BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1 Kajian Pustaka Telaah yang dilaksanakan untuk memecahkan suatu masalah yang pada dasarnya bertumpu pada penelaahan kritis dan mendalam terhadap bahan-bahan pustaka yang relevan. Telaah pustaka semacam ini biasanya dilakukan dengan cara mengumpulkan data atau informasi dari berbagai sumber pustaka yang kemudian disajikan dengan cara baru dan atau untuk keperluan baru. Dalam hal ini bahan-bahan pustaka itu diperlukan sebagai sumber ide untuk menggali pemikiran atau gagasan baru, sebagai bahan dasar untuk melakukan deduksi dari pengetahuan yang sudah ada, sehingga kerangka teori baru dapat dikembangkan, atau sebagai dasar pemecahan masalah.
2.1.2 Pemasaran 2.1.2.1 Pengertian Pemasaran Pada saat ini, konsep pemasaran tidak hanya mencakup kebutuhan dan keinginan saja, tetapi juga mencakup pengharapan konsumen, dan hal ini berkaitan dengan semakin banyaknya informasi yang diterima oleh konsumen sehingga menimbulkan tuntutan yang lebih tinggi akan pemenuhan kebutuhan, keinginan, dan harapan itu sendiri. Oleh karena itu, konsumen perlu 12
13
mendapatkan perhatian yang lebih khusus, karena konsumen merupakan pasar bagi produk yang dihasilkan oleh perusahaan. Menurut Kotler&Amstrong (2008, hal.5) pemasaran adalah proses perusahaan menciptakan nilai untuk konsumennya dan membangun hubungan kuat dengan konsumen dengan tujuan untuk menciptakan nilai keuntungan dari konsumen. Menurut Kurtz (2008, hal.7) pemasaran adalah fungsi organisasi dan sebuah proses untuk menciptakan, mengkomunikasikan, dan mengirimkan nilai untuk konsumen
dan
mengatur
hubungan
dengan
konsumen
sebagai
cara
menguntungkan perusahaan dan juga pihak berkepentingan. Berdasarkan definisi-definisi yang dikemukakan oleh para ahli pemasaran di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa pemasaran adalah suatu proses atau aktivitas yang direncanakan terlebih dahulu kemudian dilaksanakan dengan melakukan pertukaran yang memberikan nilai terhadap barang atau jasa tersebut kepada pihak konsumen.
2.1.3 E-Commerce 2.1.3.1 Pengertian E-commerce Menurut Chaffey (2011, hal.8) pengertian e-commerce adalah suatu kegiatan yang merujuk pada pembelian dan penjualan menggunakan internet, contohnya perusahaan retail seperti Amazon.
14
Kalakota&Whinston (Chaffey 2011, hal.11) mendefinisikan e-Commerce dari beberapa perspektif, yaitu: 1) perspektif komunikasi, e-commerce adalah pengiriman informasi, produk dan jasa, atau pembayaran melalui jaringan telepon, atau jalur komunikasi lainnya. 2) perspektif proses bisnis, e-commerce adalah aplikasi teknologi menuju otomatisasi transaksi bisnis dan aliran kerja perusahaan. 3) perspektif pelayanan, e-commerce adalah alat yang digunakan untuk mengurangi biaya dalam pemesanan dan pengiriman barang. 4) perspektif online, e-commerce menyediakan kemampuan untuk menjual dan membeli produk serta informasi melalui internet dan jaringan jasa online lainnya. Jadi dapat di katakan e-commerce adalah penggunaan jaringan komputer untuk melakukan komunikasi bisnis dan transaksi komersial.
2.1.3.2 Klasifikasi E-commerce Penggolongan e-commerce yang biasa dilakukan orang ialah berdasarkan sifat transaksinya menurut Turban E & Volonino L ( 2010, hal.201) antara lain:
15
1. Business to Business (B2B) Jenis transaksi dimana pembeli biasanya membeli dalam jumlah besar karena akandijual kembali. Contoh websitenya: EC PlAZA (ecplaza.net). Karakteristiknya : •
Penjualan barang / jasa dalam jumlah yang banyak atau borongan.
