BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1
Koperasi
2.1.1
Sejarah Koperasi Sampai saat ini belum ada dokumen resmi yang menjelaskan kapan gerakan
koperasi berawal. Namun, sejak pertengahan abad ke-19, koperasi teridentifikasi keberadaannya pada sejumlah organisasi skala kecil yang didirikan di Eropa Barat, Amerika Utara, dan Jepang. Organisasi koperasi ini ditandai dengan adanya hubungan antar individu dengan solidaritas dan kerja sama serta kekuasaan ekonomi yang terbagi merata (Sukamdiyo, 1996, p.22). Prototipe koperasi modern yang diakui secara internasional adalah koperasi yang didirikan di bagian utara Inggris tepatnya di kota Rochdale. Pada tahun 1844, 28 orang penenun yang bekerja di pemintalan kapas mendirikan badan usaha dengan asas koperasi yang dinamakan The Rochdale Equitable Pioneers Society. Kondisi yang dihadapi oleh mereka adalah buruknya lingkungan kerja dan rendahnya upah yang diperoleh. Dampaknya, mereka tidak mampu untuk membeli barang-barang kebutuhan pokok. Untuk mengatasinya, mereka menyatukan harta benda mereka dan mengelola modal yang diperoleh secara bersama-sama untuk melakukan pembelian barang-barang kebutuhan pokok dengan harga rendah yang dapat dijual kembali. Pada awalnya mereka hanya mampu membeli 4 jenis barang, yaitu : mentega, tepung, sereal, dan gula.
The Pioneers memutuskan bahwa toko yang mereka buka harus memperlakukan konsumen dengan kejujuran dan keterbukaan. Konsumen dapat menerima pembagian dari keuntungan berdasarkan partisipasi mereka dan mereka juga memiliki hak demokratis untuk berpendapat dalam bisnis yang dijalankan. Setiap pelanggan toko menjadi anggota dan memiliki andil di dalam bisnis. Toko ini berkembang dengan pesat dalam waktu singkat. Prinsip-prinsip yang diterapkan dalam menjalankan bisnis mereka masih dapat diterima saat ini dan diakui sebagai fondasi dari kinerja setiap koperasi. Prinsip ini telah mengalami bebarapa revisi dan penambahan, akan tetapi esensi dari prinsip tersebut tetap sama dengan yang telah diterapkan di 1844 (www.ica.coop). 2.1.2
Pernyataan Identitas Koperasi
2.1.2.1 Definisi Koperasi Pengertian koperasi yang disampaikan oleh Perserikatan Pekerja Sedunia (ILO : International Labour Organization) dikutip sebagai berikut : “ Cooperative is an association of person usually of limited means, who have voluntarily joint together to achieve a common economic and through the formation of democratically controlled business organization, making equitable business organization to the capital required and accepting a fair share of the risk and benefits of the under taking. “ (Sukamdiyo, 1996, p.4) Pengertian tersebut menjelaskan bahwa koperasi merupakan sebuah asosiasi yang terdiri dari orang-orang yang bergabung dengan sukarela untuk memenuhi kebutuhan ekonomi mereka dan dijalankan dengan cara demokratis dan adil dengan menerapkan sistem pembagian resiko dan keuntungan yang ada.
Definisi tersebut juga dipertegas dalam situs www.ica.coop. Situs tersebut menjelaskan bahwa koperasi adalah sebuah asosiasi otonomi yang terdiri dari kumpulan orang yang bersatu secara sukarela dengan tujuan dapat memenuhi kebutuhan ekonomi, social, budaya, dan aspirasi mereka melalui badan usaha bisnis yang dimiliki bersama dan dikendalikan secara demokratis. Secara yuridis, pengertian koperasi di Indonesia tercantum pada UU Perkoperasian No.25 Tahun 1992 yang merupakan pembaruan dari UU Koperasi No.12 Tahun 1967. Pada Bab 1 ayat 1 dijelaskan bahwa koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau Badan Hukum Koperasi dengan melaksanakan kegiatannya berdasar prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar pada asas kekeluargaan. (Sukamdiyo, 1996, p.6) Dengan demikian dapat dikatakan bahwa koperasi merupakan sebuah badan usaha yang memerlukan pengelolaan profesional layaknya badan usaha lain. Pengaturan dan pelaksanaan manajemen dalam koperasi juga harus dilakukan sama halnya dengan manajemen badan usaha lain. 2.1.2.2 Nilai-nilai Koperasi Koperasi menempatkan anggota sebagai pusat dari bisnis dan bukan sekedar pemilik modal. Sebagai sebuah organisasi bisnis, koperasi juga memiliki 3 kepentingan dasar yaitu : kepemilikan, pengendalian, dan pembagian hasil. Hanya dalam koperasi, ketiga kepentingan tersebut dilaksanakan secara langsung oleh anggota. Anggota yang tergabung dalam koperasi harus mengikuti serangkaian nilai yang menjadi dasar organisasi koperasi yaitu : self-help (swadaya), tanggung jawab
personal, demokrasi, persamaan, keadilan, dan solidaritas. Sebagai tradisi yang diturunkan dari pendirinya, anggota koperasi memegang teguh nilai-nilai kejujuran, keterbukaan, tanggung jawab sosial, dan peduli dengan lingkungannya. 2.1.2.3 Prinsip Koperasi Prinsip-prinsip yang diterapkan oleh koperasi merupakan panduan untuk merealisasikan nilai-nilai koperasi ke dalam wujud tindakan nyata. Prinsip-prinsip tersebut telah mengalami beberapa revisi dari tahun 1937, 1966, dan 1995. Prinsip koperasi yang diterbitkan pada tahun 1995 menjadi prinsip modernisasi koperasi yang diterapkan di seluruh dunia. Prinsip ini merupakan produk yang dihasilkan dari proses konsultasi yang panjang dan melibatkan ribuan koperasi di dunia. Proses tersebut diselenggarakan di Manchester dalam Kongres Aliansi Internasional Majelis Umum Koperasi. Berikut adalah 7 prinsip koperasi yang dihasilkan pada kongres tersebut seperti yang tertera pada situs www.ica.coop : •
Prinsip 1 : Keanggotaan yang terbuka dan sukarela Keanggotaan koperasi bersifat sukarela, terbuka untuk perorangan dan komunitas, untuk menggunakan berbagai jasa yang ditawarkan. Anggota yang bergabung harus mampu untuk menerima tanggung jawab keanggotaan. Koperasi tidak boleh bersangkutan dengan diskriminasi perbedaan jenis kelamin, status sosial, ras, politik, maupun agama.
•
Prinsip 2 : Pengendalian demokratis oleh anggota Pengendalian koperasi berada di tangan anggota. Anggota terlibat secara langsung dalam menetapkan kebijakan dan pengambilan keputusan. Setiap
anggota memiliki hak voting yang sama (satu anggota, satu suara) dan dapat melaksanakan haknya dalam kerangka demokrasi. •
Prinsip 3 : Partisipasi ekonomi anggota Anggota berperan aktif dalam pengumpulan modal koperasi. Anggota dapat mengalokasikan kelebihan pendapatan mereka menjadi modal koperasi dengan berbagai tujuan seperti untuk pengembangan koperasi, cadangan dana, dan lainlain. Pengembalian dana akan dilakukan oleh koperasi untuk setiap anggota berdasarkan besarnya partisipasi mereka dalam kegiatan koperasi.
