BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1 Teori-teori umum 2.1.1 Sistem Informasi 2.1.1.1 Pengertian Sistem Menurut Mcleod (2001,p9), sistem adalah sekelompok elemen yang terintegrasi dengan maksud yang sama untuk mencapai suatu tujuan. Menurut O’Brien (1997, p18), sistem merupakan kumpulan komponen yang saling berelasi dan bekerja sama untuk mencapai tujuan, dengan menerima masukkan dan menghasilkan keluaran melalui suatu proses transformasi yang terorganisasi. Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa sistem adalah sekelompok elemen atau unsur yang saling berinteraksi satu sama lain dalam menerima masukkan, kemudian memprosesnya serta menghasilkan keluaran untuk mencapai suatu tujuan.
2.1.1.2 Pengertian Informasi Menurut O’Brien (2003, p13), informasi adalah data yang telah dikonversikan menjadi bentuk yang memiliki arti dan berguna bagi pengguna akhir tertentu. Menurut Mcleod (2001, p12), informasi adalah data yang telah diproses atau data yang telah memiliki arti.
7
8 Menurut Turban(2001, p12), informasi adalah sekumpulan data yang diorganisasikan ke dalam bentuk yang berguna. Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa informasi adalah kumpulan data yang telah diorganisasikan sehingga berguna bagi pemakai.
2.1.1.3 Pengertian Sistem Informasi Menurut Laudon (2002, p7), sistem informasi adalah sekumpulan komponen yang saling berhubungan, yang mengumpulkan (atau menampilkan), memproses, menyimpan, dan mendistribusikan informasi untuk mendukung proses pengambilan keputusan, koordinasi, dan kontrol di dalam organisasi. Menurut O’Brien (2004, p7), sistem informasi adalah kombinasi yang terdiri dari orang, perangkat keras, perangkat lunak, jaringan komputer, dan sumber data yang dapat mengumpulkan, mendapatkan, dan mendistribusikan informasi. Menurut Turban (2001, p17), sistem informasi mengumpulkan, mengolah, menyimpan, dan menganalisa informasi untuk tujuan tertentu yang mengolah masukkan (data dan instruksi) dan menghasilkan keluaran (laporan, hasil perhitungan). Sistem informasi yang baik harus dapat menyediakan pemrosesan transaksi yang cepat dan tepat, kapasitas besar, dan akses penyimpanan yang cepat, komunikasi cepat, mengurangi informasi yang berlebihan, dapat melampaui hambatan, menyediakan dukungan dalam pengambilan keputusan dan kompetitif.
9 2.1.2 Sistem Informasi Geografi 2.1.2.1 Pengertian Geografi Geografi berasal dari bahasa Yunani, yaitu geos dan graphein. Geos berarti bumi atau permukaan bumi, sedangkan graphein berarti mencitrakan sesuatu atau melukiskan. Berdasarkan asal katanya geografi dapat diartikan pencitraan bumi atau pelukisan bumi.
2.1.2.2 Pengertian Sistem Informasi Geografi Menurut
Badan
Koordinasi
Survei
dan
Pemetaan
Nasional
(BAKOSURTANAL), Sistem Informasi Geografi adalah kumpulan yang terorganisir dari perangkat keras komputer, perangkat lunak, data geografi, dan personel yang didesain untuk memperoleh, menyimpan, memperbaiki, memanipulasi, menganalisis, dan menampilkan semua bentuk informasi yang bereferensi geografi. Menurut Paryono (1994,p1), Sistem Informasi Geografi adalah sistem berbasis komputer yang digunakan untuk menyimpan, memanipulasi dan menganalisa informasi geografi. Menurut Burrough (1998,p10), Sistem Informasi Geografi merupakan sekumpulan peralatan yang digunakan untuk mengumpulkan, menyimpan, mentransformasi dan menampilkan data spasial dari dunia nyata untuk tujuan tertentu. Menurut Bernhadsen (1992), Sistem Informasi Geografi adalah sistem komputer yang digunakan untuk memanipulasi data geografi. Sistem ini diimplementasikan dengan perangkat keras, perangkat lunak komputer yang
10 berfungsi untuk akuisisi dan verifikasi data, kompilasi data, penyimpanan data, perubahan dan update data, manajemen dan pertukaran data, manipulasi data, pemanggilan dan presentasi data, dan analisis data.
2.1.2.3 Subsistem Sistem Informasi Geografi Sistem Informasi Geografi (SIG) dapat diuraikan menjadi beberapa subsistem, yaitu: 1.
Data Input : subsistem ini bertugas untuk mengumpulkan dan mempersiapkan data spasial dan atribut dari berbagai sumber. Subsistem ini
pula
yang
bertanggung
jawab
dalam
mengkonversi
atau
mentransformasikan format-format data aslinya ke dalam format yang dapat digunakan oleh SIG. 2.
Data Output : subsistem ini menampilkan atau menghasilkan keluaran seluruh atau sebagian basisdata baik dalam bentuk softcopy maupun bentuk hardcopy seperti : tabel, grafik, peta, dan lain-lain.
3.
Data Management : subsistem ini mengorganisasikan baik data spasial maupun data atribut ke dalam sebuah basisdata sedemikian rupa sehingga mudah dipanggil, di-update, dan di-edit.
4.
Data Manipulation & Analysis : subsistem ini menentukan informasiinformasi yang dapat dihasilkan oleh SIG. Selain itu, subsistem ini juga melakukan manipulasi dan pemodelan data untuk menghasilkan informasi yang diharapkan.
11 Data Manipulation & Analysis
Data Input
SIG
Data Output
Data Management
Gambar 2.1 Subsistem-subsistem SIG
Jika subsistem SIG diatas diperjelas berdasarkan uraian jenis masukan, proses, dan jenis keluaran yang ada di dalamnya, maka subsistem SIG juga dapat digambarkan sebagai berikut: Data Input
Output Data Management
Tabel
Pengukuran Lapangan Data Digital Lain Peta (tematik, Topografi, dll)
Peta
& Manipulation
Laporan
Storage (database)
Input
Retrieval
Tabel
Output
Processing
Citra Satelit Foto Udara Data Lainnya
Gambar 2.2 Uraian Subsistem-subsistem SIG
Laporan
Informasi digitasi (softcopy)
12 2.1.2.4 Komponen Sistem Informasi Geografi SIG merupakan sistem yang kompleks, biasanya terintergrasi dengan lingkungan-lingkungan sistem komputer lainnya di tingkat fungsional dan jaringan. SIG terdiri dari beberapa komponen sebagai berikut : 1.
