BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1
Proses Produksi Proses produksi adalah serangkaian aktifitas yang diperlukan untuk mengolah
ataupun merubah sutu kumpulan masukan (input) menjadi sejumlah keluaran (output) yang memiliki nilai tambah (added value). Pengolahan ataupun perubahan yang terjadi di sini bisa secara fisik ataupun non fisik, dimana perubahan tersebut bisa terjadi terhadap bentuk, dimensi maupun sifat-sifatnya.
2.1.1
Faktor-faktor yang mempengaruhi produktifitas 1. Faktor Teknis : Yaitu faktor yang berhubungan dengan pemakaian dan penerapan fasilitas produksi secara lebih baik, penerapan metode kerja yang lebih efektif dan efisien, dan atau pengunaan bahan baku yang lebih ekonomis. 2 Faktor Manusia : Yaitu faktor yang mempunyai pengaruh terhadap usaha-usaha yang dilakukan manusia didalam menyelesaikan pekerjaan yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya. Di sini ada dua hal pokok yang menentukan, yaitu kemempuan kerja (ability) dari pekerja tersebut dan yang lain adalah motivasi kerja yang
17
merupakan pendorong kea rah kemajuan dan peningkatan prestasi kerjaatas seseorang.
2.2
Pengukuran Waktu kerja Pengukuran waktu kerja adalah metode penetapan keseimbangan antara
kegiatan manusia yang dikontribusikan dengan unit output yang dihasilkan. Berikut adalah pengukuran-pengukuran yang terdapat didalam pengukuran waktu kerja. (Studi Gerak dan Waktu, 1995, P169)
2.2.1 Pengukuran Waktu Kerja Dengan Pengukuran Langsung Pengukuran waktu kerja dengan pengukuran langsung merupakan pengukuran waktu kerja yang dilakukan secara langsung yaitu ditempat pengamatan pekerjaan yang diamati. (Sritomo, 1995, P170) Pada pengukuran kerja langsung dimana setiap aktivitas yang dilakukan sesuai dengan lama waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Pengukuran ini dapat dengan mengunakan jam henti (stopwatch time study) atau dengan mengunakan sampling kerja (work sampling). Disini waktu yang dihasilkan tentu saja akan menghasilkan sebuah data yang tentunya dapat dimanfaatkan untuk operasi kerja lainnya. Hal ini tentunya dipertimbangkan sebagai langkah yang tidak efisien, karena bagaimanapun berbagai macam pekerjaan / operasi akan memiliki elemen-
18
elemen kerja yang tidak sama. Berikut dibawah ini akan dibahas secara singkat kedua metode pengukuran waktu kerja secara langsung ini.
2.2.1.1
Pengukuran waktu kerja dengan jam henti (Stop Watch) Metode ini dilakukan untuk pekerjaan yang berlangsung
singkat
dan berulang-ulang (repetitive) dimana pengukurannya
dilakukan dengan alat ukur yang disebut jam henti atau stop watch. (Studi gerak dan waktu, 1995, P171) Pengukuran kerja ini pertama kali diperkenalkan oleh Federick W. Taylor pada abad ke 19. Dari hasil pengukuran yang dilakukan dengan metode ini maka akan diperoleh waktu baku yang diperlukan untuk menyelesaikan satu siklus pekerjaan, dan dapat juga digunakan sebagai satu standar waktu untuk pekerja lain yang menyelesaikan pekerjaan yang sama. (Studi gerak dan waktu, 1995, P171) Aktivitas pengukuran kerja dengan jam henti ini umumnya diaplikasikan pada industri manufaktur yang memiliki karakteristik kerja yang berulang-ulang, terspesifikasi jelas, dan menghasilkan output yang relatif sama. Meskipun demikian aktivitas ini bisa juga diaplikasikan untuk pekerjaan-pekerjaan non-manufakturing seperti yang bisa ditemui dalam aktivitas kantor gudang atau jasa pelayanan lainnya asalkan memiliki kriteria-kriteria seperti :
19
Pekerjaan tersebut harus dilaksanakan secara repetitive dan uniform.
Isi / macam pekerjaan itu harus homogen.
Hasil kerja (output) harus dapat dihitung secara kuantitatif baik secara keseluruhan ataupun untuk tiap-tiap elemen kerja yang berlangsung.
Pekerjaan tersebut cukup banyak dilaksanakan dan teratur sifatnya sehingga akan memadai untuk diukur dan dihitung waktu bakunya. Pengukuran kerja dengan jam henti ini merupakan
pengukuran yang obyektif
karena disini
cara
waktu ditetapkan
berdasarkan fakta yang terjadi dan tidak hanya sekedar diestimasi secara subyektif. Disini juga akan berlaku asumsi-asumsi dasar sebagai berikut :
Metode dan fasilitas untuk menyelesaikan pekerjaan harus sama dan dibakukan terlebih dahulu sebelum kita mengaplikasikan waktu baku ini untuk pekerjaan yang serupa.
Operator harus memahami benar prosedur dan metode pelaksanaan kerja sebelum dilakukan pengukuran kerja.
20
Operator-operator yang akan dibebani dengan waktu baku ini diasumsikan memiliki tingkat ketrampilan dan kemampuan yang sama dan sesuai untuk pekerjaan tersebut. Untuk ini persyaratan mutlak pada waktu memilih operator yang akan dianalisa waktu kerjanya benar-benar memiliki tingkat kemampuan yang rata-rata.
Kondisi lingkungan fisik pekerjaan juga relative berbeda
tidak jauh
dengan kondisi fisik pada saat pengukuran kerja
dilakukan.
