BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1
Kualitas Pelayanan Customer Service Menurut Kotler (2009: 143) kualitas (quality) adalah totalitas fitur dan
karakteristik produk atau jasa yang bergantung pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau tersirat. Ini jelas merupakan definisi yang berpusat pada pelanggan. Kita dapat mengatakan bahwa penjual telah menghantarkan kualitas ketika produk atau jasanya memenuhi atau melebihi ekspetasi pelanggan. Perusahaan yang memuaskan sebagian besar kebutuhan pelanggannya sepanjang waktu disebut perusahaan berkualitas. Menurut mantan pemimpin GE, John F. Welch Jr., dalam Kotler “Kualitas adalah jaminan terbaik kami atas loyalitas pelanggan, pertahanan terkuat kami menghadapi persaingan luar negri, dan satu-satunya jalan untuk mempertahankan pertumbuhan dan penghasilan.” Menurut Rambat Lupiyodi (2001: 139) Customer service merupakan aktifitas diseluruh area bisnis yang berusaha mengkombinasikan antara penjualan jasa untuk memenuhi kepuasan konsumen mulai dari pemesanan, pemprosesan, hingga pemberian hasil jasa melalui komunikasi demi mempererat kerjasama melalui konsumen. Dari definisi yang dikemukakan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa customer service adalah kegiatan atau aktifitas yang dilakukan oleh perusahaan dalam rangka meningkatkan kegunaan dari suatu barang atau jasa yang ditawarkan oleh suatu perusahaan agar terciptanya kepuasan konsumen serta terciptanya hubungan yang harmonis diantara keduanya. 10
11 Untuk itu, dalam melayani nasabahnya, seorang customer service selain wajahnya menarik dan memiliki sikap yang ramah, ia juga harus memiliki pengetahuan yang luas mengenai persoalan-persoalan yang bersangkutan dengan bank. Seorang customer service harus mengetahui semua produk atau pelayanan yang ditawarkan oleh bank dimana ia bekerja, mengetahui sejarah dan perkembangan bank, nama-nama pimpinannya, hubungannya dengan badan luar dan sebagainya. Jika seorang customer service tidak dapat memberikan informasi atau menyelesaikan masalah yang dikeluhkan nasabah, ia harus bisa menunjuk orang yang bisa memenuhinya. Pada intinya seorang customer service harus dapat memberikan kualitas pelayanan yang baik kepada setiap nasabahnya yang datang untuk memerlukan bantuannya. salah satu faktor yang menentukan tingkat keberhasilan dan kualitas perusahaan adalah kemampuan perusahaan dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan. Pada dasarnya kualitas pelayanan untuk memenuhi harapan nasabah. Jika pelayanan yang dirasakan atau yang diterima sesuai dengan yang diharapkan nasabah, maka kualitas pelayanan dipersepsikan baik dan memuaskan. Jika pelayanan yang dirasakan atau diterima melampaui harapan nasabah, maka kualitas pelayanan tersebut dianggap ideal. Dan jika pelayanan yang dirasakan atau yang diterima lebih rendah dari yang diharapkan nasabah, maka kualitas pelayanan dipersepsikan buruk. Dari hasil persepsi nasabah tentang kualitas pelayanan dapat membentuk sikap masing-masing nasabahnya. Menurut kamus perbankan mendefinisikan nasabah adalah orang atau badan yang mempunyai rekening simpanan atau pinjaman pada bank. Menurut Wikipedia nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank, baik itu untuk keperluannya sendiri maupun sebagai perantara bagi keperluan pihak lain.
12 Dari pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa nasabah adalah orang yang menjadi pelanggan bank yang mempunyai rekening simpanan dan pinjaman.
2.2
Kerangka Teori Kerangka teori adalah berupa uraian tentang dasar teori atau model yang
digunakan sebagai acuan penelitian. Setiap penelitian selalu menggunakan teori. Seperti yang dinyatakan oleh Neuman (2003) dalam Sugiono (2009: 81) “Researchers use theory differently in various types of research” Kerlinger (1978) dalam Sugiono mengemukakan “Theory is a set of interrelated construct (concepts), definitions, and proposition that present a systematic view of phenomena by specifying relations among variables, with purpose of explaining and predicting the phenomena.” Teori adalah seperangkat konstruk (konsep), definisi, dan proposisi yang berfungsi untuk melihat fenomena secara sistematik, melalui spesifikasi hubungan antara variabel, sehingga dapat berguna untuk menjelaskan dan meramalkan fenomena. Selanjutnya Cooper and Schindler (2003) dalam Sugiono (2009: 82) mengemukakan bahwa, “A theory is a set of systematically interrelated concepts, definition, and proposition that are advanced to explain and predict phenomena (fact).” Teori adalah seperangkat konsep, definisi, dan proposisi yang tersusun secara sistematis sehingga dapat digunakan untuk menjelaskan dan meramalkan fenomena. Oleh sebab itu Teori berguna untuk memberikan arah pada suatu disiplin ilmu tertentu. Berdasarkan teori yang pernah diperoleh suatu kerangka analisis untuk menerangkan hasil penemuannya. Dengan teori pula dapat memungkinkan seseorang menghubungkan data-data yang sebenarnya mempunyai kaitan satu sama lain. Dengan demikian kerangka teori merupakan konsep yang digunakan sebagai acuan utama
