan Widiawan, 2004). Seiring dengan perkembangan waktu, atribut yang semula attractive dapat bergeser menjadi one dimensional atau bahkan menjadi basic needs sehingga diperlukan pengenalan dan pengembangan produk dan jasa secara kesinambungan. Langkah – langkah dalam menerapkan model Kano adalah sebagai berikut (Pawitra & Tan, 2001, p 427) : 1. Atribut pelayanan yang ada dibuat dalam bentuk pernyataan fungsional dan disfungsionalnya. Kemudian pasangan pernyataan fungsional dan disfungsionalnya seluruh atribut pelayanan disusun dengan urutan yang acak. 2. Kemudian daftar pasangan pernyataan atribut yang telah dibuat diberikan kepada responden untuk diisi. Untuk setiap pernyataan, responden dapat memilih lima pilihan jawaban, yaitu atribut disukai (like), atribut harus ada (must be), atribut netral (neutral), atribut tidak disukai tapi masih bisa ditolerir (live with), dan atribut tidak disukai (dislike).
33
3. Setelah itu, untuk menentukan kategori Kano atribut pelayanan maka pasangan jawaban dari setiap atribut pelayanan dicocokkan dengan tabel evaluasi kano. Dalam penggunaan, tingkat kepentingan atribut pelayanan yang bersangkutan sehingga diperoleh tingkat kepentingan yang disesuaikan (adjusted importance). Adjusted importance inilah yang dipakai dalam menghitung tingkat kepentingan HOWs sesuai dengan hubungan yang terdapat dalam matriks hubungan, perlu diingat bahwa atribut pelayanan yang diperhitungkan hanya atribut yang memiliki pengaruh terhadap kepuasan pelanggan, yaitu atribut yang masuk ke dalam kategori attractive, one dimensional dan must be. Tabel 2.2 Kategori Kano Kebutuhan Pelanggan
Fungsional
Disfungsional Like
Must Be
Neutral
Live With
Dislike
Like
Q
A
A
A
O
Must Be
R
I
I
I
M
Neutral
R
I
I
I
M
Live With
R
I
I
I
M
Dislike
R
R
R
R
Q
(Sumber : Pawita & Tan, 2001, p428)
Keterangan : A = attractive
Q = questionable (dipertanyakan)
O = one dimensional
R = reverse (bertentangan)
M = must be
I
= indifferent (tidak berbeda)
34
Secara umum panduan bagi organisasi dalam menentukan target untuk kategori Kano adalah berupaya memenuhi semua atribut must be, mempunyai kinerja lebih baik daripada kompetitor pada atribut one dimensional, dan memasukkan atribut attractive yang beda dengan kompetitor. Menurut Matzler and Hinterhuber ada beberapa keuntungan model Kano, antara lain (Pawitra & Tan, 2001, p 422) : -
Model Kano dapat memahami kebutuhan produk atau jasa. Atribut yang memberikan
pengaruh
terbesar
pada
kepuasan
pelanggan
dapat
teridentifikasi. -
Model Kano menyediakan panduan penting dalam situasi trade-off. Apabila ada dua atribut produk atau jasa yang tidak dapat dilaksanakan secara bersamaan dengan alasan teknis atau finansial, maka atribut yang dillaksanakan adalah atribut yang memberikan pengaruh terbesar pada kepuasan pelanggan.
-
Model Kano dapat mengarahkan pengembangan produk atau jasa secara luas dengan menganalisa attractive attributes yang merupakan kunci kemenangan dalam persaingan pasar. Selain keuntungan, Model Kano juga memiliki beberapa kerugian, antara
lain (Pawitra & Tan, 2001, p 422) : -
Model Kano tidak mengklafikasikan nilai kuantitas dari nilai performansi atribut.
35
-
Model Kano tidak menjelaskan mengenai hal yang membentuk persepsi pelanggan, mengapa atribut tertentu penting bagi pelanggan, serta apa kecenderungan perilaku pelanggan. Dengan mempertimbangkan keterbatasan-keterbatasan Model Kano, maka
intergrasi dengan servqual dapat membantu memprioritaskan kesenjangan pelayanan yang harus ditanggulangi terlebih dahulu. Oleh karena itu, dibutuhkan Quality Function Deployment.
