BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1
Jenis-Jenis Sistem Produksi Berdasarkan tujuan perusahaan melakukan operasinya dalam kaitannya dengan
pemenuhan kebutuhan konsumen, maka sistem produksi dapat dibedakan menjadi empat (4) jenis, yaitu sebagai berikut: a. Engineering To Order Merupakan sistem produksi di mana konsumen meminta produsen untuk membuat suatu produk yang dimulai dari proses perancangan atau rekayasanya. b. Assembly To Order Merupakan sistem produksi di mana produsen membuat desain atau rancangan standar, modul-modul opsinya standar, dan merakit suatu kombinasi tertentu dari modul-modul tersebut sesuai dengan pesanan konsumen. Modul-modul standar tersebut bisa dirakit untuk berbagai tipe produk. Contohnya adalah pabrik mobil yang menyediakan berbagai pilihan, mulai dari pemilihan transmisi secara manual atau otomatis, pemilihan interior mobil, pemilihan mesin-mesin khusus, atau pun warna serta model body yang khusus. Komponen-komponen yang digunakan untuk perakitan disiapkan (distok) terlebih dahulu dan akan mulai diproduksi begitu pesanan dari konsumen diterima. c. Make To Order Merupakan sistem produksi di mana produsen menyelesaikan item akhirnya jika dan hanya jika telah menerima pesanan konsumen untuk item tersebut. Bila item tersebut
35 bersifat unik dan mempunyai desain yang dibuat menurut pesanan, maka konsumen mungkin bersedia menunggu hingga produsen dapat menyelesaikannya. d. Make To Stock Merupakan sistem produksi di mana produsen membuat item-item yang diselesaikan dan ditempatkan sebagai persediaan sebelum pesanan konsumen diterima. Item akhir tersebut baru akan dikirim dari sistem persediaannnya setelah pesanan konsumen diterima. (Arman Hakim Nasution, 2003, p9)
2.2
Perancangan Tata Letak Fasilitas (PTLF)
2.2.1 Definisi Tata Letak Fasilitas Tata letak pabrik atau tata letak fasilitas bisa didefinisikan sebagai tata cara pengaturan fasilitas-fasilitas pabrik guna menunjang kelancaran proses produksi. Pengaturan tersebut akan coba memanfaatkan luas area (space) untuk penempatan mesin atau fasilitas penunjang produksi yang lainnya, kelancaran gerakan perpindahan material, penyimpanan material baik yang bersifat sementara maupun permanen, personel pekerja, dan lain sebagainya. Dalam tata letak pabrik ada dua hal yang diatur letaknya, yaitu pengaturan mesin (machine layout) dan pengaturan departemen yang ada di pabrik (department layout). Bilamana kita menggunakan istilah tata letak pabrik, seringkali hal ini akan kita artikan sebagai pengaturan peralatan/fasilitas produksi yang sudah ada (the existing arrangement) ataupun bisa juga diartikan sebagai perencanaan tata letak pabrik yang baru sama sekali (the new plant layout). (Sritomo, 2003, p67)
36 2.2.2 Tujuan Perencanaan dan Pengaturan Tata Letak Pabrik Menurut Apple, tujuan keseluruhan rancang fasilitas adalah membawa masukan (bahan, pasokan, dll) melalui setiap fasilitas dalam waktu tersingkat yang memungkinkan dengan biaya yang wajar. Dalam batasan industri, makin singkat sepotong bahan berada dalam pabrik, makin kecil keharusan pabrik menanggung beban buruh dan ongkos tak langsung. Pekerjaan merancang fasilitas biasanya mulai dengan suatu analisis tentang produk yang akan dibuat, atau jasa yang diberikan, dan sebuah perhitungan tentang aliran barang atau kegiatan secara menyeluruh. Kemudian berlanjut dengan perencanaan terinci tentang susunan peralatan bagi tiap tempat kerja mandiri, langkah demi langkah. Lalu, keterkaitan antara tempat kerja dirancang, daerah yang erat hubungannya dikelompokkan dalam satu satuan, yang disebut bagian atau departemen yang kemudian dijalin menjadi satu tata letak akhir. Secara garis besar tujuan utama dari tata letak pabrik ialah mengatur area kerja dan segala fasilitas produksi yang paling ekonomis untuk operasi produksi aman dan nyaman sehingga akan dapat menaikkan moral kerja dan performance dari operator. Tujuan utama di dalam perancangan tata letak fasilitas pada dasarnya adalah untuk meminimalkan total biaya yang antara lain menyangkut elemen-elemen biaya sebagai berikut: •
Biaya untuk konstruksi dan instalasi baik untuk bangunan mesin, maupun fasilitas produksi lainnya.
•
Biaya pemindahan bahan (material handling cost)
37 •
Biaya produksi, maintenance, safety, dan biaya penyimpanan produk setengah jadi. Perancangan tata letak fasilitas yang baik akan ikut menentukan efisiensi dan
dalam beberapa hal juga akan menentukan keberlangsungan hidup atau kesuksesan suatu industri. Penataan yang optimal dapat pula memberikan kemudahan di dalam proses supervisi serta menghadapi rencana perluasan pabrik di kemudian hari. Sebuah tata letak yang baik akan memberikan keuntungan-keuntungan dalam sistem produksi, yaitu antara lain sebagai berikut: •
Menaikkan output produksi
•
Mengurangi waktu tunggu (delay)
•
Mengurangi proses pemindahan bahan (material handling)
•
Penghematan penggunaan area untuk produksi, gudang, dan service
•
Pendayagunaan yang lebih besar dari pemakaian mesin, tenaga kerja, dan/atau fasilitas produksi lainnya.
•
Mengurangi inventory in-process
•
Proses manufacturing yang lebih singkat
•
Mengurangi risiko bagi kesehatan dan keselamatan kerja operator
•
Memperbaiki moral dan kepuasan kerja
•
Mempermudah aktivitas supervisi
•
Mengurangi kemacetan dan kesimpang-siuran
•
Mengurangi faktor yang bisa merugikan dan mempengaruhi kualitas bahan baku ataupun barang jadi
38 Dari hal-hal tersebut di atas, jelas bahwa perancangan tata letak fasilitas dimaksudkan untuk mengatur segala fasilitas fisik dari sistem produksi (mesin, peralatan, tanah, bangunan, dan lain-lain) guna mendapatkan hasil yang optimal serta mencapai tujuan perusahaan secara efektif, efisien, dan aman. (Sritomo, 2003, p68-72)
2.2.3 Prinsip-Prinsip Dasar di Dalam Perencanaan Tata Letak Pabrik a. Prinsip integrasi secara total Prinsip ini menyatakan bahwa tata letak pabrik adalah merupakan integrasi secara total dari seluruh elemen produksi yang ada menjadi satu unit produksi yang besar. b. Prinsip jarak perpindahan bahan yang paling minimal Hampir setiap proses yang terjadi dalam suatu industri mencakup beberapa gerakan perpindahan dari material, yang mana kita tidak bisa menghindarinya secara keseluruhan. Dalam proses pemindahan bahan dari satu operasi ke operasi lain, waktu dapat dihemat dengan cara mengurangi jarak perpindahan tersebut. Hal ini bisa dilaksanakan dengan cara mencoba menerapkan operasi yang berikutnya sedekat mungkin dengan operasi yang sebelumnya. c. Prinsip aliran dari suatu proses kerja Prinsip ini merupakan kelengkapan dari jarak perpindahan bahan yang seminimal mungkin. Dengan prinsip ini diusahakan untuk menghindari adanya gerakan balik (back-tracking), gerakan memotong (cross-movement), kemacetan (congestion) dan sedapat mungkin material bergerak terus tanpa interupsi. Aliran proses yang baik tidaklah berarti harus dalam lintasan garis lurus. Ide dari prinsip aliran kerja ini adalah aliran konstan dengan minimum interupsi, kesimpangsiuran, dan kemacetan.
39 d. Prinsip pemanfaatan ruangan Pada dasarnya tata letak adalah suatu pengaturan ruangan yaitu pengaturan ruangan yang akan dipakai oleh manusia, bahan baku, mesin, dan peralatan penunjang proses produksi lainnya. e. Prinsip kepuasan dan keselamatan kerja Kepuasan kerja bagi seseorang adalah sangat besar artinya. Hal ini bisa dikatakan sebagai dasar utama untuk mencapai tujuan. Dengan membuat suasana kerja yang menyenangkan dan memuaskan, maka secara otomatis akan banyak keuntungan yang akan bisa diperoleh. Paling tidak, moral kerja menjadi lebih baik dan ongkos produksi berkurang. f. Prinsip fleksibilitas Prinsip ini sangat berarti dalam abad di mana riset ilmiah, komunikasi, dan transportasi bergerak dengan cepat; sehingga mengakibatkan dunia industri harus berpacu untuk mengimbanginya. Kondisi tersebut menyebabkan beberapa perubahan terjadi pada desain produk, peralatan produksi, waktu pengiriman barang, dan lain sebagainya. Fleksibilitas rancangan tata letak akan mendukung penataan ulang dengan cepat dan murah. (Sritomo, 2003, p72-75)
40 2.2.4 Langkah-Langkah Perencanaan Tata Letak Fasilitas Tata letak pabrik berhubungan erat dengan segala proses perencanaan dan pengaturan letak dari mesin, peralatan, aliran bahan, dan orang-orang yang bekerja di masing-masing stasiun kerja yang ada. Tata letak yang baik dari segala fasilitas produksi dalam suatu pabrik adalah dasar untuk membuat operasi kerja menjadi lebih efektif dan efisien. Secara umum pengaturan dari semua fasilitas produksi ini direncanakan sedemikian rupa sehingga akan diperoleh : •
Minimum transportasi dari proses pemindahan bahan.
•
Minimum gerakan balik yang tidak perlu.
•
Minimum pemakaian area tanah.
•
Pola aliran produksi yang terbaik.
•
Keseimbangan penggunaan area tanah yang dimiliki.
•
Keseimbangan dalam lintasan perakitan.
•
Kemungkinan dan fleksibilitas untuk menghadapi ekspansi dimasa mendatang.
(Sritomo, 2003, p75)
2.2.5 Macam/ Tipe Tata Letak Pabrik dan Dasar Pemilihannya Sebagian besar pabrik-pabrik belakangan ini mengatur tata letaknya berdasarkan kombinasi-kombinasi dari keempat macam tipe layout tersebut dibawah ini : 1) Tata Letak Fasilitas Berdasarkan Aliran Produksi (Production Line Product atau Product Lay-out). Jika suatu pabrik akan secara khusus memproduksi suatu macam produk atau kelompok dalam jumlah / volume yang besar dan waktu produksi yang lama, maka
41 segala fasilitas-fasilitas produksi dari pabrik tersebut haruslah diatur sedemikian rupa sehingga proses produksi dapat berlangsung efisien mungkin. Tata letak tipe ini dapat ditunjukkan dalam contoh berkut:
Gambar 2.1 Product Lay-out
Dengan tata letak menurut tipe ini, suatu produk akan dapat dikerjakan sampai selesai didalam departemen tersebut tanpa perlu dipindahkan dari satu operasi ke operasi berikutnya.
2) Tata Letak Fasilitas Berdasarkan Lokasi Material Tetap (Fixed Material Location Product Lay-out atau Fixed Position Lay-out). Dalam hal ini, material yang selamanya akan tingga tetap dilokasinya sedangkan fasilitas produksi, seperti tools, mesin, manusia, dan lain-lain serta komponen kecil lain akan bergerak menuju lokasi material.
42
Gambar 2.2 Fixed Position Lay-out
3) Tata Letak Fasilitas Berdasarkan Kelompok Produk (Product Family Product Layout atau Group Technology Lay-out). Disini pengelompokkan tidak didasarkan kepada kesamaan jenis produk akhir, melainkan berdasarkan langkah-langkah pemrosesan, bentuk, mesin, atau peralatan yang dipakai, dan sebagainya. Karena disini setiap kelompok produk akan memiliki urutan proses yang sama, maka akan menghasilkan tingkat efisiensi yang tinggi dalam proses manufakturnya.