13 penelitian dan berfungsi sebagai alat untuk mencapai satuan pengetahuan yang sistematis dan untuk membimbing penelitian. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teori yang tentunya terkait dengan masalah penelitian yang ingin diteliti oleh penulis, teori tersebut adalah :
2.2.1 Teori Pelayanan Menurut Gronroos dalam Ratminto dan Atik (2005: 2), "Pelayanan adalah suatu aktivitas atau serangkaian aktivitas yang bersifat tidak kasat mata (tidak dapat diraba) yang terjadi sebagai akibat adanya interaksi antara konsumen dengan karyawan atau halhal lain yang disediakan oleh perusahaan pemberi pelayanan yang dimaksudkan untuk memecahkan pennasalahan konsumen/ pelanggan". Menurut Ivancevich dalam Ratminto dan Atik (2005: 2), "Pelayanan adalah produk-produk yang tidak kasat mata (tidak dapat diraba) yang melibatkan usaha-usaha manusia dan menggunakan peralatan". Dari dua defenisi tersebut di atas dapat diketahui bahwa inti pokok pelayanan adalah tidak kasat mata
atau tidak dapat diraba dan
melibatkan upaya manusia (karyawan) atau peralatan lain yang disediakan oleh perusahaan yang menggunakan pelayanan. Sebagai dasar pengukuran Zeithaml dan M. J. Bitner dalam Husein Umar (2002: 203) mengemukakan bahwa untuk mengukur kualitas pelayanan dapat ditentukan berdasarkan lima dimensi : 1. Kehandalan (reliability) Kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus sesuai dengan harapan pengunjung yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang sama untuk semua
14 pengunjung tanpa kesalahan, sikap simpati dan dengan akurasi tinggi. Misalnya : ketepatan waktu seorang customer service kartu kredit BRI dalam menyajikan informasi, pengetahuan/penguasaan petugas customer service kartu kredit BRI dalam menyajikan informasi. 2. Ketanggapan (responsiveness) Yaitu
respon
karyawan
dalam
membantu
pengunjung
dan
memberikan pelayanan yang cepat dan tanggap, yang meliputi : kesigapan karyawan dalam melayani pengunjung, kecepatan karyawan dalam menangani keluhan pengunjung. Misalnya : ketanggapan petugas customer service kartu kredit BRI dalam memberikan pelayanan dengan segera, kemampuan petugas customer service kartu kredit BRI dalam memecahkan masalah yang dikeluhkan nasabahnya, ketersediaan waktu petugas customer service kartu kredit BRI dalam melayani nasabahnya. 3. Jaminan (assurance) Meliputi kemampuan karyawan atas : pengetahuan atas informasi secara tepat, kualitas keramah-tamahan, perhatian dan kesopanan dalam memberi
pelayanan,
keterampilan
dalam
memberikan
informasi,
kemampuan dalam memberikan keamanan di dalam memanfaatkan jasa yang ditawarkan dan kemampuan dalam menanamkan kepercayaan pengunjung terhadap perusahaan. Misalnya : kemampuan petugas customer service kartu kredi BRI menanamkan kepercayaan pada nasabah, petugas customer service kartu kredi BRI memiliki pengetahuan yang memadai tentang kartu kedit BRI, keramahan customer service kartu kredit BRI dalam memberikan informasi.
15 Dimensi kepastian atau jaminan ini merupakan gabungan dari aspek-aspek : 1) Kompetensi (competence), yaitu keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki oleh para karyawan untuk melakukan pelayanan. 2) Kesopanan (courtesy), yang meliputi keramahan, perhatian, dan sikap para karyawan. 3) Kredibilitas (credibility), meliputi hal-hal yang berhubungan dengan kepercayaan kepada perusahaan, seperti reputasi, prestasi, dsb. 4) Keamanan (security), meliputi hal-hal yang berhubungan dengan kemampuan karyawan untuk memberikan rasa aman kepada pengunjung. 4. Empati Yaitu perhatian secara individual yang diberikan perusahaan kepada pengunjung seperti kemudahan untuk menghubungi perusahaan, kemampuan karyawan untuk berkomunikasi dengan pengunjung, dan usaha untuk memahami keinginan dan kebutuhan pengunjungnya. Misalnya perhatian customer service kartu kredit BRI kepada kepentingan nasabah, melakukan komunikasi yang efektif dengan nasabah. 5. Bukti langsung (tangibles) Meliputi penampilan fisik, seperti gedung dan ruangan front office, tersedianya tempat parkir, kebersihan, kerapihan dan kenyamanan ruangan, serta kelengkapan peralatan komunikasi. Misalnya kenyamanan nasabah, kebersihan dan kerapihan petugas customer service kartu kredit BRI. Customer Service dalam melayani nasabahnya menggunakan pendekatan komunikasi antar pribadi dalam berkomunikasi. Joseph A. Devito (1976) dalam Joseph