2.1.6
Quality Function Deployment Quality Function Deployment (QFD) dikembangkan oleh Yoji Akao pada tahun 1972 di Jepang. QFD merupakan suatu proses perencanaan sistematis yang diciptakan untuk membantu tim proyek menggabungkan dan mengatur seluruh elemen yang dibutuhkan untuk mendefinisikan, mendesain, dan menghasilkan produk atau jasa yang akan memenuhi kebutuhan pelanggan. (Cohen Lou, p11). QFD mengidentifikasi keinginan konsumen, bagaimana suatu produk/jasa dapat memuaskan konsumen, bagaimana hubungan antara produk/jasa dengan apa yang menjadi keinginan konsumen. Quality
Function
Deployment
bertujuan
untuk
mengoptimalkan
pengembangan proses dan menghasilkan produk/jasa yang sesuai dengan kebutuhan konsumen.
36
Suara konsumen atau ”Voice of the customer” adalah istilah yang sering digunakan dalam menguraikan kebutuhan-kebutuhan konsumen yang tidak terdefinisi. Informasi VOC dapat diperoleh dengan berbagai pendekatan, misalnya menyelenggarakan berbagai diskusi langsung atau wawancara, survei, fokus kelompok, spesifikasi dan segmentasi konsumen, observasi, data-data garansi, dan data-data laporan kegiatan penjualan. Proses pemahaman dari apa yang menjadi kebutuhan, keinginan, dan ekspektasi konsumen dapat dirangkum ke dalam matriks-matriks perencanaan produk atau disebut ”House of Quality”. House of Quality (HOQ) merupakan teknik grafis utnuk menjelaskan hubungan antara keinginan pelanggan dengan produk/jasa. Bagian-bagian HOQ, antara lain : (Pawitra & Tan, 2001, p423)
Gambar 2.2 House Of Quality
37
Bagian A berisi mengenai atribut-atribut keinginan pelanggan (WHATs). Bagian B berisi HOWs yang berupa cara perusahaan untuk memenuhi keinginan pelanggan dalam atribut WHATs. Bagian C berisi hubungan antara WHATs dan HOWs yang dapat berupa hubungan kuat, hubungan sedang, ataupun hubungan lemah. Bagian D berisi prioritas WHATs untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. Bagian E berisi prioritas HOWs untuk mengetahui prioritas cara yang ditempuh perusahaan agar dapat memenuhi keinginan pelanggan. Bagian F berisi hubungan antara HOWs. Bagian G berisi analisa mengenai pesaing. Langkah dasar membuat HOQ, antara lain : (Heizer & Render, 2005, p214) 1. Kenali keinginan pelanggan (WHATs). 2. Kenali bagaimana (HOWs) produk atau jasa dapat memuaskan keinganan pelanggan. 3. Hubungkan keinginan pelanggan dengan bagaimana (HOWs) poduk akan dibuat utnuk memenuhi keinginan pelanggan tersebut. 4. Kenali hubungan antar sejumlah HOWs pada perusahaan. 5. Buat tingkat kepentingan. 6. Evaluasi pesaing.
Penerapan
QFD
mempunyai
banyak
keuntungan,
antara
(Implementasi TQM : Menerapkan Manajemen Terpadu, p203)
lain
:
38
1. Proses dimulai dari konsumen Service QFD memerlukan pengumpulan input dan respon dari konsumen untuk mengetahui perbandingan dengan pesaing dalam memenuhi kebutuhan konsumen. 2. Service QFD dapat mengurangi cycle time Service QFD dapat mengurangi waktu pengembangan produk atau jasa karena berfokus sepenuhnya kepada kebutuhan konsumen yang spesifik dan teridentifikasi dengan baik. 3. Service QFD dapat mengembangkan team building Keputusan dalam proses pembuatan QFD harus berdasarkan konsensus bersama dan memerlukan diskusi mendalam dari berbagai fungsional dalam perusahaan. 4. Service QFD membantu untuk penciptaan database yang kuat dari pemahaman konsumen, efektivitas internal, dan kompetitif eksternal. Dengan menerapkan service QFD, perusahaan selalu mempunyai informasi up to date mengenai kebutuhan konsumen dan proses internal bila terjadi perubahan. 5. Service
QFD
mendorong
pemakainya
untuk
selalu
mengukur
kemampuannya dan dibandingkan dengan pesaing. Jika produk atau jasa yang dihasilkan tidak mempunyai pesaing, maka kinerja dibandingkan periode per periode.