Perangkat keras : pada saat ini SIG tersedia untuk berbagai platform perangkat keras mulai dari PC desktop, workstations, hingga multiuser host yang dapat digunakan oleh banyak orang secara bersamaan dalam jaringan komputer yang luas, berkemampuan tinggi, memiliki ruang penyimpanan (hard disk) yang besar, dan mempunyai kapasitas memori (RAM; Random Access Memory) yang besar. Adapun perangkat keras yang sering digunakan untuk SIG adalah komputer (PC), mouse, digitizer, printer, plotter dan scanner.
2.
Perangkat lunak : bila dipandang dari sisi lain, SIG juga merupakan sistem perangkat lunak yang tersusun secara modular dimana basisdata memegang peranan kunci.
3.
Data dan Informasi Geografi : SIG dapat mengumpulkan dan menyimpan data dan informasi yang diperlukan baik secara tidak langsung dengan cara meng-import-nya dari perangkat-perangkat lunak SIG yang lain, maupun secara langsung dengan cara mendijitasi data spasialnya dari peta dan memasukkan data atributnya dari tabel-tabel atau laporan dengan menggunakan keyboard. Data spasial adalah data yang memiliki beberapa bentuk dari data mengenai ruang atau data geografi yang dapat mereferensikan kepada ruang dua atau tiga dimensi. Data spasial ditandai oleh informasi tentang posisi, koneksi dengan bentuk lain, dan rincian dari
13 karakteristik data yang tidak spasial (Burrough, 1986; Departemen Lingkungan, 1987). 4.
Manajemen : suatu proyek SIG akan berhasil jika diatur dengan baik dan dikerjakan oleh orang-orang yang memiliki keahlian yang tepat pada semua tingkatan.
2.1.2.5 Kemampuan Sistem Informasi Geografi Kemampuan yang membedakan SIG dengan sistem informasi lainnya membuatnya menjadi berguna bagi berbagai kalangan untuk menjelaskan tentang suatu kejadian, merencanakan suatu strategi, dan memprediksi apa yang akan terjadi di masa depan. Kemampuan SIG antara lain: a. Memetakan letak: Data realita di permukaan bumi akan dipetakan ke dalam beberapa layer, dimana setiap layernya merupakan representasi kumpulan benda (feature) yang mempunyai kesamaan, contohnya: layer jalan, layer bangunan, layer customer (seperti pada Gambar 2.3). Layer-layer ini kemudian disatukan dengan disesuaikan urutannya. Setiap data pada suatu layer dapat dicari, seperti halnya melakukan query terhadap database, untuk kemudian dilihat letaknya dalam keseluruhan peta.
14
Gambar 2.3 Representasi SIG terhadap dunia nyata
b. Memetakan
kuantitas:
Maksud
dari
memetakan
kuantitas
adalah
memetakan sesuatu data yang berhubungan dengan jumlah, seperti dimana yang paling banyak atau dimana yang paling sedikit. Dengan melihat penyebaran kuantitas tersebut, dapat dicari tempat-tempat yang sesuai dengan kriteria yang diinginkan dan dapat digunakan untuk pengambilan keputusan, ataupun juga untuk mencari hubungan dari masing-masing tempat tersebut. Contoh SIG yang ada pada Gambar 2.4 di bawah adalah memetakan jumlah penderita kanker di teluk Cod direlasikan dengan penggunaan lahan. Pemetaan ini digunakan untuk menganalisa apakah penggunaan pestisida dan bahan kimia lainnya berpengaruh terhadap kasuskasus kanker yang terjadi.
15
Gambar 2.4 Peta penyebaran penyakit kanker dan peta lahan pertanian
c. Memetakan kerapatan (Densities): Sewaktu orang melihat konsentrasi penyebaran lokasi dari feature-feature, di wilayah yang mengandung banyak feature mungkin akan mendapat kesulitan untuk melihat wilayah mana yang mempunyai konsentrasi yang lebih tinggi dari wilayah lainnya. Peta kerapatan dapat mengubah bentuk konsentrasi ke dalam unit-unit yang lebih mudah untuk dipahami dan memiliki keseragaman, misal membagi dalam kotak-kotak selebar 10 km2, dengan menggunakan perbedaan warna untuk menandai tiap-tiap kelas kerapatan. Pemetaan kerapatan sangat berguna untuk data-data yang berjumlah besar seperti sensus atau data statistik daerah. Dalam data sensus seperti Gambar 2.5 misalnya, sebuah unit sensus yang mempunyai jumlah keluarga diatas 40 diberi warna hijau, 30-40 hijau muda dan seterusnya. Dengan cara ini, akan lebih mudah melihat daerah mana yang kepadatan penduduknya tinggi dan mana yang kepadatan penduduknya rendah.
16
Gambar 2.5 Contoh Peta kuantitas
d. Memetakan perubahan: Dengan memasukkan variabel waktu, SIG dapat dibuat untuk peta historikal. Histori ini dapat digunakan untuk memprediksi keadaan yang akan datang dan dapat pula digunakan untuk evaluasi kebijaksanaan. Contoh nya adalah seorang manajer pemasaran dapat melihat perbandingan peta penjualan sebelum dan sesudah dilakukannya promosi untuk melihat efektivitas dari promosinya. Pemetaan jalur yang dilalui badai, dapat digunakan untuk memprediksi kemana nantinya arah badai tersebut (seperti pada Gambar 2.6 di bawah ini).
