BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1 Manajemen Operasional Manajemen operasional adalah “serangkaian aktivitas yang menciptakan nilai dalam bentuk barang dan jasa dengan mengubah masukan menjadi hasil” (Heizer & Render, 2015, p. 3). Sedangkan (Evans & Collier, 2007, p. 5) mengatakan bahwa manajemen operasional adalah “the science and art of ensuring that goods and services are created and delivered successfully to customers”. Berdasarkan (Herjanto, 2008, p. 2), manajemen operasional adalah “suatu kegiatan yang berhubungan dengan pembuatan barang, jasa dan kombinasinya, melalui proses transformasi dari sumber daya produksi menjadi keluaran yang diinginkan.” Dari beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa manajemen operasional merupakan aktivitas yang dilakukan untuk menciptakan barang atau jasa dengan cara mengubah masukan menjadi hasil yang diinginkan serta kemudian disampaikan kepada konsumen.
2.2 Total Quality Management (TQM) 2.2.1 Pengertian Total Quality Management (TQM) Total Quality Management adalah “sistem manajemen yang mengangkat kualitas sebagai strategi menutut pencapaian keunggulan bersaing yang berorientasi kepada kepuasan pelanggan dengan melibatkan seluruh anggota organisasi” (Syukron & Kholil, 2012, p. 12). Fandy Tjiptono dalam (Yamit, 2013, p. 181) mendefinisikan Total Quality Management sebagai “suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus-menerus atas produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungannya.” Sedangkan menurut (Tannady, 2015, p. 13), Total Quality Management adalah “Seni dalam mengelola segala sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan organisasi.” Jadi dapat disimpulkan bahwa Total Quality Management adalah suatu sistem yang digunakan untuk memfokuskan diri pada meningkatkan kualitas produk atau jasa guna meningkatkan kepuasan pelanggan.
11
12 2.2.2 Pengertian Kualitas “Kualitas membantu perusahaan meningkatkan penjualan dan mengurangi biaya, namun untuk dapat membangun kualitas membutuhkan usaha, komitmen, dan kesungguhan dari seluruh karyawan suatu perusahaan terutama manajemen puncak” (Hidayat, 2014, p. 59). Kualitas dalam kerangka ISO 9000 dalam (Wahyuni, Sulistiyowati, & Khamim, 2014, p. 5) didefinisikan sebagai “kemampuan dari kesatuan karakteristik produk, sistem atau proses untuk memenuhi persyaratan pelanggan atau pihak terkait yang dinyatakan atau tersirat.” Sedangkan kualitas menurut Gaspersz dalam (Suwenda, 2014, p. 6) adalah “segala sesuatu yang mampu memenuhi kebutuhan pelanggan (meeting the needs). Berdasarkan pernyataan (Hidayat, 2014, p. 59) dapat diketahui pengertian kualitas adalah “keseluruhan fitur dan karakteristik dari produk atau jasa yang mampu memuaskan atau memenuhi kebutuhan pelanggan.” J.M Juran dalam (Haming & Nurnajamuddin, 2012, p. 111) menyatakan kualitas sebagai berikut: “Kualitas memiliki banyak makna, diantaranya ada tiga yang sering digunakan, baik dalam khazanah keilmuan maupun praktik, yaitu (a) kualitas adalah keistimewaan produk yang menjawab kebutuhan konsumen, (b) kualitas adalah bebas dari cacat dan defisiensi, dan (c) kualitas adalah kesesuaian dengan tujuan penggunaan.”
Dari uraian diatas, maka dapat disimpulkan kualitas sebagai suatu usaha dari perusahaan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan akan produk atau jasa berkualitas dan bebas dari cacat.
2.2.3 Pengendalian Kualitas Menurut (Evans & Collier, 2007, p. 635), pengendalian kualitas adalah “the means of ensuring consistency in processes to achieve conformance”. Sedangkan pernyataan (Suwenda, 2014, p. 7) mengenai pengendalian kualitas adalah “teknikteknik dan aktivitas operasional yang digunakan untuk memenuhi persyaratan kualitas.” Berdasarkan beberapa pengertian mengenai pengendalian kualitas diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pengendalian kualitas adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan untuk dapat mengendalikan kualitas dari barang atau jasa yang diciptakannya.