Performance kerja mampu dikendalikan pada tingkat yang sesuai dengan seluruh periode kerja yang ada.
2.2.1.2
Pengukuran Waktu Kerja Dengan Metode Sampling
Kerja (Work Sampling) Pengukuran ini dilakukan dengan mengadakan sejumlah besar pengamatan terhadap aktivitas kerja dari mesin, operator, maupun proses. Metode ini diperkenalkan pertama kali oleh LHC Tippett dalam aktivitas penelitian industri tekstil. Secara umum metode ini dapat
digunakan
untuk
mengukur
ratio
delay,
menetapkan
performance level, dan menentukan waktu baku suatu proses atau operasi. ( Sritomo ,1995, P207 )
21
2.2.2
Pengukuran Waktu Kerja Dengan Pengukuran Tidak langsung Pengukuran kerja tidak langsung adalah penetapan waktu baku suatu
pekerjaan yang
dapat dilakukan meskipun pekerjaan itu sendiri belum
dilaksanakan. Sehingga di sini kita dapat memperkirakan berapa lama waktu yang dibutuhkan oleh pekerja dalam menyelesaikan pekerjaannya. Dan aktivitas yang dilakukan hanya dengan melakukan perhitungan waktu kerja dengan membaca tabel-tabel waktu yang tersedia hanya dengan mengetahui urutan-urutan pekerjaan yang ada, cara ini bisa dilakukan dalam aktivitas data waktu baku (standard data) dan data waktu gerakan (predetermined time system).( Studi Gerak dan Waktu, 1995, P232 ). Berikut ini akan dijelaskan beberapa macam metode yang dapat digunakan dalam pengukuran waktu kerja secara tidak langsung.
2.2.2.1
Pengukuran Waktu Kerja Dengan Sistem Faktor Kerja
(Work Factor System) Sistem Faktor kerja merupakan salah satu sistem dari Predetermined Time System yang paling awal dan sering digunakan. Sistem pengukuran ini menggunakan data waktu gerakan yang telah ditetapkan. (Studi Gerak dan Waktu, 1995, P245)
22
2.2.2.2
Pengukuran Kerja Dengan Metode Analisa Regresi Metode pengukuran dengan mengunakan rumus (formula)
klasik yang dikembangkan melalui rumus-rumus Standard atau teoritis maupun bersikap eksperimen, seringkali akan sangat bermanfaatdalam kasus-kasus dimana elemen kerja tidak berupa variable-variabel yang sama dengan yang telah didefinisikan dalam formulasi yang telah di standardkan dan atau rumus-rumus baku yang telah tersedia.
2.2.2.3
Pengukuran
Kerja
Dengan
Metode
Standard
Data/Formula Adalah pengukuran kerja yang seringkali dilaksanakan hanya untuk satu jenis operasi tertentu saja dan sama sekali tidak ada pemikiran jauh bahwa data yang diperoleh akan bisa dimanfaatkan untuk operasi kerja lainnya.
23
2.3
Teknik Pengukuran Data dengan Jam henti Di dalam penelitian ini, Pengukuran proses operasi sangat di butuhkan dalam
menentukan waktu baku setiap proses operasi. Pengukuran waktu proses dan waktu siklus mengunakan jam henti atau (stopwatch). Cara ini banyak dikenal dan sangat banyak dipakai. Keunggulan dari cara ini adalah salah satunya kesederhanaan aturan pemakaian yang digunakan (Sutalaksana, 1979).
2.3.1
Penetapan Tujuan Pengukuran Sebagaimana dengan aktifitas-aktifitas lain maka tujuan untuk
melaksanakan suatu kegiatan haruslah bisa diidentifikasikan dan ditetapkan terlebih dahulu. Dalam pengukuran kerja, hal-hal penting yang harus diketahui dan ditetapkan adalah untuk apa hasil pengukuran (dalam hal ini tentu saja waktu baku) tersebut akan digunakan/ dimanfaatkan didalam kaitannya dengan proses produksi. Biasanya penetapan waktu baku akan dikaitkan dengan maksud-maksud pemberian insentif/bonus pekerja langsung (direct labor). Apabila memang dikaitkan dengan maksud ini maka ketelitian dan tingkat keyakinan tentang hasil pengukuran harus tinggi karena mengangkut prestasi dan pendapatan dari kerja.
