BAB 2
LANDASAN TEORI
1.1
Metode Pengasapan Cold Smoking
Ikan asap merupakan salah satu makanan khas dari Indonesia. Terdapat dua jenis pengasapan yang dapat dilakukan pada bahan makanan yaitu hot smoking dan cold smoking dimana terdapat perbedaan yang jelas diantara kedua metode tersebut. Menurut Paul Kirk, Kansas City Baron of Barbecue dan penulis dari buku America Best BBQ (2009), cold smoking hanya akan memberi bumbu dan rasa asap pada daging sedangkan hot smoking akan memasak sekaligus memberi rasa pada bahan makanan. Pada alat pengasapan ini metode yang dipakai adalah cold smoking. Melakukan proses masak dengansmoking sendiri berarti akan dilakukan proses peresapan aroma pembakaran kayu pada bahan makanan yang diproses. Prosesnya akan lebih lama dibandingkan menggunakan pemanas atau kompor karena suhu yang dihasilkan lebih rendah untuk memastikan aroma pembakaran meresap pada bahan makanan. Suhu yang lebih rendah disebabkan kayu untuk pembakaran tidak dibiarkan terbakar dengan volume api yang besar tetapi hanya menghasilkan api yang kecil agar ada waktu untuk meresapkan aroma pembakaran kayu.
1.2
Sensor Suhu
Untuk memaksimalkan fungsi sistem pengasapan maka akan digunakan beberapa sensor sebagai penunjang. Salah satu sensor tersebut adalah sensor suhu untuk mengatur temperatur di dalam tempat pengasapan.
Sensor tipe ini mendeteksi suhu lewat perubahan beberapa karakteristik fisik. Sensor untuk membaca temperatur ada berbagai macam jenis baik dari bahan sensor, metode pembacaan temperatur dan pengaplikasiannya di dalam sebuah sistem. Dalam perancangan ini digunakan sensor suhu LM35.
Gambar 1.1 Sensor Suhu LM35
LM35 adalah sensor yang biasa digunakan untuk mengukur suhu yang O
punya output yang proporsional dengan suhu dalam
Celsius. Sensor ini
digunakan karena beberapa pertimbangan seperti harganya yang lebih murah dengan kemampuan mengukur yang baik. pengukuran pun dilakukan langsung dalam
O
Celsius sehingga mempunyai kelebihan dibandungkan
sensor yang dikalibrasi dalam OKelvin. Range pengukuran sensor ini ada di -55 OC sampai dengan +150 OC dengan self heating yang rendah kurang dari 0.1
O
C pada udara tetap.
Tegangan keluaran dari sensor ini linear dengan suhu yang diukurnya yaitu 10mV setiap kenaikan atau penurunan derajat Celsius.
1.3
TRIAC
Dalam sistem pengontrol pengasapan ini digunakan rangkaian pembantu untuk mengontrol kerja pemanas yang ada. Rangkaian tersebut
bekerja sebagai dimmer yang mengontrol arus yang masuk ke pemanas. Salah satu bagian utama dari rangkaian ini adalah TRIAC yang menjadi “pintu” arus yang akan dimasukkan ke pemanas.
Gambar 2.2 TRIAC BT136
TRIAC bekerja di arus bolak-balik tidak seperti sejenisnya yaitu SCR yang bekerja hanya di satu arah. Untuk membuat TRIAC mengalirkan arus hanya perlu diberikan arus pada gate. Arus tersebut bisa arus positif maupun negatif. Bidirectional pada TRIAC membuat TRIAC cocok digunakan untuk rangkaian AC dengan daya yang besar. Pemberian arus dengan phase tertentu pada AC ke gate TRIAC memungkinkan kontrol seberapa besar arus yang akan dialirkan TRIAC ke load atau ke bagian yang dikontrol arusnya (lampu, motor).
1.4
Rangkaian Dimmer Rangkaian dimmer berfungsi sebagai pengontrol elemen pemanas, dengan memanfaatkan sifat TRIAC. Voltage Chopping adalah istilah yang digunakan pada dimmer karena memiliki sifat “memotong” voltase.
Gambar 2.3 Dimmer melewatkan arus AC secara utuh
Gambar 2.4 Gelombang AC terpotong karena dimmer, <50%
Gambar 2.5 Gelombang AC terpotong karena dimmer, >50%
1.5
Kontroler PID
Menurut (Ogata, 2010)sistem Kontrol PID (Proportional–Integral– Derivative controller)merupakan kontroler untuk menentukan presisi suatu sistem instrumentasi dengan karakteristik adanya umpan balik pada sistem tesebut(Feed back)seperti gambar 2.1 dibawah ini.
