BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1
Kepuasan Pelanggan Menurut Kotler (Kotler, 2002, h 42) kepuasan adalah perasaan senang atau
kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara
persepsi atau kesannya terhadap kinerja (atau hasil) suatu produk dan harapan-harapannya. Menurut Hurriyati (2005, h104) pelanggan adalah pihak yang memaksimalkan nilai, mereka yang membentuk harapan akan nilai dan bertindak berdasarkan itu. Menurut Tse dan Wilton, 1998 (dalam Tjiptono, 2004, h146) kepuasan atau
ketidakpuasan pelanggan adalah respon pelanggan terhadap evaluasi
ketidaksesuaian atau dikonfirmasi yang dirasakan antara harapan sebelumnya (atau norma kinerja lainnya) dan kinerja aktual produk yang dirasakan setelah pemakaiannya. Kepuasan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja/hasil yang dirasakan dengan harapannya. Jadi, tingkat kepuasan merupakan fungsi dari perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan harapan. Apabila kinerja dibawah harapan, maka pelanggan akan kecewa. Bila kinerja sesuai dengan harapan, pelanggan akan puas. Sedangkan bila
18
kinerja melebihi harapan, pelanggan akan merasa sangat puas. Harapan pelanggan akan dibentuk oleh pengalaman masa lampau, komentar dari kerabatnya serta janji dan informasi pemasar dan saingannya. Pelanggan yang puas akan setia lebih lama, kurang sensitif terhadap apa harga dan memberi komentar yang baik terhadap perusahaan.(Supranto,J. Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan,2001) Pada dasarnya pengertian kepuasan pelanggan mencakup perbedaan antara tingkat kepentingan dan kinerja atau hasil yang dirasakan. Engel (1990) dan Pawitra (1993) mengatakan bahwa pengertian tersebut dapat diterapkan dalam penilaian kepuasan atau ketidakpuasan terhadap satu perusahaan tertentu karena keduanya berkaitan erat dengan konsep kepuasan pelanggan, sebagaimana dapat dilihat pada diagram berikut ini : (Rangkuti, 2002, h 23) Diagram Konsep Kepuasan Pelanggan
Gambar 2.1 Diagram Kepuasan Pelanggan (Sumber : Rangkuti Freddy, 2002, h 24)
19
Menurut Kotler dalam mengukur tingkat kepuasan dapat digunakan beberapa metode yaitu: 1) Complaint & Suggestion Sistems Metode
ini
menyediakan
pusat
pelayanan
konsumen
yang
memudahkan konsumen menyampaikan saran dan keluhan mereka terhadap layanan atau produk yang dibeli perusahaan 2) Customer Satisfaction Surveys Metode ini melakukan survey dengan mengirim kuesioner kepada konsumen atau menelepon konsumen secara acak untuk menanyakan tingkat kepuasan konsumen tersebut terhadap layanan atau produk yang dihasilkan perusahaan. 3) Ghost Shopping Metode ini menyewa beberapa orang sebagai pembeli potensial (ghost shopper) yang akan mengamati kegiatan perusahaan dalam melayani konsumen
kemudian
melaporkannya
ke
pihak
manajemen
perusahaan mengenai apa yang telah mereka amati, baik hal-hal yang baik maupun yang buruk dalam pelayanan perusahaan terhadap konsumen. 4) Last Customer Analysis Perusahaan menghubungi konsumen yang telah berhenti membeli produk atau layanan perusahaan yang bersangkutan dan membeli dari pesaing. Dari tingkat kehilangan konsumen, dapat diketahui berapa
20
persen dari konsumen yang tidak merasa puas atau produk layanan yang diberikan oleh perusahaan. Manfaat
dari
pengukuran
kepuasan
konsumen
adalah
untuk
menemukan bagian yang membutuhkan peningkatan. Umpan balik dari konsumen secara langsung atau dari keluhan konsumen adalah alat untuk mengukur kepuasan konsumen. Pemahaman atas kepuasan konsumen akan bermanfaat untuk beberapa hal berikut ini : a. Memberikan kontribusi dalam mempersiapkan perusahaan menghadapi persaingan. b. Hubungan antara perusahaan dan para konsumennya menjadi harmonis. c. Dapat mendorong terciptanya loyalitas konsumen. d. Membentuk
rekomendasi
dari
mulut
ke
mulut
yang
menguntungkan perusahaan. e. Reputasi perusahaan menjadi baik dimata konsumen. f. Laba yang diperoleh dapat meningkat.
2.1.1
Identifikasi jenis-jenis konsumen Konsumen adalah semua orang yang menuntut perusahaan untuk memenuhi suatu standar kualitas tertentu, dan itu akan memberikan pengaruh pada performansi perusahaan. Manajemen perusahaan L.L.Bean, Freport, Maine,
21
memberikan beberapa definisi tentang konsumen (Vincent Gasperz, 1997, h 73) yaitu: 1.
Konsumen adalah orang yang tidak tergantung pada perusahaan, tetapi perusahaan tergantung padanya.
2.
Konsumen
adalah
orang
yang
membawa
perusahaan
pada
keinginannya. 3.
Konsumen adalah orang yang teramat penting yang harus dipuaskan.
Pada dasarnya ada tiga konsumen dalam sistem kualitas modern, yaitu: 1. Konsumen internal Orang yang di dalam perusahaan dan berpengaruh pada performansi pekerjaan. Contoh: bagian pembayaran gaji memandang karyawan yang dibayar gajinya sebagai konsumen yang dipuaskan. Kebutuhan karyawan, seperti menerima pembayaran gaji tepat waktu dan tepat jumlah, mutlak diperhatikan oleh bagian pembayaran gaji, yang dalam hal ini bertindak sebagai pemasok internal. 2. Konsumen antara Mereka yang bertindak bukan sebagai pemakai akhir produk. Distributor yang mendistribusikan produk, agen perjalanan yang memesan kamar hotel, merupakan contoh konsumen antara. Misalnya: hotel (sebagai pemasok) menerima pesanan tempat dari agen perjalanan (agen merupakan konsumen antara) dan tamu atau
22
pengguna kamar hotel merupakan konsumen akhir atau konsumen nyata. 3. Konsumen eksternal Terkadang konsumen dibedakan antara yang membayar atau yang memakai. Sebagai contoh: swalayan yang menerima pembayaran dengan kartu kredit, dalam hal ini pembayaran tunai akan dilakukan oleh bank yang mengeluarkan kartu kredit itu, sedangkan pemakai produk adalah si pemegang kartu. Dalam kasus ini konsumen pembayar (bank) maupun konsumen pemakai produk (pemegang kartu) harus dipuaskan oleh swalayan yang bertindak sebagai pemasok produk. Dalam kualitas modern, prinsip hubungan pemasok, konsumen harus dipelihara agar saling memuaskan.
