BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1
Manajemen Sumber Daya Manusia
2.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Manajemen sumber daya manusia sangat penting bagi suatu perusahaan atau organisasi dalam mengelola, mengatur, dan memanfaatkan karyawan sehingga dapat berfungsi secara produktif untuk tercapainya tujuan dari perusahaan. Manajemen sumber daya manusia sebenarnya merupakan suatu gerakan pengakuan terhadap pentingnya unsur manusia sebagai sumber daya yang cukup potensial, yang perlu dikembangkan sedemikian rupa sehingga mampu memberikan kontribusi yang maksimal bagi organisasi maupun pengembangan dirinya. Hasibuan (2012:10) menyatakan bahwa manajemen sumber daya manusia adalah ilmu seni yang mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat. Sumber daya manusia adalah sumber untuk mencapai keunggulan kompetitif karena kemampuannya untuk mengkonversi sumber daya lainnya (uang, mesin, metode dan material) ke dalam hasil (produk/jasa). Pesaing dapat meniru sumber lain seperti teknologi dan modal tetapi tidak untuk sumber daya manusia yang unik. Karyawan mempunyai peran yang strategis di dalam perusahaan yaitu sebagai pemikir, perencana, dan pengendali aktivitas perusahaan karena memiliki bakat, tenaga dan kreativitas yang sangat dibutuhkan oleh perusahaan untuk mencapai tujuan. Snell dan Bohlander (2010:4) berpendapat bahwa manajemen sumber daya manusia merupakan suatu proses yang mencakup segala sesuatu yang berkaitan dengan organisasi dan orang – orang yang menjalankannya. Sumber daya manusia (SDM) di perusahaan perlu dikelola secara profesional agar terwujud keseimbangan antara kebutuhan pegawai dengan tuntutan dan kemampuan organisasi perusahaan. Keseimbangan tersebut merupakan kunci utama perusahaan agar dapat berkembang secara produktif dan wajar. Dengan peraturan manajemen sumber daya manusia secara profesional, diharapkan karyawan dapat bekerja secara produktif. Pengelolaan karyawan secara profesional ini harus dimulai
13
14 sejak perekrutan, penyeleksian, dan penempatan karyawan sesuai dengan kemampuan dan pengembangan kariernya (Mangkunegara, 2011). Manajemen sumber daya manusia merupakan salah satu bidang dari manajemen umum yang meliputi segi-segi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian. Proses ini terdapat dalam fungsi atau bidang produksi, pemasaran, keuangan maupun kepegawaian dalam mencapai tujuan perusahaan. Karena sumber daya manusia dianggap semakin penting peranannya dalam pencapaian tujuan perusahaan, maka berbagai pengalaman dan hasil penelitian dalam bidang sumber daya manusia dikumpulkan secara sistematis dalam apa yang disebut dengan manajemen sumber daya manusia. Istilah manajemen mempunyai arti sebagai kumpulan pengetahuan tentang bagaimana seharusnya mengelola sumber daya manusia (Rivai dan Sagala, 2010). Menurut Noe, Hollenbeck, Gerhart, dan Wright (2011:2), manajemen sumber daya manusia adalah kombinasi kebijakan, praktik dan sistem yang mempengaruhi kebiasaan, tingkah laku dan performa karyawan dalam aktivitas berorganisasi. Dalam paparannya, mereka memberikan rincian aktivitas sumber daya manusia, seperti analisis dan desain pekerjaan, perencanaan sumber daya manusia, merekrut sumber daya manusia, memilih sumber daya manusia, pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia, pemberian kompensasi, manajemen performa, serta relasi antara karyawan. Sedangkan menurut Dessler (2010:4), manajemen sumber daya manusia sebagai kebijakan dan latihan untuk memenuhi kebutuhan karyawan atau aspekaspek yang terdapat dalam sumber daya manusia seperti posisi manajemen, pengadaan karyawan attau rekrutmen, penyaringan, pelatihan, kompensasi, dan penilaian prestasi kerja karyawan. Selain itu, menurut Mathis dan Jackson (2011), sumber daya manusia merupakan proses pembentukan sistem manajemen untuk memastikan potensi yang dimiliki manusia dimanfaatkan secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan perusahaan. Di sisi lain, menurut Sutrisno (2011), manajemen sumber daya manusia mempunyai definisi sebagai suatu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan
atas
pengadaan,
pengembangan,
kompensasi,
pengintegrasian,
pemeliharaan, dan pemutusan hubungan kerja dengan maksud untuk mencapai tujuan organisasi perusahaan secara terpadu. Kemudian, menurut Sadili (2010:22) menyatakan bahwa manajemen sumber daya manusia merupakan suatu kegiatan
15 pengelolaan yang meliputi pendayagunaan, pengembangan, penilaian, pemberian balas jasa bagi manusia sebagai individu anggota organisasi atau perusahaan bisnis. Dari berbagai teori mengenai manajemen sumber daya manusia menurut para ahli, maka teori yang diambil dalam penelitian ini berfokus kepada teori dari Snell dan Bohlander (2010:4) yang menyatakan bahwa manajemen sumber daya manusia merupakan suatu proses yang mencakup segala sesuatu yang berkaitan dengan organisasi dan orang – orang yang menjalankannya.
2.1.2 Komponen Manajemen Sumber Daya Manusia Komponen manajemen sumber daya manusia menurut Hasibuan (2012:13), yaitu tenaga kerja manusia pada dasarnya dibedakan atas pengusaha, karyawan, dan pemimpin. 1. Pengusaha Pengusaha adalah setiap orang yang menginvestasikan modalnya untuk memperoleh pendapatan dan besarnya pendapatan itu tidak menentu tergantung pada laba yang dicapai perusahaan tersebut. 2. Karyawan Karyawan merupakan kekayaan utama suatu perusahaan karena tanpa keikutsertaannya aktivitas perusahaan tidak akan terjadi. Karyawan berperan aktif dalam menetapkan rencana, sistem, proses, dan tujuan yang ingin dicapai. Karyawan adalah penjual jasa (pikiran dan tenaga) dan mendapatkan kompensasi yang besarnya telah ditetapkan terlebih dahulu. Mereka wajib dan terikat untuk mengerjakan pekerjaan yang diberikan dan berhak memperoleh kompensasi sesuai dengan perjanjian. Posisi karyawan dalam suatu perusahaan dibedakan atau karyawan operasional dan karyawan manajerial (pimpinan). 3. Pimpinan (Manajer) Pemimpin
adalah
seseorang
yang
mempergunakan
wewenang
dan
kepemimpinannya untuk mengarahkan orang lain serta bertanggung jawab atas pekerjaan orang tersebut dalam mencapai suatu tujuan. Kepemimpinan adalah gaya seorang pemimpin mempengaruhi bawahannya agar mau bekerjasama dan bekerja secara efektif sesuai dengan perintahnya. Asas-asas kepemimpinan adalah bersikap tegas dan rasional, bertindak konsisten dan berlaku adil dan jujur.