16 (1997: 259) mengemukakan bahwa Komunikasi Antar Pribadi mengandung lima (5) ciri, yaitu : 1. Keterbukaan (Openess) Mengacu pada aspek komunikasi antar pribadi yaitu terbuka pada orang yang diajak berinteraksi dan bersedia untuk bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang. 2. Empati (Emphaty) Menurut Henry Backrack, empati merupakan kemampuan seseorang untuk mengetahui apa yang sedang dialami orang lain pada suatu saat tertentu, dari sudut pandang dan kaca mata orang lain itu. 3. Sikap Positif (Possitiveness) Bersikap memberikan semangat atas apa yang dilakukan oleh konsumen dan mau mendengarkan pendapat atau pandangannya. 4. Sikap Mendukung (Supportiveness) Suatu
sikap
yang
mendorong
orang
lain
untuk
bereaksi
dalam
berkomunikasi. 5. Kesetaraan (Equality) Harus ada pengakuan secara diam-diam bahwa ada kedua pihak sama-sama bernilai dan berharga dan bahwa masing-masing pihak mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan. Keberhasilan pelayanan Customer Service sangat dipengaruhi oleh proses komunikasi dalam pelayanan informasi. Hubungan yang baik antara Customer Service dan nasabah sangat dibutuhkan dalam pelayanan di BRI karena dengan melakukan komunikasi yang baik akan berdampak positif bagi nasabah sebagai suatu kepuasan dari
17 keluhan-keluhan yang disampaikannya. Seorang Customer Service harus bisa membina hubungan baik dengan nasabah. Keramahan dan perhatian Customer Service akan memberikan motivasi dan kesan yang baik bagi perusahaan. Sikap Customer Service dalam menanggapi nasabah akan sangat mempengaruhi kualitas pelayanannya. Disini Customer Service harus dapat menempatkan dirinya dengan baik agar terjadi komunikasi yang lancar dengan nasabah. Dan yang paling penting adalah sikap mendukung dan sikap positif agar para nasabah merasa dihargai oleh kita sebagai Customer Service. Serta kesetaraan diantara mereka agar tidak ada yang merasa lebih tinggi atau lebih rendah dalam suatu hal. Dengan adanya pelayanan yang baik maka Customer Service kartu kredit dapat mempengaruhi kepuasan nasabah. Karena kepuasan nasabah merupakan kunci dari kesuksesan perusahaan.
2.2.2
Teori Maslow Abraham Maslow dalam Kotler and Keller (2009: 179) menjelaskan mengapa
orang didorong oleh kebutuhan tertentu pada waktu tertentu. Jawabannya adalah bahwa kebutuhan manusia diatur dalam hirarki dari yang paling menekan sampai yang paling tidak menekan. Kebutuhan-kebutuhan itu adalah kebutuhan psikologis, kebutuhan keamanan, kebutuhan sosial, kebutuhan akan penghargaan, dan kebutuhan aktualisasi diri (lihat gambar 1). Orang-orang akan berusaha memuaskan kebutuhan terpentingnya lebih dahulu. Ketika seseorang berhasil memuaskan kebutuhan penting, maka ia akan berusaha memuaskan kebutuhan penting berikutnya. Hirarki kebutuhan Maslow dalam Supranto et,al (2011: 93), didasarkan pada 4 premis ,yaitu:
18 1. Semua manusia memerlukan suatu set motif yang mirip melalui anugerah genetik dan interaksi sosial. 2. Beberapa motif lebih mendasar atau kritis dari pada lainnya. 3. Motif yang lebih mendasar harus dipenuhi sampai pada tingkat minimum, sebelum motif lain mulai dipenuhi. 4. Ketika motif dasar sudah bisa dipenuhi, motif selanjutnya akan timbul.
5
4
3
2
1
Self actualization
Esteeme needs
Love needs
Security needs
Basic needs
Gambar 2.2.2.1
2.2.3
Konsep Kualitas Pelayanan Konsep kulitas pelayanan pada dasarnya bersifat relative, yaitu tergantung dari
prespektif yang digunakan untuk menentukan ciri-ciri dari spesifikasi. Pada dasarnya terdapat tiga orientasi kualitas pelayanan yang seharusnya konsisten satu sama yang lainnya, yaitu persepsi pelanggan, produk atau pelayanan, dan proses. Untuk berwujud
19 barang, menurut Lupiyodi ketiga orientasi ini dapat dibedakan dengan jelas bahkan produknya adalah proses itu sendiri (2001: 144).
2.2.3.1 Dimensi Kualitas Pelayanan 1. Menurut Parasuraman Menurut Parasuraman, et.all dalam Lupiyoadi (2001: 148) ada 5 dimensi dalam menentukan kualitas pelayanan yaitu:
1. Tangibles, atau bukti fisik yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pembeli jasa. Yang meliputi fasilitas fisik (gedung, gudang, dan lain sebagainya), perlengkapan dan peralatan yang dipergunakan (teknologi), serta penampilan pegawainya.
2. Reliability, atau kehandalan yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan sesuai dengan yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti ketepatan waktu. Pelayanan yang sama untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang simpatik, dan dengan akurasi yang tinggi.
3. Responsiveness, atau ketanggapan yaitu suatu kemauan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat (responsive) dan tepat kepada pelanggan, dengan menyampaikan informasi yang jelas. Membiarkan konsumen
20 menunggu tanpa adanya suatu alasan yang jelas rnenyebabkan persepsi yang negative dalam kualitas pelayanan,
4. Assurance, atau jaminan dan kepastian yaitu pengetahuan, kesopan santunan, dan kemampuan para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya para pelanggan kepada perusahaan. Terdiri dari beberapa komponen antara lain komunikasi (communication), kredibilitas (credibility), keamanan (security), kompetensi (competence), dan sopan santun (courtesy).