2.2
Kualitas Membicarakan tentang pengertian tentang kualitas dapat berbeda makna bagi setiap orang, karena kualitas memiliki banyak kriteria dan sangat tergantung pada konteksnya. Banyak pakar dibidang kualitas yang mencoba untuk mendefinisikan kualitas berdasarkan sudut pandangnya masing-masing. Beberapa diantaranya yang paling popular adalah yang dikembangkan oleh tiga pakar kualitas tingkat internasional, yaitu W.Edwards Deming, Philip B. Crosby dan Joseph M.Juran. (Zulian Yamit, 2004, h 7)
23
•
Deming : Mendefinisikan kualitas adalah apapun yang menjadi kebutuhan dan keinginan konsumen.
•
Crosby : Mempersepsikan kualitas sebagai nihil cacat, kesempurnaan dan kesesuaian terhadap persyaratan.
•
Juran : Mendefinisikan mutu sebagai kesesuaian terhadap spesifikasi.
Goetsch Davis, 1994 membuat definisi kualitas yang lebih luas cakupannya yaitu ”kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan”. Pendekatan yang dikemukakan Goetsch Davis ini menegaskan bahwa kualitas bukan hanya menekankan pada aspek hasil akhir, yaitu produk atau jasa tetapi juga menyangkut kualitas manusia, kualitas proses dan kualitas lingkungan. Sangatlah mustahil menghasilkan produk dan jasa yang berkualitas tanpa melalui manusia dan proses yang berkualitas. Menurut David Garvin,1994 mengidentifikasikan lima pendekatan perspektif kualitas yang dapat digunakan oleh para praktisi bisnis, yaitu: (Zulian Yamit, 2004, h 7) 1.
Transcedental Approach Kualitas dalam pendekatan ini adalah sesuatu yang dirasakan, tetapi sulit didefinisikan dan dioperasionalkan maupun diukur.
24
Perspektif ini umumnya diterapkan dalam karya seni seperti seni musik, seni tari,seni drama dan seni rupa. Untuk produk jasa dan pelayanan,
perusahaan
dapat
mempromosikan
dengan
menggunakan pernyataan-pernyataan seperti kelembutan dan kehalusan kulit (sabun mandi), kecantikan wajah (kosmetik), pelayanan prima (bank), dan tempat belanja yang nyaman (mall). Definisi seperti ini sangat sulit untuk dijadikan sebagai dasar perencanaan dalam manajemen kualitas. 2.
Product based approach Kualitas dalam pendekatan ini adalah suatu karakteristik atau atribut yang diukur. Perbedaan kualitas mencerminkan adanya perbedaan atribut yang dimiliki produk secara objektif, tetapi pendekatan ini tidak dapat menjelaskan perbedaan dalam selera dan preferensi individual.
3.
User based approach Kualitas pada pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas tergantung pada orang yang memandangnya, dan produk yang paling memuaskan preferensi seseorang atau cocok dengan selera (fitnes for used) merupakan produk yang berkualitas tinggi. Pandangan yang subjektif ini mengakibatkan konsumen yang berbeda memiliki kebutuhan dan keinginan yang berbeda pula,
25
sehingga kualitas bagi seseorang adalah kepuasan maksimum yang dapat dirasakannya. 4.
Manufacturing based approach Kualitas dalam pendekatan ini adalah bersifat supply-based atau dari sudut pandang produsen yang mendefinisikan kualitas sebagai sesuatu yang sesuai dengan persyaratannya (conformance quality) dan prosedur. Pendekatan ini berfokus pada kesesuaian spesifikasi yang ditetapkan perusahaan secara internal. Oleh karena itu, yang menentukan kualitas adalah standar-standar yang ditetapkan
perusahaan,
dan
bukan
konsumen
yang
menggunakannya. 5.
Value based approach Kualitas dalampendekatan ini adalah memandang kualitas dari segi nilai dan harga. Kualitas didefinisikan sebagai ”affordable excellence”. Oleh karena itu kualitas dalam pandangan ini bersifat relatif, sehingga produk yang memiliki kualitas paling tinggi belum tentu produk yang paling bernilai. Produk yang paling bernilai adalah produk yang paling tepat beli.
2.3
Jasa Jasa didefinisikan oleh Vincent Gasperz (Manajemen Kualitas dalam Industri Jasa, 1997, h 181) sebagai ”suatu hasil yang diciptakan melalui
26
aktivitas dalam keterkaitan diantara perusahaan jasa dan pelanggan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan”. Sedangkan menurut Kotler (Marketing Manajemen Analysis, Planning, Implementation, and Control, 1991, p 455) ”Jasa adalah
tindakan atau kegiatan yang ditawarkan oleh suatu pihak
kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun”. Jasa memiliki 4 karakteristik utama (Marketing Manajemen Analysis, Planning, Implementation and Control, 1991, h 455) yaitu sebagai berikut: 1. Tidak berwujud (Intangibility) Jasa tak berwujud artinya jasa yang tidak dapat dilihat,dirasa, diraba, didengar, atau dicium sebelum jasa itu dibeli. Untuk mengurangi ketidakpastian, konsumen akan mencari bukti dari kualitas jasa. 2. Tidak terpisahkan (Inseparability) Barang
fisik
yang
diproduksi,
kemudian
disimpan
dalam
persediaan, didistribusikan lewat berbagai penjual dan kemudian baru dikonsumsi. Sebaliknya jasa dijual dulu, kemudian diproduksi dan dikonsumsi bersamaan. Pada umunya jasa dihasilkan dan dikonsumsi secara bersamaan. Jasa tak
terpisahkan berarti jasa
tidak dapat dipisahkan dari penyedianya, baik penyedia manusia, atau mesin.