16 2.1.3 Fungsi – Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Wahyudi (2010:12), mengemukakan bahwa fungsi-fungsi dari manajemen sumber daya manusia adalah sebagai berikut : 1). Fungsi Manajerial, meliputi : a. Perencanaan (Planning) Perencanaan adalah melaksanakan tugas dalam perencanaan kebutuhan, pengaduan, pengembangan, dan pemeliharaan. b. Pengorganisasian (Organizing) Perorganisasian adalah menyusun suatu organisasi dengan mendesain struktur dan hubungan antara tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh tenaga kerja yang telah dipersiapkan. c. Pengarahan (Directing) Pengarahan adalah memberikan dorongan untuk menciptakan kemauan kerja yang dilaksanakan secara efektif dan efisien. d. Pengendalian (Controlling) Pengendalian adalah melakukan pengukuran antar kegiatan yang dilakukan dengan standar-standar yang telah ditetapkan khususnya di bidang tenaga kerja. 2). Fungsi Operasional Fungsi Operasional dalam manajemen sumber daya manusia merupakan dasar (basic) pelaksanaan proses manajemen sumber daya manusia yang efisien dan efektif dalam pencapaian tujuan organisasi/perusahaan. Fungsi operasional tersebut terbagi 5 (lima), secara singkat diuraikan sebagai berikut: a. Fungsi Pengadaan adalah proses penarikan, seleksi, penempatan, orientasi dan induksi untuk mendapatkan karyawan yang sesuai kebutuhan perusahaan. b. Fungsi Pengembangan adalah proses peningkatan keterampilan teknis, teoritis, konseptual dan moral karyawan melalui pendidikan dan pelatihan. Pendidikan dan pelatihan yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan pekerjaan masa kini maupun masa depan. c. Fungsi Kompensasi adalah pemberian balas jasa langsung dan tidak langsung berbentuk uang atau barang kepada karyawan sebagai timbal jasa (output) yang diberikannya kepada perusahaan. Prinsip kompensasi adalah adil dan layak sesuai prestasi dan tanggung jawab karyawan tersebut. d. Fungsi Pengintegrasian adalah kegiatan untuk mempersatukan kepentingan perusahaan dan kebutuhan karyawan, sehingga tercipta kerjasama yang serasi dan
17 saling menguntungkan. Dimana pengintegrasian adalah hal yang penting dan sulit dalam
manajemen
sumber
daya
manusia,
karena
mempersatukan
dua
aspirasi/kepentingan yang bertolak belakang antara karyawan dan perusahaan. e. Fungsi Pemeliharaan adalah kegiatan untuk memelihara atau meningkatkan kondisi fisik, mental dan loyalitas karyawan agar tercipta hubungan jangka panjang. Pemeliharaan yang baik dilakukan dengan program K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja).
2.1.4 Tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia Tujuan manajemen sumber daya manusia menurut Sadili (2010:30) adalah memperbaiki kontribusi produktif tenaga kerja terhadap organisasi dengan cara yang bertanggung jawab secara strategis, etis dan sosial. 4 (empat) tujuan MSDM adalah : 1. Tujuan Sosial Agar organisasi atau perusahaan bertanggung jawab secara sosial dan etis terhadap kebutuhan dan tantangan masyarakat dengan meminimalkan dampak negatifnya. 2. Tujuan Organisasional Sasaran formal yang dibuat untuk membantu organisasi mencapai tujuannya. 3. Tujuan Fungsional Mempertahankan kontribusi departemen manajemen sumber daya manusia pada tingkat yang sesuai dengan kebutuhan organisasi. 4. Tujuan Individual Tujuan pribadi dari setiap anggota dicapai melalui aktivitasnya dalam organisasi atau perusahaan.
2.1.5 Peran Manajemen Sumber Daya Manusia Terdapat 9 (sembilan) peran manajemen sumber daya manusia dalam mengatur dan menetapkan program kepegawaian menurut Arifin dan Fauzi (2007:8): 1. Menetapkan jumlah, kualitas dan penempatan tenaga kerja yang efektif sesuai dengan kebutuhan perusahaan. 2. Melakukan perekrutan karyawan, seleksi dan penempatan pegawai sesuai kualifikasi pegawai yang di butuhkan perusahaan. 3. Menetapkan program kesejahteraan, pengembangan promosi dan pemutusan hubungan kerja.
18 4. Membuat perkiraan kebutuhan pegawai di masa yang akan datang. 5. Memperkirakan kondisi ekonomi pada umumnya dan perkembangan perusahaan pada khususnya. 6. Senantiasa memantau perkembangan undang-undang ketenagakerjaan dari waktu ke waktu khususnya yang berkaitan dengan masalah gaji/upah atau kompensasi terhadap pegawai. 7. Memberikan kesempatan karyawan dalam hal pendidikan, latihan, dan penilaian prestasi kerja karyawan. 8. Mengatur mutasi karyawan. 9. Mengatur pensiun, pemutusan hubungan kerja beserta perhitungan pesangon yang menjadi hak karyawan.
2.1.6 Aktivitas Manajemen Sumber Daya Manusia Dalam mencapai tujuannya, departemen sumber daya manusia membantu para manajer dalam merekrut, melatih, dan mengembangkan, mengevaluasi, memelihara, dan mempertahankan para karyawan yang berkualitas. Aktivitas manajemen sumber daya manusia adalah kegiatan untuk menyediakan dan mempertahankan tenaga kerja yang efektif dan berkualitas bagi organisasi atau perusahaan. Menurut Sadili (2010:33), aktivitas manajemen sumber daya manusia meliputi 8 (delapan) aktivitas, yaitu : a. Perencanaan Sumber Daya Manusia Perencanaan sumber daya manusia harus berfokus pada cara organisasi atau perusahaan bergerak dan kondisi sumber daya manusia yang ada saat ini menuju kondisi sumber daya manusia yang dikehendaki. Perencanaan sumber daya manusia harus mampu menciptakan hubungan antara seluruh strategi organisasi atau perusahaan dengan kebijakan sumber daya manusianya. Perencanaan sumber daya manusia yang baik dapat memastikan aktivitas sumber daya manusia senantiasa konsisten dengan arah strategi dan tujuan organisasi atau perusahaan. b. Rekrutmen Perusahaan akan mencari tenaga baru apabila terjadi kekurangan karyawan atau tenaga kerja yang diperlukan perusahaan. Efektivitas sebuah perusahaan bergantung pada efektivitas dan produktivitas para karyawannya. Tanpa didukung oleh tenaga kerja yang berkualitas maka prestasi organisasi atau perusahaan tidak akan menonjol.
