6 BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1
Pengertian kualitas Kualitas/mutu merupakan salah satu tujuan penting sebagian besar organisasi.
Mengingat mutu ini menyangkut organisasi secara keseluruhan maka pasti operasi dibebani tanggung jawab untuk menghasilkan mutu bagi pelanggan/customer. Tanggung jawab ini bisa dilakukan hanya melalui perbaikan manajemen serta mutu yang benar pada semua tahap operasi. Dengan semakin bergesernya perhatian ke arah masalah mutu maka mengelola mutu semakin mandapat penekanan. Penekanan ini meliputi penyempurnaan yang harus dilakukan, pencegahan cacat dan pendekatan total mutu. Kata mutu memiliki banyak definisi yang berbeda, dan bervariasi dari yang konvensional sampai yang lebih strategik. Menurut pendapat Gaspersz (2001, p4) definisi konvensional dari mutu biasanya menggambarkan karakteristik langsung dari suatu produk seperti: performansi (perfomance), keandalan (reliability), mudah dalam penggunaan (ease of
use) estetika (esthetics), dan sebagainya. Sedangkan menurut Goetsch & Davis ( 2000 ) yaitu bahwa mutu merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Dari segi produsen mutu dikaitkan dengan merancang dan membuat produk untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. Dari tahun ke tahun secara kumulatif mutu memiliki pengertian yang berbeda, oleh karena itu untuk menghindari adanya kerancuan, perlu diadakan penyamaan persepsi mengenai kualitas tersebut. Ada beberapa pendapat diantaranya :
7 •
Frederik W. Taylor (1986-1915) dalam bukunya The Principle of Scientific Management, menyatakan : 1. Tugas harian : setiap orang dalam setiap organisasi harus mempunyai tugas yang terdefinisi dengan jelas, yang harus diselesaikan dalam satu hari. 2. Kondisi standar : pekerja harus mempunyai alat standar untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. 3. Upah yang tinggi untuk sukses : penghargaan yang signifikan harus dibayar untuk suatu tugas atau pekerjaan yang sukses. 4. Kerugian yang besar untuk kegagalan : kegagalan dalam menjalankan tugas atau pekerjaan harus diperhitungkan secara perseorangan.
•
Walter A. Shewhart (1891-1967) dalam buku The Economic Control of Quality of
Manufactured Product, berpendapat bahwa “Terdapat variasi dalam setiap pembuatan barang dan variasi tersebut dapat diketahui dengan aplikasi alat statistik sederhana seperti pengambilan contoh (sampling) dan analisis probabilitas”. •
W. Edward Deming (1982-1986) Deming mendefinisikan mutu sebagai pengembangan yang terus-menerus dari suatu sistem yang stabil. Definisi ini menekankan pada 2 hal berikut : 1. Semua sistem (administrasi, desain, produksi, dan penjualan) harus stabil. Hal ini memerlukan pengukuran yang diambil dari atribut-atribut mutu di seluruh perusahaan dan dipantau setiap waktu. 2. Perbaikan yang terus menerus dari berbagai sistem untuk mengurangi penyimpanganpenyimpangan dan lebih memenuhi kebutuhan pelanggan.
8 •
Joseph M. Juran (1954) dalam bukunya Juran on Leadership for Quality, mengungkapkan Trilogi Juran sebagai berikut : 1. Perencanaan Mutu. Suatu
proses
yang
mengidentifikasikan
pelanggan,
persyaratan-persyaratan
pelanggan, fitur-fitur produk, dan jasa yang diharapkan pelanggan. Selain itu, proses untuk menyampaikan produk dan jasa dengan atribut yang benar dan memberikan fasilitas untuk menstrafer pengetahuan ini kepada bagian produksi. 2. Kendali Mutu. Suatu proses produksi diuji dan dievaluasi terhadap persyaratan-persyaratan asalnya yang diminta oleh pelanggan. Masalah-masalah dideteksi kemudian diperbaiki. 3. Peningkatan Mutu yang meliputi alokasi sumber daya, memberikan tugas. kepada seseorang untuk mendorong suatu proyek, pelatihan yang digunakan untuk mendorong suatu proyek, dan membuat suatu struktur umum yang permanen untuk meningkatkan mutu dan mempertahankan yang telah dicapai. •
Philip B. Crosby (1979) dalam buku Quality is Free. Crosby mengungkapkan empat Dalil Mutu seperti berikut: 1. Definisi mutu adalah kesesuaian dengan persyaratan. 2. Sistem mutu adalah pencegahan. 3. Standar kerja adalah tanpa cacat (Zero Defect). 4. Pengukuran mutu adalah biaya mutu.
