BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1
Akuntansi Pengertian Akuntansi menurut American Institute of Certified Public
Accountant (AICPA) yang dikutip dari buku Priyanti (2013) dalam Sumangando dan Nangoi (2015) adalah suatu kegiatan jasa yang fungsinya, adalah menyediakan jasa kuantitatif, terutama yang mempunyai sifat dari kesatuan usaha ekonomi yang dapat digunakan dalam pengambilan keputusan-keputusan dalam memilih alternatifalternatif dari suatu keadaan. Sedangkan, menurut Soemarso (2009) yang dikutip oleh Sumangando dan Nangoi (2015) akuntansi adalah suatu disiplin yang menyediakan informasi penting sehingga memungkinkan adanya pelaksanaan dan penilaian jalannya perusahaan secara efisien. Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa akuntansi adalah suatu kegiatan yang dilakukan perusahaan untuk menyediakan informasi kuantitatif yang akurat yang menggambarkan keadaan keuangan perusahaan untuk mengetahui apakah operasional perusahaan telah berjalan secara efektif dan efisien agar para pengguna informasi tersebut dapat mengambil keputusan-keputusan yang tepat. Sistem akuntansi tidak hanya digunakan untuk menghasilkan laporan keuangan saja, melainkan juga menghasilkan pengendalian manajemen yang baik dan teratur.
2.1.1 Pengertian Sistem Sebuah sistem yang baik dan teratur serta prosedur yang jelas yang terdapat dalam perusahaan pada dasarnya merupakan kunci dari kelancaran operasional perusahaan. Sebuah sistem dan prosedur yang jelas dan teratur membantu memudahkan perusahaan dalam mencapai tujuannya. Romney dan Steinbart (2011) menyatakan bahwa, “A system is a set of two or more interrelated components that interact to achieve a goal.” Yang dimaksudkan disini adalah bahwa kebanyakan dari sistem yang ada merupakan kumpulan dari beberapa subsistem yang tersusun untuk mendukung sistem yang lebih besar. Seperti contohnya, sebuah perguruan tinggi dalam sebuah bisnis merupakan sistem yang tersusun dari beberapa departemen, yang masing-masing merupakan sebuah subsistem. Setiap subsistem dirancang untuk mencapai satu atau beberapa tujuan 11
12 organisasi sehingga perubahan dalam subsistem tidak dapat dilakukan dikarenakan harus mempertimbangkan dampaknya terhadap subsistem lainnya dan juga sistem secara keseluruhan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sistem adalah sebuah unsur-unsur atau komponen yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya, yang apabila terjadi kerusakan atas suatu komponen menyebabkan tidak maksimalnya fungsi-fungsi yang berjalan sehingga menghambat perusahaan dalam menjalankan operasional perusahaan sehingga berdampak negatif pada perusahaan dalam mencapai tujuannya.
2.1.2 Pengertian Evaluasi Pada umumnya, evaluasi merupakan suatu proses pemeriksaan atau melihat kembali atas berjalannya suatu program atau kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan penilaian mengenai efektivitas dan efisiensi suatu strategi perusahaan dalam mencapai tujuannya agar dapat mengendalikan pelaksanaan program ke depannya agar jauh lebih baik. Pengertian evaluasi menurut Stufflebeam, dkk (1971) yang dikutip oleh Marlina (2012) merupakan proses memperoleh dan menyajikan informasi yang berguna untuk mempertimbangkan alternatif-alternatif pengambilan keputusan. Sementara itu menurut Djaali, dkk (2008) yang juga dikutip oleh Marlina (2012), evaluasi adalah proses menilai sesuatu berdasarkan standar objektif yang telah ditetapkan kemudian diambil keputusan atas obyek yang dievaluasi. Sehingga pada dasarnya evaluasi merupakan suatu proses melihat kembali kesalahankesalahan di masa lalu, dan melakukan upaya untuk meningkatkan keberhasilan program di masa yang akan datang. 2.2
Sistem Informasi Akuntansi Dalam penelitiannya, Apriyandhani (2013) mendefinisikan sistem informasi
akuntansi sebagai satu kesatuan subsistem yang terstruktur untuk mengumpulkan, memproses data, dan melaporkan informasi baik informasi keuangan maupun nonkeuangan untuk dikomunikasikan kepada pembuat keputusan. Sistem informasi akuntansi bertujuan untuk mendukung operasional harian perusahaan, menyediakan, dan memperbaiki informasi, memperbaiki pengendalian internal dalam organisasi, serta memperbaiki efisiensi, dan efektivitas dalam proses pencatatan akuntansi. Selain itu sistem informasi akuntansi menurut Bodnar dan Hopwood (2010) adalah kumpulan sumber daya baik manusia maupun peralatan yang didesain untuk
13 mengolah data keuangan dan data lainnya menjadi sebuah informasi yang bermanfaat untuk mengambil keputusan. Krismiaji (2010) dalam Pakadang (2013) mengemukakan bahwa sistem informasi akuntansi adalah sebuah sistem yang memproses data dan transaksi guna menghasilkan informasi yang bermanfaat untuk merencanakan, mengendalikan, dan mengoperasikan bisnis. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sistem informasi akuntansi merupakan sebuah kumpulan subsistem yang dirancang untuk mengolah data keuangan maupun non-keuangan untuk menghasilkan informasi yang berguna untuk membuat keputusan.
2.2.1 Tujuan Sistem Informasi Akuntansi Sistem informasi akuntansi yang dirancang dengan teratur dapat memberikan nilai tambah bagi organisasi dalam hal sebagai berikut (Romney dan Steinbart, 2011): 1. Meningkatkan kualitas dan mengurangi biaya barang dan jasa. Sebagai contoh, sistem informasi akuntansi dapat memonitor mesin sehingga operator dapat langsung terdeteksi apabila kinerja berada diluar batas kualitas yang seharusnya. Hal ini membantu mempertahankan kualitas produk, mengurangi limbah, dan mengurangi biaya. 2. Meningkatkan efisiensi. Contohnya, ketepatan waktu informasi membuat pendekatan just-in-time yang memberikan informasi mengenai persediaan yang konstan, akurat, dan up-to-date menjadi memungkinkan. 3. Berbagi pengetahuan. Berbagi pengetahuan dan keahlian dapat meningkatkan operasi dan menyediakan keuntungan kompetitif. Contohnya, perusahaan KAP menggunakan sistem informasi akuntansi untuk berbagi and berkomunikasi antar perusahaan. 4. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas dari rantai pasokan. Sebagai contohnya, mengijinkan pelanggan untuk secara langsung mengakses sistem persediaan barang dan order penjualan dapat mengurangi biaya penjualan dan pemasaran sehingga meningkatkan biaya penyimpanan pelanggan. 5. Meningkatkan struktur pengendalian internal. Sistem informasi akuntansi dengan struktur pengendalian internal yang teratur dapat melindungi sistem dari kecurangan, error, kegagalan sistem, dan bencana.
14 6. Meningkatkan proses pembuatan keputusan. Proses pembuatan keputusan yang cepat sangatlah penting bagi perusahaan.
