BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1
Laporan Keuangan
2.1.1 Pengertian Laporan Keuangan Laporan keuangan adalah laporan yang berisi informasi keuangan sebuah organisasi. Laporan keuangan yang diterbitkan oleh perusahaan merupakan hasil proses akuntansi yang dimaksudkan sebagai sarana mengkomunikasikan informasi keuangan terutama kepada pihak eksternal. Menurut Soemarsono (2004:34) menjelaskan bahwa, “Laporan keuangan adalah laporan yang dirancang untuk para pembuat keputusan, terutama pihak diluar perusahaan, mengenai posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan”. Menurut PSAK No.1 Paragraf ke 7 (Revisi 2009) bahwa, “ Laporan Keuangan adalah suatu penyajian terstuktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas”. Berdasarkan definisi-definisi yang tersebut diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa suatu laporan keuangan berfungsi untuk: •
Mengetahui posisi keuangan suatu perusahaan pada kurun waktu tertentu melalui laporan historis yang secara sistematis memberikan informasi menyeluruh mengenai aktiva, hutang serta modal yang dikenal dengan nama laporan posisi keuangan (Statement of Financial Position).
•
Mengetahui posisi keuangan suatu perusahaan pada kurun waktu tertentu melalui laporan historis yang secara sistematis memberikan informasi menyeluruh mengenai penghasilan, biaya serta laba atau rugi yang diperoleh yang dikenal dengan nama laporan laba rugi (Income Statement)
8
•
Mengetahui posisi keuangan suatu perusahaan pada kurun waktu tertentu melalui laporan historis yang secara sistematis memberikan informasi menyeluruh mengenai aktivitas investasi, pendanaan dan operasi selama periode pelaporan, yang dikenal dengan nama Statement of Cash Flows
•
Setiap laporan tersebut menyediakan informasi yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya namun saling berkaitan karena mencerminkan aspek yang berbeda dari transaksi-transaksi atau peristiwa-peristiwa lain yang sama.
2.2
Pasar Modal
2.2.1 Pengertian Pasar Modal Pengertian pasar modal (capital market) menurut Undang-Undang Pasar Modal No. 8 tahun 1995, yaitu: “Kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek.” Sedangkan definisi pasar modal menurut Eduardus Tandelilin (2010:26) adalah : “Pasar modal adalah pertemuan antara pihak yang memiliki kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana dengan cara memperjualbelikan sekuritas.” Disisi lain, Darmadji dan Fakhruddin (2011:1) menyatakan bahwa pasar modal merupakan pasar yang memperjualbelikan berbagai instrumen keuangan (sekuritas) jangka panjang, dalam bentuk utang maupun modal sendiri. Instrumen keuangan tersebut antara lain seperti saham ,obligasi, waran, right dan sebagainya. Berdasarkan pengertian yang dikemukakan oleh para ahli diatas ,dapat disimpulkan bahwa pasar modal merupakan sarana pembentuk modal dan akumulasi dana yang diarahkan, untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengarahan dana guna menunjang pembiayaan pembangunan nasional. Pasar modal merupakan
9
penghubung antara investor dengan perusahaan ataupun institusi pemerintah melalui perdagangan instrumen keuangan.
2.2.2 Saham Saham merupakan salah satu instrumen pasar modal yang paling banyak diminati oleh investor,karena mampu memberikan tingkat pengembalian yang menarik. Saham dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan atau kepemilikan perseorangan atau badan dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas. Saham berwujud selembar kertas yang menerangkan surat berharga tersebut. Porsi kepemilikan ditentukan oleh seberapa besar penyertaan yang ditanamkan di perusahaan tersebut. (Tjiptono Darmadji dan Hendy M. Fakhruddin,2006:6). Sedangkan menurut Darmawan (2006:507) mendefinisikan saham sebagai bukti kepemilikan atas suatu perseroan , yang berarti juga klaim atas penghasilan dan aktiva perusahaan. Berdasarkan pendapat beberapa ahli maka penulis mengambil kesimpulan bahwa saham didefinisikan sebagai tanda penyertaan atau pemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas. Porsi kepemilikan ditentukan oleh seberapa besar penyertaan yang ditanamkan di perusahaan tersebut.
2.2.3 Jenis-jenis Saham Menurut pendapat Darmadji dan Fakhruddin (2011:1), ditinjau dari segi kemampuan dalam hak tagih atau klaim, maka saham terbagi atas: 1) Saham Preferen (Preffered Stock) Penanaman modal pada suatu perusahaan yang tidak memiliki hak suara dalam RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham). Namun, besarnya dividen
10
telah pasti jumlahnya dan tetap dalam persentase tertentu yang telah ditentukan oleh nilai nominal (par value) serta pembayaran dividen dilakukan terlebih dahulu dari dividen saham biasa. 2) Saham biasa (Common Stock) Penyertaan modal (equity investment) kepada perusahaan yang memiliki hak suara dalam RUPS yang tergantung ada besarnya persentase saham yang dimiliki. Penerima dividen dilakukan setelah pembayaran dividen saham preferen dan besarnya tergantung kepada besarnya kepemilikan dan laba rugi yang didapat perusahaan.
