BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1. Analisis Faktor Analisis Faktor merupakan salah satu teknik “analisis ketergantungan” yang sangat popular dan telah dipergunakan secara luas dalam berbagai ilmu pengetahuan. Tujuan utama dari analisis faktor adalah menjelaskan hubungan diantara banyak variabel dalam bentuk beberapa faktor. Faktor- faktor tersebut merupakan besaran acak (random quantities) yang tidak dapat diamati (diukur) secara langsung. Misalnya faktor proses industrialisasi di berbagai daerah tidak dapat diamati (diukur) secara langsung tetapi ia diukur melalui berbagai variabel ukuran industrialisasi, seperti konstribusi industri manufaktur dalam pembentukan produk domestic regional bruto (PDRB), presentase tenaga kerja, sector industri, dll. Didalam analisis faktor, variabel tidak dikelompokan menjadi variabel bebas dan tak bebas, sebaliknya penggantinya seluruh set hubungan interdependen antar variabel diteliti. Analisis faktor dapat pula dipandang sebagai perluasan dari analisis komponen utama. Keduanya, merupakan teknik analisis yang menjelaskan struktur hubungan diantara banyak variabel dalam sistem konkret. Analisis faktor bisa digunakan untuk dua fungsi utama dalam data analisis. Pertama, digunakan untuk mengidentifikasikan struktur dasar dalam
8
9 data. Yang kedua, analisis faktor mudah digunakan untuk mereduksi ukuran variable agar lebih mudah dianalisis.
2.1.1
Konsep Dasar analisis
faktor
merupakan
teknik
statistika
yang
bertujuan
menerangkan struktur hubungan diantara variabel –variabel yang diamati dengan jalan membangkitkan beberapa faktor yang jumlahnya lebih sedikit dari pada banyaknya variabel asal( mereduksi data dari banyak variabel menjadi sedikit variabel), misalnya dari 15 variabel menjadi 5 variabel baru yang disebut faktor dan masih memuat sebagian besar informasi yang terkandung dalam variabel asli (original variabel) (supranto 2004, p114). Analisis faktor dipergunakan dalam situasi sebagai berikut : a. Mengenali atau mengidentifikasi dimensi yang mendasari atau faktor yang menjelaskan korelasi antara suatu set variabel. b. Mengenali atau mengidentifikasi suatu set variabel baru yang tidak berkorelasi, yang lebih sedikit jumlahnya untuk menggantikan suatu set variabel asli yang saling berkorelasi didalam analisis multivariate selanjutnya. c. Mengenali atau mengidentifikasi satu set variabel yang penting dari suatu set variabel yang lebih banyak jumlahnya untuk dipergunakan didalam analisis multivariate selanjutnya.
10 2.1.2
Model Analisis Faktor Secara matematis, analisis faktor agak mirip dengan regresi linear berganda, yaitu bahwa setiap variabel dinyatakan sebagai suatu kombinasi linear dari faktor yang mendasari (underlying factors). Jumlah (amount) varian yang disumbangkan oleh suatu variabel dengan variabel lainnya yang tercakup dalam analisis disebut communality. Kovariasi antara variabel yang diuraikan, dinyatakan dalam suatu common factors yang sedikit jumlahnya ditambah dengan faktor yang unik untuk setiap variabel. Faktor – faktor ini tidak secara jelas terlihat. Kalau variabel- variabel dibakukan (distandardized), model faktor bisa ditulis sebagai berikut :
X i = Bi1 F1 + Bi 2 F2 + Bi 3 F3 + ... + Bij F j + Vi μ i Xi
: variabel ke i yang dibakukan (rata-ratanya nol, standar deviasinya satu).
Bij
: koefisien regresi parsial yang dibakukan untuk variabel i pada common factor ke j.
Fj
: common factor ke j
Vi
: koefisien regresi yang dibakukan untuk variabel ke i pada faktor yang unik ke i (unique factor).
µi
: Faktor unik variabel ke i.
m
: Banyaknya common factor. Faktor yang unik tidak berkorelasi dengan sesama faktor yang unik
dan juga tidak berkorelasi dengan common factor. Common factor sendiri
11 bisa dinyatakan sebagai kombinasi linier dari variabel-variabel yang terihat / terobservasi ( the observed variable) hasil penelitian lapangan. Fi = Wi1 X 1 + Wi 2 X 2 + Wi 3 X 3 + ... + Wik X k
Dimana : Fi
: Perkiraan faktor ke i (didasarkan pada nilai variabel X dengan koefsiennya Wi).
Wi
: timbangan atau koefisien nilai faktor ke i.