2.3 Pengendalian Internal
2.3.1 Definisi Pengendalian Internal Pada dasarnya, setiap pelaku bisnis dalam perusahaan memiliki kesadaran akan pentingnya pengendalian internal untuk mengarahkan operasi dan mencegah penyalahgunaan sistem agar dapat sejalan dengan tujuan bisnis dan siap menghadapi peluang dan tantangan di luar tantangan di luar institusi maupun di waktu mendatang. Tamodia (2013) berpendapat bahwa pengendalian internal harus dilaksanakan seefektif mungkin dalam suatu perusahaan untuk mencegah dan menghindari terjadinya kesalahan, kecurangan, dan penyelewengan. Suciu dan Barsan (2013) mengatakan bahwa pengendalian internal mencakup seluruh instrumen permanen dan prosedur yang telah diatur dan dirumuskan, dipilih oleh manajemen perusahaan, dan diterapkan kepada seluruh penanggungjawab pada seluruh tingkat, untuk mengelola aktivitas yang sesuai dengan tujuan. Ada beberapa pengertian pengendalian internal yang dikemukakan oleh para ahli, diantaranya adalah: Menurut Hery (2011) yang dikutip oleh Permatasari (2015) sistem pengendalian internal terdiri atas kebijakan dan prosedur yang dirancang untuk memberikan kepastian yang layak bagi manajemen, bahwa perusahaan telah mencapai tujuan dan sasarannya. Pada hakikatnya adalah suatu mekanisme yang didesain untuk menjaga (preventive), mendeteksi (detective), dan memberikan mekanisme
pembetulan
(corrective)
terhadap
potensi
terjadinya
kesalahan
(kekeliruan, kelalaian, error) maupun penyalahgunaan (kecurangan, fraud) Sedangkan, menurut Committee of Sponsoring Organization of The Treadway Commission (COSO) dalam Boynton dan Johnson (2006) mendefinisikan pengendalian internal merupakan suatu proses yang dilakukan oleh direksi perusahaan, manajemen, dan pegawai lain untuk menyediakan keyakinan memadai mengenai hal-hal antara lain yaitu: keandalan pelaporan keuangan, ketaatan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku, serta efektivitas dan efisiensi operasional perusahaan. Seperti yang juga dikemukakan oleh Sumangando dan Nangoi (2015) dalam penelitiannya yang menyatakan bahwa pengendalian internal adalah
15 pengendalian terhadap proses operasional entitas, dengan tujuan mencapai efektivitas perusahaan. Pengendalian internal menurut Harrison dan Horngren (2012) adalah rencana organisasi, sistem, dan prosedur, yang diimplementasikan oleh manajemen dan dewan direksi, serta dirancang untuk memenuhi tujuan berikut: menjaga aset, mendorong karyawan untuk mengikuti kebijakan perusahaan, mempromosikan efisiensi operasional, meningkatkan catatan akuntansi yang akurat dan dapat diandalkan serta memenuhi persyaratan hukum. Menurut Standar Auditing Seksi 319 Pertimbangan atas Pengendalian Internal dalam Audit Laporan Keuangan paragraf 06 pengendalian internal adalah suatu proses yang dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen, dan personel lain yang didesain untuk memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tiga golongan tujuan berikut ini: 1. Keandalan pelaporan keuangan 2. Efektivitas dan efisiensi operasi 3. Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku Hal yang serupa juga diungkapkan oleh U.S. Government Accountability Office yang dikutip oleh Karagiorgos dkk (2011) bahwa audit internal merupakan komponen utuh dalam manajemen organisasi yang menyediakan keyakinan memadai bahwa tujuan telah dicapai. Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa, sistem pengendalian internal merupakan suatu sistem yang terdiri dari berbagai macam unsur yang digunakan untuk melindungi harta kekayaan perusahaan, meneliti kepatuhan atas peraturan-peraturan agar keandalan informasi akuntansi dapat dipercaya untuk pengambilan keputusan oleh manajemen, serta menunjang efektivitas dan efisiensi operasi perusahaan agar dapat mencapai tujuannya.
2.3.2 Tujuan Sistem Pengendalian Internal Alasan diciptakannya dan diterapkannya pengendalian internal dalam suatu perusahaan adalah untuk membantu perusahaan agar dapat mencapai tujuannya dengan efisien. Tujuan pengendalian internal sesuai dengan Standards for The Professional Practice of Internal Auditing (Standard 300), Scope of Work, 5 yang dikutip dari buku Tunggal (2013) dalam Sumangando dan Nangoi (2015) adalah untuk meyakinkan:
16 1) Keandalan dan integritas informasi Auditor internal harus melakukan tinjauan realibilitas dan integritas dari informasi keuangan dan operasi, serta sarana untuk mengidentifikasi, menghitung, mengelompokkan, dan pelaporan informasi tersebut. 2) Ketaatan dengan kebijakan, rencana prosedur, hukum dan peraturan Auditor internal harus melakukan tinjauan terhadap sistem yang digunakan untuk memastikan ketaatan terhadap kebijakan, rencana prosedur, hukum, dan peraturan yang memiliki dampak signifikan terhadap operasi dan pelaporan, serta menentukan apakah organisasi telah menaati peraturan yang berlaku. 3) Mengamankan aktiva Auditor internal harus melakukan tinjauan sarana yang digunakan untuk mengamankan aktiva dan secara tepat melakukan verifikasi terhadap aktiva yang ada. 4) Pemakaian sumberdaya yang ekonomis dan efisien Auditor internal harus menaksir pemakaian sumberdaya yang ekonomis dan efisien. 5) Pencapaian tujuan dan sasaran operasi atau program yang ditetapkan Auditor internal harus melakukan tinjauan jalannya operasi dan program untuk memastikan bahwa hasil yang didapatkan telah sesuai dengan tujuan dan sasaran serta apakah operasi dan program telah dijalankan sesuai dengan rencana. Organisasi diharuskan untuk mengikuti peraturan-peraturan yang berlaku seperti Undang-Undang Perpajakan, Undang-Undang Lingkungan, Undang-Undang Perlindungan. Dengan adanya pengendalian internal diharapkan dapat meningkatkan kesesuaian operasi yang dijalankan organisasi dengan peraturan yang berlaku. Romney dan Steinbart (2011) berpendapat bahwa sistem pengendalian internal merupakan proses yang diimplementasikan untuk menyediakan reasonable assurance terhadap beberapa tujuan, yaitu: 1) Mengamankan aktiva: untuk mencegah atau mendeteksi perolehan, penggunaan, serta penempatan yang tidak terotorisasi. 2) Mempertahankan catatan dengan detail yang cukup agar informasi yang diberikan akurat dan jujur. 3) Menyediakan informasi yang akurat dan dapat dipercaya.
17 4) Mempersiapkan laporan keuangan sesuai dengan kriteria yang ditentukan. 5) Mendorong dan mengembangkan efisiensi operasional. 6) Mendorong ketaatan kepada kebijakan pengelolaan yang telah ditetapkan. 7) Menaati hukum dan peraturan yang berlaku. Dari beberapa pendapat tersebut yang telah disebutkan, dapat disimpulkan bahwa sistem pengendalian internal memiliki tujuan untuk menjaga operasi perusahaan dan menjaga keamanan harta kekayaan perusahaan dengan melihat apakah peraturan-peraturan yang telah dirancang oleh perusahaan telah dipatuhi oleh semua stakeholders agar segala data-data yang diinput dan diolah dapat menghasilkan informasi akuntansi yang handal dan dapat dipercaya sehingga informasi tersebut dapat digunakan untuk pengambilan keputusan bagi pengguna informasi.