•
Biasanya dengan harga yang khusus / lebih murah, karena pembelian dilakukan dengan jumlah banyak guna dijual kembali.
•
Koneksi online antara vendor dengan pembeli.
2. Business to Consumer (B2C) Jenis transaksi dimana pembelinya perorangan dan tidak punya tujuan untuk menjualnya kembali biasanya semacam toko online yang menjual berbagai macam barang. Contoh websitenya : AMAZON (amazon.com) Karakteristiknya : •
Penjualan secara eceran dari perusahaan/ badan bisnis langsung ke konsumen akhir
•
Produk eceran yang sangat beraneka ragam
•
Pembayaran secara on-line menggunakan kartu kredit
•
Berbelanja dengan sangat mudah
16
3. Consumer to Consumer (C2C) Jenis transaksi dimana pembelinya perorangan yang tidak mempunyai tujuan untuk dijual kembali dan penjualnya juga perorangan yang tidak menyediakan bermacam-macam barang melainkan hanya beberapa barang saja. Contoh websitenya : Tokobagus.com. Karakteristiknya : •
Pada lingkup konsumen ke konsumen bersifat khusus karena transaksi yang dilakukan hanya antar konsumen saja, seperti lelang barang.
•
Internet dijadikan sebagai sarana tukar menukar informasi tentang produk, harga, kualitas dan pelayanannya.
•
Konsumen juga membentuk komunitas pengguna atau penggemar suatu produk, sehingga jika ada ketidakpuasan suatu produk, maka akan segera tersebar luas melalui komunitas tersebut.
4. Consumer to Business (C2B) adalah perseorangan yang menjual produk atau layanan kepada organisasi, dan perseorangan yang mencari penjual, berinteraksi dengan mereka dan menyepakati suatu transaksi. Contoh websitenya : priceline.com
17
Karakteristiknya : •
E-commerce antara individu dan perusahaan secara langsung.
•
Dengan semakin banyaknya individu yang menawarkan produk dan jasa melalui internet maka pasar C2B semakin potensial.
•
Perusahaan mendapatkan akses yang luas pada produk dan jasa ditawarkan oleh individu.
5. Business to business to consumer (B2B2C). Dalam hal ini B2B2C adalah campuran dari B2B dan B2C, di mana terdapat perusahaan yang menyediakan produk/jasa mereka kepada klien/agen dan di lain sisi klien/agen tersebut juga mempunyai konsumen tempat mereka menjual produk/jasa tersebut. Contohnya : Qantas’ Pan Pasific, yang meyediakan jasa perjalanan seperti tiket pesawat terbang dan kamar hotel untuk rekan bisnis seperti travel agen, yang menjual jasa kepada pelanggannya. Karakteristiknya : •
Perusahaan mendapat banyak keuntungan seperti lebih cepat, nyaman, dan efisien.
6. Government to Citizen (G2C) . Jenis transaksi yang menyediakan produk dan layanan pemasaran kepada para agen pemerintah melalui teknik komunikasi pemasaran yang terintegrasi, seperti hubungan masyarakat strategis, branding, periklanan, dan komunikasi berbasis web. Contoh website nya:
18
http://www.whitehouse.gov/ . Isi : Menyediakan layanan/service dari pemerintah USA ke rakyatnya secara online. Karakteristiknya : •
Merupakan suatu mekanisme baru (modern) antara Pemerintah dengan masyarakat dan kalangan lainnya yang berkepentingan (stakeholder)
•
Melibatkan penggunaan TI (Terutama Internet)
•
Memperbaiki mutu (kualitas) pelayanan yang selama ini berjalan
2.1.3.3 Manfaat E-commerce Menurut Turban E & Volonino L (2010, hal.206) ada beberapa manfaat yang dirasakan oleh organisasi, konsumen, dan masyarakat, yaitu : Adapun manfaat yang dirasakan konsumen jika mereka menggunakan e-commerce dalam hal berbelanja, yaitu : •
Bagi organisasi - Menurunkan biaya telekomunikasi karena internet jauh lebih murah daripada jaringan telepon - Memungkinkan perusahaan untuk pengadaan barang dan jasa dari negara lain dengan waktu yang cepat dan biaya yang terjangkau
19
•
Bagi konsumen - Memungkinkan pelanggan untuk berbelanja atau melakukan transaksi lain selama 24 jam sehari sepanjang tahun dari hampir setiap lokasi. - Memberikan lebih banyak pilihan kepada pelanggan; mereka bisa memilih berbagai produk dari banyak vendor
•
Bagi masyarakat - Dalam beberapa kasus, khususnya pada produk-produk yang digitized, E-Commerce menjadikan pengiriman menjadi sangat cepat. - Pelanggan bisa menerima informasi relevan secara detail dalam hitungan detik, bukan lagi hari atau minggu.