K
: Banyak Variabel. Dimungkinkan untuk memilih timbangan (weight) atau koefisien
nilai faktor (factor score coefficient) sehingga faktor yang pertama menjelaskan sebagian besar varian seluruh variabel. Kemudian set timbangan yang kedua dapat dipilih, sehingga faktor yang kedua menyerap sebagian besar sisa varian, setelah diambil faktor yang pertama, dengan syarat bahwa faktor yang kedua tidak berkorelasi (orthogonal) dengan faktor pertama. Prinsip yang sama dapat dipergunakan untuk memilih faktor selanjutnya, sebagai faktor tambahan, yaitu faktor ketiga. Jadi, faktor bisa diperkirakan/ diestimasi sehingga nilai faktor yang satu tidak berkorelasi dengan dengan nilai faktor lainnya. Faktor yang diperoleh merupakan variabel baru yang tidak berkorelasi antara satu faktor dengan faktor lainnya, artinya tidak terjadi multicollinearity. Banyaknya faktor, lebih sedikit daripada banyaknya variabel aslinya yang dianalisis
12 faktor, sebab analisis faktor memang mereduksi jumlah variabel yang banyak menjadi variabel baru yang jumlahnya lebih sedikit.
2.1.2.1 Model matematik dalam analisis faktor
Persamaan dasar pada analisis faktor Didalam model analisis faktor, komponen hipotesis diturunkan dari hubungan antara variabel terobservasi. Model analisis faktor mensyaratkan bahwa hubungan antar-variabel terobservasi harus linier dan nilai koefisien korelasi tak boleh nol, artinya benar-benar harus ada hubungan.komponen hipotesis yang diturunkan harus memiliki sifat-sifat sebagai berikut: 1. Komponen hipotesis tersebut diberi nama faktor. Faktor-faktor ini membentuk linearly independent set variable. Tak ada faktor yang menjadi kombinasi linear dari faktor lain, sebab faktor-faktor tersebut dibuat sedemikian rupa sehingga bebas satu sama lain. 2. variabel komponen hipotesis yang disebut faktor tersebut bisa dikelompokkan menjadi dua yaitu : common faktors dan unique faktors. Dua komponen ini bisa dibedakan kalau dinyatakan dalam timbangan (weights) di dalam persamaan linier, yang menurunkan variabel terobservasi dari variabel komponen hipotesis. Suatu common faktors mempunyai lebih dari satu variabel dengan timbangan yang bukan nol nilainya atau faktor loading yang terkait dengan faktor.
13 3. common faktor selalu dianggap tidak berkorelasi dengan faktor unik. Faktor unik biasanya dianggap saling tidak berkorelasi (mutually uncorrelated), akan tetapi common faktor mungkin dan tidak mungkin berkorelasi satu sama lain. 4. umuumnya dianggap bahwa jumlah common faktor lebih sedikit dari jumlah variabel asli. Akan tetapi, banyaknya faktor unik biasanya dianggap sama dengan banyaknya variabel asli. Notasi berikut akan dipergunakan X = suatu n x 1 vektor acak dari variabel acak (random) sebanyak n Î X1, X 2 , . . . , Xn dianggap bahwa : E(X) = (), harapan atau expected X = nol E(XX`) = Rxx suatu matriks korelasi dengan angka 1 pada diagonal pokok n = 3
n =
4. X1
X1
X2
X1
1
X2
r21
1
X3
R31
R32
X3
1
X2
X3
X1
1
X2
R21
1
X3
R31
R32
1
X4
R41
R42
R43
X4
1
F = suatu m x 1 vektor dari common faktor yaitu :F1,F2, . . . , Fm juga dianggap bahwa E(F) = () dan E (EF’) = R11 suatu matriks korelasi.