24
2.3.2
Persiapan Awal Pengukuran Waktu Kerja Tujuan utama dari aktifitas pengukuran kerja adalah waktu baku
yang harus dicapai oleh seorang pekerja untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Waktu baku yang ditetapkan untuk suatu pekerjaan tidak akan benar jika metode yang untuk melaksanakan pekerjaan tersebut berubah, material yang di pergunakan sudah
tidak
lagi
sesuai
dengan
dengan
spesifikasi semula, kecepatan kerja mesin atau proses produksi lainnya berubah pula, dan atau kondisi kerja lainnya sudah berbeda dengan kondisi kerja pada saat waktu baku tersebut ditetapkan. Jadi waktu baku pada dasarnya adalah waktu penyelesaian pekerjaan untuk suatu sistem kerja yang dijalankan pada saat pengukuran berlangsungsehingga waktu penyelesaian tersebut juga hanya akan berlaku untuk sistem kerja tersebut. Adanya penyimpangan pada system tersebut dapat memberikan waktu penyelesaian yang berbeda dengan apa yang telah diterapkan. Drai hal tersebut diatas dapatlah ditarik kesimpulan bahwa waktu kerja yanghendak dilakukan hendaknya merupakan waktu kerja yang diperoleh dari kondisi dan metode kerja yang baik. Dengan lain perkataan pengukuran waktu kerja hendaknya dilaksanakan apabila kondisi dan metode kerja dari pekerjaan yangakan diukur sudah baik. Jika belum maka kondisi yang ada ini hendaknya diperbaiki kemudian distandarkan terlebih dahulu. Empelajari kondisi kerja dan metode kerja kemudian memperbaiki kemudian
25
membakukannya adalah apa yang dilakukan dalam langkah penelitian pendahuluan yang harus dipersiapkan. Tentunya hal ini berlaku jika pengukuran dilakukan atas pekerjaan yang telah ada dan bukan pekerjaan yang baru. Dalam keadaan yang terakhir ini, maka yang dilakukan adalah bukan memperbaiki melainkan merancang kondisi kerja yang baik serta yang baru sama sekali. Pembakuan kondisi dan cara kerja ini dikenal dengan kegiatan studi gerakan. Selain mempersiapkan kondisi dan cara kerja dalam langkah awal ini yang tidak kalah pentingnya juga adalah langkah untuk memilih operator yang akan melakukan pekerjaan yang diukur. Operator atau pekerja ini harus memenuhi persyaratan tertentu agar pengukuran dapat diandalkan hasilnya, yaitu dia harus memiliki kemampuan atau skill yang normal dan mudah diajak kerja sama didalam kegiatan pengukuran kerja nantinya. Pengamatan kerja dan analisa metode kerja ada dasarnya akan memusatkan perhatiannya pada bagaimana (how) suatu macam perkerjaan akan diselesaikan. Dengan mengaplikasikan prinsip dan teknik pengaturan cara kerja yang optimal dalam system kerja tersebut, maka akan diperoleh alternatif metode pelaksanaan kerja yang dianggap memberikan hasil yang efektif dan efisien. Suatu pekerjaan akan dikatakan diselesaikan secara efisien apabila waktu penyelesaiannya paling singkat. Untuk menghitung waktu baku (standard time) penyelesaiaan pekerjaan guna memilih metode kerja yang
26
terbaik, maka perlu diterapkan prinsip – prinsip dan teknik – teknik pengukuran kerja. Pengukuran waktu kerja ini akan berhubungan dengan usaha – usaha untuk menetapkan waktu baku yang dibutuhkan guna menyelesaikan metode penetapan keseimbangan antara kegiatan manusia yang dikontribusikan dengan unit output yang dihasilkan. Waktu baku ini merupakan waktu yang dibutuhkan oleh mesin untuk menyelesaikan suatu pekerjaan disini sesudah melakukan set up untuk suatu mesin Pengukuran waktu kerja secara langsung disebut demikian karena pengukurannya dilaksanakan secara langsung yaitu tempat dimana pekerjaan yang diukur dijalankan. Dua cara termasuk didalamnya adalah cara pengukuran kerja menggunakan jam henti (stopwatch) dan sampling kerja (work sampling).
27
2.3.3
Langkah – langkah sebelum melakukan pengukuran Hal penting didalam pengukuran kerja agar mengasilkan waktu baku yang sebaik – baiknya dalam melaksanakan pengukuran antara lain adalah : 1. Penentuan Tujuan Pengukuran Dalam suatu pengukuran, tujuan merupakan faktor yang sangat penting dalam melakukan suatu kegiatan pengukuran. Tujuan dari pengukuran tersebut diantaranya adalah kegunaan dari penggunaan, mengetahui tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan yang diinginkan dari hasil pengukuran. 2. Melakukan Penelitian Pendahuluan Pengukuran waktu disetiap stasiun kerja memiliki waktu yang berbeda – beda. Waktu tersebut akan mempengaruhi oleh faktor yang menyebebkan waktu yang harus disesuaikan dengan kondisi lingkungannya. Kondisi lingkungan tempat kerja meliputi berbagai hal, diantaranya pencahayaan, ventilasi udara, keergonomian perlengkapan kerja, dan lain – lain
28
3. Memilih Operator Operator merupakan orang yang mempunyai tugas untuk menjalankan suatu mesin sehingga mesin tersebut dapat menghasilkan produk yang diinginkan. Kemampuan operator dalam bekerja berbeda – beda yaitu dari berkemampuan rendah sampai tinggi. Pengukuran waktu dalam penelitian ini adalah pengukuranwaktu pada operator yang bekerja secara wajar atau berkemampuan rata – rata. 4. Menyiapkan Alat – Alat Pengukuran Setelah langkah diatas sudah dijalankan dengan baik, tibalah sekarang
pada
langkah
terakhir
sebelum
melakukan
pengukuran yaitu menyiapkan alat – alat yang diperlukan. Alat – alat tersebut adalah: 1. Jam henti 2. Lembaran – lembaran pengamatan 3. Pena atau pensil 4. Papan pengamatan
29
2.3.4
Melakukan Pengukuran Waktu Pengukuran waktu adalah pekerjaan mengamati dan mencatat waktu – waktu kerja baik setiap elemen ataupun waktu siklus dengan menggunakan alat – alat yang telah disiapkan.
