BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Pemeliharaan Semua barang yang dibuat oleh manusia memiliki umur pakai dan pada akhirnya akan mengalami kerusakan. Umur pakai barang dapat diperpanjang dengan melakukan suatu kegiatan yang dikenal dengan pemeliharaan [1]. BS3811, 1974 (British Standard) menyatakan bahwa pemeliharaan adalah suatu kombinasi dari berbagai tindakan yang dilakukan untuk menjaga suatu barang atau memperbaiki sampai suatu kondisi yang dapat diterima [1]. Dari semua definisi diatas maka secara umum pemeliharaan dapat didefinisikan sebagai semua kegiatan yang dilakukan untuk menjaga fasilitas berfungsi sesuai dengan kondisi yang diharapkan.
2.2 Tujuan Pemeliharaan Tujuan pemeliharaan yang utama adalah untuk [1]: 1. Memperpanjang usia penggunaan asset (yaitu setiap bagian dari suatu tempat kerja, bangunan, dan isinya). Hal ini terutama penting di negara berkembang karena kurangnya sumber daya modal untuk penggantian. 2. Menjamin ketersediaan optimum peralatan yang dipasang untuk produksi (jasa) dan mendapatkan laba investasi maksimum yang mungkin. 3. Menjamin kesiapan operasional peralatan dari seluruh peralatan yang diperlukan dalam keadaan darurat setiap waktu, misalnya unit cadangan, unit pemadam kebakaran dan penyelamat, dan sebagainya. 4. Menjamin keselamatan orang yang menggunakan sarana tersebut 2.3 Kebijakan Pemeliharaan Kegiatan pemeliharaan memiliki dua kebijakan yang mengacu pada efisiensi dan efektifitas kerja yaitu [2]: 11
1. Kebijakan tradisional Prinsip kebijakan pemeliharaan tradisional adalah bertindak apabila mesin mengalami kerusakan. Kelemahan kebijakan ini adalah kerusakan yang sama dapat terjadi berulang-ulang dan jumlah kerusakan yang terjadi sering tidak bisa dikontrol. 2. Kebijakan modern Prinsip kebijakan pemeliharaan modern adalah melakukan perencanaan perbaikan sebelum peralatan tersebut rusak atau tidak dapat melakukan fungsinya. 2.4 Jenis-jenis Pemeliharaan Dalam industri terdapat berbagai jenis-jenis pemeliharaan yang dapat diterapkan. Berikut ini merupakan bagan jenis-jenis pemeliharaan [2]:
Perawatan
Perawatan Pencegahan
Tidak Langsung
Pengawasan Subjektif
Langsung
Perbaikan
Perancangan
Perpanjangan Umur Pakai
Pearawatan Korektif
Tak Terencana
Terencana
Pengawasan Objektif
Gambar 2.1 Bagan Jenis-jenis Pemeliharaan
Berdasarkan bagan diatas jenis-jenis pemeliharaan dapat dibagi menjadi 3 jenis yaitu: 1. Pemeliharaan pencegahan (Preventive Maintenance) Pemeliharaan pencegahan meliputi semua kegiatan pemeliharaan yang bertujuan untuk mencegah terjadinya kegagalan atau mendeteksi kegagalan sebelum berkembang menjadi kerusakan alat atau interupsi dalam kegiatan produksi. Pemeliharaan pencegahan dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu: a. Pemeliharaan Pencegahan Langsung 12
Yaitu suatu kegiatan pemeliharaan pencegahan yang memberikan efek secara langsung pada kondisi peralatan, seperti pembersihan, lubrikasi, dan penggantian suku cadang secara rutin. Aktifitas ini diukur dengan satuan waktu yang diperlukan untuk melakukan perbaikan. Prosedur ini sering disebut dengan Fixed Time Maintenance (FTM) karena semua kegiatan ini dikontrol dengan satuan waktu. b. Pemeliharaan Pencegahan Tidak Langsung Yaitu
suatu
kegiatan
pemeliharaan
pencegahan
yang
tidak
memberikan efek secara langsung pada kondisi peralatan. Kegiatan yang biasa dilakukan adalah mendeteksi kerusakan dan monitoring atau sering juga disebut Condition Based Maintenance (CBM). Kegiatan pemeliharaan pencegahan tidak langsung dibagi menjadi dua bagian yaitu: b.1 Pengawasan Subjektif Yaitu pengontrolan yang dilakukan dengan mengandalkan ketajaman panca indera. Ketepatan dalam mengestimasi kondisi peralatan tergantung dari siapa yang melakukan monitoring, serta meliputi keterampilan dan pengetahuan sendiri. b.2 Pengawasan Objektif Yaitu pengontrolan yang dilakukan dengan menggunakan alat-alat deteksi tertentu selain perasaan, misalnya alat-alat ukur dengan cara: • Off-line Condition Monitoring yaitu mematikan peralatan dan menggunakan alat kemudian menginterpretasikan kondisi mesin. • Continuous Monitoring yaitu menggunakan suatu alat dengan sensor tertentu sehingga apabila terdapat kesalahan maka akan memberikan informasi, dalam keadaan mesin tetap bekerja.
