BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1
Perencanaan Produksi Perencanaan produksi berhubungan dengan penentuan volume, ketepatan waktu
penyelesaian, utilitasi kapasitas, dan perencanaan beban. Rencana produksi dalam hal ini harus terkoordinasi dengan perencanaan perusahaan. Ada beberapa tipe perencanaan produksi. Berdasarkan periode waktunya, akan ada perencanaan jangka panjang, perencanaan jangka menengah, dan perencanaan periode jangka pendek. Ketiga jenis perencanaan ini memerlukan proses perencanaan yang berbeda (juga input dan outputnya) satu sama lain (Gasperz, 2001, p. 125). Pada dasarnya terdapat empat tingkat dalam hierarki perencanaan prioritas dan kapasitas yang terintegrasi, antara lain (Gasperz, 2001, p. 127) : 1.
Perencanaan produksi dan perencanaan kebutuhan sumber daya.
2.
Penjadwalan produksi induk (MPS) dan Rough Cut Capacity Planning (RCCP)
3.
Perencanaan kebutuhan material (MRP) dan perencanaan kebutuhan kapasitas (CRP)
4.
Pengendalian Aktivitas Produksi (PAC) dan pengendalian Input/Output serta Operations Sequencing Perencanaan produksi merupakan suatu proses penetapan tingkat output
manufacturing secara keseluruhan guna memenuhi tingkat penjualan yang direncanakan dan inventori yang diinginkan. Rencana produksi mendefinisikan tingkat manufacturing, biasanya dinyatakan sebagai tingkat bulanan untuk periode satu tahun atau lebih, untuk
12
setiap kelompok produk. Perencanaan kebutuhan sumber daya (RRP) merupakan proses yang mengevaluasi rencana produksi guna menentukan sumber daya jangka panjang seperti tanah, fasilitas, mesin-mesin dan tenaga kerja adalah tersedia (Gasperz, 2001, p. 128). Penjadwalan produksi induk (MPS) dan rough cut capacity planning (RCCP) merupakan perencanaan prioritas dan perencanaan kapasitas pada hierarki level taktikal (level 2). MPS menguraikan rencana produksi untuk menunjukkan kuantitas produk akhir yang akan diproduksi untuk setiap periode waktu (biasanya mingguan apabila menggunakan sistem MRP II atau harian apabila menggunakan sistem JIT sepanjang horizon perencanaan taktis (biasanya satu tahun). Apabila rencana produksi menunjukkan tingkat produksi untuk kelompok produk, MPS menjadwalkan kuantitas spesifik dari produk akhir dalam periode waktu spesifik (Gasperz, 2001, p. 128). Rough cut capacity planning (RCCP) menentukan apakah sumber daya yang direncanakan adalah cukup untuk melaksanakan MPS. RCCP menggunakan definisi dari unit product loads yang disebut sebagai: profil produk-beban (product-load profiles, bills of capacity, bills of resource, atau bills of labor). Penggandaan beban per unit dengan kuantitas produk yang di jadwalkan per periode waktu akan memberikan beban total per periode waktu untuk setiap pusat kerja (work place) (Gasperz, 2001, p. 128). Material Requirement Planning (MRP) mengembangkan pesanan-pesanan yang direncakan untuk bahan baku, komponen, dan subassemblies yang dibutuhkan untuk memenuhi MPS. MRP juga merekomendasikan penjadwalan ulang terhadap open orders apabila due dates dan need dates tidak sama. Perencanaan kebutuhan kapasitas (capacity requirement planning/CRP) membandingkan kapasitas yang dibutuhkan terhadap projected available capacity untuk open manufacturing orders dan planned
13
manufacturing orders yang dihasilkan oleh sistem MRP. CRP menggunakan routing files dan informasi pusat kerja untuk menghitung beban yang dijadwalkan pada pusatpusat kerja, dengan mengasumsikan infinite capacity (Gasperz, 2001, p. 129). Pengendalian Aktivitas Produksi (PAC) mengembangkan jadwal jangka pendek yang terperinci dengan menggunakan component due dates dan MRP dan detailed routings. Jadwal PAC biasanya dalam bentuk hari atau kadang-kadang jam, dan cenderung mencakup waktu dari satu sampai tiga bulan. PAC melibatkan perencanaan, pengeluaran,
dan
pengendalian
pesanan-pesanan
manufacturing.
Pengendalian
input/output memantau kuantitas dari pekerjaan yang dating pada pusat kerja dan yang meninggalkan pusat kerja itu. Perencana produksi membandingkan aktual pekerjaan yang tiba dan banyaknya yang diselesaikan, kemudian mengambil tindakan korektif seperti menambah jam kerja lembur (overtime), mentransfer pekerja di antara pusatpusat kerja, alternate routings terhadap transfer beban ke pusat kerja lain, atau melakukan splitting dan/atau overlapping operations (Gasperz, 2001, p. 129). Proses perencanaan produksi dapat dikemukakan melalui empat langkah utama, sebagai berikut (Gasperz, 2001, pp. 130-131) : 1.
Mengumpulkan data yang relevan dengan perencanaan produksi, seperti sales forecast yang bersifat tidak pasti dan pesanan-pesanan (orders) yang bersifat pasti selama periode tertentu.
2. Mengembangkan data yang relevan menjadi informasi yang teratur
14
Tabel 2. 1 Contoh Informasi untuk Perencanaan Produksi Deskripsi
Periode waktu (bulan) 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
1. Ramalan penjualan 2. Pesanan (orders) 3. Permintaan Total = 1 + 2
4. Rencana produksi 5. Rencana Inventori
Keterangan : periode 0 adalah periode lalu. Informasi yang berkaitan dengan inventori awal yang ada ditempatkan pada periode 0.
Total permintaan merupakan kuantitas yang
dibutuhkan pada periode waktu tertentu dan rencana produksi harus mengacu pada informasi ini. Dalam sistem JIT, total permintaan merupakan sasaran yang harus dicapai, dimana produksi harus mampu memenuhi total permintaan itu dengan meminimumkan
atau
meniadakan
inventori
(konsep
zero
inventory)
dan
meminimumkan atau meniadakan backlog atau hutang produksi 3.
Menentukan kapabilitas produksi, berkaitan dengan sumber-sumber daya yang ada.
15
4.
Melakukan partnership meeting yang dihadiri oleh manajer umum, manajer PPIC, manajer produksi, manajer pemasaran, manajer keuangan, manajer rekayasa (engineering) dan manajer-manajer lain yang dianggap relevan.
2.2
Pengendalian Produksi Proses
perencanaan
dan
pengendalian
mencakup
aktivitas-aktivitas
:
1)
merencanakan (plan); 2) melaksanakan (execute); 3) melakukan pengukuran (measure) dan 4) mengambil tindakan korektif (correct) seperti fire fighting, fire prevention dan revise the plan. Proses perencanaan dan pengendalian manufaktur dapat digambarkan secara hirarki dimulai dari urutan tertinggi sampai terendah dalam hirarki perencanaan prioritas (priority planning) sebagai berikut (Gasperz, 2001, p. 224) : 1.
Business planning Merupakan rencana strategis jangka panjang (long range strategic plan) yang bersifat menyeluruh (broad term) dan dilakukan oleh manajemen puncak (top management).
2.
Production planning Merupakan rencana jangka menengah (medium range plan) yang dilakukan terhadap kelompok produk (product group) yang menetapkan tingkat produksi (production rates), melakukan pengelolaan inventory/backlog (management of inventory/backlog), serta melakukan perencanaan kebutuhan sumber-sumber daya (resource requirements planning).
3.
Master scheduling (MPS) Merupakan rencana penjadwalan yang mencakup aktivitas-aktivitas seperti final level of master planning , perencanaan proses yang mencakup ramalan permintaan
16
(forecast demand), production leveling, inventory and backlog, adjustments, new product introductions, serta perhitungan on hand, on order, actual demand, safety stock.
Hasil-hasil dari proses MPS seperti kuantitas yang diproduksi berbasis
nomor-nomor parts (parts number) atau berbasis periode waktu mingguan/bulanan dan menetapkan horizon perencanaan harus lebih lama dari longest lead time. 4.
Material requirement planning (MRP) Merupakan rencana kebutuhan material dengan cara menghitung item-item apa yang dibutuhkan, berapa banyak dan kapan dibutuhkan dengan mempertimbangkan on hand, on order, dan safety stock.
5.
Production activity control (PAC) Merupakan tahap pelaksanaan dari perencanaan dan pengendalian manufacturing dengan melakukan aktivitas-aktivitas, membuat jadwal dan rencana terperinci, memeriksa ketersediaan sumber daya, mengeluarkan pesanan-pesanan produksi atau pembelian, memperoleh umpan balik untuk pembaharuan atau penyesuaianpenyesuaian.
2.3
Peramalan Peramalan adalah proses untuk memperkirakan berapa kebutuhan di masa datang
yang meliputi kebutuhan dalam ukuran kuantitas, kualitas, waktu dan lokasi yang dibutuhkan dalam rangka memenuhi permintaan barang ataupun jasa. Peramalan tidak terlalu dibutuhkan dalam kondisi permintaan pasar yang stabil, karena perubahan permintaannya relatif kecil, tetapi peramalan akan sangat dibutuhkan bila kondisi permintaan pasar bersifat kompleks dan dinamis (Nasution, 2006, p. 235). Peramalan dibagi ke dalam tiga kelompok (Nasution & Prasetyawan, 2008, p. 30) :
17
1.
Peramalan jangka panjang umumnya 2 sampai 10 tahun. Peramalan ini digunakan untuk perencanaan produk dan perencanaan sumber daya
2.
Peramalan jangka menengah umumnya 1 sampai 24 bulan. Peramalan ini lebih mengkhusus dibandingkan peramalan jangka panjang, biasanya digunakan untuk menentukan aliran kas, perencanaan produksi dan penentuan anggaran.
3.
Peramalan jangka pendek umumnya 1 sampai 5 minggu. Peramalan ini digunakan untuk mengambil keputusan dalam hal perlu tidaknya lembur, penjadwalan kerja dan lain-lain keputusan untuk pengontrolan jangka pendek. Permintaan merupakan hasil dari faktor yang saling berinteraksi dalam pasar.
Faktor-faktor yang menjadi kekuatan di luar kendali perusahaan antara lain (Nasution, Manajemen industri, 2006, p. 237) : 1.
Siklus bisnis Penjualan produk akan dipengaruhi oleh permintaan akan produk tersebut, dan permintaan akan suatu produk dipengaruhi oleh kondisi ekonomi yang membentuk siklus bisnis dengan fase-fase inflasi, resesi, dan masa pemulihan.
2.
Siklus hidup produk Siklus hidup suatu produk biasanya mengikuti suatu pola yang biasa disebut kurva S. Kurva S menggambarkan besarnya permintaan terhadap waktu, di mana siklus hidup suatu produk akan dibagi menjadi fase pengenalan, fase pertumbuhan, fase kematangan, dan akhirnya fase penurunan.
3.
Faktor-faktor lain
18
Beberapa faktor lain yang mempengaruhi permintaan adalah reaksi balik dari pesaing, perilaku konsumen yang berubah, dan usaha-usaha yang dilakukan sendiri oleh perusahaan, seperti peningkatan kualitas, pelayanan, anggaran periklanan, dan kebijaksanaan secara kredit. Peramalan yang
baik
mempunyai beberapa kriteria yang penting, antara lain
akurasi, biaya dan kemudahan. Penjelasan dari kriteria tersebut adalah : •
Akurasi Akurasi dari suatu hasil peramalan diukur dengan kebiasan dan kekonsistenan peramalan tersebut. Hasil peramalan dikatakan bias bila peramalan tersebut terlalu tinggi atau terlalu rendah dibandingkan kenyataan yang sebenarnya terjadi. Hasil peramalan dikatakan konsisten bila besarnya kesalahan relatif kecil (Ginting, 2007). Keakuratan dari hasil peramalan ini berperan penting dalam menyeimbangkan persediaan yang ideal (meminimasi penumpukan persediaan dan memaksimasi tingkat pelayanan) (Nasution & Prasetyawan, 2008, p. 32).