14 µ = suatu n x 1 vektor acak dari n variabel faktor unik μ1 , μ 2 ,..., μ n dianggap bahwa suatu E (µ) = () dan E (µµ’) = 1(identity matrix). Faktor unik dinormalkan (normalized) sehingga mempunyai unit varian dan saling tidak berkorelasi atau mutually uncorrelated. Kalau A suatu matrix koefisien n x m disebut faktor pattern matrix. V = matriks koefisien diagonal n x n untuk faktor unik variabel yang terobservasi yang merupakan koordinat dari X merupakan kombinasi common faktor dan faktor unik yang tertimbang persamaan fundamental dari analisis faktor kemudian bisa ditulis sebagai berikut. X = AF + Vµ Korelasi antara variable yang dinyatakan
dalam faktor bisa diuraikan
sebagai berikut. Rxx = E(XX’) = E{(AF+Vµ) (AF+Vµ)’} = E{(AF+Vµ) (A’F’+V’µ’)} = E {(AFF’A’+AFV’µ’+A’F’Vµ+VµVµ’} = ARffA’ + AFfµV’+ VRµfA + V2 Diketahui bahwa common factor tidak berkorelasi dengan faktor unik, kita peroleh: Rfµ = Rµf = 0 Jadi Rxx = ARffA’ + V2 Kita telah mendefinisikan matriks faktor pola A atau the factor pattern matrix A. koefisien matriks faktor pola merupakan timbangan (weights) yang diperuntukkan bagi common factor. Kalau variabel
15 terobservasi dinyatakan sebagai kombinasi linier common factor dan unique factor. Sekarang kita definisikan matrik faktor struktur. Koefisien matriks faktor struktur merupakan kovarian antara variable terobservasi dan faktor. Matriks faktor struktur sangat membantu didalam interpretasi faktor, ketika menunjukkan variabel yang mirip dengan variabel common factor. 2.1.3
Melakukan Analisis Faktor
Langkah-langkah yang diperlukan didalam analisis faktor:
I
Merumuskan Masalah
II
Bentuk matriks korelasi
III
IV
V
VI
Menentukan metode analisis faktor
Lakukan rotasi
Interpretasikan faktor
Hitung skor factor
Gambar 2.1 langkah analisis faktor
16 Langkah pertama dalam analisis faktor ialah merumuskan masalah faktor analisis dan mengidentifikasi/mengenali variabel-variabel asli yang akan dianalisis faktor. Kemudian suatu matriks korelasi dari varabel-variabel ini dibentuk dan metode analisis faktor dipilih. Peneliti menentukan banyaknya faktor yang akan disarikan (extracted) dari variable yang banyak tersebut dan metode rotasi yang akan dipergunakan. Langkah berikutnya harus menginterpretasikan faktor hasil rotasi. Kemudian dihitung skor faktor. Dan pada akhirnya model analisis faktor yang cocok/tepat dapat ditentukan.
2.1.3.1 Identifikasi Masalah dalam analisis faktor
Dalam analisis faktor, perlu dilakukan identifikasi masalah yang akan dibahas dengan tahapan sebagai berikut.: 1. Tujuan analisis faktor harus diidentifikasi. 2. Variabel yang akan dipergunakan di dalam analisis faktor harus dispesifikasi berdasarkan penelitian sebelumnya, teori dan pertimbangan dari peneliti. 3. Pengukuran variable berdasarkan skala interval atau rasio. 4. Banyaknya elemen sampel (n) harus cukup/memadai, sebagai petunjuk kasar, kalau k banyaknya jenis variabel (atribut) maka n = 4 atau 5 kali k. Artinya kalau variable 5, banyaknya responden minimal 20 atau 25 orang sebagai sample acak.
17 2.1.3.2 Bentuk Matriks Korelasi
Proses analisis didasarkan pada suatu matriks korelasi agar variable pendalaman yang berguna bisa diperoleh dari penelitian matrik ini. Agar analisis faktor bisa tepat dipergunakan variabel-variabel yang akan dianalisis harus berkorelasi. Di dalam praktiknya memang demikian halnya. Apabila koefesien korelasi antar variabel lainnya. Juga berkorelasi dengan faktor sebagai variabel baru yang disaring dari variabel-variabel asli. Banyaknya faktor lebih sedikit daripada banyaknya variabel. Statistik formal tersedia untuk menguji ketepatan model faktor bartlett’s test of sphericity bisa dipergunakan untuk menguji hipotesis bahwa variabel tak berkorelasi di dalam populasi. Dengan perkataan lain, matriks korelasi populasi merupakan matriks identity, dimana pada diagonal pokok, angkanya satu, di luar diagonal pokok angkanya nol. Uji statistik untuk sphericity didasarkan pada suatu transformasi khi kuadrat dari determinan matriks korelasi. Nilai yang besar untuk uji statistic, berarti hipotesis nol harus ditolak. Kalau hipotesis nol diterima, ketepatan analisis faktor harus dipertanyakan. Statistik lainnya yang berguna ialah KMO ( Kaiser-Meyer-Olkin) mengukur kecukupan sampling (sampling adequacy). Indeks ini membandingkan besarnya koefesien korelasi terobservasi dengan besarnya koefesien korelasi parsial. Nilai KMO yang kecil menunjukkan bahwa korelasi antar-pasangan variabel tidak bisa diterangkan oleh variabel lainnya dan analisis faktor mungkin tidak tepat.