2.2.4 Jenis Nilai Saham Menurut pendapat Rusdin (2008:68) mengemukakan nilai saham terbagi atas 3 (tiga) jenis , yaitu: 1. Nilai Nominal (Nilai Pari),merupakan nilai yang tercantum dalam sertifikat saham yang bersangkutan , di Indonesia saham yang diterbitkan harus memiliki nilai nominal dan untuk satu jenis saham yang sama pada suatu perusahaan harus memiliki satu jenis nilai nominal. 2. Nilai Dasar, pada prinsip harga dasar saham ditentukan dari harga perdana saat saham tersebut diterbitkan,harga dasar ini akan berubah sejalan dengan dilakukannya berbagai tindakan emiten yang berhubungan dengan saham ,antara lain: right issue, stock split, waran dan lain-lain 3. Nilai Pasar, merupakan harga suatu saham pada pasar yang sedang berlangsung ,jika bursa sudah tutup maka harga pasar saham tersebut adalah harga penutupnya.
11
Menurut pendapat Tandelilin (2001:183), nilai saham terdiri atas 3 (tiga) yaitu nilai buku, nilai pasar dan nilai intrinsik. Nilai buku merupakan nilai saham yang dihitung menurut pembukuan perusahaan emiten.Sedangkan nilai pasar merupakan nilai saham yang dibentuk di pasar saham, dan nilai intrinsik merupakan nilai yang sebenarnya dari saham tersebut. Nilai pasar yang lebih kecil dari nilai intrinsiknya menunjukkan bahwa saham tersebut dijual dengan harga yang murah (undervalued), karena investor membayar saham lebih kecil dari yang seharusnya dibayar. Sebaliknya nilai pasar yang lebih besar dari nilai intrinsiknya menunjukkan bahwa saham tersebut dijual dengan harga yang mahal (overvalued).
2.2.5 Penetapan Harga Saham Saham dikelompokan pada surat berharga yang memberikan hasil tidak tetap (kecuali untuk jenis saham tertentu) sehingga penetapan harganya cukup sulit. Hal ini karena selain harus memperhatikan kepentingan investor dan pemilik, juga harus diperhatikan faktor internal seperti keadaan emiten yang bersangkutan dan eksternal perusahaan seperti perilaku masyarakat, keadaan perekonomian dalam negara, kebijaksanaan pemerintah dan situasi politik. Berikut ini adalah faktor – faktor yang dapat menjadi sumber naik atau turunnya harga saham sewaktu dinilai A. Faktor yang dapat diukur dengan angka – angka 1. Laba yang diperoleh selama beberapa tahun terakhir 2. Bagian laba yang ditahan 3. Peningkatan nilai harta tetap perusahaan
12
B. Faktor lain yang tidak dapat diukur dengan angka – angka : 1. Prospek perusahaan dimasa depan 2. Kualitas manajemen Untuk dapat melakukan penilaian saham dengan baik, diperlukan data – data berupa : A. Audited Financial Statement Milik perusahaan beberapa tahun terakhir (lebih panjang periode dinilai lebih baik). Dengan menganalisa financial statement ini dapat dilihat past performance perusahaan dengan baik, karena audited financial perusahaan tersebut diperiksa oleh akuntan publik yang tidak memihak B. Prospektus perusahaan Biasanya perusahaan menyajikan propektus selama beberapa periode tahun. Seluruh angka – angka dalam proyeksi tersebut dapat digunakan sebagai standar dalam menganalisa financial statement tahun – tahun berikutnya. Asumsi – asumsi mengenai prospek perekonomian, sektor industri dimana perusahaan tersebut berada serta prospek perusahaan itu sendiri agar diperoleh suatu pegangan sebelum melakukan analisis
2.2.6 Penawaran Umum (IPO) Pendanaan melalui mekanisme penyertaan umumnya dilakukan dengan menjual saham perusahaan kepada masyarakat atau sering dikenal go public. Menurut Undang-undang No.8 tahun 1995 tentang Pasar Modal bahwa ,”Penawaran umum merupakan kegiatan penawaran efek yang dilakukan oleh emiten untuk
13
menjual efek kepada masyarakat berdasarkan tata cara yang diatur dalam undangundang dan peraturan pelaksanaannya.” Disisi lain, menurut pendapat Darmadji dan Fakhruddin (2008:73), penawaran umum atau go public adalah kegiatan penawaran saham yang dilakukan untuk menjual saham kepada masyarakat. Kegiatan penawaran umum dilakukan untuk mencari dana yang digunakan untuk ekspansi, memperbaiki struktur permodalan ,melunasi sebagian utang atau meningkatkan modal kerja. Berdasarkan pendapat beberapa ahli, maka penulis mengambil kesimpulan bahwa penawaran umum artinya perusahaan tersebut telah memutuskan untuk menjual sahamnya kepada publik dan siap untuk dinilai oleh publik secara terbuka.