2.4
Menentukan Tingakat ketelitian dan Tingkat Keyakinan Pengukuran waktu yang idealnya tentu dilakukan pengukuranpengukuran yang sangat banyak (sampai tidak terhingga kali), sehingga dengan demikian diperoleh jawaban yang pasti. Akan tetapi hal tersebut tidak memungkinkan Karena dipengaruhi oleh faktor keterbatasan waktu, tenaga dan biaya. Penggukuran
waktu
yang
tidak
banyak
akan
menyebabkan
pengukuran kehilangan sebagian kepastian akan ketepatan atau rata – rata waktu penyelesaian yang sebenarnya. Tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan adalah pencerminan tingkat kepastian yang diinginkan oleh pengukur setelah memutuskan tidak akan melakukan pengukuran yang sangat banyak. Tingkat ketelitian menunjukkan penyimpangan maksimum hasil pengukuran dari waktu penyelesaian sebenarnya. Hal ini biasanya dinyatakan dalam persen (dari waktu penyelesaian sebenarnya, yang harus dicari). Sedangkan tingkat keyakinan menunjukan besarnya keyakinan pengukur
30
bahwa hasil yang diperoleh memenuhi syarat ketelitian tadi. Dan dinyatakan dalam bentuk persen. Jadi tingakat ketelitian 10% dan tingkat keyakinan 95% memberi arti bahwa pengukur membolehkan rata – rata hasil pengukurannya menyimpang sejauh 10% dari rata – rata sebenarnya, dan kemungkinan barhasil mendapatkan hal lain adalah 95%. 2.5
Uji Kecukupan Data Uji kecukupan data dilakukan untuk memastikan kecukupan jumlah data pengukuran yang telah dilaksanakan. Pada penelitian ini tingkat kepercayaan (convidence level) yang digunakan adalah 95% dan tingkat ketelitian (degree of accuracy) yang digunakan adalah 5%. Hal ini berarti sekurang – kurangnya 95 dari 100 harga rata – rata dari waktu yang dicatat atau diukur untuk suatu elemen kerja akan memiliki penyimpangan tidak lebih dari 5% (Wignjosoebroto S., 1992), yang menggunakan rumus sebagai berikut ⎡ 40 n x 2 ( x )2 ∑ ∑ N’ = ⎢ ⎢ ∑x ⎣⎢
Keterangan :
⎤ ⎥ ⎥ ⎦⎥
2
N = Jumlah pengamatan aktual yang dilakukan N’
=
Jumlah
pengamatan
teoritis
yang
diperlukan X = Waktu penyelesaian
31
Jika N’ ≤ N maka data dianggap cukup dan tidak perlu mengambil sampel atau data lagi, sedangkan N’> N maka data belum cukup dan harus diambil data sebanyak N’ – N kali.
2.6
Uji Keseragaman Data Pada uji keseragaman ini, dapat diketahui keseragaman pada data – data yang telah diambil sebagai sampel. Data – data yang seragam akan berada pada daerah batas control yaitu terletak diantara daerah BKA dan BKB. Adapun langkah – langkah yangdilakukan penulis dalam pengujian keseragaman data ini adalah sebagai berikut : 1. Menghitung standard deviasi, dengan rumus sebagai berikut :
σ=
( x1 − x) 2 + ( x 2 − x) 2 + ...... + ( x n − x) 2 N −1
2. Menghitung Batas Kontrol Atas (BKA) dan Batas Kontrol Bawah (BKB), Menggunakan rumus sebagai berikut : BKA = x + 3σ BKB
= x − 3σ
32
2.7
Melakukan Perhitungan Waktu Standar / Waktu Baku Untuk menentukan waktu standart menurut buku pengamatan oleh Buku “Teknik Tata Cara Kerja” karangan Sutalaksana, Anggawisastra, Tjakraatmadja terlebih dahulu harus dicari waktu siklus.Waktu siklus adalah merupakan waktu yang tercatat selama pekerja menyelesaikan pekerjaannya. Dari. hasil pengamatan yang telah dilakukan dapat dicari waktu siklus rata – rata dengan rumus : WS =
∑X N
Setelah waktu siklis diketahui maka dapat dicari dan ditentukan waktu normalnya dengan rumus : WN = WS * P Selanjutnya, dari waktu normal yang sudah didapat maka waktu standar / waktu baku dapat kita hitung dengan rumus : WB = WN + (WN + λ ) Keterangan : WS / CT = Waktu siklus WN
= Waktu normal
X
= Waktu siklus dalam pengamatan ke – j
N
= Jumlah siklus pengamatan
33
P
= Faktor penyesuaian : jiak P<1maka pekerja bekerja lambat,
jika P=1, maka pekerja bekerja normal, dan jika P>1 maka pekerja bekerja cepat. WB / Wi = Waktu standar / waktu baku
λ
2.8
= Jumlah faktor kelonggaran setiap stasiun kerja
Pengaruh Waktu Siklus terhadap Penyusunan Stasiun Kerja Waktu siklus amat berpengaruh terhadap penyusunan stasiun kerja. Waktu siklus ditentukan dari tingkat kapasitas, permintaan, serta waktu operasi terpanjang. Jelas sekali bahwa perubahan waktu siklus akan memperngaruhi susunan operasi yang dibebankan pada stasiun kerja. Jika tidak dibatasi oleh waktu operasi terpanjang, maka waktu siklus akan menentukan jumlah stasiun kerja. Misalnya jika waktu siklus yang diinginkan 90 menit sementara waktu operasi tertinggi adalah 10 menit, maka waktu siklus dapat ditetapkan antara 10 sampai 90 menit. Semakin rendah waktu siklus, kecepatan lintas perakitan akan semakin tinggi sehingga jumlah produk per satuan waktu semakin besar, di lain pihak jumlah stasiun kerja yang dibutuhkan akan semakin banyak dan begitu pula sebaliknya, waktu siklus yang semakin besar berarti kecepatan lintas perakitan akan semakin rendah tetapi jumlah stasiun kerja yang dibutuhkan menjadi semakin sedikit.