13 2.2.4 Dimensi Kualitas Kualitas dari suatu produk dapat dinilai dengan melihat dari sisi dimensinya. Dimensi ini jugalah yang membedakan antara produk manufaktur dengan produk jasa. Macam-macam dimensi produk menurut (Tannady, 2015, p. 6) adalah: 1. Performance Permorma terkait dengan bagaimana suatu produk dapat berfungsi sesuai dengan desain awalnya. Contohnya sebuah mesin pemotong rumput dapat dinilai performanya dari apakah mesin pemotong rumput tersebut dapat dengan baik melakukan tugasnya dalam memotong rumput. 2. Reliability Realibilitas berkaitan dengan seberapa banyak suatu produk dapat mengalami kegagalan dalam memberikan performanya dengan baik. Suatu industri yang menggunakan lebih dari 80% proses produksinya dengan menggunakan mesin yang sudah memiliki standarisasi kerja dan ketika hasil produksinya tidak sesuai dengan spesifikasi maka proses produksi yang berlangsung dapat dikatakan tidak reliabel. 3. Conformance Konformasi adalah seberapa akurat atau sebesar apa gap yang ada diantara kesesuaian antara spesifikasi yang ditentukan dengan hasil produk yang dihasilkan. Suatu produk dapat dikatakan baik dalam hal dimensi konformasinya ketika produk tersebut memiliki semakin banyak kesamaan dengan spesifikasi yang ditentukan. 4. Features Fitur merupakan suatu ukuran kapasitas kemampuan yang dapat dilakukan oleh suatu produk. Pada saat ini, seringkali dijumpai suatu produk dapat laku terjual dikarenakan produk tersebut mampu untuk melakukan banyak hal. 5. Serviceability Dimensi serviceability sering diasosiasikan dengan layanan yang diberikan baik saat transaksi atau setelah proses transaksi pembelian produk oleh customer. Contohnya seperti kecepatan seorang montir dalam memperbaiki kendaraan. 6. Durability Durability adalah ketahanan masa kerja yang dimiliki suatu produk atau dengan kata lain usia produk dalam menghasilkan performa yang baik.
14 7. Aesthetics Estetika adalah dimensi yang berorientasi visual produk. Contoh elemen dari estetika adalah kemasan, warna, bentuk, dan style.
2.2.5 Biaya Kualitas Menurut (Yamit, 2013, p. 12) biaya kualitas adalah “biaya yang terjadi atau mungkin akan terjadi karena produk cacat atau kualitas yang jelek. Biaya yang terjadi atau mungkin akan terjadi berhubungan dengan desain, pengidentifikasian, perbaikan dan pencegahan kerusakan.” Sedangkan menurut (Tannady, 2015, p. 7) biaya kualitas adalah “segala biaya yang dikeluarkan sebagai upaya organisasi dalam menjamin kualitas barang yang diproduksinya maupun akibat dari buruknya kualitas barang dan jasa yang diberikan pada konsumen”. Pada saat ini terdapat tiga kategori pandangan yang berkembang di antara para praktisi mengenai biaya kualitas (Yamit, 2013, p. 13), yaitu: 1. Kualitas semakin tinggi berarti biaya semakin tinggi. Tambahan biaya yang bisa terjadi akibat dari peningkatan kualitas lebih besar dari manfaat peningkatan kualitas. Manfaat tambahan dari peningkatan kualitas tidak dapat menutupi biaya tambahan. Pandangan seperti ini beranggapan bahwa peningkatan kualitas selalu diikuti oleh peningkatan biaya. 2. Biaya peningkatan kualitas lebih rendah dari penghematan yang dihasilkan. Penghematan dihasilkan oleh berkurangnya pengerjaan ulang, produk cacat dan biaya lainnya yang berkaitan dengan kerusakan. Pandangan ini menjadi landasan bagi perbaikan kualitas berkelanjutan atau terus menerus. 3. Biaya kualitas melebihi biaya yang terjadi bila produk atau jasa diproses secara benar sejak awalnya. Pandangan ini menyatakan bahwa biaya kualitas tidak hanya mengenai biaya secara langsung, tetapi juga mengenai biaya akibat kehilangan pelanggan, kehilangan pangsa pasar, serta kehilangan peluang dan biaya yang tersembunyi lainnya.