5. Emphaty, yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupaya memahami keinginan konsumen. Dimana suatu perusahaan diharapkan memiliki pengertian dan pengetahuan tentang pelanggan, memahami kebutuhan pelanggan secara spesifik, serta memiliki waktu pengoperasian yang nyaman bagi pelanggan.
2. Menurut Sunarto Sunarto (2003: 244) mengidentifikasikan tujuh dimensi dasar dari kualitas yaitu: 1) Kinerja, yaitu tingkat absolut kinerja barang atau jasa pada atribut kunci yang diidentifikasi para pelanggan. 2) Interaksi Pegawai, yaitu seperti keramahan, sikap hormat, dan empati ditunjukkan oleh masyarakat yang memberikan jasa atau barang. 3) Keandalan, yaitu konsistensi kinerja barang, jasa dan toko. 4) Daya Tahan, yaitu rentan kehidupan produk dan kekuatan umum.
21 5) Ketepatan Waktu dan Kenyaman, yaitu seberapa cepat produk diserahkan atau diperbaiki, seberapa cepat produk infomasi atau jasa diberikan. 6) Estetika, yaitu lebih pada penampilan fisik barang atau toko dan daya tarik penyajian jasa. 7) Kesadaran akan Merek, yaitu dampak positif atau negatif tambahan atas kualitas yang tampak, yang mengenal merek atau nama toko atas evaluasi pelanggan.
3. Menurut Garvin Garvin dalam Tjiptono dan Chandra (2005: 113) mengembangkan delapan dimensi kualitas, yaitu: a. Kinerja (performance) yaitu mengenai karakteristik operasi pokok dari produk inti. Misalnya bentuk dan kemasan yang bagus akan lebih menarik pelanggan. b. Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (features), yaitu karakteristik sekunder atau pelengkap. c. Kehandalan (reability), yaitu kemungkinan kecil akan mengalami kerusakan atau gagal dipakai. d. Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to specifications). Yaitu sejauh mana karakteristik desain dan operasi memenuhi standar-standar yang telah ditetapkan sebelumnya. Seperti halnya produk atau jasa yang diterima pelanggan harus sesuai bentuk sampai jenisnya dengan kesepakatan bersama.
22 e. Daya tahan (durability), berkaitan dengan berapa lama produk tersebut dapat terus digunakan. Biasanya pelanggan akan merasa puas bila produk yang dibeli tidak pernah rusak. f. Serviceability, meliputi kecepatan, kompetensi, kenyamanan, mudah direparasi; penanganan keluhan yang memuaskan. g. Estetika, yaitu daya tarik produk terhadap panca indera. Misalnya kemasan produk dengan warna-warna cerah, kondisi gedung dan lain sebagainya. h. Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality), yaitu citra dan reputasi produk serta tanggung jawab perusahaan terhadapnya. Sebagai contoh merek yang lebih dikenal masyarakat (brand image) akan lebih dipercaya dari pada merek yang masih baru dan belum dikenal.
4. Hutt dan Speh Bila menurut Hutt dan Speh dalam Nasution (2004: 47) Kualitas pelayanan terdiri dari tiga dimensi atau komponen utama yang terdiri dari : 1) Technical Quality, yaitu komponen yang berkaitan dengan kualitas output yang diterima oleh pelanggan. Bisa diperinci lagi menjadi : a. Search quality, yaitu kualitas yang dapat dievaluasi pelanggan sebelum membeli, misalnya: harga dan barang. b. Experience quality, yaitu kualitas yang hanya bisa dievaluasi pelanggan setelah membeli atau mengkonsumsi jasa atau produk. Contohnya ketepatan waktu, kecepatan pelayanan, dan kearapihan hasil. c. Credence quality, yaitu sesuatu yang sukar dievaluasi pelanggan, meskipun telah mengkonsumsi suatu jasa.
23 2) Functional quality, yaitu komponen yang berkaitan dengan kualitas cara penyampaian suatu jasa. 3) Corporate image, yaitu yaitu profit, reputasi, citra umum, dan daya tarik khusus suatu perusahaan. Dari beberapa pendapat para ahli tentang dimensi kualitas pelayanan, dapat disimpulkan beberapa dimensi yang kredibel yaitu dengan memenuhi syarat agar sebuah pelayanan memungkinkan untuk menimbulkan kepuasan pelanggan. Adapun dimensi-dimensi tersebut yaitu: Tangibles atau bukti fisik, Reliability atau keandalan Responsiveness atau ketanggapan, Assurance atau jaminan atau kepastian, Empathy atau kepedulian.