2.3.3 Unsur-Unsur Sistem Pengendalian Internal dalam Manajemen Terdapat empat unsur pokok yang harus dipenuhi untuk menciptakan sistem pengendalian internal yang baik menurut American Institute of Certified Public Accountants (AICPA) yang dikutip oleh Khair (2015) dalam penelitiannya, antara lain: 1) Struktur organisasi yang memisahkan tanggung jawab fungsional secara tegas. 2) Sistem wewenang dan prosedur pencatatan yang memberikan perlindungan yang cukup terhadap kekayaan, utang, pendapatan, dan biaya. 3) Praktik yang sehat dalam melaksanakan tugas dan fungsi setiap unit organisasi. 4) Karyawan yang mutunya sesuai dengan tanggung jawabnya. Sistem pengendalian internal yang memadai bagi perusahaan mempunyai persyaratan yang berbeda-beda, tergantung sifat serta keadaan masing-masing perusahaan. Dalam artian tidak ada sistem pengendalian internal yang bersifat universal yang dapat digunakan oleh seluruh perusahaan. Sistem pengendalian internal dalam perusahaan memiliki sifat dan persyaratan yang berbeda-beda, tergantung dari keadaan dan karakteristik masing-masing perusahaan. Hal ini memiliki arti bahwa tidak ada sistem pengendalian internal yang sama yang digunakan oleh perusahaan.
18 2.3.4 Komponen Sistem Pengendalian Internal Pengendalian internal mencakup lima komponen dasar kebijakan prosedur yang dirancang manajemen untuk memberikan keyakinan yang memadai bahwa tujuan tertentu perusahaan dapat dipenuhi. Arens (2012) mengemukakan bahwa sistem pengendalian internal sesuai dengan COSO’s Internal Control – Integrated Framework terdiri atas lima komponen untuk mencapai tujuan perusahaan, yakni: Lingkungan
Pengendalian
(Control
Environment),
Penilaian
Risiko
(Risk
Assessment), Aktivitas Pengendalian (Control Activity), Informasi dan Komunikasi (Information and Communication), serta Pengawasan (Monitoring). Berikut merupakan bagan yang menunjukkan komponen pengendalian internal menurut COSO :
Sumber: diperoleh dari website Minnesota Management & Budget Gambar 2.1 Bagan Komponen Pengendalian Internal COSO Arens dkk (2012) menyatakan bahwa COSO mengidentifikasi lima komponen pengendalian terhadap internal yang berpengaruh pada kemampuan organisasi dalam mencapai sasaran pengendalian internal yaitu : 1)
Lingkungan Pengendalian (Control Environment) Lingkungan pengendalian terdiri dari sikap, peraturan, dan prosedur yang menunjukkan sikap keseluruhan dari manajemen level atas, direksi, dan pemilik sebuah entitas mengenai pengendalian internal dan pentingnya bagi entitas. Lingkungan pengendalian merupakan dasar bagi komponen
19 pengendalian internal lainnya, memberikan kedisiplinan dan struktur. Lingkungan pengendalian meliputi Integrity and Ethical Values (Integritas dan nilai etika), Commitment to Competence (Komitmen terhadap kompetensi), Board of Director or Audit Committee Participation (Partisipasi dewan direksi atau komite audit), Management’s Philosophy and Operating Style (Filosofi Manajemen dan Gaya Operasi), Organizational Structure (Struktur organisasi), Human Resource Policies and Practices (Kebijakan dan Praktik mengenai sumber daya manusia). Halim dan Budisantoso (2014) berpendapat bahwa faktor kunci dalam lingkungan pengendalian untuk mengurangi risiko terjadinya penyelewengan dalam laporan keuangan dengan kecenderungan untuk overstatement untuk pendapatan dan piutang dagang tergantung pada kebijakan manajemen untuk mengadopsi standar yang tinggi terhadap integritas dan nilai-nilai etika. Halhal riil yang berkaitan dengan kondisi ini misalnya usaha untuk menghilangkan atau mengurangi kemungkinan dibuatnya laporan yang berisi data penjualan dan target laba yang tidak realistis. Risiko bawaan yang diakibatkan karena isu-isu permasalahan akuntansi, perhitungan yang kompleks, estimasi akuntansi dalam siklus pendapatan akan dapat dikendalikan oleh pihak manajemen apabila manajemen memegang komitmen terhadap kompetensi terutama untuk personil yang berkecimpung di bagian akuntansi dan keuangan. Filosofi dan gaya manajemen berkaitan dengan sikap dan tindakan dalam pelaporan keuangan juga mempengaruhi tingkat risiko bawaan dalam siklus pendapatan. Titik tolak pemahaman lingkungan pengendalian siklus pendapatan adalah memahami pemberian kekuasaan atau wewenang dan tanggung jawab atas transaksi penjualan, penerimaan kas, dan penyesuaian penjualan. Selain itu juga, auditor perlu memahami metode pengendalian manajemen yang meliputi ada tidaknya forecast penjualan, anggaran penjualan, dan penilaian kinerja, dan anggaran kas. Praktik dan kebijakan personalia yang baik meliputi kebijakan pengasuransian kas terhadap pencurian atau pemanipulasian, dan adanya penyelidikan mengenai kejujuran dan integritas calon karyawan baru. Perusahaan juga perlu mewajibkan karyawan untuk mengambil cuti atau liburan, dan mengadakan rotasi tugas secara periodik. 2)
Penilaian Risiko (Risk Assessment)
20 Penilaian risiko yang dilakukan oleh manajemen berkaitan erat namun berbeda dengan penilaian risiko yang dilakukan oleh auditor. Manajemen melakukan
penilaian
risiko
sebagai
bagian
dari
merancang
dan
mengoperasikan pengendalian internal untuk mengurangi error dan fraud sedangkan auditor menilai risiko untuk memutuskan bukti yang dibutuhkan untuk audit. Apabila manajemen telah menilai dan menanggapi risiko dengan efektif, begitu pula sebaliknya. Auditor mengumpulkan pengetahuan mengenai penilaian risiko yang dilakukan manajemen untuk mengetahui bagaimana manajemen mengidentifikasi risiko yang relevan dengan laporan keuangan, mengevaluasi seberapa signifikan dan kemungkinan terjadinya risiko tersebut, dan memutuskan tindakan yang dibutuhkan bagi risiko itu. Halim dan Budisantoso (2014) mengemukakan penaksiran risiko yang perlu dipertimbangkan auditor tentang kondisi-kondisi yang berpengaruh pada risiko yang ada, yakni: a. Perubahan dalam lingkungan operasi terutama kaitannya dengan transaksi siklus pendapatan. b. Munculnya personil baru yang mempunyai kecenderungan berbeda pemahaman terhadap pengendalian internal perusahaan. c. Menerapkan sistem informasi yang baru yang berpengaruh terhadap pengendalian internal perusahaan. d. Pertumbuhan yang pesat terkait dengan operasional perusahaan yang semakin meluas yang pada akhirnya akan meningkatkan risiko yang ada. e. Restrukturisasi korporat, terkadang bisa memunculkan risiko misalnya dikarenakan adanya pengurangan staf. 3)
Aktivitas Pengendalian (Control Activities) Aktivitas pengendalian menurut Arens dkk (2012) merupakan prosedur dan peraturan yang membantu memastikan tindakan yang dibutuhkan untuk mengatasi risiko untuk mencapai tujuan entitas. Aktivitas pengendalian secara umum dibagi menjadi lima tipe, antara lain: a. Adequate separation of duties (pemisahan fungsi yang memadai) b. Proper authorization of transactions and activities (otorisasi yang layak bagi transaksi dan aktivitas) c. Adequate documents and records (dokumen dan catatan yang memadai)