15 Biaya kualitas memiliki 4 macam elemen menurut (Tannady, 2015, p. 7) yaitu: 1. Preventive cost Preventive cost merupakan biaya yang terkait dengan kualitas yang dikeluarkan dalam rangka mengusahakan suatu produk dan jasa dapat memenuhi keinginan pelanggan dalam hal kualitas. Preventive cost ini bertujuan untuk mengurangi potensi penyebab cacat produk. Macam-macam biaya yang menjadi elemen dalam preventive cost adalah biaya mendatangkan material yang berkualitas, biaya membeli mesin yang berkualitas, biaya pelatihan tenaga kerja, biaya perancangan awal produk, dan biaya administratif pendukung operasional yang baik. 2. Apprasial cost Appraisal cost adalah elemen biaya yang ditimbulkan akibat dari pengecekan atau inspeksi dan evaluasi. Macam-macam biaya yang menjadi elemen dalam appraisal cost adalah biaya tes dan inspeksi, biaya pengecekan proses pembelian, biaya pengecekan aktivitas di lapangan, dan biaya evaluasi dari kegiatan operasional. 3. Internal cost Internal cost merupakan biaya yang terkait pada kualitas yang ditimbulkan oleh kesalahan internal organisasi. Macam-macam biaya yang menjadi elemen dalam internal cost adalah biaya yang timbul akibat tidak presisinya kerja mesin, biaya akibat terganggunya produktivitas yang dikarenakan mogok kerja, dan biaya yang timbul akibat kegagalan dalam menerima material sehinggan ditemukan material yang tidak memenuhi spesifikasi namun ikut digunakan dalam proses produksi. 4. External cost External cost adalah biaya yang terkait dengan kualitas yang muncul setelah barang dikirimkan keluar perusahaan. Macam-macam biaya yang menjadi elemen dalam external cost adalah biaya ganti rugi pelanggaran, biaya penarikan kembali produk yang cacat, biaya permintaan maaf di media, biaya persidangan karena gugatan pembeli, dan biaya kehilangan penjualan akibat buruknya persepsi produk di mata konsumen.
16 2.2.6 Prinsip dan Unsur Total Quality Management Hashmi dalam (Syukron & Kholil, 2012, p. 14) menyatakan prinsip-prinsip kunci Total Quality Management adalah: 1. Komitmen manajemen, yaitu: a. perencanaan berupa dorongan dan pertunjuk b. pelaksanaan berupa penyebaran, dukungan, partisipasi c. pemeriksaan berupa inspeksi d. tindakan berupa pengakuan, komunikasi, revisi 2. Pemberdayaan karyawan, meliputi pelatihan, sumbang saran, penilaian dan pengakuan, serta kelompok kerja yang tangguh 3. Pengambilan keputusan berdasarkan fakta, dapat menggunakan statistical process control dan the seven statistical tools 4. Perbaikan berkelanjutan, meliputi pengukuran yang sistematis dan fokus pada biaya non kualitas, kelompok kerja yang tangguh, manajemen proses lintas fungsional. 5. Fokus pada konsumen, meliputi hubungan dengan pemasok, hubungan pelayanan dengan konsumen internal, kualitas tanpa kompromi, standar oleh konsumen.
2.2.7 Alat-Alat dalam Total Quality Management Dalam (Tannady, 2015, p. 35) dinyatakan bahwa setiap metode perbaikan kualitas ditunjang oleh alat-alat bantu yang disebut alat-alat kualitas atau quality tools. Alat-alat kualitas ini memiliki fungsi untuk membantu dan mempermudah dalam menginterpretasi permasalahan seputar kualitas ke dalam tampilan visual baik tabel maupun grafis. Dari tabel dan grafik tersebut dapat diambil sebuah ide dan gagasan tentang langkah peningkatan kualitas selanjutnya. Berdasarkan (Aichouni, 2012) dapat diketahui bahwa banyak organisasi yang menggunakan alat Total Quality Management untuk mengidentifikasi, menganalisis, dan menilai data kuntitatif dan data kualitatif yang relevan terhadap proses yang berlangsung.
17 Menurut (Heizer & Render, 2015, p. 255) terdapat tujuh alat pengendalian kualitas (Seven tools of quality control) dalam total quality management, yaitu: 1. Lembar Periksa (Check Sheet) Lembar periksa adalah sebuah formulir yang dirancang untuk mencatat data. Lembar periksa membantu analis menemukan fakta atau pola yang mungkin dapat membantu analisis selanjutnya. 2. Diagram Pencar (Scatter Diagram) Diagram pencar menunjukkan hubungan antar dua pengukuran. Jika dua hal saling berkaitan, titik data akan membentuk kelompok yang sangat dekat dan jika menghasilkan pola yang acak, kedua hal tidak berkaitan. 3. Diagram Penyebab dan Efek (Cause and Effect Diagram) Diagram penyebab dan efek adalah teknik yang skematis digunakan untuk melihat kemungkunan tempat masalah kualitas. 4. Diagram Pareto (Pareto Diagram) Diagram pareto adalah metode dalam mengorganisasikan kesalahan, atau cacat untuk membatu fokus atas usaha penyelesaian masalah. 5. Diagram Alur (Flow Chart) Diagram alur secara grafik menyajikan sebuah proses atau sistem dengan menggunakan kotak bernotasi dan garis yang berhubungan. Diagram ini merupakan alat yang sederhana, namun bagus untuk membuat arti sebuah proses atau menjelaskan proses. 6. Diagram Batang (Histogram) Histogram menunjukkan rentang nilai dari pengukuran dan frekuensi di mana setiap nilai terjadi. 7. Peta Kontrol (Control Chart) Peta control adalah presentasi grafis dari proses data dari waktu ke waktu yang menunjukkan batas kendali atas dan bawah untuk proses yang ingin kita kendalikan.