Gambar 2.3 Group Technology Lay-out
43 4) Tata Letak Fasilitas Berdasarkan Fungsi atau Macam Proses (Functional / Process Lay-out). Adalah metode pengaturan atau penempatan dari segala mesin serta peralatan produksi yang memiliki tipe yang sama ke dalam satu departemen. Dalam tata letak menurut macam proses ini jelas sekali bahwa semua mesin dan peralatan yang mempunyai ciri-ciri operasi yang sama akan dikelompokkan bersama sesuai dengan proses atau fungsi kerjanya.
Gambar 2.4 Process Lay-out
Tata letak berdasarkan proses ini umumnya dipergunakan untuk industri manufaktur yang bekerja dengan jumlah dan volume produksi yang relatif kecil dan terutama untuk jenis produk yang tidak standar. Tata letak seperti ini terasa lebih fleksibel dibandingkan dengan tata letak berdasarkan aliran produk. (Sritomo, 2003, p148)
44 2.2.6 Analisis Teknis Perencanaan dan Pengukuran Aliran Bahan Pengaturan departemen-departemen dalam sebuah pabrik (dimana fasilitasfasilitas produksi akan diletakkan dalam masing-masing departemen sesuai dengan pengelompokannya) akan didasarkan pada aliran bahan (material) yang bergerak di antara fasilitas-fasilitas produksi atau departemen-departemen tersebut. Untuk mengevaluasi alternatif perencanaan tata letak departemen (department layout) atau tata letak fasilitas produksi (faciliters layout atau machine layout) maka diperlukan aktivitas pengukuran aliran bahan dalam sebuah analisis teknis. Terdapat dua macam analisis teknis yang biasa digunakan di dalam perencanaan aliran bahan, yaitu : •
Analisis konvensional. Metode ini umumnya digunakan selama bertahun-tahun, relatif mudah untuk digunakan dan terutama cara ini akan berbentuk gambar grafis yang sangat tepat untuk maksud penganalisis aliran semacam ini.
•
Analisis modern. Merupakan metode baru untuk menganalisis dengan menggunakan cara yang canggih dalam bentuk perumusan-perumusan dan pendekatan yang bersifat deterministik maupun probabilistik. Metode analisis ini termasuk teknik penganalisisan modern yang merupakan bagian dari aktivitas riset operasi, di mana perhitungan yang kompleks akan dapat pula “disederhanakan” dengan penerapan komputer. Teknik konvensional seringkali menghendaki kerja yang detail untuk membuat
catatan dari gerakan perpindahan untuk seluruh operasi yang ada. Disini perpindahan bahan sedapat mungkin dikumpulkan, seperti : •
Rute yang melukiskan arah lintasan perpindahan bahan.
45 •
Volume atau berat bahan/material yang akan dipindahkan dan frekuensi perpindahannya per satuan waktu.
•
Jarak perpindahan bahan dari satu lokasi ke lokasi lainnya.
•
Kecepatan gerak perpindahan yang dikehendaki.
•
Biaya yang diperlukan untuk proses perpindahan itu.
Ada beberapa teknik konvensional yang umum dipakai dan berguna dalam proses perencanaan aliran bahan antara lain sebagai berikut: •
Operation Process Chart (Peta Proses Operasi)
•
Flow Process Chart (Peta Aliran Proses)
•
Multi Product and Activity Process Chart
•
Flow Diagram (Diagram Aliran)
Tata letak fasilitas produksi secara logis harus diatur secara berurutan sesuai dengan tahapan proses yang ada agar sependek-pendeknya. Selain peta-peta tersebut, maka ada pula beberapa peta yang lebih khusus untuk dipakai mengevaluasi dan menganalisis aliran bahan dalam rangka perancangan layout seperti Assembly Chart, String Diagram, From to Chart, Triangular Flow Diagram, dan Activity Relationship Chart. Analisis aliran dalam hal ini bisa dilaksanakan secara kuantitatif maupun kualitatif. Analisis kuantitatif bisa dilakukan berdasarkan ukuranukuran tertentu seperti unit produk per jam, jumlah gerakan perpindahan per hari atau berat per minggu dan sebagainya. Proses produksi yang memiliki banyak aktivitas disertai dengan aliran pergerakan atau perpindahan sejumlah material, informasi atau manusia dari satu proses menuju proses berikutnya. Akan lebih tepat kalau tata letak fasilitas produksi dianalisis secara kuantitatif.
46 Analisis bahan secara kualitatif diaplikasikan untuk pengaturan fasilitas produksi atau departemen bilamana pergerakan material, informasi atau manusia relatif sedikit dilaksanakan. Analisis kualitatif diperlukan bilamana kita ingin mengatur tata letak berdasarkan derajat hubungan aktivitas seperti hubungan komunikasi atau hirarki dalam struktur organisasi. Di sini ukuran kualitatif akan berupa range derajat hubungan yang menunjukkan apakah suatu departemen harus diletakkan berdekatan atau berjauhan dengan departemen yang lain. Dalam praktiknya kedua analisis ini harus dilakukan bersama-sama. (Sritomo, 2003, p175-206)
2.2.7 Metode Kuantitatif Guna Menganalisis Aliran Bahan Di dalam analisis kuantitatif aliran bahan akan diukur berdasarkan kuantitas material yang dipindahkan seperti berat, volume, jumlah unit satuan kuantitatif lainnya. Peta yang sering digunakan untuk melakukan analisis kuantitatif ini adalah From to Chart.(Sritomo, 2003, p180) From to Chart From to Chart adalah suatu teknik konvensional yang umum digunakan untuk perencanaan tata letak pabrik dan pemindahan bahan dalam suatu proses produksi. Teknik ini sangat berguna untuk kondisi-kondisi dimana banyak item yang mengalir melalui suatu area seperti job shop, bengkel permesinan dan lain-lain. Pada dasarnya from to chart adalah merupakan adaptasi dari “Mileage Chart” yang umumnya dijumpai pada suatu peta perjalanan, angka-angka yang terdapat dalam suatu From to Chart akan menunjukkan total dari berat beban yang harus dipindahkan, frekuensi dan jarak perpindahan bahan, volume atau kombinasi-kombinasi dari faktor-faktor ini. (Sritomo, 2003, p190)
47 From to Chart atau Travel Chart dipakai khusus untuk maksud merancang layout terutama yang menyangkut pemindahan material dalam jarak yang sependekpendeknya. Secara umum From to Chart akan banyak digunakan untuk menganalisis layout yang diatur berdasarkan aliran proses atau bisa pula untuk combination layout. Sedangkan untuk product layout tidak akan banyak manfaatnya karena disini pengaturan mesin sudah diatur dalam jarak yang sependek-pendeknya yaitu berdasarkan urutan pembuatan produk tersebut. (Sritomo, 2003, p263) From to Chart berguna jika keterkaitan terjadi antara beberapa kegiatan dan jika diinginkan adanya penyusunan kegiatan optimum. Beberapa kegunaan dan keuntungan dari From to Chart adalah (Apple, 1990, p190): 1. Menganalisis perpindahan bahan 2. Perencanaan pola aliran 3. Penentuan lokasi kegiatan 4. Perbandingan pola aliran atau tata letak pengganti 5. Pengukuran efisiensi pola aliran 6. Perinupaan perpindahan bahan 7. Menunjukkan ketergantungan satu kegiatan dengan kegiatan lainnya 8. Menunjukkan volume perpindahan antarkegiatan 9. Menunjukkan keterkaitan lintas produksi 10. Menunjukkan masalah kemungkinan pengendalian produksi 11. Perencanaan keterkaitan antara beberapa produk , komponen, barang, bahan, dsb. 12. Menunjukkan hubungan kuantitatif antara kegiatan dan perpindahannya 13. Pemendekan jarak perjalanan selama proses
48 2.2.8 Metode Kualitatif Guna Menganalisis Aliran Bahan Activity Relationship Chart Aliran bahan bisa diukur secara kualitatif menggunakan tolak ukur derajat kedekatan hubungan antara satu fasilitas dengan lainnya. Nilai-nilai yang menunjukkan derajat hubungan dicatat sekaligus dengan alasan-alasan yang mendasarinya dalam sebuah peta hubungan aktivitas (Activity Relationship Chart) yang telah dikembangkan oleh Richard Muther dalam bukunya “Systematic Layout Planning (Botom Cahners Books, 1973)”. Suatu peta hubungan aktivitas dapat dikonstruksikan dengan prosedur sebagai berikut : •
Identifikasi semua fasilitas kerja atau departemen-departemen yang akan diatur tata letaknya dan dituliskan daftar urutannya dalam peta.
•
Lakukan wawancara atau survei terhadap karyawan dari setiap departemen yang tertera dalam daftar peta dan juga dengan manajemen yang berwenang.
•
Definisikan kriteria hubungan antar departemen yang akan diatur letaknya berdasarkan derajat keterdekatan hubungan serta alasan masing-masing dalam peta. Selanjutnya terapkan nilai hubungan tersebut untuk setiap hubungan aktivitas antar departemen yang ada dalam peta.
•
Diskusikan hasil penilaian hubungan aktivitas yang telah dipetakan tersebut dengan kenyataan dasar manajemen. Secara bebas beri kesempatan untuk evaluasi atau perubahan yang lebih sesuai. Checking, rechecking, dan tindakan koreksi perlu dilakukan agar ada konsistensi atau kesamaan persepsi dari mereka yang terlibat dalam hubungan kerja.
49 Activity Relationship Chart adalah suatu cara atau teknik yang sederhana di dalam merencanakan tata letak fasilitas atau departemen berdasarkan derajat hubungan aktivitas yang sering dinyatakan dalam penilaian kualitatif dan cenderung berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang bersifat subjektif. Pada dasarnya Activity Relationship Chart ini hampir sama dengan From to Chart, hanya saja disini analisisnya lebih bersifat kualitatif. Kalau dalam From to Chart analisis dilaksanakan berdasarkan angka-angka berat/volume dan frekuensi serta jarak perpindahan bahan dari satu departemen ke departemen yang lain, maka Activity Relationship Chart akan menggantikan kedua hal tersebut dengan kode-kode huruf yang akan menunjukkan derajat hubungan akivitas secara kualitatif dan juga kode angka yang akan menjelaskan alasan untuk pemilihan kode huruf tersebut. Di sini kode huruf seperti A, E, I dan seterusnya menunjukkan bagaimana aktivitas dari masing-masing departemen tersebut akan mempunyai hubungan secara langsung atau erat kaitannya satu sama lain. Kode-kode huruf ini akan diletakkan pada bagian atas dari kotak yang tersedia dan pemberian warna yang khusus juga diberikan untuk lebih mudah analisisnya. Selanjutnya kode angka 1, 2, 3, dan seterusnya, yang diletakkan bagian bawah kotak yang ada mencoba menjelaskan alasan-alasan pemilihan / penentuan derajat hubungan antara masing-masing departemen tersebut. Kode huruf yang menjelaskan derajat hubungan antara masing-masing departemen ini secara khusus telah distandarkan, yaitu sebagai berikut:
50
Tabel 2.1 Standar Penggambaran Derajat Hubungan Aktivitas Derajat (Nilai) Deskripsi
Kode Garis
Kode Warna
Kedekatan A
Mutlak
Merah
E
Sangat penting
Oranye
I
Penting
Hijau
O
Cukup/biasa
Biru
U
Tidak penting
Tidak ada kode Tidak ada kode warna garis X
Tidak dikehendaki
Coklat
Selanjutnya, mengenai alasan-alasan untuk pemilihan derajat hubungan ini (yang akan diberikan kode angka) dapat diambil berdasarkan sifat/karakteristik dari aktivitas masing-masing departemen tersebut, misalnya seperti : •
Kebisingan, debu, getaran, bau dan lain-lain.
•
Penggunaan mesin atau peralatan, data informasi, material handling equipment secara bersama-sama.
•
Kemudahan aktivitas supervisi.
•
Kerjasama yang erat kaitannya dari operator masing-masing departemen yang ada.