13
2. Pemeliharaan Perbaikan Pemeliharaan perbaikan adalah suatu aktifitas pemeliharaan yang bertujuan untuk memodifikasi peralatan. Modifikasi beberapa komponen dari suatu peralatan bertujuan untuk: •
Memperpanjang umur komponen
•
Meningkatkan nilai teknologi
•
Komponen sudah usang
3. Pemeliharaan Korektif Pemeliharaan korektif mencakup semua pemeliharaan yang bertujuan untuk memperbaiki peralatan yang mengalami kerusakan. Disebut juga emergency maintenance atau breakdown maintenance karena dilakukan pada saat terlihat tanda-tanda kerusakan atau pada saat peralatan sudah berhenti. Pemeliharaan korektif dibagi atas dua kelompok yaitu: a. Pemeliharaan Korektif Terencana Pemeliharaan korektif terencana dilakukan apabila telah diketahui sejak dini kapan peralatan yang harus diperbaiki atau di setup, sehingga dapat dilakukan persiapan sejak awal dan mampu untuk dikendalikan. Misalnya overhaul terencana. b. Pemeliharaan Korektif Tidak Terencana Pemeliharaan korektif tidak terencana dilakukan apabila mesin atau peralatan tiba-tiba berhenti atau dalam keadaan darurat atau mengalami kerusakan sewaktu digunakan. Sifat aktifitas ini selalu mendesak dan sulit untuk dikendalikan sehingga menimbulkan biaya perawatan yang cukup tinggi dan meyebabkan kegiatan produksi harus berhenti.
2.5 Metoda Reliability Centered Maintenance Pada bagian ini akan dibahas mengenai perubahan dari dunia pemeliharaan, definisi Reliability Centered Maintenance, akibat kerusakan menurut Reliability
14
Centered Maintenance, karakterisitik Reliability Centered Maintenance, dan sistematika penyusunan Reliability Centered Maintenance.
2.5.1 Perubahan dalam Dunia Pemeliharaan [3] Sejak dua puluh tahun terakhir ini, pemeliharaan telah banyak berubah dan mengalami pertumbuhan, dibandungkan dengan pertumbuhan ilmu manajemen lainnya. Perubahan ini disebabkan oleh peningkatan yang amat besar dari jumlah dan variasi aset fisik (pabrik, peralatan, gedung-gedung) yang harus dipelihara, perancangan yang semakin rumit, dengan teknik pemeliharaan yang baru dan perubahan pandangan pemeliharaan organisasi dan tanggung jawabnya Pertumbuhan sistem pemeliharaan dapat dibagi menjadi tiga generasi dengan konsep dan teknik yang masing-masing dapat dilihat pada Gambar 2.2 Pertumbuhan Teknologi Pemeliharaan dan Gambar 2.3 Perkembangan Konsep dan Teknik Pemeliharaan.