34
2.9
Peta Proses Operasi ( Operation Process Chart ) Merupakan peta yang menggambarkan langkah – langkah proses yang dialami oleh komponen, bahan atau bahan baku dari awal proses sampai menjadi suatu produk jadi. Teknik ini terutama untuk operasi mandiri dari tiap komponen atau rakitan. Peta ini akan memberi gambaran yang lebih cermat tentang pola aliran produksi. Beberapa keuntungan dan kegunaan OPC adalah : 1.
Menunjukkan operasi yang harus dilakukan untuk tiap komponen.
2.
Memberikan informasi mengenai hubungan antar komponen.
3.
Menunjukkan sifat pola aliran bahan.
4.
Membedakan antara komponen yang dirakit dan yang dibeli.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan OPC adalah : A.
Bahan – bahan. Kita harus mempertimbangkan semua alternatif bahan yang digunakan, proses penyelesaian dan toleransi sehingga sesuai dengan fungsi, reliabilitas dan waktu.
B.
Operasi. Harus mempertimbangkan mengenai alternatif proses pengolahan, pembuatan, pengerjaan dengan mesin, metode perakitan dan perlengkapan yang digunakan.
35
C.
Pemeriksaan. Dalam hal ini kita harus mempunyai standar kualitas.
D.
Waktu Untuk mempersingkat waktu penyelesaian maka perlu diperhatikan semua alternatif mengenai metode, peralatan dan perlengkapan khusus.
2.10
Faktor Penyesuaian Besarnya faktor penyesuaian sepenuhnya ditentukan oleh pengukuran melalui pengamatannya
selama melakukan pengukuran. Jadi sesuai
dengan pengukuran dia menentukan harga P dimana bila operator bekerja di atas normal (terlalu cepat) maka harga P nya akan lebih besar dari satu (P>1), sebaliknya jika operator dipandang bekerja di bawah normal maka P akan lebih kecil dari satu (P<1). Dan seandainya pengukur berpendapat bahwa operator bekerja dengan wajar maka harga P nya sama dengan satu (P=1). Harga P itu akan menghasilkan waktu normal bila harga P ini dikalikan dengan waktu siklus. Misalnya contoh pengukur mendapat P = 110%. Jika waktu siklusnya telah terhitung sama dengan 14,6 menit, maka waktu normalnya :Wn = 14,6 * 1,1 = 16,6 menit
36
Ada beberapa metode untuk menentukan performance rating, musalnya metode Bedeaux, Westinghouse dan objektif. Dalam penelitian ini metode yang dipakai adalah metode Westinghouse den objektif. A.
Metode Westinghouse Menurut buku “Teknik Tata Cara Kerja” karangan Sutalaksana, Anggawisastra,
Tjakraatmadja
metode
wastinghouse
ini
mengarahkan penilaian pada 4 faktor yang dianggap menentukan kewajaran atau ketidakwajaran dalam bekerja yaitu Keterampilan, Usaha, Kondisi kerja, dan Konsistensi. 1. Keterampilan atau skill didefinisikan sebagai kemampuan sebagai kemampuan mengikuti cara kerja yang ditetapkan. Latihan dapat meningkatkan keterampilan, tetapi hanya sampai ketingkat tertentu saja, tingkat mana merupakan kemampuan maksimal yang dapat diberikan pekerja yang nersangkutan. Keterampilan dapat juga menurun yaitu bila telah terlampau lama tidak menangani fatique yang berlebihan, pengaruh lingkungan social dan sebagainya. 2. Usaha didefinisikan sebagai kesungguhan yang ditunjukkan atau diberikan operator ketika melakukan pekerjaannya.
37
3. Kodisi Kerja didefinisikan sebagai kodisi fisik lingkungannya seperti keadaan pencahayaan, temperature, dan kebisingan ruangan. 4. Kosistensi adalah faktor yang sangat perlu diperhatikan karena kenyataan bahwa pada setiap pengukuran waktu angka – angka yang dicatat tidak pernah semuanya sama disebabkan karena pekerja dalam waktu
menyelesaikan pekerjaannya tidak
semuanya tetap melainkan memiliki waktu yang berbeda – deba baik dari satu siklus ke siklus lainnya, dari jam ke jam bahkan dari hari ke hari.
B. Metode Objektif Dalam metode objektif ini ada beberapa 2 faktor yang perlu diperhatikan yaitu: 1. Kecepatan kerja Kecepatan
kerja
adalah
kecepatan
dalam
melakukan
pekerjaannya 2. Tingkat kesulitan pekerja Kesulitan
kerja
adalah
keadaan
kesulitan
kerja
yang
memerlukan banyak anggota badan.
38
2.11
Pengertian Line Balancing Keseimbangan lini produksi bermula dari lini produksi massal, dimana
tugas – tugas yang dikerjakan dalam proses harus dibagi kepada seluruh operator agar beban kerja dari para operator merata. Jadi masalah keseimbangan adalah bagaimana agar suatu pekerjaan dapat diselesaikan dengan beban kerja setiap stasiun kerja seimbang dan menghasilkan jumlah keluaran (output) yang hampir sama persatuan waktu. Atau dengan kata lain keseimbangan lini dimaksudkan adalah persamaan kapasitas keluaran/output tersebut tidak sama, maka keluaran maksimum yang mungkin tercapai untuk lintasan tersebut secara keseluruhan akan ditentukan oleh operasi yang paling lambat dalam urutan itu. Operasi yang paling lambat atau yang mengalami kemacetan itulah yang akan membatasi arus pada lintasan tersebut. 2.11.1 Lini Produksi Menurut buku
pengamatan oleh Buku “Perencanaan dan
pengendalian produksi” karangan Teguh Baroto” menjelaskankan bahwa lini produksi adalah penempatan area – area kerja dimana operasi – operasi diatur secara berurutan dan material bergerak secara kontinu
melalui
operasi
yang
terangkai
seimbang.