21 d. Physical control over asset and records (pengendalian atas harta dan catatan) e. Independent checks on performance (pemeriksaan independen terhadap kinerja) 4)
Informasi dan Komunikasi (Information and Communication) Informasi dan komunikasi menyangkut tujuan pelaporan keuangan, termasuk sistem akuntansi, terdiri dari metode dan catatan yang dibuat untuk mengidentifikasi, menyusun, menganalisis, mengelompokkan, mencatat, dan melaporkan transaksi entitas dan menjaga akuntabilitas harta dan hutang yang berhubungan. Komunikasi meliputi memberikan pemahaman yang jelas mengenai peranan dan tanggung jawab individu mengenai pengendalian internal pada pelaporan keuangan. Halim dan Budisantoso (2014) mengatakan bahwa sistem akuntansi siklus pendapatan suatu perusahaan harus dapat menyediakan adanya audit trail atau jejak audit yang lengkap atas setiap transaksi. Pemahaman sistem akuntansi menuntut pengetahuan auditor mengenai metode pemrosesan data, dan dokumen serta catatan kunci yang digunakan. Pemahaman sistem akuntansi diperoleh melalui penelaahan buku manual akuntansi dan sistem flowchart, mengajukan pertanyaan pada karyawan bagian akuntansi, dan menelaah kembali pengalaman terdahulu dengan klien. Pemahaman terhadap sistem akuntansi yang ada dalam siklus pendapatan adalah untuk mengetahui bagaimana prosedur penjualan dimulai, prosedur pengiriman barang atau jasa, prosedur pencatatan piutang, prosedur penerimaan kas, dan penyesuaian penjualan dilakukan seperti adanya retur penjualan. Untuk itu, perlu ditetapkan adanya ketentuan-ketentuan mengenai informasi prosedurprosedur tersebut serta bagaimana mengkomunikasikannya dalam suatu sistem akuntansi berupa buku pedoman rekening, buku pedoman kebijakan akuntansi, dan bagan alir sistem. Sehingga dalam kaitannya dengan informasi dan komunikasi ini, sistem informasi mencakup metode dan catatan yang digunakan untuk : a. Mengidentifikasi dan mencatat semua transaksi yang terkait dengan siklus pendapatan secara sah.
22 b. Menjelaskan pada saat yang tepat transaksi pendapatan secara cukup rinci dan memungkinkan adanya penggolongan masing-masing transaksi itu untuk pelaporan keuangan. c. Mengukur nilai transaksi dari siklus pendapatan dengan tepat. d. Menyajikan transaksi dari siklus pendapatan dengan semestinya dan pengungkapan yang berkaitan dalam laporan keuangan. Sedangkan, komunikasi mencakup pemberian pemahaman atas peran dan tanggung jawab individu berkenaan dengan pengendalian internal atas pelaporan keuangan. Komunikasi meliputi pemahaman karyawan tentang bagaimana aktivitas mereka dalam sistem informasi pelaporan keuangan berkaitan dengan pekerjaan orang lain dan cara pelaporan penyimpangannya. Komunikasi ini dapat berupa panduan kebijakan sistem penjualan kredit, kebijakan akuntansi, dan pelaporan keuangan, serta memorandum. 5)
Pengawasan (Monitoring) Pengawasan didefinisikan sebagai “Management ongoing and periodic assessment of the quality of internal control performance to determine whether controls are operating as intended and are modified when needed.” Aktivitas pengawasan berurusan dengan penilaian kualitas pengendalian internal untuk menentukan apakah pengendalian tersebut telah beroperasi sesuai dengan harapan dan dimodifikasi sesuai dengan perubahan kondisi. Mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Halim dan Budisantoso (2014), komponen pemantauan menyediakan feedback bagi manajemen apakah kebijakan pengendalian dan prosedur yang diterapkan dalam siklus pendapatan sudah diterapkan sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh manajemen. Auditor sudah seharusnya mendapatkan informasi mengenai feedback ini untuk menentukan apakah manajemen sudah melakukan followup atau tindakan koreksi dengan adanya feedback tersebut. Informasi tersebut dapat diperoleh dari konsumen, pemerintah, eksternal auditor (berdasarkan reportable condition dari audit tahun sebelumnya). Namun pengendalian internal tidak dapat secara pasti menciptakan kesuksesan suatu perusahaan, laporan keuangan yang dapat diandalkan secara mutlak dan kepatuhan terhadap undang-undang dan peraturan pelaksanaannya.
23 2.3.5 Peranan Sistem Pengendalian Internal Secara garis besar sistem pengendalian internal memiliki peranan yang sangat penting. Dapat dijelaskan bahwa peranan ini saling mendukung agar sistem yang ada memperoleh hasil yang maksimal bagi perusahaan (Romney dan Steinbart, 2011). Adapun peranan sistem pengendalian internal adalah sebagai berikut: 1)
Pengendalian untuk pencegahan (Preventive Control) Pengendalian untuk pencegahan perannya adalah mencegah timbulnya suatu masalah sebelum permasalahan tersebut muncul. Memperkerjakan personil akuntansi yang berkualifikasi tinggi, pemisahan tugas pegawai yang memadai, dan secara efektif mengendalikan akses fisik atas aset, fasilitas dan informasi, merupakan pengendalian pencegahan yang efektif sebab tidak semua masalah mengenai pengendalian dapat dicegah.
2)
Pengendalian untuk pemeriksaan (Detective Control) Dibutuhkan untuk mengungkap masalah begitu masalah tersebut muncul. Contohnya adalah pemeriksaan salinan atas perhitungan, mempersiapkan rekonsiliasi bank dan neraca saldo setiap bulan.
3)
Pengendalian korektif (Corrective Control) Berperan untuk memecahkan masalah yang ditemukan dalam preventive dan detective control. Pengendalian ini mencakup prosedur yang dilaksanakan untuk mengidentifikasi penyebab masalah, memperbaiki kesalahan atau kesulitan yang ditimbulkan, dan mengubah sistem agar masalah di masa mendatang dapat diminimalisir atau dihilangkan. Contoh dari corrective control adalah pemeliharaan salinan cadangan atas transaksi dan file utama, seperti juga mengikuti prosedur untuk memperbaiki kesalahan memasukkan data, seperti juga kesalahan dalam menyerahkan kembali transaksi untuk proses lebih lanjut.
2.3.6 Keterbatasan Pengendalian Internal Sumangando dan Nangoi (2015) dalam penelitiannya menjelaskan beberapa keterbatasan dari pengendalian internal yang menyebabkan pengendalian internal tidak dapat berfungsi. Keterbatasan pengendalian internal adalah sebagai berikut: 1)
Manajemen mengesampingkan pengendalian internal Pengendalian suatu entitas mungkin dikesampingkan oleh manajemen. Sebagai contoh, seorang manajer tingkat senior dapat meminta seorang
24 karyawan tingkat yang lebih rendah untuk mencatat ayat-ayat jurnal dalam catatan akuntansi yang tidak konsisten dengan substansi transaksi dan melanggar pengendalian entitas. 2)
Kesalahan yang tidak disengaja oleh personil Sebagai contoh, karyawan mungkin salah memahami instruksi atau membuat kesalahan pertimbangan. Karyawan juga mungkin melakukan kesalahan karena ketidaktelitian pribadi, kebingungan, atau kelelahan. Auditor harus berhati-hati mempertimbangkan mutu dari personil entitas ketika menilai pengendalian internal.