Generasi 3 (mulai 1980-an) Perencanaan availabilitas dan reliabilitas yang tinggi Keselamatan lebih baik Generasi 2 (mulai 1960-an) Perencanaan
Kualitas produk lebih baik
availabilitas Tidak
ada
kerusakan
tinggi
lingkungan
Generasi 1 (mulai 1930-an)
Umur peralatan lebih lama
Umur peralatan lebih lama
Perbaiki bila rusak
Biaya pemeliharaan rendah
Biaya lebih besar
Gambar 2.2 Pertumbuhan Teknologi Pemeliharaan
15
Generasi 3 (mulai 1980-an) Alat
Monitoring
kondisi
peralatan Perencanaan
atas
dasar
reliability dan maintainability studi mengenai kerusakan Generasi 2 (mulai 1960-an)
Komputer kecil tapi cepat
Penjadwalan overhaul
Pemakaian FMEA
Generasi 1 (mulai 1930- Sistem
perencanaan
dan Pemakaian system cerdas
an)
kontrol
Perbaiki bila rusak
Pemakaian computer besar tapi keterampilan dan kerjasama lambat
tim
Gambar 2.3 Perkembangan Konsep dan Teknik Pemeliharaan
Generasi pertama meliputi periode menuju ke Perang Dunia kedua. Pada saat tersebut industri sangat tidak termekanisasi, jadi bila terjadi waktu rusak tidak begitu menjadi masalah. Hal ini berarti tindakan preventif untuk menjaga peralatan dan kerusakan tidak menjadi prioritas pemikiran bagi kebanyakan manajer. Pada saat yang sama, kebanyakan peralatan adalah sederhana. Hal ini membuat peralatan mudah diperbaiki. Sebagai hasilnya, tidak ada kebutuhan untuk pemeliharaan yang sistematis, diluar pembersihan yang sederhana, dan pemberian minyak pelumas secara rutin. Kebutuhan akan energi terampil pada saat itu sangat rendah. Jadi, pada generasi pertama, teknologi pemeliharaan hanya terbatas pada tindakan memperbaiki bila peralatan mengalami kerusakan. Pada generasi kedua, perubahan terjadi secara dramatis selama Perang Dunia kedua. Tekanan selama masa peperangan bertambah karena meningkatnya permintaan barang-barang semua jenis, sementara itu persediaan tenaga kerja manusia turun drastis. Hal ini mendorong peningkatan mekanisasi. Pada tahun 1950 mesin-mesin dari semua tipe semakin banyak dan semakin rumit. Industri mulai bergantung pada mekanisasi. Saat ketergantungan ini semakin bertambah, waktu rusak menjadi fokus yang semakin sering diperhatikan. Hal ini membawa pemikiran bahwa peralatan 16
dapat rusak dan harus dicegah, yang pada akhirnya dikenal konsep dari perawatan pencegahan. Pada tahun 1960, hal ini dilakukan dengan pemeriksaan peralatan secara keseluruhan yang dilakukan pada selang waktu tertentu. Biaya dari pemeliharaan juga mulai mengalami kenaikan yang tajam relatif terhadap biaya-biaya operasi lainnya. Hal ini mengarah kepada pertumbuhan dari sistem perencanaan dan pengendalian pemeliharaan. Keadaan ini membawa pemeliharaan dibawah kendali, dan sekarang ini menjadi bagian yang diterapkan dari pelaksanaan pemeliharaan. Generasi ketiga dimulai pada pertengahan tahun tujuh puluhan. Pada generasi ini yang menjadi fokus utama dalam pemeliharaan adalah waktu rusak. Waktu rusak selalu mempengaruhi kemampuan produktifitas dari suatu asset dengan mengurangi jumlah output, meningkatkan biaya operasi, dan bertolak belakang dengan pelayanan konsumen. Pada tahun 1960-an dan 1970-an hal ini telah menjadi sebuah masalah yang cukup diperhatikan dalam sektor pertambangan, maufaktur dan transportasi. Dalam manufaktur, waktu rusak menjadi penghalang dalam waktu produksi, yang berusaha mengurangi jumlah peningkatan produksi. Dalam beberapa tahun ini, pertumbuhan dari mekanisasi dan otomasi memberikan arti bahwa reliabilitas dan ketersediaan telah menjadi masalah yang penting dalam menghasilkan keluaran yang sesuai dengan kapasitas yang telah ditentukan. Tantangan yang dihadapi oleh para manajer pemeliharaan dalam menghadapi perkembangan proses dan peralatan produksi adalah sebagai berikut: 1. Memilih teknik pemeliharaan yang paling sesuai untuk menghadapi setiap kerakteristik kerusakan bagian-bagian peralatan. 2. Memenuhi semua keinginan pemilik peralatan, pengguna peralatan, dan lingkungan. 3. Pemakaian biaya pemeliharaan yang efektif 4. Dukungan secara aktif dan kerjasama yang baik terhadap semua orang yang terlibat dalam pemeliharaan peralatan. Pekerjaan pemeliharaan adalah menjaga peralatan agar selalu dapat bekerja sesuai dengan fungsinya. Untuk itu personel pemeliharaan perlu mengetahui fungsi secara jelas dari setiap bagian-bagian peralatan. Dengan 17
mengetahui setiap fungsi bagian-bagian peralatan yang ada, maka dapat pula diketahui berbagai persyaratan yang diperlukan agar bagian-bagian peralatan tersebut dapat bekerja sesuai dengan fungsinya. Kegiatan untuk mengetahui fungsi dan menentukan persyaratan pada setiap bagian-bagian peralatan merupakan kegiatan Reliability Centered Maintenance (RCM).