•
Biaya Biaya yang diperlukan dalam pembuatan suatu peramalan adalah tergantung dari jumlah item yang diramalkan lamanya periode peramalan dan metode peramalan yang dipakai. Ketiga faktor pemicu biaya tersebut akan mempengaruhi berapa banyak datanya (manual atau komputerisasi) bagaimana penyimpanan datanya dan siapa tenaga ahli yang diperbantukan (Ginting, 2007, p. 33). Pemilihan metode peramalan harus disesuaikan dengan dana yang tersedia dan tingkat akurasi yang ingin di dapat, misalnya item-item yang penting akan diramalkan dengan metode yang canggih dan mahal, sedangkan item-item yang kurang penting bisa diramalkan
19
dengan metode yang sederhana dan murah. Prinsip ini merupakan adopsi dari Hukum Pareto (Analisa ABC) (Nasution & Prasetyawan, 2008, p. 33). •
Kemudahan. Penggunaan metode peramalan yang sederhana, mudah dibuat, dan mudah diaplikasikan akan memberikan keuntungan bagi perusahaan. Adalah percuma memakai metode yang canggih tetapi tidak dapat diaplikasikan pada sistem perusahaan karena keterbatasan dana, sumber daya manusia, maupun peralatan teknologi (Nasution & Prasetyawan, 2008, p. 33).
2.3.1
Teknik Peramalan
Secara umum model peramalan dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok utama, yaitu metode kualitatif dan metode kuantitatif. Metode kuantitatif dikelompokkan ke dalam dua bagian utama yaitu intrinsik dan ekstrinsik (Nasution & Prasetyawan, 2008, p. 36). Model peramalan yang digolongkan sebagai model peramalan kualitatif adalah (Gasperz, 2001) : 1.
Dugaan
manajemen
(manajemen
estimate),
peramalan
didasarkan
pada
pertimbangan manajemen, umumnya manajemen senior. Teknik ini akan dipergunakan dalam situasi dimana tidak ada alternatif lain dari model peramalan yang dapat diterapkan. 2.
Riset pasar (market research), peramalan dari hasil-hasil dari survey pasar yang dilakukan oleh tenaga-tenaga pemasar produk yang mewakilinya. Riset pasar tidak hanya akan membantu untuk peramalan, tetapi juga untuk meningkatkan desain produk dan perencanaan untuk produk-produk baru.
20
3.
Metode kelompok terstruktur (structured group methods), seperti metode Delphi. Metode Delphi merupakan teknik peramalan berdasarkan pada konvergensi dari opini beberapa orang atau ahli secara iteraktif tanpa menyebutkan identitasnya.
4.
Analogi historis (historical analogy), merupakan teknik peramalan berdasarkan pola data masa lalu dari produk-produk yang dapat disamakan secara analogi.
Sedangkan metode peramalan kuantitatif dapat dibedakan menjadi sebagai berikut (Ginting, 2007, pp. 43-44) : 1.
Metode peramalan yang didasarkan atas penggunaan analisa pola hubungan antar variabel yang akan diperkirakan dengan variabel waktu, yang merupakan deret waktu atau “time-series”.
2.
Metode peramalan yang didasarkan atas penggunaan analisa pola hubungan variabel yang akan diperkirakan dengan variabel lain yang mempengaruhinya, yang bukan waktu yang disebut metode korelasi atau sebab akibat (causal method).
Gambar 2. 1 Penggolongan Model-Model Peramalan Keterangan : •
Metode kualitatif berdasarkan intuisi atau pertimbangan
•
Metode kuantitatif berdasarkan analisis hubungan numerik dari data
21
•
Intrinsik berdasarkan pada pola historis dari data itu sendiri
•
Ekstrinsik berdasarkan pada pola-pola eksternal Analisis deret waktu didasarkan pada asumsi bahwa deret waktu tersebut terdiri dari
komponen-komponen trend (T), Siklus/cycle (C), pola musiman/season (S), dan variasi acak/random (R) yang akan menunjukkan suatu pola tertentu. Komponen-komponen tersebut kemudian dipakai sebagai adsar dalam membuat persamaan matematis. Analisa deret waktu ini sangat tepat dipakai untuk meramalkan permintaan yang pola permintaan di masa lalunya cukup konsisten dalam periode waktu yang lama, sehingga diharapkan pola tersebut masih akan tetap berlanjut (Nasution & Prasetyawan, 2008, p. 39). Permintaan dimasa lalu pada analisa deret waktu akan dipengaruhi keempat komponen utama T, C, S dan R. penjelasan tentang komponen-komponen tersebut adalah sebagai berikut : 1.
TREND/KECENDERUNGAN (T). Trend merupakan sifat dari Permintaan dimasa lalu terhadap waktu terjadinya, apakah permintaan tersebut cenderung naik, turun, atau konstan.
2.
SIKLUS/CYCLE (C). Permintaan suatu produk dapat memiliki siklus yang berulang secara periodic, biasanya lebih dari satu tahun, sehingga pola ini tidak perlu dimasukkan dalam peramalan angka pendek. Pola ini amat berguna untuk peramalan jangka menengah dan jangka panjang.
3.
POLA MUSIMAN/SEASON (S). Fluktuasi permintaan suatu produk dapat naik turun di sekitar garis trend dan biasanya berulang setiap tahun. Pola ini biasanya disebabkan oleh faktor cuaca, musim libur panjang, dan hari raya keagamaan yang akan berulang secara periodic setiap tahunnya.
22
4.
VARIASI ACAK/RANDOM (R). Permintaan suatu produk dapat mengikuti pola bervariasi secara acak karena faktor-faktor adanya bencana alam, bangkrutnya perusahaan pesaing, promosi khusus, dan kejadian-kejadian lainnya yang tidak mempunyai pola tertentu. Variasi acak ini diperlukan dalam rangka menentukan persediaan pengamanan untuk mengantisipasi kekurangan permintaan.
Analisis deret waktu dapat dilakukan dengan beberapa cara : 1. Moving Average (rata-rata bergerak) Moving Average diperoleh dengan merata-rata permintaan berdasarkan beberapa data masa lalu yang terbaru. Tujuan utama dari penggunaan teknik MA ini adalah untuk mengurangi atau menghilangkan variasi acak permintaan dalam hubungannya dengan waktu (Nasution & Prasetyawan, 2008, p. 40) Secara sistematis, maka MA akan dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut: MA =
…
(1)
Dimana: = permintaan actual pada periode - t N
= Jumlah data permintaan yang dilibatkan dalam perhitungan
Karena data aktual yang dipakai untuk perhitungan MA berikutnya selalu dihitung mengeluarkan data yang paling terdahulu, maka: MAt = MAt-1 + 2.
(2)
Rata-rata bergerak dengan bobot (weight moving average = WMA) Secara sistematis, WMA dapat dinyatakan sebagai berikut (Nasution & Prasetyawan, 2008, p. 43) : WMA = ∑
(3)
23
Dimana: Wt
= bobot permintaan actual pada periode tertentu - t
At
= permintaan actual pada periode - t
Dengan keterbatasan bahwa: ∑ 3.
=t
(4)
Pemulusan Eksponensial (Exponential Smoothing) Kelemahan teknik MA dalam kebutuhan akan data-data masa lalu yang cukup banyak dapat diatasi dengan teknik ES. Model matematis ES ini dapat dikembangkan dari persamaan berikut (Nasution & Prasetyawan, 2008, p. 44) : Ft = Ft-1 +
(5)
Dimana bila data permintaan actual yang lama At-N tidak tersedia, maka dapat digantikan dengan nilai pendekatan yang berupa nilai pendekatan yang berupa nilai ramalan sebelumnya (Ft-1), sehingga persamaan diatas dapat dituliskan menjadi : Ft = Ft-1 +
(6)
Atau Ft = 4.
1
(7)
Pemulusan Eksponensial dengan unsure stationer, trend, dan musiman (metode Winter) Teknik MA dan ES sederhana yang telah dijelaskan di depan hanya tepat bila datanya stasioner. Bila data permintaan bersifat musiman dan mempunyai trend, maka dapat diselesaikan dengan salah satu teknik ES yang biasa disebut Metode Winter (WM). a.
Model Winter dengan Trend
24
Model winter menggunakan model trend dari Holt, dimana model ini dimulai dengan perkiraan trend sebagai berikut (Nasution & Prasetyawan, 2008, p. 47) : 1
Tt =
(8)
Dimana β merupakan konstanta pecahan, Tt adalah perkiraan trend pada periode-t dan Ft adalah rata-rata eksponensial pada periode - t. dalam memperbaharui rata-rata eksponensial ditambah trend, sehingga (Nasution & Prasetyawan, 2008, p. 47) : ft = Ft-1 + Tt-1 b.
(9)
Model Winter dengan Faktor Musiman Pola-pola dari permintaan musiman merupakan karakteristik dari beberapa rangkaian permintaan, seperti peningkatan permintaan sirup dan kue pada musim lebaran, peningkatan permintaan jas hujan pada musim penghujan dan sebagainya. Proses umum dari
permintaan musiman ini dapat dinyatakan
dalam persamaan matematis sebagai berikut (Nasution & Prasetyawan, 2008, p. 49) : At = μ.δt + εt
(10)
Di mana μ adalah tingkat permintaan rata-rata, δ adalah faktor musiman, dan t
c.
adalah distribusi permintaan normal dengan mean nol.
Metode Winter lengkap Dalam pengembangannya, model ini secara lengkap mempunyai empat persamaan utama, yaitu (Nasution & Prasetyawan, 2008, pp. 52-53) : Ft =
1
(11)
25
1
Tt = It =
1
Ft+1 =
(12) (13) (14)
Beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam membuat peramalan, yaitu (Nasution, Manajemen industri, 2006, p. 239) : 1.
Peramalan pasti mengandung kesalahan, artinya peramal hanya bisa mengurangi ketidakpastian yang akan terjadi tetapi tidak dapat menghilangkan ketidakpastian tersebut.
2.
Peramal seharusnya memberikan informasi tentang berapa ukuran kesalahan. Ini berarti bahwa karena peramalan pasti mengandung kesalahan, maka adalah penting bagi peramal untuk menginformasikan seberapa besar kesalahan yang mungkin terjadi.
3.
Peramalan jangka pendek lebih akurat dibandingkan peramalan jangka panjang. Hal ini disebabkan karena pada peramalan jangka pendek, faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan relatif masih konstan, sedangkan semakin panjang periode peramalan, semakin besar pula kemungkinan terjadinya perubahan pada faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan.
2.3.2
Pengukuran Kesalahan Peramalan
Ukuran akurasi hasil peramalan yang merupakan ukuran kesalahan peramalan merupakan ukuran kesalahan peramalan merupakan ukuran tentang tingkat perbedaan antara hasil peramalan dengan permintaan yang sebenarnya terjadi. Ada 4 ukuran yang biasa digunakan, yaitu (Nasution & Prasetyawan, 2008, pp. 34-35) :
26
1.
Rata-rata Deviasi Mutlak (Mean Absolute Deviation = MAD) MAD merupakan rata-rata kesalahan mutlak selama periode tertentu tanpa memperhatikan apakah hasil peramalan lebih besar atau lebih kecil dibandingkan kenyataannya. Secara matematika MAD dirumuskan sebagai berikut : MAD = ∑
(15)
dimana :
2.
At
= Permintaan Aktual pada periode t
Ft
= Peramalan Permintaan (Forecast) pada periode t
n
= Jumlah periode peramalan yang terlibat
Rata-rata Kuadrat Kesalahan (Mean Square Error = MSE) MSE dihitung dengan menjumlahkan kuadrat semua kesalahan peramalan pada setiap periode dan membaginya dengan jumlah periode peramalan.
Secara
matematis, MSE dirumuskan sebagai berikut : MSE = ∑ 3.
(16)
Rata-rata kesalahan Peramalan (Mean Forecast Error = MFE) MFE sangat efektif untuk mengetahui apakah suatu hasil peramalan selama periode tertentu terlalu tinggi atau terlalu rendah. Bila hasil peramalan tidak bias, maka nilai MFE akan mendekati nol.
MFE dihitung dengan menjumlahkan semua
kesalahan peramalan selama periode peramalan dan membaginya dengan jumlah periode peramalan. Secara matematis, MFE dinyatakan sebagai berikut : MFE = ∑ 4.
(17)
Rata-rata Persentase Kesalahan Absolut (Mean Absolute Percentage Error = MAPE)
27
MAPE merupakan ukuran kesalahan relatif.