•
Prinsip 4 : Otonomi dan kemerdekaan Koperasi bersifat otonomi dengan asas swadaya. Jika koperasi membuat perjanjian dengan organisasi, seperti pemerintah, atau menaikan modal dengan pinjaman dari pihak luar, maka koperasi perlu memastikan adanya pengendalian dari anggotanya.
•
Prinsip 5 : Pendidikan, pelatihan, dan informasi Koperasi menyediakan pendidikan dan pelatihan untuk anggota, perwakilan terpilih, manajer, dan karyawan sehingga mereka dapat memberikan kontribusi positif demi kemajuan koperasi. Koperasi juga perlu menyampaikan informasi kepada masyarakat umum, khususnya komunitas kaum muda, mengenai budaya dan keuntungan koperasi.
•
Prinsip 6 : Kerjasama di antara koperasi Koperasi dapat meningkatkan pelayanannya kepada anggota dengan menjalin kerjasama dengan struktur koperasi lainnya baik local, nasional, regional, maupun internasional.
•
Prinsip 7 : Kepedulian akan komunitas Koperasi menyokong perkembangan lingkungan dan komunitas tempat dijalankannya kegiatan koperasi melalui kebijakan-kebijakan yang ditentukan oleh anggota.
2.1.3
Manajemen Koperasi Alex Dasuki menyatakan bahwa manajemen koperasi adalah ilmu
sehubungan dengan cara memadukan, mengkombinasikan, dan mengoperasikan faktor-faktor produksi seperti manusia, unit-unit usaha, dan modal secara efisien dengan memilih unit usaha yang efektif untuk mensejahterakan anggota dan masyarakat sekitar secara berkesinambungan. (Sukamdiyo, 1996, p.8) Berdasarkan pemahaman tersebut dapat dikatakan bahwa manajemen koperasi merupakan tata cara mengenai bagaimana mengatur koperasi secara professional agar dapat mencapai tujuannya. Enam faktor produksi (Sukamdiyo, 1996, p.52) yang dimanfaatkan dalam pelaksanaan manajemen koperasi yaitu : tanah, modal, manusia, teknologi, informasi dan komunikasi, waktu. Pelaksanaan manajemen koperasi tradisional masih bersifat tidak dinamis dan memiliki sejumlah kelemahan. Sukamdiyo dan Wagiono Ismangil (Sukamdiyo, 1996, p.53) menyatakan sejumlah ciri yang menonjol dari manajemen koperasi tradisional yaitu : usahanya relatif kecil dan sederhana, pengelolaan yang kurang baik, kemampuan yang kurang dalam mendukung kepentingan anggota, kurang mampu memantau lingkungannya, dan belum menerapkan prinsip manajemen professional.
Menurut pendapat Sukamdiyo (1996, pp.53-58) ditinjau dari segi manajemen,
penanganan
koperasi
secara
tradisional
dapat
menghambat
perkembangan koperasi. Hal ini dikarenakan semakin tajamnya persaingan dalam dunia usaha, teknologi yang semakin canggih, serta informasi yang semakin kompleks telah mewarnai dunia bisnis. Oleh karena itu perlu adanya pengembangan dari manajemen tradisional yang dijalankan oleh koperasi agar lebih professional. Penerapan manajemen kualitas perlu dilakukan dalam perkoperasian. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu : peningkatan partisipasi anggota, informasi pasar, peningkatan strategi pemasaran, peningkatan produktivitas dengan penggunaan faktor produksi secara efektif, komunikasi dengan alat modern, aliran informasi yang lancar, dan penggunaan teknologi yang tepat. 2.1.4
Manajemen Tri Partite Manajemen tri partite menyoroti manajemen koperasi dari segi organisasi.
Manajemen tri partite terbagi menjadi tiga yaitu anggota, pengurus, dan pengelola. Perbedaan fungsi dan peran dari masing-masing unsur mengisyaratkan pentingnya kejelasan tanggung jawab dan wewenang dari setiap unsur. Masing-masing unsur akan dijelaskan pada sub-sub bab berikut. 2.1.4.1 Anggota Sukamdiyo (1996, p.124) menjelaskan anggota merupakan subjek, peran yang fundamental dan pemegang kendali pengawasan terhadap organisasi koperasi. Dalam menjalankan tugasnya secara rinci, anggota dapat mendelegasikan wewenangnya kepada pengurus dan pengawas.
Partisipasi anggota dalam koperasi juga dapat direalisasikan melalui berbagai cara antara lain : a. Menerima dan melaksanakan Anggaran Dasar dan keputusan rapat anggota b. Membayar simpanan-simpanan yang menjadi kewajibannya. c. Melakukan transaksi dengan koperasi seperti berbelanja di usaha dagang koperasi. d. Memberikan kritik dan saran demi mendorong perkembangan koperasi. 2.1.4.2 Pengurus Sukamdiyo (1996, p.127) menjelaskan pengurus sebagai orang yang bertanggung jawab menjaga dan menjamin terpenuhinya keinginan anggota atau pemilik koperasi. Pengurus merupakan orang-orang yang terorganisasi dan memiliki kewenangan kolektif untuk mengawasi dan mengembangkan koperasi. Beberapa tugas pengurus adalah melakukan pengelolaan atas usaha koperasi dengan mengoperasikan berbagai sumber daya yang ada, menyelenggarakan rapat anggota, menyelenggarakan pembukuan inventaris dan keuangan koperasi serta mempertanggungjawabkannya kepada anggota dalam rapat anggota, dan memelihara daftar buku anggota dan pengurus. Pengurus memiliki wewenang untuk mewakili koperasi baik di dalam maupun luar pengadilan jika ada perkara yang melibatkan koperasi, memutuskan untuk menerima atau menolak anggota baru, memberhentikan anggota sesuai dengan ketentuan, serta melakukan upaya-upaya demi kepentingan koperasi.
2.1.4.3 Pengelola Sukamdiyo
(1996,
p.130)
menjelaskan pengelola adalah pelaksana
operasional koperasi yang mengerjakan tugas pengurus dan bertanggungjawab kepada pengurus. Agar dapat dilaksanakannya tugas pengelola dengan baik dibutuhkan deskripsi tugas yang diembannya dan batasan wewenangnya. Perkembangan dari manajemen koperasi yang diarahkan pada profesionalitas menyebabkan struktur manajemen tri partite menjadi anggota, pengurus, dan manajemen profesional yang menggantikan pengelola. Hal ini dikarenakan koperasi semakin membutuhkan pengelola yang bekerja penuh untuk kepentingan bisnis koperasi. Hubungan diantara ketiganya digambarkan sebagai berikut :
MANAJEMEN PROFESIONAL
PENGURUS
ANGGOTA
Sumber : Sukamdiyo, 1996, p.123
Gambar 2.1 Manajemen Koperasi Profesional
Pada gambar di atas terlihat anggota menempati bagian dasar dari piramida dan mengisi tempat yang paling luas. Hal ini berarti bahwa dasar dan sumber dari manjemen yang ada di koperasi adalah anggota. Sebagian dari wewenang anggota didelegasikan kepada pengurus dan manajemen profesional.