2.2.7.1 Lembar Periksa (Check Sheet) Berdasarkan pernyataan (Syukron & Kholil, 2012, p. 63) dapat diketahui bahwa check sheet merupakan “dokumen sederhana yang digunakan untuk mengumpulkan data secara real-time di lokasi data tersebut.” Check sheet memiliki dua tujuan utama yaitu untuk membuat pengumpulan data menjadi mudah dan untuk
18 penyusunan dan pengolahan data selanjutnya sehingga dapat dipakai dengan mudah. Menurut (Patel, Shah, & Makwana, 2014), check sheet digunakan untuk mengumpulkan dan menganalisis data secara real time di lokasi dimana data tersebut dihasilkan. Data yang dikumpulkan dalam lembar periksa merupakan titik awal dari proses perbaikan dan untuk pemecahan masalah. Data yang diperoleh dapat digunakan untuk membuat diagram pareto dan diagram batang.
Jenis-jenis check sheet menurut (Tunggal, 2013, p. 68) adalah: 1. Process Check Sheet Check sheet ini digunakan untuk membuat gambar tally distribusi frekuensi dengan membuat daftar dari beberapa kisaran (range) nilai pengukuran dan membuat tanda pada observasi actual. Check sheet ini serupa dengan grafik batang. 2. Defect Check Sheet Check sheet ini digunakan untuk mencatat jenis-jenis cacat barang. Check sheet ini serupa dengan grafik batang. 3. Stratified Defects Check Sheet Check sheet ini mencatat jenis cacat produk tertentu menurut kriteria logik. Hal ini membantu ketika defect check sheet gagal untuk memberikan informasi mengenai penyebab masalah. 4. Defect Location Check Sheet Check sheet ini berupa gambar, foto, layout diagram, atau peta yang dapat menunjukkan masalah tertentu. Hal ini mempermudah untuk melakukan identifikasi bagian-bagian yang menjadi akar permasalahan yang tidak dapat dijelaskan oleh check sheet lainnya.
Check Sheet menurut (Tannady, 2015, p. 38) memiliki 2 tipe isian umum yang sering digunakan yaitu: 1. Menggunakan tanda centang () Tanda ini digunakan untuk memastikan kualitas dari segi kualitatif atau data yang bersifat atribut, artinya adalah pengecek hanya melakukan pengecekan terhadap kesesuaian data lapangan dengan data yang seharusnya. Data yang dicek adalah data yang variabel yaitu data yang berdimensi kontinu, seperti berat, tinggi, panjang, usia, suhu, dan tekanan.
19 Jika pengecek menggunakan isian tanda centang, maka pengecek tidak melakukan tindakan menghitung atau menandai lembar check sheet. Ketika pengecekan data dilakukan pada jumlah yang besar maka tidak digunakan pengisian tanda centang, karena memiliki resiko yang besar untuk terus menghitung tanpa menandai lembar. 2. Menggunakan tanda garis ( ǀ ) Tanda ini digunakan untuk memastikan kualitas pengamatan dengan cara kuantitatif, artinya pengecek melakukan perhitungan atas obyek yang diamati, kesesuaian antara harapan dan kenyataan diukur dengan proses menghitung secara langsung.
2.2.7.2 Diagram Pencar (Scatter Diagram) Scatter diagram merupakan “alat dalam metode penerapan perbaikan kualitas yang berfungsi untuk memberikan gambaran tentang sebesar apakah sesuatu variabel memiliki ikatan atau korelasi (r) dengan variabel lainnya” (Tannady, 2015, p. 47). Berdasarkan pernyataan (Bhosale, Shilwant, & Patil, 2013) dapat diketahui bahwa diagram pencar juga disebut sebagai diagram X-Y. Diagram pencar merupakan alat untuk menganalisis hubungan antara dua variabel. Satu variabel terletak pada sumbu horizontal yang disebut sebagai variabel independent dan sumbu vertikal disebut sebagai variabel dependent. Langkah-langkah membuat scatter diagram (Tunggal, 2013, p. 74): 1. Gabungkan beberapa pasang kumpulan observasi. Kemudian hubungkan variabel dependen langsung dengan variabel independen. 2. Cari variabel independen terbesar hingga terkecil dan juga cari variabel dependen dari yang terbesar hingga terkecil. 3. Buat axis vertikal dan horizontal dari nilai terkecil hingga terbesar agar dapat diplot. 4. Plot data dengan memberikan tanda yang menghubungkan pasangan X-Y.