2.1.4 Service Encounter 2.1.4.1 Pengertian Service Encounter Service encounter seringkali berpengaruh besar pada pembentukan kesan awal atas organisasi jasa secara keseluruhan, apalagi apabila konsumen tidak memiliki basis utama untuk menilai organisasi. Berdasarkan beberapa penelitian terhadap service quality dan service satisfaction juga menegaskan pentingnya kualitas dari interaksi antara personel perusahaan dengan konsumen dalam penilaian keseluruhan terhadap kualitas jasa dan atau kepuasaan layanan (overall quality and/or satisfaction with services).
20
Kontak telepon, email dan interaksi tatap muka dengan karyawan perusahaan dapat sangat penting dalam membentuk persepsi pelanggan terhadap kualitas jasa, setiap service encounter berkontribusi pada pembentukan kepuasan keseluruhan pelanggan dan kesediaan untuk melakukan bisnis kembali dengan perusahaan yang sama. Ditilik dari sudut pandang organisasi, setiap service encounter memberikan peluang untuk membuktikan potensi perusahaan sebagai penyedia jasa berkualitas dan meningkatkan loyalitas pelanggan. Menurut Fandy Tjiptono (2006, hal.144) service encounter merupakan suatu keadaan dimana pelanggan berinteraksi dengan perusahaan jasa. Setiap service encounter
berkontribusi
pada
kepuasan
keseluruhan
pelanggan
dan
ketersediaanya untuk melakukan bisnis lagi dengan perusahaan yang sama. Menurut Fitzsimmons & Fitzsimmons, 2008 (dalam Journal of Hospitality Marketing & Management) service encounter merupakan pertemuan layanan, juga disebut sebagai "moment of truth," dapat didefinisikan sebagai interaksi antara pelanggan dengan organisasi pelayanan (yaitu, staf layanan, pelanggan lain dalam mengkonsumsi organisasi) Menurut Lovelock (2011, hal.67) service encounter merupakan sebuah periode waktu ketika pelanggan berinteraksi langsung dengan jasa. Seluruh pengalaman jasa dapat direduksi menjadi hanya sekali pertemuan yaitu mulai dari pemesanan, pembayaran, dan pelaksanaan penyerahan jasa dilakukan di tempat. Semakin tinggi tingkat kontak pelanggan dengan pengoprasian jasa, pertemuan jasa akan banyak dan lama.
21
Dapat disimpulkan bahwa service encounter merupakan interaksi pelanggan selama mengkonsumsi jasa. Interkasi tersebut melibatkan interaksi personal antara pelanggan dengan karyawan, kontak dengan pelanggan maupun interaksi antara pelanggan dengan self-service equipment dan atmosfir jasa.
2.1.4.2 Indikator Service Encounter Melalui serangkaian penelitian terhadap berbagai macam industri jasa mengidentifikasikan indikator service encounter kedalam tiga kategori berikut Menurut Fandy Tjiptono (2006, hal.143) : 1. Remote encounter, service encounter terjadi tanpa adanya kontak langsung dengan karyawan, misalnya pelanggan berinteraksi dengan mesin ATM, melalui situs internet atau melalui automatic dial-in ordering. 2.