18 2.1.3.3 Menentukan Metode Analisis Faktor
Segera setelah ditetapkan bahwa analisis faktor merupakan teknik yang tepat untuk menganalisis data yang sudah dikumpulkan, kemudian ditentukan atau dipilih metode yang tepat untuk analisis faktor. Sebetulnya ada dua cara atau metode yang bisa dipergunakan dalam analisis faktor, khususnya untuk menghitung timbangan atau koefisien skor faktor, yaitu principal components analysis dan common factor analysis. Di dalam principal component analysis, jumlah varian dalam data dipertimbangkan. Diagonal matriks korelasi terdiri dari angka satu (1) dan full variance dibawa ke dalam matriks faktor. Principal component analysis direkomendasikan kalau hal yang pokok ialah menentukan bahwa banyaknya faktor harus minimum dengan memperhitungkan varian maksimum dalam data untuk dipergunakan didalam analisis multivariate lebih lanjut. Faktorfaktor tersebut dinamakan principal components. Didalam common
factors
analysis,
faktor
diestimasi
hanya
didasarkan pada common variance, commulaties dimasukan didalam matriks korelasi. Metode ini dianggap tepat kalau tujuan utamanya ialah mengenali/ mengidentifikasi dimensi yang mendasari dan common variance yang menarik perhatian. Metode ini juga dikenal sebagai principal axis factoring.
2.1.3.4 Penentuan banyaknya faktor
Sebetulnya bisa diperoleh faktor sebanyak variabel yang ada, akan tetapi lalu tidak ada gunanya melakukan analisis faktor. Maksud
19 melakukan analisis faktor ialah mencari variabel baru yang disebut faktor yang saling tidak berkorelasi, bebas satu sama lainnya, lebih sedikit jumlahnya daripada variabel asli, akan tetapi bisa menyerap sebagian informasi yang terkandung dalam variabel asli atau yang bisa memberi sumbangan terhadap varian seluruh variabel. Beberapa prosedur bisa disarankan yaitu penentuan secara a priopri atau berdasarkan eigenvalues, screeplot, split- half reliability, dan significance test. a. Penentuan a priori
Kadang –kadang karena pengalaman sebelumnya, penehiti sudah tahun berapa banyaknya faktor sebenarnya, dengan menyebut suatu angka, misalnya 3 atau 4 faktor yang harus disarikan dan variabel atau data asli. Upaya untuk menyarikan (to extract) berhenti, setelah banyaknya faktor yang diharapkan sudah didapat, misalnya cukup 4 faktor saja. Kebanyakan program komputer memungkinkan peneliti untuk menentukan banyaknya faktor yang diinginkan. b. Penentuan berdasarkan eigenvalues
Di dalam pendekatan ini, hanya faktor dengan eigenvalues besar dan 1 (satu) yang dipertahankan, kalau lebih kecil dari satu, faktornya tidak diikutsertakan dalam model. Suatu eigenvalues menunjukkan besarnya sumbangan dari faktor terhadap varian seluruh variabel asli. Hanya faktor dengan varian lebih besar dan satu, yang dimasukkan dalam model. Faktor dengan varian lebih kecil dari satu tidak lebih baik dari asli, sebab variabel asli telah dibakukan (standardized) yang berarti rata-ratanya nol dan
20 variannya satu. Apabila banyaknya variabel asli kurang dari 20, pendekatan ini akan menghasilkan sejumlah faktor yang konservatif. c.