20 Jenis-jenis korelasi pada scatter diagram (Tunggal, 2013, p. 76) :
Gambar 2. 1 Jenis Korelasi pada Scatter Diagram Sumber : Amin Wijaja Tunggal
2.2.7.3 Diagram Penyebab dan Efek (Cause and Effect Diagram) Pengertian Cause and effect diagram menurut (Magar & Shinde, 2014) adalah “suatu alat yang memperlihatkan hubungan yang sistematis antara suatu hasil atau satu efek dengan penyebab-penyebab yang memungkinkan.” Langkah-langkah untuk membuat cause and effect diagram adalah: 1. Gambarlah garis utama yang diketuai oleh efek yang ditimbulkan. Efek yang ditimbulkan dituliskan di dalam kotak. 2. Menentukkan main group atau katagori dari penyebab permasalahan. Letakan di dalam kotak dan hubungkan dengan garis utama. 3. Carilah penyebab-penyebab yang mungkin untuk menjadi penyebab dari permasalahan yang ada. Pastikan bahwa rute dari penyebab permasalahan dapat menggambarkan permasalahan dengan baik. 4. Setelah menyelesaikan seluruh katagori yang ada, carilah penyebab-penyebab lainnya yang mungkin terlupakan. 5. Setelah diagram selesai, diskusikan penyebab yang paling penting.
21 Cause and effect diagram dapat dipergunakan untuk kebutuhan-kebutuhan berikut (Syukron & Kholil, 2012, p. 68): 1. Untuk mengidentifikasi penyebab dari suatu masalah 2. Untuk mencari penyebab permasalahan dan mengambil tindakan korektif 3. Untuk membantu dalam penyelidikan faktor lebih lanjut 4. Untuk menyeleksi metode analisis yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan
Menurut (Tannady, 2015, p. 36), faktor analisa uang dapat digunakan dalam merancang sebuah cause and effect diagram adalah menggunakan environment, equipment, men, management, people, dan process (EMP)2). Namun pada pengaplikasiannya tidak ada aturan baku mengenai aspek-aspek analisa sehingga analisis dapat disesuaikan dengan pertimbangan mengenai kondisi organisasi.
Gambar 2. 2 Contoh Cause and Effect Diagram Sumber : Hendy Tannady
2.2.7.4 Diagram Pareto (Pareto Diagram) Pengertian (Syukron & Kholil, 2012, p. 44) mengenai Pareto diagram adalah “suatu jenis distribusi dimana sifat-sifat yang diobserfasi diurutkan dari yang frekuensinya paling besar hingga terkecil.” Bentuk dari patero diagram ini mirip dengan histogram. Pada sumbu horizontal berisi variabel yang bersifat kualitatif
22 yang menunjukkan jenis cacat, sedangkan sumbu vertikal berisi jumlah cacat dan persentase cacat. Konsep Efisiensi Pareto dan Hukum Pareto dalam (Tannady, 2015, p. 42) menyatakan bahwa 80% dari akibat berasal atau dihasilkan oleh 20% penyebab atau 80% hasil usaha adalah buah dari 20% usaha yang produktif dan optimal. Dalam sudut pandang yang negatif, konsep Efisiensi Pareto dan Hukum Pareto juga mengandung arti bahwa 80% dari kegagalan merupakan tanggung jawab 20% penyebab atau 80% produk cacat disebabkan oleh 20% faktor keseluruhan produksi. Tahapan dalam membuat diagram pareto adalah (Tannady, 2015, p. 43): 1. Identifikasi masalah yang ingin dianalisa penyebab-penyebabnya. 2. Analisa dan temukan faktor-faktor penyebab masalah tersebut. Dapat dilakukan dengan melakukan pengukuran lapangan, wawancara, data sekunder, dll. 3. Buat frekuensi terhadap setiap penyebab yang ada ke dalam bentuk angka dan persentase. 4. Buatlah model sumbu X dan Y dengan menggunakan area X positif dan Y positif. 5. Sumbu Y digunakan sebagai frekuensi dari setiap penyebab yang ada dan sumbu X digunakan untuk setiap faktor-faktor penyebab. 6. Lakukan interpretasi pada setiap faktor penyebab dengan menggunakan model batang. 7. Urutkan faktor penyebab dimulai dari yang memiliki frekuensi paling besar hingga yang frekuensinya paling kecil. 8. Gunakan bagian kanan dari sumbu X untuk mengakumulasi persentase hingga 100%, dengan cara memberikan tanda titik dari setiap batang ke persentase dan ditarik garis ke titik 100%.