Pengurus berada pada posisi di atas anggota dan menempati posisi yang lebih sempit. Hal ini berarti wewenang pengurus dibatasi oleh anggota dan bertindak sebagai penghubung antara anggota dan manajemen profesional. Manajemen profesional memiliki dimensi yang lebih sempit. Hal ini berarti wewenang manajemen profesional yang didelegasikan oleh pengurus terbatas pada hal-hal yang bersifat bisnis. 2.1.5
Manajemen Pemasaran Koperasi Pemasaran dalam koperasi memiliki pengertian yang serupa dengan
pemasaran pada usaha lainnya. Sukamdiyo (1996, p.65) mengemukakan pengertian dari pemasaran sebagai tindakan yang menyebabkan berpindahnya hak milik atas barang dan jasa dari penjual ke pembeli yang menimbulkan distribusi fisik atas barang tersebut. Pada koperasi pembeli yang dimaksudkan adalah anggota dan bukan anggota yang merupakan komunitas pada wilayah tempat diselenggarakannya koperasi. Dalam pemasaran koperasi, Sukamdiyo(1996, p.65) menambahkan bahwa hal yang perlu diperhatikan adalah pentingnya informasi pasar. Beberapa poin penting dalam informasi pasar diantaranya adalah :
Informasi mengenai produk apa yang dibeli oleh pelanggan
Perincian dari kualitas dan jenis dari masing-masing produk, harga yang diinginkan oleh pelanggan dan syarat pembeliannya.
Preferensi produk dari pelanggan atau calon pelanggan
Motivasi utama dari pembelian produk oleh pelanggan.
Fungsi pemasaran dalam koperasi mencakup fungsi pembelian, penjualan, dan promosi. Fungsi penjualan dilakukan oleh koperasi produsen yang anggotanya merupakan produsen yang memproduksi produk. Koperasi produsen berperan menyalurkan produk yang dihasilkan oleh anggota ke pasar. Fungsi pembelian banyak dilakukan oleh koperasi produsen maupun koperasi non produsen. Fungsi pembelian ditujukan untuk memperoleh keuntungan dari penyediaan barang-barang kebutuhan pelanggan berupa potongan harga dari pemasok karena pembelian dalam jumlah tertentu. Fungsi promosi berkaitan dengan upaya koperasi untuk menjangkau pelanggan atau calon pelanggan untuk memperkenalkan produk koperasi maupun citra dari koperasi. Tujuan utamanya adalah untuk dapat mendukung penjualan produk koperasi. 2.1.6
Manajemen Komunikasi Koperasi Pernyataan Carl I Hovlan mengenai pengertian komunikasi dikutip sebagai
berikut : “ Communication is a process by which an individual transmit stimuli to modify the behavior of other individuals.” (Sukamdiyo, 1996, p.146) Berdasarkan pengertian tersebut dapat diketahui bahwa komunikasi merupakan suatu proses yang melibatkan unsur-unsur berikut :
Komunikator yaitu orang yang bertindak sebagai pemberi pesan atau yang memulai komunikasi.
Komunikan yaitu orang yang bertindak sebagai penerima pesan dari komunikator atau objek yang dituju dari proses komunikasi.
Pesan atau stimulus yaitu sesuatu yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikan.
Kanal yaitu saluran atau media yang digunakan untuk melakukan komunikasi.
Efek atau perubahan perilaku yaitu hasil yang diharapkan dengan adanya komunikasi.
Sukamdiyo (1996, p.146) juga menambahkan bahwa proses komunikasi akan efektif jika pesan yang telah diterima dapat dimengerti oleh orang yang menerima pesan dan menjadi lengkap apabila terjadi umpan balik dari orang tersebut. Manajemen komunikasi dalam koperasi dibedakan menjadi 2 yaitu komunikasi internal dan komunikasi ekternal. Komunikasi internal koperasi melibatkan komunikasi diantara anggota, pengurus, dan pengelola yang merupakan manajemen tri partite koperasi. Sedangkan komunikasi ekternal koperasi melibatkan komunikasi antara koperasi dengan pihak-pihak di luar organisasi koperasi seperti pelanggan non anggota, pemerintah, lembaga keuangan, dan lain-lain (Sukamdiyo, 1996, p.148-149). Komunikasi dalam koperasi perlu memperhatikan 7C seperti yang diungkapkan oleh Cutlip dan Center (Sukamdiyo, 1996, pp.155-156) yaitu : 1. Credibility (Kepercayaan) Komunikasi dalam koperasi harus diawali dengan suasana penuh kepercayaan yang dapat dibentuk oleh komunikator. Komunikator memiliki keinginan untuk melayani komunikan dan komunikan mempercayai kemampuan komunikan dalam penguasaan pesan.
2. Content (Muatan Isi) Berita atau pesan yang dikirimkan dalam komunikasi koperasi oleh komunikator harus mempunyai makna bagi komunikan atau selaras dengan sistem nilai komunikan. 3. Context (Kaitan keadaan) Program komunikasi dalam koperasi perlu memperhatikan konteks dari pesan yang akan disampaikan. Ini mengenai dengan cara bagaimana pesan disampaikan ke komunikan sehingga komunikan menerima pesan dan memahami maknanya. 4. Clarity (Kejelasan) Kejelasan dari pesan menjadi poin penting selanjutnya. Jika pesan berisikan prosedur untuk melakukan aktivitas maka setiap langkah dalam prosedur tersebut perlu disajikan dengan kalimat atau penggambaran yang jelas dan sederhana. 5. Consistency (Konsistensi) Pesan yang dikirim harus konsisten karena komunikasi merupakan proses yang berkesinambungan dan memerlukan pengulangan agar dapat mencapai tujuannya. 6. Capability of Audience (Kemampuan Komunikan) Dalam melakukan komunikasi perlu diperhitungkan kemampuan komunikan karena komunikasi akan lebih efektif jika kesulitan yang diterima oleh komunikan diperkecil. Selain itu juga perlu diperhatikan
hal-hal seperti kemudahan penerimaannya, kemampuan pemahaman dan pengalaman komunikan. 7. Channel (Saluran/Media) Saluran atau media komunikasi yang digunakan oleh komunikator harus sama dengan komunikan karena dapat memudahkan proses penerimaan umpan balik oleh komunikator dari komunikan sehingga komunikator dapat memberikan jawaban dengan segera. 2.2
Strategi
2.2.1
Pengertian Strategi Strategi berasal dari bahasa Yunani kuno yang berarti seni berperang. Lebih
lanjut lagi, pengertian strategi banyak dikemukan oleh para pakar dalam berbagai macam buku. Stephanie K.Marrus seperti yang dikutip oleh Sukristono (Umar, 2001,p.31) mendefinisikan strategi sebagai suatu proses penentuan rencana para pemimpin puncak yang berfokus pada tujuan jangka panjang organisasi disertai penyusunan cara atau upaya agar tujuan tersebut dapat dicapai. Hamel dan Prahalad (Umar, 2001,p.31) mengemukakan pandangan yang lebih spesifik mengenai strategi. Menurut mereka strategi merupakan tindakan yang bersifat incremental (senantiasa meningkat) dan terus menerus serta dilakukan berdasarkan sudut pandang tentang apa yang diharapkan oleh para pelanggan di masa mendatang. Thompson dan Strickland (2001, p.3) mengemukakan bahwa strategi perusahaan merupakan