Gambar 2.6 Peta jalur yang akan dilalui badai
17 e. Memetakan apa yang ada di dalam dan di luar suatu area: SIG digunakan juga untuk memonitor apa yang terjadi dan keputusan apa yang akan diambil dengan memetakan apa yang ada pada suatu area dan apa yang ada di luar area. Sebagai contohnya, pada Gambar 2.7 adalah peta sekolah, jalan, sirene dan lainnya dalam jarak radius 10 mil dari pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) Palo Verde. Peta ini digunakan untuk dasar rencana apabila terjadi keadaan darurat. Adakalanya perlu untuk menentukan daerah yang di luar kriteria, misalnya untuk menentukan lokasi pabrik dilakukan di daerah dalam radius lebih dari 1 km.
Gambar 2.7 Peta sekitar areal PLTN
Sistem Informasi Geografi sebagai suatu sistem yang berbasis komputer, selain harus didukung oleh perkembangan teknologi komputer yang pesat, juga harus mendapatkan dukungan dari beberapa bidang ilmu, misalnya pemetaan
18 topografi, kartografi, teknik sipil, geografi, ilmu tanah, teknik penginderaan jarak jauh, dan lain sebagainya. SIG menggunakan data spasial dan data geografi, selain itu juga meliputi banyak tugas manajemen dan analisis dari data-data, termasuk inputan dan outputnya. Departemen Lingkungan Amerika (1987) memberikan syarat bahwa SIG yang dirancang agar dapat memiliki kemampuan sebagai berikut: 1. Akses yang cepat dan mudah untuk jumlah data yang besar. 2. Kemampuan untuk: Memilih detail dengan menggunakan area atau tema tertentu. Menghubungkan atau menggabungkan satu data dengan data yang lainnya. Meneliti karakteristik data spasial (data mengenai ruang). Mencari karakteristik tertentu yang menonjol dari suatu area. Memperbaharui data dengan cepat dan murah 3. Kemampuan tampilan yang dihasilkan (peta, grafik, daftar alamat dan ringkasan statistik) dengan kenyataan yang ada.
2.1.2.6 Pengertian Kontur Menurut Heywood (2002, p283), kontur adalah sebuah garis pada peta topografi yang menghubungkan titik-titik dari ketinggian yang sama dan biasanya digunakan untuk mewakili bentuk dari permukaan bumi. Nama lain dari garis kontur adalah garis tranches, garis tinggi dan garis lengkung horizontal. Garis kontur + 25 m, artinya garis kontur ini
19 menghubungkan titik-titik yang mempunyai ketinggian sama + 25 m terhadap referensi tinggi tertentu. Garis kontur dapat dibentuk dengan membuat proyeksi tegak garis-garis perpotongan bidang mendatar dengan permukaan bumi ke bidang mendatar peta. Karena peta umumnya dibuat dengan skala tertentu, maka bentuk garis kontur juga akan mengalami pengecilan sesuai skala peta. Dengan memahami bentuk-bentuk tampilan garis kontur pada peta, maka dapat diketahui bentuk ketinggian permukaan tanah, yang selanjutnya dengan bantuan pengetahuan lainnya bisa diinterpretasikan pula informasi tentang bumi lainnya.
Gambar 2.8 Pembentukan Garis Kontur dengan membuat proyeksi tegak garis perpotongan bidang mendatar dengan permukaan bumi
Adapun sifat-sifat dari garis kontur ini adalah sebagai berikut: a. Garis-garis kontur saling melingkari satu sama lain dan tidak akan saling berpotongan.
20 b. Pada daerah yang curam garis kontur lebih rapat dan pada daerah yang landai lebih jarang. c. Pada daerah yang sangat curam, garis-garis kontur membentuk satu garis. d. Garis kontur pada curah yang sempit membentuk huruf V yang menghadap ke bagian yang lebih rendah. Garis kontur pada punggung bukit yang tajam membentuk huruf V yang menghadap ke bagian yang lebih tinggi. e. Garis kontur pada suatu punggung bukit yang membentuk sudut 90° dengan kemiringan maksimumnya, akan membentuk huruf U menghadap ke bagian yang lebih tinggi. f.
Garis kontur pada bukit atau cekungan membentuk garis-garis kontur yang menutup-melingkar.
g. Garis kontur harus menutup pada dirinya sendiri. h. Dua garis kontur yang mempunyai ketinggian sama tidak dapat dihubungkan dan dilanjutkan menjadi satu garis kontur.
Gambar 2.9 Kerapatan garis kontur pada daerah curam dan daerah landai
21
Gambar 2.10 Kerapatan garis kontur pada daerah sangat curam
Gambar 2.11 Kerapatan garis kontur pada curah dan punggung bukit
Gambar 2.12 Kerapatan garis kontur pada bukit dan cekungan
22 2.1.2.7 Pengertian Spot Height Menurut Heywood (2002, p290), spot height adalah sebuah nilai ketinggian tunggal pada peta topografi, biasanya mewakili lokasi dan ketinggian dari bentuk-bentuk yang menonjol diantara garis kontur.
Gambar 2.13 Contoh Spot Height 2.1.2.8 Pengertian Topologi Menurut Heywood (2002, p283), topologi adalah hubungan geometris di antara objek yang berlokasi di suatu ruangan.
23 2.1.3 Sistem Basis Data Menurut Connolly&Begg (2002, p14), basis data adalah sekumpulan koleksi data yang dapat digunakan secara bersamaan atau simultan oleh lebih dari satu user atau department. Data-data yang terdapat di dalam database saling terkait secara logikal, artinya objek-objek terpisah (person, place, thing, concept, event) di dalam suatu organisasi yang disebut sebagai entity dan memiliki attribute yang menggambarkan aspek-aspek tertentu dari objek, dihubungkan satu sama lain melalui suatu asosiasi yang disebut sebagai relationship. Database tidak hanya menyimpan data operasional, tetapi juga menyimpan data yang menggambarkan data di dalamnya atau yang disebut sebagai data dictionary (data about data). Menurut Date (2000, p2), sistem basis data sebenarnya tidak lain adalah sistem penyimpanan record secara komputer (elektronis). Basis data sendiri dapat digambarkan sebagai suatu lemari file yang berisi berbagai kumpulan file-file data yang terkomputerisasi.