27
3. Bervariasi (Variability) Karena tergantung pada siapa yang menyediakan jasa, disamping waktu,tempat dan bagaimana disediakan. Sebuah perusahaan jasa dapat mengambil langkah kearah pengendalian kualitas yaitu, investasi dalam seleksi dan pelatihan karyawan, menstandarisasi proses pelaksanaan jasa di seluruh
organisasi
dan
memantau
kepuasan konsumen lewat sistem saran dan keluhan, survey konsumen sehungga pelayanan yang kurang dapat dideteksi dan diperbaiki. 4. Tidak tahan lama (Perishability) Jasa tidak tahan lama berarti jasa tidak dapat disimpan untuk dijual atau dipakai kemudian. Sehingga jika suatu jasa tidak dipergunakan maka jasa itu akan menghilang begitu saja karena tidak dapat disimpan untuk digunakan lain waktu.
2.4
Kualitas Pelayanan Jasa Salah satu cara agar penjualan jasa satu perusahaan lebih unggul dibandingkan para pesaingnya adalah dengan memberikan pelayanan yang berkualitas dan bermutu, yang memenuhi tingkat kepentingan konsumen. Tingkat kepentingan konsumen terhadap jasa yang akan mereka terima dapat dibentuk berdasarkan pengalaman dan saran yang mereka peroleh. Konsumen memilih pemberi jasa berdasarkan peringkat kepentingan. Dan setelah
28
menikmati jasa tersebut mereka cenderung akan membandingkannya dengan yang mereka harapkan.(Rangkuti, 2002, h 17) Bila jasa yang mereka nikmati ternyata berada jauh dibawah jasa yang mereka harapkan, para konsumen akan kehilangan minat terhadap pemberi jasa yang mereka nikmati memenuhi atau melebihi tingkat kepentingan, mereka akan cenderung memakai kembali produk jasa tersebut. Tingkat kualitas pelayanan tidak dapat dinilai berdasarkan sudut pandang perusahaan tetapi harus dipandang dari sudut pandang penilaian pelanggan. Karena itu, dalam merumuskan strategi dan program pelayanan , perusahaan
harus
berorientasi
pada
kepentingan
pelanggan
dengan
memperhatikan komponen kualitas pelayanan. (Rangkuti, 2002, h 18) Menurut Parasuraman,Zeithaml, dan Berry dalam Love Lock (1991:367) ciri-ciri kualitas jasa dapat dievaluasi ke dalam lima dimensi besar, yaitu: (Rangkuti, 2002, h 19) a) Reliability (Keandalan) Untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memberikan jasa yang tepat dan dapat diandalkan. b) Responsiveness (Daya Tanggap) Untuk membantu dan memberikan pelayanan kepada pelanggan dengan cepat.
29
c) Assurance (Jaminan) Untuk mengukur kemampuan dan kesopanan karyawan serta sifat dapat dipercaya yang dimiliki oleh karyawan. d) Emphaty (Empati) Untuk mengukur pemahaman karyawan terhadap kebutuhan konsumen serta perhatian yang diberikan oleh karyawan. e) Tangible (Kasat mata) Untuk mengukur penampilan fisik, peralatan, karyawan serta sarana komunikasi. Kualitas jasa dipengaruhi oleh dua variabel yaitu jasa yang dirasakan (perceived service) dan jasa yang diharapkan (expected service). Bila jasa yang dirasakan lebih kecil daripada yang diharapkan, para pelanggan menjadi tidak tertarik penyedia jasa yang bersangkutan. Sedangkan bila yang terjadi adalah sebaliknya, ada kemungkinan para pelanggan akan menggunakan penyedia jasa itu lagi. (Rangkuti, 2002, h 21) Penelitian mengenai customer perceived quality pada industri jasa oleh Leonard L Berry A Parasuraman, dan Valerie A Zeithalm (1985), mengidentifikasikan lima kesenjangan (gap) yang menyebabkan kegagalan penyampaian jasa, yaitu : a.
Kesenjangan tingkat kepentingan konsumen dan persepsi manajemen. Pada kenyataannya pihak manajemen suatu perusahaan tidak selalu dapat merasakan atau memahami secara tepat apa yang diinginkan oleh para
30
pelanggannya. Akibatnya manajemen tidak mengetahui bagaimana produk jasa seharusnya didesain dan jasa-jasa pendukung (sekunder) apa saja yang diinginkan konsumen. b.
Kesenjangan antara persepsi manajemen terhadap tingkat kepentingan konsumen dan spesifikasi kualitas jasa. Kadangkala manajemen mampu memahami secara tepat apa yang diinginkan oleh pelanggan, tetapi mereka tidak menyusun standar kinerja yang jelas. Hal ini dapat terjadi karena tiga faktor yaitu tidak adanya komitmen total manajemen terhadap kualitas jasa, kurangnya sumber daya atau karena adanya kelebihan permintaan.
c.
Kesenjangan antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa. Ada beberapa penyebab terjadinya kesenjangan ini, misalnya karyawan kurang terlatih (belum menguasai tugasnya), beban kerja yang melampaui batas, ketidakmampuan memenuhi standar kinerja, atau ketidakmauan memenuhi standar kinerja yang ditetapkan.
d.
Kesenjangan antara penyampaian jasa komunikasi eksternal. Seringkali tingkat kepentingan pelanggan dipengaruhi oleh iklan dan pernyataan atau janji yang dibuat oleh perusahaan. Risiko yang dihadapi oleh perusahaan adalah apabila janji yang diberikan ternyata tidak dapat dipenuhi, janji menyebabkan terjadinya persepsi negatif terhadap kualitas jasa perusahaan.
31
e.
Kesenjangan antara jasa yang dirasakan dan jasa yang diharapkan. Kesenjangan ini terjadi apabila pelanggan mengukur kinerja atau prestasi perusahaan dengan cara yang berbeda, atau apabila pelanggan keliru mempersepsikan kualitas jasa tersebut.
2.5
SERVQUAL Servqual
merupakan sebuah model pengukuran skala multi-item yang
dimaksudkan untuk mengukur harapan dan persepsi yang diterima oleh pelanggan, dan kesenjangan (gap) yang ada dalam model kualitas jasa. Servqual mendefinisikan evaluasi
kualitas pelanggan dalam bentuk
kesenjangan antara tingkat harapan dan tingkat persepsi yang duterima pelanggan. Pengukuran dapat dilakukan dengan skala likert, dimana responden tinggal memilih derajat kesetujuan/ ketidaksetujuannya atas pernyataan mengenai penyampaian kualitas jasa. (Tjiptono, 2000, h 99) Pengukuran kualitas jasa harus dilakukan dan disempurnakan secara periodik. Jadi kuesioner yang digunakan harus terus menerus dikembangkan dan disesuaikan dengan situasi yang dihadapi. Servqual berasumsi bahwa kepuasan pelanggan berhubungan secara linier dengan performansi atribut pelayanan. Implikasinya adalah kepuasan pelanggan yang rendah dihasilkan dari rendahnya performansi atribut, oleh karena itu atribut-atribut dengan performansi rendah inilah yang menjadi fokus dalam usaha peningkatan. Asumsi ini tidak sepenuhnya benar.