suatu rencana permainan yang dipakai oleh pihak
manajemen untuk mencapai suatu posisi dalam pasar, menjalankan operasi
perusahaan, menarik dan menyenangkan pelanggan, sukses dalam persaingan, dan mencapai tujuan perusahaan. 2.2.2
Manajemen Strategi Menurut Thompson dan Strickland (2001,p.6), konsep dasar dari manajemen
strategik adalah proses manajerial dalam membentuk suatu visi strategik, menentukan serangkaian tujuan, mengimplementasikan dan menjalankan strategi yang bersangkutan kemudian melakukan penyesuaian atau koreksi atas visi, tujuan, strategi, dan pelaksanaannya ketika dirasakan perlu secara berkala. Berdasarkan pengertian konsep tersebut terdapat lima rangkaian tugas utama dalam manajemen strategik menurut pendapat Thompson dan Strickland (2001, p.7) yang penggambarannya adalah sebagai berikut : Tugas 1
Perumusan Visi Strategis dan Misi Bisnis
Revisi bila perlu
Tugas 2
Penentuan rangkaian tujuan
Revisi bila perlu
Tugas 3
Penyusunan Strategi untuk pencapaian tujuan
Revisi bila perlu
Tugas 4
Implementasi dari strategi
Revisi bila perlu
Sumber : Thompson dan Strickland. 2001, p.7
Gambar 2.2 Lima Tugas Dalam Manajemen Strategik
Tugas 5
Evaluasi kinerja, pengawasan atas perkembangan baru, tindakan koreksi penyesuaian
Kembali ke tugas 1,2,3,atau 4 jika perlu
2.3
Konsep Bisnis
2.3.1
Pengertian Bisnis Menurut Madura (2001, p.2) bisnis atau perusahaan adalah suatu badan
hukum yang menghasilkan barang atau jasa yang diperlukan oleh pelanggan. Setiap bisnis melakukan transaksi dengan orang-orang. Mereka menanggung akibat karena bisnis tersebut karenanya mereka mempunyai kepentingan di dalamnya. Mereka disebut sebagai pemegang kepentingan utama (stakeholder) atau orang yang mempunyai kepentingan dalam bisnis. Mereka adalah karyawan, pemilik, kreditur, pemasok, dan pelanggan. Menurut Madura ( 2001, p.13 ), lima fungsi utama yang terlibat dalam bisnis adalah : 1. Pemasaran, cara bagaimana produk dan jasa dikembangkan, diberi harga, didistribusikan dan dipromosikan kepada pelanggan. 2. Manajemen, cara bagaimana karyawan dan sumber lain ( seperti mesin – mesin ) digunakan oleh perusahaan. 3. Keuangan,
cara
bagaimana
perusahaan
mendapatkan
dana
dan
menggunakannya untuk keperluan operasi bisnisnya. 4. Akuntansi, ringkasan atau analisis dari kondisi keuangan perusahaan. 5. Sistem informasi , meliputi teknologi informasi, masyarakat, dan prosedur yang bekerjasama untuk memberikan informasi yang cocok kepada karyawan perusahaan sehingga mereka dapat membuat keputusan bisnis.
2.3.2
Proses Bisnis Marshall (2000, p.53) menyatakan proses bisnis mendefinisikan bagaimana
suatu organisasi meraih tujuannya dan dirancang untuk menambah nilai. Proses bisnis terdiri dari beberapa langkah yang saling berhubungan dengan suatu alur kerja. Ivar Jacobson, seperti yang dikutip oleh Marshall (2000, p.53) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan proses bisnis adalah rangkaian kegiatan internal yang dilakukan untuk melayani pelanggan. 2.4
Teori Pemasaran
2.4.1
Pengertian Pemasaran Kotler (2003, pp.8-9) pengertian pemasaran dibedakan menjadi dua yaitu
pengertian sosial dan pengertian manajerial. Secara sosial, pemasaran diartikan sebagai suatu proses sosial untuk menemukan kebutuhan dan keinginan dari individu maupun kelompok melalui penciptaan, penawaran, dan pertukaran barang dan jasa yang
bernilai secara bebas. Sedangkan secara manajerial, pemasaran dianggap
sebagai “seni dari menjual produk”. Tipikalnya pemasaran sering dipandang sebagai sebagai serangkaian tugas penciptaan, promosi, dan pengiriman barang dan jasa kepada konsumen dan bisnis. Pengertian pemasaran menurut The American Association adalah proses dari perencanaan dan pemasaran sebagai proses perencanaan dan pelaksanaan konsepsi, penetapan harga, promosi, dan distribusi ide-ide, barang-barang, dan jasa-jasa untuk menciptakan pertukaran yang memuaskan tujuan individu dan organisasi (Kotler, 2003, p.9)
2.4.2
Konsep Pemasaran Pemasaran memegang kunci penting dalam pencapaian tujuan perusahaan
yang meliputi keefektifan perusahaan dibandingkan dengan pesaing dalam hal penciptaan, penyampaian, dan mengkomunikasikan nilai pelanggan superior kepada target pasar yang ditujunya (Kotler, 2003, p.19). Konsep dari pemasaran meliputi 4 pilar utama yaitu : target pasar, kebutuhan pelanggan, pemasaran terpadu, dan keuntungan dari kepuasan pelanggan. Penggambaran konsep ini adalah sebagai berikut :
Starting point
Focus
Means
Ends
Target Market
Customer Needs
Integrated Marketing
Profits through customer satisfaction
Sumber : Kotler.2003, p.20
Gambar 2.3 4 Pilar Konsep Pemasaran Perusahaan akan memilih target pasar sasarannya dengan hati-hati sehingga dapat mempersiapkan program pemasaran untuk setiap target pasarnya dengan lebih baik. Untuk dapat fokus kepada kebutuhan pelanggan tidaklah mudah karena banyak pelanggan yang tidak menyadari kebutuhan mereka, atau mereka tidak dapat mengungkapkan kebutuhan-kebutuhan tersebut, atau cara penyampaian mereka yang membutuhkan interpretasi tertentu. Kotler (2003, p.21) mengemukakan ada lima kebutuhan pelanggan yaitu :
Kebutuhan yang dinyatakan oleh pelanggan (Stated needs)
Kebutuhan yang sebenarnya diinginkan oleh pelanggan (Real needs)
Kebutuhan yang tidak dinyatakan oleh pelanggan namun diinginkannya (Unstated needs)
Kebutuhan yang merupakan harapan bagi pelanggan yang sifatnya berupa tambahan (Delight needs)
Kebutuhan yang disembunyikan oleh pelanggan setelah kebutuhan utamanya terpenuhi (Secret needs)
Pemasaran terpadu dapat dicapai dengan adanya kerja sama dari setiap departemen dalam perusahaan untuk melayani kebutuhan dan kepentingan pelanggan. Kondisi ini terkadang sulit untuk dicapai karena tidak semua karyawan dilatih dan dimotivasi untuk bekerja demi kepentingan pelanggan. Tujuan utama dari konsep pemasaran adalah untuk mendukung perusahaan dalam pencapaian tujuan. Bagi perusahaan dapat dikatakan keuntungan merupakan tujuan namun perusahaan menfokuskan pada perolehan keuntungan sebagai konsekuensi dari penciptaan nilai pelanggan yang superior. 2.4.3
Strategi Pemasaran Menurut Kotler (2003,p.90) perencanaan strategi pemasaran memaparkan
target pasar dan pengajuan nilai-nilai yang dapat ditawarkan berdasarkan pada analisis peluang-peluang pasar yang terbaik. Perencanaan pemasaran merupakan instrumen utama untuk mengarahkan dan mengkoordinasikan upaya-upaya pemasaran.