2.1.4 Primary Key dan Foreign Key Menurut Connolly&Begg (2002, p79), Primary key adalah suatu atribut atau seperangkat atribut yang secara unik mengidentifikasi atau menggambarkan suatu baris data (tuple) di dalam suatu relasi. Pengertian primary key berasal dari candidate key, yaitu suatu kunci yang menggambarkan atribut di dalam tuple yang mempunyai sifat uniqueness dan irreducibility. Relasi dapat memiliki lebih dari satu candidate key. Jika kunci terdiri dari satu atribut, maka kunci tersebut disebut sebagai composite key. Aturan integritas data mengharuskan tidak ada dua baris di dalam satu tabel memiliki nilai yang
24 sama dalam primary key dan tidak ada baris yang mengandung nilai kosong untuk kolom primary key. Menurut Connolly&Begg (2002, p79), Foreign key adalah suatu atribut atau seperangkat atribut di dalam suatu relasi yang menunjuk ke candidate key dari beberapa relasi. Pada saat suatu atribut muncul dalam dua relasi atau lebih, maka atribut tersebut secara umum mewakili hubungan di antara dua relasi. Atribut itu disebut sebagai foreign key. Foreign key harus memiliki tipe data yang sama dengan primary key yang bersangkutan. Aturan integritas referensi (referential integrity rules) mengharuskan tidak ada foreign key yang tidak memiliki referensi ke candidate key.
2.1.5 Kamus Data (Data Dictionary) Kamus data menurut Date (2000, p46), dapat dianggap sebagai sebuah database dalam melaksanakan fungsinya yang berisi deskripsi dari suatu data. Menurut Connolly&Begg (2002, p40), kamus data dan direktori data digunakan untuk menggambarkan katalog sistem, meskipun kamus data biasanya lebih mengacu pada sistem software yang umum daripada sebuah katalog untuk Database Management System (DBMS).
2.1.6 Normalisasi Menurut Connolly&Begg (2002, p376), Normalisasi adalah teknik yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi hubungan yang dimiliki oleh data. Normalisasi merupakan pendekatan bottom-up pada perancangan database, yang dimulai dengan menganalisa hubungan-hubungan antara atribut. Pendekatan bottom-up dimulai dari level paling dasar dari atribut-atribut (entity dan relationship) yang melalui analisa dari
25 kumpulan antara atribut yang dikelompokkan ke dalam relasi yang mewakili tipe-tipe dari entity dan hubungan-hubungan antara entity. Beberapa bentuk normalisasi menurut Connolly&Begg (2002, pp376-pp394) adalah: 1. Bentuk Tidak Normal (Unnormalized Form) Pada bentuk Unnormal, tabel mengandung satu atau lebih repeating group. 2. Bentuk Normalisasi Pertama (First Normal Form). Pada normalisasi bentuk pertama menghilangkan repeating group/pengulangan dari tiap baris dan kolom dan hanya memiliki satu nilai (atomic). 3. Bentuk Normalisasi Kedua (Second Normal Form). Pada normalisasi bentuk kedua akan dilakukan dekomposisi atau pemisahan sesuai dengan sifat ketergantungan fungsional. Setiap atribut fully dependent terhadap primary key. 4. Bentuk Normalisasi Ketiga (Third Normal Form). Pada normalisasi ketiga dilakukan dekomposisi atau pemisahan sesuai dengan sifat ketergantungan transitif. Maksudnya relasi yang ada di dalam normal ke-3 (3NF) tidak ada atribut yang bukan primary key memiliki ketergantungan transitif pada primary key.
2.1.7 Entity Relationship Diagram (ERD) Menurut Date (2000, p427), Entity Relationship Diagram (ERD) adalah dasar suatu teknik untuk mewakili struktur logis dalam menggambarkan database.
26 2.2 Teori-teori khusus 2.2.1 Pengertian Algoritma Menurut Munir (1999,pp2-pp3), Algoritma berasal dari kata Algorism yang berarti proses menghitung dengan angka Arab. Kata Algorism berasal dari nama penulis buku arab yang terkenal yaitu Abu Ja’far Muhammad Ibnu Musa Al-Khuwarizmi (AlKhuwarizmi dibaca orang barat menjadi algorism). Al-Khuwarizmi menulis buku yang berjudul Kitab Al Jabar Wal-Muqabala yang artinya Buku pemugaran dan pengurangan (The book of restoration and reduction). Dalam bahasa Indonesia, kata algorithm diserap menjadi algoritma. Algoritma adalah urutan langkah-langkah logis penyelesaian masalah yang disusun secara sistematis dan logis. Kata logis merupakan kata kunci dalam Algoritma. Langkah-langkah dalam Algoritma harus logis dan harus dapat ditentukan bernilai salah atau benar. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1998), Algoritma adalah urutan logis pengambilan putusan untuk pemecahan masalah.
2.2.2 Pengertian Banjir Menurut Dinas Pekerjaan Umum, banjir adalah suatu keadaan aliran sungai dimana permukaan airnya lebih tinggi dari pada lahan bagian atas dari tebing sungai (bantaran sungai), atau dalam pengertian umum dapat dikatakan bahwa debit yang terjadi lebih besar dari pada debit normal, walaupun tidak sampai meluap. Dalam bahasa yang umum, banjir biasanya diartikan sebagai aliran/genangan air yang menimbulkan kerugian ekonomi. Dalam istilah teknis, banjir adalah aliran air sungai yang melampaui daya tampung sungai, dengan demikian, air sungai tersebut akan melewati tebing sungai dan menggenangi daerah sekitarnya.