Penentuan berdasarkan screeplot
Scree plot merupakan suatu plot dan eigenvalue sebagai fungsi banyaknya faktor, dalam upaya untuk ekstraksi (mengambil saripatinya). Bentuk scree plot dipergunakan untuk menentukan banyaknya faktor. Scree plot seperti garis yang patah-patah. Bukti hasil eksperimen menunjukkan bahwa titik pada tempat di mana the scree mulai terjadi, menunjukkan banyaknya faktor yang benar. Tepatnya pada saat scree mulai mendapat/merata. Kenyataan menunjukkan bahwa penentuan banyaknya faktor dengan scree plot akan mencapai satu atau lebih banyak daripada penentuan dengan eigenvalues. d. Penentuan berdasarkan persentase varian
Di dalam pendekatan ini, banyaknya faktor yang diekstraksi ditentukan sedemikian rupa sehingga kumulatif persentase varian yang diekstraksi oleh faktor mencapai suatu level tertentu yang memuaskan. Sebetulnya berapa besarnya kumulatif persentase varian sehingga dicapai suatu level yang memuaskan? Hal ini sangat tergantung pada masalahnya. Akan tetapi sébagai pedoman/petunjuk yang disarankan ialah bahwa ekstraksi faktor dihentikan kalau kumulatif persentase varian sudah mencapai paling sedikit 60% atau 75% dan seluruh varian variabel asli. e. Penentuan berdasarkan split – half reliability
Sampel dibagi menjadi dua, analisis faktor dilakukan pada masing masing bagian sampel tersebut. Hanya faktor dengan faktor loading yang
21 sesuai pada kedua sub-sampel yang dipertahankan, maksudnya faktor-faktor yang dipertahankan memang mempunyai faktor loading yang tinggi pada masing-masing bagian sampel. f. Penentuan berdasarkan uji signifikan
Dimungkinkan untuk menentukan signifikansi statistik untuk eigenvalues yang terpisah dan pertahankan faktor-faktor yang memang berdasarkañ uji statistik eigenvalue-nya signifikan pada α = 5% atau 1%. Penentuan banyaknya faktor dengan cara ini ada kelemahannya,. khususnya dengan ukuran sampel yang besar, katakan di atas 200 responden, banyak faktor menunjukkan hasil uji yang signifikan, walaupun dan pandangan praktis, banyak faktor yang rnempunyai sumbangan terhadap seluruh varian hanya kecil. Interpretasi pemecahan lebih baik kalau didasarkan atas hasil rotasi faktor-faktor.
2.1.3.5 Rotasi faktor-faktor
Suatu hasil atau output yang penting dan analisis faktor ialah apa yang disebut matriks faktor pola (factor pattern matrix). Matriks faktor memuat/berisi koefisien yang dipergunakan untuk mengekspresikan variabel yang dibakukan (standardized) dinyatakan dalam faktor. Koefisien-koefisien ini yang disebut muatan faktor atau the factor loading, mewakili korelasi antar-faktor dan variabel. Suatu koefisien dengan nilai absolute/mutlak yang besar menunjukkan bahwa faktor dan variabel
22 berkorelasi (terkait) sangat kuat. Koefisien dan matriks faktor bisa dipergunakan untuk menginterpretasikan faktor. Meskipun matriks faktor awal yang belum dirotasi menunjukkan hubungan
antar-faktor
masing-masing
(individu)
variabel,
jarang
menghasilkan faktor yang bisa diinterpretasikan (diambil kesimpulannya), oleh karena faktor-faktor tersebut berkorelasi atau terkait dengan banyak variabel (lebih dari satu). Di dalam melakukan rotasi faktor, kita menginginkan agar setiap faktor mempunyai muatan (loading) atau koefisien yang tidak not (non zero) atau yang signifikan untuk beberapa variabel saja. Demikian halnya kita juga menginginkan agar setiap variabel mempunyai muatan (loading) yang tidak nol atau signifikan dengan beberapa faktor saja, kalau mungkin hanya dengan satu faktor saja. Kalau terjadi bahwa beberapa faktor mempunyai muatan tinggi (high loading) dengan variabel yang sama, sangat sulit untuk membuat interpretasi tentang faktor tersebut. Akan tetapi, persentase varian sebagai sumbangan setiap faktor terhadap seluruh varian (dan seluruh variabel asli) mengalami perubahan. Jadi, dengan demikian metode rotasi yang berbeda akan menghasilkan pengenalan atau identifikasi faktor yang berbeda. Ada dua metode rotasi yang berbeda yaitu orthogonal and oblique rotation seperti dijelaskan dalam uraian berikut. Rotasi disebut: orthogonal rotation kalau sumbu dipertahankan tegak lurus sesamanya (bersudut 90 derajat). Metode rotasi yang banyak dipergunakan ialah varimax procedure. Prosedur mi merupakan metode orthogonal yang berusaha meminimumkan (membuat sedikit mungkin)
23 banyaknya variabel dengan muatan tinggi (high loading) pada satu faktor, dengan demikian memudahkan pembuatan interpretasi mengenai faktor. Rotasi orthogonal menghasilkan faktor-faktor yang tidak berkorelasi satu sama lain (uncorrelated each other). Sebaliknya rotasi dikatakan: Oblique rotation kalau sumbu tidak dipertahankan harus tegak lurus sesamanya (bersudut 90 derajat) dan faktorfaktor tidak berkorelasi. Kadang-kadang, dengan membolehkan korelasi antar-faktor bisa menyederhanakan matriks faktor pola (factor pattern matrix). Oblique rotation harus dipergunakan kalau faktor dalam populasi berkorelasi sangat kuat. dengan membandingkan the varimax rotated factor matrix dengan unrotated matrix (entitled factor matrix), kita bisa melihat bagaimana hasil suatu rotasi bisa mencapai kesederhanaan (simplicity) dan meningkatkan interpretability.