32
Memfokuskan peningkatan terhadap atribut pelayanan tertentu tidak selalu mengarah kepada peningkatan kepuasan pelanggan bila atribut pelayanan tersebut tidak dianggap penting oleh pelanggan. Sebaliknya, kepuasan pelanggan kadang kala dapat ditingkatkan hanya dengan peningkatan kecil terhadap atribut pelayanan yang menyenangkan yang tidak disangka akan diberikan oleh perusahaan. Selain itu servqual menyediakan informasi penting mengenai kesenjangan (gap) antara tingkat harapan pelanggan dan tingkat kepuasan pelanggan, namun servqual tidak dapat memberikan solusi bagaimana kesenjangan tersebut bisa diatasi. (Pawitra & Tan, 2001, h 419)
2.6
Quality Function Deployment Quality Function Deployment merupakan suatu proses perencanaan sistematis yang diciptakan untuk membantu tim proyek menggabungkan dan mengatur seluruh elemen yang dibutuhkan untuk mendefinisikan, mendesain, dan menghasilkan produk atau jasa yang akan memenuhi kebutuhan pelanggan. (Quality Function Deployment: How To Make QFD Work Of You, 1995, h 11)
2.6.1 Keuntungan penerapan QFD Penerapan QFD mempunyai banyak keuntungan, antara lain : (Implementasi TQM : Menerapkan Manajemen Terpadu, h 203)
33
1.
Proses dimulai dari konsumen Service QFD memerlukan pengumpulan input dan respond dari konsumen untuk mengetahui perbandingan dengan pesaing dalam memenuhi kebutuhan konsumen.
2.
Service QFD dapat mengurangi cycle time Service QFD dapat mengurangi waktu pengembangan produk atau jasa karena berfokus sepenuhnya pada kebutuhan konsumen yang spesifik dan teridentifikasi baik.
3.
Service QFD dapat mengembangkan team building Keputusan dalam proses pembuatan QFD harus berdasarkan konsensus bersama dan memerlukan diskusi mendalam dari berbagai fungsional dalam perusahaan.
4.
Service QFD membantu untuk penciptaan database yang kuat dari pemahaman konsumen, efektivitas internal, dan kompetitif eksternal. Dengan menerapkan service QFD, perusahaan selalu mempunyai informasi up to date mengenai kebutuhan konsumen dan proses internal bila terjadi perubahan.
5.
Service QFD mendorong pemakainya untuk selalu mengukur kemampuannya dan dibandingkan dengan pesaing. Jika produk atau jasa yang dihasilkan tidak mempunyai pesaing, maka kinerja dibandingkan periode per periode.
34
6.
Service QFD berorientasi pada perbaikan berkelanjutan (continuos improvment)
7.
2.6.2
Penerapan QFD dapat mengurangi biaya dan pemborosan
Proses Service QFD Gagasan utama dari service QFD adalah untuk menerjemahkan kebutuhan konsumen kedalam kualitas final produk atau jasa. Mungkin metodologi service QFD yang umumnya dikenal dengan metode clausing, lebih dikenal dengan sebutan ”The Clausing Four Phase Model”. Metodologi ini cocok untuk diterapkan kedalam bidang-bidang manufaktur, atau lebih tepatnya untuk pengembangan produk. Proses penerjemahan tersebut dilakukan dalam beberapa tahap (Quality Function Deployment, How to Make QFD Work for You, 1995, h 311). Tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Penerjemahan kebutuhan konsumen menjadi karakteristik teknis (Product Planning) Kebutuhan konsumen ditransformasikan menjadi karakteristik produk. Pada saat yang sama dilakukan analisis terhadap kemampuan pesaing. Hasil akhirnya adalah identifikasi dari karakteristik teknis yang akan ditransfer ke langkah selanjutnya.
35
2. Penerjemahan karakteristik teknis menjadi karakteristik part(Part Planning) Konsep rancangan yang akan memenuhi nilai target yang telah ditentukan. Part kritis diidentifikasi untuk mengetahui apakah perkembangan lebih jauh diperlukan untuk memenuhi permintaan pasar. 3. Penerjemahan karakteristik part menjadi operasi proses utama (Process Planning) Karakteristik part kritis ditransformasikan kedalam operasi produksi dan parameter kritisnya diidentifikasi. Metode untuk kontrol proses disiapkan. 4. Penerjemahan operasi proses utama menjadi kebutuhan produksi (Production Planning) Instruksi produksi dirancang pada tahap ini dan diperlukan deskripsi detail dari part yang harus diukur dan diteliti.
2.7
House Of Quality (HOQ) HOQ adalah serangkaian yang dipergunakan dalam proses serviceQFD. HOQ membantu untuk mempelajari dan menganalisis hubungan, kepentingan, dan trade off antara beberapa faktor (kebutuhan konsumen). Pada dasarnya HOQ terdiri atas 2 (dua) bagian utama, yaitu tabel konsumen (horizontal) dan tabel teknis (vertical). Didalam HOQ, ditampilkan atribut
36
kebutuhan pelanggan dibagian sebelah kiri dan respon teknis dari perusahaan yang memenuhi atribut kebutuhan tersebut dibagian atas (Quality Function Deployment, How to Make QFD Work For You, 1995, h 12). Matriks ini terdiri dari beberapa bagian atau sub matriks yang masing-masingnya mengandung informasi yang saling berhubungan satu sama lain. Tiap bagian adalah hasil pemahaman perusahaan terhadap suatu aspek proses perencanaan produk, jasa, atau suatu proses. Langkah-langkah pembuatan HOQ (Quality Function Deployment, How to Make QFD Work For You, 1995, h 69) adalah sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi atribut kebutuhan konsumen. Dalam pembuatan HOQ, langkah ini adalah yang pertama dan terpenting karena QFD bergerak dari kebutuhan konsumen (Customer Focus). Identifikasi atribut kebutuhan konsumen dapat dilakukan dengan beberapa metode, yaitu wawancara dengan konsumen secara perseorangan atau secara kelompok. Dari kedua metode tersebut, didapat banyak sekali atribut kebutuhan konsumen. Untuk itu digunakan
diagram
afinitas
dan
diagram
pohon
untuk
mengelompokkannya kedalam atribut kebutuhan primer, sekunder, dan tersier. Setelah didapat pengelompokkannya, maka atribut kebutuhan konsumen tersebut dimasukkan kedalam HOQ dibagian sebelah kiri.