Jadi dapat diambil kesimpulan , bahwa mutu itu adalah “penampilan” (karakteristik dan ciri-ciri) dari suatu produk yang dapat memenuhi kebutuhan pelanggan dan sesuai dengan keinginan pelanggan. Walaupun begitu, harus diingat tidak hanya terpusat pada produk, tetapi juga menyangkut pelayananan, proses, lingkungan dan orang-orang yang terlibat didalamnya.
9 2.2
Pengertian Quality Management Menurut Gaspersz (2003, p5) pada dasarnya Manajemen Kualitas (Quality Management)
didefinisikan sebagai suatu cara meningkatkan performansi secara terus menerus (continuous
performance improvement) pada setiap level operasi atau proses, dalam setiap area fungsional dari suatu organisasi, dengan menggunakan semua sumber daya manusia dan modal yang tersedia. Menurut Hardjosoedarmo (2004, p1) memberikan definisi tentang manajemen kualitas sebagai suatu kumpulan aktivitas yang berkaitan dengan kualitas tertentu yang memiliki karakteristik : 1. Kualitas menjadi bagian dari setiap agenda manajemen atas. 2. Sasaran kualitas dimasukkan dalam rencana bisnis. 3. Jangkauan sasaran diturunkan dari benchmarking : fokus adalah pada pelanggandan pada kesesuaian kompetisi; di sana adalah sasaran untuk peningkatan kualitas tahunan. 4. Sasaran disebarkan ke tingkat yang mengambil tindakan. 5. Pelatihan dilaksanakan pada semua tingkat. 6. Pengukuran ditetapkan seluruhnya. 7. Manajer atas secara teratur meninjau kembali kemajuan dibandingkan dengan sasaran. 8. Penghargaan diberikan untuk performansi terbaik. 9. Sistem imbalan (revard system) diperbaiki. Menurut John Macdonald (2004, p5), QC (Quality Control) adalah suatu proses terkendali yang melibatkan orang, sistem, serta alat-alat dan teknik-teknik pendukung. Pengendalian kualitas atau disebut juga sebagai Quality Control (QC), bertujuan untuk membuat produk dimana desain kualitas dari produknya dan harga produk mendekati keinginan konsumen. Ada 4 prinsip dari manajemen kualitas : 1. Kepuasan customer : kepuasan customer diusahakan pada beberapa aspek, yakni harga, keamanan, keandalan dan ketepatan waktu. 2. Memberikan motivasi pada karyawan.
10 3. manajemen berdasarkan fakta 4. Perbaikan yang berkesinambungan.
2.3
Pengertian Bauran pemasaran Berdasarkan pendapat Kotler (2001, p28) bauran pemasaran adalah seperangkat alat
pemasaran yang digunakan perusahaan untuk mencapai tujuan pemasarannya. Perpaduan antara 4 macam tindakan atau variabel tersebuut dinamakan bauran pemasaran atau marketing
mix, jadi dapat dikatakan inti dari bauran pemasaran adalah: •
Produk (Product) Menurut pendapat Kotler (2001, p28) produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan kesatu pasar untuk memenuhi keinginan atau kebutuhan. Produk-produk yang dipasarkan meliputi barang fisik, jasa, orang, tempat, orang dan gagasan. Faktor-faktor yang harus dipeerhatikan dalam bauran pemaasaran mengenai produk adalah: keanekaraganan produk, kualitas, desain, bentuk, merk, kemasan, ukuran, pelayanan, jaminan serta pengambilan
•
Harga (Price) Menurut pendapat kotler (2001, p23) adalah jumlah uang yang pelanggan bayarkan untuk produk
tertentu.
Dalam
menentukan
kebijakan
harga
sebaiknya
perusahaan
memperhatikan faktor lain, seperti : kondisi perekonomian, tingkah laku konsumen, harga dari pesaing, harga pokok penjualan, peraturan pemerintah, dan struktur pasar dimana produk ditawarkan. •
Tempat (Place) Menurut Kotler (2001, p28) tempat adalah termasuk berbagai kegiatan yang dilakukan perusahaan untuk membuat produk dapat diperoleh daan tersedia bagi pelanggan sasaran. Perusahaan harus mengidentifikasikan, merekrut dan menghubungkan sebagai penyedia fasilitas pemasaran untuk menyediakan produk dan pelayananan secara efisien kepada pasar.
