BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1
Landasan Teori Skripsi ini ditulis berdasarkan teori yang dijelaskan pada bab ini. Teori dasar
adalah teori yang intinya sesuai dengan topik skripsi ini.
2.1.1 Pengertian Pemasaran Menurut Hasan (2009:1) marketing merupakan ilmu pengetahuan yang objektif, yang diperoleh dengan penggunaan instrumen-instrumen tertentu untuk mengukur kinerja aktifitas bisnis dalam membentuk, mengembangkan, mengarahkan pertukaran yang saling menguntungkan dalam jangka panjang antara produsen dan konsumen. Menurut Rangkuti (2009:38) pemasaran adalah proses perencanaan dan menjalankan konsep, harga, promosi serta distribusi sejumlah barang dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang mampu memuaskan tujuan individu dan organisasi. Menurut Simon Hudson (2008:9) pemasaran merupakan proses perencanaan dan pelaksanaan konsepsi, penetapan harga, promosi, dan distribusi ide, barang, dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang memuaskan individu (pelanggan) dan tujuan organisasi. Menurut Kotler (2007:6), dapat dibedakan menjadi definisi sosial, yaitu suatu proses sosial yang di dalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertahankan produk dan jasa yang bernilai dengan pihak lain. Menurut Kotler dan Keller (2009:5) manajemen pemasaran terjadi ketika setidaknya satu pihak dalam sebuah pertukaran potensial berfikir tentang cara-cara untuk mencapai respon yang diinginkan pihak lain. Karenanya kita memandang managemen pemasaran (marketing management) sebagai seni dan ilmu memilih
15
16 pasar sasaran dan meraih, mempertahankan, serta menumbuhkan pelanggan dengan menciptakan, menghantarkan dan mengkomunikasikan nilai pelanggan yang unggul.
2.1.2 Konsep Pemasaran Menurut Kotler dan Armstrong (2006:12) memaparkan bahwa konsep pemasaran mencapai tujuan organisasi bergantung pada menentukan dan keinginan dari target pasar dan memberikan kepuasan yang diiginkan secara lebih efektif dan efisien daripada yang dilakukan kompetitor. Starting Point
Target Market
Focus
Customer Needs
Means
Integrated Marketing
Ends
Profit through customer satisfaction
Gambar 2.1 Ada 4 Pilar Konsep Pemasaran Sumber: Kotler (2006:12) Konsep pemasaran menurut Kotler menggunakan perspektif outside-in. Dimulai dengan menentukan pasar yang akan dituju (target market), lalu fokus pada kebutuhan konsumen (customers needs), kemudian mengintegrasikan semua aktivitas pemasaran guna mempengaruhi konsumen (integrated marketing) dan menghasikan keuntungan dengan menciptakan hubungan baik jangka panjang dengan konsumen berdasarkan nilai dan kepuasan konsumen atas usaha-usaha pemasaran yang telah dilakukan (profit through customer satisfaction). Menurut Swastha dan Irawan (2005:10) mendefinisikan konsep pemasaran sebagai suatu falsafah bisnis yang menyatakan bahwa pemuasan kebutuhan konsumen merupakan syarat ekonomi dan sosial bagi kelangsungan hidup
17 perusahaan. Bagian pemasaran pada suatu perusahaan memegang peranan yang sangat penting dalam rangka mencapai besarnya volume penjualan, karena dengan tercapainya sejumlah volume penjualan yang diinginkan berarti kinerja bagian pemasaran dalam memperkenalkan produk telah berjalan dengan benar. Penjualan dan pemasaran sering dianggap sama tetapi sebenarnya berbeda. Konsep inti pemasaran menurut pendapat di atas menjelaskan bahwa ada beberapa hal yang harus dipenuhi dalam terjadinya proses pemasaran. Dalam pemasaran terdapat produk sebagai kebutuhan dan keinginan orang lain yang memiliki nilai sehingga diminta dan terjadinya proses permintaan karena ada yang melakukan pemasaran.
2.1.3 Tujuan Pemasaran Sebuah perusahaan yang didirikan mempunyai tujuan utama, yaitu mencapai tingkat keuntungan tertentu, pertumbuhan perusahaan atau peningkatan pangsa pasar. Di dalam pandangan konsep pemasaran, tujuan perusahaan ini dicapai melalui keputusan konsumen. Keputusan konsumen diperoleh setelah kebutuhan dan keinginan konsumen dipenuhi melalui kegiatan pemasaran yang terpadu. Menurut Kotler dan Armstrong (2008:6) tujuan pemasaran adalah membuat penjualan tidak diperlukan lagi. Penjualan dan iklan hanyalah bagian dari bauran pemasaran yang lebih besar seperangkat sarana pemasaran yang bekerjasama untuk memuaskan kebutuhan pelanggan dan menciptakan hubungan dengan pelanggan. Menurut maksimalisasi penjualan,
Hasan
(2013:429)
keuntungan,
meningkatkan
tujuan
memaksimalkan citra
merek,
pemasaran pangsa
meningkatkan
adalah
pasar,
mencakup
memaksimalkan
kepuasan
pelanggan,
menyediakan nilai dan memelihara stabilitas harga.