19 c. Seleksi Dalam menyeleksi karyawan baru, departemen sumber daya manusia biasanya menyaring pelamar melalui wawancara, tes, dan menyelidiki latar belakang pelamar. Selanjutnya merekomendasikan pelamar yang memenuhi persyaratan pada manajer untuk diambil keputusan pengangkatan terakhir. d. Pelatihan dan Pengembangan Perkembangan organisasi atau perusahaan terkait erat dengan kualitas sumber daya manusianya. Apabila sumber daya manusia kualitasnya rendah, stagnasi organisasi atau perusahaan kemungkinan besar akan terjadi. e. Penilaian Prestasi Kerja Penilaian prestasi kerja merupakan salah satu faktor kunci dalam mengembangkan suatu organisasi atau perusahaan secara efektif dan efisien. f. Kompensasi Dalam suatu perusahaan, terutama perusahaan yang profit-making, maka pengaturan kompensasi merupakan faktor penting untuk dapat memelihara dan mempertahankan prestasi kerja para karyawan. g. Pemeliharaan Keselamatan Tenaga Kerja Setiap organisasi bisnis diharapkan memiliki program keselamatan kerja, guna mengurangi kecelakaan kerja dan kondisi kerja yang tidak sehat. h. Hubungan Karyawan Organisasi atau perusahaan bisnis tentu saja tidak semata-mata ingin memenuhi atau mencapai tujuan dengan mengorbankan kepentingan karyawan, sebab manusia sebenarnya merupakan penentu akhir dari keberhasilan suatu organisasi.
2.1.7 Faktor Yang Mempengaruhi Praktek Manajemen Sumber Daya Manusia Praktek manajemen sumber daya manusia berbeda dari satu negara ke negara lain dan faktor-faktor yang mempengaruhi praktek manajemen sumber daya manusia terbagi ke dalam dua dimensi yaitu eksternal dan internal. Seperti yang dikatakan oleh Ozutku dan Ozturkler (2009), faktor eksternal dan internal yang mempengaruhi praktek manajemen sumber daya manusia berbeda secara signifikan di seluruh negara.
20 1. Faktor Eksternal Faktor eksternal yang mempengaruhi praktek manajemen sumber daya manusia adalah tekanan yang tidak dapat dikontrol dan diubah dengan cara yang menguntungkan dalam jangka pendek (Kane dan Palmer dalam Ramadhani, 2013). Faktor-faktor ini meliputi: 1. Perubahan ekonomi 2. Perubahan teknologi 3. Budaya nasional 4. Industri/Sektor karakteristik 5. Legislasi/Peraturan 6. Aksi pesaing 7. Aksi serikat 8. Globlasisasi
2. Faktor internal Faktor internal yang mempengaruhi praktek manajemen sumber daya manusia adalah lingkungan internal organisasi yang sangat mempengaruhi praktek manajemen sumber daya manusia (Kane dan Palmer dalam Ramadhani, 2013). Faktor-faktor ini meliputi: 1. Ukuran organisasi 2. Struktur organizational 3. Strategi bisnis 4. Strategi sumber daya manusia 5. Sejarah, tradisi dan praktek masa lalu 6. Manajemen puncak 7. Manajemen lini 8. Kekuasaan dan politik 9. Pengaruh akademis dan profesional dalam praktek manajemen sumber daya manusia
2.2
Motivasi Kerja
2.2.1 Pengertian Motivasi Kerja Mengingat bahwa setiap individu dalam perusahaan berasal dari berbagai latar belakang yang berbeda-beda, maka sangat penting bagi perusahaan untuk
21 melihat apa kebutuhan dan harapan karyawannya, apa bakat dan keterampilan yang dimiliki, serta bagaimana rencana karyawan tersebut pada masa mendatang. Jika perusahaan dapat mengetahui hal-hal tersebut, maka akan lebih mudah untuk menempatkan karyawan pada posisi yang paling tepat, sehingga karyawan tersebut akan semakin termotivasi. Motivasi menurut Colquitt, LePine dan Wesson (2009:179) adalah kekuatan energi yang berasal dari dalam dan dari luar diri karyawan yang menimbulkan usaha yang berkaitan dengan pekerjaan, dan menentukan arah, intensitas, dan ketekunan. Dengan motivasi yang ditanamkan oleh perusahaan, maka akan lebih mudah untuk menciptakan visi, misi dan strategi usaha sehingga dapat memotivasi karyawan untuk bersikap dan bertindak guna mencapai hasil kerja yang optimal. Jadi sebuah perusahaan harus mencari cara untuk mendorong para karyawannya untuk mempunyai kemauan bekerja dan cara yang sudah jelas adalah dengan memotivasi para karyawannya. Dengan demikian, motivasi menurut Flippo dalam Hasibuan (2012), adalah suatu keahlian dalam mengarahkan pegawai dan organisasi agar mau bekerja secara berhasil sehingga keinginan para pegawai dan tujuan organisasi sekaligus tercapai. Motivasi juga dapat diartikan sebagai kekuatan yang muncul dari dalam ataupun dari luar diri seseorang dan membangkitkan semangat serta ketekunan untuk mencapai sesuatu yang diinginkan (Daft, 2011:373). Schermerhorn (2007:351) menyatakan bahwa motivasi dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pekerjaan karena motivasi merupakan kekuatan pendorong yang akan mewujudkan suatu perilaku guna mencapai tujuan perusahaan itu sendiri. Karyawan yang merasa puas cenderung termotivasi untuk melakukan pekerjaannya dengan lebih baik. Huselid dalam Hong dan Waheed (2011) percaya bahwa jika pekerja tidak termotivasi, turnover akan meningkat dan karyawan akan menjadi frustrasi dan tidak produktif. Maka dari itu, perusahaan harus lebih memahami kebutuhan dan keinginan karyawan serta membuat sebuah sistem reward yang baik untuk karyawan sehingga mereka dapat termotivasi untuk bekerja dan menghasilkan karya yang baik bagi perusahaan. Selain dorongan dan dukungan dari perusahaan kepada karyawan, perusahaan juga berharap para karyawan sendiri mempunyai kemauan dan motivasi diri untuk bekerja, supaya motivasi yang diberikan perusahaan bisa diterima dan sejalan dengan harapan. Sejalan dengan yang pernyataan Sunyoto (2012:11), bahwa motivasi merupakan sebuah dorongan yang tumbuh dalam diri seseorang, baik yang berasal
22 dari dalam maupun dari luar dirinya untuk melakukan suatu pekerjaan dengan semangat tinggi menggunakan semua kemampuan dan keterampilan yang dimilikinya guna mencapai tujuan organisasi. Dari berbagai teori mengenai motivasi kerja menurut para ahli, maka teori yang diambil dalam penelitian ini berfokus kepada teori dari Daft (2011:373) yang menyatakan bahwa motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan yang muncul dari dalam ataupun dari luar diri seseorang dan membangkitkan semangat serta ketekunan untuk mencapai sesuatu yang diinginkan.
2.2.2 Proses Motivasi Manusia berusaha untuk memuaskan kebutuhannya dan mereka memahami bahwa untuk memenuhi tujuan tersebut harus ada keinginan yang sangat kuat untuk mencapainya. Dalam pencapaian tujuan tersebut dibutuhkan suatu usaha dalam mengembangkan pengetahuan, keterampilan, keahlian dan kemampuan untuk mencapainya. Apabila usaha tersebut berhasil (tujuan dapat tercapai), maka kebutuhan akan menjadi kurang kuat dan motivasi seseorang juga akan berkurang. Kegiatan tersebut dapat dikatakan sebagai proses terjadinya motivasi yang ada di dalam diri seseorang dan dapat digambarkan seperti yang terdapat di bawah ini (Usmara, 2006:15).