2.5.2 Definisi Reliability Centered Maintenance [4] Metoda Reliability Centered Maintenance (RCM) adalah metoda pemeliharaan yang menentukan langkah-langkah yang harus diambil untuk menjamin peralatan bekerja sesuai dengan fungsinya. Metoda RCM meliputi pembuatan kegagalan fungsi yang kemudian akan dicari mode kerusakannya. Dengan adanya mode kerusakan, penyebab kerusakan akan ditentukan sehingga dapat dianalisa pengaruh kerusakan terhadap unjuk kerja peralatan. 2.5.3 Akibat Kerusakan Menurut Reliability Centered Maintenance [4] Akibat
kerusakan
menurut
Reliability
Centered
Maintenance
dapat
dikelompokkan menjadi empat bagian: 1. Akibat terhadap kerusakan tersembunyi. Jenis kerusakan ini tidak berakibat langsung pada unjuk kerja peralatan akan tetapi bila diabaikan dapat menimbulkan kerusakan bagian lainnya secara serius bahkan menimbulkan bencana besar. 2. Akibat terhadap keselamatan operator dan lingkungan kerja Jenis kerusakan ini dapat membahayakan nyawa operator dan atau menimbulkan pencemaran lingkungan. 3. Akibat terhadap proses produksi Jenis kerusakan ini berakibat pada operasional proses produksi sehingga mengakibatkan kerusakan produk, penurunan kualitas produk, kenaikan biaya operasional, kerugian jam kerja, dan berkurangya kapasitas produksi. 4. Akibat terhadap non produksi
18
Jenis kerusakan ini berakibat pada non produksi yang berkaitan dengan biaya perbaikan.
2.5.4 Karakteristik Reliability Centered Maintenance [4] Karakteristik RCM yaitu: 1. Tujuan utama dari RCM adalah untuk menjaga fungsi sistem peralatan, bukan hanya menjaga peralatan agar tetap bekerja. Mengetahui fungsi sistem berarti mengetahui keluaran yang menjadi tujuan sistem dan dengan demikian dapat direncanakan tindakan perawatan untuk menjaga keluaran sistem sesuai dengan unjuk kerja yang dimiliki peralatan. 2. Mengidentifikasi mode kerusakan spesifik dalam bagian-bagian peralatan yang potensial menghasilkan kerusakan fungsi sistem. 3. Membuat prioritas perawatan dari mode kerusakan yang terjadi. Prioritas ini berdasarkan mode kerusakan yang memberikan kontribusi terbesar dalam sistem akan mendapat prioritas tertinggi. Sistematika prioritas berdasarkan Logic Tree Analysis. 4. Tindakan yang telah diberi prioritas diberi tindakan pencegahan yang dapat diterapkan.