Craven dan Piercy (2003, p.31) mengemukakan strategi pemasaran merupakan rangkaian tugas yang terdiri dari analisis, pengembangan strategi, dan pengimplementasian kegiatan dalam: pengembangan suatu visi tentang pasar dari kepentingan organisasi, memilih strategi, target pasar, menentukan objek, dan pengembangan, pengimplementasian, dan pengelolaan strategi penempatan posisi dalam program pemasaran yang didesain untuk dipertemukan dengan permintaan nilai dari pelanggan dalam setiap target pasar. Strategi pemasaran tersusun atas rumusan dari segmentasi (segmentation), pemilihan pasar yang dituju (targeting), dan penentuan posisi (positioning). 2.4.3.1 Segmentasi (Segmentation) Kotler (2003, p.279) menyatakan bahwa segmentasi nerupakan upaya untuk mengidentifikasikan dan membedakan profil dari kelompok-kelompok pembeli yang memiliki perbedaan dalam kebutuhan dan preferensi. Senada dengan itu, Mohammmed et al. (2003, pp44-56) mengemukakan segmentasi adalah proses pengelompokan para pelanggan berdasarkan kesamaan yang ada pada mereka. Menurut Cravens dan Piercy (2003, p33) objek dari segmentasi adalah untuk menjelaskan perbedaan dalam kebutuhan dan keinginan dan mengidentifikasi segmen (subgroup) dengan produk yang dipasarkan yang sesuai. Setiap segmen terdiri dari pembeli dengan kebutuhan dan keinginan yang serupa untuk kategori dari produk yang sesuai untuk dikelola. Segmen-segmen dideskripsikan menggunakan karakteristik dari orang-orang, alasan-alasan mereka membeli atau menggunakan produk, dan pilihan mereka terhadap merk dari produk.
Lebih lanjut lagi, menurut Kotler (2003, p286) untuk melakukan segmentasi yang efektif maka segmen pasar harus bersifat: •
Terukur (Measureable): Ukuran, daya beli, dan karakteristik dari segmen pasar dapat diukur.
•
Penting (Substansial): Segmen cukup besar dan menguntungkan untuk dilayani. Segmen tersebut sebaiknya kelompok homogeneous terbesar, bila memungkinkan, yang layak untuk dimasuki dengan program pemasaran yang dirancang.
•
Dapat dimasuki (Accessible): Segmen dapat dicapai dan dilayani secara efektif.
•
Dapat dibedakan (Differentiable): Segmen secara konseptual dapat dibedakan dan merespon secara berbeda terhadap elemen-elemen bauran pemasaran dan program pemasaran yang berbeda.
•
Dapat ditindaklanjuti (Actionable): Program yang efektif dapat dirumuskan untuk menarik dan melayani segmen tersebut. Variabel utama segmentasi pasar menurut Kotler (2003, pp287-294) adalah
sebagai berikut: 1. Segmentasi Geografis (Geographic) : Memisahkan pasar menjadi unit-unit yang berbeda berdasarkan letak geografis seperti negara, negara bagian, wilayah, kabupaten, kota dan sebagainya. 2. Segmentasi Demografis (Demographic) : Memisahkan pasar berdasarkan variable-variabel seperti umur, jumlah anggota keluarga, jenis kelamin,
pendapatan, pekerjaan, pendidikan, agama, ras, generasi, kewarganegaraan, dan kelas sosial. 3. Segmentasi Psikografis (Psychographic) : Pelanggan dipilah-pilah menjadi kelompok berbeda berdasarkan gaya hidup atau kepribadian atau nilai-nilai yang dianut. 4. Segmentasi Perilaku (Behovioral) : Pelanggan dibagi menjadi kelompok berbeda berdasarkan pengetahuan yang dimiliki pelanggan, sikap yang ditujukan pada, penggunaan dari, atau respon terhadap suatu produk. Banyak pemasar menyakini bahwa variabel perilaku merupakan awal yang terbaik untuk membangun segmentasi pasar. Kartajaya et al. (2003, pp.117-118) menyatakan untuk tidak membagi pasar secara kaku. Variabel geografi dan demografi merupakan contoh variabel pensegmen pasar yang kaku karena variabel ini dapat menghilangkan sejumlah dinamika perilaku pelanggan. Saran yang diberikan adalah menggunakan variabel psikografis dan perilaku agar segmentasi yang dijalankan dapat lebih fleksibel dan optimum untuk menggambarkan situasi pasar. Yang perlu diperhatikan adalah melihat pelanggan secara total sebab pelanggan memiliki multiperan, multi-task, bahkan multi kepribadian. Dengan melihat pelanggan secara utuh dari berbagai peran maka dapat terbuka berbagai kesempatan. 2.4.3.2 Pemilihan Pasar yang Dituju (Targeting) Menurut Cravens dan Piercy (2003, p35) mengemukakan bahwa strategi tujuan pasar (Market Targeting) adalah untuk memilih orang-orang atau organisasi yang manajemen harapkan, untuk melayani mereka dengan produk yang dipasarkan.
Ketika kebutuhan dan keinginan pembeli beragam, target pasar umumnya terdiri dari satu atau lebih segmen dari produk yang dipasarkan. Kotler (2003, p299) berpendapat bahwa tujuan (Targeting) adalah memilih berapa banyak dan yang mana dari segmen-segmen pasar yang telah teridentifikasi oleh perusahaan. Dalam menilai segmen pasar maka perlu diperhatikan dua faktor, yaitu: seberapa menariknya segmen tersebut secara menyeluruh serta tujuan dan sumber daya yang dimiliki perusahaan. Pada situs www.marketingteacher.com, targeting dibedakan menjadi 3 tipe yaitu :
Sebuah segmen dengan sebuah produk. Dengan kata lain, pemasar menargetkan penawaran sebuah produk pada suatu segmen pasar dari banyak segmen pasar.
Pemasar dapat mengabaikan perbedaan pada segmen-segmen pasar dan memilih untuk menargetkan semua segmen atau keseluruhan pasar dengan sebuah produk yang sama.
Pendekatan yang lain adalah multi segment approach. Pemasar akan menargetkan sejumlah segmen dengan serangkaian produk yang berbeda.