2.1.3.6 Interpretasi faktor
Interpretasi dipermudah dengan mengenali/mengidentifikasi variabel yang muatannya (loadingnya) besar pada faktor yang sama. Faktor tersebut kemudian bisa diinterpretasikan, dinyatakan dalam variabel yang mempunyai high loading padanya. Manfaat lainnya di dalam membantu untuk membuat interpretasi ialah menge-plot variabel, dengan menggunakan factor loading sebagai koordinat (sumbu ). Variabel pada ujung atau akhir suatu sumbu ialah variabel yang mempunyai high loading hanya pada faktor tertentu Sedangkan variabel
24 yang dekat dengan titik asal (perpotongan sumbu mempunyai muatan rendah low loading . Variabel yang tidak dekat dengan sumbu salah satu faktor berarti berkorelasi dengan kedua faktor tersebut. Kalau suatu faktor tidak bisa dengan jelas didefinisikan dinyatakan dalam variabet aslinya, seharusnya diberi label sebagai faktor tidak tendefinisikan atau faktor umum (undefined or a general factor). Variabel-variabel yang berkorelasi kuat (nilai faktor loading yang besar) dengan faktor tertentu akan memberikan inspirasi nama faktor yang bersangkutan.
2.1.3.7 Menghitung skor atau nilai faktor
Setelah membuat interpretasi (kesimpulan) dan menghasilkan print out computer, perlu menghitung skor atau nilai faktor. Sebetulnya analisis faktor tidak harus dilanjutkan dengan menghitung skor, atau nilai faktor, sebab tanpa menghitung pun hasil analisis faktor sudah bermanfaat yaitu mereduksi/mengambil saripati dan variabel yang banyak menjadi variabel baru yang lebih sedikit dan variabel aslinya. Namun demikian kalau tujuan analisis faktor untuk mencari variabel baru yang independent (bebas satu sama lain, tidak terjadi multicollinearity),
yang disebut faktor untuk
dipergunakan dalam analisis multivariate lainnya seperti analisis regresi linear berganda atau multidiscriminant analysis, maka perlu dihitung skor/nilai faktor.
25 Suatu faktor sebetulnya merupakan kombinasi linear dan variabelvariabel asli. Skor atau nilai faktor ke I bisa dihitung dengan menggunakan rumus: Fi = wi1X1 + wi2X2 + wi3X3 + ... + wijXj + ... + wijXk F = skor (nilai) faktor yang ke i, i = 1, ..,banyaknya faktor yang dihasilkan w = weight or factor score coefficient k = banyaknya variabel
Timbangan (weights) atau koefisien skor faktor dipergunakan untuk menggabung variabel yang dibakukan (standardized) diperoleh dan the factor score coefficient matrix Hampir seluruh program komputer seperti SPSS 10 (statistical program for social science) bisa memberikan skor (nilai) faktor, kalau diminta. Hanya dalam kasus principal component analysis, dimungkinkan untuk menghitung exact factor score. Lain daripada itu, di dalam principal component analysis, skor ini tidak berkorelasi (bebas satu sama lain, tak terjadi multicollinearity). Di dalam common factor analysis, estimasi atau perkiraan dan skor ini diperoleh, akan tetapi tidak ada jaminan bahwa faktor-faktor tersebut tidak akan berkorelasi satu sama lain. Skor faktor bisa dipengunakan sebagai pengganti variabel asli yang banyak jumlahnya, di dalam analisis multivariate lainnya.
26 2.1.3.8 Menentukan model fit
Langkah terakhir dalam analisis faktor ialah menentukan ketepatan/ kecocokan model (model fit). Asumsi dasar yang mendasari analisis faktor ialah bahwa korelasi terobservasi antara variabel dapat dicirikan/ dikarakteristikkan (attributed) pada common factor. Oleh karena, korelasi antar-variabel dapat direproduksi dan korelasi yang diestimasi antara variabel dan faktor. Perbedaan antara korelasi yang terobservasi (seperti telah diberikan dalam input matriks korelasi dan korelasi) yang direproduksi (seperti diperkirakan dan matriks faktor) dapat dikaji (examined) untuk menentukan model fit. Perbedaan ini disebut: sisa atau residuals. Kalau residual yang besar, model faktor tidak bisa memberikan a good fit pada data dan model perlu dipertanyakan.