2.5.5 Sistematika Penyusunan Reliability Centered Maintenance [4] Dalam pelaksanaan RCM yang paling penting adalah mengumpulkan informasi dan data untuk mengetahui dengan baik sistem yang akan dianalisa. Kegiatan ini dilakukan untuk mempermudah proses analisis sistem. Penerapan tahap-tahap metoda RCM terdiri dari tujuh tahap yang sistematis yaitu: 1. Pemilihan sistem dan pengumpulan informasi 2. Pendefinisian batas sistem 3. Deskripsi sistem dan blok diagram fungsi. 4. Pendeskripsian fungsi sistem dan kegagalan fungsi 5. Penyusunan Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) 19
6. Penyusunan Logic Tree Analysis (LTA) 7. Pemilihan tindakan Berikut ini akan dijelaskan masing-masing tahapan dari RCM: 2.5.5.1 Pemilihan Sistem dan Pengumpulan Informasi Ketika keputusan untuk menggunakan RCM, maka ada dua pertanyaan yang timbul: 1. Pada tingkatan assembly keberapa proses analisa harus dilakukan yaitu: Tingkatan assembly dapat dibagi menjadi empat bagian: a. Bagian Adalah tingkatan terendah yang tidak dapat diuraikan lagi tanpa merusak peralatan. b. Komponen Adalah sekelompok atau kumpulan dari bagian yang dapat diberikan satu identitas sendiri dan akan membentuk paling sedikit satu fungsi dan dapat berdiri sendiri. c. Sistem Adalah sekumpulan dari komponen yang membentuk serial fungsi kunci yang dipakai fasilitas. d. Fasilitas Adalah sekelompok dari sistem yang bekerja bersama untuk menghasilkan keluaran atau produk dengan melakukan proses dari berbagai masukan. 2. Apakah seluruh fasilitas atau pabrik akan dilakukan proses analisa dan bila tidak, fasilitas atau peralatan yang mana yang perlu dianalisa yaitu: Setelah diketahui uraian dari fasilitas sampai tingkat bagian, maka perlu dilakukan pemilihan sistem yang akan dianalisa karena proses analisa seluruh sistem secara bersamaan sangat sulit dilakukan. Pengumpulan informasi dan data yang umumnya dibutuhkan dalam melakukan proses analisa RCM adalah diagram instrumentasi, skema sistem dan blok diagram yang menunjukkan bagaimana sistem bekerja, buku manual tiap alat, data historis kerusakan, dan lain-lain. 20
Informasi yang tidak tersedia dapat dilakukan pengumpulan data dengan melakukan pencatatan langsung di lapangan atau mewawancarai personel atau operator dan juga bagian lainnya yang bertanggung jawab pada fasilitas. 2.5.5.2 Pendefinisian Batas Sistem Jumlah sistem dalam suatu fasilitas sangat banyak karena itu perlu dilakukan definisi batas sistem. Pendefinisian bertujuan untuk menghindari tumpang tindih antara satu sistem dengan sistem lainnya. Dalam melakukan pendefinisian batas sistem harus: 1. Memiliki pengetahuan apa yang harus dimasukkan dalam sistem dan mana yang tidak, sehingga fungsi penting yang potensial tidak terabaikan. 2. Mengetahui batas sistem dan temukan faktor atau parameter yang masuk kedalam sistem serta faktor keluaran sistem. Hal-hal yang didokumentasikan dalam proses pendefinisian batas sistem yaitu berupa: 1. Batas sistem dengan pembuatan skema blok sistem 2. Gambaran umum batas sistem yang meliputi pendefinisian elemen-elemen setiap sistem dan batas fisik primer sistem. 3. Gambaran detail batas sistem yang melibatkan masukan dan keluaran setiap sistem. 2.5.5.3 Deskripsi Sistem dan Blok Diagram Fungsi Tahap ketiga dari RCM adalah mengidentifikasi dan mendokumentasikan datadata atau informasi detail bagaimana sistem tersebut bekerja. Ada lima informasi yang secara terpisah dikembangkan dalam tahap ini yaitu: a. Uraian sistem Uraian sistem berisi analisa yang menjelaskan cara kerja sistem serta penggunaan redudansi dan instrumen yang ada dalam sistem. b. Blok diagram fungsi Blok diagram fungsi memperlihatkan interaksi antara satu blok diagram fungsi dengan blok diagram fungsi lainnya.