39
6. Service QFD berorientasi pada
perbaikan berkelanjutan (continuos
improvement). 7. Penerapan QFD dapat mengurangi biaya dan pemborosan.
Selain memiliki banyak keuntungan, QFD juga memiliki beberapa kelemahan, yaitu :
Matriks terlalu besar sehingga diprioritaskan atribut yang penting.
Keinginan konsumen yang berbeda-beda.
Tidak fleksibel dalam perubahan kebutuhan pelanggan, jika terjadi perubahan harus dihitung ulang.
2.2
Lean
2.2.1
Definisi dan Tujuan Lean Lean adalah suatu upaya terus-menerus untuk menghilangkan pemborosan (waste) dan meningkatkan nilai tambah (value added) produk (barang dan/atau jasa) agar memberikan nilai kepada pelanggan (customer value) (Gaspersz, 2007, p1). APICS Dictionary (2005) mendefinisikan lean sebagai suatu filosofi bisnis yang berlandaskan pada minimasi penggunaan sumber-sumber daya (termasuk waktu) dalam berbagai aktivitas perusahaan.
40
Lean berfokus pada identifikasi dan eliminasi aktivitas-aktivitas tidak bernilai tambah (non-value-adding activities) dalam desain, produksi (untuk bidang manufaktur) atau operasi (untuk bidang jasa), dan supply chain management, yang berkaitan langsung dengan pelanggan (Gaspersz, 2007, p2). Tujuan lean adalah meningkatkan terus-menerus customer value melalui peningkatan terus-menerus rasio antar nilai tambah terhadap (the value-towaste ratio) (Gaspersz, 2007, p1).
2.2.2
Prinsip Dasar Lean Prinsip dasar Lean ada lima, sebagai berikut. 1) Mengidentifikasi nilai produk (barang dan/atau jasa) berdasarkan perspektif pelanggan, di mana pelanggan menginginkan produk (barang dan/atau jasa) berkualitas superior, dengan harga yang kompetitif dan penyerahan yang tepat waktu. 2) Mengidentifikasi value sream process mapping (pemetaan proses pada value stream) untuk setiap produk (barang dan/atau jasa). (Catatan : kebanyakan manajemen perusahaan industri di Indonesia hanya melakukan pemetaan proses bisnis atau proses kerja, bukan melakukan pemetaan proses produk. Hal ini berbeda dengan pendekatan Lean) 3) Menghilangkan pemborosan yang tidak bernilai tambah dari semua aktivitas sepanjang proses value stream itu.
41
4) Mengorganisasikan agar material, informasi dan produk itu mengalir secara lancar dan efisien sepanjang proses value stream menggunakan sistem tarik (pull system). 5) Terus
menerus
mencari
berbagai
teknik
dan
alat
peningkatan
(improvement tools and techniques) untuk mencapai keunggulan dan peningkatan terus – menerus. Beberapa prinsip Lean Manufacturing dan Lean Service dapat dilihat dari tabel berikut ini : Tabel 2.3 Prinsip Lean No.
1
Manufakturing
Non – Manufakturing
(Produk : Barang)
(Produk: Jasa, Administrasi, Kantor)
Spesifikasi secara tepat nilai produk Spesifikasi secara tepat nilai produk yang diinginkan oleh pelanggan
2
Identifikasi setiap produk
3
Value
Stream
yang diinginkan oleh pelanggan. untuk Identifikasi Value Stream untuk setiap proses jasa
Eliminasi semua pemborosan yang Eliminasi semua pemborosan yang terdapat dalam aliran proses setiap terdapat
dalam aliran proses jasa
produk agar nilai mengalir tanpa (Moments of truth) agar Nilai mengalir hambatan
tanpa hambatan
42
Tabel 2.3 Prinsip Lean (Lanjutan) Manufakturing
Non – Manufakturing
(Produk : Barang)
(Produk: Jasa, Administrasi, Kantor)
No.