37
2. Membuat matriks perencanaan Matriks perencanaan adalah suatu alat untuk membantu perusahaan membuat prioritas atribut kebutuhan konsumen HOQ (Quality Function Deployment, How to Make QFD Work For You, 1995, h 92). Matriks perencanaan menyediakan metode sistematis bagi perusahaan untuk membandingkan kinerja produk atau jasa mereka saat ini dalam memenuhi kebutuhan konsumen dengan kinerja produk atau jasa pesaing. Matriks ini berisi data-data tentang:
Tingkat kepentingan konsumen Menunjukkan seberapa penting suatu atribut kebutuhan konsumen menurut persepsi konsumen. Skala yang digunakan adalah skala likert dengan nilai minimum adalah 1 (sangat tidak penting) dan nilai maksimum adalah 5 (sangat penting). Nilai
tingkat
kepentingan
didapat
dari
hasil
survey
konsumen.Untuk menentukan tingkat kepentingan, diambil median dari hasil survey konsumen. Median adalah nilai yang paling mewakili tingkat kepentingan, yang dalam ilmu statistik termasuk kedalam kategori data ordinal.
Tingkat kepuasan konsumen Tingkat kepuasan konsumen menunjukkan seberapa baik kinerja produk atau jasa memenuhi atribut kebutuhan konsumen. Skala yang digunakan adalah skala likert, dengan
38
nilai minimum minimum adalah 1 (sangat tidak puas) dan nilai maksimum adalah 5 (sangat puas). Untuk menentukan tingkat kepuasan, diambil median dari hasil survey konsumen. Median adalah nilai yang paling mewakili tingkat kepuasan, yang dalam ilmu statistik
termasuk kedalam kategori data ordinal.
3. Menentukan respon teknis Respon teknis adalah karakteristik produk atau jasa yang dapat diukur untuk memenuhi atribut kebutuhan konsumen. Dengan kata lain, atribut kebutuhan konsumen diterjemahkan kedalam bahasa yang digunakan perusahaan (Quality Function Deployment, How to Make QFD Work For You, 1995, h 123). 4. Menentukan hubungan antara respon teknis dan atribut kebutuhan konsumen. Matriks ini bertujuan untuk memperlihatkan kekuatan hubungan antara keduanya. Jenis hubungan ini dibagi 3 dan masing-masing mempunyai bobot yang berbeda yaitu: a. Hubungan Kuat Merupakan hubungan yang terjadi jika respon teknis berhubungan sangat erat terpenuhinya atribut kebutuhan konsumen. b. Hubungan Sedang Merupakan hubungan yang terjadi jika respon teknis berhubungan erat terpenuhinya kebutuhan konsumen
39
c. Hubungan Lemah Merupakan hubungan yang terjadi jika respon teknis berhubungan tidak terlalu erat terpenuhinya atribut kebutuhan konsumen. 5. Menentukan arah pengembangan (Direction of Improvment) Arah pengembangan dari masing-masing respon teknis sangat penting untuk diketahui guna memberikan peningkatan terhadap kepuasan konsumen. Terdapat 3 jenis arah pengembangan, yaitu: a.
Tingkat kepuasan konsumen akan meningkat jika respon teknis semakin besar.
b.
Tingkat kepuasan konsumen akan meningkat jika respon teknis semakin kecil
c. o tingkat kepuasan konsumen akan meningkat jika respon teknis pada target tertentu. 6. Menentukan Korelasi teknis Matriks korelasi teknis digunakan untuk mengetahui hubungan antar respon teknis (Quality Function Deployment, How to Make QFD Work For You, 1995, h 152), bentuknya yang segitiga membuat matriks ini disebut atap dari HOQ. Dalam service QFD, biasanya korelasi teknis dibagi atas 4 jenis hubungan, yaitu:
40
1.
Hubungan kuat positif hubungan yang searah dimana jika salah satu respon teknis mengalami peningkatan, maka akan berdampak kuat pada peningkatan respon teknis lain yang terkait
2.
Hubungan positif hubungan yang searah dimana jika salah satu respon teknis mengalami
penignkatan,
maka
akan
berdampak
pada
peningkatan respon teknis lain yang terkait 3.
Hubungan negatif Hubungan yang tidak searah dimana jika salah satu respon teknis mengalami peningkatan, maka akan berdampak pada penurunan respon teknis lain yang terkait.
4.
Hubungan kuat negatif Hubungan yang tidak searah dimana jika salah satu respon teknis mengalami peningkatan, maka akan berdampak kuat pada penurunan respon terkait.
7. Menentukan Target Respon Teknis Pada tahap ini perusahaan menentukan target yang ingin dicapai untuk setiap karakteristik teknis yang dapat memenuhi keinginan konsumen. Proses penentuan target ini umumnya dilakukan secara subjektif, misalnya melalui konsensus lain.
41
2.8
Model Kano Kano et al. (1984) membuat sebuah model untuk mengkategorikan atribut- atribut dari sebuah produk atau jasa berdasarkan seberapa baik atributatribut tersebut dapat memuaskan pelanggan (Pawitra & Tan, 2001, p421). Berikut ini adalah kategori kano kebutuhan pelanggan yang memberikan
pengaruh terhadap kepuasan pelanggan (Pawitra & Tan, 2001,
p421) : •
The must be atau basic needs Untuk kebutuhan ini, pelanggan akan merasa tidak puas ketika performansi atribut produk (barang atau jasa) rendah. Tetapi, kepuasan pelanggan tidak akan meningkat melebihi area netral meskipun performansi atribut produk tinggi.
•
The one dimensional atau performance needs Untuk kebutuhan ini, kepuasan pelanggan memiliki fungsi linier dengan performansi atribut produk. Performansi atribut produk yang tinggi menghasilkan kepuasan pelanggan yang tinggi pula.
•
The attractive atau excitement needs Untuk kebutuhan ini, kepuasan pelanggan meningkat secara super
linier
(berlipatganda)
seiring
dengan
peningkatan
performansi atribut. Namun, penurunan performansi atribut ini tidak menyebabkan penurunan tingkat kepuasan pelanggan.