Phone encounter atau dapat disebut juga dengan call center, service encounter berlangsung apabila terjadi interaksi antara konsumen dengan petugas perusahaan penyedia jasa melalui telepon. Phone encounter banyak digunakan oleh perusahaan untuk keperluan layanan pelanggan ataupun pemesanan produk..
3. Face-to-face encounter adalah interaksi langsung antara karyawan dan pelanggan yang meliputi perilaku verbal dan nonverbal. Menentukan dan memahami isu-isu kualitas jasa dalam face to face encounters merupakan yang paling kompleks dari ketiga indikator service encounters.
22
2.1.4.3 Hal-hal yang mempengaruhi Service Encounter Menurut Lovelock (2007, hal.77), pelanggan mendasarkan keputusan tentang kualitas jasa pada beberapa faktor yang mempengaruhi service encounter, yaitu mencakup : 1. Lingkungan jasa. Meliputi semua karakteristik lingkungan yang berwujud di mana penyerahan jasa berlangsung. Fasilitas dan perlengkapan, suasana perusahaan, dan pelanggan-pelanggan lain merupakan bagian dari karakteristik lingkungan yang mempengaruhi apa yang diharapkan pelanggan selama pertemuan jasa dan persepsi tentang kualitas jasa. 2. Karyawan penyedia jasa, di mana karyawan melakukan interaksi langsung dan tatap muka dengan pelanggan. Sikap dan perilaku karyawan akan mempengaruhi kepuasaan pelanggan, untuk itu karyawan harus dengan hati-hati diseleksi, dilatih dan diberikan kompensasi untuk menangani penyerahan jasa secara efektif. 3. Jasa pendukung, terdiri dari bahan atau perlengkapan serta semua proses di belakang panggung yang memungkinkan karyawan di garis depan melakukan pekerjaan dengan baik. Tingkat kualitas jasa dipengaruhi langsung oleh kualitas dari karyawan yang menyampaikan jasa tersebut, yang tentunya akan menentukan tingkat dari kepuasan pelanggan. Mengatur service encounter merupakan salah satu strategi
23
yang bisa dilakukan oleh perusahaan untuk dapat memberikan kepuasan lebih bagi pelanggan
2.1.5 Kepuasan Pelanggan 2.1.5.1 Pengertian Kepuasan Pelanggan Menurut Kotler dan Keller (2008, hal.16) kepuasan adalah perasaan senang atau
kecewa
seseorang
yang
muncul
setelah
membandingkan
antara
persepsi/kesannya terhadap kinerja atau hasil suatu produk/jasa dan harapanharapannya. Kepuasan pelanggan dapat dibangun melalui kualitas pelayanan dan nilai yang terdapat dalam inti pelayanan tersebut. Kualitas pelayanan dapat diperoleh dari persepsi pelanggan terhadap produk yang diterima, sedangkan nilai dari keseluruhan jumlah total yang ditangkap pelanggan sebagai hal yang bermutu. Kualitas pelayanan tersebut meliputi inti pelayanan, unsur penyampaian, sistematika penyampaian pelayanan, wujud pelayanan dan tanggungjawab sosial. Ukuran kepuasan pelanggan yang berkaitan dengan kualitas pelayanan, diperoleh dari survei para pelanggan yang menjadi mitra bisnis perusahaan. Dari penelitian tersebut didapatkan bahwa kepuasan pelanggan merupakan perasaan atas kesesuaian harapan-harapan pelanggan dan kesan mereka atas persepsi yang diterima melalui kualitas pelayanan. Jadi kepuasan pelanggan dipengaruhi oleh persepsi mereka atas kualitas pelayanan. Jika persepsi tersebut sesuai pelanggan dipuaskan. Sebaliknya jika tidak sesuai degan persepsi pelanggan, maka mereka
24
tidak merasa puas. Setelah merasa puas mereka melakukan pembelian yang berulang-ulang. Swan, dkk, (Tjiptono 2007, hal.195) memberikan definisi atau pengertian kepuasan pelanggan (customer satisfaction) sebagai evaluasi secara sadar atau penilaian kognitif menyangkut apakah kinerja produk relatif bagus atau jelek atau apakah produk bersangkutan cocok atau tidak cocok dengan tujuan/ pemakaiannya. Lovelock&Wirtz (2007, hal.102) mendefinisikan kepuasan sebagai keadaan emosional, reaksi pasca-pembelian dapat berupa kemarahan, ketidakpuasan, kejengkelan, netralitas, kegembiraan atau kesenangan. Berdasarkan beberapa definisi di atas disimpulkan bahwa kepuasan pelanggan dapat diartikan sebagai layanan yang seharusnya diterima, paling tidak harus sama dengan harapan pelanggan. Pelanggan mengalami berbagai tingkat kepuasan atau ketidakpuasan setelah mengalami masing-masing layanan sesuai dengan sejauh mana harapan terpenuhi atau terlampaui. Pada dasarnya pelanggan mengharapkan, memperoleh produk yang memiliki manfaat pada tingkat harga yang dapat diterima. Menurut Boulding&Andreassen (Ahmad 2010, hal.26) menyatakan bahwa ada dua konseptualisasi yang berbeda dalam kepuasan pelanggan. Pertama, lebih memfokuskan pada kepuasan setelah melakukan transaksi (transaction-specific perspective). Kedua, kepuasan pelanggan yang bersifat kumulatif (cumulative customer satisfaction).