4
Menetapkan
sistem
tarik
(Pull Menetapkan sistem anti – kesalahan
System) menggunakan Kanban yang (Mistake-proof system) setiap proses memungkinkan pelanggan menarik jasa (Moments of Truth) agar Nilai Nilai dari produsen 5
mengalir tanpa hambatan
Mengejar
keunggulan
untuk Mengejar keunggulan untuk mencapai
mencapai
kesempurnaan
(zero kesempurnaan (zero waste) melalui
waste) melalui peningkatan terus – peningkatan terus – menerus secara menerus secara radikal (radical radikal continuous improvement)
2.2.3
(radical
continuous
improvement)
Jenis-Jenis Pemborosan Waste (disebut juga dengan "muda" dalam bahasa Jepang) memiliki bermacam bentuk. Sebagian besar perusahaan membuang percuma 70%-90% dari sumber daya yang mereka miliki. Pengeliminasian pemborosan (Waste elimination) adalah tujuan utama dari Lean. Waste dapat didefinisikan sebagai aktifitas kerja yang tidak memberikan nilai tambah dalam proses transformasi input menjadi output sepanjang value stream.
43
Menurut APICS Dictionary (2005) value stream adalah proses-proses untuk membuat, memproduksi, dan menyerahkan produk (barang dan/ atau jasa) ke pasar (Gaspersz, 2007, p5-6). Pada dasarnya dikenal dua kategori utama pemborosan, yaitu •
Type One Waste, yaitu aktivitas kerja yang tidak menciptakan nilai tambah dalam proses transformasi input menjadi output sepanjang value stream, namun aktivitas itu pada saat sekarang tidak dapat dihindarkan karena berbagai alasan. Misalnya aktifitas inspeksi dan penyortiran merupakan Waste, namun pada saat sekarang kita masih membutuhkan inspeksi dan penyortiran karena mesin dan peralatan yang digunakan sudah tua sehingga tingkat keandalannya berkurang. Demikian pula, pengawasan terhadap orang, namun pada kenyataannya kita masih harus melakukannya karena misalnya orang tersebut baru saja direkrut oleh perusahaan sehingga belum berpengalaman. Dalam jangka panjang Type One Waste harus dapat dihilangkan atau dikurangi. Type One Waste ini sering disebut sebagai Incidental Activity atau Incidental Work.
44
•
Type Two Waste, yaitu aktivitas kerja yang tidak menciptakan nilai tambah dan dapat dihilangkan dengan segera. Misalnya menghasilkan produk cacat (defect) atau melakukan kesalahan (error). Type Two Waste ini sering disebut sebagai Waste saja, karena benar-benar merupakan pemborosan yang harus dapat diidentifikasi dan dihilangkan dengan segera.
2.2.4
Value Add (VA) VS Non Value Add (NVA) Analysis Value Add (VA) VS Non Value Add (NVA) Analysis digunakan untuk membedakan langkah – langkah proses yang dibayar oleh pelanggan dan yang tidak bersedia dibayar oleh pelanggan. Tujuan analisis VA/NVA : -
Identifikasi dan menghilangkan hidden costs yang tidak bernilai tambah bagi pelanggan.
-
Mengurangi kerumitan proses yang tidak diperlukan dan juga kesalahan – kesalahan.
-
Mengurangi lead time proses dan meningkatkan PCE (Process Cycle Efficiency)
-
Meningkatkan kapasitas dengan menggunakan sumber daya dengan lebih baik.
45
Melakukan analisis value : 1. Klasifikasi tiap langkah proses sebagai value – added (juga diketahui sebagai “customer value – add”), business non-value add (terkadang disebut juga “required waste”) dan non-value add. 2. Tambahkan waktu yang digunakan pada tiap kategori. Gunakan time value map/value add chart untuk menampilkan hasilnya. 3. Tentukan langkah selanjutnya : -
Tugas – tugas value-add harus dioptimalkan dan distandarisasi
-
Tugas – tugas business-non- value-add harus diperiksa dengan pelanggan dan jika dapat, dikurangi/dihilangkan.