2.1.4 Strategi Pemasaran Menurut Assauri (2008:168) strategi pemasaran adalah serangkaian tujuan dan sasaran, kebijakan dan aturan yang memberi arah kepada usaha-usaha pemasaran
18 perusahaan dari waktu ke waktu, pada masing-masing tingkatan dan acuan serta alokasinya, terutama sebagai tanggapan perusahaan dalam menghadapi lingkungan dan keadaan persaingan yang selalu berubah, Oleh karena itu, penentuan strategi pemasaran harus didasarkan atas analisa lingkungan dan internal perusahaan melalui analisa keunggulan dan kelemahan perusahaan, serta analisa kesempatan dan ancaman yang dihadapi perusahaan dari lingkungannya. Dengan perkataan lain, strategi pemasaran adalah serangkaian tujuan dan sasaran, kebijakan dan aturan yang memberi arah kepada usaha-usaha pemasaran perusahaan dari ke waktu, pada masing-masing tingkatan dan acuan serta alokasinya, terutama sebagai tanggapan perusahaan dalam menghadapi lingkungan dan keadaan persaingan yang selalu berubah. Oleh karena itu, penentuan strategi pemasaran harus didasarkan atas analisa lingkungan dan internal perusahaan melalui analisa keunggulan dan kelemahan perusahaan, serta analisa kesempatan dan ancaman yang dihadapi perusahaan dari lingkungannya. Di samping itu strategi pemasaran yang telah ditetapkan dan dijalankan, harus dinilai kembali, apakah masih sesuai dengan keadaan/kondisi pada saat ini. Penilaian atau evaluasi ini menggunakan analisa keunggulan, kelemahan, kesempatan, dan ancaman. Hasil penilaian atau evaluasi ini digunakan sebagai dasar untuk menentukan apakah strategi yang sedang dijalankan perlu diubah, dan sekaligus digunakan sebagai landasan untuk menyusun atau menentukan strategi yang akan dijalankan pada masa yang akan datang. Ciri penting rencana strategis pemasaran menurut Assauri (2008:183) adalah: 1. Titik tolak penyusunannya melihat perusahaan secara keseluruhan. 2. Diusahakan dampak kegiatan yang direncanakan bersifat menyeluruh. 3. Dalam penyusunannya diusahakan untuk memahami kekuatan yang mempengaruhi perkembangan perusahaan. 4. Jadwal dan waktu (timing) yang ditentukan adalah yang sesuai dan mempertimbangkan fleksibilitas dalam menghadapi perubahan. 5. Penyusunan rencana dilakukan secara realistis dan relevan dengan lingkungan yang dihadapi.
19 2.1.4.1 Bauran Pemasaran Dalam pemasaran terdapat strategi pemasaran yang disebut bauran pemasaran (marketing mix) yang memiliki peranan penting dalam mempengaruhi konsumen agar dapat membeli suatu produk atau jasa yang ditawarkan oleh perusahaan. Elemen-elemen bauran pemasaran terdiri dari semua variabel yang dapat dikontrol perusahaan untuk dapat memuaskan para konsumen. Pengertian bauran pemasaran menurut Alma (2007:130) adalah: “Marketing mix merupakan strategi mencampur kegiatan-kegiatan marketing, agar dicari kombinasi maksimal sehingga mendatangkan hasil yang paling memuaskan”. Menurut Ziethaml dan Bitner (2008:48): “Bauran pemasaran adalah elemen-elemen organisasi perusahaan yang dapat dikontrol oleh perusahaan dalam melakukan komunikasi dengan tamu dan untuk memuaskan tamu”. Sedangkan menurut Kotler dan Armstrong (2012:92): “Marketing mix is good marketing tool is a set of products, pricing, promotion, distribution, combined to produce the desired response of the target market”. Dari ketiga definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa bauran pemasaran merupakan alat pemasaran yang baik yang berada dalam suatu perusahaan,
dimana
perusahaan
mampu
mengendalikan
agar
dapat
mempengaruhi respon pasar sasaran. Dalam bauran pemasaran terdapat alat pemasaran yang dikenal dalam istilah 4P, yaitu product (produk), price (harga), place (tempat atau saluran distribusi), dan promotion (promosi), sedangkan dalam pemasaran jasa memiliki beberapa alat pemasaran tambahan seperti people (orang), physical evidence (fasilitas fisik), process (proses), sehingga dikenal dengan istilah 7P maka dapat disimpulkan bauran pemasaran jasa yaitu product, price, place,
20 promotion, people, physical evidence, and process. Adapun pengertian 7P menurut Kotler dan Armstrong (2012:62): 1. Product Product (produk), adalah mengelola unsur produk termasuk perencanaan dan pengembangan produk atau jasa yang tepat untuk dipasarkan dengan mengubah produk atau jasa yang ada dengan menambah dan mengambil tindakan yang lain yang mempengaruhi bermacam-macam produk atau jasa. 2. Price Price (harga), adalah suatu sistem manajemen perusahaan yang akan menentukan harga dasar yang tepat bagi produk atau jasa dan harus menentukan strategi yang menyangkut potongan harga, pembayaran, ongkos angkut dan berbagi variabel yang bersangkutan. 3. Place Place (distribusi), yakni memilki dan mengelola saluran perdagangan yang dipakai untuk menyalurkan produk atau jasa dan juga untuk melayani pasar sasaran, serta mengembangkan sistem distribusi untuk pengiriman dan perniagaan produk secara fisik. 4. Promotion Promotion (promosi), adalah suatu unsur yang digunakan untuk memberitahukan dan membuju pasar tentang produk atau jasa yang baru pada perusahaan melalui iklan, penjualan pribadi, promosi penjualan, maupun publikasi. 5. Physical evidence Physical evidence (sarana fisik), merupakan hal nyata yang turut mempengaruhi
keputusan
konsumen
untuk
membeli
dan
menggunakan produk atau jasa yang ditawarkan. Unsur yang termasuk sarana fisik antara lain lingkungan atau bangunan fisik, peralatan, perlengkapan, logo, warna, dan barang-barang lainnya. 6. People People (orang), adalah semua pelaku yang memainkan peranan penting dalam penyajian jasa sehingga dapat mempengaruhi persepsi pembeli. Elemen dari orang adalah pegawai perusahaan, konsumen,
21 dan konsumen lain. Semua sikap dan tindakan karyawan, cara berpakaian karyawan dan penampilan karyawan memiliki pengaruh terhadap keberhasilan penyampaian jasa. 7. Process Process (proses), adalah semua prosedur actual, mekanisme, dan aliran aktivitas yang digunakan untuk menyampaikan jasa. Elemen proses ini memiliki arti sesuatu untuk menyampaikan jasa. Proses dalam jasa merupakan faktor utama dalam bauran pemasaran jasa seperti pelanggan jasa akan senang merasakan sistem penyerahan jasa sebagai bagian jasa itu sendiri. Berdasarkan penjelasan tersebut mengenai bauran pemasaran, maka dapat disimpulkan bahwa bauran pemasaran memilki elemen-elemen yang sangat berpengaruh dalam penjualan karena elemen tersebut dapat mempengaruhi minat konsumen dalam melakukan keputusan pembelian. 2.1.4.2 Branding Development Strategy Terdapat 4 strategi dalam Branding Development Strategy yaitu : 1. Line Extension Penggunaan dari brand sebuah produk untuk produk baru dalam kategori yang sama. Terjadi saat perusahaan memperkenalkan item tambahan dalam kategori produk yang sama seperti rasa baru, bentuk baru, warna baru, serta saat perusahaan memperluas lini produk mereka melampaui range mereka sendiri. Contoh: Sunsilk dan Ultra Milk yang memiliki beragam varian. 2. Brand Extension Penggunaan dari brand yang sama dalam kategori produk yang berbeda, dengan tujuan untuk menaikkan dan mempengaruhi brand equity. Contoh: Dove memproduki produk berupa sabun dan sampo. 3. Multibrands Dua atau lebih produk sejenis yang bersaing dalam perusahaan yang sama, tetapi berada di bawah merk yang berbeda dan tidak punya
22 keterkaitan. Keuntungannya antara lain menyisakan sedikit tempat untuk brand competitor. Contoh: Indofood (IndoMie dan SuperMi) dan Unilever (Sunsilk dan Clear) 4. New Brands Produk baru dalam kategori yang baru, serta belum pernah ada sebelumnya. Contoh: Unilever memproduksi es krim baru bermerek Wall’s.