Menurut
karakteristiknya proses produksinya, lini produksi dibagi menjadi dua :
39
1. Lini fabrikasi, merupakan merupakan lintasan produksi yang terdiri atas sejumlah operasi pekerjaan yang bersifat membentuk atau mengubah bentuk benda kerja. 2. Lini perakitan, merupakan lintasan produksi yang terdiri atas sejumlah operasi perakitan yang dikerjakan pada beberapa stasiun kerja dan digabungkan menjadi benda assembly atau subassembly. Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dari perencanaan lini produksi yang baik adalah sebagai berikut : 1. Jarak perpindahan material yang minim diperoleh dengan mengatur susunan dan tempat kerja 2. Aliran benda kerja (material), mencangkup gerakan dari benda kerja yang kontinu. Alirannya diukur dengan kecepatan produksi dan bukan oleh jumlah spesifik. 3. Pembagian tugas terjadi secara merata yang disesuaikan dengan keahlian maing – masing pekerja sehingga pemanfaatan tenaga kerja lebih efisien. 4. Pengerjaan operasi yang serentak (simultan) yaitu setiap operasi dikerjakan pada saat yang sama di seluruh lintasan produksi. 5. Operasi unit. Lintasan dimaksudkan sebagai penghasil unit tunggal, satu seri operasi atau grup pekerja ditugaskan untuk suatu produk. Seluruh lintasan merupakan satu unit produksi.
40
6. Gerakan benda kerja tetap sesuai dengan set – up dari lintasan dan bersifat tetap. 7. Proses memerlukan waktu yang minimum. Dan
persyaratan
yang
harus
diperhatikan
untuk
menunjang
kelangsungan lintasan produksi antara lain sebagai berikut : 1. Pemerataan distribusi kerja yang seimbang di setiap stasiun kerja yang terdapat di suatu lintasan produksi fabrikasi atau suatu lintasan perakitan yang bersifat manual. 2. Pergerakan aliran benda kerja yang kontinyu pada kecepatan yang seragam. Alirannya tergantung pada waktu operasi. 3. Arah aliran material harus tetap sehingga memperkecil daerah penyebaran dan mecegah timbulnya atau setidk – tidaknya mengurangi waktu menunggu karena keterlambatan benda kerja. 4. Produksi yang kontinu guna menghindari adanya penumpukan benda kerja di lain tempat sehingga diperlukan aliran benda kerja pada lintasan produksi secara kontinu.
2.11.2 Definisi Line Balancing Menurut
buku
pengamatan
oleh
Buku
“Perencanaan
dan
pengendalian produksi” karangan Teguh Baroto” menjelaskankan bahwa line balancing atau bisa disebut sebagai penyeimbang lini adalah metode
41
penugasan terhadap sejumlah pekerjaan ke dalam stasiun kerja – stasiun kerja yang saling berkaitan dalam satu lini produksi sehingga setiap stasiun kerja memiliki waktu stasiun yang besarnya tidak melebihi waktu siklus dari stasiun kerja tersebut. Hubungan atau saling keterkaitan antara satu pekerjaan dengan pekerjaan lainnya digambarkan dalam suatu precedence diagram. 2.11.3 Tujuan Line Balancing Kriteria
umum
keseimbangan
lintasan
produksi
adalah
memaksimumkan efisiensi atau meminimumkan balance delay. Tujuan pokok dari metode ini adalah untuk mengurangi atau meminimumkan waktu menganggur (idle time) pada lintasan yang ditentukan oleh operasi yang paling lambat. Tujuan perencanaan keseimbangan lintasan adalah mendistribusikan unit – unit kerja atau elemen – elemen kerja pada setiap stasiun kerja agar waktu menganggur dari stasiun kerja pada suatu lintasan produksi dapat ditekan seminimal mungkin, sehingga pemanfaatan dari peralatan maupun operator dapat digunakan semaksimal mungkin. Tujuan tersebut dapat terjadi apabila : 1.
Lintasan produksi bersifat seimbang, dimana setiap stasiun kerja mendapat tugas yang sama nilainya yang diukur dengan waktu (line efficiency).
42
2.
Stasiun – stasiun kerja berjumlah minimum dan kesetimbangan waktu senggang (balance delay).
3.