3)
Kolusi Contohnya, seorang karyawan yang menerima kas dari pelanggan berkolusi dengan karyawan lain yang mencatat penerimaan dalam catatan pelanggaran agar mencuri kas dari entitas. Dari uraian tersebut diatas menyimpulkan bahwa sistem pengendalian
internal memiliki kelebihan serta kelemahan. Kelemahan dari sistem pengendalian internal tersebut pada dasarnya disebabkan oleh kolusi dan ketidaktelitian karyawan. Sama halnya dengan kelebihan dari sistem pengendalian internal yang dapat dicapai dengan adanya karyawan yang kompeten. Hal ini menegaskan bahwa personil dalam perusahaan menjadi komponen yang paling penting dalam menentukan keberhasilan maupun kegagalan dalam keberlangsungan sistem pengendalian internal.
2.3.7 Ciri-ciri Pengendalian Internal yang Efektif Menurut Akmal (2009) yang dikutip oleh Pakadang (2013), ciri-ciri pengendalian internal yang efektif adalah sebagai berikut : 1)
Tujuan jelas Jika pengendalian internal tidak dapat dimengerti, maka prosedur pengendalian tersebut tidak dapat digunakan dan tidak memiliki tujuan yang jelas, maka pengendalian tersebut tidak memiliki nilai.
2)
Dibangun untuk tanggung jawab bersama Suatu pengendalian internal harus dapat dimanfaatkan oleh seluruh pengguna atau seluruh pihak yang berkepentingan.
3)
Biaya yang dikeluarkan dapat mencapai tujuan Biaya yang dikeluarkan harus sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, namun tidak boleh melebihi manfaat yang dihasilkan.
25 4)
Didokumentasikan Seluruh proses dalam pengendalian internal harus didokumentasikan secara sederhana dan mudah dimengerti.
5)
Dapat diuji dan direview Proses pengendalian internal dan dokumentasinya harus dapat diuji dan direview agar dapat disempurnakan atau dapat diperbaharui jika sudah tidak sesuai dengan tujuan.
2.4 Penjualan
2.4.1 Pengertian Penjualan Surupati
(2013)
dalam
penelitiannya
mengatakan
bahwa
penjualan
merupakan aspek yang penting bagi perusahaan dalam memaksimalkan laba, penjualan terdiri atas penjualan tunai dan penjualan kredit yang menimbulkan piutang. Berikut beberapa pengertian penjualan menurut para ahli : Mulyadi (2008) dalam Surupati (2013) mengatakan penjualan adalah suatu kegiatan yang terdiri dari transaksi penjualan barang atau jasa, secara kredit maupun tunai. Swastha (2005) dalam Musa (2013) menjelaskan penjualan adalah interaksi antara individu saling bertemu muka yang ditujukan untuk menciptakan, memperbaiki, menguasai, atau mempertahankan hubungan pertukaran sehingga menguntungkan bagi pihak lain. Berdasarkan beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penjualan adalah suatu interaksi yang terjadi antara kedua belah pihak, yaitu pihak penjual dan pembeli dimana interaksi tersebut berjalan berdasarkan persetujuan kedua belah pihak tersebut. Pihak penjual menawarkan barang atau jasa dengan harapan pembeli dapat menyerahkan sejumlah uang sebagai alat ukur barang atau jasa tersebut sesuai harga jual yang telah disepakati agar dapat saling menguntungkan bagi kedua belah pihak.
2.4.2 Tujuan Penjualan Kegiatan penjualan dalam sebuah perusahaan pada umumnya adalah kegiatan penting karena kegiatan penjualan tersebut berkontribusi bagi perolehan pendapatan dan laba bagi perusahaan sehingga mempertahankan keberlangsungan hidup
26 perusahaan. Tujuan umum perusahaan dalam melakukan kegiatan penjualan menurut Swastha (2005) yang dikutip oleh Musa (2013) adalah : 1) Mencapai volume penjualan tertentu. 2) Mendapat laba tertentu. 3) Menunjang pertumbuhan perusahaan. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan umum perusahaan adalah untuk mencapai volume penjualan tertentu dimana perusahaan berusaha untuk dapat mencapai target yang telah ditentukan perusahaan, mendapatkan laba tertentu dimana perusahaan yang mampu melakukan penjualan dengan baik dapat menghasilkan tingkat laba yang tinggi dan maksimal, serta menunjang pertumbuhan perusahaan dimana dengan laba yang dihasilkan tersebut tidak hanya mempertahankan keberlangsungan hidup perusahaan melainkan juga menunjang pertumbuhan perusahaan agar dapat lebih berkembang.
2.4.3 Klasifikasi Transaksi Penjualan Menurut La Midjan (2000) terdapat enam klasifikasi penjualan dikutip oleh Ema (2014) yaitu: 1) Penjualan secara tunai, yaitu penjualan yang bersifat cash atau penjualan kontan. Pembayaran dalam jangka waktu satu bulan termasuk kedalam pembayaran kontan. 2) Penjualan secara kredit, yaitu penjualan dengan pembayaran yang dilakukan secara langsung dengan waktu rata-rata diatas satu bulan. 3) Penjualan secara tender, yaitu penjualan yang dilakukan melalui prosedur tertentu untuk memenuhi permintaan pihak pembeli yang membuka tender tersebut. 4) Penjualan secara ekspor, yaitu penjualan yang dilaksanakan dengan pembeli dari luar negeri yang mengimpor barang tersebut. 5) Penjualan secara konsinyasi, yaitu penjualan secara titipan melalui penjualan lain. 6) Penjualan secara grosir, yaitu penjualan yang tidak langsung kepada pembeli tetapi melalui pedagang perantara. Grosir berfungsi sebagai perantara pabrik dengan pedagang.