MAPE biasanya lebih berarti
dibandingkan MAD karena MAPE menyatakan persentase kesalahan hasil peramalan terhadap permintaan aktual selama periode tertentu yang akan memberikan informasi persentase kesalahan terlalu tinggi atau terlalu rendah. Banyak peneliti, seperti Chatfield (1998) mempercayai bahwa pengukuran kesalahan lainnya tidak mendukung keakuratan dari pengukuran, karena sejumlah besar observasi dapat mendominasi pengukuran dan sulit untuk meneliti kesalahan secara mendetil (Ren & Glasure, 2009). Pada MFE, nilai error bisa terkadang positif dan negatif yang mempertentangkan satu sama lain sehingga nilai MFE tidak mencerminkan error yang sesungguhnya. Pada MAD, jumlah mutlak dari sebuah error sulit untuk mempertentangkan apakah error positif atau negatif, karena kedua hal itu sama-sama memiliki arti ketidakakuratan. Pada MSE, sama halnya dengan MAD, hanya saja MSE dalam bentuk pengkuadratan deviasi (Saputra & Suef, 2005). Secara sistematis, MAPE dinyatakan sebagai berikut : MAPE = ∑ At 5.
(18)
Tracking Signal Tracking signal adalah suatu metode yang menunjukkan keandalan suatu peramalan. Tracking signal memiliki pusat nol. Tracking signal yang mendekati nol akan semakin baik, berarti positive error dan negative error nya seimbang. Tracking signal yang positif menunjukkan bahwa nilai aktual permintaan lebih besar dari ramalan, sedangkan tracking signal yang negatif berarti nilai aktual
28
permintaan lebih kecil dari ramalan. Secara sistematis, tracking signal dapat dirumuskan sebagai berikut (Gasperz, 2001, p. 81) : RSFE
TS = TS =
2.4
MAD
∑
–
(19) (20)
Pengukuran Waktu Kerja Pengukuran waktu kerja adalah sebuah pembelajaran mengenai pengukuran dari
sampel waktu kerja yang diamati pada sejumlah waktu tertentu. Dengan pengukuran waktu kerja, maka kita bisa mengetahui perencanaan sumber daya manusia, produksi dan material dengan tepat bahkan biaya yang dikeluarkan dapat ditekan. Untuk menentukan waktu kerja ini, harus memperhatikan faktor-faktor yang ada pada pekerja dan kondisi perusahaan (Thomas, 2006).
2.4.1
Perhitungan Waktu Siklus
Perhitungan waktu siklus rata-rata didapat dengan cara sebagai berikut : Ws =
∑
(21)
Dimana X1 adalah jumlah dari waktu siklus dari satu jenis elemen kegiatan yang dilakukan saat pengamatan. N adalah banyaknya percobaan pengukuran satu jenis elemen kegiatan yang dilakukan (Sutalaksana, Anggawisastra, & Tjakraadmadja, 1979, p. 137).
29
2.4.2
Perhitungan Waktu Normal
Perhitungan waktu normal didapat dengan cara sebagai berikut : Wn = Ws x p
(22)
Dimana p adalah faktor penyesuaian. Faktor ini diperhitungkan jika pengukur berpendapat bahwa operator bekerja dengan kecepatan tidak wajar, sehingga hasil perhitungan waktu perlu disesuaikan atau dinormalkan dulu untuk mendapatkan waktu siklus rata-rata yang wajar. Jika pekerja bekerja dengan wajar, maka faktor penyesuaiannya p sama dengan 1, artinya waktu siklus rata-rata sudah normal. Jika bekerjanya terlalu lambat maka untuk menormalkannya pengukur harus member harga p1, dan sebaliknya p1, jika dianggap bekerja cepat. (Sutalaksana, Anggawisastra, & Tjakraadmadja, 1979, p. 137). Weshinghouse mengarahkan penilaian pada 4 faktor yang dianggap memnetukan kewajaran atau ketidakwajaran dalam bekerja yaitu Keterampilan, Usaha, Kondisi kerja dan Konsistensi. Setiap faktor terbagi kedalam kelas-kelas dengan nilai masing-masing (Sutalaksana, Anggawisastra, & Tjakraadmadja, 1979, p. 140). Keterampilan atau Skill didefinisikan sebagai kemampuan mengikuti cara kerja yang ditetapkan. Latihan dapat meningkatkan keterampilan, tetapi hanya sampai ketingkat tertentu saja, tingkat mana merupakan kemampuan maksimal yang dapat diberikan pekerja yang bersangkutan. Secara psikologis keterampilan merupakan aptitude untuk pekerjaan yang bersangkutan. Keterampilan dapat menurun yaitu bila telah terlampau lama tidak menangani pekerjaan tersebut, atau karena sebab-sebab lain seperti karena kesehatan yang terganggu, rasa fatique yang berlebihan, pengaruh lingkungan sosial dan sebagainya (Sutalaksana, Anggawisastra, & Tjakraadmadja, 1979, p. 140).
30
Untuk usaha Effort cara Westinghouse membagi juga atas kelas-kelas dengan ciri masing-masing. Yang dimaksud dengan usaha disini adalah kesungguhan yang ditunjukkan atau diberikan operator ketika melakukan pekerjaannya. Dari uraian diatas terlihat adanya korelasi antara keterampilan dengan usaha. Dalam prakteknya banyak terjadi pekerja yang mempunyai keterampilan rendah bekerja dengan usaha yang lebih sungguh-sungguh sebagai imbangannya. Kadang-kadang usaha ini begitu besarnya sehingga tampak berlebihan dan tidak banyak menghasilkan. Sebaliknya seseorang yang mempunyai keterampilan tinggi tidak jarang bekerja dengan usaha yang tidak didukung dihasilkannya performance yang lebih baik. Jadi walaupun hubungan antara “kelas tinggi” pada keterampilan dengan usaha tampak erat sebagaimana juga dengan kelaskelas rendah (misalnya Exellent dengan excellent, Fair dengan Fair dan selanjutnya), kedua faktor ini adalah hal-hal yang dapat terjadi secara terpisah didalam pelaksanaan pekerjaan. Karenanya cara Westinghouse memisahkan faktor keterampilan dari usaha dalam rangka penyesuaian (Sutalaksana, Anggawisastra, & Tjakraadmadja, 1979, pp. 142-144). Yang dimaksud dengan kondisi kerja atau Condition pada cara Westinghouse adalah kondisi fisik lingkungannya seperti keadaan pencahayaan, temperature dan kebisingan ruangan. Bila tiga faktor lainnya yaitu keterampilan, usaha dan konsisten merupakan apa yang dicerminkan operator, maka kondisi kerja merupakan sesuatu diluar operator yang diterima apa adanya oleh operator tanpa banyak kemampuan merubahnya. Oleh sebab itu faktor kondisi sering disebut sebagai faktor manajemen, karena pihak inilah yang dapat dan berwenang merubah atau memperbaikinya (Sutalaksana, Anggawisastra, & Tjakraadmadja, 1979, p. 144).
31
Faktor yang harus diperhatikan adalah konsistensi atau Consistency. Faktor ini perlu diperhatikan karena kenyataan bahwa pada setiap pengukuran waktu angka-angka yang dicatat tidak pernah semuanya sama, waktu penyelesaian yang ditunjukkan pekerja selalu berubah-berubah dari siklus ke siklus lainnya, dari jam ke jam, bahkan dari hari ke hari. Selama ini masih dalam batas-batas kewajaran masalah tidak timbul, tetapi jika variabilitasnya tinggi maka hal tersebut harus diperhatikan (Sutalaksana, Anggawisastra, & Tjakraadmadja, 1979, p. 144). Tabel 2. 2 Penyesuaian menurut Westinghouse Faktor
Kelas
Lambang Penyesuaian A1 + 0.15 Superskil A2 + 0.13 B1 + 0.11 Excellent B2 + 0.08 C1 + 0.06 Good Keterampilan C2 + 0.03 Average D 0.00 E1 - 0.05 Fair E2 - 0.10 F1 - 0.16 Poor F2 - 0.22 A1 + 0.13 Excessive A2 + 0.12 B1 + 0.10 Excellent Usaha B2 + 0.08 C1 + 0.05 Good C2 + 0.02 Average D 0.00 E1 - 0.04 Fair E2 - 0.08 Usaha F1 - 0.12 Poor F2 - 0.17 Ideal A + 0.06 Kondisi Excellently B + 0.04 Kerja Good C + 0.02
32
Faktor Kondisi Kerja
Konsistensi
2.4.3
Kelas Average Fair Poor Perfect Excellent Good Average Fair Poor
Lambang Penyesuaian D 0.00 E - 0.03 F - 0.07 A + 0.04 B + 0.03 C + 0.01 D 0.00 E - 0.02 F - 0.04
Perhitungan Waktu Baku
Akhirnya setelah perhitungan diatas selesai, waktu baku bagi penyelesaian pekerjaan kita dapatkan dengan Wb = Wn + 1
(23)
Dimana l adalah kelonggoran atau allowance yang diberikan kepada pekerja untuk menyelesaikan pekerjaannya disamping waktu normal. Di dalam praktek banyak terjadi penentuan waktu baku dilakukan hanya dengan menjalankan beberapa kali pengukuran dan menghitung rata-ratanya, namun di samping itu, untuk mengukur waktu baku perlu memperhatikan penyesuian dan kelonggaran. Setelah melakukan penyesuaian seperti sub bab lalu maka penting untuk melakukan pengukuran kelonggaran. Kelonggaran ini diberikan untuk hal-hal seperti kebutuhan pribadi, menghilangkan rasa fatique, dan gangguan-gangguan yang mungkin terjadi yang tidak dapat dihindarkan oleh pekerja (Sutalaksana, Anggawisastra, & Tjakraadmadja, 1979, pp. 137-144).