2.1.5 Perilaku Konsumen Konsumen merupakan kunci utama dari pemasaran, karena konsumen merupakan pihak yang menikmati produk-produk yang dihasilkan oleh perusahaan yang melakukan pemasaran. Oleh karena itulah di dalam strategi-strategi pemasaran juga dikaji perilaku konsumen, agar pemasarannya dapat efektif dan optimal. Perilaku konsumen pada hakikatnya untuk memahami “Mengapa konsumen melakukan dan apa yang mereka lakukan”. Schiffman dan Kanuk (2008:6) mengemukakan bahwa studi perilaku konsumen adalah suatu studi mengenai bagaimana seorang individu membuat keputusan untuk mengalokasikan sumber daya yang tersedia (waktu, uang, usaha, dan energi). Konsumen memiliki keragaman yang menarik untuk dipelajari karena ia meliputi seluruh individu dari berbagai usia, latar belakang budaya, pendidikan, dan keadaan sosial ekonomi lainnya. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk mempelajari bagaimana konsumen berperilaku dan faktorfaktor apa saja yang mempengaruhi perilaku tersebut.
Definisi perilaku konsumen menurut Kotler dan Keller (2008:214): Perilaku konsumen adalah studi bagaimana individu, kelompok dan organisasi memilih, membeli, menggunakan dan menempatkan barang, jasa, ide atau pengalaman untuk memuaskan keinginan dan kebutuhan mereka. Definisi perilaku konsumen menurut Schiffman dan Kanuk (2008:6):
23 Perilaku konsumen menggambarkan cara individu mengambil keputusan untuk memanfaatkan sumber daya mereka yang tersedia (waktu, uang, usaha) guna membeli barang-barang yang berhubungan dengan konsumsi. Dari dua pengertian tentang perilaku konsumen di atas dapat diperoleh dua hal yang penting, yaitu: (1) sebagai kegiatan fisik dan (2) sebagai proses pengambilan keputusan. Berdasarkan beberapa definisi yang telah disebutkan di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumen adalah semua kegiatan, tindakan, serta proses psikologis yang mendorong tindakan tersebut pada saat sebelum membeli, ketika membeli, menggunakan, menghabiskan produk dan jasa setelah melakukan hal-hal di atas atau kegiatan mengevaluasi. Perilaku konsumen (consumer behavior) adalah kegiatan-kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan mempergunakan barangbarang dan jasa-jasa tersebut didalamnya proses pengambilan keputusan pada persiapan dan penentuan kegiatan-kegiatan tersebut. Dharmmesta dan Handoko, (2008:10). Hubungannya dengan keputusan pembelian suatu produk atau jasa, pemahaman mengenai perilaku konsumen meliputi jawaban atas pertanyaan seperti apa (what) yang dibeli, dimana membeli (where), bagaimana kebiasaan (how often) membeli dan dalam keadaan apa (under what condition) barang-barang dan jasa-jasa dibeli. Keberhasilan perusahaan dalam pemasaran perlu didukung pemahaman yang baik mengenai perilaku konsumen, karena dengan memahami perilaku konsumen perusahaan dapat merancang apa saja yang diinginkan konsumen. Menurut Prasetijo dan Ihalauw John (2005:11) perilaku konsumen adalah proses yang dilalui oleh seseorang dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi dan bertindak pasca konsumsi produk, jasa maupun ide yang diharapkan bisa memenuhi kebutuhannya. Menurut Solomon (2007:134): “It is study of the processes involved when individuals or group select, purchase, use, or dispose of products, services, ideas, or experiences to satisfy needs and desires”.
24 Studi Perilaku Konsumen merupakan proses ketika individu atau kelompok menyeleksi, membeli, menggunakan atau membuang produk, pelayanan, ide dan pengalaman untuk memuaskan kebutuhannya.
2.1.5.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen Kotler dan Amstrong (2008:163), menyatakan bahwa perilaku konsumen tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: 1. Faktor Sosial a. Kelompok (group) Faktor ini memberikan pengaruh langsung, karena kelompok ini merupakan tempat konsumen berada, yang disebut dengan keanggotaan kelompok (membership group), yang terdiri dari kelompok primer (primary group) seperti keluarga, teman, tetangga, dan rekan kerja dan kelompok sekunder (secondary group) yang bersifat lebih formal dan interaksi rutin yang sedikit seperti kelompok keagamaan, perkumpulan profesional, dan serikat dagang. b. Pengaruh keluarga (family influence) Keluarga merupakan organisasi pembelian konsumen yang paling penting dalam masyarakat dan para anggota keluarga menjadi kelompok acuan primer yang paling berpengaruh. Para pelaku pasar telah memeriksa peran dan pengaruh suami/istri dan anak dalam pembelian produk dan jasa yang berbeda. Maka dari itu, keluarga memberikan pengaruh yang besar terhadap keputusan pembelian. c. Peran dan status (roles and status) Seseorang berpartisipasi dalam banyak kelompok sepanjang hidupnya seperti keluarga, klub, dan organisasi. Kedudukan seseorang itu dapat ditentukan berdasarkan peran dan statusnya.
25 Atau dengan kata lain tiap peran membawa sebuah status yang merefleksikan
penghargaan
umum
yang
diberikan
oleh
masyarakat. Sehingga seseorang memilih produk yang dapat mengkomunikasikan peran dan status mereka di masyarakat, seperti direktur perusahaan sering memakai mobil mewah dan pakaian mahal dalam kesehariannya. 2. Faktor Personal a. Situasi ekonomi (economic situation) Keadaan ekonomi seseorang akan mempengaruhi pilihan produk yang akan digunakan, seperti jam tangan Rolex diposisikan untuk konsumen kelas atas sedangkan Timex untuk konsumen kelas
menengah.