Jumlah menganggur di setiap stasiun kerja sepanjang lintasan produksi minimum (idle time). Salah satu manfaat dari waktu baku / standar adalah untuk
menyeimbangkan lintasan produksi (the balancing of production lines). Proses keseimbangan lintasan pada dasarnya merupakan satu hal yang tidak pernah mencapai kesempurnaan. Disini sedikit waktu lebih dikenal dengan istilah “balancing delay” tetap harus ditambahkan pada setiap stasiun kerja. Hal ini tentu saja akan menambah besarnya waktu baku yang telah dihitung atau ditetapkan. Kondisi inilah yang merupakan satu hal yang merugikan dan terdapat dalam sistem lintasan perakitan (assembly line). Disamping kerugian dalam hal pertambahan besarnya waktu standar, terdapat beberapa keuntungan – keuntungan seperti pengurangan aktivitas material handling, pembagian tugas secara merata sehingga kemacetan – kemacetan bisa dihindari, serta memacu operator untuk selalu bekerja dengan target – target tertentu yang harus dicapai. Dalam memperoleh suatu lintasan yang seimbang ada beberapa petunjuk menurut Wignjosoebroto, Sritomo., (1995. P.302) :
43
1. Mengubah kecepatan proses kerja seperti mesin, hand tool speeds, dan kritis. 2. Menempatkan operator yang memiliki keterampilan terbaik pada stasiun kerja yang kritis. 3. Memperbaiki metode kerja khususnya pada stasiun – stasiun kerja yang kritis, yaitu stasiun kerja yang cenderung untuk dilanggar batas waktu siklus yang telah ditetapkan. 4. Hindari terjadinya oi – process storage, terutama yang sering dijumpai pada stasiun kerja yang kritis dengan cara melakukan kerja extra (overtime). 5. Gunakan stasiun kerja ganda (multiple stations), dua atau lebih stasiun kerja dalam melaksanakan elemen – elemen aktivitas yang sama untuk meningkatkan siklus waktu secara efektif.
2.11.4 Istilah – istilah Dalam Line Balancing Ada beberapa istilah lazim line balancing dalam penggunaan line balancing
tersebut
menurut
buku
pengamatan
oleh
Buku
“Perencanaan dan pengendalian produksi” karangan Teguh Baroto” menjelaskankan, antara lain adalah : A. Precedence diagram. Precedence diagram merupakan gambaran secara grafis dari urutan operasi kerja, serta ketergantungan pada
44
operasi
kerja
lainnya yang
tujuannya
untuk
memudahkan
pengontrolan dan perencanaan kegiatan yang terkait di dalamnya. Adapun tanda – tanda yang dipakai sebagai berikut : 1. Simbol lingkaran dengan huruf atau nomor di dalamnya untuk mempermudah identifikasi dari suatu proses operasi. 2. Tanda panah menunjukan ketergantungan dan urutan proses operasi. Dalam hal ini, operasi yang berada pada pangkal panah berarti mendahului operasi kerja yang ada pada ujung anak panah. 3. Angka diatas symbol lingkaran adalah waktu standar yang diperlukan untuk menyelesaikan setiap operasi.
B. Assemble product adalah produk yang melewati urutan work station dimana tiap work station memberikan proses tertentu hingga selesai menjadi produk akhir pada perakitan akhir. C. Work elemen (elemen kerja/operasi), merupakan bagian dari seluruh proses perakitan yang dilakukan. D. Waktu operasi (Wi), adalah waktu standar untuk menyelesaikan suatu operasi.
45
E. Work station adalah tempat pada lini perakitan di mana proses perakitan dilakukan. Setelah menentukan interval waktu siklus, maka jumlah stasiun kerja efisien dapat ditetapkan dengan rumus berikut n
k min =
∑ Wi i =1
WS
Di mana : Wi
= Waktu operasi / elemen (I=1,2,3,….,n)
WS = Waktu siklus stasiun kerja
k min
= Jumlah stasiun kerja minimal
F. Cycle time (WS) / (waktu siklus), merupakan waktu yang diperlukan untuk membuat satu unit produk per satu station. Apabila waktu produksi dan target produksi telah ditentukan, maka waktu siklus dapat diketahui dari hasil bagi waktu produksi dan target produksi. Dalam mendesain keseimbangan lintasan produksi untuk sejumlah produksi tertentu, waktu siklus harus sama atau lebih besar dari waktu operasi terbesar yang merupakan penyebab terjadinya bottle neck (kemacetan) dan waktu siklus juga harus sama atau lebih kecil dari jam kerja efektif perhari di bagi jumlah produksi per hari, yang secara matematis dinyatakan sebagai berikut :
46
Wimaks ≤ WS ≤
P Q
Dimana:
Wi maks
= Waktu operasi terbesar pada lintasan
WS
= Waktu siklus (cycle time)
P
= Jam kerja efektif per hari
Q
= Jumlah produksi per hari
G. Station time ( ∑Wi ), jumlah waktu dari elemen kerja yang dilakukan pada suatu station kerja yang sama. Idle time (IT), merupakan selisih (perbedaan) antara cycle time (WS) dan station time ( ∑Wi ) atau WS dikurangi
∑Wi .
n
IT = N*WS –
∑ Wi i =1
H. Balance delay (DT), sering disebut balancing loss, adalah ukuran dari ukuran
ketidaksesuaian
lintasan
yang
dihasilkan
dari
waktu
menganggur sebenarnya yang disebabkan karena pengalokasian yang kurang sempurna di antara stasiun – stasiun kerja.
47
Balance delay ini dinyatakan dalam prosentase. Balance delay dapat dirumuskan sebagai berikut : n
(n * WS) − ∑Wi i =1
DT =
(n * WS)
*100%
Di mana : N
= Jumlah stasiun kerja
WS
= Waktu siklus terbesar dalam stasiun kerja
∑Wi
= Jumlah waktu operasi dari semua operasi
Wi
= Waktu operasi
DT
= balance delay (%)
I. Line efficiency (LE), adalah rasio dari total waktu di stasiun kerja dibagi dengan waktu siklus dikalikan jumlah stasiun kerja. n
LE =
∑Wi i =1
(n) * (WS)
*100%
48
Di mana : n
= jumlah stasiun kerja
WS
= waktu stasiun terbesar (cycle time actual)
Wi
= waktu sebenarnya pada setiap stasiun kerja
i
= 1,2,3,4,……
J. Smoothness index (SI), adalah suatu indeks yang menunjukkan kelancaran relative dari penyeimbang lini perakitan tertentu, dimana bila nilai SI mendekati 0 maka menendakan bahwa lini produksi berjalan dengan lancar.