2.2
Eigen Value dan Eigen Vector
Eigen value dapat ditemukan untuk matrik segi empat yang simetrik. Pada matrik tersebut terdapat banyak eigenvalue yang bisa dipilih berdasarkan baris, ataupun kolom pada matrik. Deskripsi yang realistic dari eigen value bergantung pada pengetahuan dari aljabar linier. Bagaimanapun, berdasarkan konsep eigen value dapat digunakan sebagai ukuran kekuatan atau panjang relative dari sebuah axis (diturunkan dari matrik segi empat yang simetrik). Eigen value juga dikenal sebagai variabel laten. Setiap eigen value mempunyai hubungan dengan eigen vector. Eigen value adalah panjang sebuah axis, dan eigen vector menjelaskan orientasi dalam ruangnya. Nilai dalam eigen vector bukan unik karena kordinasi yang
27 lain yang mengambarkan orientasi yang sama dapat diterima. Biasanya eigen vector distandarkan dalam suatu cara. Misalnya, hasil penambahan dari nilai eigen vector pangkat dua, menghasilkan satu. eigen vector biasanya digunakan untuk menjelaskan interpretasi dari analisis multivariate.
2.3
Analisa Laporan Keuangan
Analisa laporan keuangan perusahaan pada dasarnya merupakan penghitungan ratio-ratio untuk menilai keadaan keuangan perusahaan di masa lalu, saat ini, dan kemungkinannya di masa depan. (syamsuddin , 2001, p37). Analisis laporan keuangan yang sangat popular dan digunakan secara luas adalah analisis rasio. Dengan segala kelemahannya, analisis rasio menjadi pilihan untuk menganalisis suatu perusahaan karena kemudahannya dalam menghasilkan informasi keuangan untuk dianalisis. Akan tetapi, rasio yang dihasilkan meskipun mudah didapatkan tetapi penafsirannya lebih sulit dan kompleks. Untuk membuat rasio yang dihitung menjadi lebih bermakna, harus dirangkaikan dengan informasi lain dan ditempatkan dalam kerangka yang lebih luas. Hasil analisis rasio berorentasi ke masa depan meskipun rasio yang dihasilkan dari nilai historis, yaitu data keuangan pada periode yang berlalu, namun proses analisisnya harus tetap ditempatkan dalam kerangka berpikir masa depan.
28 2.3.1
The Debt Ratio
Ratio ini mengukur berapa besar aktiva perusahaan yang dibiayai oleh kreditur. Semakin tinggi debt ratio, semakin besar jumlah modal pinjaman yang digunakan didalam menghasilkan keuntungan saham. Debt ratio =
Total liabilities Total Assets
2.3.2
Debt Equity Ratio
Debt to Equity Ratio (DER) merupakan perbandingan antara hutang dengan modal sendiri yang dimiliki oleh perusahaan. DER mengukur kemampuan modal sendiri perusahaan untuk dijadikan semua hutang perusahaan. Jika DER sangat tinggi, biaya modal menjadi meningkat dengan hutang yang digunakan dalam keadaan ini perusahaan cenderung menahan diri untuk perluasan usaha, kecuali jadi mendapatkan dana dalam bentuk equity(modal sendiri).
2.3.3
Return on Equity (ROE)
Return on Equity (ROE) merupakan suatu pengukuran dari penghasilan (income) yang tersedia bagi para pemilik perusahaan (baik pemegang saham biasa maupun pemegang saham preferen) atas modal yang meraka investasikan didalam perusahaan. Secara umum semakin tinggi return atau penghasilan yang diperoleh semakin baik kedudukan pemilik perusahaan. Return on Equity dihitung sebagai berikut :
29 Return on Equity = Net Profit after Taxes Stockholders equity
2.3.4
Return on Investment (ROI) atau Return on Assets (ROA)
Return On Investment (ROI) atau yang sering juga disebut dengan “return on total assets” adalah merupakan pengukuran kemampuan perusahaan secara keseluruhan di dalam menghasilkan keuntungan dengan jumlah keseluruhan aktiva yang tersedia di dalam perusahaan. Semakin tinggi
ratio
ini,
semakin
baik
keadaan
suatu
perusahaan
(syamsuddin,p63,1985). Hal ini dapat diinterpretasikan sebagai 2 hal. Pertama, rasio ini mengukur kemampuan pihak manajemen perusahaan dan tingkat efisiensi dalam menggunakan aset perusahaan untuk menghasilkan keuntungan. Kedua, rasio ini menggambarkan tingkat pengembalian total akan diterima oleh semua pihak penyedia modal (hutang dan saham), terlepas dari mana sumber modal tersebut berasal. Semakin tinggi nilai ROA, akan mengindikasikan pihak manajemen perusahaan dapat mengelola aset perusahaan secara efektif dan semakin baik pihak manajemen dalam menghasilkan tingkat pengembalian bagi pemilik modal. Return on Investment dihitung sebagai berikut : Return on Investment = Net Profit after Taxes Total Assets