Situasi
ekonomi
seseorang
sangat
mempengaruhi pilihan produk dan keputusan pembelian pada produk tertentu. b. Gaya hidup (lifestyle) Gaya hidup seseorang yang diekspresikan dalam aktivitas, ketertarikan, dan opini, termasuk dalam melakukan keputusan pembelian. Perbedaan kebudayaan, kelas sosial, dan pekerjaan menyebabkan perbedaan gaya hidup, sehingga menciptakan keberagaman perilaku konsumen dan keputusan pembelian. c. Kepribadian dan konsep pribadi (personality and self concepts) Kepribadian terkait dengan kondisi psikologis seseorang, dimana merupakan karakter unik yang mengacu pada kestabilan dan respon terus menerus terhadap lingkungan sekitarnya. d. Usia dan siklus hidup (age and life cycle) Konsumen cenderung mengubah barang dan jasa yang dibeli seiring dengan siklus kehidupannya. Selera makanan, pakaian, peralatan rumah tangga, dan hal-hal lain yang berhubungan dengan usia seseorang. Pelaku pasar sangat memperhatikan
26 faktor-faktor yang berhubungan dengan usia dan siklus hidup masyarakat. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan yang besar dalam hal usia antara orang-orang yang menentukan strategi marketing dan orang-orang yang membeli produk atau jasa. e. Pekerjaan (occupation) Pekerjaan seseorang mempengaruhi barang dan jasa yang akan dibeli. Sebagai contoh, pekerja konstruksi sering membeli makan siang dari catering yang didatangkan ke tempat kerja. Sedangkan para eksekutif kantor membeli makan siang dari restoran yang notabene mewah. 3. Faktor Psikologis a. Motivasi (motivation) Motivasi yaitu keadaan seseorang yang mendorongnya untuk melakukan sesuatu atau mencapai sesuatu. Motivasi merupakan alasan dasar dari setiap perilaku konsumen. b. Persepsi (perception) Persepsi
yaitu
mengorganisasi,
proses dan
dimana
seseorang
menerjemahkan
informasi
memilih, untuk
membentuk suatu gambaran. Persepsi setiap orang berbeda, begitu pula perilaku dalam menanggapinya. c. Pembelajaran (learning) Pembelajaran yang selalu berkembang seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan seiring dengan banyaknya pengalaman yang didapat oleh seseorang. Sebagai konsumen, pembelajaran terjadi apabila konsumen akan melakukan keputusan pembelian, yang biasanya berdasarkan pengalaman pribadi atau pengalaman orang lain, agar terhindar dari kekecewaan terhadap suatu produk atau jasa. d. Kepercayaan dan perilaku (beliefs and attitude)
27 Kepercayaan dan perilaku, dimana kepercayaan didasarkan pada pengetahuan, pendapat, dan iman, sedangkan perilaku mewakili evaluasi perasaan suka dan tidak suka, yang cenderung konsisten pada suatu objek atau gagasan. 4. Faktor Budaya a) Subkultur (subculture) Subkultur merupakan sekelompok orang yang berbagi sistem nilai berdasarkan persamaan dan pengalaman hidup serta keadaan, seperti kebangsaan, agama, dan daerah. b) Kelas sosial (social class) Pengelompokkan individu berdasarkan kesamaan nilai, minat, dan perilaku. Kelompok sosial tidak hanya ditentukan oleh satu faktor saja misalnya pendapatan, tetapi juga ditentukan oleh pekerjaan, pendidikan, dan lainnya. Perilaku konsumen adalah studi mengenai individu, kelompok atau organisasi dan proses dimana mereka menyeleksi, menggunakan dan membuang produk, layanan, pengalaman atau ide untuk memuaskan kebutuhan dan dampak dari proses tersebut pada konsumen dan masyarakat. 2.1.6 Marketing Communication Marketing Communication, menurut Schultz (2004) konsep ini berkembang pada tahun 1980an sebagai sebuah strategi dalam proses bisnis dengan membuat perencanaan, membangun, mengeksekusi dan mengevaluasi pelaksanaan program komunikasi merek yang terkoordinasi pada konsumen, pelanggan, atau sasaran lain yang relevan dengan audience eksternal dan internal. Menurut Shimp (2010:167) mendefinisikan marketing communication sebagai sebuah proses komunikasi yang terdiri dari perencanaan, penciptaan, pengintegrasian dan penerapan berbagai bentuk komunikasi pemasaran (iklan, sales promotion, publikasi, event dan lain sebagainya). Sedangkan asosiasi agen periklanan Amerika atau yang dikenal dengan nama The 4As (The American Association of Advertising Agency) mengatakan bahwa marketing communication adalah konsep perencanaan komunikasi pemasaran yang
28 matang dengan mengevaluasi peran masing-masing bentuk komunikasi pemasaran (periklanan umum, sales promotion, public relations dan lain-lain) dan memadukan bentuk-bentuk komunikasi pemasaran ini untuk memberikan kejelasan, konsistensi dan dampak komunikasi yang maksimal (Belch, 2009). Dengan mempelajari ketiga definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa marketing communication adalah sebuah konsep komunikasi yang terencana, terintegrasi dan diterapkan dalam berbagai bentuk komunikasi pemasaran untuk memberikan pemahaman dan dampak yang maksimal melalui konsistensi pesan komunikasi kepada konsumen, pelanggan ataupun pihak lain yang relevan dengan barang atau jasa yang dikomunikasikan. Menurut Belch (2009) untuk dapat mencapai tujuan komunikasi, perusahaan dapat menggunakan sebuah alat bantu yang disebut promotion mix. Adapun beberapa elemen yang terdapat di dalam promotion mix ini adalah sebagai berikut: 1. Advertising Adalah segala bentuk komunikasi non-personal melalui berbagai media massa seperti TV, radio, majalah dan koran mengenai informasi tentang perusahaan, produk dan jasa atau ide sebuah sponsor yang dikenal. Elemen komunikasi ini paling banyak digunakan pemasar karena dapat menjangkau target audience dalam jumlah yang lebih besar daripada elemen – elemen lain. Selain itu, advertising juga dapat membangun ekuitas merek dengan menciptakan brand image dan brand association melalui eksekusi iklan ke dalam benak konsumen. 2. Direct Marketing Merupakan sebuah aktivitas pemasaran yang dilakukan oleh perusahaan secara langsung kepada konsumennya. Umumnya aktivitas pemasaran ini dilakukan dengan cara mengirimkan direct mail, melakukan telemarketing dan direct selling kepada konsumen yang dituju. Untuk dapat melakukan hubungan secara langsung dengan para konsumen potensialnya maka perusahaan mengelola data based konsumen.