2.2.3.2 Sifat dan Klasifikasi Layanan Penawaran suatu perusahaan pada pasar biasanya mencakup beberapa jenis pelayanan. Komponen pelayanan ini dapat merupakan bagian terkecil atau bagian utama dari penawaran tersebut. Penawaran bisa saja murni berupa barang pada satu sisi dan layanan murni pada sisi lainnya. Oleh karena itu, maka penawaran suatu perusahaan dapat diklasifikasikan menjadi lima kategori manurut Simamora (2001: 172), yaitu: 1. Produk berwujud murni Penawaran semata-mata hanya terdiri dari produk fisik misalnya hanya menawarkan produk berupa tabungan saja. 2. Produk berwujud disertai dengan layanan pendukung Pada kategori ini penawaran terdiri dari suatu produk fisik yang disertai dengan satu atau beberapa layanan untuk meningkatkan daya tan kepada
24 kepada konsumennya. Disini pelayanan di dedefinisikan sebagai kegiatan yang dilakukan perusahaan untuk pelanggan yang telah membeli produknya. Misalnya seperti nasabah akan membuat kartu kredit bank BRI maka customer service akan melayani dengan pelayanan yang profesionalisme dan lebih mengutamakan kepuasan nasabah. 3. Hybrid Penawaran yang terdiri dari barang dan layanan dengan proporsi yang sama. Dimana kartu kredit yang ditawarkan disertai dengan pelayanan yang memuaskan. 4. Pelayanan utama yang disertai barang dan layanan tambahan (pelengkap) dan barang-barang pendukung lainnya. Misalnya apabila nasabah ingin membuat kartu kredit Bank BRI maka nasabah akan mendapatkan layanan tambahan seperti promo-promo dari kartu kredit serta mendapatkan potongan diskon yang menguntungkan nasabah. 5. Pelayanan murni Penawaran seluruhnya berupa pelayanan seperti melayani nasabah yang ingin bertanya tentang produk BRI serta melayani komplain nasabah.
2.2.3.3 Karakteristik Pelayanan Ada beberapa karakteristik yang dimiliki oleh pelayanan menurut Zemke dalam Ratminto dan Winarsih (2005: 3) yaitu : 1. Konsumen memiliki kenangan atau memori atas pengalaman menerima pelayanan, yang tidak bisa dijual atau diberikan kepada orang lain.
25 2. Tujuan penyelenggaraan pelayanan adalah keunikan, setiap konsumen dan setiap kontak adalah dianggap sesuatu yang spesial. 3. Suatu pelayanan terjadi saat tertentu. 4. Konsumen melakukan kontrol kualitas dengan cara membandingkan harapan dan pengalaman yang diperolehnya. 5. Jika terjadi kesalahan, satu-satunya cara yang bisa dilakukan oleh karyawan untuk memperbaiki adalah meminta maaf. 6. Moral karyawan sangat menentukan untuk kelancaran pemberian pelayanan. Dalam memberikan pelayanan kepada konsumen, karyawan perlu memahami faktor rasional dan emosional konsumen agar dapat memberikan kepuasan. Dalam hal ini, beberapa aspek yang perlu dicermati dari konsumen oleh karyawan menurut Tjiptono (2005: 117) adalah sebagai berikut: 1. Suasana lingkungan yang bisa membuat konsumen nyaman dan senang. 2. Pelatihan dan pengembangan dan pemberdayaan karyawan agar dapat memahami dan menangani respon emosional pelanggan. 3. Sistem penanganan keluhan yang responsive, empatik, fair dan efektif. 4. Menggunakan pendekatan komunikasi berbeda untuk kategori individu yang berlainan. 5. Menawarkan nilai sosial dan emosional tertentu. 6. Mendirikan kelompok konsumen eksklusif yang mengelola aktivitas khusus. 7. Menerapkan konsumen.
pengalaman
untuk
menciptakan
kegembiraan
kepada
26 2.2.4
Konsep Profesionalisme Konsep tentang profesionalisme saat ini telah semakin menggejala seiring dengan
semakin besarnya tuntutan terhadap kemampuan seseorang dalam melaksanakan pekerjaan. Di tangan seseorang profesional hal-hal yang biasa dapat berubah menjadi luar biasa karena terdidik untuk melakukan pekerjaan berdasarkan pengetahuan khusus (special knowledge) yang diperolehnya melalui pendidikan formal dan pengalaman. Istilah profesionalisme berasal dari kata professio, dalam Bahasa Inggris professio memiliki arti sebagai berikut: A vocation or occupation requiring advanced training in some liberal art or science and usually involving mental rather than manual work, as teaching, engineering, writing, etc. (Webster dictionary,1960: 1163) (suatu pekerjaan atau jabatan yang membutuhkan pelatihan yang mendalam baik di bidang seni atau ilmu pengetahuan dan biasanya lebih mengutamakan kemampuan mental daripada kemampuan fisik, seperti mengajar, ilmu mesin, penulisan, dll). Dari kata dasar profesional ini kemudian muncul kata jadian professional yang artinya engage in special occupation for pay etc (terlibat dalam pekerjaan khusus untuk dibayar) dan profesionalisme yang artinya professional quality, status etc (kualitas profesional, status, dll). Sejalan dengan ragam bahasa yang berkembang, maka profesi, profesional dan profesionalisme oleh Pamudji (1994: 20-21) diartikan sebagai "lapangan kerja tertentu yang diduduki oleh orang-orang yang memiliki keahlian tertentu, keahlian mana diperoleh melalui pendidikan dan latihan yang mendalam". Sedangkan menurut Henry (1995:301) suatu profesi bisa
didefinisikan sebagai "bidang khusus dan tersendiri, umumnya
memerlukan pendidikan tinggi sekurang-kurangnya 4 tahun, serta menawarkan karir seumur hidup bagi yang menekuninya. Profesi selalu dikaitkan dengan masalah status".