2.3 Penilaian Bisnis Penilaian usaha/bisnis menurut Panduan Praktek Penilaian Indonesia 6 (PPPI 6). Penilaian Usaha dalam Standar Penilaian Indonesia (2007) adalah “Suatu kegiatan atau proses untuk memperoleh pendapat atau perkiraan nilai suatu bisnis atau perusahaan / entitas atau suatu kepemilikan di dalamnya”. Nilai perusahaan adalah nilai pasar asset dikurangi dengan utang lancar. Sedangkan nilai ekuitas dalam akuntansi dikenal dengan nilai “net worth, yaitu seluruh nilai asset dikurangi nilai utang jangka pendek dan nilai utang jangka panjang (M.Ruky,1997).” Penilaian bisnis biasa digunakan sebagai dasar pengalokasian berbagai asset untuk membantu pembentukan atau penyusunan kembali laporan keuangan.Menurut pendapat Palepu, Healy dan Peek (2010) evaluasi bisnis mengidentifikasi keuntungan dan resiko utama perusahaan serta memungkinkan penganalisa untuk menilai prospek dan keberlanjutan kinerja perusahaan saat ini dan membuat prediksi
14
yang realistis terhadap kinerja masa depan sebagai acuan untuk pengambilan keputusan investasi. Berdasarkan teori tersebut, penulis membuat kesimpulan bahwa penilaian bisnis merupakan penilaian usaha yang dilakukan untuk memberikan gambaran yang akurat dan tepat mengenai posisi keuangan perusahaan yang akan disajikan kepada pihak investor. Evaluasi bisnis dilakukan dengan dua cara yaitu: a. Evaluasi bisnis dari segi non keuangan Evaluasi bisnis dari segi non keuangan sangat penting untuk melihat prospek dan keberlanjutan kinerja perusahaan. Selain faktor keuangan, ada banyak berbagai aspek yang dapat mendeskripsikan kondisi perusahaan yang akan diinvestasikan baik dari internal maupun eksternal perusahaan, serta mengidentifikasi apa – apa saja strategi yang dapat dipakai oleh perusahaan untuk mengembangkan bisnis perusahaan dan menarik investor. Kebanyakan para praktisi dan analis cenderung menggunakan analisis SWOT. b. Evaluasi bisnis dari segi keuangan Evaluasi bisnis dari segi keuangan perusahaan sangat diperlukan , karena biasanya para investor menilai prospek perusahaan dari segi keuangan. Evaluasi bisnis dari segi keuangan dapat dilakukan dengan berbagai metode. Metode yang cukup tepat untuk dapat mengevaluasi bagus atau tidaknya perusahaan tersebut umumnya dilakukan dengan melakukan analisis penilaian kewajaran harga saham. Dari sisi keuangan berdasarkan acuan dari Brown dan Reilly (2009:336) pendekatan yang cukup tepat untuk menilai kewajaran harga saham adalah dengan melalui pendekatan Discounted Cash Flow dengan
15
menggunakan metode Free Cash Flow To Firm dan pendekatan Relative Valuation Techniques dengan menggunakan metode Price Earning Ratio , Price to Book Value dan Price Sales Ratio.
2.3.1 Analisis SWOT Menurut Hunger & Wheelen yang diterjemahkan oleh Agung ,Julianto ( 2003 : 193) ,analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi industri/perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strenghts) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (threats). Proses
pengambilan
keputusan
strategis
selalu
berkaitan
dengan
pengembangan misi, tujuan , strategi dan kebijakan industri / perusahaan. Dalam analisis SWOT atau analisis situasi akan melihat faktor internal perusahaan seerti kekuatan dan kelemahan, serta faktor eksternal seperti peluang dan hambatan perusahaan yang dihadapi perusahaan dalam menciptakan keunggulan kompetitif untuk dapat bersaing di dalam lingkungan industri. Berikut ini adalah penjelasan tentang analisis SWOT: 1. Strenght (Kekuatan) Ialah segala sesuatu yang dimiliki oleh perusahaan seperti sumber daya,keterampilan atau kelebihan yang memberikan keunggulan komparatif bagi perusahaan-perusahaan lain.
16
2. Weakness (kelemahan) Ialah kekurangan atau keterbatasan dalam sumber daya yang dimiliki
perusahaan
yang
menghambat
kinerja
efektif
perusahaan dalam mencapai tujuan. 3. Opportunities (Peluang) Ialah situasi dan kondisi yang menguntungkan dalam lingkungan perusahaan. 4. Threat (Ancaman) Ialah situasi dan kondisi yang tidak menguntungkan dalam lingkungan perusahaan.