Kebutuhan Manusia
Pencapaian tujuan atau frustasi Mencari tujuan untuk kepuasan kebutuhan Usaha untuk mencapai tujuan
Pemahaman tujuan untuk kepuasan kebutuhan
Gambar 2.1 Proses Motivasi Sumber : Aldag dan Stearns dalam Usmara (2006:15)
23 Adapun proses motivasi dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Munculnya suatu kebutuhan yang belum terpenuhi menyebabkan adanya ketidakseimbangan dalam diri seseorang dan berusaha menguranginya dengan berperilaku tertentu. 2. Seseorang kemudian mencari cara-cara untuk memuaskan keinginan tersebut. 3. Seseorang mengarahkan perilakunya ke arah pencapaian tujuan atau prestasi dengan cara-cara yang dipilihnya dengan di dukung kemampuan, keterampilan maupun pengalaman. 4. Penilaian prestasi dilakukan oleh diri sendiri atau orang lain (atasan) tentang keberhasilan dalam mencapai tujuan. 5. Imbalan atau hukuman yang diterima atau dirasakan tergantung kepada evaluasi atas prestasi yang dilakukan. 6. Pada akhirnya seseorang menilai sejauh mana perilaku dan imbalan telah memuaskan kebutuhannya. Jika siklus motivasi tersebut telah memuaskannya, maka suatu keseimbangan atau kepuasan atas kebutuhan tertentu dapat dirasakan. Akan tetapi, apabila masih ada kebutuhan yang belum terpenuhi maka akan terjadi lagi proses pengulangan dari siklus motivasi dengan perilaku yang berbeda.
2.2.3 Teori Motivasi 1. Teori Hierarki Kebutuhan Maslow Untuk variabel motivasi kerja yang dijadikan dasar acuan adalah teori hierarki kebutuhan yang dikemukakan oleh Abraham Maslow. Penjelasan mengenai konsep motivasi manusia menurut Maslow mengacu pada lima kebutuhan pokok yang disusun secara hierarkis, yaitu : a) Kebutuhan fisiologis: makanan, minuman, tempat tinggal, kepuasan seksual, dan kebutuhan fisik lain. b) Kebutuhan akan rasa aman: keamanan dan perlindungan dari gangguan fisik dan emosi, dan juga kepastian bahwa kebutuhan fisik akan terus terpenuhi. c) Kebutuhan sosial: kasih sayang, menjadi bagian dari kelompoknya, diterima oleh teman-teman, dan persahabatan. d) Kebutuhan akan penghargaan: faktor harga diri internal, seperti penghargaan diri, otonomi, pencapaian prestasi dan harga diri eksternal seperti status, pengakuan, dan perhatian.
24 e) Kebutuhan aktualisasi diri: pertumbuhan, pencapaian potensi seseorang, dan pemenuhan diri sendiri; dorongan untuk menjadi apa yang dia mampu capai. Menurut Maslow, jika ingin memotivasi seseorang kita perlu memahami ditingkat mana keberadaan orang itu dalam hierarki dan perlu berfokus pada pemuasan kebutuhan pada atau diatas tingkat itu (Robbins dan Coulter, 2007).
2.2.4 Indikator-Indikator dari Variabel Motivasi Indikator motivasi kerja menurut teori hierarki kebutuhan Maslow yang dikutip oleh Daft (2011) bahwa motivasi kerja karyawan dipengaruhi oleh kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan sosial, kebutuhan akan penghargaan diri, dan kebutuhan aktualisasi diri. Kemudian dari faktor-faktor kebutuhan tersebut diturunkan menjadi indikator-indikator untuk mengetahui tingkat motivasi kerja pada karyawan, yaitu : 1. Kebutuhan fisiologis, merupakan kebutuhan-kebutuhan fisik manusia yang paling dasar, termasuk makanan, air, dan oksigen. Dalam susunan organisasi kebutuhan fisiologis, tercermin dalam kebutuhan-kebutuhan akan gairah kerja, ruang, dan gaji pokok untuk menjamin kelangsungan hidup. 2. Kebutuhan akan rasa aman, merupakan kebutuhan akan lingkungan fisik dan emosional yang aman dan terlindung dari ancaman-ancaman yaitu kebutuhan akan kebebasan dari kekuasaan, dan masyarakat yang tertib. Dalam lingkungan kerja organisasional, kebutuhan akan rasa aman mencerminkan kebutuhan akan pekerjaan yang aman, imbalan kerja tambahan, dan perlindungan pekerjaan. 3. Kebutuhan sosial, kebutuhan ini mencerminkan keinginan untuk diterima oleh teman-teman, menjalin persahabatan, menjadi bagian dari suatu kelompok, dan dicintai. Dalam organisasi, kebutuhan-kebutuhan ini mempengaruhi keinginan untuk memiliki hubungan baik dengan sesama pekerja, partisipasi dalam kelompok kerja, dan hubungan positif dengan para pengawas. 4. Kebutuhan akan penghargaan, kebutuhan-kebutuhan ini berkenaan dengan keinginan akan kesan diri yang positif dan untuk menerima perhatian, pengakuan, dan apresiasi dari orang lain. Dalam organisasi kebutuhan akan penghargaan mencerminkan motivasi untuk mendapatkan pengakuan, peningkatan tanggung jawab, dan pujian atas kontribusi bagi organisasi. 5. Kebutuhan aktualisasi diri, ini mempresentasikan kebutuhan pemenuhan diri, yang merupakan kategori kebutuhan tertinggi. Kebutuhan tersebut berkenaan dengan
25 mengembangkan
potensi maksimal
seseorang,
meningkatkan
kompetensi
seseorang, dan menjadi seseorang yang lebih baik. Kebutuhan aktualisasi diri dapat dipenuhi dalam organisasi dengan memberi karyawan peluang untuk tumbuh kreatif, dan mendapatkan perhatian untuk melakukan tugas-tugas yang menantang serta kemajuan.