27 2.4.4 Prosedur Penjualan Dalam pelaksanaan jalannya operasi bisnis pada suatu perusahaan tidak terlepas dari kegiatan penjualan yang menjadi ujung tombak going concern suatu perusahaan. Kegiatan penjualan yang berjalan dalam perusahaan sudah seharusnya memiliki prosedur seperti yang disebutkan oleh Gillespe (2001) yang dikutip oleh Sitanggang (2014) yang meliputi: 1) Sales order, shipping, order and billing Prosedur ini biasanya ditangani oleh bagian penjualan. Bagian ini menerima pesanan dan bagian salesman. Order pembelian dan pelanggan atau melalui phone, kemudian pesanan dicatat dalam formulir. Formulirformulir yang digunakan dalam prosedur penjualan antara lain: a. Surat perintah pemesanan barang b. Faktur penjualan (sales invoice) c. Bon penjualan kontan (cash sales slip) d. Kwitansi pembayaran barang 2) Sales distribution Distribusi adalah prosedur pengambilan perincian (dalam jumlah rupiah atau kwitansi barang) dari salah satu dokumen (faktur penjualan) dan mengumpulkan untuk keperluan laporan. Langkah-langkah dalam distribusi antara lain: a. Membuat jurnal yang nantinya akan dipindahbukukan ke dalam buku besar. b. Membuat laporan yang menunjukan klasifikasi masing-masing. c. Membuat kertas kerja, rekening, dan formulir lainnya untuk mengumpulkan transaksi. Untuk membuat distribusi perlu ditentukan klasifikasi yang diinginkan, yaitu: a. Klasifikasi barang b. Klasifikasi penjualan c. Klasifikasi langganan d. Klasifikasi metode penjualan e. Jenis penjualan f. Klasifikasi golongan konsumen dan saluran distribusi
28 Laporan yang dihasilkan dari prosedur distribusi antara lain: a. Laporan bulanan penjualan dan harga pokok masing-masing kelompok yaitu: a) Menurut kelompok barang b) Menurut jenis penjualan b. Laporan harian, mingguan, atau bulanan tergantung keperluan menurut: a) Jenis barang b) Penjualan c) Langganan 3) Account Receivable Kegiatan dari fungsi piutang melibatkan beberapa bagian dari perusahaan sejak timbulnya piutang sampai diterimanya pembayaran. Adapun bagian-bagian yang terlibat adalah: a. Bagian penjualan yang memegang fungsi penjualan dan merupakan awal timbulnya piutang. b. Seksi administrasi piutang mencatat timbulnya dan hapusnya piutang. c. Bagian akuntansi umum yang mencatat transaksi piutang dalam proses akuntansi. d. Bagian keuangan yang melibatkan bagian penagihan maupun penerimaan uangnya. 4) Cash receivable and credit control a. Petugas yang mencatat atas timbulnya piutang maupun hapusnya piutang harus terpisah dari petugas buku besar maupun penagihan. b. Secara periodik diadakan cek internal antara total buku besar pembantu dengan buku besar piutang. c. Diadakan konfirmasi atas saldo piutang secara periodik. d. Catatan atas piutang berfungsi kontrol atau kondisi dan diatas maksimum kredit melalui daftar umum piutang. e. Setiap hasil penagihan oleh petugas inkaso hasilnya harus dipertanggungjawabkan hari itu juga.
29 2.4.5 Pengendalian Internal Pada Penjualan Orchard (2014) mengatakan bahwa manajer secara waspada mengidentifikasi dengan kejelasan yang cukup untuk memungkinkan identifikasi dan penilaian dari risiko dalam mencapai tujuan. Selain itu, auditor harus mengevaluasi keefektifan pengendalian internal terhadap laporan keuangan untuk mengurangi risiko salah saji pelaporan keuangan. Sebuah kelemahan dalam pengendalian internal perusahaan akan memerlukan pengendalian risiko yang tinggi serta meningkatkan risiko salah saji material, lalu auditor harus menggunakan kegiatan audit tambahan untuk mencapai tingkat risiko audit yang rendah. Maka dari itu, Orchard (2014) berpendapat bahwa auditor independen dan manajer perusahaan harus menciptakan pemahaman yang kuat atas tujuan strategis, melakukan penilaian atas risiko secara luas dalam mencapai tujuan tersebut, dan mengevaluasi rancangan dan efektivitas dari aktivitas pengendalian untuk mengurangi risiko yang ada. Menurut Mulyadi (2001) yang dikutip oleh Wardani, Dzulkirom, dan Topowijono (2014), unsur pengendalian internal yang seharusnya ada dalam penjualan adalah: 1) Pada struktur organisasi, fungsi yang harus terpisah dilakukan kegiatan pengecekan internal terhadap penjualan dengan adanya kemungkinan risiko buruk yang dapat terjadi, misalnya piutang tak tertagih, manipulasi catatan akuntansi, dan risiko lainnya. 2) Pada prosedur pembukuan, setiap terjadi transaksi penjualan, prosedur pencatatan berguna untuk terjaminnya harta perusahaan dan sebagai bukti telah terjadi transaksi penjualan. 3) Pada komponen praktek sehat, perusahaan harus memiliki aturan dalam pelaksanaan proses penjualan misalnya pencetakan formulir dengan nomor urut yang tercetak , pelaksanaan rekonsiliasi secara periodik, dan kegiatan praktek sehat lainnya.
2.5
Kas Rozaana dkk (2014) dalam penelitiannya mengatakan bahwa kas dalam
neraca merupakan aktivitas yang paling likuid, karena hampir setiap transaksi yang dilakukan oleh bagian yang berwenang atau yang terkait di dalam perusahaan maupun pihak luar perusahaan, sebagian besar akan mempengaruhi kas.
30 2.5.1 Pengertian Kas Menurut I.A.I (2009) kas terdiri dari saldo kas dan rekening giro. Setara kas adalah investasi yang sifatnya likuid berjangka pendek dan yang dengan cepat dapat dijadikan kas dalam jumlah tertentu tanpa menghadapi risiko perubahan nilai yang signifikan. Sedangkan Soemarso (2009) dalam penelitian yang dilakukan oleh Pakadang (2013) mengatakan bahwa kas adalah segala sesuatu (baik yang berbentuk uang atau bukan) yang dapat tersedia dengan segera dan diterima sebagai alat pelunasan kewajiban pada nilai nominalnya. Karena itu, untuk memperkecil kemungkinan terjadinya kecurangan atau penyelewengan yang menyangkut uang kas perusahaan, diperlukan adanya pengendalian internal (internal control) yang baik atas kas dan setara kas. Kas menurut Dosen Akuntansi Sektor Publik (2006) yang dikutip oleh Bawiling (2015) adalah uang tunai dan saldo simpanan di bank yang setiap saat digunakan untuk membayar kegiatan pemerintah. Maissya (2010) yang juga dikutip oleh Bawiling (2015) mengatakan kas (cash) adalah aktiva lancar yang meliputi uang kertas/logam dan benda-benda lain yang dapat digunakan sebagai media tukar/alat pembayaran yang sah dan dapat diambil setiap saat. Dari beberapa pengertian kas yang telah disebutkan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa kas terdiri dari uang tunai yang ada di perusahaan baik kas kecil maupun besar yang bentuknya sangat mudah untuk disembunyikan dan dipertukarkan, sehingga memungkinkan mudahnya terjadi penyalahgunaan atas kas tersebut dan kesulitan untuk melacaknya jika hilang sehingga dibutuhkan tindakantindakan pengendalian yang baik.
2.5.2 Tujuan Pengendalian Internal Terhadap Kas Tujuan pengendalian internal kas menurut Baridwan (2008) yang dikutip oleh Pakadang (2013) antara lain: 1) Menggunakan dana perusahaan secara efektif. 2) Menyediakan kas perusahaan yang cukup untuk keperluan operasional perusahaan. 3) Untuk memastikan bahwa pengeluaran kas hanya untuk tujuan yang diotorisasi. 4) Keandalan dalam pencatatan akuntansi. 5) Melindungi saldo kas dari penyelewengan, manipulasi, dan pencurian.
31 2.5.3 Dokumen Penerimaan Kas Wardani dkk (2014) dalam penelitiannya mengutip dari Baridwan (2012) menyebutkan dokumen-dokumen yang ada dalam penerimaan kas, yaitu: 1) Dokumen (bukti) asli pendukung tiap penerimaan uang. 2) Data harian yang menunjukkan kumpulan atau ringkasan penerimaan kas. 3) Buku jurnal (books of original entry). 4) Buku pembantu piutang dan buku besar.