Klasifikasi value antara lain : 1. Value – Added (VA), juga disebut Customer Value Add (CVA) Aktivitas apa saja dalam proses yang penting untuk menyampaikan jasa/produk kepada pelanggan. -
Harus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan.
-
Menambahkan bentuk/fitur pada jasa
-
Meningkatkan kualitas pelayanan, memungkinkan penyampaian tepat waktu/lebih kompetitif, atau memiliki dampak positif pada kompetisi harga.
46
-
Pelanggan akan bersedia untuk membayarnya bila mengetahui kita melakukannya.
-
Saran : bila tidak jelas apakah tugas merupakan value added kepada pelanggan, bayangkan apabila Anda BERHENTI melakukannya. Apakah pelanggan eksternal/akhir akan mengeluh? Bila iya, maka kemungkinan tugas merupakan value added.
2. Business Non-Value-Added (BNVA) Aktivitas yang diperlukan oleh bisnis untuk membuat VA bekerja tetapi tidak menambah nilai sebenarnya dari sudut pandang pelanggan. Biasanya termasuk pekerjaan yang : -
Mengurangi resiko finansial
-
Mendukung persyaratan pelaporan finansial
-
Membantu dalam pelaksanaan pekerjaan value-add
-
Diperlukan oleh hukum/peraturan
Contoh : order entry, purchasing, product development, sales/marketing, pelaporan IRS/OSHA/EPA. 3. Non Value Added(NVA)/waste Aktivitas – aktivitas yang tidak bernilai tambah dari perspektif pelanggan dan tidak diperlukan untuk finansial, legal atau alasan – alasan bisnis lainnya. Tipe – tipe pekerjaan NVA tidak berakhir, termasuk :
47
•
Penanganan melampaui apa yang paling minimal diperlukan untuk memindahkan pekerjaan dari non value add ke aktivitas value add (termasuk inspeksi, transportasi, memindahkan/menyimpan bahan baku/paperwork, perhitungan, penyimpanan, pengambilan)
•
Pekerjaan ulang yang diperlukan untuk memperbaiki kesalahan
•
Pekerjaan duplikatif (supervisi/monitoring pekerjaan, tanda tangan ganda, pembuktian, pemeriksaan kalkulasi, inspeksi)
•
Menunggu, waktu idle, keterlambatan
•
Gerakan yang tidak perlu oleh staf proses
•
Overprocessing
(terlalu
banyak
langkah
–
langkah
untuk
menyelesaikan pekerjaan/melebihi persyaratan pelanggan) •
Saran : pilih satu aktivitas, bila Anda berhenti melakukannya sekarang apakah pelanggan (internal/eksternal) mengetahui perbedaannya? Bila tidak, kemungkinan pekerjaan tersebut merupakan non value added. Banyak biaya non value add ”diperhitungkan” – bila Anda tidak dapat menghilangkan biaya – biaya hingga sumbernya benar – benar dihilangkan. Contoh : Biaya untuk sebuah gudang yang penuh 10% dengan yang penuh 100%. Tetapi bila dapat mengurangi lead time seperti menutup gudangnya, biaya mengalami penurunan ”quantum”. Selalu waspada terhadap biaya yang dapat diperhitungkan dalam proses dan bekerja untuk menghilangkan sumber – sumbernya.