51 Activity Relationship Chart sangat berguna untuk perencanaan dan analisis hubungan aktivitas antar masing-masing departemen. Sebagai hasilnya maka data yang didapat selanjutnya akan dimanfaatkan untuk penentuan letak masing-masing departemen tersebut, yaitu lewat apa yang disebut dengan Activity Relationship Diagram. Activity Relationship Chart pada dasarnya sangat baik dipergunakan untuk menganalisis tata letak pabrik dengan memperhatikan faktor-faktor yang bersifat kualitatif. Untuk mengatur tata letak departemen/bagian dari suatu perkantoran, gudang, tempat pembuangan limbah, dan lain-lain; maka metode ini tepat untuk dipergunakan. Dalam pengaturan fasilitas-fasilitas dari departemen produksi dalam pabrik, pemakaian Activity Relationship Chart yang dikombinasikan dengan metode kuantitatif seperti From to Chart sangat dianjurkan. (Sritomo, 2003, p199-203)
Activity Relationship Diagram Pada dasarnya diagram ini menjelaskan mengenai hubungan pola aliran bahan dan lokasi dari masing-masing departemen penunjang terhadap departemen produksinya. Ada dua cara yang dapat digunakan untuk membuat Activity Relationship Diagram : •
Dengan membuat suatu Activity Template Block Diagram (ATBD).
•
Dengan menggunakan kombinasi-kombinasi garis dan pemakaian kode-kode warna yang telah distandarkan untuk setiap hubungan aktivitas yang ada. Pada Activity Template Block Diagram, data yang telah dikelompokkan ke dalam
lembar kerja kemudian dimasukkan ke dalam suatu activity template. Tiap-tiap template akan menjelaskan mengenai departemen yang bersangkutan dan hubungan dengan aktivitas dari departemen lain. Template disini hanya bersifat memberi penjelasan
52 mengenai hubungan aktivitas antara departemen satu dengan departemen lain, untuk itu skala luas dari masing-masing departemen tidak perlu diperhatikan. Pada dasarnya disini semua kode yang tercantum dalam lembaran kerja dimasukkan ke dalam Activity Block Diagram kecuali kode huruf U (unimportant), karena dianggap tidak memberi pengaruh apa-apa dari aktivitas departemen satu ke departemen lainnya. Kode angka juga tidak dicantumkan. Langkah selanjutnya adalah memotong dan mengatur template tersebut sesuai dengan urutan derajat aktivitas yang dianggap penting dan diperlukan, yaitu berdasarkan urutan kode huruf A, E dan seterusnya. (Sritomo, 2003, p204) Di samping pembuatan diagram dengan menggunakan activity template, maka alternatif lain yang bisa dibuat adalah dengan mencoba melihat hubungan aktivitas masing-masing departemen dengan memakai kombinasi garis dan warna yang telah distandarkan. (Sritomo, 2003, p206)
Skala Prioritas `Untuk membantu menentukan kegiatan yang harus diletakkan pada satu tempat, telah ditetapkan satu pengelompokkan derajat kedekatan, yang diikuti dengan tanda bagi tiap derajat kedekatan tadi. Semuanya telah ditetapkan oleh Richard Muther, yaitu : •
A = Mutlak perlu kegiatan-kegiatan tersebut berhampiran satu sama lain.
•
E = Sangat penting kegiatan-kegiatan tersebut berdekatan.
•
I = Penting bahwa kegiatan-kegiatan tersebut berdekatan.
•
O = Biasa kedekatannya, dimana saja tidak ada masalah.
•
U = Tidak perlu adanya keterkaitan geografis apapun.
53 Juga harus dikenali bahwa dapat saja dituntut derajat pemisahan yaitu kegiatan yang sebaiknya dipisahkan dengan alasan-alasan sebagai berikut : kotor, bising, debu, asap, bau, getaran, risiko keselamatan atau kesehatan, penyelaan, gangguan. Tanda untuk menunjukkan kedekatan yang tak diharapkan adalah: X = tak diinginkan – kegiatan-kegiatan yang bersangkutan berdekatan. (Apple, 1990, p225)
2.2.9 Jalan Lintasan (Aisle) Jalan lintasan atau aisle dalam pabrik dipergunakan terutama untuk dua hal yaitu komunikasi dan transportasi. Perencanaan yang baik daripada jalan lintasan ini akan banyak menentukan proses gerakan perpindahan dari personil, bahan, ataupun peralatan produksi dari satu lokasi ke lokasi yang lain. Dengan demikian maka jalan lintasan ini dalam pabrik akan dipergunakan antara lain untuk hal-hal berikut : •
Material handling
•
Gerakan perpindahan personil
•
Finished goods products handling
•
Pembuangan sekrap dan limbah industri lainnya
•
Pemidahan peralatan produksi baik untuk pergantian baru maupun perawatan
•
Kondisi-kondisi darurat semacam kebakaran, dan lain-lain Pada dasarnya ada dua macam jalan lintasan yang umum dijumpai dalam suatu
pabrik yaitu jalan lintasan utama (main aisle) dan jalan lintasan intern departemen (departemental aisle). Jalan lintasan utama kadang-kadang disebut pula dengan back bone aisle, terutama sekali dipakai untuk lalu lintas perpindahan bahan dari suatu
54 departemen ke departemen lainnya dan juga perpindahan bahan dari luar menuju ke dalam pabrik dan baliknya. Sedangkan jalan lintasan inter departemen terutama sekali dipergunakan untuk gerakan perpindahan bahan di dalam departemen itu sendiri. (Sritomo, 2003, p221-222)
2.2.10 Beberapa Aspek Tujuan Pokok Kegiatan Pemindahan Bahan Kegiatan material handling merupakan kegiatan servis secara penuh yang tentu saja akan membutuhkan biaya dan ikut mempengaruhi struktur biaya organisasi. Dari hal tersebut maka aktivitas material handling ini juga merupakan salah satu area yang harus selalu diawasi, dikontrol dan diperbaiki. Dimana sistem material handling dalam suatu industri akan diperbaiki, maka hal tersebut dan menuju pada sasaran pokok sebagai berikut : •
Menambah kapasitas produksi
•
Mengurangi limbah buangan (waste)
•
Memperbaiki kondisi area kerja
•
Memperbaiki distribusi material
•
Mengurangi biaya
(Sritomo, 2003, 225-227)
55 2.2.11 Pengaruh Perpindahan Bahan Terhadap Perencanaan Tata Letak Pabrik Tata letak pabrik adalah suatu aktivitas desain yang berkaitan dengan tanggung jawab dalam pengaturan lokasi dari setiap fasilitas manufaktur baik yang berhubungan langsung dengan fungsi layanan. Desain layout akan memiliki pengaruh yang kuat dalam menentukan biaya dan tingkat efisiensi dari sistem material handling yang diaplikasikan dibandingkan dengan desain lainnya. Pertimbangan faktor material handling baik metode maupun peralatan yang akan dipakai jelas harus selalu diperhatikan pada saat kita membuat desain layout pada saat awalnya. Berikut merupakan data-data yang bisa dipakai sebagai petunjuk tentang aspek-aspek material handling saat mendesain layout : •
Material handling data (jenis material yang dipindahkan, bentuk dimensi, berat, sifat, dll). Data ini sangat membantu pada saat merencanakan preliminary layout.
•
Frekuensi gerak perpindahan material dan jarak perpindahannya.
•
Kapasitas dan kemampuan dari setiap aspek yang berkaitan dengan sistem material handling harus dievaluasi.
•
Jadwal perencanaan kerja dan persediaan.
•
Aisles dan luas area untuk peralatan material handling yang dibutuhkan harus dialokasikan di dalam penetapan luas area pabrik yang diperlukan.
•
Receiveng, storage dan shipping harus direncanakan secara tepat.
•
Pengoperasian kegiatan material handling haruslah dibawah pengawasan.
•
Ruang untuk gudang harus dialokasikan sedemikian rupa sehingga tidak terjadi kemacetan pada saat operasi produksi berjalan.
(Sritomo, 2003, p228-229)
56 2.2.12 Aspek-Aspek Biaya Pemindahan Bahan (Material Handling Cost) Secara umum biaya material handling akan terbagi atas tiga klasifikasi : •
Biaya yang berkaitan dengan transportasi bahan baku dari sumber asalnya menuju pabrik dan pengirimin produk jadi ke konsumen.
•
In-plant receiving and storage, yaitu biaya-biaya diperlukan untuk gerakan perpindahan material dari satu proses ke proses berikutnya.
•
Handling materials yang dilakukan oleh operator pada mesin atau peralatan kerjanya serta proses perakitan yang berlangsung di atas meja perakitan.
Di dalam usaha menganalisis material handlingcost, maka faktor mfaktor berikut ini sudah seharusnya diperhatikan benar-benar, yaitu : •
Materials
•
Salary dan wages
•
Financial charges
Untuk mengurangi biaya-biaya material handling maka berikut diberikan beberapa hal yang sekiranya akan mempengaruhi biaya material handling dan untuk itu harus dicegah sesegera mungkin. a. Idle Machine Time Machine downtime akan berarti penurunan produktivitas kerja dan tentu saja akan berarti yang terbuang. Bilamana mesin bekerja pelan atau berhenti sama sekali karena aliran material tidak lancar atau suplai material terlambat, maka hal ini bisa dikatakan sebagai ketidakefisienan pemakaian fasilitas material handling
57 b. Production Bottle Necks Suatu interupsi terhadap aliran produksi akibat keterlambatan material akan dapat menghentikan seluruh proses produksi. c. Rehandling Material Setiap kali suatu item harus ditangani, digerakkan atau dipindahkan maka hal ini berarti akan membutuhkan biaya. Teknik material handling seharusnya direncanakan sebaik-baiknya sehingga akan bisa mengurangi frekuensi pemindahan material. d. Large Inventories Inventory pada dasarnya akan membutuhkan modal dan memerlukan fasilitas pergudangan yang sesuai. Biasanya semakin efisien perencanaan sistem material handling akan semakin efisein pula kebutuhan inventorynya. e. Poor Space Utilization Kebutuhan ruangan akan direpresentasikan dengan uang yang disediakan. Perencanaan material handling yang efektif akan dapat mengoptimalkan pemanfaatan ruang yang tersedia. f. Excesive Maintenance Biaya maintenance untuk peralatan material handling akan berarti dua kehilangan yang kita peroleh, yaitu waktu dan material yang dipakai untuk perawatan ditambah dengan waktu yang hilang dari penggunaan peralatan itu sendiri. Aplikasi yang kurang tepat dari peralatan material handling akan menyebabkan hal-hal seperti yang diuraikan tersebut.
58 g. In-efficient Use of Labor Pekerja bagian produksi dibayar untuk bekerja menghasilkan produk yang dikehendaki. Setiap saat waktu yang mereka miliki ternyata dipakai untuk kegiatan material handling, maka akan terjadi kehilangan kesempatan untuk melakukan hal-hal yang produktif. h. Damaged Material Kerusakan material akibat handling seringkali menimbulkan biaya yang besar, untuk itu pemilihan metode dan peralatan material handling yang tepat akan dapat mencegah kerusakan-kerusakan karena handling ini. i. Demurrace Bilamana fasilitas material handling dibiarkan saja idle untuk beberapa lama, maka extra cost akan keluar sia-sia akibat hal tersebut. Penggunaan peralatan material handling secara efisien akan membantu mengatasi permasalahan ini. j. In-efficient Use of Equipment Industri material handling equipment pada dasarnya membutuhkan biaya baik untuk
investasinya
maupun
aplikasinya.