25
Perspektif kepuasan setelah melakukan transaksi lebih diartikan sebagai penilaian yang dilakukan oleh pelanggan setelah membeli sebuah produk. Sedangkan perspektif kumulatif merupakan hasil evaluasi berdasarkan pembelian keseluruhan dan pengalaman pelanggan dengan produk atau jasa yang ditawarkan. Perspektif kepuasan pelanggan kumulatif inilah yang menjadi sebuah hal yang mendasar dalam memprediksi performa perusahaan di masa yang akan datang, dan juga dapat membentuk perilaku positif pelanggan terhadap perusahaan.
2.1.5.2 Komponen Kepuasan Pelanggan Menurut Giese&Cote (Sitaniapessy 2008, hal..104) menidentifikasikan 20 definisi yang diacu dalam riset kepuasan pelanggan. Dari definisi-definisi tersebut kemudian disimpulkan dan ditemukan komponen-komponen utama yaitu : (1) kepuasan pelanggan merupakan respon (emosional atau kognitif); (2) respon menyangkut fokus tertentu (pengalaman mengkonsumsi produk/jasa). Kepuasan konsumen hanya dapat tercapai dengan memberikan pelayanan yang berkualitas kepada konsumennya. Layanan yang baik sering dinilai oleh konsumen secara langsung, karena itu diperlukan usaha untuk meningkatkan kualitas sistem pelayanan yang diberikan agar dapat memenuhi keinginan dan meningkatkan kepuasan konsumen. Jadi kualitas pelayanan merupakan hal penting yang harus diperhatikan oleh perusahaan agar dapat tercapai kepuasan konsumen.
26
2.1.5.3 Faktor Pendorong Terhadap Kepuasan Pelanggan Ada beberapa faktor yang mendorong kepuasan pelanggan menurut Irawan (2003, hal.22-23) terdapat lima element penting mengenai kepuasan pelanggan yaitu sebagai berikut: 1. Kualitas produk Konsumen atau pelanggan akan merasa puas bila hasil evaluasi menunjukkna bahwa produk yang mereka gunakan berkualitas. Beberapa dimensi yang berpengaruh
dalam
membentuk
kualitas
produk
adalah
performance,
reliability,conformance, durability, feature, dan lain-lain 2. Kualitas pelayanan Komponen pembentuk kepuasan pelanggan ini terutama untuk industri jasa. Pelanggan akan merasa puas apabila mereka mendapatkan pelayanan yang baik atau yang sesuai dengan yang diharapkan. Dalam banyak hal, kualitas pelayanan seringkali mempunyai daya diferensiasi yang lebih kuat dibandingkan dengan kualitas produk. 3. Faktor emosional Konsumen yang merasa bangga dan mendapatkan keyakinan bahwa orang lain akan kagum terhadap dia bila menggunakan produk dengan merek tertentu akan cenderung mempunyai tingkat kepuasan yang lebih tinggi. Kepuasan yang didapat bukan karena kualitas dari produk tersebut tetapi self-esteem atau social value yang membuat pelanggan menjadi puas terhadap merek produk tertentu.