27 Pengertian profesional secara sederhana diartikan oleh Suit dan Almasdi (1996: 103) sebagai berikut “Suatu kemampuan dan keterampilan seseorang dalam melakukan pekerjaan menurut bidang dan tingkatan masing-masing. Hasil dari pekerjaan yang dilaksanakan itu bila ditinjau dari segala segi telah sesuai dengan porsi, objektif, serta bersifat terus menerus dalam situasi dan kondisi yang bagaimanapun serta dalam jangka waktu penyelesaian yang relatif singkat. Demikian sempurnanya hasil pekerjaan itu, di samping pelayanan dan perilaku yang diberikannya, menyebabkan sulit pihak lain untuk mencari-cari celanya”. Lebih lanjut ia (1996: 105) menyatakan bahwa "seorang profesional tidak dapat dinilai dari satu segi saja, tetap harus dari segala segi, yaitu di samping keahlian dan keterampilannya juga perlu diperhatikan mentalitasnya”. Mencermati pendapat di atas, terkandung makna bahwa seseorang yang profesional adalah mereka yang benar-benar memiliki keahlian, keterampilan dan sikap mental terkendali dan terpuji, serta dapat menjamin bahwa segala sesuatu dari perbuatan dan pekerjaannya berada dalam kondisi yang terbaik dari penilaian semua pihak. Bagi seorang profesional sejati, maka uang, kekayaan, kedudukan dan jabatan bukanlah tujuan utama. Sekalipun mereka berhak menerima imbalan jasa, namun imbalan tersebut lebih merupakan ekspresi rasa hormat dan penghargaan masyarakat terhadap sikap dan perilaku mereka yang benilai etis, bermoral dan berperikemanusiaan tinggi. Lebih lanjut pembahasan tentang konsep profesionalisme, dibedakan oleh Johnson (1991: 15-16) dengan istilah profesionalisasi sebagai berikut:
1. Istilah profesionalisasi digunakan untuk menunjuk pada perubahan besar dalam struktur pekerjaan, dengan jumlah pekerjaan- pekerjaan profesional, atau bahkan pekerjaan - pekerjaan halus (while collar jobs) yang meningkat secara relatif dibandingkan dengan pekerjaan-pekerjaan lainnya, baik sebagai akibat perluasan
28 kelompok pekerjaan yang sudah ada seperti keahlian ataupun sebagai akibat munculnya pekerjaan-pekerjaan di bidang jasa.
2. Istilah profesionalisasi dipergunakan dalam arti yang hampir sama dengan peningkatan jumlah asosiasi pekerjaan yang mengupayakan adanya pengaturan rekrutmen dan praktek dalam bidang pekerjaan tertentu. Penggunaan istilah dalam arti ini berkaitan dengan terjadinya pemusatan perhatian pada fungsi asosiasi yang mutunya semakin meningkat, dan asosiasi seperti itu dianggap sebagai indikator utama derajat profesionalisasi suatu pekerjaan.
3. Istilah yang ketiga ini mernandang profesionalisasi sebagai proses yang jauh lebih rumit, dalam hal ini suatu pekerjaan menunjukkan sejumlah atribut yang pada prinsipnya profesional dan dianggap merupakan unsur-unsur pokok profesionalisme. Adanya asosiasi yang semakin bermutu hanya salah satu contoh ciri profesionalisasi.
4. Profesionalisasi juga menunjuk pada suatu proses beberapa penjelasan mengatakan secara eksplisit bahwa proses ini terjadi dengan urutan yang tetap, yaitu suatu pekerjaan melewati tahap -tahap perubahan organisatoris yang dapat diramalkan, menuju bentuk akhir yaitu profesionalisme. Dari pendapat di atas, diketahui bahwa profesionalisme pada dasarnya adalah proses akhir dari tujuan profesionalisasi. Gejala profesionalisme sebenarnya bukan sesuatu yang baru terjadi pada masa akhir-akhir ini. Profesionalisme aktifitas kerja manusia dapat diikuti sekurang-kurangnya sejak perkembangan dunia ilmu pengetahuan. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, cepat atau lambat telah mempengaruhi pola berpikir dan sikap keterbukaan masyarakat dalam konteks kehidupan bersama terutama kerjasama dalam
29 usaha pemenuhan kebutuhan hidup, yang semakin merangsang tuntutan terhadap profesionalisme. Dari beberapa kriteria dan pengertian tentang profesionalisme di atas penulis dapat menarik pengertian bahwa profesionalisme dalam pelayanan Customer Service Bank BRI dapat diartikan sebagai tindakan pelayanan yang dilakukan oleh Customer Service Bank BRI yang memenuhi standar kualitas, kuantitas, waktu dan biaya yang telah ditetapkan serta didasarkan pada peraturan perbankan yang berlaku.