2.4.3.3 Penentuan Posisi (Positioning) Cravens dan Piercy (2003, p37) menyatakan startegi posisi (Strategic Positioning) adalah kombinasi dari strategi produk, rantai nilai, harga, dan promosi suatu perusahaan yang digunakan untuk memposisikan dirinya melawan pesaing dalam mempertemukan kebutuhan dan keinginan dari target pasar. Startegi-strategi
dan taktik yang digunakan untuk memperoleh suatu posisi yang disukai disebut bauran pemasaran (marketing mix) atau program pemasaran. Kotler (2003, p308) menyatakan positioning merupakan suatu tindakan untuk merancang penawaran dan citra perusahaan untuk ditempatkan ke dalam benak tertentu dari pasar sasaran. Kartajaya et al. (2003, p.143) menyatakan positioning adalah janji perusahaan kepada pelanggan karenanya dalam menyusun pernyataan positioning perlu diperhatikan kemampuan perusahaan untuk melaksanakannya. Komunikasi memegang peranan yang besar dalam membentuk persepsi pelanggan untuk melaksanakan strategi positioning. 2.4.4
Bauran Pemasaran Bauran pemasaran adalah serangkaian alat pemasaran yang digunakan oleh
perusahaan untuk mencapai tujuan pemasarannya pada pasar yang dituju (Kotler,2003,p.15). Alat pemasaran yang dimaksudkan terdiri dari empat kelompok utama, seperti yang diungkapkan oleh McCarthy (Kotler, 2003, p.16), yaitu product (produk), price (harga), place (distribusi), dan promotion (promosi). Konsep ini dikenal dengan istilah 4P dan ditunjukkan pada gambar berikut :
Marketing Mix
Product Product variety Quality Design Features Brand name Packaging Sizes Services Warranties Returns
Place Channel Covarage Assortments Locations Inventory Transport
Target Market
Price List price Discount Allowance Payment period Credit terms
Promotion Sales promotion Advertising Sales Force Public Relation Direct Marketing
Sumber : Kotler, 2003, p. 16
Gambar 2.4 Komponen 4P Pada Bauran Pemasaran Konsep 4P menunjukkan sudut pandang pemasar mengenai alat pemasaran yang dapat digunakan untuk mempengaruhi pembeli. Sedangkan dari sudut pandang pembeli, setiap alat pemasaran dirancang untuk memberikan keuntungan. Robert Lauterborn (Kotler, 2003, p.17) menyarankan sebaiknya 4P pemasar diselaraskan dengan 4C dari pembeli yaitu Customer Solution, Customer Cost, Convienience, dan Communication. Perusahaan yang berhasil adalah mereka yang dapat memenuhi kebutuhan pelanggan secara ekonomis, memberikan kenyamanan, dan disampaikan dengan komunikasi yang efektif.
2.5
Konsep e-Business
2.5.1
Pengertian e-Business Kalakota dan Robinson (2000, p.12) mengemukakan bahwa pelanggan
membutuhkan perusahaan yang dapat menjalankan bisnis yang terus berkembang khususnya di area :
Kecepatan Pelayanan – dalam dunia nyata, pelayanan premium diterapkan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan dengan cepat, akurat, dan memberikan respon yang adaptif.
Kenyamanan – pelanggan menginginkan kenyamanan untuk berbelanja pada satu tempat saja dengan adanya fasilitas pemesanan dan alur pengiriman.
Personalisasi – pelanggan ingin diperlakukan secara personal oleh perusahaan.
Harga – perusahaan perlu memberikan harga dengan alasan yang tepat untuk memperoleh keuntungan dari pelanggan. Teknologi memungkinkan perusahaan memenuhi keinginan pelanggan
tersebut di antaranya adalah dengan penerapan e-business. Kalakota dan Robinson (2000, p5) menyatakan bahwa e-business adalah penambahan yang meliputi ecommerce, juga bagian yang menjalankan aplikasi front office dan back office dengan menggunakan mesin untuk menjalankan proses. E-business bukanlah sekedar transaksi e-commerce atau membeli dan menjual melalui web. E-business adalah strategi yang menyeluruh dari pendefinisian ulang bisnis lama dengan bantuan teknologi untuk memaksimumkan nilai pelanggan.
Menurut Indrajit (2002, p.1), e-bisnis adalah penggunaan suatu jaringan elektronik dan teknologi yang disatukan untuk memungkinkan, memperbaiki, mempertinggi, merubah bentuk atau menciptakan suatu proses bisnis atau sistem bisnis untuk menghasilkan nilai yang tinggi untuk para pelanggan tetap yang potensial Kotler (2003, p40) mengatakan bahwa e-business menggambarkan penggunaan platform dan alat elektronik untuk menjalankan bisnis perusahaan. Misalnya dengan membangun website, intranet, ekstranet, dan sebagainya. Ebusiness dan e-commerce menggunakan empat tipe utama domain internet yaitu : B2C (Business to Consumer), B2B (Business to Business), C2C (Comsumer to Comsumer), dan C2B (Consumer to Business). Kolter juga menyatakan bahwa konteks “e” digunakan dalam berbagai bentuk seperti e-learning, e-services. Namun, pada saat suatu bisnis dijalankan secara online konteks “e” biasanya ditambahkan pada nama dari bisnis. 2.6
Jenis dan Metode Penelitian
2.6.1
Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam proses penulisan skripsi ini adalah
studi kasus yang dilakukan dengan mempelajari kasus penerapan suatu aktivitas di lapangan, mengamati dan melakukan wawancara kepada pihak-pihak yang terkait. 2.6.2
Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif yakni dengan
cara melakukan penelitian studi kasus pada objek penelitian, kemudian
melaporkannya dalam bentuk laporan deskriptif yang menggambarkan hasil penelitian. 2.7
Teknik Pengumpulan Data Data-data penelitian diperoleh dari data primer dan data sekunder dengan melakukan kegiatan berikut.
Penelitian Lapangan Penelitian lapangan dilakukan untuk memperoleh data primer di tempat objek penelitian secara langsung dengan menggunakan metode observasi dan wawancara baik secara tatap muka langsung maupun melalui telepon atau email. Teknik wawancara yang digunakan adalah wawancara tidak terstruktur yang menurut Sekaran (2003,p.225) adalah teknik wawancara yang digunakan oleh pewawancara tanpa adanya urutan pertanyaan yang terstruktur. Sedangkan teknik observasi yang digunakan adalah observasi non participant yang menurut Sekaran (2003, p.253) adalah teknik observasi yang bertujuan mengumpulkan data tanpa menjadi bagian integral dari sistem organisasi yang diteliti.
Penelitian Kepustakaan Penelitian kepustakaan dilakukan untuk memperoleh data sekunder dan landasan teoritis serta berpikir dengan mempelajari beberapa literatur yang berkaitan dengan topik penelitian yang dilakukan.