23
Gambar 2. 3 Contoh Gambar Pareto Chart Sumber : Hendy Tannady
2.2.7.5 Diagram Alur (Flow Chart) (Syukron & Kholil, 2012, p. 40) menyatakan bahwa Flow chart adalah “sebuah diagram yang menggunakan simbol untuk menggambarkan sifat dan aliran urutan dari sebuah proses.” Keuntungan dalam menggunakan flow chart adalah: 1. Meningkatkan pemahaman mengenai suatu proses dengan menjelaskan urutan proses menggunakan gambar. 2. Meyediakan alat latihan untuk karyawan berupa kemampuan secara visual tentang layout urutan proses. 3. Mengidentifikasi daerah bermasalah dan kesempatan untuk meningkatkan kinerja suatu proses. 4. Menggambarkan hubungan pelanggan dengan pemasok dengan membantu proses bekerja dan memahami siapa pelanggan serta cara bertindak.
24 Flow chart menggunakan simbol sebagai elemen-elemen penyusun. Berikut adalah simbol pada flow chart yang umum digunakan (Tannady, 2015, p. 52) :
Gambar 2. 4 Simbol pada Flow Chart 1. Process
2. Sub Process
3. Flow line
4. Sub Connector
5. Connector
6. Document
7. Decision
8. Delay
9. Terminator
10. Or
Sumber : Hendy Tannady
25
Gambar 2. 5 Contoh Flow Chart Sumber : Hendy Tannady
2.2.7.6 Histogram Histogram adalah “suatu grafik yang paling sering digunakan untuk memperlihatkan distribusi frekuensi,atau memperlihatkan seberapa sering setiap nilai yang berbeda dalam satu set” (Chauhan, Shah, & Bhatagalikar, 2013). Menurut (Tannady, 2015, p. 44) histogram adalah “salah satu alat di dalam metode implementasi perbaikan kualitas yang berfungsi untuk memetakan distribusi atas sejumlah data.” Menurut (Yamit, 2013, p. 55), histogram adalah “salah satu metode untuk membuat rangkuman tentang data sehingga data tersebut mudah dianalisis dan metode ini menyajikan data secara grafis tentang seberapa sering elemen-elemen dalam proses muncul.” Tujuan melakukan analisis pada histogram adalah: 1. Menetapkan stabilitas proses 2. Mendapatkan performa sekarang atau variasi proses 3. Menguji dan mengevaluasi perbaikan proses untuk peningkatan 4. Mengembangkan pengukuran dan memonitor peningkatan proses
26 Analisis pada histogram berdasarkan pernyataan (Bhosale, Shilwant, & Patil, 2013) adalah: 1. Menyajikan data untuk menentukan yang menyebabkan dominasi 2. Memahami distribusi kejadian masalah yang berbeda, penyebabnya, konsekuensi, dll
Menurut (Magar & Shinde, 2014), prosedur untuk membuat diagram batang terdiri dari langkah-langkah berikut: 1. Melakukan pengumpulan data 2. Mengatur seluruh data dalam urutan naik (ascending) 3. Membagi seluruh rentang nilai menjadi beberapa kelompok yang masing-masing mewakili kelas yang sama 4. Perhatikan jumlah observasi atau frekuensi pada setiap kelompok 5. Gambarlah sumbu X dan sumbu Y serta tentukan skala untuk sumbu X dan jumlah observasi untuk sumbu Y 6. Gambarlah bar atau batang yang menggambarkan frekuensi untuk tiap kelompok 7. Pelajari pola distribusi dan buatlah kesimpulan
Gambar 2. 6 Contoh Histogram Sumber : Varsha M. Magar, Dr. Vilas B. Shinde
2.2.7.7 Peta Kontrol (Control Chart) Peta kontrol adalah “grafik yang digunakan untuk mempelajari bagaimana suatu proses dapat berubah dari wahtu ke waktu” (Chauhan, Shah, & Bhatagalikar, 2013). Menurut (Tunggal, 2013, p. 203), control chart adalah “grafik yang menunjukkan suatu operasi/proses berada dalam batas atau di luar batas peta kendali
27 serta melacak kinerja proses melalui perhitungan batas garis tengah (central line) dan batas peringatan (upper and lower).” Keuntungan dari penggunaan peta kendali berdasarkan pernyataan (Bhosale, Shilwant, & Patil, 2013) adalah: 1. Memonitor variasi proses 2. Membedakan antara penyebab special dengan variasi penyebab umum 3. Menilai efektivitas perubahan untuk meningkatkan proses 4. Menyampaikan bagaimana suatu proses dilakukan Pembuatan control chart menurut (Tannady, 2015, p. 66) dipengaruhi oleh jenis data pengamatan. Jenis data ini dibagi menjadi 2 tipe yaitu data variabel dan data atribut. 1. Data variabel Data variabel adalah jenis data yang kontinu dan dapat diukur. Data variabel ini memiliki ukuran dengan parameter yang jelas dan kuantitatif yang artinya data dapat diidentifikasi dengan menggunakan angka. Terdapat 2 control chart yang dapat digunakan untuk jenis data variabel, yaitu control chart X dan MR serta control chart X dan R. a. Control chart X dan MR, digunakan apabila jumlah pengambilan sampel dalam setiap pengamatan adalah 1.