42
Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa seiring dengan berjalannya waktu dan perkembangan produk, atribut produk yang semula attractive dapat bergeser menjadi one dimensional, atau bahkan menjadi kebutuhan dasar (basic needs). Oleh karena itu, penting dilakukan pengembangan dan pengenalan produk dengan atribut yang inovatif secara berkesinambungan. Model kano menunjukkan bahwa tidak cukup bila perusahaan hanya memenuhi kebutuhan dasar dan kebutuhan performansi saja. Dalam pasar dengan tingkat persaingan tinggi, perusahaan perlu mengadopsi startegi dan menciptakan atribut produk yang ditargetkan secara khusus untuk menyenangkan (over satisfying) pelanggan (Pawitra & Tan, 2001, p422). Langkah-langkah dalam menerapkan Model Kano adalah sebagai berikut (Pawitra & Tan, 2001, p427) : 1. Atribut pelayanan yang ada dibuat dalam bentuk pernyataan fungsional dan disfungsionalnya. Kemudian pasangan pernyataan fungsisonal dan disfungsionalnya seluruh atribut pelayanan disusun dengan urutan yang acak. 2. Kemudian daftar pasangan pernyataan atribut yang telah dibuat diberikan kepada responden untuk diisi. Untuk setiap pernyataan, responden dapat memilih lima pilihan jawaban, yaitu atribut disukai (like), atribut harus ada (must be), atribut netral (neutral), atribut tidak disukai tapi masih bisa ditolerir (live with), dan atribut tidak disukai (dislike).
43
3. Setelah itu, untuk menentukan kategori kano atribut pelayanan maka pasangan jawaban dari setiap atribut pelayanan dicocokkan dengan tabel evaluasi kano. Dalam penggunaan, tingkat kepentingan atribut pelayanan dikalikan dengan bobot tertentu sesuai dengan kategori kano atribut pelayanan yang bersangkutan sehingga diperoleh tingkat kepentingan yang disesuaikan (adjusted importance). Adjusted importance inilah yang dipakai dalam menghitung tingkat kepentingan HOWs sesuai dengan hubungan yang terdapat dalam matriks hubungan. perlu diingat bahwa atribut pelayanan yang diperhitungkan hanya atribut yang memiliki pengaruh terhadap kepuasan pelanggan, yaitu atribut yang masuk dalam kategori attractive, one dimensional, dan must be. Tabel 2.1 Kategori Kano Kebutuhan Pelanggan Fungsional
Like Must be Neutral Live with Dislike
Like Q R R R R
Must be A I I I R
Disfungsional Neutral Live with A A I I I I I I R R
Dislike O M M M Q
Sumber : (Pawitra & Tan, 2001, p428)
Keterangan : A = attractive
Q = questionable (dipertanyakan)
O = one dimensional
R = reverse (bertentangan)
M = must be
I = indifferent (tidak berbeda)
44
Beberapa keuntungan penggunaan Model Kano menurut Matzler dan Hinterhuber (1998) adalah (Pawitra & Tan, 2001, p422) •
Model Kano mementingkan pemahaman kebutuhan dari produk atau pelayanan. Atribut yang memiliki pengaruh terbesar terhadap kepuasan pelanggan dapat diidentifikasi.
•
Model Kano menyediakan panduan berharga dalam situasi trade off. Bila terdapat dua atribut produk atau jasa yang tidak dapat dilaksankan bersamaan berhubungan dengan alasan teknis atau finansial, maka atribut yang dipilih untuk dilaksanakan adalah atribut yang memiliki pengaruh lebih besar terhadap kepuasan pelanggan.
•
Penggunaan
Model
Kano
dapat
mengarahkan
kepada
pengembangan diferensiasi produk atau jasa yang luas dengan cara menganalisa atribut yang menarik (attractive atribute) lebih jauh. Atribut menarik inilah yang menjadi kunci dalam memenangkan persaingan pasar. Disamping keuntungan yang telah disebutkan diatas, Model Kano juga memiliki beberapa keterbatasan, yaitu (Pawitra & Tan, 2001, p422) : •
Model Kano hanya dapat diklasifikasikan atribut, tetapi tidak dapat mengkuantitatifkan nilai performansi atribut.
45
•
Model Kano tidak menyediakan penjelasan mengenai hal-hal apa yang mendorong atau membentuk persepsi pelanggan, mengapa atribut tertentu penting bagi pelanggan, dan apa maksud dari perilaku pelanggan tersebut.
Dengan mempertimbangkan keterbatasan Model Kano yang ada, mengintegrasikan ke dalam servqual dapat membantu untuk memprioritaskan kesenjangan atribut pelayanan mana yang harus difokuskan terlebih dahulu untuk ditanggulangi. Keseluruhan proses pengembangan atribut pelayanan dapat ditingkatkan lebih jauh bila pengukuran periodik dapat diterapkan secara sistematis ke dalam langkah-langkah peningkatan. Disinilah peran Quality Function Deployment dibutuhkan (Pawitra & Tan, 2001, p422).