2.8
Metode Analisis Bisnis
2.8.1
Model Lima Kekuatan Persaingan Porter Umar (2001, p.78) mengemukakan bahwa aspek lingkungan industri akan
lebih mengarah pada aspek persaingan tempat bisnis perusahaan berada. Akibatnya, faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi persaingan, seperti ancaman-ancaman dan kekuatan-kekuatan yang dimiliki perusahaan termasuk kondisi persaingan itu sendiri menjadi perlu untuk dianalisis. Porter (Thompson dan Strickland, 2001, pp 79 – 81 ), mengemukakan suatu alat analisis untuk mendiagnosa tekanan persaingan dalam suatu pasar dan menilai seberapa kuat dan penting dari setiap faktor yang ada, dan biasanya disebut sebagai model lima kekuatan persaingan. Hubungan di antara faktor-faktor tersebut dan hubungannya digambarkan sebagai berikut :
Perusahaan dalam industri lain yang menawarkan produk substitusi
Persaingan diantara perusahaan dalam industri yang sama
Pemasok bahan mentah, komponen atau sember masukkan lainnya
Tekanan persaingan disebabkan oleh perebutan posisi pasar yang lebih baik dan keunggulan kompetitif
Pembeli
Pendatang baru potensial
Sumber : Thompson dan Strickland, 2001, p. 79
Gambar 2.5 Model Lima Kekuatan Persaingan 2.8.2
Matriks Faktor Strategi Eksternal Rangkuti (2000, p.22) menjelaskan tahap-tahap dalam melakukan penentuan
Faktor Strategi Eksternal (EFAS) yaitu sebagai berikut : a. Susunlah 5 sampai dengan 10 faktor eksternal yang terdiri dari ancaman dan peluang b. Beri bobot masing-masing faktor mulai dari 1,0 (sangat penting) sampai dengan 0,0 (tidak penting) dinilai dari kemungkinannya memberikan
dampak terhadap faktor strategis perusahaan. Jumlah bobot seluruh faktor tidak boleh melebihi skor 1,0. c. Hitung rating untuk setiap faktor dengan memberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor) berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi perusahaan yang bersangkutan. Pemberian nilai rating untuk faktor peluang bernilai positif (semakin besar peluang semakin tinggi ratingnya yaitu +4 dan semakin kecil peluang semakin rendah ratingnya yaitu +1). Sebaliknya pada pemberian nilai rating ancaman. +1 menunjukkan ancaman tersebut sangat besar dan +4 menunjukkan ancaman tersebut rendah. d. Kalikan bobot dengan rating untuk memperoleh faktor pembobotan. Hasilnya adalah skor pembobotan untuk setiap faktor yang nilainya bervariasi mulai dari 4,0 (outstanding) sampai dengan 1,0 (poor). e. Jumlahkan skor pembobotan untuk memperoleh skor total pembobotan. Nilai total ini menunjukkan bagaimana perusahaan bereaksi terhadap faktor-faktor strategis eksternalnya. 2.8.3
Matriks Faktor Strategi Internal Rangkuti (2000, p.24) menjelaskan bahwa setelah faktor-faktor strategis
internal perusahaan diidentifikasikan maka sebuah tabel IFAS disusun untuk menentukan merumuskan faktor-faktor tersebut ke dalam kerangka Strength dan Weakness perusahaan. Tahapannya adalah sebagai berikut : a. Tentukan faktor –faktor yang menjadi kekuatan dan kelemahan perusahaan.
b. Beri bobot masing-masing faktor tersebut dengan skala mulai dari 1,0 (sangat penting) sampai dengan 0,0 (tidak penting) berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap strategis perusahaan. Jumlah skor total tidak boleh melebihi 1,0. c. Hitung rating untuk setiap faktor dengan memberikan skala mulai dari 4,0 (outstanding) sampai dengan 1,0 (poor) berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi perusahaan. Variabel yang bersifat positif (semua variabel yang tergolong sebagai kekuatan) diberi nilai mulai dari +1 sampai dengan +4 (sangat baik) dengan membandingkannya dengan pesaing utama atau rata-rata industri. Sedangkan variabel yang bersifat negatif diperlakukan sebaliknya. Jika kelemahan perusahaan sangat besar dibandingkan dengan rata-rata industri maka nilainya adalah +1 sedangkan jika kelemahan tersebut di bawah rata-rata industri maka nilainya adalah +4. d. Kalikan bobot dengan rating untuk memperoleh skor pembobotan faktor. Hasilnya adalah skor pembobotan untuk setiap faktor yang nilainya bervariasi mulai dari 4,0 (outstanding) sampai dengan 1,0 (poor). e. Jumlahkan skor pembobotan setiap faktor untuk memperoleh total skor pembobotan. Nilai total ini menunjukkan bagaimana perusahaan bereaksi terhadap faktor-faktor strategis internalnya. 2.8.4
Analisis SWOT Menurut Thompson dan Strickland (2001, p.117) menyesuaikan sumber daya
kekuatan dan kelemahan perusahaan dan faktor eksternal berupa peluang dan
ancaman, atau yang umum dikenal sebagai analisis SWOT memberikan sebuah gambaran yang baik mengenai kondisi perusahaan apakah berada pada keadaan sehat atau tidak. Pemahaman perspektif mengenai kemampuan dan kekurangan sumber daya perusahaan, peluang pasar dan ancaman eksternal menjadi penting dalam pengambilan keputusan strategi masa depan. Sebaliknya, tugas dari penyusunan strategi yang menggunakan sumber daya perusahaan ditujukan untuk menangkap peluang pasar dan menetralisir ancaman, menjadi proposisi yang sifatnya untung-untungan. Alan Chapman dalam situs www.businessball.com mendefinisikan analisis SWOT sebagai metode penilaian data yang subjektif yang kemudian diorganisasikan ke dalam format SWOT menjadi urutan logika yang mendukung pemahaman, presentasi, diskusi, dan pengambilan keputusan. SWOT tersusun atas Strength (Kekuatan), Weakness (Kelemahan), Opportunities (Peluang), dan Threats (Ancaman). Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut :
Strength (Kekuatan) Menurut Thompson dan Strickland (2001,p.117) kekuatan adalah sesuatu yang dapat dilakukan oleh perusahaan dengan baik atau karakteristik tertentu yang memberikan perusahaan kemampuan untuk bersaing seperti keahlian khusus, aset fisik, asset SDM, dan aset organisasional.
Weakness (Kelemahan) Thompson dan Strickland (2001, p.119) mendefinisikan kelemahan sebagai sesuatu yang lemah dilakukan oleh perusahaan atau sebuah kondisi yang menyebabkan perusahaan mengalami kerugian.
Opportunities (Peluang) Thompson dan Strickland (2001, p.127) menyatakan bahwa peluang pasar yang paling relevan dengan pasar adalah yang menawarkan kemungkinan untuk peningkatan keuntungan di area potensial kekuatan kompetitif perusahaan, dan yang sesuai dengan kemampuan sumber daya dan keuangan perusahaan.
Threats (Ancaman) Menurut Thompson dan Strickland (2001, p.127) faktor-faktor tertentu dari lingkungan eksternal perusahaan dapat menyebabkan ancaman akan perolehan keuntungan. Ancaman dapat berupa meningkatnya pesaing yang menghasilkan produk yang lebih baik, penggunaan teknologi yang lebih baik, dan sebagainya. Nilai utama dari analisis SWOT adalah untuk memberikan gambaran
mengenai bagaimana strategi perusahaan dapat diselaraskan dengan kekuatan sumber daya dan peluang pasar, juga untuk menentukan seberapa penting bagi perusahaan untuk melakukan koreksi atas kelemahan perusahaan dan melindungi diri dari ancaman yang muncul.
Rangkuti (2000, p.19) menyatakan bahwa kinerja perusahaan dapat ditentukan oleh kombinasi antara faktor internal dan eksternal. Dalam analisis SWOT kedua faktor tersebutlah yang diperhatikan dan dibandingkan.
Berbagai Peluang
Kuadran III Mendukung strategi
turn- around
Kuadran I Mendukung Strategi Agresif
Kelemahan Internal
Kekuatan Internal Kuadran IV Mendukung strategi defensif
Kuadran II Mendukung strategi diversifikasi
Berbagai Ancaman
Sumber : Rangkuti, 2000, p.19
Gambar 2.6 Analisis SWOT Rangkuti (2000, p.20) memberikan penjelasan dari perbandingan pada analisis SWOT di atas sebagai berikut : •
Kuadran 1
: Ini merupakan situasi yang sangat menguntungkan.
Perusahaan
memiliki
peluang
dan
kekuatan
sehingga
dapat
memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang harus diterapkan dalam kondisi ini adalah yang mendukung kebijakan pertumbuhan agresif (growth oriented strategy). •
Kuadran 2
: Meskipun menghadapi berbagai ancaman, perusahaan
masih memiliki kekuatan dari segi internal. Strategi yang harus
diterapkan adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan strategi diversifikasi (produk/pasar). •
Kuadran 3
: Perusahaan menghadapi peluang pasar yang sangat besar,
namun di sisi lain juga menghadapi kendala/kelemahan internal. Fokus strategi perusahaan dalam kondisi ini adalah meminimalkan masalah internal perusahaan sehingga dapat meraih peluang pasar yang lebih baik. •
Kuadran 4
: Ini merupakan situasi yang sangat tidak menguntungkan.