2.5.4 Pengendalian Internal Terhadap Penerimaan Kas Untuk melindungi kas dari pencuri dan penyalahgunaan, perusahaan harus mengendalikan kas sejak diterima sampai kas disimpan di bank. Pada umumnya, perusahaan menerima kas dari dua sumber utama yaitu: (1) pelanggan yang membeli barang atau jasa dan (2) pelanggan yang membayar piutangnya. Wardani dkk (2014) menyebutkan pengendalian internal atas penerimaan kas, yaitu: 1) Menetapkan tanggung jawab pengelolaan dan pengawasan fisik. 2) Semua surat masuk harus dibuka dengan pengawasan yang cukup. 3) Harus segera dibuat catatan oleh yang membuat surat tentang cek atau uang yang diterima, dari siapa, jumlahnya, dan untuk tujuan apa. 4) Semua penjualan tunai harus dibuatkan nota penjualan yang sudah diberi nomor urut atau dicatat dalam mesin cash register. 5) Daftar penerimaan uang harus dicocokkan dengan jurnal penerimaan uang. 6) Tembusan nota penjualan tunai harus dikirimkan ke kasir dan bagian pengiriman. 7) Bukti setor ke bank setiap hari dicocokkan dengan daftar penerimaan uang harian dan catatan ke dalam jurnal penerimaan uang. 8) Kasir tidak boleh merangkap mengerjakan buku pembantu utang dan piutang dan sebaliknya. 9) Semua penerimaan uang harus disetorkan pada hari itu juga atau pada awal hari kerja berikutnya. 10) Rekonsiliasi laporan bank harus dilakukan oleh orang yang tidak berwenang menerima uang maupun yang menulis cek. 11) Kunci cash register harus dipegang oleh orang yang tidak mengelola kas.
32 12) Diadakan rotasi pegawai agar tidak timbul kerja sama untuk berbuat kecurangan. 13) Kasir sebaiknya menyerahkan uang jaminan.
2.6
Teknik Dokumentasi Sistem Dokumentasi pada umumnya mencakup penjelasan (narratives), flowchart,
diagram, dan bahan lainnya yang menjelaskan bagaimana sebuah sistem bekerja. Informasi ini meliputi siapa, apa, kapan, dimana, mengapa, bagaimana entry dari sebuah data, yang kemudian diproses, disimpan, dan kemudian menjadi output, serta pengendalian dari sebuah sistem yang ada. Alat dokumentasi pada dasarnya sangat penting dalam tingkatan-tingkatan sebagai berikut (Romney dan Steinbart, 2011): 1) Secara minimum, dibutuhkan kemampuan untuk membaca dokumentasi untuk menentukan bagaimana cara sebuah sistem bekerja. 2) Kebutuhan untuk mengevaluasi dokumentasi sistem pengendalian internal untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan serta merekomendasikan perbaikan ataupun mengevaluasi dokumentasi bagi sistem yang telah diusulkan untuk menentukan apakah telah sesuai dengan kebutuhan dari perusahaan. 3) Banyak keahlian yang dibutuhkan untuk mempersiapkan dokumentasi pengendalian internal atau dokumentasi yang menunjukkan bagaimana operasi dari sebuah sistem yang sudah ada sedang berjalan. Flowchart merupakan salah satu bentuk dari alat yang digunakan untuk mendokumentasikan sebuah sistem. Flowchart pada umumnya menggambarkan suatu aliran kegiatan dari awal hingga akhir mengenai suatu langkah-langkah dalam sebuah sistem.
2.6.1 Flowchart Flowchart
adalah
sebuah
teknik
analisis
yang
digunakan
untuk
mendeskripsikan beberapa aspek dari sistem informasi secara jelas, ringkas, dan logis. Flowchart menggunakan sebuah set standar yang berisi simbol yang digunakan untuk menggambarkan secara jelas prosedur untuk proses transaksi yang digunakan oleh perusahaan dan alur dari data yang mengalir dalam sebuah sistem. Flowchart pertama kali diperkenalkan oleh seorang insinyur industri di tahun 1950 sebagai cara untuk (1) mencatat bagaimana sebuah proses bisnis dilakukan dan bagaimana alur
33 dari dokumen, selain itu (2) menganalisis bagaimana cara untuk meningkatkan proses dan alur dari dokumen. Sehingga pada akhirnya, auditor mulai menggunakan flowchart dalam audit operasional agar dengan baik mengerti proses bisnis. Lalu, auditor eksternal mulai menggunakan flowchart untuk mengevaluasi pengendalian internal dari klien mereka. Flowchart lalu kemudian menjadi sangatlah penting ketika Sarbanes-Oxley Act mengharuskan perusahaan untuk mendokumentasikan proses bisnis dan pengendalian internal yang ada. Romney dan Steinbart (2011) mengemukakan bahwa simbol-simbol flowchart dibagi menjadi empat kategori seperti yang dijelaskan dibawah ini dan dalam tabel: 1. Input/output symbols, mewakili alat atau media yang menyediakan input atau mencatat output dari proses operasi. 2. Processing symbols, yang menunjukkan alat apa yang digunakan untuk memproses data atau mengindikasikan ketika proses dilakukan secara manual. 3. Storage symbols, mewakili alat yang digunakan untuk menyimpan data. 4. Alur dan simbol lainnya, mengindikasikan alur dari data, dimana flowchart tertentu dimulai atau berhenti, dimana sebuah keputusan diambil, dan kapan untuk menambahkan catatan penjelasan dalam sebuah flowchart. Tabel 2.1 menggambarkan simbol-simbol flowchart dan penjelasan yang dikutip dari Romney dan Steinbart (2011).
34 Tabel 2.1 Simbol-Simbol Flowchart
Simbol Input/Output Simbol
Nama Dokumen
Beberapa salinan dari dokumen tertentu
Penjelasan Sebuah dokumen atau laporan
Diilustrasikan dengan simbol dokumen yang tumpang
tindih
dan
mencetak
nomor
dokumen di sisi kanan atas dokumen Fungsi input atau output dalam program
Input/output;
flowchart. Juga digunakan untuk mewakili
Jurnal/buku besar
jurnal akuntansi dan buku besar dalam dokumen flowchart.
Display
Informasi
yang
ditunjukkan
dengan
menggunakan alat output online seperti, terminal, monitor, atau layar. Penguncian online
Pemasukan data secara online, seperti terminal atau personal computer. Simbol display dan penguncian online
Terminal atau personal computer
digunakan
bersamaan
untuk
mewakili
terminals, personal computers, dan alat elektronik lainnya yang mampu untuk input dan output.
Pengendalian jumlah total yang persiapkan Transmittal tape
secara manual; digunakan dengan tujuan untuk mengendalikan serta membandingkan jumlah total yang dihasilkan secara komputerisasi.
35 Simbol Proses Simbol
Nama
Penjelasan Fungsi pemrosesan berbasis komputer; pada
Proses komputerisasi
umumnya berdampak perubahan pada data atau informasi.
Operasi pemrosesan yang dilakukan secara Operasi manual manual.
Operasi
Fungsi pemrosesan yang dilakukan oleh alat
bantuan
yang bukan merupakan komputer.
Simbol Penyimpanan Simbol
Nama
Penjelasan
Magnetic
Data yang disimpan dalam magnetic disk atau
disk/drive
drive.
Magnetic tape
File/Arsip
Data yang disimpan dalam magnetic tape.