48
2.3
Lean Service Lean yang diterapkan dalam bidang jasa disebut sebagai Lean Service. Beberapa dimensi atau atribut yang perlu diperhatikan dalam peningkatan kualitas jasa, antara lain (Gaspersz, 2007, p117) : 1. Ketepatan waktu pelayanan. Hal-hal yang perlu diperhatikan di sini adalah berkaitan dengan waktu tunggu dan waktu proses. 2. Akurasi pelayanan, yang berkaitan dengan reliabilitas pelayanan dan bebas kesalahan-kesalahan. 3. Kesopanan dan keramahan dalam memberikan pelayanan, terutama bagi mereka yang berinteraksi langsung dengan pelanggan eksternal, seperti: operator telepon, petugas keamanan (SATPAM), pengemudi, staf administrasi, kasir, petugas penerima tamu, perawat, dll. Citra pelayanan dari industri jasa sangat ditentukan oleh orang- orang dari perusahaan yang berada pada garis depan dalam melayani langsung pelanggan eksternal. 4. Tanggung jawab, berkaitan dengan penerimaan pesanan dan penanganan keluhan dari pelanggan eksternal. 5. Kelengkapan, menyangkut lingkup pelayanan dan ketersediaan sarana pendukung, serta pelayanan komplementer lainnya. 6. Kemudahan mendapatkan pelayanan, berkaitan dengan banyaknya outlet, banyaknya petugas yang melayani seperti kasir, staf administrasi, dll,
49
banyaknya fasilitas pendukung seperti computer untuk memproses data, dll. 7. Variasi model pelayanan, berkaitan dengan inovasi untuk memberikan pola-pola baru dalam pelayanan, features dari pelayanan, dll. 8. Pelayanan pribadi, berkaitan dengan fleksibilitas, penanganan permintaan khusus, dll. 9. Kenyamanan dalam memperoleh pelayanan, berkaitan dengan lokasi, ruangan tempat pelayanan, kemudahan menjangkau, tempat parkir kendaraan, ketersediaan informasi, petunjuk-petunjuk dan bentuk-bentuk lain. 10. Atribut pendukung pelayanan lainnya, seperti: lingkungan, kebersihan, ruang tunggu, fasilitas musik, AC, dll.
Berbagai dimensi kualitas pelayanan di atas harus diperhatikan oleh manajemen industri jasa, terutama dalam menetapkan biaya yang harus dikeluarkan pelanggan untuk membayar jasa yang diterima. Seyogianya biaya yang ditetapkan harus kompetitif dengan pesaing-pesaing lainnya dalam industri jasa itu.
50
Langkah-langkah penerapan Lean Service, antara lain (Gaspersz, 2007, p120): •
Langkah Pertama Spesifikasi nilai dari jasa (service value) yang diharapkan pelanggan. Nilai inti dari pelayanan adalah terletak pada proses jasa itu sendiri yang terdiri dari serangkaian metode untuk melakukan sesuatu. Menyiapkan suatu invoice, menerima suatu telepon, memproses aplikasi kartu kredit, menyiapkan makanan, menerima tamu yang check in di hotel, memberikan kuliah di perguruan tinggi, merupakan contoh-contoh dari proses pelayanan. Langkah terbaik untuk mengidentifikasi nilai yang diharapkan pelanggan, adalah melalui menjawab beberapa pertanyaan berikut: Apakah tujuan dari proses jasa itu? Bagaimana proses jasa itu menciptakan kepuasan pelanggan? Apa yang menjadi input dan output utama dari proses jasa itu? Spesifikasi nilai dari jasa yang diharapkan oleh pelanggan ini, mengharuskan kita untuk menspesifikasikan desain dari jasa itu secara detail termasuk sejumlah langkah-langkah yang harus dilakukan (aktivitas nilai tambah dan tugas-tugas spesifik) dalam penyerahan jasa yang biasanya dalam pendekatan Lean Service adalah menggunakan Service Value Stream Mapping.
