4
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1
Nordic Musculoskeletal Questionnaire (NMQ) Kuesioner NMQ berisi pertanyaan mengenai rasa sakit dan ketidaknyamanan di sembilan area tubuh, yaitu leher, bahu, siku tangan, pergelangan tangan/tangan, punggung atas, punggung bawah, pinggul/paha/bokong, lutut, dan pergelangan kaki/kaki.
Sumber: (Dickinson, Campion, Foster, Newman, O'Rourke, & Thomas, 1992)
Gambar 2.1 Kuesioner NMQ 2.2
Rapid Upper Limb Assessment (RULA) 4
5 RULA adalah sebuah metode yang digunakan untuk mengukur tingkat risiko cedera pada anggota tubuh bagian atas (upper limb) yang dapat ditimbulkan oleh suatu aktivitas kerja. Pengukuran tingkat risiko cedera dilakukan dengan cara mengukur postur dan posisi bagian tubuh seseorang dalam melakukan aktivitas kerja (McAtamney & Corlett, 1993), bagian tubuh tersebut antara lain adalah: 1. Lengan (lengan atas) 2. Siku tangan (lengan bawah) 3. Pergelangan tangan 4. Leher 5. Trunk 6. Kaki
Sumber: (McAtamney & Corlett, 1993)
Gambar 2.2 RULA Employee Assessment Worksheet Setelah mendapatkan data hasil pengukuran postur dan posisi tubuh, data dimasukan kedalam software RULA, lalu dari perhitungan software RULA akan didapatkan grand score yaitu tingkatan yang bernilai 1 sampai 7 yang menunjukkan tingkat risiko cedera pada anggota tubuh bagian atas (upper limb), setelah itu grand score tersebut lalu diklasifikasikan menjadi 4 action level (McAtamney & Corlett, 1993) yaitu: 1. Action Level 1: yaitu grand score 1 atau 2 menunjukkan bahwa postur masih dapat diterima selama tidak dipertahankan atau diulang untuk waktu yang lama. 2. Action Level 2: yaitu grand score 3 atau 4 menunjukkan bahwa dibutuhkan 5
6 pengkajian lebih lanjut dan mungkin membutuhkan perubahan. 3. Action Level 3: yaitu grand score 5 atau 6 menunjukkan bahwa dibutuhkan pengkajian lebih lanjut dan dibutuhkan perubahan segera. 4. Action Level 4: yaitu grand score 7 menunjukkan bahwa dibutuhkan pengkajian dan perubahan sesegera mungkin (mendesak). 2.3
Fatigue Likelihood Scoring (FLS) Fatigue Likelihood Scoring merupakan metode penilaian untuk tingkat kelelahan pekerja yang dipengaruhi oleh jadwal pekerjaannya. FLS merupakan tool yang digunakan sebagai kontrol level 1 untuk Fatigue Risk Management System yang dikembangkan oleh Transport Canada, dimana dalam kontrol level 1 ini berkaitan dengan sleep opportunity yang diperoleh pekerja dengan jadwal kerja yang ada sekarang (Transport Canada, 2011). Tabel 2.1 Penilaian Fatigue Likelihood Scoring Fatigue Likelihood Scoring Matrix for Work Schedules Score 0 1 2 4 8 a) Total hours per < 36 36.1 – 55+ 44 – 47.9 48 – 54.9 7 days hours 43.9 b) Maximum shift <8 8.1 – 9.9 10 – 11.9 12 – 13.9 14+ duration hours c) Minimum short > 16 15.9 - 13 12.9 - 10 9.9 - 8 <8 break duration hours d) Maximum night work per 7 0 hours 0.1 - 8 8.1 - 16 16.1 - 24 > 24 days e) Long break > 1 in 7 ≤ 1 in 7 ≤ 1 in 14 ≤ 1 in 21 ≤ 1 in 28 frequency days days days days days Sumber: (Transport Canada, 2011)
Sumber: (Transport Canada, 2011)
Gambar 2.3 Fatigue Likelihood Score 2.4
Individual Fatigue Likelihood Score (IFLS) Individual Fatigue Likelihood Score merupakan kontrol level 2 yang merupakan kelanjutan dari kontrol level 1 pada Fatigue Risk Management System yang dikembangkan oleh Transport Canada. IFLS menilai efektifitas dari penilaian yang diperoleh dari FLS untuk memastikan apakah dengan jadwal yang ada, pekerja benar-benar memperoleh waktu tidur yang cukup atau sebaliknya. Penilaian ini lebih bersifat individual karena selain dari jadwal kerja, ada juga hal lain yang dapat menyebabkan pekerja kekurangan waktu untuk tidur (Transport Canada, 2011). 6
7
Tabel 2.2 Perhitungan Skor dengan Metode Individual Fatigue Likelihood Score Prior sleep/wake factor
Threshold value
X (sleep in prior 24 hours)
5 hours
Y (sleep in prior 48 hours)
12 hours
Z (time awake since last sleep)
Y
Scoring Add 4 points for every hour below threshold Add 2 points for each hour below threshold Add 1 point for each hour of wakefulness greater than Y
Sumber: (Transport Canada, 2012)
Tabel 2.3 Decison Tree Berdasarkan Metode Individual Fatigue Likelihood Score Individual Risk Level Approved Controls Fatigue Score
Zero
No additional controls necessary except in the presence of higher level indicators of fatigue (i.e. symptoms, errors, or incidents).