21
c. Masukan dan keluaran sistem Penetapan batas-batas sistem dan pengembangan dari fungsi subsistem memungkinkan kita untuk melengkapi dan mendokumentasikan fakta dari variasi elemen-elemen melintasi batas sistem. Elemen-elemen melintasi sistem dapat berupa energi, panas, sinyal, fluida, gas, dan sebagainya. Baberapa elemen berperan sebagai input yang melintasi batas sistem dan beberapa elemen berperan sebagai output yang melintsi batas sistem. d. Data historis peralatan Data historis peralatan terdiri dari data kerusakan dan perawatan selama pemakaian peralatan. e. System Work Breakdown Structure (SWBS) System Work Breakdown Structure (SWBS) merupakan terminologi yang diambil dari Depertemen Pertahanan Amerika untuk aplikasi RCM. SWBS digunakan untuk menggambarkan kelompok bagian-bagian peralatan yang menjalankan fungsi tertentu. 2.5.5.4 Pendeskripsian Fungsi Sistem dan Kegagalan Fungsi Harus diingat prinsip RCM adalah menjaga fungsi sistem. Oleh karena itu perlu untuk berpikiran bahwa: 1. Pada tahap proses analisa, fokus pada kegagalan fungsi bukan kegagalan peralatan. 2. Kerusakan fungsi biasanya dinyatakan dalam sebuah pernyataan kegagalan fungsi. Pembuatan daftar fungsi sistem yang lengkap akan membantu dalam menentukan tindakan perawatan dalam menjaga fungsi sistem tetap bekerja sesuai dengan yang diinginkan. 2.5.5.5 Penyusunan Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) Tahap ini merupakan tahap analisa penyebab terjadinya kegagalan fungsi pada bagian mesin yang diteliti. Kegagalan fungsi pada bagian mesin yang diteliti akan ditampilkan dalam bentuk matriks. Pembuatan matrik ini menggambarkan hubungan antara kegagalan fungsi (baris) dengan bagian-bagian mesin yang diteliti (kolom) yang akan menjadi dasar pembuatan tabel FMEA. Melalui 22
pembuatan tabel FMEA dapat diketahui mode kerusakan dan penyebab kerusakan bagian-bagian mesin yang diteliti. Dalam proses analisa FMEA sumber informasi yang dapat digunakan antara lain sebagai berikut: 1. Data historis peralatan, yang sebelumnya sudah di dokumentasikan dalam tahap 3 RCM. Melalui data historis dapat memberikan informasi mode kerusakan yang sebenarnya terjadi pada komponen. Namun analisis mode kerusakan tidak terbatas hanya mode kerusakan yang pernah terjadi, namun semua mode kerusakan yang mungkin. 2. Pengalaman teknisi, engineer dan ahli perawatan yang menangani mesinmesin yang diteliti. 3. Original Equipment Manufacture (OEM) yang merupakan dokumen mengenai
perancangan,
operasi,
dan
perawatan
peralatan
yang
bersangkutan. Tahap akhir dari proses FMEA adalah menentukan akibat dari mode kerusakan terhadap tiga tingkatan yaitu akibat kerusakan untuk lokal, akibat kerusakan untuk sistem, dan akibat kerusakan untuk fasilitas. Redudansi berfungsi untuk mencegah terjadinya kegagalan fungsi, oleh karena itu apabila redudansi dapat menghapus mode kerusakan, prioritas analisis untuk mode kerusakan tersebut akan dikeluarkan dari analisis dan dicatat pada daftar run to failure (RTF). 2.5.5.6 Penyusunan Logic Tree Analysis (LTA) Penyusunan LTA merupakan proses yang kualitatif. Tujuan tahap ini adalah memberikan prioritas pada tiap mode kerusakan dan melakukan tinjauan dari fungsi, kegagalan fungsi sehingga status mode kerusakan tidak sama. Proses RCM menggunakan tiga pertanyaan logika yang sederhana atau struktur keputusan untuk mempermudah analis secara akurat menempatkan setiap mode kerusakan ke dalam satu dari empat kategori setiap pertanyaan akan dijawab dengan “ya” atau “tidak”. Tiga pertanyaan yang akan diajukan adalah: a. Apakah operator mengetahui dalam kondisi normal telah terjadi gangguan dalam sistem? 23
b. Apakah mode kerusakan ini menyebabkan masalah keselamatan? c. Apakah mode kerusakan ini meyebabkan seluruh atau sebagian mesin berhenti (outage)? Berikut ini merupakan gambar struktur logic tree analysis:
Gambar 2.4 Struktur Logic Tree Analysis
Pada bagian struktur LTA, prioritas yang dihasilkan dikelompokkan menjadi empat ketegori yaitu: a. Kategori A (masalah keselamatan) yang merupakan prioritas tertinggi. b. Kategori B (masalah mesin berhenti) yang merupakan prioritas kedua. c. Kategori C (masalah minor) yang diklasifikasikan menjadi RTF. d. Kategori D (masalah kerusakan tersembunyi) akan ditinjau kembali dan kemudian digolongkan dalam D/A ATAU D/B ATAU D/C. 2.5.5.7 Pemilihan Tindakan Pemilihan tindakan merupakan tahap terakhir dari proses analisa RCM. Dari tiap mode kerusakan dibuat daftar tindakan yang mungkin untuk dilakukan dan selanjutnya memilih tindakan yang paling efektif. Proses analisa ini akan menentukan tindakan PM yang tepat untuk mode kerusakan tertentu. Jika tidak ada tindakan yang bisa dilakukan, maka hanya bisa dimasukkan dalam RTF, selain itu bila biaya untuk melakukan tindakan melebihi biaya yang diakibatkan mode kerusakan maka mode kerusakan ini masuk dalam RTF. 24
Pengembangan daftar tindakan PM adalah suatu langkah yang penting dan sering kali memerlukan bantuan dari beberapa sumber. Keterlibatan personel perawatan di pabrik juga diperlukan untuk meyumbangkan manfaat tentang pengalaman mereka mengenai tindakan PM yang diambil dalam proses RCM. Sumber-sumber ini didapatkan dari keterlibatan personel perawatan di pabrik, sehingga penerapan RCM akan dapat lebih mudah dijalankan. Berikut ini merupakan gambar struktur yang digunakan dalam proses analisa untuk membantu analis menyeleksi tindakan PM: Apakah hub kerusakan dengan age reliability diketahui? Ya
Tidak
Apakah tindakan TD bisa digunakan? Ya
Tidak
Tentukan tindakan CD?