51
•
Langkah Kedua Melakukan Service Value Stream Mapping sepanjang moments of truth, yaitu setiap kejadian atau titik dalam suatu proses jasa yang memberikan kesempatan kepada pelanggan untuk membentuk suatu opini (positif, netral, atau negatif) tentang proses pelayanan dari industri jasa itu. Contoh moments of truth dari suatu department store adalah: 9 kejadian-kejadian yang diharapkan pelanggan ketika masuk area parkir
(lokasi
parkir,
keamanan
dalam
area
parkir,
kesopanan/keramahtamahan dari petugas parkir, dll), 9 kejadian-kejadian ketika pelanggan berada dalam toko (kenyamanan dalam
toko,
kenyamanan
kesopanan/keramahtamahan berbelanja,
denah/layout
dari
dari
pelayan
toko,
toko,
kemudahan
memperoleh barang yang diinginkan, harga dari barang-barang yang dijual, kecepatan dan ketepatan pembayaran di kasir, dll), dan 9 kejadian-kejadian ketika pelanggan meninggalkan toko dan area parkir (kemudahan dan ketepatan dalam pembayaran ongkos parkir, kesopanan/keramahtamahan dari petugas, dll). Dalam langkah kedua ini, kita harus mampu mencegah dan tidak boleh memberikan kesempatan kepada pelanggan untuk beropini secara negatif terhadap semua titik atau kejadian yang ada dalam moments of truth sepanjang rantai proses jasa itu.
52
•
Langkah Ketiga Menghilangkan pemborosan yang tidak bernilai tambah dari semua aktivitas sepanjang Service Value Stream dalam rantai proses jasa itu. Contoh beberapa tipe pemborosan dalam proses jasa adalah: kesalahankesalahan dalam melakukan suatu aktivitas, melakukan aktivitas yang tidak perlu, menunggu untuk proses berikut, langkah-langkah proses dan pengesahan/persetujuan yang berlebihan, dll. Dalam langkah ini kita dapat menerapkan Error-Proofing Services, berupa mendesain prosedurprosedur untuk mencegah kesalahan-kesalahan dalam proses jasa itu. Error-proofing procedures dapat diklasifikasikan berdasarkan tipe-tipe kesalahan seperti : (1) Server errors dihasilkan dari task, treatment, or tangibles of the service, di mana (a) Task errors termasuk mengerjakan aktivitas secara tidak tepat, mengerjakan hal-hal yang tidak perlu, mengerjakan pesanan bukan yang diinginkan pelanggan, mengerjakan aktivitas secara lambat sehingga membuat waktu menunggu bertambah lama, dll, (b) Treatment errors yang terjadi ketika berinteraksi dengan pelanggan seperti: tidak sopan, tidak peduli, acuh tak acuh dan perilaku negatif lainnya, dan
53
(c) Tangible errors merupakan hal- hal yang terkait dengan elemen fisik, seperti: fasilitas yang tidak bersih, pakaian yang kotor, pendingin udara (AC) yang tidak berfungsi, kesalahan-kesalahan dokumen, dll. (2) Customer errors yang terjadi selama: persiapan, penyerahan, atau resolusi. (a) Customer errors dalam persiapan mencakup kegagalan dalam menyiapkan input (material, informasi, dll) yang diperlukan untuk proses jasa, ketidakpahaman peranan dalam transaksi jasa, tidak ada rasa tanggung jawab dalam memberikan pelayanan yang tepat, dll. (b) Customer errors yang terjadi selama penyerahan jasa dapat berupa kurang perhatian atau tidak peduli, kesalahpahaman, dll. (c) Customer errors selama tahap resolusi dari penyerahan jasa dapat berupa kegagalan dalam mengantisipasi kejadian yang tidak diharapkan, dll. Dalam hal ini pihak manajemen dapat menetapkan sistem kompensasi seperti memberikan voucher atau gift certificate kepada pelanggan yang merasa dirugikan ketika melakukan transaksi jasa itu.
54
•
Langkah Keempat Mengorganisasikan agar material, informasi, dan aktivitas-aktivitas dapat berjalan lancar, efektif dan efisien sepanjang rantai dari proses jasa itu (service value stream). Komponen-komponen yang perlu diperhatikan karena sering kali menjadi hambatan dan memberikan opini negatif kepada pelanggan adalah: fasilitas-fasilitas fisik, prosedur-prosedur dan langkah-langkah proses jasa, perilaku karyawan dan manajemen, sikap professional karyawan dan manajemen, dll.
•
Langkah Kelima Mencari terus-menerus berbagai teknik dan alat-alat (improvement tools and techniques) untuk mencapai keunggulan (service excellence) dan peningkatan terus-menerus menuju proses jasa yang bebas kesalahan (zero defects).