33
Tabel 2. 3 Kelonggaran Berdasarkan Faktor-Faktor yang Berpengaruh Faktor A. Tenaga yang dikeluarkan 1. Dapat diabaikan 2. Sangat Ringan 3. Ringan 4. Sedang 5. Berat 6. Sangat Berat 7. Luar biasa berat B. Sikap Kerja 1. Duduk 2. Berdiri diatas dua kaki 3. Berdiri diatas satu kaki 4. Berbaring 5. Membungkuk C. Gerakan Kerja 1. Normal 2. Agar terbatas 3. Sulit 4. Pada anggota-nggota badan terbatas
Contoh Pekerjaan Bekerja dimeja, duduk Bekerja di meja, berdiri Menyekop, ringan Mencangkul Mengayun palu yang berat Memanggul beban Memanggul karung berat Bekerja duduk, ringan Badan Tegak, ditumpukan dua kaki Satu kaki mengerjakan alat kontrol Pada bagian sisi, Belakang atau depan badan Badan dibungkukkan bertumpu pada kedua kaki Ayunan bebas dari pali Ayunan terbatas dari palu Membawa beban berat dengan satu tangan Bekerja dengan tangan diatas kepala
Kelonggaran (%) Ekivalen beban Pria Wanita tanpa beban 0.00 - 2.25 kg 0.0 - 6.0 0.0 - 6.0 2.25 - 9.00 6.0 - 7.5 6.0 - 7.5 9.00 - 18.00 7.5 - 12.0 7.5 - 16.0 19.00 - 27.00 12.0 - 19.0 16.0 - 30.0 27.00 -50.00 19.0 -30.0 diatas 50 kg 30.0 - 50.0 0.00 - 1.0 1.0 - 2.5 2.5 - 4.0 2.5 - 4.0 4.0 - 10 0 0-5 0-5 5 - 10
34
Faktor C. Gerakan Kerja 5. Seluruh anggota badan terbatas D. Kelelahan Mata *) 1. Pandangan yang terputus-putus 2. Pandangan yang hampir terus menerus 3. Pandangan terus menerus dengan fokus berubah-ubah 4. Pandangan terus menerus dengan fokus tetap E. Keadaan Temperatur tempat kerja **) 1. Beku 2. Rendah 3. Sedang 4. Normal 5. Tinggi 6. Sangat tinggi F. Keadaan atmosfer ***) 1. Baik 2. Cukup 3. Kurang baik 4. Buruk
Contoh Pekerjaan Bekerja dilorong pertambangan yang sempit
Kelonggaran (%) 10 - 15
Membawa alat ukur Pekerjaan-pekerjaan yang teliti Memeriksa cacat-catcat pada kain pemeriksaan yang sangat teliti Temperatur (C)
dibawah 0 0 - 13 13 - 22 22 -28 28 - 38 diatas - 38 Ruangan yang berventilasi baik, udara segar Ventilasi kurang baik, ada baubauan (tidak berbahaya) Adanya debu-debu beracun, atau tidak beracun tetapi banyak Adanya bau-bauan berbahaya yang mengharuskan menggunakan alat alat pernapasan
Pencahayaan baik 0.0 – 6.0 6.0 – 7.5
0.0 – 6.0 6,0 – 7.5
7.5 – 12.0
7.5 – 16.0
12.0 – 19.0
16.0 – 30.0
buruk
Kelemahan Normal diatas 10 10 - 0 5-0 0-5 5 - 40 diatas 40 0 0-5 5 - 10
Berlebihan diatas 12 12 - 5 8-0 0-8 8 - 100 diatas 100
10 - 20
35
Faktor G. Keadaan lingkungan yang baik 1. Bersih, sehat, cerah dengan kebisingan rendah 2. Siklus kerja berulang-ulang antara 510 detik 3. Siklus kerja berulang-ulang 0 - 5 detik 4. Sangat bising 5. Jika faktor-faktor yang berpengaruh dapat menurunkan kwalitas 6. Terasa adanya getaran lantai 7. Keadaan-keadaan yang luar biasa (bunyi, keberhasilan, dll)
Contoh Pekerjaan
Kelonggaran (%)
0 0-1 3 -1 0-5
0-5
5 - 10
5 - 15
36
2.5
Perencanaan Agregat Perencanaan produksi dimulai dengan meramalkan permintaan secara tepat sebagai
input utamanya. Selain peramalan, input-input untuk permintaan produk tersebut juga harus memasukkan pesanan-pesanan aktual yang telah dijanjikan, kebutuhan sparepart dan servis, kebutuhan persediaan gudang, dan penyesuaian tingkat persediaan sebagaimana yang telah ditentukan dalam perencanaan strategi bisnis. Peramalan permintaan biasanya dibuat untuk kelompok-kelompok produk secara kasar (tanpa memperhatikan perbedaan spesifikasi produk), khusunya selama periode waktu yang panjang (Ginting, 2007, p. 70). Jika kapasitas produksi tetap berdasarkan perencanaan jangka panjang telah dipasang, adalah menjadi kewajiban perencanaan produksi agregat untuk menetapkan kebijaksanaan yang dapat digunakan untuk mengantisipasi fluktuasi permintaan dengan biaya yang minimum. Dengan kata lain, perencanaan agregat dibuat untuk menyesuaikan kemampuan produksi dalam menghadapi permintaan pasar yang tidak pasti dengan mengoptimumkan penggunaan tenaga kerja dan peralatan produksi yang tersedia sehingga ongkos total produksi dapat ditekan seminim mungkin. Jika pesanan yang diterima bersifat tetap dalam waktu yang relatif panjang, maka perencanaan produksi tidak akan mengalami kesulitan dalam menetapkan rencana produksi bulanan. Akan tetapi pada kenyataannya, pola permintaan seringkali menunjukkan pola yang dinamis daripada pola statis, sehingga menyulitkan dalam menetapkan rencana produksi bulanan. Disinilah peranan metode perencanaan agregat dalam mengatasi kesulitan tersebut (Ginting, 2007, pp. 72-73). Tujuan perencanaan produksi adalah menyusun suatu rencana produksi untuk memenuhi permintaan pada waktu yang tepat dengan menggunakan sumber-sumber atau
37
alternatif-alternatif yang tersedia dengan biaya yang paling minimum keseluruhan produk. Perencanaan agregat merupakan langkah awal aktivitas perencanaan produksi yang dipakai sebagai pedoman untuk langkah selanjutnya, yaitu penyusunan jadwal induk produksi (JIP) (Nasution, Manajemen industri, 2006, p. 157). Perencanaan agregat merupakan perencanaan produksi jangka menengah. Horizon perencanaannya biasanya berkisar antara 1 -24 bulan atau bisa bervariasi dari 1 sampai 3 tahun. Horizon tersebut tergantung pada karakteristik produk dan jangka waktu produksi. Periode perencanaan disesuaikan dengan periode peramalan, biasanya 1 bulan. Perencanaan agregat adalah suatu langkah pendahuluan perencanaan kapasitas secara terperinci. Perencanaan agregat merupakan dasar untuk membuat jadwal induk produksi (JIP). JIP menyajikan rencana produksi detail untuk setiap produk akhir. Pada sistem manufaktur faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam membuat perencanaan agregat adalah semua sumber daya berupa mesin yang tersedia, jumlah tenaga kerja yang ada, tingkat persediaan yang ditentukan dan penjadwalannya. Langkah awal dalam proses perencanaan agregat adalah menyamakan kuantitas dari total jenis item yang akan diproduksi (unit grup produk, ton, liter, dan lain-lain) (Nasution, Manajemen industri, 2006, p. 257). Langkah selanjutnya adalah menerjemahkan peramalan permintaan ke dalam produksi bulanan. Pola permintaan dapat dipengaruhi oleh empat komponen yaitu kecenderungan (trend), siklus bisnis, musiman, dan random. Komponen kecenderungan menyatakan kenaikan dan penurunan rata-rata permintaan untuk jangka waktu yang sangat panjang. Komponen siklus bisnis mengindikasikan penyimpangan yang cukup besar dari permintaan terhadap kecenderungan yang disebabkan aktivitas bisnis yang bervariasi. Pengaruh musiman juga dapat menaikkan atau menurunkan tingkat
38
permintaan. Komponen musiman selalu mengikuti pola yang tetap setiap tahunnya. Komponen terakhir adalah faktor random yang bisa dianggap sebagai noise dari pola permintaan Penyesuaian dari kapasitas produksi untuk mengantisipasi komponen kecenderungan merupakan tanggung jawab dari perencanaan produksi strategis, sedangkan komponen random akan diantisipasi pada perencanaan produksi harian (penjadwalan). Komponen musiman dan siklus bisnis menjadi perhatian utama dari perencanaan produksi agregat (Gasperz, 2001, p. 72). Pada umumnya, ada empat jenis strategi yang dapat dipilih dalam membuat perencanaan agregat. Pemilihan strategi tersebut tergantung dari kebijaksanaan perusahaan, keterbatasan perusahaan dalam prakteknya dan pertimbangan biaya. Keempat strategi tersebut adalah antara lain (Ginting, 2007, pp. 76-78) : 1.
Memproduksi banyak barang pada saat permintaan rendah, dan menyimpan kelebihannya sampai saat yang dibutuhkan, Alternatif ini akan menghasilkan tingkat produksi yang relative konstan, yang mengakibatkan ongkos persediaan tinggi atau terjadinya backorder.
2.
Merekrut
(menambah)
tenaga
kerja
pada
saat
permintaan
tinggi
dan
memberhentikannya (mengurangi) pada saat permintaan rendah. Penambahan tenaga kerja memerlukan biaya rekruitmen dan pelatihan. Biaya kompensasi dan reorganisasi sering kali harus dikeluarkan jika dilakukan pengurangan tenaga kerja. Biaya-biaya ini biasanya diikuti oleh biaya tak tampak seperti : kemerosotan moral kerja dan turn over tenaga kerja yang tinggi. Kerena kapasitas fasilitas produksi adalah tetap, maka penurunan produktivitas mungkin akan terjadi jika penambahan tenaga kerja tanpa disertai dengan penambahan peralatan produksi.
39
3.
Melemburkan pekerja. Alternatif ini sering dipakai dalam perencanaan agregat, tetapi ada keterbatasannya dalam menjadwalkan kapasitas mesin dan tenaga kerja. Jika permintaan naik, maka kapasitas produksi dapat dinaikkan dengan melemburkan pekerja. Tetapi penggunaan lembur hanya dapat dilakukan dalam batas-batas maksimum kerja lembur yang diijinkan.
4.
Mensubkontrakkan sebagian pekerjaan pada saat sibuk. Alternatif ini akan mengakibatkan tambahan ongkos karena subkontrak terhadap perusahaan lain. Berdasarkan keempat strategi di atas, maka ongkos-ongkos yang terlibat dalam
perencanaan agregat adalah (Ginting, 2007, pp. 78-80) : •
Hiring Cost (Ongkos penambahan tenaga kerja) Penambahan tenaga kerja menimbulkan ongkos-ongkos untuk iklan, proses seleksi dan training. Ongkos yang besar merupakan ongkos yang besar apabila tenaga kerja yang direkrut adalah tenaga kerja yang belum berpengalaman.
•
Firing Cost (ongkos pemberhentian tenaga kerja) Pemberhetian tenaga kerja biasanya terjadi karena semakin rendahnya permintaan akan produk yang dihasilkan , sehingga tingkat produksi menurun dengan drastic. Pemberhentian ini mengakibatkan perusahaan harus mengeluarkan uang pesangon bagi karyawan yang di-PHK, menurunnya moral kerja dan produktivitas karyawan yang masih bekerja, dan tekanan yang bersifat sosial. Semua akibat ini dianggap sebagai ongkos pemberhentian tenaga kerja yang akan ditanggung perusahaan.
•
Inventory cost dan backorder cost (ongkos persediaan dan ongkos kehabisan persediaan).
40
Persediaan mempunyai fungsi mengantisipasi timbulnya kenaikan permintaan pada saat-saat tertentu. Konsekuensi dari kebijakan persediaan bagi perusahaan adalah timbulnya ongkos penyimpanan. Apabila kehabisan persediaan, maka perusahaan harus mengeluarkan sejumlah ongkos sebagai ongkos menunggu untuk pelanggan, yang dinamakan dengan backorder cost.
2.6
Master Production Schedule (MPS) Master production schedule (MPS) merupakan suatu pernyataan tentang produk
akhir (termasuk parts pengganti dan suku cadang) dari suatu perusahaan industri manufaktur yang merencanakan memproduksi output berkaitan dengan kuantitas dan periode waktu. Aktivitas penjadwalan produksi induk pada dasarnya berkaitan dengan bagaimana menyusun dan memperbaharui jadwal produksi induk (master production schedule = MPS), memproses transaksi dari MPS, memelihara catatan-catatan MPS, mengevaluasi efektivitas dari MPS dan memberikan laporan evaluasi dalam periode waktu yang teratur untuk keperluan umpan balik dan tinjauan ulang (Gasperz, 2001, p. 141). Penjadwalan produksi induk pada dasarnya berkaitan dengan aktivitas melakukan empat fungsi utama berikut (Gasperz, 2001, p. 142): 1.
Menyediakan atau memberikan input utama kepada sistem perencanaan kebutuhan material dan kapasitas (material and capacity requirement planning = M&CRP). M&CRP merupakan aktivitas perencanaan level 3 dalam hirarki perencanaan prioritas dan perencanaan kapasitas pada sistem MRP II.
2.
Menjadwalkan pesanan-pesanan produksi dan pembelian (production and purchase orders) untuk item-item MPS.
41
3.
Memberikan landasan untuk penentuan kebutuhan sumber daya dan kapasitas.
4.
Memberikan basis untuk pembuatan janji tentang penyerahan produk (delivery promise) kepada pelanggan. Penjadwalan produksi induk (MPS) membutuhkan input utama (Gasperz, 2001, pp.
142-143) : 1.
Data permintaan total merupakan salah satu sumber data bagi proses penjadwalan produksi induk. Data permintaan total berkaitan dengan ramalan penjualan (sales forecasts) dan pesanan-pesanan (orders).
2.
Status inventori berkaitan dengan informasi tentang on hand inventory, stok yang dialokasikan untuk penggunaan tertentu (allocated stok), pesanan-pesanan produksi dan pembelian yang dikeluarkan (released production and purchased orders) dan firm planned orders. MPS harus mengetahui secara akurat berapa banyak inventori yang tersedia dan menentukan berapa banyak yang harus dipesan.
Gambar 2. 2 Proses Penjadwalan Produksi Induk
42
3.
Rencana produksi memberikan sekumpulan batasan kepada MPS.
MPS harus
menjumlahkannya untuk menentukan tingkat produksi, inventori dan sumbersumber daya lain dalam rencana produksi. 4.
Data perencanaan berkaitan dengan aturan-aturan tentang lot-sizing yang harus digunakan, shrinkage factor, stok pengaman (safety stock) dan waktu tunggu (lead time) dari masing-masing item yang biasanya tersedia dalam file induk dari item (Item Master File).
5.