2.3.1.1 Tahap membuat analisis SWOT Berdasarkan pendapat Hunger & Wheelen yang diterjemahkan oleh Agung, Julianto (2003) ,terdapat 2 tahap dalam membuat analisis SWOT. Tahap tersebut ialah: 1. Tahap pengumpulan data Tahap pengumpulan data yaitu tahap mengumpulkan data-data yang berhubungan dengan perusahaan baik data eksternal maupun internal perusahaan untuk menentukan kekuatan, kelemahan peluang dan hambatan perusahaan. •
Data eksternal Yaitu data yang berasal dari lingkungan luar perusahaan yang terdiri dari:
17
a) Lingkungan eksternal mikro: Data dari lingkungan eksternal mikro ini akan melihat keadaan seperti pasar, pesaing ,pemasok dan konsumen terhadap perusahaan. b) Lingkungan eksternal makro: Data dari lingkungan eksternal makro akan melihat keadaan seperti politik ekonomi ,sosial budaya ,teknologi maupun geologi terhadap perusahaan. •
Data internal Yaitu data yang berasal dari dalam perusahaan seperti laporan keuangan perusahan ,laporan kegiatan SDM ,laporan kegiatan operasi ,budaya perusahaan ,nilai – nilai yang diyakini manajemen bahkan dari struktur organisasi perusahaan.
2. Tahap Analisis Tahap analisis yaitu tahap mengidentifikasikan kekuatan dan kelemahan yang merupakan faktor internal perusahaan serta peluang dan ancaman yang merupakan faktor eksternal perusahaan. Setelah mengidentifikasi faktor – faktor tersebut, langkah berikutnya yaitu dengan merumuskan strategi – strategi yang dijalankan perusahaan sesuai dengan faktor internal dan faktor eksternal perusahaan. Strategi – strategi tersebut dirumuskan dengan menggunakan diagram SWOT . Diagram SWOT tersebut digambarkan seperti dibawah ini
18
Gambar 2.1 Diagram SWOT
Internal Factors (IFAS)
STRENGHTS WEAKNESS (S)
External Factors
(W)
(EFAS) WO OPPORTUNITIES (O)
SO Strategis Strategies WT
THREATS (T)
ST Strategis Strategies
Keterangan : SO strategies : yaitu strategi – strategi dengan menggunakan kekuatan untuk mengambil keuntungan dari peluang yang ada. ST strategies : yaitu strategi – strategi dengan menggunakan kekuatan untuk mengatasi atau menghadapi ancaman yang dihadapi perusahaan. WO strategies : yaitu strategi – strategi untuk mengambil keuntungan dari peluang yang ada untuk mengatasi kelemahan yang dimiliki perusahaan. WT strategies : yaitu strategi – strategi untuk meminimalkan kelemahan dengan menghindari ancaman dari luar perusahaan.
19
2.4
Valuasi Harga Saham Setelah menganalisis faktor-faktor yang berasal baik dari dalam maupun luar
yang mempengaruhi perusahaan dalam mempertahankan dan meningkatkan keunggulan kompetitifnya, penilaian bisnis berikutnya yaitu dengan melakukan penilaian dari segi keuangan perusahaan yakni mengestimasi nilai intrinsik perusahaan. Mengacu pada pendapat Brown dan Reilly (2011:336) , terdapat pendekatan untuk menilai estimasi nilai intrinsik , yaitu dengan pendekatan discounted cash flow dan relative valuation techniques. Model Penilaian berdasarkan arus kas dapat dibagi menjadi dua ,yaitu free cash flow to equity dan free operating cash flow to the firm. Model penilaian FCFE digunakan apabila perusahaan memiliki komposisi utang yang stabil, sementara model FCFF digunakan untuk perusahaan yang memiliki komposisi utang yang tidak stabil. Sedangkan pendekatan relative valuation terdiri dari Price Earning Ratio (PER) , Price to Book Value (PBV), Price to Cash Flow (PCF) serta Price to Sales Ratio (PSR).
2.4.1 Pendekatan Discounted Cash Flow (DCF) Penggunaan arus kas (cash flow) sebagai dasar perhitungan intrinsik suatu saham. Pada intinya, metode DCF menghitung nilai wajar berdasarkan free cash flow. Pada praktiknya, free cash flow terbagi menjadi dua : free cash flow to equity dan free operating cash flow to the firm. Free cash flow to equity (FCFE) adalah dana kas yang tersedia untuk pemilik saham setelah pendanaan modal, modal kerja, dan pendanaan hutang terpenuhi. Menurut pendapat Damodaran (2006:79), menyatakan bahwa Free Operating Cash Flow to Equity mendefinisikan arus kas sebagai sisa arus kas yang tertinggal
20
setelah perusahaan memenuhi pembayaran bunga dan pokok pinjaman. Sisa arus kas ini juga setelah digunakan untuk pengeluaran modal baik untuk menjaga asset yang ada sekarang ataupun untuk membeli asset baru guna pertumbuhan perusahaan di masa yang akan datang. Salah satu keuntungan dari free cash flow model adalah model ini dapat diaplikasikan pada banyak perusahaan, tanpa memperhatikan kebijakan dividen atau struktur modal perusahaan tersebut. Kemampuan untuk memengaruhi distribusi dan aplikasi atas free cash flow perusahaan membuat model ini lebih berkaitan dengan controlling shareholders perusahaan. Free cash flow juga berguna bagi pemilik saham minoritas karena perusahaan mungkin mendapatkan nilai pasar sama dengan nilai terhadap controlling party. Namun, ada beberapa kasus dimana penerapan free cash flow model sulit untuk dilakukan. Perusahaan yang memiliki capital requirements yang signifikan mungkin saja memiliki free cash flow yang negatif untuk jangka waktu beberapa tahun. Ini bisa disebabkan oleh revolusi teknologi dalam industri yang menyebabkan investasi yang lebih besar dalam hal kompetitif atau dengan ekspansi yang cepat pada pasar yang belum dimanfaatkan. Free cash flow yang negatif ini menyulitkan peramalan cash flow dan membuat estimasi menjadi kurang dapat dipercaya. Dengan menggunakan tipe teknik discounted cash flow untuk valuasi free cash flow,akan diestimasikan nilai saat ini dengan mendiskontokan cash flow yang diharapkan dimasa yang akan datang. Nilai dari perusahaan adalah present value dari FCFF yang diharapkan dimasa yang akan datang didiskontokan pada WACC .