27
4. Harga Produk yang mempunyai kualitas yang sama tetapi menetapkan harga yang relatif murah akan memberikan value yang lebih tinggi kepada pelanggannya. Jelas bahwa faktor harga juga merupakan faktor yang penting bagi pelanggan untuk mengevaluasi tingkat kepuasannya. 5. Biaya dan kemudahan Pelanggan yang tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu membuang waktu untuk mendapatkan suatu produk atau jasa akan cenderung puas terhadap produk atau jasa tersebut. Contohnya adalah ATM, dimana pelanggan merasa puas karena mudah dalam mendapatkan pelayanan perbankan.
2.1.5.4 Ciri-ciri Pelanggan Yang Sangat Puas Kunci untuk mempertahankan pelanggan adalah kepuasan konsumen. Pelanggan yang sangat puas menurut Kotler (2008, hal.48) akan : •
Menjadi lebih setia
•
Membeli lebih banyak jika perusahaan memperkenalkan produk baru dan menyempurnakan produk yang ada
•
Memberikan komentar yang menguntungkan tentang perusahaan dan produknya
28
•
Kurang memberikan perhatian pada merek dan iklan pesaing dan kurang sensitive terhadap harga
•
Memberikan gagasan produk atau jasa pada perusahaan
•
Membutuhkan biaya pelayanan yang lebih kecil daripada pelanggan baru karena transaksi menjadi lebih rutin
. 2.1.6
Behavioral Intention
2.1.6.1 Pengertian Behavioral Intention (niat berperilaku) Perilaku niat pelanggan terhadap produk dan jasa merupakan hasil dari proses kepuasan yang dirasakan pelanggan terhadap produk dan jasa yang telah diberikan oleh penyedia produk dan jasa. Kepuasan yang dirasakan pelanggan terhadap produk dan jasa yang telah diberikan dapat memberikan pengaruh perilaku niat pelanggan yang tinggi atau rendah tergantung seberapa besar kepuasan yang dirasakan pelanggan. Pemahaman terhadap perilaku konsumen akan memudahkan manajemen dalam upaya untuk mengembangkan produk atau jasanya sesuai kebutuhan dan keinginan konsumen. Keinginan berperilaku konsumen seringkali didasarkan pada kemungkinan tindakan yang akan dilakukan. Niat berperilaku (behavioral intention) didefinisikan Mowen dalam Ensiklopedia (2012). sebagai keinginan konsumen untuk berperilaku menurut
29
cara tertentu dalam rangka memiliki, membuang dan menggunakan produk atau jasa. Jadi konsumen dapat membentuk keinginan untuk mencari informasi, memberitahukan orang lain tentang pengalamamannya dengan sebuah produk, membeli sebuah produk atau jasa tertentu, atau membuang produk dengan cara tertentu. Menurut Olson&Peter (2008, hal.331) niat berperilaku (behavioral intention) adalah suatu proporsisi yang menghubungkan diri dengan tindakan yang akan datang. Menurut Schiffman&Kanuk (2010, hal.235), niat berperilaku (behavioral intention) adalah frekuensi pembelian atau proporsi pembelian total dari pembeli yang setia terhadap merek tertentu. Menurut Anderson&Mittal, (Liestyana 2009, hal.171) niat perilaku adalah hasil dari proses kepuasan, yang dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok : perilaku ekonomis dan perilaku sosial. Berdasarkan teori diatas, dapat disimpulkan bahwa behavioral intentions adalah suatu indikasi dari bagaimana orang bersedia untuk mencoba dan menanamkan
kepercayaaan
pelanggan
menimbulkan kepuasan tersendiri.