Tabel 2. 1 Control Chart X dan MR Control Chart X
Control Chart MR
X
MR
CL UCL
X+3
LCL
X-3
Sumber : Hendy Tannady
Berikut adalah contoh dari control chart X dan MR
D4 x MR D3 x MR
28
Gambar 2. 7 Control Chart X Sumber : Hendy Tannady
Gambar 2. 8 Control Chart MR Sumber : Hendy Tannady
b. Control chart X dan R, digunakan ketika jumlah pengambilan sampel dalam setiap kali pengamatan adalah lebih dari 1.
Tabel 2. 2 Control Chart X dan R Control Chart X
Control Chart R
CL
X
R
UCL
X + A2 R
D4 x R
LCL
X - A2 R
D3 x R
Sumber : Hendy Tannady
Contoh control chart X dan MR
29
Gambar 2. 9 Control Chart X Sumber : Hendy Tannady
Gambar 2. 10 Control Chart R Sumber : Hendy Tannady
2. Data atribut Data atribut adalah jenis data yang diukur secara kualitatif atau dimensinya tidak dapat atau sulit diukur. Pada control chart untuk jenis data atribut, jenis cacat pada produk dibedakan menjadi 2 karakteristik, yaitu defect product dan reject product. a. Defect product, adalah pengamatan yang dilakukan untuk menghitung jumlah cacat pada setiap produk yang dihasilkan, sehingga akan ada kemugnkinan bahwa jumlah cacat akan lebih banyak daripada jumlah produk yang dijadikan sampel. Jenis control chart yang dapat digunakan pada defect product adalah control chart U dan control chart C. •
Control chart U digunakan untuk pengamatan yang menggunakan jumlah sampel yang bervariasi untuk setiap kali observasi. Rumus untuk menghitung nilai CL, UCL, dan LCL adalah sebagai berikut:
30 CL = U UCL = U +3SU LCL = U - 3SU Dimana SU =
Gambar 2. 11 Control Chart U Sumber : Hendy Tannady
•
Control chart C digunakan untuk pengamatan yang menggunakan sampel dalam jumlah konstan dalam setiap kali observasi. Rumus untuk menghitung nilai CL, UCL, dan LCL adalah sebagai berikut: CL = C UCL = C +3SC LCL = C - 3SC Dimana SC =
31
Gambar 2. 12 Control Chart C Sumber : Hendy Tannady b. Reject product, adalah pengamatan yang dilakukan terhadap keseluruhan dimensi produk. Pada pengamatan ini, jumlah cacat tidak dapat melebihi jumlah sampel. Jenis control chart yang dapat digunakan pada reject product adalah control chart P dan control chart NP. •
Control chart P merupakan control chart yang digunakan ketika pengamatan yang dilakukan menggunakan jumlah sampel yang bervariasi pada setiap pengamatannya. Rumus untuk menghitung nilai CL, UCL, dan LCL adalah sebagai berikut: CL = P UCL = P + 3SP LCL = P - 3SP
Dimana SP =
32
Gambar 2. 13 Control Chart P Sumber : Hendy Tannady
•
Control chart NP merupakan control chart yang digunakan ketika pengamatan yang dilakukan menggunakan jumlah sampel yang tetap pada setiap pengamatannya. Rumus untuk menghitung nilai CL, UCL, dan LCL adalah sebagai berikut: CL = NP UCL = NP + 3SNP LCL = NP - 3SNP Dimana SP =
33
Gambar 2. 14 Control Chart NP Sumber : Hendy Tannady
2.2.8 Statistical Process Control (SPC) Statistical process control adalah “sebuah proses yang digunakan untuk memonitor standar, membuat pengukuran, dan mengambil tindakan perbaikan saat barang atau jasa dihasilkan” (Heizer & Render, 2015, p. 258). Menurut (Evans & Collier, 2007, p. 691), statistical process control adalah “a methodology for monitoring quality of manufacturing and service delivery processes to help identify and eliminate unwanted caused of variation”. Anthony dan Banuelas dalam (Syukron & Kholil, 2012, p. 11), mendefinisikan statistical process control sebagai “strategi perbaikan bisnis untuk menghilangkan pemborosan, mengurangi biaya karena kualitas yang buruk, dan memperbaiki efektivitas semua kegiatan operasi, sehingga dapat memenuhi kebutuhan dan harapan konsumen.” Sedangkan (Tunggal, 2013, p. 352) mendefinisikan statistical process control sebagai “metode statistik yang digunakan untuk mengukur dan memantau kinerja proses dengan tujuan untuk mengidentifikasi bagian proses yang perlu diperbaiki dan output proses yang perlu diukur variasinya, semuanya diarahkan pada tindakan mengurangi variasi dalam output.” Berdasarkan pengertian mengenai statistical process control diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa statistical process control merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh perusahaan untuk memaksimalkan kegiatan operasi yang ada, melakukan pengukuran terhadap kegiatan operasi tersebut, dan mengambil tindakan perbaikan.