30 2.3.5
Net Profit Margin (NPM)
Net Profit Margin adalah merupakan rasio antara laba bersih (net profit) yaitu penjualan sesudah dikurangi dengan seluruh expenses termasuk pajak dibandingkan dengan penjualan. Semakin tinggi NPM, semakin baik operasi suatu perusahaan. Suatu NPM yang dikatakan “baik” akan sangat tergantung dari jenis industri didalam mana perusahaan berusaha. Net Profit Margin dihitung sebagai berikut : Net Profit Margin =
Net Profit after taxes
x 100 %
Sales
2.3.6
Operating Profit Margin (OPM)
Rasio ini menggambarkan apa yang biasanya disebut “pure profit” yang diterima atas setiap rupiah dari penjualan yang dilakukan. Operating profit disebut murni (pure) dalam pengertian bahwa jumlah tersebutlah yang benar-benar diperoleh dari hasil operasi perusahaan dengan mengabaikan kewajiban-kewajiban financial berupa bunga serta kewajiban terhadap pemerintah berupa pembayaran pajak. Semakin tinggi ratio operating profit marginakan semakin baik pula operasi suatu perusahaan. Operating profit margin dihitung sebagai berikut: Operating Profit Margin = Operating Profit Sales
x 100 %
31 2.4
R Language
R adalah bahasa pemrograman berorientasi objek, yang artinya semua peubah, data, fungsi, hasil dan sebagainya disimpan dalam memori aktif komputer dalam bentuk objek yang mempunyai nama.
Pengguna dapat
melakukan aksi terhadap objek ini dengan menggunaka operator (aritmatik, logikal, dan pembanding) dan fungsi (yang dia sendiri merupakan objek). Semua aksi R dilakukan pada objek-objek yang ada pada memori aktif komputer: tampa menggunakan file temporer (temporary file).
Proses
membaca dan menulis file hanya digunakan untuk input dan ouput data dan hasil (grafik,…).
Pengguna mengeksekusi fungsi melalui serangkaian
perintah dan hasilnya ditampilkan langsung pada layar, disimpan pada objek atau ditulis ke hard disk (khususnya grafik).
Karena hasil itu sendiri
merupakan objek, maka ia dapat dipandang sebagai data dan dianalisa sebagaimana halnya data. File-file data dapat dibaca dari disk lokal atau server malalui internet. Fungsi-fungsi yang tersedia untuk pengguna disimpan pada sebuah library di disk dalam sebuah direktori bernama R_HOME/library (R_HOME adalah direktori dimana R terpasang).
Direktori ini berisi fungsi-fungsi
packages, yang mana mereka tersusun dalam direktori-direktori. Package yang bernama base merupakan inti dari R, yang berisi fungsi-fungsi dasar dari bahasa R untuk membaca dan memanipulasi data, beberapa fungsifungsi grafik, dan sebagian fungsi-fungsi statistik. Setiap package berada pada direktori R dan direktorinya diberi nama sama dengan nama package
32 tersebut.
Misal
package
base
file-filenya
ada
pada
R_HOME/library/base/R/base.
2.5
Penelitian Yang Relevan
Adapun penelitian – penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya antara lain : 1. Analisis Pengaruh Return on Assets (ROA), Return on Equity (ROE), Price Earning Ratio (PER), Price to Book Value (PBV), Debt to Assets Ratio terhadap Return Saham pada LQ-45. Penelitian ini ditulis oleh Erlina Taufik, Goby, dan Sanny Gaddafi yang ketiganya merupakan lulusan program pascasarjana Magister Manajemen Universitas Bina Nusantara. 2. Analisis dan Perancangan Program Aplikasi Pengelompokan Sektor Perbankan Untuk Penentuan Prospek Saham Mengunakan Analisis Cluster . Penelitian ini ditulis oleh Willy Kusmanto yang merupakan lulusan Universitas Bina Nusantara jurusan Teknik Informatika dan Statistika. 3. Aplikasi Analisis faktor penentu indeks daya saing kabupaten/kota di jawa timur. Penelitian ini ditulis oleh Suhandojo yang merupakan staf pengajar FMIPA-UBINUS.