27 2.2.2.1 Penyebab Banjir Banjir adalah masalah yang menyangkut lingkungan hidup, dan terjadinya masalah umumnya merupakan akumulasi dari berbagai faktor penyebab yang sangat luas dan komplek. Secara umum faktor-faktor penyebab banjir termasuk yang terjadi di wilayah teluk Jakarta adalah sebagai berikut: 1. Kondisi Objektif Kota Jakarta. a. 40 % dari luas DKI Jakarta (± 24.000 Ha) adalah dataran rendah. Beberapa lokasi terutama di Jakarta Utara, misalnya di Sungai Bambu, Papanggo, Warakas, dan lain-lain yang ketinggiannya berada ± 1 m di bawah permukaan air laut pada pasang maksimum. Dataran rendah tersebut yang sudah bisa ditanggulangi baru ± 9.000 Ha. b. Adanya koridor 13 sungai utama yang mengalir ke dalam wilayah penanganan banjir di Propinsi DKI Jakarta. 13 Sungai tersebut adalah: 1.
Kali Mookervart.
2.
Kali Angke.
3.
Kali Pesanggrahan.
4.
Kali Grogol.
5.
Kali Krukut.
28 CENGKARENG DRAIN
CAKUNG DRAIN BANJIR KANAL
KAMAL MUARA
TANJUNG PRIOK
LAGOA
PLUIT
TEGAL A L U RCENGKARENG
KAPUK
ANCOL PENJARINGAN
KEDAUNG KALI ANGKE
KEMBANGAN SELATAN DURI KEDOYA UTARA
KEMBANGAN SELATAN
KELAPA GADING BARAT K U S U M TANJUNG DUREN A
SUNTER SERDAN
S E L SUKAPURA A T A N
ROROTAN
PEGANGSAAN DUA KELAPA GADING TIMUR
JATI KWITAN
KEDOYA SELATAN
KOTA BAMBU KEBON SIRIH CIKINI PETAMBURAN
KEB.
MERUYA ILIR
MOOKEVART
TUGU
WIJAYA
RAWA
KEMBANGAN UTARA
SEMPER BARAT
PEJAGALAN
JELAMBAR BARU
DURI KOSAMBI
TUGU UTARA
PAPANGGO
SUNTER AGUNG
TIMUR
SEMANAN
WARAKA
MARUNDA
SEMPER
KB. BAWANG
KAPUK M U A R A
KOJA KALI UTAR BARU
KRAMAT KENARI
SRENGSENG KARET
CIPINANG BESAR UTARA
T SETIA BUDI E N G SI N KUNINGAN BARAT
ANGKE ULU JAMI
KP. CIPINANG MUARA JATI NEGARA BIDARA CINA
CIPINANG BESAR SELATAN
PETOGOGAN PENGADEGAN CAWAN
PESANGGRAHAN
PETA M A M KALIBATA P A N G
BINTAR
RAWA JATI
CAKUNG
PONDOK PINANG
GROGOL
PEJATEN TIMUR JATI PADANG
KRUKUT
KALI BARU BARAT
JATI KRAMAT
CILIWUNG
KALI BARU TIMUR
BUARAN CIPINANG SUNTER
Gambar 2.14 13 Aliran Sungai Di Jakarta
29 6.
Kali Baru Barat.
7.
Kali Ciliwung.
8.
Kali Baru Timur.
9.
Kali Cipinang.
10. Kali Sunter. 11. Kali Buaran. 12. Kali Jati Kramat. 13. Kali Cakung. Aliran sungai yang masuk ke Jakarta, ditampung dan dikendalikan debit dan arahnya supaya tidak masuk wilayah tengah kota. Di tengah diarahkan melalui saluran Banjir Kanal Barat, di Barat melalui saluran Cengkareng Drain dan di Timur melalui Cakung Drain. c. Saluran-saluran drainase yang ada, kapasitas muatannya tidak cukup melayani sistem tata air yang ada, sedangkan rencana pekerjaan perbaikan pada saluran-saluran baik saluran makro, sub makro, penghubung dan saluran mikro belum seluruhnya terealisasikan. d. Di beberapa tempat terjadi efek aliran yang terbendung dari suatu sungai terhadap saluran drainase yang terkait. e. Terjadinya penyumbatan di saluran-saluran drainase akibat sedimen tanah, lumpur, dan limbah/sampah. f.
Terhambatnya aliran sungai akibat kondisi geometris alur sungai seperti terdapatnya meandering (tikungan sungai), pertemuan anak sungai dengan sungai induknya yang tidak searah.
g. Penurunan tanah dan pasang surut air.
30 2. Peristiwa / Kejadian Alam. a. Curah hujan yang tinggi. b. Terjadinya hambatan aliran akibat terjadinya puncak banjir pada sungai induk yang bersamaan waktunya dengan puncak banjir pada anak sungai. c. Terjadinya hambatan di muara sungai akibat terjadinya pasang naik yang bersamaan dengan puncak banjir di sungai. d. Terjadinya kenaikan muka air laut akibat pemanasan global. e. Terjadinya amblesan permukaan tanah di dataran alluvial (tanah liat atau batu kerikil yang terbawa oleh aliran sungai dan akan mengendap di hilir sungai). 3. Pengaruh Kegiatan Manusia. a. Pertumbuhan jumlah penduduk yang pesat seperti halnya di Jabotabek yang memerlukan berbagai fasilitas serta kegiatan yang berdampak langsung maupun tidak langsung terhadap terjadinya masalah banjir. b. Pembangunan dan pemanfaatan daerah dataran rendah yang sebenarnya rawan
terhadap
banjir
untuk
berbagai
keperluan
seperti
daerah
pemukiman/perkotaan, industri, perkantoran, maupun pertanian yang tidak atau kurang menyesuaikan. c. Perubahan kondisi lahan, antara lain dengan adanya penebangan hutan, pengembangan industri, dan sebagainya pada Daerah Aliran Sungai (DAS) baik di hulu, tengah maupun hilir. d. Pembangunan yang legal maupun illegal di sepanjang bantaran, tebing, bahkan di atas palung sungai, terutama pada sungai-sungai yang melewati daerah pemukiman padat.
31 e. Adanya rumah atau pemukiman dan pepohonan di bantaran sungai yang menimbulkan penyempitan penampang basah sungai sehingga mengurangi kapasitas pengaliran sungai. f.