Informasi dari RCCP berupa kebutuhan kapasitas untuk mengimplementasikan MPS menjadi salah satu input bagi MPS. RCCP menentukan kebutuhan kapasitas untuk mengimplementasikan MPS, menguji kelayakan dari MPS, dan memberikan umpan balik kepada perencana atau penyusun jadwal produksi induk (Master Scheduler) untuk mengambil tindakan perbaikan apabila ditemukan adanya ketidaksesuaian antara penjadwalan produksi induk dan kapasitas yang tersedia.
2.7
Material Requirement Planning (MRP) Material requirement planning adalah prosedur logis, aturan keputusan dan teknik
pencatatan terkomputerisasi yang dirancang untuk menterjemahkan “jadwal induk produksi” atau MPS (Master Production Schedulling) menjadi “kebutuhan bersih” atau NR (Net Requirement) untuk semua item. Sistem MRP dikembangkan untuk membantu perusahaan manufaktur mengatasi kebutuhan akan item-item dependent secara lebih baik dan efisien. Selain itu, sistem MRP dedesain untuk melepaskan pesanan-pesanan dalam produksi dan pembelian untuk mengatur aliran bahan baku dan persediaan dalam proses sehingga sesuai dengan jadwal produksi untuk produk akhir. Hal ini memungkinkan perusahaan memelihara tingkat minimum dari item-item yang
43
kebutuhannya dependent, tetapi tetap dapat menjamin terpenuhinya jadwal produksi untuk produk akhirnya. Sistem MRP juga dikenal sebagai perencanaan kebutuhan berdasarkan tahapan waktu (“time phases requirements planning”) (Nasution & Prasetyawan, 2008, p. 245). Ada 4 kemampuan yang menjadi ciri utama dari sistem MRP yaitu (Ginting, 2007, p. 165) : 1.
Mampu menentukan kebutuhan pada saat yang tepat. Maksudnya adalah menentukan secara tepat “kapan” suatu pekerjaan harus diselesaikan atau “kapan” material harus tersedia untuk memenuhi permintaan atas produk akhir yang sudah direncanakan pada jadwal induk operasi.
2.
Membentuk kebutuhan minimal untuk setiap item. Dengan diketahuinya kebutuhan akan produk jadi, MRP dapat menentukan secara tepat system penjadwalan (berdasarkan prioritas) untuk memenuhi semua kebutuhan minimal setiap item komponen.
3.
Menentukan pelaksanaan rencana pemesanan. Maksudnya adalah memberikan indikasi kapan pemesanan atau pembatalan terhadap pesanan harus dilakukan, baik pemesanan yang diperoleh dari luar atau dibuat sendiri
4.
Menentukan penjadwalan ulang atau pembatalan atas suatu jadwal yang sudah direncanakan. Apabila kapasitas yang ada tidak mampu memenuhi pesanan yang dijadwalkan pada waktu yang diinginkan, maka MRP dapat memberikan indikasi untuk melakukan rencana penjadwalan dengan menentukan prioritas pesanan yang realistis.
44
Ada 3 input yang dibutuhkan oleh assembly MRP, yaitu (Ginting, 2007, pp. 168171) : 1.
Jadwal Induk Produksi (JIP), didasarkan pada peramalan atas permintaan dari setiap produk akhir yang akan dibuat.
Secara garis besar pembuatan JIP biasanya
dilakukan atas tahapan-tahapan sebagai berikut : a.
Identifikasi sumber permintaan dan jumlahnya, sehingga dapat diketahui besarnya permintaan produk akhir setiap periodenya.
b.
Menentukan besarnya kapasitas produksi yang diperlukan untuk memenuhi permintaan yang telah diidentifikasikan. Perencanaan ini biasanya dibuat pada tingkat agregat, sehingga masih merupakan perencanaan global. Dalam tahap ini, identifikasi kemampuan dari setiap sumber daya yang dimiliki untuk menentukan kesanggupan berproduksi.
c.
Menyusun rencana rinci dari setiap produk akhir yang akan dibuat. Tahap ini merupakan penjabaran (disagregasi) dari rencana agregat, sehingga akan didapat jadwal produksi setiap produk akhir dibuat dan periode waktu pembuatannya. Selain itu dijadwalkan sumber daya yang diperlukan.
2.
Catatan Keadaan Persediaan, catatan keadaan persediaan menggambarkan status semua item yang ada dalam persediaan, yang berkaitan dengan : a.
Jumlah persediaan yang dimiliki pada setiap periode (on hand inventory)
b.
Jumlah barang yang sedang dipesan dan kapan pesanan tersebut akan datang (on order inventory)
c. 3.
Waktu ancang-ancang (lead time) dari setiap bulan.
Struktur Produk, berisi informasi tentang hubungan antara komponen-komponen dalam suatu proses assembling.
45
Struktur produk dapat digambarkan sebagai sebuah pohon dengan cabang-cabangnya seperti tampak pada gambar di bawah ini (Astana, 2007, p. 187) :
Gambar 2. 3 Struktur Produk Gambar di atas menunjukkan contoh struktur produk yang artinya : produk A merupakan produk akhir (level 0) terbentuk dari 2 sub rakitan B dan 4 sub rakitan C (level 1). Setiap sub rakitan B terdiri dari 1 bagian D, 3 bagian E dan 2 bagian F (level 2). Demikian juga pada sub rakitan C terdiri dari 2 bagian E (level 2). Angka dalam kurung menunjukkan jumlah unit komponen yang bersangkutan. Sistem MRP dapat digambarkan sebagai berikut (Astana, 2007, p. 187) :
Gambar 2. 4 struktur MRP Ouput dari perhitungan MRP adalah penentuan jumlah masing-masing BOM dari item yang dibutuhkan bersamaan dengan tanggal yang dibutuhkannya. Informasi ini
46
digunakan untuk merencanakan pelepasan pesanan (order release) untuk pembelian dan pembuatan sendiri komponen-komponen yang dibutuhkan. Pelepasan pesanan yang direncanakan (planned order release) secara otomatis dihasilkan oleh sistem komputer MRP
bersamaan
dengan
pesanan-pesanan
yang
harus
dijadwalkan
kembali,
dimodifikasi, ditangguhkan atau dibatalkan. Dengan cara ini MRP menjadi suatu alat untuk perencanaan operasi bagi manajer produksi. Berdasarkan uraian di atas, output yang dapat diperoleh dari sistem MRP dapat dirangkum sebagai berikut (Ginting, 2007) : 1.
Menentukan jumlah material serta waktu pemesanannya dalam rangka memenuhi permintaan produk akhir yang sudah direncanakan dalam JIP.
2.
Menentukan jadwal pembuatan komponen yang menyusun produk akhir. Dengan diketahuinya jumlah kebutuhan produk akhir maka MRP dapat menentukan secara tepat cara penjadwalan setiap komponen atau material sehingga ongkos yang dikeluarkan minimum.
3.
Menentukan pelaksanaan rencana pemesanan yang berarti MRP mampu memberikan indikasi kapan pembatalan atas pesanan harus dilakukan.
Suatu
pemesanan dalam hal ini dapat dilakukan melalui pembelian atau merupakan proses pembuatan yang dilakukan di pabrik sendiri. 4.
Menentukan jadwal ulang produksi atau pembatalan atas suatu jadwal produksi yang sudah direncanakan. Apabila kapasitas produksi yang sudah ada tidak mampu memenuhi pesanan yang telah dijadwalkan pada waktu yang telah ditentukan, maka MRP dapat memberikan indikasi untuk melakukan rencana ulang penjadwalan produksi. Rencana ulang ini akan dapat dilakukan setelah adanya kesepakatan penyerahannya.
Jika kesepakatan ini tidak dapat dicapai, maka berarti bahwa
47
pembatalan atas suatu pemesanan terpaksa dilakukan.
Dengan demikian MRP
mampu memberikan indikasi tindakan yang perlu dilakukan apabila terjadi ketidakseimbangan antara permintaan dan kemampuan yang dimiliki.
2.8
Pengertian Sistem Sistem adalah sekumpulan komponen yang saling berhubungan, yang bekerja sama
dalam mencapai suatu tujuan dengan menerima masukan (input) dan menghasilkan keluaran (output) dengan melalui proses transformasi. Oleh karena itu, sistem mempunyai 3 komponen dasar yang saling berinteraksi atau fungsi dasar, yaitu (O'brien, 2003, p. 8) : -
Masukan, yaitu bagian yang meliputi pengambilan elemen yang masuk ke dalam sistem untuk diproses. Contoh : bahan mentah, energi, data, dan sumber daya manusia harus bisa mengatur prosesnya.
-
Proses, yaitu bagian yang meliputi perubahan dari input menjadi output. Contoh : proses manufaktur, kalkulasi matematika.
-
Keluaran, yaitu bagian yang meliputi elemen yang dihasilkan dari proses transformasi untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Contoh : produk jadi. Konsep sistem juga dilengkapi dengan dua komponen tambahan, yaitu feedback dan
kontrol. Feedback adalah data-data kinerja sistem yang didapatkan selama sistem berjalan. Sedangkan kontrol adalah pengawasan dan pengevaluasian feedback untuk menentukan apakah sistem yang sedang berjalan akan mencapai tujuannya atau tidak. Sistem adalah sekelompok elemen-elemen yang saling terintegrasi dengan maksud yang sama untuk mencapai suatu tujuan (Raymond Mcleod, 2001, p. 9).
48
Pengertian sistem menurut Hall adalah sekelompok dua atau lebih komponen komponen yang saling berkaitan (interrelated) atau subsistem-subsistem yang bersatu untuk mencapai tujuan yang sama (common purpose) (Hall, 2001, p. 5). Menurut pendapat Mathiassen menyatakan sistem adalah sekumpulan komponen yang mengimplementasikan kebutuhan pemodelan, fungsi dan antar muka (Mathiassen, 2000, p. 9). Jadi dapat disimpulkan sistem adalah sekelompok elemen yang saling berkaitan dan bersatu untuk mecapai tujuan tertentu.
2.9
Pengertian Informasi Informasi menjadi hal yang penting yang patut diketahui pada zaman teknologi
sekarang ini. Dengan adanya informasi maka perusahaan dapat melakukan berbagai kepentingan. Untuk mendapatkan informasi yang baik maka diperlukan suatu data yang akurat. Data mengandung fakta atau deskripsi yang secara relatif tidak berarti bagi pemakai, sedangkan informasi adalah data yang telah diproses, atau data yang telah memiliki arti (Raymond Mcleod, 2001, p. 15). Informasi adalah data yang sudah diubah menjadi bentuk yang berarti dan berguna bagi pengguna tertentu (O'brien, 2003, p. 13). Informasi didefinisikan sebagai data yang diproses, namun definisi ini tidak memadai. Informasi ditentukan oleh efeknya pada para pemakai, bukan pada bentuk fisiknya (Hall, 2001, p. 14). Dari pengertian dan karakteristik di atas dapat disimpulkan bahwa informasi dan data merupakan konsep pengertian yang berbeda. Informasi dihasilkan dari sekumpulan
49
data yang tidak memiliki makna dan pengertian yang diolah menjadi sebuah fakta yang bermakna dan bernilai.
2.10
Pengertian Sistem Informasi Sistem informasi menurut Hall adalah sebuah rangkaian prosedur formal dimana
data dikumpulkan, diproses menjadi informasi dan didistrisbusikan kepada para pemakai (Hall, 2001, p. 7). Sistem informasi sebagai kombinasi dari manusia, perangkat keras, perangkat lunak, jaringan komunikasi dan sumber daya data, yang mengumpulkan, mengubah atau mengolah, dan menghasilkan informasi dalam sebuah organisasi. Manusia bergantung pada sistem informasi untuk melakukan komunikasi dengan peralatan fisik (hardware), instruksi pemrosesan informasi atau prosedur (software), jaringan komunikasi (network), dan data (data resources). Manusia, perangkat keras, perangkat lunak, data, dan jaringan merupakan 5 sumber daya utama yang dibutuhkan sebuah sistem informasi. Sumber daya manusia meliputi pengguna akhir (end-user) dan spesialis sistem informasi, sumber daya perangkat keras meliputi mesin dan medianya, sumber daya perangkat lunak meliputi program-program dan prosedur, sumber daya data meliputi data itu sendiri, dan sumber daya jaringan meliputi media komunikasi dan pendukung jaringan (O'brien, 2003, p. 7). Sistem informasi adalah suatu kegiatan untuk mengumpulkan, mengolah, menganalisa, menyebarkan informasi untuk tujuan tertentu (Turban, Rainer, & Potter, 2003, p. 15).