Data yang disimpan dalam arsip secara manual.
36 Alur dan simbol lainnya Simbol
Nama
Penjelasan
Alur dokumen atau Arah dari alur proses atau dokumen; proses
alur yang normal pada dasarnya adalah yang mengarah ke bawah dan kanan.
Alur data atau informasi
Arah dari alur data atau informasi; pada
umumnya
digunakan
untuk
menunjukkan data yang telah disalin dari dokumen yang satu ke dokumen Hubungan
yang lain.
komunikasi
Transmisi data dari lokasi geografis yang satu ke yang lain dengan garis
On-page connector komunikasi. Menghubungkan
alur
proses
di
halaman yang sama; agar garis tidak merambah keseluruhan halaman. Off-page connector Entry dari, atau keluar ke, halaman berikutnya. Terminal
Suatu awal, akhir, atau titik berhenti dalam suatu proses atau program, juga digunakan untuk mengindikasi pihak eksternal.
Keputusan
Langkah
membuat
keputusan;
digunakan dalam program flowchart untuk menunjukkan cabang ke jalan alternatif.
Anotasi
Tambahan bagi komentar deskriptif atau
catatan
penjelasan
sebagai
klarifikasi. Sumber : Buku Accounting Information Systems terbitan Pearson edisi ke-12
37 2.7
Penelitian Terdahulu Pada penelitian terdahulu ini, diambil beberapa contoh penelitian terdahulu
sebagai panduan ataupun contoh untuk penelitian yang dilakukan, diantaranya adalah: Sumangando dan Nangoi (2015) meneliti sistem pengendalian internal pada lembaga keuangan non-bank, yaitu sebuah lembaga yang memberikan pinjaman kredit kepada masyarakat dengan mensyaratkan barang jaminan, maka dari itu barang jaminan tersebut haruslah dalam keadaan baik saat kembali ke tangan nasabah sehingga dibutuhkan pengendalian internal yang baik dalam proses penerimaan dan pengembalian barang jaminan. Penelitian tersebut menunjukan hasil bahwa pengendalian internal pada PT. Pegadaian (Persero) UPC Ratahan memiliki beberapa kekurangan pada proses transaksi serta struktur organisasi yang belum maksimal pembagiannya sehingga diberikan rekomendasi agar ditambahkan beberapa orang pegawai dan pencatatan serta penyimpanan barang jaminan. Manurung dan Apriani (2012) yang mengevaluasi pengendalian internal dalam siklus penggajian dan kepegawaian yang sedang berjalan dalam perusahaan agar dapat mengurangi terjadinya fraud atau kecurangan yang dilakukan oleh oknum yang terdiri dari beberapa orang yang bekerja sama. Hasil penelitian menunjukan bahwa PT. Yamatex Spinning Mills memiliki kekurangan dalam pengendalian internal perusahaannya, yaitu belum diberlakukannya kebijakan job rotation secara berkala sehingga akan lebih baik jika perusahaan membuat kebijakan rotasi untuk posisi pekerjaan secara berkala untuk mencegah karyawan memiliki kesempatan untuk melakukan kecurangan apabila terlalu lama dalam sebuah posisi pekerjaan. Tamodia (2013) mengevaluasi sistem pengendalian internal PT. Laris Manis Utama Cabang Manado yang merupakan sebuah perusahaan yang bergerak di bidang distributor buah import, atau lebih dikenal sebagai penjual buah import grosir dan eceran. Pengendalian diterapkan atas persediaan karena persediaan merupakan suatu aktiva yang harus diamankan dan dilaporkan secara tepat dalam laporan keuangan. Penelitian menunjukan pengendalian sudah efektif karena sudah terdapat pemisahan tugas antara fungsi-fungsi terkait dengan penerimaan dan pengeluaran barang. Pemantauan terhadap persediaan barang dagangan juga dilakukan secara rutin setiap sebulan sekali oleh bagian gudang melalui kegiatan stock opname. Orchard dan Hoag (2014) dalam penelitiannya mengatakan bahwa manajemen yang efektif dalam siklus pendapatan sangatlah penting dalam
38 menentukan kesuksesan dan keberlangsungan hidup dari setiap bisnis. Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi sistem pengendalian internal dalam siklus pendapatan bagi perusahaan yang berada dalam industri manufaktur. Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Orchard dan Hoag (2014) dapat digunakan oleh auditor eksternal sebagai dasar umum dalam melakukan evaluasi awal dalam melakukan evaluasi pengendalian internal khususnya bagi auditor yang mengikuti U.S Generally Accepted Auditing Standards (GAAS), terlebih lagi yang melakukan audit secara terintegrasi sesuai dengan Public Company Accounting Oversight Board (PCAOB) Auditing Standard No. 5, serta peraturan baru dalam Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission’s (COSO) Internal Control – Integrated Framework. Selain itu, manajer juga dapat menggunakan hasil penelitian ini untuk mengevaluasi kecukupan dari aktivitas pengendalian internal dalam siklus pendapatan. Suciu dan Barsan (2013) dalam artikelnya, memberikan wawasan yang lebih luas terhadap metode yang digunakan untuk sistem pengendalian internal dalam perusahaan publik dan swasta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dikarenakan terlalu banyak variasi dalam perusahaan publik dan swasta, maka tidak ada model pengendalian tunggal yang dapat digunakan sebagai acuan bagi seluruh perusahaan. Pengendalian harus diterapkan dan di adaptasikan terhadap perubahan yang terjadi dalam entitas. Organisasi yang meragukan, berkelebihan, dan kaku harus dihindari. Mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Karagiorgos, Drogalas, dan Giovanis (2011) pada Greek Hotel yang melakukan evaluasi mengenai peran auditor internal terhadap kesuksesan sebuah bisnis. Penelitian tersebut juga dilakukan untuk memberikan bukti empiris atas interaksi antara komponen dari sistem pengendalian internal dan kinerja dari proses audit internal pada bisnis Greek Hotel. Menurut literatur teoritis dan empiris yang terbaru menunjukkan bahwa seluruh komponen dari audit internal adalah sangat penting bagi efektivitas kegiatan audit internal yang juga berdampak terhadap kelangsungan dan kesuksesan sebuah bisnis. Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, dimana para peneliti memfokuskan penelitian pada pengendalian internal atas persediaan barang dagang di perusahaan dagang, maupun perusahaan pegadaian dimana evaluasi dilakukan pada proses penerimaan dan pengembalian barang jaminan, dan juga pengendalian internal atas siklus penggajian dan kepegawaian, dimana hal ini menunjukan bahwa pengendalian internal pada dasarnya sangat dibutuhkan dalam
39 perusahaan. Maka dalam penelitian ini penulis akan melakukan evaluasi atas sistem pengendalian internal pada prosedur penjualan dan penerimaan kas yang berjalan dalam sebuah perusahaan jasa bongkar muat karena kegiatan penjualan dan penerimaan kas merupakan kegiatan utama dalam perusahaan yang memegang peran yang sangat penting bagi keberlangsungan hidup perusahaan. Selain itu juga, karena kegiatan operasionalnya yang berbeda dari perusahaan yang menjadi objek peneliti pada penelitian terdahulu sehingga dapat memberikan tambahan informasi serta pengetahuan yang lebih dalam mengenai sistem pengendalian internal yang berjalan dalam perusahaan jasa bongkar muat.
40