Pembangunan sarana drainase dari daerah pertanian dan pemukiman di lahan dataran rendah atau dataran banjir dengan tujuan mengeringkan lahan tersebut terhadap genangan lokal, menjadikan debit banjir di sungai meningkat sekaligus memperkecil potensi lahan yang dikeringkan tersebut sebagai daerah potensi banjir.
g. Pembuangan sampah ke saluran drainase dan sungai menimbulkan pendangkalan dan penyempitan alur sungai serta menghambat aliran air. h. Terbatasnya pengertian masyarakat terhadap masalah banjir dan upaya penanganannya, sehingga berbagai kegiatannya kurang mendukung dalam memperkecil bencana. i.
Terbatasnya
upaya
penanganan
masalah
banjir
dan
kurangnya
pemeliharaan terhadap sarana dan prasarana pengendali banjir yang telah dikerjakan, sehingga resiko terjadinya banjir meningkat.
2.2.2.2. Penanganan Banjir Tugas Pengendalian banjir yang dilakukan oleh Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Propinsi DKI Jakarta antara lain: A. Sebelum Banjir 1.
Meningkatkan perawatan dan pemeliharaan sarana pengendalian banjir.
2.
Memanfaatkan daerah tangkapan air.
32 3.
Pengadaan tambahan sarana pengendalian banjir kerjasama dengan Departemen Permukiman & Prasarana Wilayah.
4.
Mengatur, menyiapkan personalia dan alat-alat operasional untuk pengendalian banjir.
5.
Bagian Tata Usaha DPU Propinsi DKI Jakarta menyelesaikan prasarana telepon, PAM, dan PLN baik penyambungan maupun pembayaran setiap bulan.
B. Pada Waktu Banjir 1.
Memberikan informasi dini kepada 5 (lima) Wilayah Kotamadya maupun Media Massa.
2.
Melaporkan dan mengadakan hubungan komunikasi dengan Pos Balaikota/Satuan
Koordinasi
Pelaksana
Penanggulangan
Bencana
(Satkorlak PB). 3.
Menyiapkan personil dan sarana untuk tugas-tugas pengendalian di posko maupun di lapangan.
4.
Mensiagakan penuh petugas di pos-pos pengamat, pintu-pintu air, wadukwaduk dan tempat-tempat lain yang dipandang perlu dan rawan banjir.
5.
Mengendalikan banjir melalui sarana pengendalian yang ada.
6.
Mengambil langkah-langkah, usaha dan kegiatan untuk mengurangi terjadinya genangan di daerah pemukiman, proyek-proyek vital maupun sarana perkotaan lainnya.
7.
Membersihkan saluran-saluran air yang tersumbat bekerjasama dengan Dinas Kebersihan atau Dinas Teknis lainnya.
33 8.
Mengeluarkan instruksi-instruksi/perintah-perintah dan petunjuk-petunjuk kepada Pelaksana pengendali banjir.
9.
Mengirimkan karung-karung pasir ke tempat-tempat yang membutuhkan.
C. Setelah Banjir. 1.
Mengadakan inventarisasi akibat-akibat yang ditimbulkan oleh banjir terhadap sarana perkotaan, di daerah-daerah pemukiman, proyek-proyek vital, sarana-sarana pengendalian banjir dan membuat laporan kepada Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
2.
Segera memprogramkan dan mengadakan rehabilitasi akibat banjir.
2.2.2.3. Kategori Banjir Berdasarkan sumber air yang menyebabkan banjir di wilayah Teluk Jakarta dan Tangerang, maka banjir dapat digolongkan kepada: 1. Banjir kiriman yang dikirim oleh sungai-sungai yang datang dari selatan. 2. Banjir genangan akibat hujan lokal yang tidak bisa dipatus secara gravitasi. 3. Banjir kombinasi kiriman dan hujan lokal yang besar bersamaan datang.
2.2.2.4. Tingkat Kegawatan Dan Penanggung Jawab Pengendalian Banjir Untuk tingkat kegawatan yang berbeda, maka penanggung jawab pengendalian banjir juga berbeda, yaitu: 1. Untuk Siaga I merupakan wewenang Gubernur Propinsi DKI Jakarta. 2. Untuk Siaga II merupakan wewenang Komandan Umum, yaitu Walikota Madya.
34 3. Untuk Siaga III merupakan wewenang Komandan Operasional, yaitu setingkat Kepala Suku Dinas Kota Madya. 4. Untuk Siaga IV merupakan wewenang mantri pintu air, petugas rumah pompa selaku pelaksana pengendali, kepala seksi kecamatan.
Untuk tingkat ketinggian air beberapa pintu air terdapat pengukuran yang menggunakan patok ketinggian air di Tanjung Priok, yaitu Peil Priok (PP). Digambarkan sebagai berikut:
TINGKAT SIAGA I WEWENANG GUBERNUR PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA POS KATULAMPA
>310 CM
POS DEPOK
>350 CM
PINTU AIR MANGGARAI
>950 PP
PINTU AIR KARET
>600 PP
KRUKUT HULU
PINTU AIR PULO GADUNG
>300 CM
>770 PP
CIPINANG HULU
>150 CM
POS SUNTER HULU
>250 CM
PINTU AIR CAKUNG DRAIN
>390 CM
ANGKE HULU
>300 CM
POS PESANGGRAHAN
>350 CM
PINTU AIR CENGKARENG DRAIN
>310 CM
TINGKAT SIAGA II WEWENANG KOMANDAN UMUM
240-310 CM
270-350 CM
850-950 PP
550-600 PP
200-300 CM
700-770 PP
120-150 CM
200-250 CM
360-390 CM
200-300 CM
250-350 CM
270-310 CM
100-200 CM
150-250 CM
190-270 CM
TINGKAT SIAGA III WEWENANG KOMANDAN OPERASIONAL
170-240 CM
200-270 CM
750-850 PP
450-550 PP
100-200 CM
550-700 PP
80-120 CM
140-200 CM
270-360 CM
TINGKAT SIAGA IV WEWENANG MANTRI PINTU AIR, PETUGAS RUMAH POMPA SELAKU PELAKSANA PENGENDALI
s/d 170 CM
s/d 200 CM
s/d 750 PP
s/d 450 PP
s/d 100 CM
s/d 550 PP
s/d 80 CM
s/d 140 CM
s/d 270 CM
s/d 100 CM
s/d 150 CM
s/d 190 CM
Gambar 2.15 Gambar Tingkat Kegawatan dan Penanggung Jawab Pengendalian Banjir
35
36 2.2.3 Pengertian Genangan Menurut Badan Pengendalian Banjir, genangan adalah air yang antri (memenuhi) jalan dengan ketinggian air mencapai 30 sampai 50 sentimeter. Lamanya genangan untuk sebuah sebutan genangan air adalah berkisar 30 sampai 40 menit atau tidak mencapai satu jam. Selama ketinggian air di bawah 100 sentimeter atau satu meter, itu bukanlah banjir. Menurut PEMDA DKI Jakarta, genangan adalah ketinggian air yang mencapai 30 sentimeter dari permukaan laut.