21
2.4.1.1 Free Operating Cash Flow To the Firm (FCFF) Menurut pendapat Brown dan Reilly (2009:335), tujuan dari penggunaan FCFF yaitu untuk menentukan nilai suatu ekuitas perusahaan setelah mengurangi jumlah dari nilai kewajiban perusahaan. Dalam menghitung nilai intrinsik suatu saham, maka ada beberapa langkah perhitungan yang perlu dilakukan. Langkah – langkah menghitung akan diuraikan sebagai berikut : A. Weighted Average Cost of Capital Weighted Average Cost of Capital menurut pendapat Rosenbaum dan Pearl (2009:124) merupakan discount rate yang banyak digunakan untuk menghitung present value dari proyeksi free cash flow dan terminal value. WACC adalah rata – rata tertimbang dari required return ( pengembalian yang dibutuhkan) modal yang diinvestasikan ( biasanya hutang (debt) dan ekuitas). Komponen hutang dan ekuitas memiliki profil risiko dan pajak yang berbeda, sehingga WACC tergantung pada target capital structure perusahaan.
WACC dirumuskan sebagai berikut: WACC = ((rd x (1-t)) x (D/(D+E))) + (re x (E/(D+E)))
Dimana:
rd = cost of debt re = cost of equity t = marginal tax rate D = nilai pasar dari hutang E = nilai pasar dari ekuitas
22
Langkah – langkah menghitung WACC adalah sebagai berikut: •
Menentukan Target Capital Structure Menurut Rosenbaum dan Pearl (2009:125), jika tidak adanya petunjuk mengenai target capital structure, bisa membandingkan dengan perusahaan pesaing. Perusahaan pesaing yang terbuka (public companies) merupakan pembanding yang berarti dalam menargetkan capital structure karena diasumsikan tim manajemen perusahaan tersebut berusaha memaksimumkan shareholder value.
•
Menghitung Cost of Debt Menurut Rosenbaum dan Pearl (2009:126) , cost of debt umumnya berasal dari yield campuran dari instrumen hutangnya, atau bisa berasal dari cost of debt perusahaan pesaing. Menurut Damodaran (2012), biaya
hutang dapat dihitung dengan
menggunakan Damodaran Spreadsheet. Damodaran Spreadsheet yaitu tabel peringkat obligasi yang dipublikasi oleh lembaga terpercaya yang menilai kemampuan dan kualitas sebuah obligasi dapat dilunasi oleh penerbit obligasi ,kode peringkat tertinggi dari AAA sampai D. Berikut akan disajikan tabel peringkat obligasi:
23
Tabel 2.1 Default Spreads and Interest Rates – January 2011 Bond Rating
Default Spread
Interest Rate on Debt
AAA
0.50%
4.00%
AA
0.65%
4,15%
A+
0.85%
4.35%
A
1.00%
4.50%
A-
1.10%
4.60%
BBB
1.60%
5.10%
BB+
3.00%
6.50%
BB
3.35%
6.85%
B+
3.75%
7.25%
B
5.00%
8.50%
B-
5.25%
8.75%
CCC
8.00%
11.50%
CC
10.00%
13.50%
C
12.00%
15.50%
D
15.00%
18.50%
Kemudian perhitungan biaya hutang (cost of debt) dapat dilakukan dengan formula rumus sebagai berikut:
Cost of debt
= Risk Free Rate + Default spread for country + Default spread for firm
Keterangan: Risk Free Rate (RFR)
= tingkat bebas bunga ( BI Rate)
Default spread for country
= tingkat selisih risiko bagi Negara
Default spread for firm
= tingkat selisih risiko bagi perusahaan
24
•
Menghitung Cost of Equity Menurut Rosenbaum dan Pearl (2009:127), cost of equity adalah required annual rate of return dimana investor ekuitas berharap untuk mendapatnya (termasuk dividen). Menghitung cost of equity salah satunya dapat digunakan rumus CAPM (Capital Asset Pricing Model) . CAPM digunakan untuk mengukur tingkat risiko dalam tingkat variance yang tidak terdiversifikasi dan berhubungan dengan tingkat pengembalian yang diharapkan terhadap tingkat risiko atas pengukuran tersebut. Risiko yang tidak terdiversifikasi tersebut dapat diukur dengan beta (β), sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut: Cost of Equity (re) = rf + βL x (rm – rf) Dimana :
rf = risk-free rate βL = levered beta rm = expected return on market
Risk-free rate (rf) merupakan required rate of return yang diharapkan karena berinvestasi pada sekuritas yang “riskless”. Sekuritas yang dikeluarkan pemerintah seperti Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dapat diterima sebagai “risk-free” oleh pasar karena didukung sepenuhnya oleh pemerintah. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan BI rate sebagai risk free rate perusahaan. Market risk premium (rm – rf) adalah selisih antara tingkat bunga investasi bebas risiko dengan tingkat balikan investasi dalam bentuk penyertaan. Penentuan equity market risk premium memasukkan premi untuk
25
risiko spesifik negara ( country-spesific risk premiums) seperti volatilitas harga saham untuk menghasilkan base equity market risk premium. Beta (β) merupakan covariance antara rate of return dari saham perusahaan dengan market return secara keseluruhan , dengan IHSG biasa sebagai proxy untuk market.