Material
handling
equipment
seharusnya dipilih menurut efektivitas fungsional dan tingkat efisiensi yang tinggi. (Sritomo, 2003, p232-235)
59 2.2.13 Pemindahan Bahan dan Upaya Peningkatan Produktivitas Definisi umum produktivitas adalah rasio input output. Di dunia industri pengertian mengenai produktivitas ini dinyatakan sebagai rasio dari biaya incoming materials dengan biaya finished goods product yang dihasilkan. Biaya incoming materials biasanya di sini ditentukan oleh supplier material yang bersangkutan, sedangkan biaya dari proses produksi akan tergantung pada desain dan kemampuan dari mesin produksinya. Dalam kaitannya dengan aplikasi material handling maka pengukuran produktivitas kerja material handling ini bisa dinyatakan dalam bentuk risiko. •
Material handling labor
•
Direct labor handling loss
•
Movement/operation
•
Manufacturing cycle efficiency
•
Space utilization efficiency
•
Equipment utilization
•
Aisle space potensial
(Sritomo, 2003, p235)
60 2.3
Penjadwalan
2.3.1 Definisi Penjadwalan Penjadwalan merupakan proses penugasan prioritas kerja (waktu dan urutan produksi) untuk order manufaktur dan pengalokasian beban kerja pada pusat – pusat kerja tertentu (Arman Hakim Nasution, 2003, p173). Untuk jangka pendek, dalam rentang periode beberapa hari sampai satu bulan, perusahaan harus melakukan penjadwalan produksi untuk memenuhi order atau permintaan konsumen. Penjadwalan yang tidak efektif akan menghasilkan tingkat penggunaan yang rendah dari kapasitas yang ada. Fasilitas, tenaga kerja, dan peralatan akan menunggu (idle) untuk waktu tertentu karena tidak ada jadwal sehingga berakibat membengkaknya biaya produksi yang dapat menurunkan efektivitas dan daya saing perusahaan (Teguh Baroto, 2002, p167).
2.3.2 Tujuan Penjadwalan Tujuan penjadwalan di antaranya adalah sebagai berikut: 1. Dengan penjadwalan secara efektif, perusahaan menggunakan asetnya secara lebih efektif dan memperbesar nilai kapasitas per dollar yang diinvestasikan karena adanya penurunan biaya produksi 2. Penjadwalan menambah kapasitas serta fleksibilitas kapasitas yang mendukung pengiriman pesanan yang lebih cepat dan pelayanan pelanggan yang lebih baik 3. Penjadwalan yang baik merupakan keunggulan kompetitif karena dapat mendukung proses pengiriman yang handal (Render dan Heizer, 2001, p467)
61 2.3.3 Jenis Penjadwalan Jenis dari penjadwalan produksi akan sangat bergantung pada hal–hal sebagai berikut: 1.
Jumlah job yang harus dijadwalkan
2.
Jumlah mesin yang tersedia
3.
Ukuran dari keberhasilan pelaksanaan penjadwalan
4.
Pola kedatangan job
5.
Jenis aliran proses produksi
Jumlah job yang dijadwalkan mungkin terdiri dari 1,2,3, sampai n–job, demikian juga dengan jumlah mesin yang dapat digunakan. Cara job datang dapat dibedakan menjadi dua yaitu statis dan dinamis. Cara job datang statis adalah bila tidak ada job yang datang pada saat jadwal dilaksanakan, sedangkan cara job datang dinamis adalah bila ada job yang datang pada saat jadwal dilaksanakan sehingga perlu dibuatkan jadwal baru. Jenis dari aliran proses produksi yang digunakan sangat mempengaruhi permasalahan yang akan terjadi pada saat tahap penjadwalan produksi karena penjadwalan digunakan untuk mengatur aliran kerja yang melalui suatu sistem. (Arman Hakim Nasution, 2003, p172)
62 2.3.4 Input untuk Penjadwalan Pekerjaan Terdapat beberapa hal yang harus diketahui sebelum suatu pekerjaan dapat dijadwalkan, yaitu: a. Jumlah dan jenis pekerjaan yang harus diselesaikan selama periode tertentu. Jumlah dan jenis pekerjaan ini sangat tergantung pada rencana produksi yang disusun serta dinegosiasi antara perusahaan dengan pelanggan. b. Perkiraan waktu penyelesaian dari suatu pekerjaan (processing time). Perkiraan waktu penyelesaian pekerjaan merupakan masukan yang sangat penting dalam proses penjadwalan suatu pekerjaan. Perkiraan waktu penyelesaian suatu pekerjaan seringkali digunakan untuk menentukan prioritas pekerjaan yang akan dikerjakan terlebih dahulu. Sumber perkiraan dapat berupa data waktu yang dimiliki perusahaan atau estimasi supervisor berdasarkan pengalaman. c. Batas waktu (due date) penyelesaian pekerjaan. Batas waktu selesainya suatu pekerjaan penting diketahui untuk memperkirakan kelambatan yang mungkin akan terjadi. Besaran ini menjadi penting terutama untuk mengantisipasi denda / penalti yang mungkin timbul akibat keterlambatan pengiriman. d. Tujuan penjadwalan. Tujuan penjadwalan perlu diketahui terlebih dahulu agar pemilihan teknik penjadwalan dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya. Terdapat berbagai macam tujuan penjadwalan yang pada garis besarnya dapat dikelompokkan ke dalam tiga bagian, yaitu : o Peningkatan utilisasi peralatan / sumber daya dengan cara menekan waktu menganggur sumber daya tersebut.
63 o Sasaran lain yang mungkin dicapai ialah minimasi jumlah persediaan barang dalam proses. Tujuan ini dicapai dengan cara meminimasi jumlah pekerjaan yang menunggu dalam antrean untuk diproses. Indikator jumlah antrian pekerjaan ini dinyatakan dengan besaran waktu alir ratarata (mean flow time). o Tujuan penjadwalan lainnya ialah menekan kelambatan. Dalam banyak hal sejumlah pekerjaan memiliki batas waktu penyelesaian pekerjaan (due date), dan apabila pekerjaan selesai setelah due date maka perusahaan akan dikenai penalti. Terdapat beberapa tujuan penjadwalan berkaitan dengan kelambatan ini. Tujuan penjadwalan dapat berupa minimasi kelambatan / keterlambatan maksimum, atau minimasi jumlah pekerjaan yang terlambat , atau minimasi kelambatan / keterlambatan rata-rata. e. Situasi pekerjaan yang dihadapi. Dapat berupa penjadwalan di satu prosesor, penjadwalan pekerjaan di beberapa prosesor seri, penjadwalan pekerjaan di beberapa prosesor paralel, atau penjadwalan pekerjaan di fasilitas produksi job shop. (Hendra Kusuma., 2002, p186-187)
64 2.3.5 Output Suatu Penjadwalan Pekerjaan Untuk memastikan bahwa suatu aliran kerja yang lancar akan melalui tahapan produksi, maka sistem penjadwalan harus membentuk aktivitas-aktivitas output sebagai berikut: a. Pembebanan (loading) Pembebanan melibatkan penyesuaian kebutuhan kapasitas untuk order-order yang diterima / diperkirakan dengan kapasitas yang tersedia. Pembebanan dilakukan dengan menugaskan order-order pada fasilitas-fasilitas, operatoroperator, dan peralatan-peralatan tertentu. b. Pengurutan (sequencing) Pengurutan ini merupakan penugasan tentang order-order mana yang diprioritaskan untuk diproses lebih dahulu bila suatu fasilitas harus memproses banyak job. c. Prioritas job (dispatching) Dispatching merupakan prioritas kerja tentang job-job mana yang diseleksi dan diprioritaskan untuk diproses. d. Pengendalian kinerja penjadwalan, dilakukan dengan: o Meninjau kembali status order-order pada saat melalui sistem tertentu. o Mengatur kembali urut-urutan, misalnya: expeditting order-order yang jauh di belakang atau mempunyai prioritas utama. e. Up-dating jadwal, dilakukan sebagai refleksi kondisi operasi yang terjadi dengan merevisi prioritas-prioritas. (Arman Hakim Nasution, 2003, p174-175)
65 2.3.6 Isu-Isu Penjadwalan Penjadwalan berkaitan dengan waktu operasi. Penjadwalan dimulai dengan aktivitas perencanaan kapasitas produksi, meliputi fasilitas dan penguasaan terhadap mesin. Penjadwalan melibatkan pembebanan tanggal jatuh tempo atas pekerjaanpekerjaan khusus, tapi banyak pekerjaan yang secara bersamaan menggunakan sumber daya yang sama. Untuk membantu mengatasi kesulitan yang melekat pada penjadwalan, maka teknik penjadwalan dikelompokkan menjadi dua (2), yaitu penjadwalan ke depan (forward scheduling) dan penjadwalan ke belakang (backward scheduling). 1. Penjadwalan ke depan (forward scheduling) Penjadwalan dimulai segera setelah seluruh persyaratan diketahui. Penjadwalan ke depan digunakan pada berbagai organisasi seperti pada rumah sakit, klinik, restoran, dan perusahaan alat-alat permesinan. Pekerjaan dilaksanakan atas pesanan pelanggan dan secepat mungkin dilakukan pengiriman pesanan. Penjadwalan ke depan biasanya dirancang untuk menghasilkan jadwal yang dapat diselesaikan meskipun tidak berarti memenuhi tanggal jatuh temponya. Dalam beberapa situasi, penjadwalan ke depan menyebabkan menumpuknya barang dalam proses. 2. Penjadwalan ke belakang (backward scheduling) Penjadwalan
dimulai
berdasarkan
pada
tanggal
jatuh
tempo
dengan
menjadwalkan operasi terakhir terlebih dahulu. Tahapan proses dalam pekerjaan secara terbalik kemudian dijadwalkan setelah operasi terakhir dijadwalkan. Dengan mengurangi lead time untuk masing-masing proses, akan didapatkan waktu awal. Namun demikian, sumber daya yang perlu untuk menyelesaikan jadwal bisa jadi tidak ada. Penjadwalan ke belakang digunakan pada lingkungan
66 perusahaan manufaktur atau perusahaan jasa. Pada kenyataannya, seringkali digunakan penjadwalan ke depan dan ke belakang untuk mengetahui titik temu yang beralasan antara apa yang bisa dicapai dengan tanggal jatuh tempo pelanggan. Kerusakan mesin, ketidakhadiran, masalah mutu, kekurangan mesin dan faktor-faktor lain membuat penjadwalan semakin kompleks. Konsekuensinya, tanggal penugasan tidak meyakinkan bahwa pekerjaan akan dilakukan sesuai dengan jadwal. Banyak teknik khusus yang telah dibuat untuk membantu kita dalam mempersiapkan jadwal yang bisa diandalkan. (Render dan Heizer, 2001, p467)
2.3.7 Ukuran Keberhasilan Suatu Penjadwalan Ukuran keberhasilan dari suatu pelaksanaan aktivitas penjadwalan adalah meminimasi kriteria–kriteria keberhasilan sebagai berikut : •
Rata-rata waktu alir (mean flow time)
•
Makespan, yaitu total waktu proses yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu kumpulan job
•
Rata–rata kelambatan (mean tardiness)
•
Jumlah job yang terlambat
•
Jumlah mesin yang mengganggur
•
Jumlah persediaan
Meminimasi makespan, misalnya, dimaksudkan untuk meraih utilisasi yang tinggi dari peralatan dan sumber daya dengan cara menyelesaikan seluruh job
67 secepatnya; meminimasi waktu alir akan mengurangi persediaan barang setengah jadi; sedangkan meminimasi jumlah job yang mengganggur berarti akan meminimasi nilai dari maksimum ukuran kelambatan. Seluruh kriteria keberhasilan pelaksanaan penjadwalan tersebut adalah dilandasi keinginan untuk memuaskan konsumen dan efisiensi biaya internal perusahaan. (Arman Hakim Nasution, 2003, p172)
2.3.8 Lingkungan Penjadwalan Penjadwalan tersusun atas lingkungan sebagai berikut: •
Job Job merupakan aktivitas yang dilakukan seperti order yang dipesan oleh pelanggan. Sebuah job bisa tergantung pada job lain. Ketergantungan (depedencies) ini terbagi menjadi 2 macam, yaitu ketergantungan pada saat sebuah job baru dapat dikerjakan jika job sebelumnya sudah selesai dikerjakan dan ketergantungan waktu proses sebuah job pada job sebelumnya yang sedang dikerjakan di mesin yang sama (ketergantungan mesin). Jenis kedua ini biasanya disebut dengan sequence dependent set-up time atau waktu setup yang tergantung pada urutan job.
•
Mesin Mesin memproses pekerjaan-pekerjaan (jobs). Untuk single machine (mesin tunggal), hanya ada 1 mesin dan semua job harus diproses olehnya. Mesin tersebut hanya dapat memproses paling banyak 1 job dalam satu waktu. Sedangkan mesin dikatakan paralel (parallel machine) jika beberapa mesin dapat melakukan proses yang sama pada jobs.