Apakah tindakan CD dapat digunakan? Ya
Tidak
Apakah termasuk dalam mode kerusakan D? Ya
Tidak
Apakah tindakan FF dapat digunakan? Ya
Tidak
Tentukan tindakan FF
Apakah tindakan yang dipilih efektif ? Ya
Tidak
Y Apakah termasuk dalam mode Kerusakan C atau C /D ?
Dapatkah modifikasi menghilangkan mode Kerusakan ? Tidak Tentukan tindakan TD / CD /
Terima resiko kerusakan
Gambar 2.5 Cara Seleksi Tindakan PM
25
Ya Lakukan modifikasi
Dari Gambar 2.5 didapat kesimpulan bahwa pemilihan tindakan bisa dilakukan dengan hanya menentukan Condition Directed (CD) atau bahkan melakukan modifikasi. Dalam pelaksanaannya pemilihan tindakan dapat dilakukan dengan empat cara yaitu: a. Time Directed (TD) Yaitu suatu tindakan yang bertujuan melakukan pencegahan langsung terhadap sumber kerusakan peralatan yang didasarkan pada waktu atau umur komponen. b. Condition Directed (CD) Yaitu suatu tindakan yang bertujuan untuk mendeteksi kerusakan dengan cara memeriksa alat. Apabila dalam pemeriksaaan ditemukan gejala-gejala kerusakan peralatan maka dilanjutkan dengan perbaikan atau penggantian komponen. c. Failure Finding (FF) Yaitu suatu tindakan yang bertujuan untuk menemukan kerusakan peralatan yang tersembunyi dengan pemeriksaan berkala. d. Run to Failure (RTF) Yaitu suatu tindakan yang menggunakan peralatan sampai rusak, karena tidak ada tindakan yang ekonomis dapat dilakukan untuk pencegahan kerusakan. Beberapa petunjuk yang dapat diberikan berdasarkan gambar diatas (cara seleksi tindakan PM) yaitu: a. Pemilihan jenis TD (Time Directed) akan sangat bahaya dilakukan bila fungsi densitas kerusakan tidak diketahui secara pasti. b. Pemilihan jenis TD (Time Directed) tidak bisa dipakai bila fungsi densitas kerusakan diketahui namun pada kenyataannya kerusakan terjadi secara acak. c. Peninjauan kembali kemungkinan penggunaan CD (Condition Directed) perlu diketahui, walaupun TD (Time Directed) telah ditentukan.
26
d. Mode kerusakan yang merupakan kerusakan tersembunyi dapat ditentukan dengan melihat kembali informasi yang terdapat pada LTA. e. Penggunaan jenis FF (Failure Finding) dapat dilakukan dengan melakukan penentuan frekuensi yang diperlukan untuk memperbaiki kerusakan. f. Penelusuran biaya relatif terhadap setiap tindakan yang mungkin dilakukan. g. Semua kotak C (masalah minor) dan D/C (masalah minor dengan kerusakan tersembunyi) mode kerusakan perlu dipertimbangkan sebelum dimasukkan ke dalam RTF. h. Modifikasi perlu dipertimbangkan.
27