Menurut pendapat Brigham dan Houston
(2006:65) beta ialah risiko yang terdapat dalam saham terhadap pasar saham yang mengukur sejauh mana tingkat pengembalian saham terhadap pasar. Mengacu pendapat Martalena dan Maya(2011), beta sebesar 1 artinya saham itu cenderung bergerak sama persis dengan pasar, jika beta lebih besar 1 artinya pergerakannya searah dengan pasar tapi cenderung lebih agresif. Jika pasar turun dengan cepat, maka harga turun lebih cepat. Sedangkan beta yang diantara range dari 0 hingga 1 artinya saham dengan nilai koefisien beta lebih kecil dari 1 tapi tidak negatif biasanya bergerak lebih lambat dari pasar. B. Percentage of Sales Menurut pendapat Lane, Mark A (2002), metode persentase penjualan ialah pendekatan dalam meramalkan keuangan perusahaan yang diasumsikan bahwa perkiraan akun- akun dalam neraca dan laporan rugi laba dimasa yang akan datang ditentukan dengan penjualan. Sehingga sebelum melakukan perkiraan terhadap suatu akun tertentu maka terlebih dahulu dilakukan peramalan penjualan. Rumus persentase penjualan tersebut dapat diformulasikan sebagai berikut: Percentage of Sales = Asset or Liabilities Sales
26
Disamping itu, menurut pendapat Madura (2006:279) bahwa faktor yang mempengaruhi perkiraan fundamental adalah pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, dan tingkat suku bunga.
2.4.1.2 Perhitungan FCFF Setelah mengetahui hasil dari perhitungan WACC maka selanjutnya kita dapat menghitung mulai nilai FCFF . FCFF dapat dihitung dengan cara FCFF = EBIT (1-Tax Rate) + Depreciation Expense – Capital Expenditures --
in Non Cash Working Capital
Dimana: EBIT ( 1 – Tax Rate) = Pendapatan setelah dikurangi pajak dan bunga Depreciation Expense = Beban Penyusutan Capital expenditures = pengeluaran /belanja modal Cash in non cash working capital = perubahan modal kerja (A/R + Inventory – A/P) Setelah diketahui nilai dari free cash flow the firm, dapat dihitung nilai dari perusahaan tersebut, dengan cara :
Firm Value =
FCFF WACC - g
Jika value of the firm sudah diketahui, maka selanjutnya dapat menghitung nilai intrinsik harga saham perusahaan dan kemudian membandingkannya dengan market value apakah undervalued atau overvalued. Perhitungan nilai intrinsik dapat dijabarkan sebagai berikut:
27
Value of firm = Total Equity + Total Debt
Total Equity = Value of firm – Total Debt
Intrinsik Value =
Total Equity Total Saham yang beredar
Dari hasil intrinsik yang diperoleh akan dibandingkan dengan nilai pasar. Jika estimasi nilai intrinsik lebih besar dari nilai pasar disebut dengan undervalued stock, sebaiknya saham tersebut dibeli. Apabila nilai intrinsik lebih kecil dari harga pasar atau disebut dengan overvalued stock, sebaiknya saham tersebut dijual.
2.4.2 Pendekatan Relative Valuation Techniques Relative valuation techniques adalah sebuah pendekatan yang sering digunakan oleh praktisi sekuritas (Zainul,2008:9) .Pendekatan Relative Valuations (Brown and Reilly, 2009:336) digunakan untuk memperkirakan nilai saham dengan membandingkan harga suatu saham yang memiliki karakteristik usaha yang hampir sama seperti memperhatikan pendapatan,nilai buku atau penjualannya. Dalam penelitian ini ,penulis akan menggunakan metode Price to Book Value ratio (PBV) ,Price Earning ratio (PER) dan Price Sales Ratio .Untuk membandingkan PBV, PER dan PSR suatu saham,sebaiknya menggunakan saham dari perusahaan sejenis di industri yang sama.