Kebutuhan fisiologis
Kebutuhan akan rasa aman
Motivasi Kerja Kebutuhan sosial Kebutuhan akan penghargaan
Kebutuhan aktualisasi diri
Gambar 2.2 Indikator dari Variabel Motivasi Sumber : Daft (2011)
2.3
Kompensasi
2.3.1 Pengertian Kompensasi Kompensasi adalah semua pendapatan yang berbentuk uang, barang langsung maupun tidak langsung yang diterima karyawan sebagai imbalan atas jasa yang diberikan kepada perusahaan (Hasibuan, 2012). Kompensasi berbentuk uang artinya kompensasi di bayar dalam bentuk uang kartal kepada karyawan bersangkutan. Kompensasi berbentuk barang artinya kompensasi dibayar dengan barang. Kompensasi merupakan suatu keharusan bagi suatu perusahaan. Jika perusahaan ingin bergerak dengan kemampuan sepenuhnya yang digerakkan oleh manusia di dalamnya, pemberian kompensasi yang adil sudah harus menjadi kewajiban utama. Adanya sistem kompensasi dapat memotivasi para karyawan untuk bisa meningkatkan atau menurunkan partisipasi kerja para karyawan. Kompensasi yang adil akan menghasilkan dampak positif dalam efisiensi kerja di suatu organisasi bagi setiap karyawannya. Kompensasi yang diterima karyawan sesuai atau bahkan melebihi apa yang dipersepsikannya akan menimbulkan rasa puas pada diri karyawan, sehingga karyawan akan meningkatkan kinerja yang telah dicapainya saat ini (Sunyoto, 2012), namun sebaliknya
26 kompensasi yang tidak dikelola dengan baik akan menyebabkan karyawan tidak puas sehingga karyawan dapat mengekspresikan diri mereka dalam bentuk penurunan kinerja, protes keras, mogok kerja serta sangat mungkin karyawan akan meninggalkan perusahaan (Moeheriono, 2012). Pemberian kompensasi merupakan salah satu bentuk fungsi sumber daya manusia yang cukup rumit dan kompleks. Selain itu, manajemen perusahaan juga menggunakan kompensasi sebagai alat untuk meningkatkan semangat kerja, motivasi kerja, prestasi kerja, dan kepuasan kerja karyawannya. Bagi perusahaan, kompensasi memiliki arti penting karena kompensasi mencerminkan upaya perusahaan dalam mempertahankan dan meningkatkan kesejahteraan karyawannya. Menurut Gaol (2014:310), kompensasi merupakan hal yang diterima oleh pegawai, baik berupa uang atau bukan uang sebagai balas jasa yang diberikan atas kontribusi pegawai kepada organisasi. Pemberian kompensasi yang layak bukan saja dapat mempengaruhi kondisi materi para karyawan, tetapi juga dapat menentramkan batin karyawan untuk bekerja lebih tekun dan mempunyai inisiatif (Sutrisno, 2011). Kompensasi yang diberikan perusahaan dilakukan juga untuk menarik karyawan agar bekerja dengan optimal bagi perusahaan. Kompensasi yang mereka terima mencerminkan ukuran dari apa yang telah mereka berikan kepada perusahaan sehingga hal ini berhubungan dengan nilai karya bagi perusahaan. Sistem kompensasi yang baik adalah sistem kompensasi yang mampu menjamin kepuasan karyawan, semakin tinggi kompensasi yang diterima karyawan maka akan semakin tinggi pula kepuasan yang dirasakannya (Sunyoto, 2012). Dengan kompensasi yang semakin tinggi maka karyawan akan mampu memenuhi kebutuhan hidupnya. Dari berbagai teori mengenai kompensasi menurut para ahli, maka teori yang diambil dalam penelitian ini berfokus kepada teori dari Gaol (2014:310) yang menyatakan bahwa kompensasi merupakan hal yang diterima oleh pegawai, baik berupa uang atau bukan uang sebagai balas jasa yang diberikan atas kontribusi pegawai kepada organisasi.
2.3.2 Fungsi dan Tujuan Pemberian Kompensasi Menurut Ardana, Muljati, dan Mudiartha (2012:154) menyatakan bahwa fungsi dan tujuan pemberian kompensasi adalah sebagai berikut:
27 1. Ikatan kerja sama Dengan pemberian kompensasi maka terjalinlah ikatan kerjasama formal antara majikan dengan karyawan, dimana karyawan harus mengerjakan tugas-tugas dengan baik, sedangkan pengusaha atau majikan wajib membayar kompensasi itu sesuai dengan perjanjian. 2. Kepuasan kerja Dengan balas jasa, karyawan akan dapat memenuhi kebutuhan fisik, sosial, egoistiknya sehingga karyawan memperoleh kepuasan kerja dari jabatan itu. 3. Motivasi Jika balas jasa yang diberikan cukup besar, manajer akan lebih mudah memotivasi bawahannya. 4. Stabilitas karyawan Dengan program kompensasi atas prinsip adil dan layak serta eksternal konsistensi yang kompetitif maka stabilitas karyawan akan lebih terjamin karena turnover relatif kecil. 5. Disiplin Dengan pemberian balas jasa yang cukup, maka disiplin karyawan akan semakin baik, mereka akan menyadari dan mentaati peraturan yang berlaku. 6. Pengaruh serikat buruh Dengan program kompensasi yang baik, pengaruh serikat buruh dapat dihindari dan karyawan akan berkonsentrasi pada pekerjaan. 7. Pengaruh pemerintah Jika program kompensasi tersebut sesuai dengan perundang-undangan perburuhan yang berlaku (seperti balas upah minimum), maka intervensi pemerintah dapat dihindarkan. Menurut Gorda (2006:180), tujuan kebijakan kompensasi adalah menjamin tumbuhnya rasa keadilan, memperoleh sumber daya manusia yang berkualitas, mempertahankan sumber daya manusia sekarang, memenuhi peraturan perundangundangan, dan mengendalikan biaya-biaya ke arah efisiensi.
2.3.3 Jenis-Jenis Kompensasi Simamora (2007) menyatakan bahwa jenis-jenis kompensasi adalah sebagai berikut.
28 1). Upah dan gaji Upah biasanya berhubungan dengan tarif gaji per jam (semakin lama jam kerjanya, maka semakin besar bayarannya). Gaji umumnya berlaku untuk tarif bayaran mingguan, bulanan, atau tahunan (terlepas dari lamanya jam kerja). 2). Insentif Insentif adalah tambahan kompensasi di atas atau di luar gaji atau upah yang diberikan oleh perusahaan. Program insentif terdiri dari insentif individu dan insentif kelompok. 3). Tunjangan Contoh tunjangan adalah asuransi kesehatan jiwa, liburan yang ditanggung perusahaan, program pensiun, dan tunjangan lainnya yang berkaitan dengan hubungan kepegawaian. 4). Fasilitas Contoh fasilitas adalah fasilitas seperti mobil perusahaan, keanggotaan klub, dan tempat parkir yang luas yang diperoleh karyawan. Fasilitas yang didapat mewakili jumlah substansial dari kompensasi, terutama bagi eksekutif yang dibayar mahal.
2.3.4 Indikator-Indikator dari Variabel Kompensasi Ada beberapa hal yang menurut Gaol (2014:315) dapat dijadikan sebagai indikator kompensasi. Indikator-indikator tersebut diantaranya adalah : 1. Upah Merupakan pembayaran yang tidak terikat pada waktu, dapat diberikan secara harian, minggu, atau bulanan. Upah pada umumnya dibayarkan setelah pekerja menyelesaikan pekerjaannya. 2. Gaji Merupakan pembayaran yang diberikan berdasarkan jangka waktu, pada umumnya gaji diberikan tiap bulan kepada pekerja walaupun pekerja belum menyelesaikan pekerjaannya secara penuh. 3. Gaji berbasis kompetensi Suatu bentuk kompensasi dengan penentuan tarif dasar yang diberikan kepada karyawan
yang
disesuaikan
dengan
kompetensinya.