SI =
k
∑ (Wi i =1
max
−Wi) 2
Dimana :
Wimax Wi
= Maksimum waktu di stasiun = Waktu stasiun di stasiun kerja ke –i
2.12 Metode-metode dalam Line Balancing A. Metode Ranked Positional Weight (RPW) Metode Ranked positional Weight (RPW) disebut juga sebagai metode Hegelson – Barnie. Menentukan positional weight (bobot posisi) untuk setiap elemen pekerjaannya dari suatu
49
operasi dengan memperhatikan precedence diagram. Cara penentuan bobotnya sebagai berikut : Bobot RPW = Waktu proses tersebut +waktu proses operasi – operasi berikutnya Pengelompokan operasi ke dalam stasiun kerja dilakukan atas dasar urutan RPW (dari yang terbesar), dan juga memperhatikan pembatas berupa waktu siklus. Metode ini mengutamakan waktu elemen kerja yang terpanjang, dimana elemen kerja ini akan diprioritaskan terlebih dahulu untuk ditempatkan dalam stasiun kerja dan diikuti oleh elemen kerja yang lebih rendah. Proses ini dilakukan dengna memberikan bobot. Bobot ini diberikan pada setiap elemenkerja dengan memperhatikan precedence diagram. Dengan sendirinya elemen pekerjaan memiliki bobot semakin besar pula, dengan kata lain akan lebih diprioritaskan. Prosedur dalam metode ini terdiri dari : 1. Mengambarkan jaringan precedence diagram sesuai dengan yang sebenarnya. 2. Menentukan elemen pekerjaan berdasarkan positional weight (bobot posisi) untuk setiap elemen pekerjaan dari
50
suatu operasi yang memiliki waktu penyelesaian terpanjang mulai dari awal pekerjaan hingga akhir elemen pekerjaan yang memiliki waktu penyelesaian terendah. 3. Mengurutkan elemen pekerjaan berdasarkan positional weight pada langkah kedua diatas. Elemen kerja yang memiliki positional weight tertinggi diurutkan pertama kali. 4. Melanjutkan dengan menempatkan elemen pekerjaan yang memiliki positional weight tertinggi hingga ke yang terendah ke setiap stasiun kerja. 5. Jika pada setiap stasiun kerja terdapat kelebihan waktu dalam hal ini waktu stasiun melebihi waktu siklus, tukar atau ganti elemen pekerjaan yang ada dalam stasiun kerja tersebut ke stasiun kerja berikutnya selama tidak menyalahi precedence diagram. 6. Mengulangi langkah 4 dan 5 diatas sampai seluruh elemen pekerjaan sudah ditempatkan ke dalam stasiun kerja.
51
B. Metode Largest Candidate Rule (LCR) Langkah – langkah penyeimbangan lini dengan metode Largest Candidate Rule (LCR) ini adalah : 1. Mengurutkan semua elemen operasi dari yang memiliki waktu paling besar hingga yang paling kecil. 2. Elemen kerja pada stasiun kerja pertama diambil dari urutan yang paling atas. Elemen kerja dapat diganti atau dipindahkan ke stasiun kerja berikutnya, apabila jumlah elemen kerja telah melebihi waktu siklus. 3. Melanjutkan proses langkah kedua, hingga semua elemen kerja telah berada dalam stasiun kerja dan memenuhi / lebih kecil sama dengan waktu siklus. C. Metode Region Approach (RA) Langkah – langkah penyeimbangan lini dengan menggunakan region approach (RA) ini adalah: 1. Membuat precedence diagram 2. Menentukan wilayah precedence diagram dari kiri ke kanan 3. Dalam tiap – tiap wilayah precedence, mengurutkan pekerjaan dari waktu yang maksimum ke waktu yang
52
minimum. Hal ini akan menyakinkan pekerjaan terbesar akan diperimbangkan terlebih dahulu, memberikan kesempatan untuk memperoleh kombinasi yang lebih baik dengan pekerjaan – pekerjaan yang lebih dengan pekerjaan – pekerjaan yang lebih kecil. 4. Mengumpulkan pekerjaan dengan urutan sebagai berikut : 1. Di akhir – akhir stasiun kerja, memutuskan apakah penggunaan waktunya dapat diterima. Jika tidak, periksa semua pekerjaan yang memiliki hubungan precedence. Tentukan apakah penggunaan waktu akan meningkat bila dilakukan pertukaran dengan pekerjaan yang sedang dipertimbangkan. 2. Meneruskan
hingga
semua
elemen
pekerjaan
ditempatkan pada semua stasiun kerja. 3. Menghitung efisiensi lini, smmothness index dan balance delay dari lini produksi tersebut
53
2.13 Kerangka Pemikiran Selanjutnya, usulan keseimbangan lini ini penulis akan melakukan pengujian dengan tiga metode yaitu metode Helgelson Bernie (RPW), metode Largest Candidate Rule (LCR) dan metode Region Approach (RA). Sampel yang direncanakan adalah waktu siklus tiap proses. Hasil penelitian ini diharapkan membuktikan bahwa metode keseimbangn lini usulan lebih baik daripada keseimbangan lini awalnya. Tetapi penulis anggap ini juga sebagai feedback bagi perusahaan yang sedang diteliti agar perusahan dapat meningkatkan produktivitas serta kinerja para operator sehingga output yang dihasilkan dapat optimal.
54