28
2.4.2.1 Metode Price Earning Ratio Aries (2012:22) berpendapat bahwa ,”Metode penilaian harga saham dengan menggunakan PER (Price Earning Ratio) merupakan salah satu pendekatan penilaian saham yang menggunakan laba perusahaan (earnings)”. PER menunjukan rasio dari harga saham terhadap Earning Per Share. Earning Per Share adalah laba akuntansi yang terdapat dalam laporan laba rugi. Pendekatan PER sering juga disebut dengan pendekatan Earning multiplier.Pendekatan ini relative lebih mudah dalam perhitungannya. PER dapat dirumuskan dengan persamaan sebagai berikut :
Sartono (1996:106) berpendapat bahwa para pelaku pasar modal lebih menaruh perhatian terhadap Price Earning Ratio yang dapat diartikan sebagai indikator kepercayaan pasar terhadap prospek pertumbuhan perusahaan.
2.4.2.2 Metode Price to Book Value (PBV) Setelah analisis saham dengan PER, metode analisis saham berikutnya yang cukup banyak digunakan adalah rasio price to Book Value (PBV).” Sebagaimana PER, rasio PBV biasanya digunakan dalam mengevaluasi apakah harga sebuah saham telah bernilai mahal atau belum.” PER dan PBV saham yang bernilai tinggi dibandingkan saham lain dalam industri yang sama mengindikasikan harga sama tersebut relatif mahal.
29
(Frensidy,2010) mendefinisikan nilai buku (book value) sebagai nilai ekuitas per saham yaitu nilai buku ekuitas dibagi dengan jumlah saham yang beredar. Sedangkan nilai buku ekuitas, menurut terminologi akuntansi, adalah total asset dikurangi total utang. Dengan demikian:
) = PBV + (Total Asset – Total Debt) Outstanding Shares 2.4.2.3 Metode Price Sales Ratio (PSR) Pendekatan menggunakan price sales ratio (Brown and Reilly, 2009 : 340) untuk untuk menilai suatu perusahaan yang masih baru atau belum mendapatkan keuntungan. PSR diperoleh dari harga saham dibagi dengan penjualan per lembar saham.Rasio ini digunakan karena angka penjualan dianggap relatif dapat diandalkan. Menurut pendapat Martin Leibowitz (1997), Rasio ini berguna untuk dua alasan yakni kekuatan dan konsistensi pertumbuhan penjualan merupakan syarat dalam pertumbuhan suatu perusahaan serta data yang disajikan dalam laporan keuangan yang mana informasi penjualan merupakan data yang jarang dimanipulasi dibanding data yang lain. Berikut formula yang dapat digunakan:
30
P/S = Price Sales per shares
Dimana: P/S = harga per penjualan P = harga saham dalam periode Sales per share = penjualan per lembar saham 2.5
Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai penilaian bisnis merupakan penelitian yang tidak
familiar , banyak metode yang dapat digunakan untuk melakukan penelitian tersebut. Penelitian mengenai FCFF antara lain dilakukan oleh Grace Sintari Siregar(2012), dengan tujuan melakukan perhitungan nilai harga wajar saham perdana PT Krakatau Steel (Persero), Tbk dengan menggunakan metode valuation Free Cash Flow to Firm dan Price Earning Ratio serta menentukan metode valuation yang baik untuk penentuan nilai harga wajar saham perdana PT Krakatau Steel (Persero),Tbk. Dari penilai bisnis tersebut diperoleh pendekatan dengan FCFF lebih baik dalam penentuan harga saham dibandingkan dengan metode PER . Hal ini dikarenakan selisih nilai intrinsik saham lebih kecil dibandingkan dengan harga saham PT Krakatau Steel di pasar sekunder selama 1 bulan ( Rp1.220 – Rp1.270) .Selain itu, kelemahan lain dari pendekatan PER adalah hanya mempertimbangkan nilai EPS dan PER pesaing sebagai dasar perhitungan saham . Hal ini yang menyebabkan PER menjadi kurang relevan dalam menilai kinerja operasional perusahaan karena adanya distorsi angka laba (rugi) akibat penerapan akuntansi pada laba (rugi). Hal ini berbeda dengan metode FCFF dimana metode tersebut menggunakan pendekatan
31
arus kas bebas dalam menentukan kinerja operasional perusahaan, sehingga metode FCFF akan lebih mendekati nilai relatif tepat bila dibandingkan dengan PER. Putu Lusyana Fitri Pertiwi (2011), melakukan penelitian mengenai analisis valuasi saham pada perusahaan manufaktur sektor industri barang konsumsi studi kasus perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui harga wajar suatu atau mengetahui nilai intrinsik dari saham perusahaan manufaktur industri barang konsumsi apabila dihitung dengan menggunakan beberapa metode pendekatan yaitu Free Cashflow to Equity , Relative Valuation dan CAPM. Dari beberapa metode tersebut diperoleh kondisi saham dari ketujuh objek penelitian yang digunakan, lebih banyak berada dalam kondisi overvalued. Dimana hasil tersebut menunjukkan keadaan perusahaan sektor industri barang konsumsi memiliki kapitalisasi dan perkembangan yang cukup baik di pasar bursa. Josua Panatap S Simorangkir dan Panubut Simorangkir (2012), melakukan penelitian mengenai valuasi harga saham PT Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk dengan Discounted Earning Approach dan Price to Book Value Ratio (PBV). Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan nilai intrinsic dari harga saham BNI berdasarkan metode Discounted Earning Approach dan PBV ratio serta membandingkan nilai intrinsik tersebut dengan harga pada bursa / pasar modal sehingga diharapkan dapat menjadi acuan bagi para investor dan manajemen BNI dalam mengambil keputusan investasi atas
saham BNI. Berdasarkan hasil
perhitungan valuasi dengan metode Discounted Earning Approach dan PBV ratio , dapat disimpulkan bahwa nilai intrinsik saham BNI masi diatas harga pasar saham tersebut per 21 oktober 2011 sebesar Rp3.825 , sehingga posisi saham BNI berada dalam kondisi undervalued.