terhadap
perusahaan
sehingga
30
2.1.6.2 Dimensi Behavioral Intention Menurut Parasuraman, Zeithaml, dan Berry (Japrianto 2006, hal.44-52), ditemukan dimensi untuk niat perilaku yaitu: 1. WOM (Word of Mouth) Komunikasi informal tentang produk atau jasa berbeda dengan komunikasi formal karena dalam komunikasi informal pengirim tidak berbicara dalam kapasitas seorang profesional atau komunikator komersial, tetapi cenderung sebagai teman. Komunikasi ini juga disebut komunikasi dari mulut ke mulut (word of mouth communication) yang cenderung lebih persuasif karena pengirim pesan tidak mempunyai kepentingan sama sekali atas tindakan si penerima. Sebagian besar proses komunikasi antar manusia dilakukan melalui mulut ke mulut. Setiap hari seseorang berbicara dengan yang lainnya, saling bertukar pikiran, saling tukar informasi, saling memberikan pendapat dan proses komunikasi lainnya. Mungkin sebenarnya pengetahuan konsumen atas berbagai macam produk lebih banyak disebabkan adanya komunikasi dari mulut ke mulut. Hal itu terjadi karena informasi dari teman akan lebih dapat dipercaya dibandingkan dengan informasi yang diperoleh dari iklan.
31
2. Sensitivitas harga Sensitivitas harga merupakan sikap atau perasaan pelanggan dalam membayar produk pada harga tertentu yang ditawarkan perusahaan terhadap produk yang mereka inginkan. Reaksi pelanggan tersebut berupa pengalihan terhadap produk/merek lain, menunda pembelian atau mereka tidak jadi melakukan pembelian atas produk atau jasa tersebut. Pelanggan memiliki kepekaan yang lebih tinggi terhadap harga untuk produk atau jasa yang memiliki harga yang tinggi atau yang sering dibeli pelanggan. Pelanggan kurang peka terhadap harga untuk produk atau jasa yang memilki harga rendah atau yang jarang mereka beli. Mereka juga kurang peka terhadap harga apabila harga hanya dianggap sebagai sebagian kecil dari biaya total untuk memperoleh, menggunakan dan memperbaiki produk sepanjang masa pakainya (Kottler, 2005). Sensitivitas
harga
dapat
digunakan
untuk
mengukur
tingkat
perpindahan pelanggan ke perusahaan pesaing, setiap perubahan yang dilakukan oleh perusahaan dalam hal perubahan harga atau segala sesuatu yang bertujuan untuk memenangkan persaingan harga dengan perusahaan lain akan lebih baik jika dijelaskan dengan menggunakan pelanggan
yang sensitif terhadap
harga dibandingkan
menggunakan pelanggan yang puas terhadap kinerja perusahaan
dengan
32
3. Pembelian ulang (repeat purchasing) Niat beli didefinisikan sebagai kemungkinan seorang konsumen untuk berminat membeli suatu produk tertentu yang dilihatnya, jika seseorang menginginkan produk dan merasa tertarik untuk memiliki produk tersebut maka mereka berusaha untuk membeli produk tersebut, selain itu faktor yang lainnya adalah rekomendasi dari pihak lain sangatlah penting karena dapat mempengaruhi seseorang untuk terjadinya proses pembelian. Minat membeli merupakan dorongan konsumen untuk melakukan pembelian atau dorongan yang dimiliki oleh seseorang untuk melakukan pembelian ulang. Perilaku pembelian ulang seringkali dihibungkan dengan loyalitas merek. Akan tetapi, ada perbedaan di antara keduanya. Bila loyalitas untuk mencerminkan komitmen psikologis terhadap merek tertentu, maka perilaku pembelian ulang semata-mata menyangkut pembelian merek tertentu yang sama secara berulang kali. 4. Loyalitas pelanggan Menurut Lovelock dan Wirtz (2011, hal.338) dimana loyalitas merupakan keinginan pelanggan untuk terus berlangganan pada perusahaan dalam jangka waktu yang panjang, dan merekomendasikan produk tersebut kepada teman dan kolega.
33
Loyalitas pelanggan merupakan salah satu tujuan inti yang diupayakan dalam pemasaran modern. Hal ini dikarenakan dengan loyalitas diharapkan perusahaan akan mendapatkan keuntungan jangka panjang atas hubungan mutualisme yang terjalindalam kurun waktu tertentu.