Gambar 2.6 Blok Diagram Sistem Simpan Balik
•
R merupakan nilai input yang diinginkan.
•
e meripakan hasil error yang dihasilkan dimana error tersebut didapatkan dari perbedaan Antara input yang diinginkan dengan hasil output.
•
Kontroler merupakan sistem control dari keseluruhan sistem.
•
u merupakan sinyal output dari kontroler yang akan dikirimkan sebagai input untuk plant.
•
Plant merupakan sistem yang menjadi control.
•
Y merupakan output dari keseluruhan sistem.
Sistem kontrol PID terdiri dari tiga buah kontrol pengaturan yaitu kontrol P (Proportional), D (Derivative) dan I (Integral), dengan masingmasing memiliki kelebihan dan kekurangan. Dalam implementasinya masingmasing cara dapat bekerja sendiri maupun gabungan dari ketiga komponen kontrol tersebut (Yudianto, 2012). Dalam perancangan sistem kontrol PID yang perlu dilakukan adalah mengatur parameter P, I atau D agar tanggapan sinyal keluaran dari sistem terhadap masukan tertentu sesuai dengan apa yang diinginkan. Menurut (Yudianto, 2012)penentuan parameter kontoler PID agar sistem close loop memenuhi kriteria yang diinginkan atau biasa disebut dengan tuning kontroler. Tuning control PID ini bertujuan untuk menentukan nilai parameter aksi dari P (Proportional), D (Derivative) dan I (Integral). Proses tersebut dapat dilakukan dengan cara trial and error. Hal ini disebabkan karena parameter Kp, Ki dan Kd tidak independent (Ali, 2004). Seperti penjelasan dibawah dimana u merupakan persamaan output dari kontroller PID. Dimana persamaan output dari kontroller PID yaitu sebagai berikut :
Dimana : •
Kp : Propotional constant
•
Ki: integral constant
•
Kd: derivative constant
•
Ti: stating the length of time that integrate the system
•
Td : stating the length of time that derivate the system
1.5.1 Kontrol Proporsional
Kontrol P jika G(s) = kp, dengan k adalah konstanta. Jika u = G(s) * e maka u = Kp * e dengan Kp adalah Konstanta Proporsional. Kp berlaku sebagai Gain (penguat) saja tanpa memberikan efek dinamik kepada kinerja kontroler. Penggunaan kontrol P memiliki berbagai keterbatasan karena sifat kontrol yang tidak dinamik ini. Walaupun demikian dalam aplikasi-aplikasi dasar yang sederhana kontrol P ini cukup mampu untuk memperbaiki respon transien khususnya rise time dan settling time.
1.5.2 Kontrol Integratif
Jika G(s) adalah kontrol I(integral) maka u dapat dinyatakan sebagai dengan Ki adalah konstanta Integral. Jika e(t) mendekati konstan (bukan nol) maka u(t) akan menjadi sangat besar sehingga diharapkan dapat memperbaiki error. Jika e(t) mendekati nol maka efek kontrol I ini semakin kecil. Kontrol I dapat memperbaiki sekaligus menghilangkan respon steady-state, namun pemilihan Ki yang tidak tepat dapat menyebabkan respon transien yang tinggi sehingga dapat menyebabkan ketidakstabilan sistem. Pemilihan Ki yang sangat tinggi justru dapat menyebabkan output berosilasi karena menambah orde sistem.
1.5.3 Kontrol Derivatif
Sinyal kontrol u yang dihasilkan oleh kontrol D dapat dinyatakan sebagai G(s) = s*Kd Dari persamaan di atas, nampak bahwa sifat dari kontrol D ini dalam konteks "kecepatan" atau rate dari error. Dengan sifat ini ia dapat digunakan untuk memperbaiki respon transien dengan memprediksi error yang akan terjadi. Kontrol Derivative hanya berubah saat ada perubahan error sehingga saat error statis kontrol ini tidak akan bereaksi, hal ini pula yang menyebabkan kontroler Derivative tidak dapat dipakai sendiri.
Tabel 2.1 Efek Dari Masing-masing Nilai Kp, Ki, dan Kd
Gambar 2.7 Respon Sinyal Kontrol PID
Penjelasan gambar :
•
Steady state error adalah perbedaan amplitudo yang diinginkan dengan amplitudo yang sebenarnya (amplitudo stabil).
•
Rise time adalah waktu yang diperlukan oleh sistem untuk memulai respon.
•
Settling time adalah waktu yang dibutuhkan sistem untuk mencapai stabilitas.
•
Overshoot adalah selisih antara nilai puncak maksimum atau lembah minimum yang terjadi terhadap respon sistem yang diinginkan.