Dimana
karyawan
mendapatkan tugas yang lebih bervariasi dan membutuhkan pengetahuan serta keterampilan khusus untuk menyelesaikannya.
29 4. Insentif Merupakan bentuk kompensasi yang memiliki kaitan langsung dengan motivasi. Insentif diberikan berdasarkan prestasi kerja pegawai, sedangkan upah merupakan hal yang wajib diberikan oleh perusahaan.
Upah Gaji Kompensasi Gaji berbasis kompetensi Insentif
Gambar 2.3 Indikator dari Variabel Kompensasi Sumber : Gaol (2014)
2.4
Kepuasan Kerja
2.4.1 Pengertian Kepuasan Kerja Kepuasan kerja para karyawan sangat penting dan besar perannya dalam kemajuan perusahaan, karena dapat mempengaruhi berbagai kegiatan perusahaan. Perusahaan melalui manajemennya terus mengembangkan cara untuk meningkatkan kepuasan kerja karyawannya, terutama karyawan-karyawan yang berprestasi dan bernilai tinggi dalam perusahaan. Perusahaan juga harus mengetahui apa saja yang menyebabkan puas atau tidaknya seorang karyawan yang bekerja di dalam perusahaan tersebut. Kepuasan sendiri mencerminkan apakah seorang karyawan suka atau tidak pekerjaan yang dimilikinya (Kreitner dan Kinicki, 2008). Menurut Robbins dan Judge (2008:107) bahwa kepuasan kerja merupakan suatu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari sebuah evaluasi karakteristiknya. Pada dasarnya bahwa seseorang dalam bekerja akan merasa nyaman dan tinggi kesetiaannya pada perusahaan apabila dalam bekerjanya memperoleh kepuasan kerja sesuai dengan apa yang diinginkan. Robbins dan Jugde (2008:107) menyatakan bahwa setiap pekerjaan menuntut interaksi dengan rekan kerja dan atasan-atasan, mengikuti peraturan dan kebijaksanaan-kebijaksanaan organisasional,
30 memenuhi standar-standar kinerja, menerima kondisi-kondisi kerja yang sering kali kurang ideal, dan lain-lain. Karyawan yang kepuasan kerjanya tinggi akan bersikap positif terhadap pekerjaannya, sedangkan karyawan yang kecewa terhadap pekerjaannya akan bersikap negatif (Robbins dan Coulter, 2007). Dengan demikian, kepuasan kerja merupakan sikap positif atau negatif yang dimiliki oleh tiap individu terhadap pekerjaan mereka (Greenberg, 2008). Karyawan yang bergabung dalam suatu organisasi akan membawa keinginan, kebutuhan, hasrat dan pengalaman masa lalu yang membentuk harapan kerja sehingga kepuasan kerja menunjukkan kesesuaian antara harapan seseorang yang timbul berkaitan dengan pekerjaan yang disediakan sebagai sekumpulan perasaan, kepuasan kerja yang bersifat dinamik. Menurut Soedjono (2005), karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja tidak akan pernah mengalami kematangan psikologik dan pada gilirannya akan menjadi frustasi. Sedangkan karyawan yang mendapatkan kepuasan kerja biasanya mempunyai catatan kehadiran yang baik, dan berprestasi kerja lebih baik dari pada karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja. Kepuasan kerja adalah suatu perasaan menyenangkan yang dihasilkan dari persepsi bahwa pekerjaan seseorang memenuhi atau memungkinkan untuk pemenuhan nilai-nilai penting pekerjaan (Noe, 2011). Ketidakpuasan para karyawan terhadap kompensasi yang diterima dari organisasi dimana mereka bekerja akan menimbulkan dampak yang tidak baik jika tidak secara cepat diatasi atau diselesaikan, seperti banyak keluhan karyawan yang cenderung negatif, kinerja individu menurun, tingkat kemangkiran tinggi, terjadi pemogokan karyawan, dan lain sebagainya (Sunyoto, 2012). Dari berbagai teori mengenai kepuasan kerja menurut para ahli, maka teori yang diambil dalam penelitian ini berfokus kepada teori dari Robbins dan Judge (2008:107) bahwa kepuasan kerja merupakan suatu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari sebuah evaluasi karakteristiknya.
2.4.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja Menurut Sutrisno (2011:80) faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah sebagai berikut: 1. Faktor psikologi merupakan faktor yang berhubungan dengan kejiwaan karyawan yang meliputi minat, keterampilan kerja, sikap kerja, bakat dan keterampilan.
31 2. Faktor sosial merupakan faktor yang berhubungan dengan interaksi sosial, baik antara sesama karyawan dengan atasannya atau dengan karyawan yang berbeda jenis pekerjaannya. 3. Faktor fisik merupakan faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik lingkungan kerja dan kondisi fisik karyawan, meliputi jenis pekerjaan, waktu kerja dan istirahat, perlengkapan kerja, keadaan ruang, suhu, penerangan, pertukaran udara, kondisi kesehatan karyawan, umur dan sebagainya. 4. Faktor finansial merupakan faktor yang berhubungan dengan jaminan serta kesejahteraan karyawan yang meliputi: sistem dan besarnya gaji, jaminan sosial, macam-macam tunjangan, fasilitas-fasilitas promosi, dan sebagainya.
2.4.3 Manfaat Kepuasan Kerja Luthans dalam Mahesa (2010) mengemukakan bahwa kepuasan kerja berpengaruh terhadap : 1. Kinerja Karyawan yang tingkat kepuasannya tinggi, kinerjanya akan meningkat. Kepuasan yang dirasakan oleh karyawan dalam bekerja akan memberikan dorongan untuk bekerja lebih baik lagi dan berprestasi. Ada beberapa variabel moderating yang menghubungkan antara kinerja dengan kepuasan kerja, salah satunya adalah penghargaan. Jika karyawan menerima penghargaan yang mereka anggap pantas untuk mendapatkannya dan puas, maka ia akan menghasilkan kinerja yang lebih besar. 2. Pergantian Karyawan Kepuasan kerja yang tinggi akan membuat pergantian karyawan menjadi rendah, karena karyawan merasa nyaman untuk terus bekerja pada perusahaan tersebut. Berbeda apabila terdapat ketidakpuasan kerja, karyawan merasa tidak nyaman, tertekan dan hasilnya karyawan tidak mampu bekerja dengan baik dan akibatnya pergantian karyawan akan tinggi.