Perusahaan menghadapi berbagai ancaman dan kelemahan internal. Matriks SWOT merupakan alat yang dipakai untuk menyusun faktor-faktor strategis perusahaan. Matrik ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Matriks ini dapat menghasilkan empat set kemungkinan alternatif strategis.
IFAS
STRENGTHS (S)
WEAKNESSES (W)
Tentukan faktor kekuatan Tentukan faktor kelemahan EFAS OPPORTUNITIES (O)
internal
internal
STRATEGI SO
STRATEGI WO
Tentukan faktor peluang Ciptakan eksternal
strategi
menggunakan untuk
THREATS (T)
strategi
kekuatan meminimalkan memanfaatkan untuk peluang.
STRATEGI ST
STRATEGI WT
strategi
menggunakan
yang Ciptakan
kelemahan
strategi
kekuatan meminimalkan
untuk mengatasi ancaman.
yang
memanfaatkan
peluang.
Tentukan faktor ancaman Ciptakan eksternal
yang Ciptakan
yang
kelemahan
dan menghindari ancaman
Sumber : Rangkuti, 2000, p.31
Gambar 2.7 Matriks SWOT 2.9
Perancangan Situs
2.9.1
Interaksi Pengguna Dengan Sistem Interaksi pengguna dengan sistem dapat digambarkan dengan menggunakan
diagram use case. Seperti yang dinyatakan oleh Schmuller (1999, p.10) diagram use case merupakan deskripsi perilaku sistem dilihat dari sudut pandang pengguna. Marshall (2000, p.63) mendeskripsikan diagram use case sebagai diagram yang menunjukkan keperluan dari sistem dengan mendefinisikan bagaimana sistem digunakan oleh pihak eksternal yaitu aktor. Aktor, secara umum adalah orang atau sistem lain, menyebabkan sistem menjalankan fungsinya dengan mengirimkan use case.
Diagram use case sangat bermanfaat bagi pengembang dan merupakan tool yang telah teruji fungsinya sebagai pendukung teknik pengumpulan kebutuhan sistem dari sudut pandang pengguna. Diagram use case merupakan sebuah konsep yang berguna untuk membantu analis memahami bagaimana seharusnya sistem berperilaku (Schmuller, 1999, p.75) . Ini sangat penting jika tujuannya adalah untuk mengembangkan sistem yang dapat digunakan oleh orang dalam dunia nyata. Menurut Schneider dan Winters (2001, pp.28-34) dalam mendeskripsikan setiap use case dalam diagram use case dibutuhkan setidaknya 3 poin utama yaitu : •
Precondition (kondisi awal) Mengindikasikan apa yang harusnya terjadi sebelum use case berlangsung atau kondisi sistem apa yang seharusnya terpenuhi untuk mengawali sebuah use case.
•
Flow of Events (alur kejadian) Merupakan serangkaian pernyataan deklaratif yang menunjukkan langkah-langkah dari pelaksanaan use case dari sudut pandang aktor. Untuk mengawalinya digunakan kalimat “Use case diawali ketika .... (kondisi awal yang terpenuhi)”. Sama halnya dengan saat use case berakhir, dinyatakan dengan kalimat “Use case ini berakhir/selesai.”
•
Postcondition (kondisi akhir) Mengindikasikan apa yang seharusnya terjadi setelah sebuah use case selesai berlangsung atau kondisi apa yang seharusnya tercapai oleh sistem setelah use case berakhir. Postcondition harus bernilai benar meskipun ada cabang alternatif dari use case tersebut.
2.9.2
User Interface Rayport dan Jaworski mengajukan fitur perancangan situs yang efektif
dengan membagi ke dalam tujuh elemen perancangan yang dinamakan sebagai 7Cs Framework atau Kerangka Kerja 7Cs (Kotler, 2003, 48). Penjelasan yang lebih terinci diperoleh dari Mohammed et al. (2003, p.183) yang menunjukkan kerangka kerja 7Cs membantu manager dengan peta petunjuk untuk merancang sebuah tampilan antar muka atau screen to face interface. Hanya dengan mengamati pelanggan aktual yang akan berinteraksi dengan situs maka kerangka kerja ini dapat diterapkan dengan baik. Adapun spesifikasi dari kerangka kerja ini adalah sebagai berikut : Tabel 2.1 7Cs dan Strategi Perancangan 7Cs Context
Tujuan dari Perancangan Fungsi : Situs harus dapat diakses dengan cepat, memiliki arsitektur informasi yang baik, dan memiliki fasilitas pencarian yang efektif. Estetika : Rancangan harus mencerminkan brand dan pengalaman
pelanggan
secara
offline;
menggunakan
multimedia jika dimungkinkan. Content
Menyediakan isi untuk memenuhi baik kebutuhan kognitif dan emosional. Menjaga agar halaman utama sederhana, dengan panggilan efektif untuk aksi. Memastikan situs selalu diupdate.
Community
Community tidak selalu digunakan oleh perusahaan internet. Jika menyediakan fasilitas komunitas maka pastikan partisipan dan pesan-pesan mereka memperkuat brand.
Customization
Pengunjung situs memiliki keinginan untuk melakukan kustomisasi dan personalisasi. Jika memungkinkan, buatlah rancangan
yang
dapat
menfasilitasi
interaksi
dan
modifikasi oleh pengunjung. Communication
Pastikan pelanggan mendapat pesan yang dikirimkan secara broadcast. Tempatkan layanan informasi untuk pelanggan pada situs.
Connection
Pertimbangkan untuk melakukan link dengan pihak ketiga yang memberikan komplemen kepada situs.
Commerce
Menyediakan checkout yang aman hanya untuk informasi penting, melindungi privasi pelanggan, memperbolehkan pelacakan order, dan menyediakan customer services, dan data konfirmasi pesanan. Sumber : Mohammed et al. (2003)
2.9.3
Database Menurut Faried Irmansyah pada situs www.ilmukomputer.com, database
adalah kumpulan dari jenis data yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya yang diorganisasikan menurut sebuah skema atau struktur tertentu, tersimpan di hardware komputer dan dengan menggunakan software komputer untuk melakukan manipulasi tertentu. Database dalam perancangan situs menjadi penting karena adanya pergerakan situs menjadi dinamis sehingga membutuhkan database untuk menyediakan data yang dibutuhkan untuk mengupdate informasi pada situs. Di samping itu, database pada situs juga berguna untuk menyediakan data mengenai pelanggan agar dapat digunakan untuk keperluan pemasaran.
2.10
Kerangka Berpikir Adapun kerangka berpikir dari penulisan skripsi adalah sebagai berikut : Gambaran Umum Proses Bisnis Berjalan
Analisis Lingkungan Bisnis dengan Analisis Porter
Identifikasi Alternatif Strategi dengan Matriks SWOT
Penentuan Strategi yang dikembangkan
Perumusan Detil Strategi
Tahap Perancangan
Rencana Implementasi
Gambar 2.8 Kerangka Berpikir Skripsi