50
Jadi, dapat disimpulkan bahwa sistem informasi adalah sebuah rangkaian prosedur formal di mana data dikumpulkan, diproses menjadi informasi dan didistribusikan kepada para pemakai.
2.11
Analisis dan Perancangan Sistem Informasi Sebuah sistem informasi yang akan dibangun harus dianalisa dan dirancang terlebih
dahulu. Agar sistem informasi yang dibangun sesuai dengan yang diharapkan maka diperlukan sebuah pengembangan sistem itu sendiri. Rancangan sistem adalah penentuan proses dan data yang diperlukan oleh sistem baru (Raymond Mcleod, 2001, p. 192). Pengembangan sistem adalah kumpulan aktivitas yang diperlukan dalam membangun sebuah solusi sistem informasi untuk masalah-masalah dan peluangpeluang bisnis. Dalam hal ini, Turban menjabarkan sebuah siklus hidup pengembangan sistem tradisional. Siklus hidup ini adalah pola pikir terstruktur yang berisi proses yang berurutan tentang bagaimana sistem informasi dikembangkan. Turban menjelaskan ada 8 tahap dalam siklus hidup tersebut. Adapun tahapan-tahapan tersebut adalah investigasi sistem, analisis sistem, perancangan sistem, pemrograman, pengetesan, implementasi, operasi, dan pemeliharaan (Turban, Rainer, & Potter, 2003, pp. 461-463). Whitten menjabarkan dua konsep penting dalam analisis dan perancangan sistem informasi. Pertama, analisis sistem adalah sebuah teknik pemecahan masalah yang menguraikan sebuah sistem menjadi bagian-bagian komponen dengan tujuan mempelajari seberapa bagus bagian-bagian komponen tersebut bekerja dan berinteraksi untuk meraih tujuan mereka. Kedua, perancangan sistem adalah sebuah teknik pemecahan masalah yang saling melengkapi dengan analisis sistem, yang merangkai
51
kembali bagian-bagian komponen menjadi sebuah sistem yang lengkap. Dalam hal ini, sistem mengalami perbaikan dari awalnya. (Whitten, Bentley, & Dittman, 2004, p. 176). Ada beberapa pendekatan atau metode yang digunakan dalam menganalisis dan merancang sebuah sistem. Beberapa pendekatan yang digunakan untuk analisis sistem adalah analisis terstruktur, teknik informasi, discovery prototyping, dan analisis berorientasi objek. Analisis terstruktur berfokus pada aliran data melalui proses-proses bisnis dan perangkat lunak. Teknik informasi adalah teknik yang berfokus pada struktur data tersimpan dalam sebuah sistem. Dalam analisis terstruktur digunakan diagram aliran data, sedangkan teknik informasi menggunakan diagram hubungan entitas. Discovery prototyping adalah pendekatan analisis sistem terakselerasi yang menekankan konstruksi prototip. Prototip adalah contoh sistem berskala kecil, tidak lengkap, tetapi berfungsi. Dalam bahasan selanjutnya, pendekatan analisis dan perancangan sistem yang digunakan adalah pendekatan analisis dan perancangan sistem berorientasi objek (Whitten, Bentley, & Dittman, 2004, p. 176). Secara umum dari beberapa pengertian di atas, bisa kita simpulkan bahwa perancangan sistem adalah suatu riset untuk menemukan kebutuhan-kebutuhan akan informasi untuk merancang sistem baru yang akan dibangun serta penentuan fitur-fitur dalam suatu rancangan sistem yang baru atau diperbaharui untuk memenuhi kebutuhan pemakai.
2.12
Analisis dan Perancangan Sistem Informasi Berorientasi Objek Analisis dan perancangan berorientasi objek (OOAD) adalah pendekatan dengan
menggunakan konsep objek. Konsep yang digunakan dalam orientasi objek adalah pembungkusan semua data yang mendeskripsikan orang, tempat, kejadian dalam suatu
52
wadah, yaitu objek itu sendiri. Beberapa tipe diagram yang berbeda yang secara kolektif memodelkan sebuah sistem informasi atau aplikasi dalam artian objek didefinisikan dengan Unified Modeling Language (UML) (Whitten, Bentley, & Dittman, 2004, p. 179). Analisis dan perancangan berorientasi objek adalah suatu koleksi pedoman umum untuk melakukan analisis dan desain. Kegiatan utama dari OOAD adalah analisis problem domain, analisis application domain, desain arsitektur, dan desain komponen. Dalam OOAD, blok-blok pembangun yang paling dasar adalah objek. Selama analisis, objek digunakan untuk mengorganisasikan pengertian terhadap konteks sistem (system context). Sedangkan selama perancangan, objek digunakan untuk mengerti dan mendeskripsikan sistem itu sendiri. Objek adalah sebuah entitas dengan identitas, status, dan perilaku. Dalam analisis, objek adalah abstraksi sebuah fenomena dalam konteks sistem, misalnya pelanggan. Dalam perancangan, objek adalah bagian dari sistem. Biasanya objek-objek dideskripsikan dalam kelas-kelas. Contohnya, sebuah kelas pelanggan dapat berisi objek pelanggan yang spesifik, tetapi dalam kelas tersebut juga terdapat pelanggan-pelanggan lain. Dimana masing-masing memiliki identitas, status, dan perilaku yang unik. Jadi, kelas adalah sebuah deskripsi koleksi objek yang saling berbagi struktur, pola perilaku, dan atribut. Atau dengan kata lain, kelas adalah kumpulan objek yang memiliki ciri-ciri yang sama. Kesuksesan pengembangan sistem sangat bergantung pada pemahaman pengembang terhadap praktisi dari aplikasi itu sendiri. Pada gambar 2.5, konteks sistem dapat dilihat dari dua perspektif yang saling melengkapi yaitu sistem memodelkan sesuatu (problem domain) dan sistem dioperasikan oleh pemakai (application domain). Problem domain adalah bagian konteks yang diadministrasikan, diawasi, atau dikontrol oleh sistem. Sedangkan
53
application domain adalah organisasi yang mengadministrasikan, mengawasi, atau mengontrol problem domain (Mathiassen, 2000, pp. 3‐4).
Gambar 2. 5 Konteks Sistem Dalam banyak analisis dan perancangan tradisional, metode, fungsi, data dan aliran adalah kunci dari konsep. Konsep-konsep ini cocok untuk menggambarkan fenomena dalam kantor dan sistem yang terkomputerisasi. Objek, status, dan perilaku dan lainnya adalah konsep umum dan cocok untuk menggambarkan kebanyakan fenomena yang diekspresikan dalam bahasa alamiah. Keuntungan dari menggunakan analisis dan perancangan berorientasi objek adalah memberikan suatu informasi yang jelas tentang konteks sistem. Metode tradisional sangat efektif dalam pemodelan sistem awal, yang tujuannya adalah untuk mengotomatisasi tugas-tugas pengolahan informasi tenaga kerja yang intensif. Kebanyakan sistem tersebut sekarang telah dikembangkan, sistem baru dibangun untuk mendukung pemecahan masalah individual, komunikasi dan koordinasi. Fungsi dari sistem baru ini tidak hanya untuk menangani sejumlah besar data yang
54
seragam, tetapi juga untuk menyebarkan data khusus secara terinci pada organisasi. Oleh karena itu, sangat diperlukan untuk menggunakan metode yang memusatkan, dengan kejelasan yang sama, pada sistem dan konteksnya. Keuntungan lainnya dari metode berorientasi objek adalah koneksi yang dekat antara analisis berorientasi objek, perancangan berorientasi objek, tampilan pemakai berorientasi objek, dan pemrograman berorientasi objek. Objek dapat menjadi kondisi model yang sosial, ekonomis dan juga pada tampilan, fungsi, proses dan komponen sistem. Dalam analisis, pengembang menggunakan objek untuk menentukan kebutuhan sistem. Dalam perancangan, pengembang menggunakan objek untuk menggambarkan sistem itu sendiri. Pengembang juga menggunakan objek sebagai konsep pokok dalam pemrograman (Mathiassen, 2000, pp. 5-6). Objek memberikan koherensi material struktur sistem. Objek juga menyediakan koherensi mental yaitu objek menawarkan pengembang cara alami berpikir tentang masalah yang mendukung abstraksi tanpa memaksa satu sudut pandang dari sisi teknis saja. Jadi dalam hal ini, OOAD merupakan suatu kumpulan metode dan langkah-langkah untuk menganalisa dan membuat perancangan dengan pemodelan ke dalam objek (Mathiassen, 2000, p. 6). Menurut Mathiassen (2000,p15) OOAD memiliki empat aktivitas utama yaitu problem domain analysis, application domain analysis, architectural design dan component design. Secara umum empat aktivitas utama ini dapat digambarkan sebagai berikut (Mathiassen, 2000, p. 15) :
55
Gambar 2. 6 Empat Kegiatan Utama OOAD 2.13
Pemilihan Sistem Sebuah pengembangan proyek dimulai dengan sekumpulan koleksi ide-ide berbeda
tentang sistem yang diinginkan.Pengembangan proyek ini dimulai dengan analisis awal atau dengan daftar keputusan yang telah dibuat. Hal ini menjadi pekerjaan dan tanggung jawab pengembang sistem untuk mengambil langkah-langkah sebelumnya dan mempertimbangkan pertanyaan-pertanyaan utama. Beberapa pertanyaan itu tentang masalah apa yang ingin dipecahkan, apakah sistem yang rencanakan berguna untuk solusi dan apa yang terjadi apabila kita menerapkan sistem yang berbeda secara keseluruhan (Mathiassen, 2000, p. 23).
56
Gambar 2. 7 Subaktivitas Dalam Memilih Sistem
2.13.1 Definisi Sistem Definisi sistem adalah sebuah gambaran singkat dari sistem terkomputerisasi yang dinyatakan dalam bahasa alami. Definisi sistem menyatakan properti mendasar untuk pengembangan sistem dan penggunaannya. Definisi sistem menggambarkan sistem di dalam konteksnya, hal-hal apa yang seharusnya ada di dalam informasi, fungsi mana yang menyediakan informasi tersebut, dimana informasi tersebut digunakan dan kondisi pengembangan seperti apa yang akan diterapkan (Mathiassen, 2000, p. 24).
2.13.2 Pemilihan sistem Pada pemilihan sistem terdapat tiga subaktivitas yang terjadi. Pada subaktivitas pertama, yaitu subaktivitas dimana kita mendapatkan gambaran mengenai situasi dan interprestasi orang yang berbeda. Subaktivitas kedua adalah membuat dan mengevaluasi ide-ide untuk perancangan sistem. Pada subaktivitas ini metode-metode kita menyediakan satu rangkaian teknik untuk mendukung kreativitas dan memperkenalkan
57
pola pikir yang baru. Subaktivitas yang ketiga adalah merumuskan dan memilih definisi sistem, mendiskusikan dan mengevaluasi alternatif definisi sistem dalam hubungannya dengan situasi tertentu (Mathiassen, 2000, p. 25).
2.13.3 Menggambarkan Situasi Pengertian tentang situasi user haruslah kaya dan luas. Untuk memperoleh pengertian dan memahami aspek penting dari suatu situasi, dapat digunakan rich picture. Dengan adanya rich picture kita dapat menjelaskan pandangan-pandangan pemakai yang penting terhadap situasi, masalah fasilitas, dan mendapatkan sebuah tinjauan situasi dengan cepat. Tujuan disini adalah bukan untuk membuat gambaran detil dari seluruh kemungkinan keadaan, tetapi lebih ke arah untuk mendapatkan gambaran singkat. Rich picture adalah sebuah gambar yang tidak formal yang menyajikan pemahaman ilustrator mengenai situasi (Mathiassen, 2000, pp. 26-28).
2.13.4 Membuat Ide Suatu pemahaman yang kuat dari situasi yang ada adalah sebuah poin awal yang baik untuk pengembangan proyek. Hal ini akan membawa kepada ide-ide selanjutnya dan pola pikir yang baru. Hasil dari subaktivitas ini adalah koleksi dari ide-ide. Ide-ide ini menggambarkan solusi-solusi yang terkomputerisasi yang diringkas dalam satu atau lebih definisi sistem (Mathiassen, 2000, pp. 31-33).