2.2 Kerangka Pemikiran Secara garis besar,melalui penelitian ini penulis akan : 1) Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh yang signifikan antara service encounter terhadap kepuasan pelanggan pada PT Lamuda Tenka (Groupon Disdus) 2) Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh yang signifikan antara kepuasan pelanggan terhadap behavioral intention pada PT Lamuda Tenka (Groupon Disdus) 3) Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh yang signifikan antara service encounter terhadap behavioral intention pada PT Lamuda Tenka (Groupon Disdus)
34
SERVICE ENCOUNTER (X)
KEPUASAN PELANGGAN (Y)
1. Remote Encounter
1. Respon (emotional / kognitif)
2. Phone Encounter 3. Face to face Encounter
2. Respon menyangkut fokus tertentu
(Fandy Tjiptono (2006, hal 143)
(Giese dan Cote)
BEHAVIOR INTENTION (Z) 1. WOM 2. Sensitivitas harga 3. Repeat purchasing 4. Loyalitas pelanggan (Parasuraman, Zeithaml, dan Berry)
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
35
2.3
Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran, hipotesis penelitian ditetapkan sebagai
berikut : Hipotesis Pertama Ho : Service Encounter (X) tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Kepuasan Pelanggan (Y) pada PT Lamuda Tenka (Groupon Disdus) Ha : Service Encounter (X) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Kepuasan Pelanggan (Y) pada PT Lamuda Tenka (Groupon Disdus) Hipotesis Kedua Ho : Kepuasan pelanggan (Y) tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap Behavioral Intention (Z) pada PT Lamuda Tenka (Groupon Disdus) Ha : Kepuasan Pelanggan (Y) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Behavioral Intention (Z) pada PT Lamuda Tenka (Groupon Disdus) Hipotesis Ketiga Ho : Service Encounter (X) tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Behavioral Intention (Z) pada PT Lamuda Tenka (Groupon Disdus).iu Ha : Service Encounter (X) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Behavioral Intention (Z) pada PT Lamuda Tenka (Groupon Disdus).
36
2.4
Hubungan Variabel Service Encounter dengan Kepuasan Pelanggan Menurut Berenguer dalam Journal Industrial Marketing Management (2008)
921–939, ada beberapa teori yang menjelaskan bahwa “moment of truth” merupakan sebuah point dalam service encounter, dan hasilnya akan berpengaruh pada persepsi pelanggan terhadap kualitas dari layanan itu sendiri. Layanan dalam service encounter diantara lain melalui email, telepon, bertatap muka secara langsung dengan karyawan. Kenyamanan yang dirasa dalam service encounter merupakan salah satu kunci penentu kepuasan pelanggan. Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa adanya pengaruh service encounter terhadap kepuasan pelanggan.
2.5
Hubungan
Variabel
Kepuasan
Pelanggan
dengan
Behavioral
Intention Hasil penelitian yang telah dilakukan Bienstock, Carol C dan Collier, Joel F (2006) menyatakan jika pelanggan sudah merasa puas dengan layanan yang tersedia maka secara otomatis pelanggan akan memunculkan niat perilaku yang positif, seperti rephurcase intention, word of mouth yang positif, loyalitas pelanggan, dan akan tetap membeli produk/jasa meskipun terjadi perubahan harga menjadi lebih tinggi. Berdasarkan pernyataan di atas dapat disimpulkan
37
bahwa adanya pengaruh signifikan antara kepuasan pelanggan terhadap behavioral intention. 2.6
Hubungan Variabel Service Encounter dengan Behavioral Intention Hasil penelitian yang telah dilakukan Yun, H.L dalam The Journal of
American Academy of Business (2011) menyatakan bahwa pengalaman service encounter yang positif akan mempengaruhi bagaimana seseorang mengevaluasi suatu perusahaan, yang selanjutnya memotivasi pembelian dan rasa loyalitas terhadap produk/jasa dari suatu perusahaan. Berdasarkan pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa adanya pengaruh signifikan antara Service Encounter terhadap Behavioral Intention