68 •
Pengukuran (measures) Sebuah penjadwalan yang baik mengimplikasikan ukuran performansi. Memaksimalkan profit dan meminimalkan biaya merupakan ukuran yang jelas, namun merupakan tugas yang sulit untuk mengestimasi parameter finansial yang berkaitan dengan penjadwalan. Performansi dari sebuah penjadwalan bisa diukur berdasarkan total flowtime, total tardiness, completion time maksimum, tardiness maksimum atau jumlah job tardy.
•
Algoritma Penjadwalan Algoritma merupakan “resep” untuk memperoleh solusi bagi sebuah model. Algoritma ada 2 macam, yaitu eksak dan algoritma heuristik. Algoritma eksak memberikan solusi yang optimal bagi masalah yang ada, sedangkan algoritma heuristik memberikan solusi yang diharapkan optimal atau mendekati optimal. Algoritma eksak tidak selalu digunakan karena algoritma ini harus didasarkan atas perhitungan seperti algoritma branch and bound atau dynamic programming. Pada kenyataannnya, kombinasi natural dari permasalahan penjadwalan tidak memungkinkan proses komputasional seperti itu.
•
Gantt Chart Gantt Chart diperkenalkan oleh Henry Gantt pada tahun 1911 yang mempresentasikan sebuah penjadwalan. Tujuan dari Gantt Chart adalah untuk menggambarkan penggunaan sumber daya (mesin) secara keseluruhan. Sumbu X mempresentasikan waktu dan sumbu Y mempresentasikan mesin. (Daniel Sipper and Robert L. Bulfin, Jr., 1997, p385-388)
69 2.3.9 Flow Shop Scheduling Flow shop merupakan sistem di mana semua job mempunyai urutan (routing) yang sama, dan setiap job diproses hanya satu kali oleh setiap jenis mesin. Sistem ini terlihat sebagai urutan linier mesin-mesin seumpama sebuah assembly line. Setiap job diproses secara sekuensial, bergerak dari mesin yang satu ke mesin yang selanjutnya. Walaupun struktur flow shop terlihat sederhana, namun menemukan jadwal yang optimal bisa menjadi hal yang sangat susah. Jadwal di mana urutan job yang sama digunakan di setiap jenis mesin disebut dengan permutation schedule. Jumlah alternatif jadwal akan bertambah seiring bertambahnya jumlah mesin dan/ atau bertambahnya jumlah job. Umumnya, permasalahan penjadwalan untuk 10 mesin dengan 10 sampai dengan 20 job dikategorikan sebagai permasalahan yang besar dan susah untuk mencari jadwal optimalnya. Pada flexible flow shop, tiap job dalam sistem mengikuti urutan yang sama melalui departemen-departemen yang terdapat pada lantai produksi; di setiap departemen terdapat beberapa mesin yang dapat digunakan untuk memproses job. Pada reentrant flow shop, semua job mengikuti urutan yang sama di lantai produksi , tetapi job-job tersebut bisa mendatangi mesin yang sama lebih dari satu kali.
Terdapat beberapa metode penjadwalan untuk flow shop scheduling, di antaranya: a. Penjadwalan flow shop untuk 2 mesin – Johnson’s Rule Dapat digunakan bila sistem bersifat statis, memiliki hanya 2 mesin dan kriterianya adalah untuk meminimasi makespan. Konsep dari algoritma ini adalah bahwa meminimasi makespan sama halnya dengan meminimasi jumlah waktu menganggur (idle time) pada mesin yang kedua. Karena semua job
70 dimulai dari waktu ke- 0, maka tidak ada waktu menganggur pada mesin pertama. Situasi menganggur (idleness) akan timbul apabila sebuah job memiliki waktu pemrosesan yang lama pada mesin pertama dan semua job sebelumnya dalam urutan telah selesai diproses oleh mesin yang kedua. Metode ini memberikan urutan sehingga waktu menganggur dapat diminimasi. b. Penjadwalan flow shop untuk m-mesin Permasalahan pada static m-machine flow shop dapat diselesaikan dengan beberapa metode yang disarankan oleh Askin, Ronald G (2002, p441), dimana, metode-metode ini cenderung memberikan hasil yang baik [Taillard (1989)] dan waktu perhitungan yang layak. Ketiga metode heuristik tersebut adalah: 1. Algoritma Palmer [1965] Algoritma Palmer mengurutkan job berdasarkan slope index untuk tiap job. Slope index untuk setiap job dirumuskan sebagai berikut:
S j = (M − 1)t Mj + (M − 3)t ( M −1) j + (M − 5)t ( M −3) j + ... − (M − 5)t 3 j
− (M − 3)t 2 j − (M − 1)t1 j Metode ini mengurutkan job dengan slope index dari yang terbesar ke yang terkecil. Job dengan waktu pemrosesan yang lebih singkat biasanya diurutkan lebih awal pada sequence. 2. Algoritma Campell, Dudek, Smith [1970] Algoritma Campell, Dudek, Smith (CDS) membuat m -1 alternatif urutan jadwal dan memilih urutan dengan makespan yang paling kecil. Pemikiran dasarnya adalah mengubah masalah penjadwalan m-mesin menjadi
71 permasalahan penjadwalan dengan 2 mesin, kemudian menggunakan Johnson’s Rule untuk menemukan urutan job. 3. Algoritma Nawaz, Enscore, Ham [1983]
2.3.10 Algoritma Nawaz, Enscore, Ham (NEH)
Algoritma Nawaz, Enscore, Ham (NEH) memiliki objektif untuk meminimasi makespan. Langkah-langkah heuristik NEH adalah: a. Menghitung total waktu proses untuk setiap job. b. Lakukan pengurutan job berdasarkan aturan SPT (Shortest Processing Time). c. Untuk dua job pertama pada aturan SPT (j1 dan j2), buatlah sequence yang mungkin, yaitu (j1, j2) dan (j2, j1). Hitung makespan dari kedua sequence tersebut dan pilih sequence yang memberikan makespan terkecil (misalnya (j2, j1)). d. Selanjutnya, masukkan job berikutnya (j3) ke partial sequence yang dihasilkan dari langkah sebelumnya. Kemudian, buatlah alternatif partial sequence baru dan evaluasi makespan yang dihasilkan oleh tiap alternatif. Pilih alternatif yang memberikan makespan terkecil. Sebagai contoh, pada langkah sebelumnya dipilih partial sequence (j2, j1) dengan makespan terkecil, maka alternatif partial sequence baru yang muncul dengan memasukkan j3 adalah (j3, j2, j1), (j2, j3, j1), dan (j2, j1, j3). Hitunglah makespan untuk setiap alternatif urutan dan pilihlah partial sequence dengan makespan terkecil. e. Masukkan (insert) job berikutnya, j4, sehingga terdapat 4 kemungkinan urutan yang mungkin. Pilih urutan dengan makespan terkecil. f. Lanjutkan proses insertion dan selection di atas sampai semua job berada dalam urutan. (Askin, Ronald G, 2002, p437-444)
72 “Some efficient heuristic methods for the flow shop sequencing problem” merupakan sebuah jurnal yang ditulis oleh Taillard (1989). Jurnal ini menguraikan tentang penelitian terhadap beberapa metode heuristik yang digunakan untuk flow shop scheduling dan membandingkan metode-metode tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mencari metode penjadwalan terbaik dalam meminimalkan waktu antara waktu mulai dari mesin pertama sampai dengan waktu akhir yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan terakhir. Waktu ini disebut dengan makespan. Asumsi-asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah: •
Setiap job harus diproses paling banyak sekali oleh mesin 1, 2, ...m
•
Setiap mesin hanya bisa memproses 1 job pada 1 waktu
•
Setiap job diproses hanya oleh 1 mesin dalam 1 waktu
•
Operasi-operasi job bersifat tidak preemptable
•
Waktu set up mesin termasuk dalam waktu proses dan tidak tergantung pada urutan
•
Urutan-urutan operasi job adalah sama untuk setiap mesin dan urutan tersebut telah ditentukan
Ada pun metode-metode heuristik yang diperbandingkan adalah metode Gupta, Johnson, Palmer, CDS, Rapid Access Procedure (RA), dan NEH. Metode-metode tersebut dibandingkan dari sisi kualitas solusi yang diberikan serta tingkat kerumitan perhitungannya. NEH dinyatakan sebagai metode heuristik terbaik dalam penelitian ini.
73 2.4
Sistem Informasi
2.4.1 Definisi Sistem
Menurut McLeod (2004, p9), sistem adalah kumpulan bagian-bagian yang terintegrasi dengan maksud yang sama untuk melakukan dan mencapai suatu tujuan yang sama. Menurut James A. O’Brien (2003, p8), sistem merupakan suatu kumpulan komponen yang saling berhubungan dan berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan tertentu dengan menerima masukan dan menghasilkan output pada proses transformasi yang terorganisasi. Menurut Whitten et al. (2004, p12), sistem informasi adalah susunan dari manusia, data, berbagai proses, dan teknologi informasi yang saling berinteraksi untuk mengumpulkan, mengolah, menyimpan, dan menyediakan output informasi yang dibutuhkan untuk mendukung sebuah organisasi. Sistem memiliki tiga komponen dasar yang saling berinteraksi, yaitu: 1. Input, mencakup mendapatkan dan mengatur komponen atau elemen yang masuk ke sistem untuk diproses. Contoh input: bahan mentah, data, usaha manusia, dan lain-lain. 2. Proses, mencakup proses transformasi yang mengubah input menjadi output. Contohnya: proses manufaktur, perhitungan matematis, dan lain sebagainya. 3. Output, mencakup elemen yang telah melalui proses transformasi atau keluaran sistem. Contohnya adalah jasa, produk, dan informasi.
74 Selain ketiga komponen dasar tersebut, terdapat dua lagi komponen tambahan yaitu : 1. Feedback, yaitu umpan balik data mengenai performansi / kinerja sistem. 2. Control, mecakup pengawasan dan evaluasi feedback untuk mengetahui apakah sistem bergerak menuju tujuan yang telah ditetapkan.
Sumber : O’Brien (2003, p11)
Gambar 2.5 Komponen Sistem Informasi
2.4.2 Definisi Informasi Informasi erat kaitannya dengan data. Data adalah kenyataan atau observasi mengenai fenomena tertentu atau transaksi bisnis tertentu yang merupakan pengukuran objektif dari karakteristik dari suatu objek pengamatan tertentu. Menurut McLeod (2004, p13), informasi adalah data yang telah diproses atau data yang memiliki arti.
75 Menurut James A. O’Brien (2003, p13), informasi adalah data yang telah diubah (dalam suatu proses) ke dalam suatu konteks yang berarti dan berguna untuk pengguna akhir yang spesifik. Sederhananya, informasi merupakan data yang telah diolah sehingga memiliki makna tertentu bagi penggunanya. Kualitas informasi dapat dikelompokkan menjadi tiga dimensi berikut: 1. Dimensi waktu, terdiri dari: -
Timeliness: informasi harus tersedia saat dibutuhkan.
-
Currency: informasi harus up-to-date ketika disajikan.
-
Frequency: informasi harus tersedia setiap waktu dibutuhkan.
-
Time period: informasi harus tersedia dalam periode waktu lampau, saat ini, dan akan datang.
2. Dimensi isi, terdiri dari: -
Accuracy: informasi harus bebas dari kesalahan.
-
Relevance: informasi harus saling berhubungan dengan informasi yang dibutuhkan dalam situasi khusus.
-
Completeness: semua informasi yang dibutuhkan selalu tersedia.
-
Conciseness: hanya informasi yang dibutuhkan yang disajikan.
-
Scope: informasi memiliki ruang lingkup yang lebar dan sempit, atau berfokus baik internal maupun eksternal.
-
Performance: infomasi dapat menampilkan kegiatan pengukuran, membuat progres, atau mengakumulasi sumber – sumber.
76 3.
Dimensi bentuk, terdiri dari: -
Clarity: informasi harus disajikan dalam bentuk yang mudah dimengerti.
-
Detail: informasi dapat disajikan dalam bentuk rinci ataupun ringkasan.
-
Order: informasi dapat diatur secara berurutan.
-
Presentation: informasi dapat disajikan dalam bentuk narasi, numerik, grafik, tabel, atau bentuk lainnya.