32
Ermia Fayana dan Singgih Jatmiko (2012), melakukan penelitian mengenai penilaian harga wajar saham dengan menggunakan metode Dividen Discount Model (DDM) dan PBV pada sektor perbankan yang termasuk saham LQ45 di BEI. Berdasarkan perhitungan menggunakan DDM dan PBV ratio memiliki hasil yang berbanding terbalik , dimana pada tahun 2007 – 2011 metode DDM menunjukkan keadaan overvalued sedangkan metode PBV ratio menunjukkan keadaan undervalued. Dari hasil tersebut metode DDM memiliki rentang harga wajar yang cukup jauh dengan harga pasar sedangkan metode PBV ratio memiliki rentang yang lebih dekat dan pola pergerakan harga wajar sahamnya hamper mengikuti harga pasar.Dalam perkiraan harga wajar saham pada penelitian ini metode PBV ratio lebih baik untuk digunakan. Alfian (2008) , melakukan penelitian dengan menganalisis nilai intrinsik harga saham PT Medco Energi Internasional Tbk dengan menggunakan metode FCFF dan Option Pricing Model. Berdasarkan perhitungannya disimpulkan bahwa nilai saham PT Medco Energi Internasional Tbk yang dihitung berdasarkan metode FCFF adalah sebesar Rp3.461. Sedangkan berdasarkan metode Option Pricing Model didapati nilai saham medco adalah Rp5.156 untuk kondisi low estimate, Rp 6.787 pada kondisi best estimate. Khusus metode option pricing model, kepastian cadangan minyak atas eksplorasi di Libia dan fluktuatif harga minyak dunia sangat berpengaruh terhadap nilai saham perusahaan. Frans Hamonangan dan Dyah Sulistyawati (2012), melakukan penelitian mengenai perhitungan harga saham wajar PT Bank Central Asia Tbk dengan menggunakan metode Discounted Earning Approach dan Price to Book Value. Tujuan penelitian ini adalah membandingkan antara harga saham PT Bank BCA di pasar dengan nilai intrinsik saham hasil perhitungan . Berdasarkan perhitungan ,
33
maka disimpulkan dengan metode discounted earning approach dapat memberi gambaran mengenai nilai present value dan nilai future value perusahaan di masa yang akan datang. Dengan pencapaian target harga BCA Rp9.572 maka kondisi fundamental BCA cukup baik. Sedangkan metode Price to Book Value dapat menggambarkan posisi saham BCA cukup mahal dibandingkan dengan harga saham bank lainnya sebesar 6 kali dibandingkan dengan PBV industri. Chen,Shimin(2008) dalam Behavioral Research in Accounting.Menemukan dalam penelitiannya bahwa teknik DCF sangat penting dibandingkan dengan tindakan non-financial .Chen juga mengatakan bahwa perusahaan yang memiliki standarisasi produk tinggi cenderung lebih menekankan pada analisis DCF,dimana perusahaan dengan standarisasi rendah cenderung lebih fokus pada penggunaan tindakan non-finansial. Crosson,Richard and Michael (2010) dalam Canadian Mining Journal yang berjudul “Mining Valuation: Three steps beyond a static DCF model”. Dalam tulisan tersebut dijelaskan bahwa metode valuasi yang utama untuk perkembangan properti dan produksi pertambangan adalah Discounted Cash Flow (DCF) . Penilaian Utama yang mendasari dari DCF ini adalah nilai mencerminkan manfaat ekonomi bersih saat ini dari arus kas (net cash flow) yang diharapkan akan dihasilkan selama umur proyek.
34