Acceptable
1-4
Minor
5-8
Moderate
9+
Significant
Inform line supervisor and document in daily logbook. Selfmonitor for fatigue-related symptoms, and apply individual controls such as strategic use of caffeine, task rotation, working in pairs, additional rest breaks. Inform local manager and document in a fatigue report. Implement additional fatigue controls such as task reallocation, napping, and increased level of peer and supervisory monitoring. Call manager before driving to work. Document in a fatigue report on next work shift. Do not engage in safety-critical tasks (including driving to work), and do not return to work until sufficiently rested as per sleep/time awake rules.
Sumber: (Transport Canada, 2012)
2.5
Kendall Rank Order Kendall Rank
Correlation Correlation merupakan salah satu
Order 7
8 pengujian korelasi non-parametrik selain uji Spearman, namun pengunaannya sedikit lebih jarang dibanding dengan uji Spearman. Kendall Rank Order Correlation sering disebut dengan Kendall’s Tau dan dalam statistik dilambangkan dengan T. Sama seperti uji korelasi Spearman, Kendall’s Tau dapat dilakukan pada suatu set data dimana terdapat dua observasi untuk setiap individu dan data dapat dimasukkan ke dalam urutan peringkat. Nilai T memiliki rentang antara -1 hingga 1, yang menyatakan suatu hubungan korelasi negatif sempurna, tidak memiliki korelasi, dan korelasi positif sempurna. Meskipun mirip dengan Pearson r dan Spearman rs, tidak disarankan untuk membandingkan hasil dari uji tes ini dengan yang lainnya. Satu-satunya keuntungan dari korelasi Kendall dibanding Spearman adalah bahwa T dapat digunakan dalam korelasi parsial dimana rs tidak bisa (Calvin Dytham, 2010). Berikut ini adalah tabel kekuatan korelasi berdasarkan nilai korelasinya. Tabel 2.4 Interpretasi Nilai Korelasi Coefficient Strength Alternate Descriptors 0,00 No (linear) association 0,01-0,09 Trivial (linear) relationship Very small, insubstantial, tiny, practically zero 0,10-0,29 Low to moderate (linear) Small, low, minor relationship 0,30-0,49 Moderate to substantial Medium (linear) relationship 0,50-0,69 Substantial to very strong Large, high, major (linear) relationship 0,70-0,89 Very strong (linear) Very large, very high, huge 0,90+ Near perfect These interpretations apply equally to positive and negative relationships. Sumber: (Vaus, 2002)
2.6
Kelelahan Kelelahan dalam diri manusia merupakan proses yang terakumulasi dari berbagai faktor penyebab dan mendatangkan ketegangan yang dialami oleh manusia. Kelelahan dalam kerja seringkali diartikan sebagai proses menurunnya performa kerja dan berkurangnya kekuatan atau ketahanan fisik tubuh manusia untuk melanjutkan kegiatan yang harus dilakukan (Wignjosoebroto, 2003). Berikut adalah macam kelelahan yang disebabkan oleh faktor-faktor yang berbeda-beda menurut (Wignjosoebroto, 2003): 1. Lelah Otot: yaitu kelelahan yang dirasakan oleh yang terjadi dengan munculnya gejala kesakitan yang amat sangat ketika otot harus menerima beban yang berlebihan. 2. Lelah Visual: yaitu kelelahan yang diakibatkan oleh ketegangan yang terjadi pada mata, mata yang terkonsentrasi secara terus menerus pada suatu objek seperti layar monitor, misalnya pada karyawan yang menggunakan komputer. Cahaya yang terlalu kuat yang mengenai mata juga dapat menimbulkan gejala yang sama. 3. Lelah Mental: yaitu kelelahan yang bukan timbul secara langsung oleh aktivitas fisik, melainkan lewat kerja mental seperti 8
9 proses berpikir. Lelah mental juga sering disebut dengan lelah otak. 4. Lelah Monotonis: yaitu kelelahan yang disebabkan oleh aktivitas kerja yang bersifat rutin, monoton ataupun oleh lingkungan kerja yang sangat menjemukan. Situasi kerja yang monoton dan menimbulkan rasa kebosanan akan mudah terjadi pada pekerjaan-pekerjaan yang dirancang terlalu ketat. Kelelahan monotonis jarang terjadi dalam kegiatan yang memberikan fleksibilitas bagi karyawan untuk mengembangkan kreativitas dan mengatur irama kerjanya sendiri. Bila kelelahan berlangsung terus menerus dan terakumulasi akan dapat menyebabkan lelah kronis yang dapat dicirikan seperti meningkatnya emosi dan rasa jengkel sehingga orang menjadi kurang toleran, munculnya sikap apatis dan depresi yang berat. Lelah kronis dapat berdampak langsung pada fisiologis maupun psikologis manusia, yang akhirnya akan memerlukan perawatan khusus.
9