-
Media: informasi dapat disajikan dalam bentuk dokumen kertas, tampilan video, ataupun media lainnya.
(James A. O’Brien, 2003, p15)
2.4.3 Definisi Sistem Informasi
Menurut Turban et al. (2003, p15), sistem informasi adalah pengumpulan, pengolahan, analisis, dan penyebaran informasi untuk tujuan yang spesifik. Sistem informasi terdiri dari input (data dan instruksi) dan output (laporan dan kalkulasi). Dari input yang telah diolah, maka akan dihasilkan output yang akan dikirim ke pengguna akhir ataupun sistem lainnya. Menurut James O’Brien (2003, p7), sistem informasi merupakan kombinasi antara manusia, perangkat keras, perangkat lunak, jaringan komunikasi, dan sumber data yang mengumpulkan, mengubah, dan menyebarkan informasi dalam sebuah organisasi. Menurut Whitten et al (2001, p8), sistem informasi adalah suatu penataan dari orang, data, proses, dan teknologi informasi yang berinteraksi untuk mengumpulkan, memproses, menyimpan dan menyediakan output berupa informasi yang diperlukan untuk mendukung suatu organisasi.
77 2.4.4 Kemampuan Sistem Informasi
Sebuah sistem informasi harus dapat : •
Menyediakan proses transaksi yang cepat dan akurat.
•
Menyediakan penyimpanan data dan informasi dengan kapasitas yang besar dan dapat diakses dengan cepat.
•
Menyediakan sarana komunikasi yang cepat, baik dari mesin ke mesin maupun dari manusia ke manusia.
•
Mengurangi informasi yang berlebihan (misalnya sistem informasi eksekutif yang menyediakan informasi terstruktur yang disesuaikan untuk eksekutif berdasarkan faktor penentu keberhasilannya).
•
Meminimalkan batasan–batasan (misalnya SCM yang dapat meminimalkan siklus
waktu
untuk
pengiriman
produk,
mengurangi
persediaan,
dan
meningkatkan kepuasan pelanggan). •
Menyediakan pendukung pengambilan keputusan.
•
Menyediakan senjata persaingan, karena saat ini sistem informasi dapat dilihat sebagai sumber keuntungan yang diharapkan dapat memberikan keuntungan dan dapat mengungguli kompetitor.
(Turban et al., 2003, p17)
2.4.5 Sistem Informasi Berbasis Komputer
Menurut Turban et al. (2003, p16), sistem informasi berbasis komputer adalah sistem informasi yang menggunakan komputer dan teknologi telekomunikasi untuk
78 mengerjakan tugas – tugas. Komponen dasar dari sistem informasi berbasis komputer terdiri dari: o
Perangkat keras, yaitu kumpulan dari perangkat, seperti prosesor, monitor, keyboard, dan printer yang menerima data dan informasi, kemudian diolah dan ditampilkan.
o
Perangkat lunak, yaitu kumpulan dari program komputer yang memungkinkan perangkat keras untuk memproses data.
o
Database, yaitu kumpulan dari file atau record yang saling berhubungan dan disimpan.
o
Jaringan, yaitu sistem yang menghubungkan banyak komputer dan memungkinkan untuk membagi data di antara komputer yang terhubung.
o
Prosedur, yaitu strategi, kebijakan, metode, dan peraturan dalam menggunakan sistem informasi.
o
Manusia, merupakan elemen paling penting dalam sistem informasi, meliputi manusia yang bekerja dengan sistem informasi ataupun menggunakan output dari sistem informasi.
Gambar 2.6 Komponen Sistem Informasi Berbasis Komputer
79 Sistem informasi berbasis komputer memiliki banyak macam. Jenis-jenisnya dapat dikategorikan berdasarkan level organisasi yang menggunakannya seperti Transaction Processing Systems (TPS) untuk level yang paling bawah yaitu menangani transaksi perusahaan, Management Information Systems (MIS) untuk level menengah yaitu digunakan para manajer untuk menganalisis data TPS dan lain-lain, dan Executive Information Systems (EIS) untuk level atas yaitu untuk membantu membuat keputusan manajer level atas. (Turban et al., 2001, p17)
2.4.6 Sistem Informasi Manajemen
McLeod (2004, p259) menyatakan bahwa Sistem Informasi Manajemen (SIM) adalah suatu sistem berbasis komputer yang menyediakan informasi bagi para pemakai dengan kebutuhan yang serupa. Para pemakainya biasanya membentuk suatu entitas organisasi formal, perusahaan atau sub unit di bawahnya. Informasi menjelaskan perusahaan atau salah satu sistem utamanya mengenai apa yang terjadi di masa lalu, apa yang terjadi sekarang, dan apa yang mungkin terjadi di masa depan. Informasi tersebut tersedia dalam bentuk laporan periodik, laporan khusus, dan output dari hasil simulasi matematika. Output informasi digunakan oleh manajer maupun non manajer dalam perusahaan saat mereka membuat keputusan untuk memecahkan masalah.
80 2.4.7 Analisis dan Perancangan Sistem Informasi Berorientasi Objek 2.4.7.1 Pengertian Object Oriented Analysis and Design
Menurut Mathiassen et al. (2000, p3-4), Object Oriented Analysis and Design (OOAD) merupakan metode untuk menganalisis dan merancang suatu sistem informasi dengan menggunakan objek dan class sebagai konsep dasarnya. Sedangkan menurut Whitten et al. (2004, p31), Object Oriented Analysis and Design (OOAD) merupakan kumpulan alat dan teknik untuk membangun suatu sistem yang akan menggunakan teknologi objek untuk membangun sebuah sistem dan perangkat lunaknya. Sedangkan yang dimaksud dengan teknologi objek itu sendiri adalah teknologi perangkat lunak yang mendefinisikan sebuah sistem dalam istilah objek yang menggabungkan data dengan perilakunya.
2.4.7.2 Object dan Class
Pendekatan perancangan yang berorientasi pada objek menggunakan objek dan class sebagai konsepnya. Pengertian objek yaitu suatu entitas yang memiliki identitas, status, dan perilaku (Mathiassen et al., 2000, p4). Objek dianggap sebagai suatu entitas yang memiliki identitas, status dan perilaku dan dapat melakukan suatu operasi. Dengan menggunakan objek maka sistem dapat mengatur apa saja yang dapat dilakukan terhadap entitas tersebut. Misalnya menjadikan pelanggan sebagai objek, maka setiap objek pelanggan dapat memiliki status, identitas dan perilaku yang berbeda-beda serta akses yang berbeda pula. Sedangkan pengertian class adalah deskripsi dari kumpulan objek yang memiliki struktur, pola perilaku, dan atribut yang sama (Mathiassen et al., 2000, p4). Contoh dari class misalnya sekumpulan entitas karyawan yang berbeda menjadi sebuah
81 class employee, masing-masing objek didalamnya memiliki identitas seperti nama dan alamat tetapi masing-masing nama dan alamat untuk setiap karyawan dapat saja berbeda.
2.4.7.3 Konsep Object Oriented Analysis and Design (OOAD)
Terdapat tiga konsep dasar dalam analisis dan perancangan berbasis objek, yaitu : 1. Encapsulation Encapsulation merupakan pengelompokan beberapa item menjadi sebuah unit. Maksudnya adalah menjadikan atribut dan perilaku dari objek menjadi satu kesatuan. Sehingga cara untuk mengakses informasi dari objek tersebut yaitu melalui perilakunya. 2. Inheritance Inheritance dalam bahasa pemrograman berorientasi objek secara sederhana berarti menciptakan sebuah class baru yang memiliki sifat-sifat dan karakteristikkarakteristik sama dengan yang dimiliki class induknya disamping sifat-sifat dan karakteristik-karakteristk individualnya. 3. Polymorphism Polymorphism berarti kemampuan dari tipe objek yang berbeda untuk menyediakan atribut dan operasi yang sama dalam hal yang berbeda. Polymorphism adalah hasil natural dari fakta bahwa objek dari tipe yang berbeda atau bahkan dari sub-tipe yang berbeda dapat menggunakan atribut dan operasi yang sama. (Whitten et al., 2004, p432-438)
82 2.4.7.4 Kelebihan dan Kekurangan OOAD
Menurut Mathiassen et al. (2000, p5-6), kelebihan OOAD antara lain: 1. Konsep OOAD sangat cocok untuk menggambarkan fenomena dalam ruang lingkup kantor dan sistem terkomputerisasi. 2. OOAD memberikan informasi yang jelas mengenai context sistem. 3. OOAD dapat menangani data yang seragam dalam jumlah yang besar dan mendistribusikannya ke seluruh bagian organisasi. 4. OOAD berhubungan erat dengan analisis berorientasi objek, perancangan berorientasi objek, user interface berorientasi objek, dan pemrograman berorientasi objek.
Selain kelebihan OOAD seperti yang telah disebutkan di atas, ternyata OOAD juga memiliki beberapa kelemahan seperti yang diungkapkan oleh McLeod (2001, p615), yaitu: 1. Diperlukan waktu lama untuk memperoleh pengalaman pengembangan. 2. Kesulitan metodologi untuk menjelaskan sistem bisnis yang rumit. 3. Kurangnya pilihan peralatan pengembangan yang khusus disesuaikan untuk sistem bisnis.
2.4.7.5 Langkah Awal OOAD
Langkah-langkah pendahuluan sebelum analisis yaitu mengumpulkan ide-ide yang akan dikembangkan berdasarkan pemahaman terhadap informasi permasalahan apa yang sedang dihadapi, solusi yang mungkin diterapkan, dan sebagainya. Hasil dari analisis awal ini adalah system definition yaitu deskripsi singkat dari sistem komputer
83 dalam natural language. System definition menjelaskan tentang konteks sistem, informasi yang harus dikandung dalam sistem, fungsi-fungsi yang harus dimiliki sistem, dimana akan digunakan dan kondisi serta batasan-batasan yang harus diperhatikan. (Mathiassen et al., 2000, p37-39) Dalam membuat system definiton harus memperhatikan pendekatan kriteria FACTOR untuk melengkapi informasi yang terkandung dalam definisi sistem yang dibuat. Masing-masing huruf dari kriteria FACTOR memiliki kepanjangan. Sehingga setiap system definition harus mengandung informasi tentang : •
Functionality : Fungsi dari sistem yang mendukung kegiatan dalam application domain.
•
Application domain : Bagian dari organisasi yang mengatur, mengawasi dan mengontrol problem domain.
•
Conditions : Kondisi dimana sistem akan dikembangkan dan digunakan.
•
Technology : Teknologi yang digunakan baik untuk mengembangkan sistem dan juga teknologi yang memungkinkan dan mendukung jalannya sistem.
•
Objects : Objek utama dalam problem domain
•
Responsibility : Tanggung jawab sistem secara keseluruhan dalam hubungannya dengan konteksnya.