2.13.5 Pengujian Dengan Prototipe walaupun prototipe kurang kompleks dibandingkan dengan sistem yang ditargetkan, namun hal ini dapat membantu kita membicarakan dan mengevaluasikan atribut dari
58
sistem kita. Batasan prototipe bisa bermacam-macam. Sebagai contoh, misal, kita mengkarakteristikan tiga komponen utama sistem adalah tampilan, fungsi, dan model. Sebuah prototipe mungkin saja berisi hanya satu atau dua dari komponen tersebut. Secara umum prototipe tidak menyediakan komponen-komponen secara lengkap. Secara teknis prototipe terbatas pada fungsi-fungsi tertentu, mungkin ada beberapa fungsi diluar cakupan prototipe tersebut (Mathiassen, 2000, pp. 34-35).
2.13.6 Menentukan Sistem Tujuan dari subaktivitas ini adalah untuk memilih sistem aktual yang akan dikembangkan. Penentuan sistem ini dilakukan secara sistematis untuk memperjelas penafsiran, kemungkinan-kemungkinan dan konsekuensi dari beberapa alternatif solusi. Pada umumnya prinsip dari penentuan sistem ini adalah untuk menentukan alternatif dari sistem-sistem. Pada subaktivitas sebelumnya memberikan penafsiran-penafsiran dan kemungkinan dari situasi yang ada dan kemudian membuat ide-ide baru untuk solusi. Proses ini secara tipikal akan membutuhkan banyak pengarahan yang berbeda dan hal ini sangat sulit untuk mempertahankan seluruh alternatif-alternatif yang ada dan membuat satu pilihan yang konsisten ide mana yang harus diikuti (Mathiassen, 2000, pp. 37-38).
2.13.7 Kriteria FACTOR Kriteria FACTOR terdiri dari enam elemen, yaitu (Mathiassen, 2000, p. 39) : 1. Functionality : fungsi sistem yang mendukung tugas-tugas application domain. 2. Application domain : bagian-bagian dari organisasi yang mengurus, mengawasi, dan mengendalikan problem domain.
59
3. Conditions : kondisi sistem dimana sistem akan dikembangkan dan digunakan 4. Technology : teknologi terdiri dari dua yaitu teknologi yang digunakan dalam sistem dan teknologi dimana sistem itu dijalankan. 5. Object : objek utama yang ada di dalam problem domain. 6. Responsibility : tanggung jawab sistem secara keseluruhan dalam hubungannya terhadap konteks sistem itu sendiri.
2.13.8 Evaluasi dan Pemilihan Pemilihan sistem bukan pekerjaan dari pengembang sistem, tugas dari pengembang sistem adalah menyediakan pilihan-pilihan. Apabila sistem itu ingin dipakai, hal itu harus dipilih berdasarkan negosiasi di antara pihak-pihak yang terlibat. Dalam beberapa situasi pengembang sistem memiliki kepentingan profesional untuk memilih sistem karena mereka memiliki alasan perdebatan sendiri untuk kualitas sistem yang dipilih dibandingkan sistem yang lain. Tetapi pada akhirnya, pemilihan sistem tetap menjadi tanggung jawab pemakai dan pelanggan untuk memilih sistem mana yang menjadi dasar untuk analisis dan perancangan (Mathiassen, 2000, pp. 41-42).
2.14
Analisis Problem Domain Hal yang dijelaskan mengenai analisis problem domain adalah bahwa problem
domain berfokus pada pertanyaan kunci mengenai informasi apa yang harus disepakati dengan sistem. Jawaban dari pertanyaan ini penting selama aktivitas analisis, karena model problem domain menyediakan sebuah bahasa untuk menyatakan kebutuhan sistem. Selama perancangan, model diubah menjadi sebuah komponen yang menyediakan status problem domain saat ini dan sejarah sebelumnya. Tujuan analisis
60
problem-domain
adalah
membangun
suatu
model
untuk
merancang
dan
mengimplementasikan sebuah sistem yang dapat memproses, menyampaikan dan menyajikan laporan informasi mengenai problem-domain (Mathiassen, 2000, p. 5). Analisis problem domain memiliki tiga aktivitas utama, yaitu kelas, struktur, dan perilaku. Analisis dilakukan dengan menggunakan sistem definisi yang telah dibuat, dan hasilnya adalah sebuah model problem domain (Mathiassen, 2000, p. 45).
System definition
Behavior Classes
Model Structure
Gambar 2. 8 Aktivitas Pemodelan Problem Domain
2.14.1 Kelas Kelas adalah deskripsi koleksi objek yang saling berbagi struktur, pola perilaku, dan atribut. Tujuan kelas adalah untuk memilih elemen-elemen dari sebuah model problem domain. Untuk memodelkan problem domain, aktivitas dimulai dengan aktivitas kelas dan pertanyaan penting tentang objek dan kejadian (event) apa yang harus dimasukan
61
dan yang tidak dimasukan ke dalam model. Mathiassen (2000,p49) menjelaskan bahwa kejadian adalah sebuah peristiwa instan yang berhubungan dengan satu objek atau lebih (Mathiassen, 2000, p. 49). Berikut ini adalah elemen-elemen dari kelas (Mathiassen, 2000, pp. 51-53) : -
Objek (object) Objek adalah suatu entitas yang memiliki identitas, status, dan perilaku. Object diberi karakter melalui event-nya
-
Kelas (class) Kelas adalah deskripsi koleksi objek yang saling berbagi struktur, pola perilaku, dan atribut. Class candidates dapat diperoleh dari kata benda di dalam keterangan atau pembicaran dengan user. Penamaan class harus sederhana, mudah dibaca, tepat, tidak membingungkan, dan digunakan di dalam problem-domain.
-
Kejadian (event) Kejadian (event) adalah sebuah kejadian instan yang melibatkan satu atau lebih objek. Sebuah event adalah abstraksi dari kegiatan atau proses dalam problemdomain yang dialami oleh satu atau lebih object. Suatu event harus bersifat instantaneous dan atomic. Pemilihan kelas akan mendefinisikan dasar dari blok-blok pembangun dalam model
problem domain. Untuk memfasilitaskan proses ini, sangat penting untuk mendaftarkan semua kemungkinan atau kandidat kelas yang potensial, tanpa mengevaluasi kandidatkandidat kelas tersebut secara rinci. Tujuannya menghasilkan sebuah daftar kandidat kelas yang bervariasi (Mathiassen, 2000, p. 49).
62
Tabel 2. 4 Contoh Event Table Event Reserved Cancelled Treated Employed Resigned Graduated Agreed
Customer v v v
Assistant v v v v v
Classes Apprentice
Appointment v v v
v v v v
Plan v
v
2.14.2 Sktuktur Tujuan struktur adalah untuk menggambarkan hubungan struktur antara kelas dan objek di dalam problem domain. Hasil dari structure adalah sebuah class diagram dengan class dan structure. Class diagram menyediakan gambaran ikhtisar problem domain secara utuh dengan menggambarkan seluruh hubungan struktural antara classes dan objects dalam model. Di dalam struktur terdapat dua konsep yaitu struktur kelas dan struktur objek (Mathiassen, 2000, p. 69). 1. Struktur kelas Ada dua jenis struktur kelas, yaitu generalization dan cluster. -
Generalization Generalization adalah sebuah kelas umum ( super class) yang menggambarkan properti secara umum dari sekumpulan kelas-kelas spesialnya (Mathiassen, 2000, p. 72).
63
Gambar 2. 9 Struktur Generalisasi -
Cluster Custer adalah sebuah koleksi dari kelas-kelas yang berhubungan. Cluster adalah sebuah koleksi dari kelas-kelas yang membantu kita mendapatkan gambaran tentang problem domain. Cluster membawa suatu pengertian secara keseluruhan dari sebuah problem domain dengan membagi problem domain itu ke dalam subdomain yang lebih kecil. Notasi yang digunakan adalah file folder yang didalamnya terdapat kumpulan class yang berkaitan. Class-class dalam cluster yang sama dihubungkan dengan generalization structure ataupun aggregation structure, sedangkan class-class yang ada pada cluster yang berbeda dihubungkan dengan assosiation structure (Mathiassen, 2000, p. 74).
Gambar 2. 10 Struktur Cluster
64
2. Struktur Objek Ada dua jenis struktur objek, yaitu struktur agregasi dan struktur asosiasi. Kedua struktur objek menggambarkan suatu hubungan dinamis antara objek-objek di dalam problem domain (Mathiassen, 2000, p. 75). -
Struktur agregasi Struktur agregasi adalah sebuah hubungan antara dua atau lebih objek. Struktur ini menyatakan bahwa satu objek merupakan dasar dan menentukan bagian yang lainnya (Mathiassen, 2000, p. 76).
Gambar 2. 11 Struktur Agregasi -
Struktur asosiasi Struktur asosiasi adalah Hubungan yang ada dalam dua atau lebih objek, tetapi hubungan ini bukan merupakan hubungan yang sangat kuat seperti agregasi karena objek yang satu tetap ada walaupun objek yang lain tidak ada. Asosiasi diterjemahkan sebagai garis yang menghubungkan objek-objek (Mathiassen, 2000, p. 77).
Gambar 2. 12 Struktur Asosiasi
65
2.14.3 Perilaku Pada aktivitas perilaku, definisi kelas dalam kelas diagram dikembangkan lagi dengan menambahkan deskripsi pola perilaku (behavioral pattern) dan atribut pada setiap kelas. Tujuan dari perilaku adalah untuk memodelkan dinamika dari problem domain. Ada tiga konsep dari dalam perilaku yaitu event trace, behavioral pattern, dan atribut (Mathiassen, 2000, p. 89) : 1. Event trace Event trace adalah sebuah urutan kejadian yang melibati objek tertentu. 2. Behavioral pattern Behavioral pattern adalah deskripsi dari semua event trace yang mungkin untuk semua objek di dalam kelas. 3. Atribut Atribut adalah deskripsi dari properti dari sebuah kelas atau kejadian. Ketiga konsep ini akan menghasilkan sebuah behavioral pattern dengan atributnya untuk setiap kelas di dalam diagram kelas.
2.15
Analisis Application Domain Analisis application domain berfokus pada pertanyaan bagaimana sistem target
digunakan. Tujuan dari pertanyaan ini adalah untuk menentukan kebutuhan akan fungsi dan tampilan sistem. Konsep dari application domain adalah sebuah organisasi yang mengawasi, menggontrol dan mengevaluasi problem domain. Hasil dari kegiatan ini berupa daftar yang lengkap tentang kebutuhan sistem secara keseluruhan (Mathiassen, 2000, p. 56).
66
Aktivitas-aktivitas dalam application domain adalah penggunaan (usage), fungsi, dan tampilan. Analisis application domain menghasilkan gambaran kebutuhan untuk digunakan (Mathiassen, 2000, p. 56).
Gambar 2. 13 Analisis Application Domain
2.15.1 Usage menghasilkan informasi rinci yang sangat banyak yang bernilai sedikit pada proses pengembangan. Untuk efisiensi, hanya difokuskan pada interaksi antara pengguna dengan sistem. Dalam hal ini digunakan use case. Use case adalah pola interaksi antara sistem dan aktor pada application domain. Aktor adalah sebuah abstraksi pengguna atau sistem lain yang berinteraksi dengan sistem (Mathiassen, 2000, pp. 119120). -
Use case Use case adalah pola interaksi antara sistem dengan aktor dalam application domain.
67
-
Aktor Aktor adalah abstraksi dari pemakai atau sistem lain yang berinteraksi langsung dengan sistem target.
2.15.2 Fungsi Fungsi berfokus pada pertanyaan sistem apa yang dapat membantu aktor-aktornya di dalam pekerjaan mereka. Ketika menentukan kebutuhan untuk fungsi-fungsi yang ada, maka sebuah pertanyaan muncul mengenai apa yang akan dilakukan sistem. Dalam aktivitas penggunaan sistem itu, pertanyaan lebih berfokus pada bagaimana sistem akan digunakan. Akan tetapi untuk menjawab pertanyaan sistem apa yang digunakan sangat sulit tanpa mengetahui bagaimana sistem digunakan. Oleh karena itu, fungsi dan penggunaan memiliki hubungan yang erat (Mathiassen, 2000, p. 137). Fungsi adalah sebuah fasilitas untuk membuat suatu model berguna bagi aktornya. Tujuan dari fungsi adalah untuk menentukan kemampuan pemrosesan informasi sistem. Hasil dari fungsi adalah sebuah daftar lengkap dari fungsi-fungsi dengan spesifikasi fungsi yang kompleks (Mathiassen, 2000, p. 137). Ada empat tipe fungsi yaitu (Mathiassen, 2000, p. 138) : -
Update Fungsi diaktifkan oleh kejadian yang berasal dari problem domain dan mengakibatkan perubahan status dalam model.