29 3. Interactive/ Internet Marketing Aktivitas pemasaran yang dilakukan secara interaktif melalui CD-ROMs, handphone digital, TV interaktif dan lain sebagainya atau secara online menggunakan jaringan internet untuk mengkomunikasikan produk dan jasanya. Melalui aktivitas ini, perusahaan dan konsumen dapat melakukan komunikasi 2 arah langsung secara real-time. 4. Sales Promotion Aktivitas pemasaran yang dilakukan dengan cara memberikan nilai incentive kepada tim penjualan, distributor, atau konsumennya secara langsung untuk mendorong penjualan dengan cepat. Sales promotion yang dilakukan kepada konsumen biasanya dengan membagikan sample produk, kupon dan lain sebagainya
untuk
mendorong
konsumen
agar
langsung
melakukan
pembelian. Sedangkan sales promotion yang dilakukan kepada distributor dan pedagang dilakukan dalam bentuk kontes penjualan, pemberian harga khusus, penyediaan merchandising dan masih banyak lagi bentuk lainnya. 5. Publicity/ Public Relations Sama halnya dengan advertising, publikasi/ public relations adalah komunikasi non-personal melalui berbagai media massa seperti TV, radio, majalah dan koran mengenai perusahaan, produk, jasa atau sponsor acara yang didanai langsung atau tidak langsung yang dilakukan dalam bentuk news release, press conference, artikel, film dan lain-lain. Bedanya dengan advertising adalah, untuk masuk ke jaringan media massa perusahaan tidak mengeluarkan dana khusus melainkan menyediakan berita seputar produk dan jasa, melakukan event atau aktivitas lain yang menarik untuk diliput atau dipublikasikan oleh media massa. Sedangkan public relation adalah fungsi manajemen
yang
dilakukan
untuk
mengevaluasi
perilaku
publik,
mengedentifikasi kebijakan dan prosedur individu atau organisasi terhadap public interest, serta mengeksekusi sebuah program untuk dapat diterima dan dipahami oleh publik. Tujuan utama melakukan public relation adalah untuk menciptakan dan mengelola image positif perusahaan di mata publik yang biasanya dilakukan dengan cara melakukan pengumpulan dana, mensponsori
30 acara khusus, berpartisipasi dalam aktivitas sebuah komunitas dan masih banyak lagi yang lainnya. 6. Personal Selling Adalah aktivitas komunikasi yang dilakukan secara langsung oleh pihak penjual untuk meyakinkan pembeli potensial membeli produk atau jasa yang ditawarkan. Melalui aktivitas komunikasi ini, penjual dapat memodifikasi pesan komunikasi agar sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumen serta mendapatkan feedback langsung dari konsumennya.
2.1.7 Brand Salah satu hal penting yang membedakan sebuah produk atau jasa dengan para pesaing adalah brand. Brand adalah salah satu atribut yang penting dari suatu produk, karena selain merupakan identitas produk, brand mempunyai berbagai manfaat lainnya bagi konsumen yaitu dengan adanya brand
maka akan
memudahkan para konsumen untuk membedakan produk atau jasa yang dihasilkan oleh suatu perusahaan. Brand juga memberi sebuah jaminan bahwa kualitasnya tetap sama dimana pun produk tersebut didapatkan. Berikut ini merupakan pengertian brand menurut beberapa ahli: Menurut Kotler (2008:275) brand adalah suatu nama, istilah, tanda, lambang, atau desain, atau semua kombinasi ini, yang menunjukkan identitas produk atau jasa dari satu penjual atau sekelompok penjual dan membedakan produk itu dari produk pesaing. Menurut Kotler (2005:81) brand dapat memiliki enam level pengertian, yaitu sebagai berikut: a. Attributes (atribut) Brand mengingatkan pada suatu atribut tertentu. Mercedes memberi kesan sebagai mobil yang mahal, dibuat dengan baik, dirancang dengan baik, tahan lama, dan bergengsi tinggi.
31 b. Benefits (keuntungan) Bagi konsumen, kadang sebuah merek tidak sekedar menyatakan atribut, tetapi manfaat. Mereka membeli produk tidak membeli atribut, tetapi membeli manfaat.
Atribut yang dimiliki oleh suatu produk dapat
diterjemahkan menjadi manfaat emosional dan fungsional. Sebagai contoh: atribut “tahan lama” diterjemahkan menjadi manfaat fungsional “tidak perlu cepat beli lagi”, atribut “mahal” diterjemahkan menjadi manfaat emosional “bergengsi”. c. Value (nilai) Brand juga menyatakan sesuatu tentang nilai produsen. Jadi, Mercedes berarti memiliki kinerja yang tinggi, keamanan, dan gengsi. d. Culture (kebudayaan) Brand juga mewakili budaya tertentu. Mercedes mewakili budaya Jerman, terorganisasi, efisien, bermutu tinggi. e. Personality (kepribadian) Brand mencerminkan kepribadian tertentu. Mercedes mencerminkan kepimpinan yang masuk akal (orang), singa yang memerintah (binatang), atau istana yang agung (objek). f. User (pemakai) Brand menunjukkan jenis konsumen yang membeli atau menggunakan produk tersebut. Mercedes menunjukkan pemakainya seorang diplomat atau eksekutif. Dengan demikian dapat diketahui adanya ikatan emosional yang tercipta antara konsumen dengan perusahaan penghasil produk melalui merek. Pesaing dapat menyamakan dengan menghasilkan produk yang mirip, namun brand tidak mungkin menawarkan janji yang emosional sama. Suatu brand pada akhirnya akan memberi tanda pada konsumen mengenai sumber produk tertentu dan melindungi produsen dan konsumen dari para kompetitor yang berusaha memberikan produk-produk yang tampak identik.