(Mathiassen et al., 2000, p39-40)
2.4.7.6 Aktivitas Utama OOAD
Menurut Mathiassen et al. (2000, p14-15), OOAD memiliki empat aktivitas utama yaitu problem-domain analysis, application-domain analysis, component design,
84 dan architectural design. Kegiatan-kegiatan tersebut saling berhubungan satu sama lain, dan dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.7 Aktivitas Utama dalam OOAD Masing-masing aktivitas tersebut akan dijelaskan satu per satu dalam uraian di bawah: a. Problem-domain Analysis
Problem domain merupakan bagian dari konteks yang diatur, diawasi dan dikendalikan oleh sistem. Dengan kata lain analisis problem domain berkaitan dengan mengekspresikan kebutuhan yang harus dipenuhi oleh sistem. Tujuannya yaitu mengidentifikasi dan memodelkan problem domain sehingga didapatkan informasi apa saja yang dibutuhkan oleh sistem. Pemodelan problem domain mencakup aktivitas-aktivitas sebagai berikut (Mathiassen et al., 2000, p47-111) :
85
Gambar 2.8 Aktivitas Dalam Pemodelan Problem Domain
Pada aktivitas classes kita menentukan objek, class dan event apa saja yang berhubungan dengan problem domain. Langkah awal yang perlu dilakukan pada aktivitas classes adalah menentukan class candidates. Class akan menggambarkan objek–objek dan event–event yang mana saja yang akan menjadi bagian dari problem domain. Kemudian dari kandidat class yang telah dipilih, ditentukan mana yang akan menjadi class dalam sistem. Langkah berikutnya adalah membuat sebuah event candidates. Setelah itu, event candidates kemudian dipilih mana event yang akan menjadi event dari tiap class, dan dibuatlah event table yang dapat membantu menentukan event-event yang dimiliki oleh setiap class. Subaktivitas dalam memilih classes dan events pada problem domain ditunjukkan dalam Gambar 2.9. Menurut Mathiassen et al. (2000, p57), penggunaan nama class sebaiknya : -
Sederhana dan mudah dimengerti
-
Sesuai dengan problem domain
-
Menunjukkan satu kejadian
86
Gambar 2.9 Subaktivitas Pemilihan Problem Domain Classes & Events
Pada aktivitas structure, class dan objek yang sudah ada dihubungkan secara struktural sehingga menghasilkan sebuah diagram yang menghubungkan setiap class dalam problem domain yaitu class diagram. Struktur hubungan yang dimaksud yaitu: • Struktur antarclass Terbagi atas dua jenis, yang pertama yaitu generalisasi dimana merupakan hubungan struktural antara dua atau lebih kelas yang khusus dengan kelas yang lebih umum. Kedua yaitu cluster yang merupakan kumpulan dari kelas yang saling berhubungan. Kelas didalam sebuah cluster umumnya memiliki hubungan generalisasi atau agregasi. • Struktur antarobjek Terbagi dua jenis, yang pertama adalah agregasi yang menunjukan hubungan antara dua atau lebih objek yang menunjukkan bahwa salah satu dari objek merupakan bagian dari suatu objek keseluruhan. Kedua yaitu asosiasi yang mirip dengan agregasi namun hubungan ini tidak menunjukan suatu objek
87 bagian dari objek lain tetapi ke arah lain, misalnya kepemilikan, kemungkinan melakukan berulang-ulang atau lainnya. Subakitvitas dalam pemodelan problem domain structure ditunjukkan pada gambar di bawah ini.
Gambar 2.10 Subaktivitas Pemodelan Problem Domain Structure
Pada aktivitas behavior perilaku yang mungkin terjadi pada objek dijelaskan lebih rinci dengan menggunakan event trace yaitu urutan event yang melibatkan objek tertentu. Setiap objek memiliki event trace yang unik, namun terdapat kemungkinan event trace yang sama untuk setiap objek dalam sebuah class yang disebut behavioral pattern atau pola perilaku. Pola ini terbagi menjadi tiga jenis yaitu: • Sequence, yaitu event yang terjadi secara berurutan satu per satu. • Selection, merupakan pemilihan salah satu dari beberapa event yang terjadi. • Iteration, yaitu event yang terjadi berulang kali. Behavioral pattern yang terbentuk untuk setiap class dapat digambarkan dengan sebuah diagram yaitu statechart diagram dimana pola yang terbentuk digambarkan
88 dari mulai objek diaktifkan (initial state), event trace yang mungkin, status dari setiap hasil perilaku, sampai dengan objek diterminasi (final state). Subaktivitas dalam pemodelan behaviour dari objek ditunjukkan pada gambar di bawah ini.
Gambar 2.11 Subaktivitas Pemodelan Problem Domain Behaviour
b. Application-domain Analysis
Application domain merupakan organisasi yang mengatur, mengawasi, atau mengendalikan problem domain. Tujuan dari analisis application domain adalah untuk menentukan fungsi-fungsi dan antar muka apa saja yang dibutuhkan oleh penggunaan sistem. Analisis application domain terdiri dari beberapa aktivitas antara lain :
Menentukan penggunaan sistem dan bagaimana sistem berinteraksi dengan user.
Menentukan fungsi dan kemampuan sistem dalam mengolah informasi.
Menentukan kebutuhan interface sistem dan merancang interface.
89
Berikut ini merupakan gambaran aktivitas-aktivitas yang dilakukan pada saat melakukan analisis application domain (Mathiassen et al., 2000, p119-170):
Gambar 2.12 Aktivitas Application Domain Analysis
Aktivitas usage merupakan bagian dari analisis application domain yang menentukan bagaimana sistem berinteraksi dengan manusia dan sistem di dalam konteks. Dalam aktivitas usage, hal pertama yang harus dilakukan adalah membuat actor table yang dapat membantu menentukan actor dan use case yang berkaitan. Langkah selanjutnya adalah membuat use case diagram sehingga terlihat lebih jelas interaksi antara actor dengan masing-masing use case. Subaktivitas usage ditunjukkan pada gambar di bawah ini.
Gambar 2.13 Subaktivitas Pemodelan Usage
90 Aktivitas fuction berfokus pada apa yang dapat dilakukan sistem untuk membantu actors (pengguna atau sistem lain yang berhubungan dengan sistem yang dituju) dalam pekerjaan mereka. Function sendiri merupakan fasilitas sistem yang menjadikan sistem tersebut berguna bagi actor. Function terbagi menjadi empat jenis yaitu : • Update yaitu dimana function diaktifkan oleh event problem domain dan meghasilkan perubahan status model. • Signal, dimana function diaktifkan oleh perubahan status model dan menghasilkan reaksi di dalam konteks. • Read, yaitu dimana function diaktifkan oleh kebutuhan informasi actor dan mengakibatkan sistem menampilkan bagian tertentu dari model yang relevan. • Compute, dimana function diaktifkan oleh kebutuhan informasi actor yang mengandung perhitungan informasi yang disediakan oleh actor maupun model. Hasilnya adalah tampilan dari hasil perhitungan tersebut. Berikut ini adalah gambar subaktivitas dari function :
Gambar 2.14 Subaktivitas Pemodelan Function
91 Aktivitas interface berfokus pada penentuan antarmuka yang dibutuhkan sistem. Antarmuka adalah fasilitas yang memungkinkan model sistem dan function dari sistem agar dapat digunakan oleh para actors. Hasil dari aktivitas ini terbagi dua yaitu yang berupa antarmuka untuk user yaitu dialogue styles dan bentuk presentasi, daftar lengkap elemen antarmuka user, diagram window yang dipilih, dan navigation diagram. Hasil lainnya yaitu berupa antarmuka untuk sistem lain yang berupa class diagram untuk peralatan eksternal dan prosedur untuk berinteraksi dengan sistem lain. Subaktivitas analisis interface ditunjukkan pada gambar di bawah ini.
Gambar 2.15 Subaktivitas Pemodelan Interfaces
92 c. Architectural Design
Architectural design berfungsi sebagai kerangka kerja dalam aktivitas pengembangan sistem serta menghasilkan struktur komponen dan proses sistem. Tujuan dari architectural design adalah untuk menstrukturisasi sebuah sistem yang terkomputerisasi. Tahap architectural design terdiri dari tiga aktivitas yaitu criteria, component architecture, dan process architecture seperti yang ditunjukkan pada gambar di bawah ini.
Gambar 2.16 Aktivitas Architectural Design
Gambar diatas merupakan aktivitas yang terdapat dalam architertural design. Aktivitas pertama yaitu criteria merupakan aktivitas yang menentukan kriteria (properti yang diinginkan dari sebuah arsitektur) dan kondisi (teknik, organisasi, human opportunities, dan batasan yang terlibat dalam melaksanakan pekerjaan) dalam perancangan. Tabel 2.2 menunjukan daftar kriteria yang direkomendasikan oleh Mathiassen et al. (2000, p178) untuk menentukan kualitas software.
93 Tabel 2.2 Kriteria Klasik untuk Menentukan Kualitas Software Kriteria
Ukuran
Usable
Kemampuan sistem beradaptasi dengan context organisasional dan teknikal.
Secure
Pencegahan akses ilegal terhadap data dan fasilitas.
Efficient
Eksploitasi ekonomis dari fasilitas technical platform.
Correct
Kesesuaian dengan kebutuhan.
Reliable
Fungsi yang dijalankan secara tepat.
Maintainable
Biaya untuk mencari dan memperbaiki kerusakan sistem.
Testable
Biaya untuk menjamin bahwa sistem melakukan fungsinya.
Flexible
Biaya memodifikasi sistem.
Comprehensible Usaha yang diperlukan untuk memahami sistem. Reusable
Penggunaan bagian dari sistem ke dalam sistem lain yang berkaitan.
Portable
Biaya memindahkan sistem ke technical platform lain.
Interoperable
Biaya pemasangan sistem dengan sistem lain.
Kriteria usable, flexible, dan comprehensible tergolong sebagai kriteria umum yang harus dimiliki oleh sebuah sistem dan menentukan baik tidaknya suatu rancangan sistem. Usablility menetapkan bahwa kualitas terbaik sistem ditentukan dari bagaimana sistem tersebut bekerja di dalam konteks. Flexibility menetapkan bahwa arsitektur sistem mengakomodasi perubahan organisasi dan kondisi teknis.
94 Comprehensible menetapkan bahwa perkembangan kerumitan sistem yang terkomputerisasi, model dan penjelasannya harus mudah dipahami. Pada aktivitas component architecture akan dibuat suatu sruktur sistem dari komponen-komponen yang berhubungan dalam bentuk component diagram yang merupakan class diagram dengan spesifikasi dari komponen yang kompleks. Komponen terbagi menjadi tiga macam yaitu user interfaces yang bertanggung jawab
untuk membaca perintah tombol dan memperbaharui tampilan yang
memungkinkan user untuk berinteraksi dengan sistem, function yang bertanggung jawab untuk menyediakan fungsi sistem, dan model. Dalam component architecture terdapat tiga macam pola yaitu : •
Layered Architecture Pattern Arsitektur ini membentuk komponen menjadi lapisan-lapisan dimana masingmasing komponen memiliki tanggung jawab downward interface (operasi yang dapat diakses komponen yang ada di lapisan bawahnya) dan upward interface (operasi yang dapat dilakukan komponen pada lapisan diatasnya).
•
Generic Architecture Pattern Arsitektur ini meletakan komponen model pada lapisan paling bawah, kemudian komponen function pada lapisan diatasnya dan komponen user interface pada lapisan paling atas.
•
Client-Server Architecture Pattern Arsitektur ini dikembangkan untuk sistem yang terdistribusi dengan prosesor yang tersebar dibeberapa area geografis yang berbeda. Susunannya adalah kumpulan client pada lapisan atas dan server pada lapisan dibawahnya.
95 Tabel 2.3 Bentuk-Bentuk Distribusi Client- Server Architecture Client
Server
Architecture
U
U+F+M
Distributed presentation
U
F+M
Local presentation
U+F
F+M
Distributed functionality
U+F
M
Centralized data
U+F+M
M
Distributed data
Gambar 2.17 Subaktivitas Pemodelan Component Architecture
Aktivitas process component akan menyusun struktur eksekusi sistem dari proseproses yang saling bergantung dalam bentuk deployment diagram yang menunjukan prosesor dengan komponen program dan objek aktif yang ditetapkan. Terdapat tiga pola distribusi dalam menetapkan komponen dan objek dalam prosesor ini, yaitu :
96 •
Centralized Pattern Client terdiri dari komponen user dan system interfaces sedangkan server terdiri dari komponen user dan system interfaces, function, dan model.
•
Distributed Pattern Client terdiri dari komponen user dan system interfaces, function, dan model sedangkan server hanya terdiri dari komponen system interfaces.
•
Decentralized Pattern Client terdiri dari komponen user dan system interfaces, function, dan model lokal sedangkan server terdiri dari komponen user dan system interfaces, function, dan model keseluruhan.
Gambar 2.18 Subaktivitas Pemodelan Process Architecture
97 d. Component Design
Tujuan dari aktivitas ini adalah menentukan implementasi dari kebutuhan ke dalam kerangka kerja arsitektur. Oleh karena itu aktivitas ini berisi perancangan terhadap komponen sistem yaitu model dan function yang hasilnya berupa deskripsi mengenai komponen tersebut.
Gambar 2.19 Component Design Aktivitas merancang komponen terbagi dua yaitu model component dan function component. Aktivitas model component lebih ke arah bagaimana merealisasikan model sebagai class di dalam sistem. Model component adalah bagian dari sistem yang mengimplementasi model dari problem domain. Tujuannya yaitu mengantarkan data historis dan saat ini ke function, interfaces, dan terutama kepada user dan sistem lain. Hasilnya adalah class diagram dari model component yang telah direvisi.