2.4.4 Indikator-Indikator dari Variabel Kepuasan Kerja Seperti yang dikutip dari teori Luthan oleh Robbins dan Coulter (2007) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu pekerjaan itu sendiri (work it self), gaji (pay), kesempatan promosi (promotion opportunity), atasan (supervision) dan rekan kerja (work group). Peran atasan terhadap kepuasan
32 karyawan adalah dalam pengawasan karena pengawasan atasan dapat mempengaruhi kepuasan kerja sehingga penghargaan atas kinerja yang baik perlu diberikan. Menurut Luthans dalam Wibowo (2008), menyebutkan bahwa indikator yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja adalah 1. Pekerjaan itu sendiri. Pegawai cenderung lebih menyukai pekerjaan yang memberi kesempatan untuk menggunakan kemampuan dan keterampilan, kebebasan serta umpan balik. 2. Gaji atau upah. Dalam hal ini pegawai menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi yang adil, tidak meragukan dan sesuai dengan harapan. 3. Promosi. Dengan adanya promosi, memungkinkan organisasi untuk mendayagunakan kemampuan dan keahlian pegawai setinggi mungkin. 4. Pimpinan (Supervision) Mempunyai peran penting dalam suatu organisasi karena berhubungan dengan pegawai secara langsung dan mempengaruhi pegawai dalam melakukan pekerjaannya. 5. Rekan kerja Interaksi sosial dengan rekan kerja yang menyenangkan dapat meningkatkan kepuasan kerja.
Pekerjaan itu sendiri Gaji Kepuasan Kerja
Kesempatan atau promosi Pimpinan atau supervision Rekan Kerja
Gambar 2.4 Indikator dari Variabel Kepuasan Kerja Sumber : Luthans dalam Wibowo (2008)
33 2.5.
Kinerja Karyawan
2.5.1 Pengertian Kinerja Karyawan Sumber daya manusia merupakan faktor sentral dalam pengelolaan suatu organisasi. Dalam mencapai tujuannya, suatu organisasi memerlukan sumber daya manusia sebagai pengelola sistem. Sumber daya manusia yang kompeten dengan kinerja yang baik, dapat menunjang keberhasilan bisnis, sebaliknya sumber daya manusia yang tidak kompeten dan kinerjanya buruk merupakan masalah kompetitif yang dapat menempatkan perusahaan dalam kondisi yang merugi. Kinerja dalam organisasi merupakan jawaban dari berhasil atau tidaknya tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Kinerja seorang karyawan merupakan hal yang bersifat individual, karena setiap karyawan mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda dalam mengerjakan tugasnya. Mangkunegara (2011:67), mendefinisikan kinerja karyawan adalah hasil secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Untuk dapat memperoleh kinerja yang baik dari para karyawan, diperlukan suatu tindakan atau pengelolaan yang baik dari organisasi sehingga karyawan dapat memberikan hasil yang maksimal dan sesuai dengan tujuan perusahaan. Menurut Rivai dan Sagala (2010), kinerja merupakan perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan. Hal serupa juga dinyatakan oleh Bangun (2012:231) bahwa kinerja merupakan hasil pekerjaan yang dicapai seseorang berdasarkan persyaratanpersyaratan pekerjaan. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk melihat perkembangan perusahaan adalah dengan cara melihat hasil penilaian kinerja. Tujuan dilakukannya penilaian kinerja secara umum adalah untuk memberikan umpan balik kepada karyawan dalam upaya memperbaiki tampilan kerjanya serta dalam rangka meningkatkan produktivitas organisasi. Selanjutnya, tujuan dilakukannya penilaian kerja secara khusus adalah berkaitan dengan berbagai kebijaksanaan terhadap karyawan seperti untuk tujuan promosi, kenaikan gaji, serta pelatihan. Moeheriono (2012), mendefinisikan kinerja atau performance sebagai hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi baik secara kuantitatif maupun kualitatif, sesuai dengan kewenangan dan tugas tanggung jawab masing-masing dalam upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun
34 etika. Kinerja karyawan merupakan faktor penting bagi setiap perusahaan untuk dapat meningkatkan produktivitas dan profit. Hal inilah yang dapat menentukan perusahaan dapat tumbuh dan berkembang. Kinerja karyawan adalah hasil akhir penilaian atau hasil kerja yang dicapai dari sebuah pelaksanaan tugas dan tanggung jawab yang menggambarkan seberapa baik karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya (Siswanto, 2010). Kinerja karyawan pada umumnya dikaitkan dengan pencapaian hasil dari standar kerja yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Agar mempunyai kinerja yang baik, seorang karyawan harus mempunyai keinginan yang tinggi untuk mengerjakan serta mengetahui pekerjaannya. Karyawan yang mempunyai keinginan atau motivasi tertentu akan dapat mendorong dirinya untuk mencapai kinerja yang diharapkan oleh perusahaan. Sejalan dengan pandangan Maharjan (2012) yang menyatakan bahwa kinerja merupakan suatu hasil yang dicapai karena termotivasi dengan pekerjaan dan puas dengan pekerjaan yang mereka lakukan. Tanpa mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja, maka kinerja yang baik tidak akan tercapai. Dengan kata lain, kinerja individu dapat ditingkatkan apabila ada kesesuaian antara pekerjaan dan kemampuan. Dari berbagai teori mengenai kinerja karyawan menurut para ahli, maka teori yang diambil dalam penelitian ini berfokus kepada teori dari Bangun (2012:231) yang menyatakan bahwa kinerja merupakan hasil pekerjaan yang dicapai seseorang berdasarkan persyaratan-persyaratan pekerjaan. Menurut Mathis dan Jackson (2011), terdapat tiga faktor utama yang mempengaruhi kinerja karyawan individual, yaitu : 1. Kemampuan individual, seperti : bakat, minat, dan faktor kepribadian. 2. Tingkat usaha yang dicurahkan, seperti : motivasi, etika kerja, kehadiran, rancangan tugas. 3. Dukungan organisasi yang diterimanya, seperti: pelatihan dan pengembangan, peralatan dan teknologi, standar kinerja, manajemen dan rekan kerja.
2.5.2 Tujuan Manajemen Kinerja Karyawan Tujuan dari sistem manajemen kinerja menurut Noe (2011) terdapat 3 (tiga) macam, yaitu : strategis, administrasi dan pengembangan. 1. Tujuan Strategis Pertama
dari
yang
terpenting,
sistem
manajemen
kinerja
harus
menghubungkan aktivitas karyawan dengan sasaran organisasi. Salah satu strategi utama yang dilakukan adalah mendefinisikan hasil, perilaku, dan sampai batas
35 tertentu, kemudian mengembangkan sistem pengukuran dan umpan balik yang akan memaksimalkan sejauh apa para karyawan menunjukkan berbagai karakteristik, terlibat dalam perilaku dan memperlihatkan hasil-hasilnya. 2. Tujuan Administrasi Organisasi-organisasi
menggunakan
informasi
manajemen
kinerja
(khususnya penilaian kinerja) pada banyak keputusan administrasi : administrasi gaji (kenaikan gaji), promosi, pemeliharaan-penghentian tenaga kerja, pemutusan hubungan kerja, dan pengakuan atas kinerja individu. 3. Tujuan Pengembangan Tujuan ketiga dari manajemen kinerja adalah mengembangkan para karyawan yang efektif pada pekerjaannya. Ketika para karyawan tidak melakukan yang seharusnya, manajemen kinerja berusaha meningkatkan kinerjanya. Umpan balik yang diberikan selama proses evaluasi kerja seringkali menjadi titik-titik kelemahan dari para karyawan. Idealnya, bagaimanapun juga, sistem manajemen kinerja tidak hanya mengidentifikasi kekurangan dari aspek-aspek kinerja karyawan, tetapi juga menyebabkan kekurangan tersebut, misalnya kekurangan keterampilan, masalah motivasi, atau beberapa rintangan menahan karyawan kembali.