34
2.2.8.1 Teknik Perbaikan Kualitas Untuk mewujudkan pengendalian kualitas yang berkelanjutan, six sigma memerlukan tahap yang disingkat Define, Measure, Analyze, Improve, dan Control (DMAIC).
DEFINE Re-define / Re-measure
MEASURE Continous Improvement
ANALYZE
IMPROVE
CONTROL
Gambar 2. 15 Siklus DMAIC Sumber : Hendy Tannady
2.2.8.1.1 Define Pada proses define, langkah pertama yang dilakukan perusahaan atau manajemen melakukan identifikasi terhadap permasalahan-permasalahan yang dihadapi. Kedua memilih alternatif yang akan diambil untuk menanggulangi permasalahan dan mencegah meluasnya permasalahan. Kemudian perusahaan melakukan perumusan parameter keberhasilan alternatif yang dipilih yang mencakup luasnya
ruang
gerak,
tingkat
penyelesaian
masalah,
tersedianya
alat-alat
perlengkapan, tenaga pelaksana, serta ketersediaan waktu dan biaya (Syukron & Kholil, 2012, p. 27).
2.2.8.1.2 Measure Pada tahap ini, perusahaan perlu memahami proses internal perusahaan yang potensial dalam mempengaruhi output. Setelah itu perusahaan perlu melakukan pengukuran terhadap besaran penyimpangan yang terjadi dibandingkan dengan
35 bahan baku atau dengan kata lain perusahaan perlu mengetahui cacat yang terjadi pada proses atau produk yang ingin diperbaiki (Syukron & Kholil, 2012, p. 28).
2.2.8.1.3 Analyze Ketika hasil tidak sesuai dengan yang direncanakan, maka perlu dilakukan analisa atas hasil dan proses yang telah berlangsung. Tahap ini berfungsi untuk memberi masukan dalam penanggulangan penyebab masalah, memperlihatkan dampak dari kegagalan proses dan produk akhir terhadap konsumen, menguraikan penyebab kegagalan hingga sampai akar penyebab permasalahan dan memberi masukan untuk tindakan perbaikan (Tannady, 2015, p. 32)
2.2.8.1.4 Improve Pada tahap ini, dilakukan upaya-upaya untuk mengeliminasi berbagai penyebab cacat produk atau kegagalan proses. Alat yang digunakan biasanya tidak baku atau dengan kata lain setiap anggota tim memiliki ide dan gagasan mengenai cara perbaikan sendiri. Cara yang paling konvensional pada tahap ini adalah test and trial (Tannady, 2015, p. 32).
2.2.8.1.5 Control Tahap ini memiliki fungsi pengawasan dan monitoring terhadap rencana perbaikan yang telah dirancang. Manajemen bertugas untuk memastikan bahwa proses yang berlangsung tetap berada pada range yang telah ditetapkan atau tidak melebihi batas-batas toleransi kualitas (Tannady, 2015, p. 33).
2.3 Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran pada penelitian ini digunakan untuk menggambarkan cara yang diambil untuk mengendalikan kualitas produk yang dihasilkan oleh PT. Tenar Inti Mandiri. Pada penelitian ini diduga bahwa tingkat kecacatan produk yang dihasilkan perusahaan ini melebihi batas toleransi, sehingga akan dianalisis usulan perbaikan kualitas untuk produksi di masa yang akan datang. Berdasarkan landasan teori dan penelitian terdahulu maka disusun kerangka pemikiran dalam penelitian ini sebagai berikut:
36 PT. Tenar Inti Mandiri
Wawancara
Identifikasi Masalah
Observasi: • Proses produksi • Lingkungan kerja • Quality control
Studi Pustaka
• • •
Pengolahan Data: Teknik analisis data dengan seven tools of quality control Measure dengan menggunakan check sheet, flow chart, pareto diagram, histogram, dan control chart. Analyze dengan menggunakan scatter diagram dan cause and effect diagram
Rekomendasi Gambar 2. 16 Kerangka Pemikiran