Gambar 2.20 Subaktivitas Design of Component
98 Function component lebih mengarah pada bagaimana fungsi diimplementasi. Function component adalah bagian dari sistem yang mengimplementasi kebutuhan fungsional. Tujuannya yaitu memberikan akses terhadap model
kepada user
interface dan sistem lain. Hasil aktivitas ini adalah class diagram dengan operasi dan spesifikasi dari operasi yang kompleks. Function dirancang dengan diimplementasi menggunakan operasi (properti proses yang dispesifikasi dalam class dan diaktifkan melalui objek) dalam class sistem. Terdapat empat tipe dalam merancang function sebagai operasi yaitu : • Update, menerima data input yang mempengaruhi problem domain dan mengembalikan output ke tempat dimana ia diaktifkan. • Read, merefleksikan kebutuhan user atau sistem lain untuk mendapatkan informasi dari model. • Compute, menunjukkan bahwa user atau sistem lain membutuhkan pemrosesan data yang mungkin melibatkan rujukan dari model. • Signal, menunjukkan kebutuhan untuk pengamatan atau pengawasan. Selain itu, terdapat empat pola eksplorasi untuk merancang function component yaitu Model-Class Placement, Function-Class Placement, Startegy, dan Active Function. Aktivitas connecting component berfokus pada menilai bagaimana komponenkomponen tersebut saling terhubung. Hubungan ini ditunjukan dengan penilaian terhadap coupling (ukuran seberapa dekat dua buah class atau komponen terkait) dan cohesion (ukuran seberapa baik sebuah class atau komponen digabungkan bersama. Hasil aktivitas ini adalah class diagram dari komponen yang saling berhubungan.
99
Gambar 2.21 Subaktivitas Connecting Component
2.4.7.7 Unified Modeling Language (UML)
Menurut Whitten et al. (2004, p430), UML atau Unified Modeling Language adalah satu set konvensi pemodelan yang digunakan untuk menggambarkan atau menspesifikasikan sebuah sistem software dalam bentuk objek – objek. UML bukanlah suatu metode untuk pengembangan sistem, melainkan hanya notasi yang berisi diagram standard yang digunakan untuk mengembangkan OOAD (Object Oriented Analysis and Design). Perkembangan UML dimulai dari perkembangan pendekatan analisis dan perancangan object oriented pada pertengan 1970 sampai akhir 1980 karena peningkatan aplikasi software yang ada pada saat itu. Metode object oriented juga mulai diujicobakan dari tahun 1989 sampai 1994, contohnya Grady Booch dari Rational Software Co. yang dikenal dengan OOD (Object-Oriented Design) dan James Rumbaugh dari General Electric yang dikenal dengan OMT (Object Modelling Technique). Namun dirasakan kelemahan dari UML yaitu tidak adanya standar penggunaan model yang berbasis object oriented. Oleh karena itu Booch, Rumbaugh dan Ivar Jacobson bekerja sama mendiskusikan suatu model bahasa yang seragam yang dapat digunakan di seluruh dunia (unified modeling language).
100 2.4.7.8 Diagram dalam Analisis dan Perancangan Berorientasi Objek
Berikut ini merupakan delapan diagram yang menggambarkan empat tahapan aktivitas utama analisis dan perancangan sistem informasi berorientasi objek yang berpedoman kepada Mathiassen et al.
Rich Picture
Menurut Mathiassen et al. (2000, p26) rich picture merupakan sebuah gambaran yang berisi informasi, yang menggambarkan pemahaman dari sebuah situasi. Rich picture berisi sebuah pandangan menyeluruh dari people, object process, structure, dan problem dalam system problem dan application domain. People dapat berupa system developer, user, pelanggan, atau pemain lain. Object dapat berupa banyak benda seperti mesin, dokumen, lokasi, departemen, dan yang lainnya. Process menguraikan aspek dari sebuah situasi yang berubah, tidak stabil, atau di bawah pengembangan. Secara grafik, process diilustrasikan dengan simbol panah. Structure menguraikan aspek dari sebuah situasi yang terlihat stabil atau sulit untuk diubah. Secara grafik, structure diuraikan dalam satu dari dua cara: menggambar garis antara elemen-elemen atau menempatkan elemen-elemen yang berhubungan dalam sebuah figur umum, seperti segi empat atau lingkaran.
101
Gambar 2.22 Contoh Rich Picture
Class Diagram
Mathiassen et al. (2000, p336), menjelaskan bahwa class diagram adalah gambaran struktur objek dari sistem. Class diagram menunjukkan class objek yang membentuk sistem dan hubungan struktural diantara class objek tersebut. Sedangkan menurut Whitten et al. (2004, p455) menyatakan bahwa class diagram adalah gambaran secara grafik dari sistem statis struktur objek, yang menunjukkan objek dari class dari sistem yang dihubungkan antara objek dari class tersebut. Menurut Whitten et al. (2004, pp455-459), terdapat tiga jenis hubungan antar class yang biasa digunakan dalam class diagram, yaitu : 1.
Asosiasi dan multiplicity Asosiasi merupakan hubungan statis antar dua objek atau class. Hubungan ini menggambarkan apa yang perlu diketahui oleh sebuah class mengenai class lainnya. Hubungan ini memungkinkan sebuah objek atau class mereferensikan objek atau class lain dan saling mengirimkan pesan. Sedangkan
102 multiplicity adalah notasi yang menjelakan hubungan antara class yang telah dihubungkan tersebut. Asosiasi
Cutomer
Address 1
0..*
Multiplicity Sumber: Whitten et al. (2004, p461)
Gambar 2.23 Contoh Hubungan Asosiasi dan Multiplicity
2.
Generalisasi atau Spesialisasi Dalam hubungan generalisasi, terdapat dua jenis class, yaitu class supertype dan class subtype. Class supertype atau class induk memiliki atribut dan behavior yang umum dari hirarki tersebut. Class subtype atau class anak memiliki atribut dan behavior yang unik dan juga memiliki atribut dan behavior milik class induknya. Class induk merupakan generalisasi dari class anaknya, sedangkan class anak merupakan spesialisasi dari class induknya.
103
Sumber: Whitten et al. (2004, p434)
Gambar 2.24 Contoh Hubungan Generalisasi
3.
Agregasi Agregasi merupakan hubungan yang unik dimana sebuah objek merupakan bagian dari objek lain. Hubungan agregasi adalah hubungan tidak simetris, dimana objek B merupakan bagian dari objek A, tetapi objek A bukan merupakan bagian dari objek B. Pada hubungan ini, objek yang menjadi bagian dari objek tertentu tidak akan memiliki atribut atau behavior dari objek tersebut (berbeda dari generalisasi).
Sumber: Whitten et al. (2004, p439)
Gambar 2.25 Contoh Hubungan Agregasi
104
(Sumber: Whitten et al. (2004, p461)
Gambar 2.26 Contoh Class Diagram
Statechart Diagram
Menurut Whitten et al. (2004, p700), statechart diagram merupakan sebuah diagram UML yang menjelaskan kombinasi dari status objek dalam siklus hidupnya, yang dipicu oleh event sehingga status dapat berubah – ubah. Sedangkan Mathiassen et al. (2000, p341), menguraikan bahwa statechart diagram merupakan pemodelan perilaku dinamis dari sebuah objek dalam sebuah class yang spesifik dan berisi state dan transition. Whitten et al. (2004, p700), menguraikan langkah – langkah pembuatan statechart diagram adalah sebagai berikut : 1.
Mengidentifikasi initial dan final state.
2.
Mengidentifikasi status objek selama masa hidup objek tersebut.
105 3.
Mengidentifikasi event pemicu perubahan status objek.
4.
Mengidentifikasi jalur perubahan status. Participant registered (registration date)
Active
Participant cancelled (cancellation date)
Participant registered (registration date) Cancelled
Sumber: Mathiassen et al. (2000, p358)
Gambar 2.27 Contoh Statechart Diagram
Use Case Diagram
Menurut Whitten et al. (2004, p441), use case diagram merupakan gambaran interaksi antara sistem dan user. Sedangkan Mathiassen et al. (2000, p343) menyatakan bahwa use case diagram adalah deskripsi secara grafis yang menggambarkan hubungan antara actors dan use case. Penjelasan use case biasa ditambahkan untuk menjelaskan langkah-langkah interaksi. Deposit obtain customer
deposit
Loan cash withdrawal
Customer
establishment
Bank employee
maintain
payments
Sumber: Mathiassen et al. (2000, p129)
Gambar 2.28 Contoh Use Case Diagram
106
Setelah pembuatan use case diagram, kemudian dilanjutkan dengan narasi dari masing-masing use case. Narasi dari masing-masing use case ditujukan sebagai dokumentasi mengenai apa yang harus dilakukan oleh actor terhadap sistem (actor action) dan bagaimana sistem merenspon tindakan actor (system respons). Selain itu, narasi tersebut juga menggambarkan hubungan antara actor dengan objek dalam suatu use case. Jadi, secara keseluruhan, use case specification merupakan penggambaran secara rinci dari setiap use case yang telah digambarkan dalam use case diagram.
Sequence Diagram
Sequence diagram menggambarkan model logis interaksi pesan antar objek dalam urutan waktu. Diagram ini menggambarkan bagaimana objek saling berinteraksi melalui pesan untuk menjalankan sebuah use case atau operasi dan menggambarkan bagaimana pesan dikirim dan diterima objek (Whitten et al., 2004, p441). Sequence diagram digunakan pada aktivitas interface pada application domain analysis.
107
Gambar 2.29 Contoh Sequence Diagram
Navigation Diagram
Menurut Mathiassen et al. (2000, p344) navigation diagram merupakan statechart diagram khusus yang berfokus pada user interface. Diagram ini menunjukkan window– window serta transisi di antara window–window tersebut. Sebuah window dapat digambarkan sebagai sebuah state. State ini memiliki nama dan berisi gambar miniatur window. Transisi antar state dipicu oleh ditekannya sebuah tombol yang menghubungkan dua window.
108
Sumber: Mathiassen et al. (2000, p366)
Gambar 2.30 Contoh Navigation Diagram
109 Component Diagram
Menurut Whitten et al. (2004, p442) component diagram merupakan diagram implementasi yang digunakan untuk menggambarkan arsitektur fisik dari software sistem. Diagram ini dapat menunjukkan bagaimana coding pemrograman terbagi menjadi komponen-komponen dan juga menunjukkan ketergantungan antar komponen tersebut.. Mathiassen et al. (2000, p190), component diagram adalah sebuah diagram yang menjelaskan hubungan antara komponen. Komponen itu sendiri adalah sebuah kumpulan yang berisi bagian–bagian program yang dibentuk dalam satu kumpulan dan memiliki tanggung jawab. Sebuah komponen digambarkan dalam UML sebagai sebuah kotak dengan dua kotak kecil di sebelah kirinya. Ketergantungan antar dua komponen menunjukkan bagaimana kedua komponen tersebut saling berkomunikasi.
Sumber: Mathiassen et al. (2000, p201)
Gambar 2.31 Contoh Component Diagram
110 Deployement Diagram
Menurut Mathiassen et al. (2000, p340), deployment diagram menunjukkan konfigurasi sistem dalam bentuk processor dan objek yang terhubung dengan processor tersebut. Sedangkan menurut Whitten et al. (2004, p442), deployment diagram merupakan diagram implementasi yang menggambarkan arsitektur fisik sistem. Deployment diagram tidak hanya menggambarkan arsitektur fisik software saja, melainkan software dan hardware. Diagram ini menggambarkan komponen software, processor, dan peralatan lain yang melengkapi arsitektur sistem Setiap kotak dalam deployment diagram menggambarkan sebuah node yang menunjukkan sebuah hardware. Hardware dapat berupa PC, mainframe, printer, atau bahkan sensor. Software yang terdapat di dalam node digambarkan dengan simbol komponen. Garis yang menghubungkan node menunjukkan jalur komunikasi antar device.
Sumber: Mathiassen et al. (2000, p217)
Gambar 2.32 Contoh Deployment Diagram