2.2.4 Pengertian Curah Hujan Menurut Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG), curah hujan adalah air yang jatuh sampai ke permukaan tanah. Butiran-butiran air yang tidak sampai ke permukaan tanah disebut dengan virga. Satuan curah hujan adalah mm (milimeter). 1 mm maksudnya adalah hujan yang jatuh ke permukaan tanah, apabila diukur tingginya adalah 1 mm tanpa ada yang meresap atau mengalir atau pun menguap. Curah Hujan 1 mm adalah banyaknya air yang tertampung dalam luasan 1m2 jumlahnya adalah 1 liter. Menurut BAKOSURTANAL, curah hujan adalah volume hujan rata-rata yang jatuh pada suatu wilayah, dihitung setiap periode waktu tertentu (per bulan atau per tahun).
2.2.5 Pengertian Resapan Menurut
Departemen
Permukiman
dan
Prasarana
Wilayah
(KIMPRASWIL), Resapan adalah proses penambahan air ke dalam lapisan air tanah dari sebagian air hujan, yang dapat menaikkan muka air tanah.
37 Menurut BAKOSURTANAL, kawasan resapan adalah suatu kawasan dari mana sesuatu dikumpulkan atau suatu kawasan daratan dari mana air hujan yang jatuh ke kawasan itu meniris melalui suatu jaringan drainase tunggal (catchment area). Resapan air adalah kawasan sumber bagi aliran larian/limpasan (run-off) yang mengalir ke suatu titik tertentu. Atau dapat juga diartikan sebagai kawasan yang ditentukan oleh kenampakan/ciri istimewa topografi yang di dalamnya curah hujan menyumbang pada air limpasan di suatu titik tertentu (catchment).
2.2.6 Pengertian Peta Menurut Heywood (2002, p283), peta topografi adalah peta yang tujuan utamanya adalah mengindikasikan data rekaan dari sebuah permukaan tanah. Peta ini biasanya menampilkan tanah lapang, keadaan tanah, jaringan transportasi, batas administrasi, dan bentuk-bentuk buatan yang lain. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 10 Tahun 2000 tentang Tingkat Ketelitian Peta untuk Penataan Ruang Wilayah , Peta adalah suatu gambaran dari unsur-unsur alam dan atau buatan manusia, yang berada di atas maupun di bawah permukaan bumi yang digambarkan pada suatu bidang datar dengan skala tertentu. Kemajuan dalam bidang teknologi yang berbasiskan komputer telah memperluas wahana dan wawasan mengenai peta. Peta tidak hanya dikenali sebagai gambar pada lembar kertas, tetapi juga penyimpanan, pengelolaan, pengolahan, analisa dan penyajiannya dalam bentuk digital terpadu antara gambar, citra dan teks. Peta yang terkelola dalam mode digital mempunyai keuntungan penyajian dan penggunaan secara konvensional peta garis cetakan (hard copy) dan keluwesan, kemudahan penyimpanan,
38 pengelolaan, pengolahan, analisa dan penyajiannya secara interaktif bahkan real time pada media komputer (soft copy).
2.2.6.1 Jenis Peta Peta
bisa
dijeniskan
berdasarkan
isi,
skala,
penurunan
serta
penggunaannya. A. Peta berdasarkan isinya: 1.
Peta Hidrografi: memuat informasi tentang kedalaman dan keadaan dasar laut serta informasi lainnya yang diperlukan untuk navigasi pelayaran.
2.
Peta Geologi: memuat informasi tentang keadaan geologis suatu daerah, bahan-bahan pembentuk tanah dan lain-lain. Peta geologi umumnya juga menyajikan unsur peta topografi.
3.
Peta Kadaster: memuat informasi tentang kepemilikan tanah beserta batas.
4.
Peta Irigasi: memuat informasi tentang jaringan irigasi pada suatu wilayah.
5.
Peta Jalan: memuat informasi tentang jejaring jalan pada suatu wilayah
6.
Peta Kota: memuat informasi tentang jejaring transportasi, drainase, sarana kota.
7.
Peta Relief: memuat informasi tentang bentuk permukaan tanah dan kondisinya.
8.
Peta Teknis: memuat informasi umum tentang tentang keadaan permukaan bumi yang mencakup kawasan tidak luas. Peta ini dibuat untuk pekerjaan perencanaan teknis skala 1 : 10 000 atau lebih besar.
39 9.
Peta Topografi: memuat informasi umum tentang keadaan permukaan bumi beserta informasi ketinggiannya menggunkan garis kontur. Peta topografi juga disebut sebagai peta dasar.
10. Peta Geografi: memuat informasi tentang ikhtisar peta, dibuat berwarna dengan skala lebih kecil dari 1 : 100 000.
B. Peta berdasarkan skalanya: 1.
Peta skala besar: skala peta 1 : 10 000 atau lebih besar.
2.
Peta skala sedang: skala peta 1 : 10 000 - 1 : 100 000.
3.
Peta skala kecil: skala peta lebih kecil dari 1 : 100 000.