2.2.4.1 Ciri-ciri dan Karakteristik Profesionalisme Profesionalisme dan kemajuan (progress) merupakan dua hal yang saling berkaitan. Kemajuan sesuatu lembaga (institusi) atau organisasi ditentukan oleh profesionalisme para pengelolanya. 1nstitusi atau organisasi yang makin maju menuntut pula peningkatan profesionalisme. Bila tidak, institusi atau organisasi tersebut akan semakin tertinggal bahkan mundur. Pada umumnya profesionalisme hanya dikaitkan dengan keterampilan, kemahiran dan keahlian yang diperlukan untuk melakukan pekerjaanpekerjaan tertentu dan mengelola institusi (organisasi) yang bersangkutan. Berkaitan dengan itu menurut Tanri Abeng dikutip dalam Kattopo (2000: 124-125) seorang yang profesional mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : 1. Penguasaan ilmu yang memadai. Penguasaan terhadap ilmu pengetahuan, terutama yang berhubungan dengan bidang profesinya, merupakan syarat utama seorang profesional. Tanpa ilmu yang memadai, tidak akan dapat menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang dihadapi dibidangnya dengan baik.
30 2. Kemampuan dalam menguasai ilmu tersebut harus diimbangi dengan kemampuan dalam mempraktekannya. Ilmu yang dikuasai tidak akan mempunyai arti jika tidak dapat dipraktekkan, oleh karena itu ilmu harus dapat ditransformasikan dalam bentuk keterampilan (skill). 3. Mempunyai sikap mental yang positif sehingga dapat memotivasi diri. Selain penguasaan ilmu yang mendalam, komitmen profesional juga harus menjunjung tinggi kejernihan hati dan integritas profesional serta sikap-sikap positif lainnya. 4. Wawasan yang luas, baik tentang hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan atau yang tidak berhubungan dengan pekerjaan. Seorang profesional dituntut untuk bersikap bijak dalam menghadapi berbagai permasalahan. Wawasan yang luas akan membuat seseorang bijak dalam mengambii keputusan. 5. Mampu mensenyawakan sudut pandang visi, nilai (value) serta keberanian secara konsisten. Perpaduan antara visi, nilai dan keberanian akan membentuk pribadi yang mempunyai integritas profesional. Sedangkan menurut Maister (1998: 21) mengatakan bahwa seseorang yang disebut profesional mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 1. Bangga pada pekerjaan mereka dan menunjukkan komitmen pribadi pada kualitas. 2. Berusaha meraih tanggung jawab. 3. Menggantisipasikan dan tidak menunggu perintah mereka, mereka langsung menunjukkan inisiatif. 4. Mengerjakan apa yang perlu dikerjakan untuk merampungkan tugas. 5. Melibatkan secara aktif dan tidak sekedar bertahan pada peran yang telah ditetapkan untuk mereka.
31 6. Selalu mencari cara untuk membuat berbagai hal menjadi lebih mudah bagi orang-orang yang mereka layani. 7. Ingin belajar sebanyak mungkin mengenai bisnis orang-orang yang mereka layani. 8. Benar-benar mendengarkan kebutuhan orang-orang yang mereka layani. 9. Belajar memahami dan berpikir seperti orang-orang yang mereka layani sehingga bisa mewakili mereka ketika orang-orang iu tidak ada ditempat. 10. Bisa dipercaya memegang rahasia. 11. Jujur, bisa dipercaya, dan setia. 12. Terbuka pada kritik –kritik yang membangun mengenai cara meningkatkan diri.
2.2.4.2 Karakteristik Profesionalisme Schein dalam Handoko (1996: 14) menguraikan karakteristik dari profesionalisme sebagai berikut : 1. Para profesional membuat keputusan atas dasar prinsip-prinsip umum. 2. Para profesional mendapatkan status mereka karena mencapai standar kerja tertentu, bukan karena favoritisme atau karena suku bangsa atau agamanya dan kriteria politik atau sosial lainnya. 3. Para profesional harus ditentukan oleh suatu kode etik yang kuat, dengan disiplin untuk mereka yang menjadi kliennya. Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa profesionalisme pada hakikatnya merupakan hasil daya guna, potensi-potensi keterampilan, kemahiran, dan keahlian secara optimal yang didukung oleh etika birokrasi dan budaya kerja.
32 2.2.5
Kepuasan Pelanggan Setiap perusahaan harus mampu untuk memuaskan pelanggan agar dapat
mempertahankan pelanggannya.
Pelanggan merupakan bagian penting dalam suatu
perusahaan. Pelanggan tidak bergantung pada perusahaan, sebaliknya perusahaan yang bergantung pada pelanggan. Kepuasan pelanggan telah menjadi konsep sentral dalam teori dan praktek pemasaran, serta merupakan salah satu tujuan esensial bagi aktifitas bisnis. Menurut Kotler dan Keller (2009: 138-139) kepuasan (satisfaction)
adalah
perasaan senang atau kecewa seseorang yang timbul karena membandingkan kinerja yang dipersepsikan produk atau hasil terhadap ekspetasi mereka. Jika kinerja gagal memenuhi ekspetasi, pelanggan akan tidak puas. Jika kinerja sesuai dengan ekspetasi, pelanggan akan puas. Jika kinerja melebihi ekspetasi, pelanggan akan sangat puas atau senang. Penilaian pelanggan atas kinerja produk tergantung pada banyak faktor, terutama jenis hubungan loyalitas yang dimiliki pelanggan dengan sebuah merek. Konsumen sering membentuk persepsi yang lebih menyenangkan tentang sebuah produk dengan merek yang sudah mereka anggap positif. Keputusan pelanggan untuk bersikap loyal atau bersikap tidak loyal merupakan akumulasi dari banyak masalah kecil dalam perusahaan. Perusahaan akan bertindak bijaksana dengan mengukur kepuasan pelanggan secara teratur, karena salah satu kunci untuk mempertahankan pelanggan adalah kepuasan pelanggan. Pelanggan yang sangat puas biasanya tetap setia untuk waktu yang lebih lama, membeli lagi ketika perusahaan memperkenalkan produk baru dan emperbaharui produk lama, membicarakan hal-hal baik tentang perusahaan dan produknya kepada orang lain, tidak terlalu memperhatikan merek pesaing dan tidak terlalu sensitif terhadap harga, menawarkan ide produk atau jasa kepada perusahaan, dan
33 biaya pelayanannya lebih murah dibandingkan pelanggan baru karena transaksi dapat menjadi hal rutin.