32 2.1.8 Brand Equity Kotler dan Armstrong (2009:139) menyatakan bahwa merek lebih dari sekedar nama dan simbol. Merek merupakan elemen penting dalam hubungan perusahaan dengan konsumen. Merek mencerminkan persepsi dan perasaan konsumen mengenai suatu produk dan performa produk tersebut – apapun yang merupakan arti produk dan jasa bagi konsumen tersebut. Sehingga, nilai sebenarnya dari suatu merek yang kuat adalah kekuatan merek tersebut untuk mendapatkan preferensi dan loyalitas konsumen. Suatu merek yang kuat memiliki ekuitas merek yang tinggi. Kompetisi menciptakan pilihan yang tak terhingga, sehingga menyebabkan perusahaan harus mencari cara untuk berhubungan secara emosional dengan konsumen, menjadi tidak tergantikan, dan menciptakan hubungan untuk jangka panjang. Konsumen jatuh cinta terhadap suatu brand, mempercayai merek tersebut dan percaya dengan keunggulan superior merek tersebut. Kotler dan Keller (2009:142) mendefinisikan ekuitas merek (brand equity) sebagai nilai tambah yang diberikan pada produk dan jasa. Ekuitas merek dapat tercermin dalam cara konsumen berfikir, merasa, dan bertindak dalam hubungannya dengan merek, dan juga harga, pangsa pasar, dan profitabilitas yang diberikan merek bagi perusahaan. American Marketing Association mendefinisikan merek sebagai suatu nama, tanda,
simbol,
atau
desain,
atau
kombinasi
tersebut,
bertujuan
untuk
mengidentifikasikan produk atau jasa penjual atau kelompok penjual dan untuk membedakan mereka dari pesaingnya. Branding adalah mengenai menciptakan perbedaan. Keller (2009:150) menyatakan bahwa banyak peneliti pemasaran juga setuju dengan dasar prinsip branding dan brand equity sebagai berikut: 1. Perbedaan mulcul yang merupakan hasil dari “menambah nilai” (added value) untuk suatu produk sebagai hasil dari aktivitas pemasaran untuk merek tersebut. 2. Nilai dapat diciptakan untuk suatu merek dalam banyak cara berbeda.
33 3. Ekuitas merek memberikan suatu sebutan untuk mengintepretasikan strategi pemasaran dan menilai value merek tersebut. 4. Ada banyak cara agar nilai merek dapat dimanisfestasikan atau diekploitasi untuk keuntungan perusahaan (proses yang lebih baik, biaya yang lebih rendah, atau keduanya). Jadi brand equity adalah kekuatan suatu merek yang dapat menambah atau mengurangi nilai dari merek itu sendiri yang dapat diketahui dari respon konsumen terhadap barang atau jasa yang dijual. Bagi pelanggan, brand equity dapat memberikan nilai dalam memperkuat pemahaman mereka akan proses informasi, memupuk rasa percaya diri dalam pembelian, serta meningkatkan pencapaian kepuasan. Nilai brand equity bagi pemasar/perusahaan dapat mempertinggi keberhasilan program pemasaran dalam memikat konsumen baru atau merangkul konsumen lama. Hal ini dimungkinkan karena dengan merek yang telah dikenal maka promosi yang dilakukan akan lebih efektif.
2.1.9 Brand Awareness Brand awareness menurut Keller (2006:268) adalah kemampuan pembeli potensial untuk mengenal dan mengingat bahwa semua brand adalah sebuah bagian dari sebuah kategori produk tertentu. Brand Awareness atau kesaradaran terhadap suatu merek berarti kemampuan konsumen dapat mengenali dan mengingat brand dalam situasi yang berbeda. Brand awareness terdiri dari brand recall dan brand recognition. Brand recall berarti ketika konsumen melihat kategori produk, mereka dapat mengingat nama brand dengan persis, dan pengakuan brand berarti konsumen memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi brand ketika ada isyarat brand (Aaker dalam Chi, 2009:135). Selain itu, Hoeffler dan Keller dalam Chi (2009:136) menunjukkan bahwa brand awareness dapat dibedakan dari kedalaman dan keluasan. Kedalaman berarti bagaimana membuat konsumen untuk mengingat atau mengidentifikasi brand dengan mudah, dan keluasan mengungkapkan menyimpulkan ketika konsumen membeli produk, nama brand akan datang ke pikiran mereka sekaligus.
34 2.1.9.1 Dimensi Brand Awareness Menurut Kotler (2006:268), brand awareness terbagi menjadi beberapa dimensi, yaitu : 1. Brand Recognition (pengenalan merek) Brand recognition adalah dimensi dimana tingkat kesadaran responden akan suatu brand diukur dengan memberikan bantuan. Pertanyaan untuk pengenalan brand memberikan bantuan dengan menyebutkan ciri-ciri dari produk brand tersebut. 2. Brand Recall (pengingat kembali) Pengingat kembali adalah dimensi dimana brand disebutkan oleh responden setelah menyebutkan brand yang pertama kali disebut sebagai pertanyaan pertama tentang suatu kategori produk. 3. Top Of Mind (puncak pikiran) Puncak pikiran merupakan dimensi dimana suatu brand menjadi yang pertama disebut atau diingat oleh responden ketika dirinya ditanya tentang suatu kategori produk.
2.1.10 Brand Image Menurut Keller (dalam Roslina, 2010:334) brand image adalah persepsi konsumen tentang suatu brand sebagai refleksi dari asosiasi brand yang ada pada pikiran konsumen. Menurut Keller (dalam Putro, 2009:3), brand image adalah anggapan tentang brand yang direfleksikan konsumen yang berpegang pada ingatan konsumen. Sedangkan menurut Kotler (2006:266), brand image adalah penglihatan dan kepercayaan yang terpendam di benak konsumen, sebagai cerminan asosiasi yang tertahan di ingatan konsumen. Kemudian Aaker (dalam Ritonga:2011) mengatakan bahwa brand image merupakan sekumpulan asosiasi brand yang terbentuk dan melekat di benak konsumen. Dari definisi-definisi brand image di atas, dapat
35 disimpulkan bahwa brand image merupakan kumpulan kesan yang ada di benak konsumen mengenai suatu brand yang dirangkai dari ingatan-ingatan konsumen terhadap brand tersebut.