-
Signal Fungsi diaktifkan oleh perubahan di dalam status model dan mengakibatkan suatu reaksi dalam konteks sistem. Reaksi ini mungkin berupa suatu tampilan untuk aktor dalam application domain, atau suatu intervensi langsung dalam problem domain.
68
-
Read Fungsi diaktifkan oleh suatu kebutuhan untuk informasi dalam suatu tugas pekerjaan aktor dan menghasilkan tampilan bagian model yang relevan.
-
Compute Fungsi diaktifkan oleh suatu kebutuhan untuk informasi dalam suatu tugas pekerjaan aktor dan dan terdiri dari suatu perhitungan yang melibatkan informasi yang disajikan oleh aktor atau model, hasilnya berupa hasil perhitungan.
2.15.3 Tampilan Tampilan adalah fasilitas yang memungkinkan model fungsi sistem tersedia bagi aktor. Tampilan digunakan oleh aktor untuk berinteraksi dengan sebuah sistem. Analisis dimulai dari use case (bagian dari problem-model), dan kebutuhan fungsional dan hasilnya ditentukan oleh elemen dari Tampilan, karena Tampilan yang menjembatani hubungan antar pengguna (user) dengan komputer dengan menggunakan software. Hasilnya berupa navigation diagram. Navigation diagram terdiri dari gambar tiap window, dan panah yang menandakan bagaimana tombol-tombol yang digunakan dan pilihan lainnya akan mengaktifkan fungsi atau membuka window lain. Ada dua tipe dari tampilan yaitu (Mathiassen, 2000, pp. 151-152) : 1. Tampilan pemakai Tampilan pemakai adalah tampilan untuk pemakai. 2. Tampilan sistem Tampilan sistem adalah tampilan untuk sistem-sistem lainnya. Ketika menentukan tampilan pemakai, gaya dialog menjadi pilihan penting. Ada empat jenis pola dialog yaitu (Mathiassen, 2000, pp. 154-155) :
69
1. Menu selection Menu selection dinyatakan dalam sebuah daftar dari berbagai kemungkinan pilihan di dalam tampilan pemakai. 2. Form fill-in Form fill-in merupakan pola klasik untuk pencatatan data pada terminal yang berdasarkan karakter. 3. Command language Pada command language pemakai dapat dengan mudah memasukkan perintah yang telah ada formatnya. 4. Direct manipulation Direct manipulation memungkinkan pemakai bekerja dengan representasi objek. Dengan pola ini, pemakai dapat memilih objek dan melakukan fungsi dengan hasil yang nyata secara langsung.
2.16
Perancangan Arsitektur Perbedaan sistem yang sukses dan perbedaan sistem yang yang tidak sukses adalah
terletak pada perancancangan arsitektur yang kuat. Tujuan dari perancangan arsitektur adalah untuk menyusun sistem yang terkomputerisasi. Konsep yang dipakai dalam perancangan arsitektur adalah criterion, component architecture, process architecture. Kriteria berisi kondisi dan kriteria apa yang digunakan untuk perancangan. Komponen berisi bagaimana sistem distrukturkan pada komponen-komponen. Sedangkan proses berisi bagaimana proses sistem didistribusikan dan dikoordinasikan (Mathiassen, 2000, p. 173).
70
Gambar 2. 14 Aktivitas Perancangan Arsitektur
2.16.1 Kriteria Tujuan dari Kriteria adalah untuk menetapkan prioritas dari rancangan. Ada dua konsep di dalam criteria yaitu criterion dan condition (Mathiassen, 2000, p. 177). -
Criterion Criterion adalah sebuah properti pilihan dari arsitektur
-
Condition Condition adalah Analisa keterbatasan dan peluang manusia, teknis, dan organisasi yang terlibat dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Tabel 2. 5 Kriteria Sistem Kriteria Usable Secure Efficient Correct Reliable
Ukuran Kemampuan beradaptasi sistem terhadap organisasi, berkaitan dengan kerja, dan konteks secara teknis. Tindakan pencegahan terhadap akses yang tidak diotorisasi terhadap data dan fasilitas. Penghematan atas fasilitas platform teknis. Pemenuhan kebutuhan Pemenuhan atas ketepatan yang diperlukan fungsi eksekusi.
71
Kriteria Maintainable Testable Flexible Comprehensible Reusable Portable Interoperable
Ukuran Biaya untuk penempatan dan perbaikan sistem yang rusak. Biaya untuk memastikan sistem berfungsi sesuai dengan yang diharapkan. Biaya memodifikasi sistem. Usaha yang diperlukan untuk memperoleh pemahaman atas sistem. Kemampuan untuk menggunakan bagian sistem ke sistem lain yang terhubung. Biaya memindahkan sistem ke platform teknis lain. Biaya menggabungkan sistem ke sistem yang lain.
2.16.2 Komponen Arsitektur komponen adalah sebuah pandangan sistem secara terstruktur yang saling berhubungan sedangkan komponen adalah sebuah kumpulan bagian program yang saling berhubungan dan memiliki tanggung jawab dengan baik. Sebuah arsitektur komponen yang baik membuat sebuah sistem lebih mudah memahami dan mengorganisasikan rancangan kerja dan mencerminkan stabilitas konteks sistem. Tujuan dari komponen adalah untuk membuat struktur sistem yang dapat dipahami dan fleksibel. Hasil dari komponen adalah sebuah diagram dengan spesifikasi komponen yang kompleks (Mathiassen, 2000, p. 189). Berikut ini adalah pola-pola yang digunakan dalam arsitektur sistem adalah (Mathiassen, 2000, pp. 193-198) : 1. Layered architecture pattern Pola ini memiliki komponen-komponen yang bertingkat yang disebut sebagai layer.
72
Gambar 2. 15 Layered architecture pattern 2. Generic Architecture Pattern Pola ini menghubungkan komponen‐komponen antarmuka, fungsi, model, dan technical platform.
Gambar 2. 16 Generic Architecture Pattern
73 3. Client Server Architecture Pattern Client server architecture pattern dibangun untuk mengatasi sistem yang terdistribusi dalam beberapa prosesor yang tersebar di beberapa tempat. Komponen architecture ini terdiri dari sebuah server dan beberapa client. Server memiliki sekumpulan operation yang dapat digunakan oleh client.
Gambar 2. 17 Client Server Architecture Pattern
2.16.3 Proses Tujuan dari proses adalah untuk menentukan struktur fisik dari sebuah sistem. Beberapa konsep yang ada di dalam proses adalah arsitektur proses, prosesor, komponen program, dan objek aktif. Arsitektur proses adalah sebuah struktur eksekusi sistem yang terdiri dari proses yang saling ketergantungan. Prosesor adalah peralatan yang dapat mengeksekusi program. Komponen program adalah sebuah modul fisik dari kode program. Objek aktif adalah sebuah objek yang ditugaskan sebuah proses. Hasil dari sebuah proses adalah sebuah deployment diagram yang menunjukkan prosesor dengan komponen program dan objek aktif yang telah diberi tugas. (Mathiassen, 2000, p. 209) Ada tiga pola distribusi pada proses yaitu (Mathiassen, 2000, pp. 215-219) : 1. The Centralized Pattern
74
Pola ini memungkinkan untuk menyimpan seluruh data pada server pusat dank lien hanya menangani tampilan pemakai.
Gambar 2. 18 The Centralized Pattern 2. The Distributed Pattern Pola ini berlawanan dengan centralized pattern. Pada pola ini segala sesuatu didistribusikan kepada klien dan server hanya menyebar luaskan update model antara klien.
75
Gambar 2. 19 The Distributed Pattern 3. The decentralized Pattern Pola ini berada di antara kedua pola sebelumnya. Ide pola ini adalah klien memiliki data mereka masing-masing, hanya data pada umumnya saja yang tersedia di server.
76
Gambar 2. 20 The Decentralized Pattern
2.17
Perancangan Komponen
Tujuan dari perancangan komponen adalah untuk menentukan kebutuhan implementasi di dalam kerangka arsitektural. Perancangan komponen menggunakan spesifikasi arsitektur untuk merancang komponen dan merancang hubungan komponen itu. Konsep dari perancangan komponen adalah komponen dan koneksi. Hasil dari perancangan komponen adalah sebuah deskripsi dari komponen-komponen sistem. Ada tiga aktivitas dalam perancangan komponen yaitu model component, function component, dan connecting component (Mathiassen, 2000, p. 231).
77
Gambar 2. 21 Aktivitas Perancangan Komponen
2.17.1 Model Component Menurut Mathiassen (2000, p235) model component adalah bagian dari sistem yang mengimplementasikan problem domain. Tujuan dari model component adalah untuk menunjukkan sebuah model pada problem domain. Selain itu, Mathiassen juga mengatakan bahwa tujuan dari model component adalah untuk mengirimkan data saat ini dan masa lalu ke dalam fungsi, tampilan, pemakai dan sistem lainnya. Hasil dari model component adalah sebuah diagram kelas model component yang telah terestrukturisasi (Mathiassen, 2000, p. 235). Subaktivitas dari model component adalah merepresentasikan kejadian privat (private event) dan kejadian umum (common event), lalu menstruktur ulang kelas-kelas. Kejadian privat adalah kejadian yang berhubungan dengan satu objek problem domain. Sedangkan kejadian umum adalah kejadian yang berhubungan dengan beberapa objek. Keduanya dilihat berdasarkan pola perilaku. Jika kejadian privat terjadi pada urutan dan pilihan, maka kejadian tersebut direpresentasikan sebagai atribut pada kelas. Sedangkan jika kejadian privat tersebut terjadi pada perulangan, maka kejadian tersebut
78
direpresentasikan sebagai kelas baru. Selanjutnya, jika kejadian umum berhubungan dalam diagram statechart dalam cara berbeda, maka direpresentasikan dalam relasi pada kelas yang menawarkan representasi paling sederhana. Sedangkan bila kejadian umum berhubungan dalam diagram statechart dalam cara yang sama, harus dipertimbangkan representasi antara keduanya yang mungkin (Mathiassen, 2000, pp. 239-249).
2.17.2 Function Component Function component adalah bagian dari sistem yang mengimplementasikan kebutuhan fungsional. Tujuan dari function component ini menurut Mathiassen adalah untuk menentukan implementasi dari fungsi dan untuk memberikan akses untuk tampilan pemakai dan komponen sistem pada model. Fungsi dirancang dan diimplementasikan dengan menggunakan operasi pada kelas sistem. Operasi adalah sebuah properti proses yang dispesifikasikan pada kelas dan diaktifkan melalui objek kelas. Hasil dari function component adalah sebuah diagram kelas dengan operasi dan spesifikasi operasi yang kompleks (Mathiassen, 2000, p. 251).
2.17.3 Connecting Components Tujuan dari connecting components adalah untuk menghubungkan komponenkomponen sistem. Ada dua konsep yang digunakan dalam connecting components, yaitu coupling dan cohesion. Hasil dari konsep ini adalah sebuah diagram kelas yang melibati komponen-komponen (Mathiassen, 2000, p. 271). Berikut ini adalah dua konsep yang digunakan dalam connecting components (Mathiassen, 2000, pp. 272-274) : 1.
Coupling
79
Coupling adalah sebuah pengukuran mengenai seberapa dekat dua kelas atau komponen itu saling berhubungan. Ada empat tipe dari coupling, yaitu : -
Outside coupling Outside coupling adalah sebuah kelas atau komponen yang mengacu langsung pada properti umum dari kelas atau komponen lainnya.
-
Inside Coupling Inside coupling adalah sebuah operasi yang mengacu langsung pada properti privat dalam kelas yang sama.
-
Coupling from below Coupling from below adalah sebuah kelas special yang mengacu langsung pada properti privat pada super class.
-
Sideaways Coupling Sideaways Coupling adalah sebuah kelas yang mengacu langsung pada properti privat pada kelas lainnya.
2.
Cohesion Cohesion adalah sebuah pengukuran mengenai seberapa baik setiap kelas atau komponen saling terikat satu sama lainnya.