2.5.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Karyawan Mangkunegara (2011) berpendapat bahwa terdapat dua faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja, yaitu : 1. Kemampuan Manusia pada dasarnya memiliki dua kemampuan yaitu kemampuan potensi dan kemampuan realitas. Kemampuan realitas merupakan penggabungan antara pengetahuan (knowledge) dan keterampilan (skill). Dalam dunia kerja, untuk dapat mencapai kinerja yang baik, pegawai, karyawan atau pekerja harus memiliki kemampuan yang sesuai dengan pekerjaan yang dilakukannya. Misalnya, karyawan bagian mesin harus mengetahui secara detail mengenai mesin atau otomotif, begitu juga dengan karyawan di bagian keuangan harus mengetahui dan menguasai ilmu keuangan. 2. Motivasi Setiap pegawai atau karyawan memiliki motivasi di dalam dirinya untuk bekerja dalam mencapai tujuannya. Motivasi merupakan sebuah dorongan untuk melakukan aktivitas guna memperoleh atau mencapai tujuan. Motivasi terbentuk dari
36 sikap seorang pegawai dalam menghadapi situasi kerja yang menggerakkan dirinya secara terarah untuk mencapai tujuan kerjanya dalam rangka pencapaian tujuan organisasi. Motivasi karyawan untuk bekerja biasanya terbentuk karena adanya alasan-alasan tertentu, misalnya untuk memperoleh gaji, hadiah, dan lain sebagainya.
2.5.4 Indikator-Indikator dari Variabel Kinerja Karyawan Bangun (2012:233), menyatakan bahwa untuk memudahkan penilaian kinerja karyawan, standar pekerjaan harus dapat diukur dan dipahami secara jelas. Suatu pekerjaan dapat diukur melalui 5 (lima) dimensi, yaitu : 1.
Kuantitas pekerjaan. Hal ini menunjukkan jumlah pekerjaan yang dihasilkan individu atau kelompok sebagai persyaratan yang menjadi standar pekerjaan.
2.
Kualitas pekerjaan. Setiap karyawan dalam perusahaan harus memenuhi persyaratan tertentu untuk dapat menghasilkan pekerjaan sesuai kualitas yang dituntut suatu pekerjaan tertentu.
3.
Ketepatan waktu. Setiap pekerjaan memiliki karakeristik yang berbeda, untuk jenis pekerjaan tertentu harus diselesaikan tepat waktu karena memiliki ketergantungan atas pekerjaan lainnya.
4.
Kehadiran. Suatu jenis pekerjaan tertentu menuntut kehadiran karyawan dalam mengerjakannya sesuai waktu yang ditentukan.
5.
Sikap kooperatif. Tidak semua pekerjaan dapat diselesaikan oleh satu karyawan saja, untuk jenis pekerjaan tertentu mungkin harus diselesaikan oleh dua orang karyawan atau lebih. Kinerja karyawan dapat dinilai dari kemampuannya bekerjasama dengan rekan kerja lainnya.
Kuantitas Kualitas Kinerja Karyawan
Ketepatan Waktu Kehadiran Sikap Kooperatif
Gambar 2.5 Indikator dari Variabel Kinerja Karyawan Sumber : Bangun 2012
37 2.6
Kerangka Pemikiran Model penelitian merupakan abstraksi dari fenomena-fenomena yang sedang
diteliti dalam hal ini sesuai dengan judul skripsi yaitu Analisis Pengaruh Motivasi Kerja, Kompensasi, dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan PT. Cipta Mandiri Bersama, maka model penelitiannya adalah sebagai berikut:
Motivasi Kerja (X1)
H1
H4 H6
Kompensasi (X2)
H2
Kinerja Karyawan (Y)
H7 H5 H3
Kepuasan Kerja (X3) Gambar 2.6 Kerangka Pemikiran
2.7
Hipotesis Penelitian Hipotesis adalah sebuah taksiran atau referensi yang dirumuskan serta
diterima untuk sementara, yang dapat menerangkan fakta-fakta yang diamati ataupun kondisi-kondisi yang diamati dan digunakan sebagai petunjuk untuk langkah-langkah selanjutnya. Hipotesis dapat diturunkan dari teori yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti. Hipotesis merupakan kebenaran sementara yang perlu diuji kebenarannya, oleh karena itu hipotesis berfungsi sebagai kemungkinan untuk menguji kebenaran suatu teori. H0 : Tidak ada pengaruh atau hubungan antar variabel Ha : Ada pengaruh atau hubungan antar variabel
38 Berdasarkan masalah yang diajukan dalam penelitian ini, maka hipotesis sementara yang dapat disimpulkan dalam penelitian ini, yaitu: 1.
Untuk T – 1 H0 : Tidak ada pengaruh antara variabel motivasi kerja (X1) terhadap kinerja karyawan (Y). Ha : Ada pengaruh antara variabel motivasi kerja (X1) terhadap kinerja karyawan (Y).
2.
Untuk T – 2 H0 : Tidak ada pengaruh antara variabel kompensasi (X2) terhadap kinerja karyawan (Y). Ha : Ada pengaruh antara variabel kompensasi (X2) terhadap kinerja karyawan (Y).
3.
Untuk T – 3 H0 : Tidak ada pengaruh antara variabel kepuasan kerja (X3) terhadap kinerja karyawan (Y). Ha : Ada pengaruh antara variabel kepuasan kerja (X3) terhadap kinerja karyawan (Y).
4.
Untuk T – 4 H0 : Tidak ada pengaruh antara variabel motivasi kerja (X1) dan kompensasi (X2) terhadap kinerja karyawan (Y). Ha : Ada pengaruh antara variabel motivasi kerja (X1) dan kompensasi (X2) terhadap kinerja karyawan (Y).
5.
Untuk T – 5 H0 : Tidak ada pengaruh antara variabel kompensasi (X2) dan kepuasan kerja (X3) terhadap kinerja karyawan (Y).
39 Ha : Ada pengaruh antara variabel kompensasi (X2) dan kepuasan kerja (X3) terhadap kinerja karyawan (Y). 6.
Untuk T – 6 H0 : Tidak ada pengaruh antara variabel motivasi kerja (X1) dan kepuasan kerja (X3) terhadap kinerja karyawan (Y). Ha : Ada pengaruh antara variabel motivasi kerja (X1) dan kepuasan kerja (X3) terhadap kinerja karyawan (Y).
7.
Untuk T – 7 H0 : Tidak ada pengaruh antara variabel motivasi kerja (X1), kompensasi (X2), dan kepuasan kerja (X3) terhadap kinerja karyawan (Y). Ha : Ada pengaruh antara variabel motivasi kerja (X1), kompensasi (X2), dan kepuasan kerja (X3) terhadap kinerja karyawan (Y).