2.1.10.1 Dimensi Brand Image Ketika tingkat brand awareness telah mencukupi, pemasar dapat mulai menekankan dalam pembentukan brand image. Untuk membentuk brand image yang positif program pemasaran yang dilakukan harus menghubungkan asosiasi yang kuat, disukai dan unik dalam ingatan konsumen. Secara singkat, untuk menciptakan respons yang berbeda yang merujuk pada customer based brand equity (CBBE), pemasar perlu memastikan brand association yang kuat dan tidak hanya disukai namun juga unik sehingga tidak dimiliki oleh kompetitor. Menurut Keller (2013:78) dimensi terbentuknya brand image dalam keterkaitannya dengan asosiasi merek:yaitu : 1. Strength of Brand Association Kekuatan asosiasi brand. Semakin dalam seseorang memikirkan mengenai informasi produk dan menghubungkannya ke pengetahuan merek yang telah ada, semakin kuat pula brand association yang terjadi. Dua faktor yang meningkatkan asosiasi terhadap informasi adalah keterkaitan personal dan konsistensi yang dilakukan sepanjang waktu. 2. Favorability of Brand Association Keunggulan brand association. Salah satu faktor pembentuk brand image adalah keunggulan produk, dimana produk tersebut unggul dalam persaingan. Konsumen tidak akan menganggap semua asosiasi dari merek sama pentingnya dan menyukai brand association tersebut secara sama. Asosiasi dari suatu brand dapat bergantung pada situasi dan konteks dan bervariasi bergantung pada keputusan pembelian dan konsumsi dari konsumen.
36 3. Uniqueness of Brand Association Keunikan brand association. Merupakan keunikan–keunikan yang di miliki oleh produk tersebut. Hal yang penting dari dari brand positioning yaitu brand harus memiliki keuntungan kompetitif yang berkelanjutan atau “Unique Selling Proposition” yang memberikan alasan bagi konsumen untuk membeli produk dari brand tersebut.
2.1.11 Brand Trust Brand trust (kepercayaan merek) adalah persepsi akan kehandalan dari sudut pandang konsumen didasarkan pada pengalaman, atau lebih pada urutan-urutan transaksi atau interaksi yang dicirikan oleh terpenuhinya harapan akan kinerja produk dan kepuasan menurut Costabile (dalam Ferinnadewi, 2008). Kepercayaan terbangun karena adanya harapan bahwa pihak lain akan bertindak sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumen. Selain itu, menurut Delgado (dalam Ferrinnadewi, 2008), brand trust adalah kemampuan brand untuk dipercaya (brand reliability), yang bersumber pada keyakinan konsumen bahwa produk tersebut mampu memenuhi nilai yang dijanjikan dan intensi baik brand (brand intention) yang didasarkan pada keyakinan konsumen bahwa brand tersebut mampu mengutamakan kepentingan konsumen.
2.1.11.1 Dimensi Brand Trust Menurut (Fatih Geçti dan Hayrettin Zengin) terdapat 3 dimensi yang mempengaruhi brand trust, yakni sebagai berikut : 1. I trust this brand (kepercayaan terhadap merek) • Merek sudah diakui oleh banyak orang • Merek sudah dikenal oleh banyak orang 2. This brand is safe (keamanan suatu merek) • Merek tidak mudah ditiru • Merek dilindungi oleh undang-undang
37 3. This is an honest brand (Kejujuran suatu merek) • Kualitas produk • Keamanan produk
2.1.12 Brand Loyalty Menurut Rangkuti (2008:60) menjelaskan bahwa brand loyalty (loyalitas merek) adalah ukuran dari kesetiaan konsumen terhadap suatu brand. Brand Loyalty merupakan inti dari brand equity yang menjadi gagasan sentral dalam pemasaran, karena hal ini merupakan satu ukuran keterkaitan seorang pelanggan pada sebuah brand. Menurut Tjiptono (2011:110) menjelaskan bahwa brand loyalty yaitu ukuran menyangkut seberapa kuat konsumen “terikat” dengan merek tertentu. Ukuran ini sekaligus merefleksikan permintaan relatif konsumen terhadap sebuah brand. Menurut Aaker (dalam Kotler dan Keller 2007:347) membahas peran penting dari brand loyalty dalam proses brand equity yang menghasilkan beberapa keuntungan pemasaran seperti biaya kurang pemasaran, lebih basis pelanggan baru, dan leverage perdagangan yang lebih besar. Keberhasilan organisasi tergantung pada kemampuannya untuk menarik dan membuat pelanggan loyal. Hal ini untuk menciptakan organisasi untuk memiliki kemampuan untuk menjaga pelanggan saat ini dan membuat mereka loyal kepada brand untuk jangka panjang.
2.1.12.1 Dimensi Brand Loyalty Aaker (Humdiana, 2005) mengilustrasikan lima dimensi dalam brand loyalty yaitu : 1. Switcher (pembeli yang berpindah-pindah) Merupakan tingkatan awal dimana pembeli tidak peduli pada brand, sama sekali tidak loyal terhadap brand. Bagi para pembeli, brand apapun dianggap memadai, sehingga pada tingkatan ini brand hanya memegang peranan yang sangat kecil dalam keputusan pembelian.
38 Apapun yang kualitasnya lebih baik dan mengobral kenyamanan akan dipilih. 2. Habitual buyer (pembeli yang bersifat kebiasaan) Merupakan tingkatan dimana pembeli merasa puas terhadap suatu produk, atau setidaknya tidak mengalami kekecewaan terhadap suatu produk, dan membeli brand produk tertentu karena kebiasaan. Bagi jenis pembeli yang demikian, tidak ada faktor kekecewaan yang membuat brand beralih ke brand lain, karena tidak ada alasan bagi brand untuk memperhitungkan alternatif lain. 3. Satisfied buyer (pembeli yang puas) Tingkatan ini ditandai dengan kepuasan para pembeli, akan tetapi brand juga memikul biaya peralihan (switching cost), yaitu biaya dalam waktu, uang, atau resiko kinerja yang berhubungan dengan tindakan beralih ke brand lain. Oleh karena itu untuk menarik minat pembeli pada tingkatan ini, kompetitor perlu mengatasi biaya peralihan dengan memberikan bujukan untuk beralih atau dengan tawaran manfaat yang cukup besar sebagai kompensasi. 4. Liking the brand (mulai menyukai) Tingkatan ini pembeli sudah mulai menyukai suatu brand dengan sungguh-sungguh, dimana preferensi brand didasarkan pada suatu asosiasi, seperti simbol, pengalaman sebagai pengguna, atau persepsi kualitas yang tinggi. 5. Committed buyer (pembeli yang berkomitmen) Merupakan tingkatan puncak dalam piramida brand loyalty, yang ditandai dengan pembeli yang setia dan berkomitmen terhadap suatu brand, dan bangga menjadi pengguna dari brand tersebut. Brand tersebut penting bagi brand dari segi fungsi maupun kebanggaan sebagai ekspresi mengenai siapa brand sebenarnya. Brand trust pada brand mendorong untuk merekomendasikan brand tersebut kepada
39 orang lain, sehingga semakin banyak konsumen yang memutuskan untuk menjadi konsumen brand tersebut. 2.1.13 Consumer’s Brand Extension Attitude Consumer’s brand extension attitude adalah sikap konsumen terhadap asosiasi dan atribut-atribut brand. Atribut-atribut tersebut meliputi keawetan, kemampuan pelayanan, kinerja serta kesesuaian mendasari sikap terhadap brand. Bagian
dari
persepsi
konsumen
atas
keseluruhan
kualitas
dari
brand
mengkonseptualisasikan sikap dan evaluasi konsumen tentang keutamaan dari suatu produk. Assael (2001:98) mengemukakan consumer’s brand extension attitude merupakan pernyataan mental penerima pesan yang menilai positif atau negatif, bagus atau tidak bagus, suka atau tidak suka, berkualitas atau tidak berkualitas suatu produk.