Tujuan Perusahaan
Kebutuhan dan Keinginan Pelanggan
Produk Harapan Pelanggan terhadap Produk
Nilai Produk Bagi Pelanggan Kepuasan
Gambar 2.2.5.1. Konsep Kepuasan Pelanggan
2.2.6
Membangun Loyalitas Menurut Kotler dan Keller (2009: 153) menciptakan hubungan yang kuat dan erat
dengan pelanggan adalah mimpi semua pemasar dan hal ini sering menjadi kunci keberhasilan jangka panjang. Perusahaan yang ingin membentuk ikatan pelanggan yang kuat harus memperhatikan sejumlah pertimbangan yang beragam yaitu dengan cara: 1. Menciptakan produk, jasa, dan pengalaman yang unggul bagi pasar sasaran. 2. Mengikutsertakan partisipasi lintas departemen dalam merencanakan dan mengelola kepuasan dari proses retensi pelanggan. 3. Mengintegrasikan “Suara Pelanggan” untuk menangkap kebutuhan atau persyaratan pelanggan yang dinyatakan maupun yang tidak dalam semua kebutuhan bisnis.
34 4. Mengorganisasi dan mengakses database informasi tentang kebutuhan, preferensi, hubungan, frekuensi pembelian, dan kepuasan pelanggan perorangan. 5. Mempermudah pelanggan menjangkau personel perusahaan yang tepat dan mengekspresikan kebutuhan, persepsi, dan keluhan pelanggan. 6. Menilai potensi program frekuensi dan program pemasaran klub. 7. Menjalankan program yang mengakui karyawan yang bagus.
2.2.7
Konsep Prilaku Konsumen Menurut Kotler dan Keller (2009: 166) prilaku konsumen adalah studi tentang
bagaimana individu, kelompok, dan organisasi memilih, membeli, menggunakan dan bagaimana barang, jasa, ide, atau pengalaman untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan mereka. Dengan memahami perilaku konsumen maka dapat membantu menjelaskan bagaimana konsumen memperoleh kepuasan, dan dari kepuasan tersebut konsumen menjadi loyal terhadap suatu produk tertentu yang dianggap dapat mengakomodasi kebutuhannya. Menurut AMA (American Marketing Association) dalam Supranto dan Nanda Limakrisna (2011: 3) mendefinisikan prilaku sebagai berikut : Prilaku konsumen merupakan interaksi dinamis antara kognisi, afeksi, prilaku dan lingkungannya dimana manusia melakukan kegiatan pertukaran dalam hidup mereka. Definisi tersebut memuat 3 hal penting, yaitu: 1. Prilaku konsumen bersifat dinamis, sehingga susah ditebak atau diramalkan 2. Melibatkan interaksi : kognisi, afeksi, prilaku dan kejadian disekitar atau lingkungan konsumen 3. Melibatkan pertukaran, seperti menukar barang milik penjual dengan uang milik pembeli.
35 Definisi yang sederhana prilaku konsumen merupakan tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, menggunakan (memakai, mengkonsumsi) dan menghabiskan produk (barang dan jasa) termasuk proses yang mendahului dan mengikuti tindakan ini. Pengetahuan yang cukup tentang prilaku konsumen seperti memberikan petunjuk yang berharga untuk praktek pemasaran baik bagi perusahaan. Dengan memahami prilaku konsumen perusahaan akan lebih maju dan berkembang. Dengan adanya customer service yang baik, akan mempengaruhi perilaku nasabah. Melalui customer service diharapkan tercipta suatu hubungan kerja sama yang baik antara bank dengan nasabahnya. Hal ini dikarenakan customer service merupakan kesan pertama yang diterima oleh nasabah yang nantinya akan mempengaruhi keputusan nasabah. Customer service diharapkan dapat memberikan informasi yang jelas dan tepat atas produk atau jasa yang ditawarkan sehingga calon nasabah puas dengan apa yang diharapkan dan tertarik untuk menggunakan jasa atau produk tersebut. Tingkat kualitas layanan tidak bisa dilihat dari penilaian perusahaan saja, tetapi penilaian nasabah sangat penting. Maka pihak bank lebih meningkatkan pelayanannya serta mendapat kepuasan layanan dari nasabah. Dengan mewujudkan tujuan pemasaran dalam meningkatkan loyalitas pelanggan atau nasabah terhadap kartu kredit Bank BRI, Maka perusahaan (bank) tersebut harus lebih memahami perilaku dan kebutuhan nasabah.