C. Peta berdasarkan penurunan dan penggunaan: 1.
Peta Dasar: digunakan untuk membuat peta turunan dan perencanaan umum maupun pengembangan suatu wilayah. Peta dasar umunya menggunakan peta topografi.
2.
Peta Tematik: dibuat atau diturunkan berdasarkan peta dasar dan memuat tema-tema tertentu.
2.2.6.2 Pengertian Peta Hujan Menurut Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG), Istilah lain dari peta hujan adalah isoyet, iso berarti garis, sedangkan yet berarti hujan. Peta hujan adalah suatu peta yang menunjukkan sebaran hujan yang dibatasi dengan garisgaris isoline.
40
Gambar 2.16 Peta Hujan (Isoyet)
2.2.6.3 Pengertian Skala Peta Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 10 Tahun 2000 tentang Tingkat Ketelitian Peta untuk Penataan Ruang Wilayah, Skala peta adalah angka perbandingan antara jarak dua titik di atas peta dengan jarak tersebut di muka bumi. Menurut Badan Standardisasi Nasional, Skala peta merupakan perbandingan jarak di peta dengan jarak sebenarnya yang dinyatakan dengan angka atau garis atau gabungan keduanya.
41 Contohnya adalah peta dengan skala 1 : 5000, maksudnya adalah 1 cm (sentimeter) di peta merepresentasikan 50 m (meter) pada muka bumi dan peta dengan skala 1 : 1.000.000, maksudnya adalah 1 cm (sentimeter) di peta merepresentasikan 10 km (kilometer) pada muka bumi.
2.2.7 Metode Waterfall Untuk membuat sistem prediksi banjir ini digunakan suatu model perancangan waterfall system. Model sekuensial linier disebut juga dengan “Siklus Kehidupan Klasik” atau “model air terjun”. Model sekuensial linier mengusulkan sebuah pendekatan pada perkembangan perangkat lunak yang sistematik dan sekuensial yang mulai pada tingkat dan kemajuan sistem pada seluruh analisis, desain, kode, pengujian, dan pemeliharaan. Dimodelkan setelah siklus rekayasa konvensional, model sekuensial linear melingkupi aktifitas-aktifitas sebagai berikut : 1. Rekayasa dan Pemodelan Sistem / Informasi. Karena perangkat lunak selalu merupakan bagian dari sebuah sistem yang lebih besar, kerja dimulai dengan membangun syarat dari semua elemen sistem dan mengalokasikan beberapa subset dari kebutuhan ke perangkat lunak tersebut. Pandangan sistem ini penting ketika perangkat lunak harus berhubungan dengan elemen-elemen yang lain seperti perangkat keras, manusia, dan database. Rekayasa dan analisis sistem menyangkut pengumpulan kebutuhan pada tingkat sistem dengan sejumlah kecil analisis serta desain tingkat puncak.
2. Analisis Kebutuhan Perangkat Lunak
42 Proses pengumpulan kebutuhan diintensifkan dan di fokuskan, khususnya pada perangkat lunak. Untuk memahami sifat program yang dibangun, perekayasa perangkat lunak (analis) harus memahami domain informasi, tingkah laku, unjuk kerja, dan antar muka (interface) yang diperlukan. 3. Desain Desain perangkat lunak sebenarnya adalah proses multi langkah yang berfokus pada empat atribut sebuah program yang berbeda; struktur data, arsitektur perangkat lunak, representasi interface data detail (algoritma) prosedural. Proses desain menerjemahkan syarat / kebutuhan ke dalam sebuah representasi perangkat lunak yang dapat diperkirakan demi kualitas sebelum dimulai pemunculan kode. 4. Pengkodean Desain harus diterjemahkan ke dalam bentuk bahasa mesin yang bisa dibaca oleh komputer. Jika desain dilakukan dengan cara yang lengkap, pembuatan kode dapat diselesaikan secara mekanis. 5. Pengujian Sekali kode dibuat, pengujian hologram dimulai. Proses pengujian berfokus pada logika internal perangkat lunak, memastikan bahwa semua pernyataan sudah diuji, dan pada eksternal fungsional – yaitu mengarahkan pengujian untuk menemukan kesalahan-kesalahan dan memastikan bahwa input yang dibatasi akan memberikan hasil aktual yang sesuai dengan hasil yang dibutuhkan. 6. Pemeliharaan
43 Perangkat lunak akan mengalami perubahan setelah disampaikan kepada pelanggan (perkecualian yang mungkin adalah perangkat lunak yang dilekatkan). Perubahan akan terjadi karena kesalahan-kesalahan ditentukan, karena perangkat lunak harus disesuaikan untuk mengakomodasi perubahanperubahan di dalam lingkungan eksternalnya (contohnya perubahan yang dibutuhkan sebagai akibat dari perangkat peripheral atau sistem operasi yang baru), atau karena pelanggan membutuhkan perkembangan fungsional atau unjuk kerja.
2.2.8 Tank Model Dalam sistem yang dirancang akan digunakan pendekatan fungsional dengan menggunakan tank model yang menurut para ahli hidrologi merupakan suatu pendekatan perhitungan volume poligon yang akan diprediksi dengan mengibaratkan luasan wilayah (poligon) tersebut sebagai sebuah tank, yang memiliki koefisien resapan air ke arah bawah dan koefisien air larian ke arah samping. Tank model yang akan dipakai adalah tank model yang paling sederhana yaitu linear tank model, dengan gambar seperti di bawah ini :
Gambar 2.17 Linear Tank Model
44
Keterangan : I(t) = Intensitas curah hujan Ol = Air larian yang mengalir ke sungai Ob = Air resapan ke tanah
Selain dipengaruhi oleh kedua koefisien tersebut (Ol dan Ob) diperlukan datadata mengenai intensitas curah hujan dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi jumlah air yang tergenang, seperti : air yang menguap, resapan ke permukaan daun tumbuhan, dsb. (dalam rancangan sistem ini diabaikan) untuk dapat memprediksi ketinggian genangan air/banjir.