Martinez dan Leslie (2002) mengemukakan sikap atau tanggapan brand
juga akan terbentuk karena adanya brand image, yaitu persepsi mengenai sebuah brand yang digambarkan oleh asosiasi yang melekat pada ingatan. Consumer’s brand extension attitude penting karena sering membentuk dasar bagi perilaku konsumen. Kajian literatur menjelaskan bahwa konsumen mengevaluasi perluasan brand berdasar sikap mereka terhadap kategori brand produk yang lama dan perluasannya (Aaker dan Keller:1990). Menurut Schiffman dan Kanuk (2004:56), menyatakan bahwa dalam konteks perilaku konsumen, sikap adalah suatu kecenderungan pembelajaran untuk berperilaku secara konsisten untuk menyukai atau tidak menyukai suatu obyek, perilaku konsumen. Menurut Rangkuti (2009:86), brand extension attitude adalah keseluruhan evaluasi konsumen terhadap brand, sikap atau tanggapan terhadap brand penting karena sering membentuk dasar bagi perilaku konsumen.
2.1.13.1 Faktor Consumer’s Brand Extension Attitude Customer’s brand extension attitude ditunjukan oleh tiga faktor yaitu keyakinan tentang merek (brand belief), evaluasi terhadap brand, dan kecenderungan untuk bertindak. Asumsinya bahwa ketiga komponen tersebut
40 berjalan dalam suatu rangkaian, keyakinan yang terbentuk tentang brand yang mempengaruhi customer brand extension attitude yang kemudian mempengaruhi niat untuk membeli (atau tidak membeli). Keyakinan brand menentukan bagaimana konsumen akan menilai suatu produk dan apakah mereka mungkin membeli produk tersebutt ketika keyakinan tentang brand memenuhi manfaat yang diinginkan konsumen akan mengevaluasi merek sebagai brand yang disukai (Assael:2001:101).
2.1.13.2 Dimensi Consumer’s Brand Extension Attitude Pada
penelitian
empiris
yang
terdahulu
faktor-faktor
yang
mempengaruhi sikap konsumen terhadap brand extension sebagaimana dikemukakan Aaker dan Keller (1990) dipengaruhi oleh persepsi kualitas (perceived quality) yang dimilliki parent brand, persepsi kesesuaian (perceived fit) yaitu kesesuaian antara produk original dan produk perluasan, yang mana persepsi kesesuaian ada tiga dimensi yang meliputi : 1. Substitute sebagai pengganti produk original seperti apabila konsumen akan memilih salah satu produk parent brand atau brand extension pada situasi penggunaan tertentu. 2. Complement sebagai pelengkap produk original apabila konsumen kemungkinan menggunakan kedua produk disaat yang sama. 3. Transfer yang merupakan pemindahan pemanufakturan produk original menjadi produk perluasan, persepsi kesulitan (perceived difficulty) dalam pemanufakturan perluasan produk.
2.1.14 Kerangka Berpikir Berdasarkan tinjauan landasan teori, maka dapat dapat disusun kerangka pemikiran dalam penelitian ini, seperti tersaji dalam gambar dibawah ini. Model tersebut terdiri dari dua variabel dependen, yaitu brand loyalty dan consumer’s brand extention attitude. Serta tiga variabel independen, yaitu brand awareness, brand image, dan brand trust.
41
Brand Awareness ( ) Brand Image (
)
Brand Trust (
)
Brand Loyalty (Y)
Consumer’s Brand Extention Attitude (
Gambar 2.2 Bagan Kerangka Berpikir Sumber : Peneliti, 2015
2.1.15 Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori-teori dan literatur yang relevan dan dijadikan acuan, belum berdasarkan fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi, hipotesis merupakan jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum merupakan jawaban yang empirik (Sugiyono, 2011:96). Berdasarkan perumusan masalah, tinjauan pustaka, dan tinjauan terhadap penelitian terdahulu, maka dirumuskan delapan hipotesis dalam penelitian ini, yaitu: : Ada pengaruh positif dan signifikan variabel brand awareness terhadap brand loyalty pelanggan ponsel Apple. : Ada pengaruh positif dan signifikan variabel brand image terhadap brand loyalty pelanggan ponsel Apple. : Ada pengaruh positif dan signifikan variabel brand trust terhadap brand loyalty pelanggan ponsel Apple.
42 : Ada pengaruh positif, signifikan dan secara simultan variabel brand awareness, brand image, dan brand trust terhadap brand loyalty pelanggan ponsel Apple. : Ada pengaruh positif dan signifikan variabel brand awareness terhadap consumer’s brand extension attitude pelanggan ponsel Apple. : Ada pengaruh positif dan signifikan variabel brand image terhadap consumer’s brand extension attitude pelanggan ponsel Apple. : Ada pengaruh positif dan signifikan variabel brand trust terhadap consumer’s brand extension attitude pelanggan ponsel Apple. : Ada pengaruh positif dan signifikan variabel brand loyalty terhadap consumer’s brand extension attitude pelanggan ponsel Apple. : Ada pengaruh positif dan signifikan variabel brand awareness, brand image, brand trust, dan brand loyalty terhadap consumer’s brand extension attitude pelanggan ponsel Apple.
43
43