2.9
Total Quality Management Total quality management adalah sistem manajemen yang berorientasi pada kepuasan pelanggan (customer satisfaction) dengan kegiatan yang diupayakan
sekali
benar
(right
first
time),
melalui
perbaikan
berkesinambungan (continuos improvement) dan memotivasi karyawan.(Kid Sadgrove, 1995). Definisi lain menyatakan bahwa TQM adalah sistem manajemen untuk meningkatkan keseluruhan kualitas menuju pencapaian keunggulan bersaing yang berorientasi pada kepuasan pelanggan dengan melibatkan seluruh (total) anggota organisasi. Santoso, 1992 mendefinisikan
46
TQM adalah sistem manajemen yang mengangkat kualitas sebagai strategi usaha dan berorientasi pada kepuasan pelanggan dengan melibatkan seluruh anggota organisasi. Fandy Tjiptono, 1996 mendefinisikan TQM adalah suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus menerus atau produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungannya. Seperti apapun TQM didefinisikan, yang lebih penting adalah bagaimana mengimplementasikan TQM dengan menggunakan prinsip-prinsip dalam sistem TQM secara utuh agar berhasil dalam penerapannya, memberikan nilai tambah, dan berdampak positif bagi perusahaan, karyawan, dan pelanggan. Bila TQM diimplementasikan tidak tepat malah menjadi sumber pemborosan, hal ini bukan tidak sering terjadi meskipun kedengarannya ironis. Menurut Scheuing dan Christoper dalam Fandy Tjiptono, 1996 menyatakan terdapat empat prinsip utama dalam sistem TQM yaitu : (Zulian Yamit, 2004, h 182) 1. Kepuasan pelanggan internal dan eksternal 2. Respek terhadap setiap orang 3. Manajemen berdasarkan fakta 4. Perbaikan berkesinambungan atau perbaikan terus menerus. Banyak manfaat yang dapat diperoleh dari TQM khususnya bagi pelanggan, perusahaan, maupun bagi staf dan karyawan. Manfaat tersebut
47
didasarkan pada system kerja dari program TQM yang berlandaskan pada perbaikan berkesinambungan atau berkelanjutan. (Zulian Yamit, 2004, h 186) Manfaat TQM bagi pelanggan : 1. Sedikit atau bahkan tidak memiliki masalah dengan produk atau pelayanan 2. Kepedulian terhadap pelanggan lebih baik atau pelanggan lebih diperhatikan 3. Kepuasan pelanggan terjamin Manfaat TQM bagi perusahaan : 1. Terdapat perubahan kualitas produk dan pelayanan 2. Staf lebih termotivasi 3. Produktivitas meningkat 4. Biaya turun 5. Produk cacat berkurang 6. Permasalahan dapat diselesaikan dengan cepat 7. Membuat perusahaan sebagai pemimpin (leader) dan bukan sekedar pengikut (follower) 8. Membantu terciptanya team work 9. Membuat perusahaan lebih sensitf terhadap kebutuhan pelanggan 10. Membuat perusahaan siap dan lebih mudah beradaptasi terhadap perubahan 11. Hubungan antara staf departemen yang berbeda lebih muda
48
Manfaat TQM bagi staf organisasi yaitu: 1. Pemberdayaan 2. Lebih terlatih dan berkemampuan 3. Lebih dihargai dan diakui
2.10
Metode Penelitian
2.10.1 Data Data menurut pendapat Mc Leod (1995) adalah fakta-fakta maupun angka- angka yang secara relatif tidak berarti bagi pemakai. Informasi data yang telah ada diolah dan memiliki arti bagi pemakai. Data merupakan salah satu komponen riset, artinya tanpa data tidak akan ada riset (Umar, 1996, h 41). Data dibedakan menajdi dua yaitu (Umar, 1996, h 42) : 1. Data primer, merupakan data yang didapat dari sumber pertama, baik dari individu atau perorangan seperti hasil wawancara atau hasil pengisian kuesioner. 2. Data sekunder, merupakan data primer yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan baik oleh pihak pengumpul data primer atau oleh pihak lain, misalnya dalam bentuk tabel atau diagram. Data sekunder ini digunakan peneliti untuk diproses lebih lanjut.
49
2.10.2 Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ilmiah, ada beberapa teknik pengumpulan data beserta masing-masing perangkat pengumpul datanya yaitu (Umar, 1996, h 49) : 1. Angket (Kuesioner) Teknik
angket
merupakan
suatu
pengumpulan
data
dengan
memberikan atau menyebarkan daftar pertanyaan/pernyataan kepada responden dengan harapan memberikan respon atas daftar pertanyaan tersebut. 2. Wawancara Wawancara merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang lain. Pelaksanaanya dapat dilakukan secara langsung berhadapan dengan yang diwawancarai, tetapi dapat juga secara tidak langsung seperti memberikan daftar pertanyaan untuk dijawab pada kesempatan lain. Instrumen dapat berupa pedoman atau wawancara atau checklist. 3. Observasi Teknik ini menuntut adanya pengamatan dari si peneliti baik secara langsung ataupun tidak langsung terhadap objek penelitiannya. Instrumen yang dipakai dapat berupa lembar pengamatan, panduan pengamatan, dan lainnya.
50
2.10.3 Teknik Sampling Sampel merupakan bagian kecil dari populasi diartikan sebagai wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai karakteristik tertentu dan mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel (Umar, 1996, h 77).
2.10.4 Teknik Pengumpulan Sampel Secara garis besar, ada dua macam metode pengambilan sampel yaitu probability sampling dan non probability sampling. Probability sampling merupakan metode sampling dimana setiap elemen dari populasi mempunyai peluang yang sama untuk dipilih sebagai sampel. Pada non probability sampling, sampel tidak mempunyai peluang yang sama karena pemilihan sampel dari populasi didasarkan pada penelitian terhadap responden (Umar, 1996, h 82). Metode pengambilan sampel dengan probabilitas (probability sampling) dibedakan menjadi (Umar, 1996, h 82) : 1. Simple Random Sampling Yang dimaksud dengan acakan atau random adalah kesempatan yang sama untuk dipilih setiap individu atau unit dalam keseluruhan populasi. Ciri utama dari sampling acakan ini adalah bahwa setiap unsur dari keseluruhan populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih.
51
2. Stratified Random Sampling Populasi biasanya perlu kita golongkan menurut ciri tertentu untuk keperluan penelitian. Penggolongan menurut ciri itu disebut stratifikasi. Sampling itu bertambah kompleks bila kita ingin memperoleh sampel yang mempunyai beberapa ciri sekaligus. 3. Cluster Sampling Bila populasi tersebar di suatu daerah seperti negara, provinsi, kabupaten, kota, kecamatan, dan sebagainya, maka sampling dapat dilakukan berdasarkan daerah. Metode sampling ini banyak dilakukan bila populasi tersebar di wilayah tertentu yang keadaannya tidak dikenal sepenuhnya. Metode pengambilan sampel tanpa probabilitas (non probablity sampling) dibedakan menjadi (Umar, 1996, h 90) : 1. Cara Keputusan (Judgement Sampling/Purposive Sampling) Dilakukan dengan mengambil orang-orang yang terpilih betul oleh peneliti menurut cirri-ciri spesifik yang dimiliki oleh sampel itu. Sampling yang purposive adalah sampel yang dipilih dengan cermat hingga relevan dengan desain penelitian. 2. Cara Kuota (Quota Sampling) Adalah metode memilih sampel yang mempunyai ciri-ciri tertentu dalam jumlah atau kuota yang diinginkan. Responden yang dipilih adalah orang-orang yang diperkirakan dapat menjawab semua sisi dari suatu fenomena.
52
3. Cara Dipermudah (Convinience Sampling) Sampel ini nyaris tidak dapat dihandalkan, tetapi biasanya paling murah dan cepat dilakukan karena peneliti memiliki kebebasan untuk memilih siapa saja yang mereka temui. Biasanya digunakan pada tahap awal penelitian eksploratif saat mencari petunjuk-petunjuk penelitian. 4. Cara Bola Salju (Snowball Sampling) Dalam sampling ini dimulai dengan kelompok kecil yang diminta untuk menunjuk kawan masing-masing. Sampling ini dipilih bila kita ingin menyelidiki hubungan antar manusia dalam kelompok yang akrab atau menyelidiki cara-cara informasi tersebar di kalangan tertentu. 5. Area Sampling Pada prinsipnya cara ini menggunakan perwakilan bertingkat. Populasi dibagi atas beberapa bagian populasi di mana bagian populasi ini dapat dibagi-bagi lagi. Dari bagian populasi yang paling kecil diambil sampel sebagai wakilnya untuk masuk ke dalam bagian populasi yang lebih besar dan seterusnya.
2.10.5 Ukuran Sampel Tidak ada aturan yang tegas tentang jumlah sampel yang dipersyaratkan untuk suatu penelitian dari populasi yang tersedia. Sampel
53
yang kecil lebih sedikit membutuhkan biaya, lebih mudah diolah akan tetapi mempunyai kesalahan sampling yang lebih besar. Semakin besar jumlah sampel yang digunakan kesalahan samplingnya akan semakin kecil (Umar, 1996, h 77). Besarnya sampel penelitian yang diperlukan ditentukan dengan menggunakan rumus uji kecukupan data berikut: Z 2α / 2 n= 4e 2 dimana : n = jumlah minimal sampel α = tingkat kepercayaan atau tingkat signifikan e = tingkat ketelitian atau tingkat kesalahan (margin of error)
2.10.6 Kuesioner Menurut sifat jawaban yang diinginkan, maka kuesioner dapat dibedakan menjadi (Umar, 1996, h 50) : 1. Kuesioner Terbuka Kuesioner ini memberi kesempatan penuh kepada responden untuk memberikan jawaban menurut apa yang dirasa perlu oleh responden (jawaban tidak ditentukan sebelumnya). 2. Kuesioner Tertutup Terdiri atas pertanyaan dengan sejumlah jawaban tertentu sebagai pilihan (alternatif-alternatif jawaban telah disediakan). Kuesioner
54
bentuk ini dipilih bila peneliti cukup menguasai materi yang akan ditanyakan, selain itu responden dianggap cukup mengetahui materi yang ditanyakan. 3. Kuesioner Kombinasi antara kuesioner tertutup dan terbuka Pada umunya para peneliti menggunakan kuesioner ini untuk mendapatkan data atau informasi yang diinginkan. Karena disamping kuesioner tertutup yang mempunyai sejumlah jawaban juga ditambah alternatif terbuka yang memberi kesempatan kepada responden memberi jawaban disamping atau di luar jawaban yang tersedia.
2.10.7 Skala 2.10.7.1Teknik Pengukuran Skala Tujuan dari teknik pengukuran skala adalah untuk mengetahui ciri-ciri atau karakteristik suatu hal berdasarkan suatu ukuran tertentu, sehingga kita dapat membedakan,
menggolongkan,
bahkan
mengurutkan
ciri-ciri
atau
karakteristik tersebut. Terdapat empat tingkatan skala yaitu (Umar, 1996, h 44) : 1. Skala nominal Skala yang hanya membedakan suatu kategori dengan kategori lainnya dari suatu variabel, dimana angka-angka yang diberikan pada objek
55
hanya merupakan label dan tidak diasumsikan adanya tingkatan antara satu kategori dengan kategori lainnya dari satu variabel. 2. Skala ordinal Skala yang bertujuan untuk membedakan antar kategori dalam suatu variabel dengan asumsi bahwa ada urutan atau tingkatan skala. Dimana angka-angka yang diberikan lebih menunjukkan urutan peringkat
dan
tidak
menunjukkan
kuantitas
absolut
ataupun
memberikan petunjuk bahwa interval antara setiap dua angka adalah sama. 3. Skala interval Skala dari suatu variabel yang dibedakan, dan mempunyai tingkatan, serta jarak yang pasti antara satu kategori dengan kategori lainnya dalam suatu variabel. 4. Skala rasio Skala dari suatu variabel yang dibedakan, dan mempunyai tingkatan, serta jarak yang pasti antara satu nilai dengan nilai lainnya, dan juga diasumsikan bahwa setiap nilai variabel diukur dari suatu keadaan atau titik yang sama yang mempunyai titik nol mutlak, dan angka-angka yang ada pada skala ini menunjukkan besaran sesungguhnya dari sifat yang diukur.
56
2.10.7.2Teknik Membuat Skala Teknik membuat skala ada bermacam-macam, yaitu (Umar, 1996, h 69) : 1. Skala Likert Dalam skala likert, kemungkinan jawaban seperti sangat tidak puas (1), tidak puas (2), cukup puas (3), puas (4), dan sangat puas (5). Cara mengerjakannya adalah sebagai berikut : a. Mengumpulkan sejumlah pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan erat dengan masalah yang akan diteliti. Disini responden diharuskan memilih salah satu dari sejumlah kategori jawaban yang tersedia. Lalu masing-masing jawaban diberi skor tertentu, misalnya 1,2,3,4,5. b. Membuat skor total untuk setiap responden dengan menjumlahkan skor untuk semua jawaban. c. Menilai
kekompakan
antar
pernyataaan
dengan
cara
membandingkan jawaban antara dua responden yang mempunyai skor total yang sangat berbeda, tetapi memberikan jawaban yang sama untuk suatu pernyataan tertentu. Pernyataan tersebut dinilai tidak baik dan pernyataan tersebut dikeluarkan karena tidak dapat digunakan untuk mengukur konsep yang akan diteliti. d. Menjumlahkan setiap pernyataan yang kompak untuk membentuk variabel baru dengan menggunakan summated rating.
57
2. Skala Guttman Skala Guttman digunakan untuk memperoleh ukuran gabungan yang bersifat inidimensional yaitu hanya mengukur satu dimensi saja. Disini juga dikumpulkan sejumlah pernyataan-pernyataan yang berkaitan erat dengan masalah yang akan diteliti. Dalam skala ini, hanya akan diperoleh hasil jawaban ”ya” yang diberi kode 1 dan jawaban ”tidak” yang diberi kode 0.