11
•
Promosi (Promotion) Agar produk dan jasa yang dihasilkan dapat dikenal oleh konsumen maka perlu upaya untuk mengkomunikasikan dan memperkenalkan produk tersebut oleh karena itu pemasaran perlu melakukan kegiatan promosi. Menurut pendapat Kotler (2001, p28) promosi adalah semua kegiatan yang dilakukan perusahaan untuk mengkomunikasikan dan mempromosikan produknya kepada pasar sasaran. Jadi perusahaan harus mempekerjakan, melatih dan memotivasi tenaga penjualnya.
2.4
Mutu Produk Falsafah baru mutu produk memfokuskan pada “orientasi konsumen” (consumer
oriented) dimana tanggung jawab mutu merupakan tanggung jawab seluruh organisasi dan manajemen. Dasarnya adalah manajemen kualitas merupakan tanggung jawab organisasi secara lebih luas (responsibility of organization wide). Menurut Tjiptono (2002, p95), Produk didefinisikan sebagai bentuk penawaran organisasi jasa yang ditunjukan untuk mencapai tujuan organisasi melalui perumusan dan kebutuhan pelanggan. Dalam konteks ini produk bisa berupa apa saja (baik yang berwujud fisik maupun tidak berwujud). Menurut pendapat Kotler (2001, p28) produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan kesatu pasar untuk memenuhi keinginan atau kebutuhan. Produk-produk yang dipasarkan meliputi barang fisik, jasa, orang, tempat, orang dan gagasan. Tentang mutu barang, menurut Joseph Juran (Prawirosentono, 2004, pp5-6) mempunyai suatu pendapat bahwa quality is fitness for use yang bila diterjemehkan secara bebas berarti sebagai berikut. Kualitas (mutu produk) berkaitan dengan enaknya barang tersebut digunakan. Artinya, bila suatu barang secara layak dan baik digunakan berarti barang tersebut bermutu baik.
12
Pengertian mutu yang dikemukakan Joseph Juran tersebut, semata-mata memandang mutu darai pihak konsumen. Bagaimana kalau mutu suatu produk ditinjau dari segi produsen? Dipandang dari sisi produsen, ternyata pengertian mutu lebih rumit, karena menyangkut berbagai segi sebagai berikut : merancang (to design), memproduksi (to produce), mengirimkan (menyerahkan) barang kepada konsumen (to deliver), pelayanan pada konsumen (consumers
service), dan digunakannya barang (jasa) tersebut oleh konsumen. Jadi, secara sistematis manajemen mutu terpadu meliputi: a. Merancang produk (product designing); b. Memproduksi secara baik sesuai rencana; c.
Mengirimkan produk ke konsumn dalam kondisi baik (to delivered);
d. Pelayanan yang baik kepeda konsumen (good consumer service). Jadi, ditinjau dari produsen definisi mutu produk adalah sebagai berikut.
“Mutu suatu produk adalah keadaan fisik, fungsi, dan sifat suatu produk bersangkutan yang dapat memenuhi selera dan kebutuhan konsumen dengan memuaskan sesuai nilai uang yang telah dikeluarkan.”
Berdasarkan teori-teori yang ada, maka dapat disimpulkan bahwa mutu produk adalah kemampuan produk untuk menampilkan fungsinya, hal ini termasuk waktu kegunaan dari produk, keandalan, kemudahan dalam penggunaan dan perbaikan, dan nilai-nilai yang lainnya.
2.4.1
Dimensi Mutu Produk Sifat khas mutu suatu produk yang “andal” harus mempunyai multi dimensi, karena
harus memberi kepuasan dan nilai manfaat yang besar bagi konsumen dengan melalui berbagai cara (ingat obeng serba guna). Oleh karena itu, sebaiknya setiap produk harus mempunyai ukuran yang mudah dihitung (misalnya, berat, isi, luas, dan diameter) agar mudah dicari konsumen sesuai dengan kebutuhannya. Tetapi disamping itu pun harus ada ukuran yang
13 bersifat kualitatif, seperti warna yang ngetrend dan bentuk yang menarik. Jadi, terdapat spesifikasi barang untuk setiap produk, walaupun satu sama lain sangat bervariasi tingkat spesifiknya. Secara umum, dimensi spesifikasi mutu produk dapat dibagi sebagai berikut (Elim, 2002, pp24-25): 1. Kinerja (Performance) Kinerja suatu produk harus dicantumkan pada labelnya, misalnya isi, berat, kekentalan, komposisis, kekuatan dalam putaran (RPM), serta lama hidup penggunaan. Hal ini merupakan dimensi suatu produk. Misalnya susu kaleng atau minuman ringan tercantum volumenya: bola lampu tercantum volt, ampere, dan waktu pemakaian; timing belt dicantumkan ukuran dan umur kerjanya; dan lain-lain. Sifat kinerja suatu produk sering pula disebut dengan karakteristik struktural (structural characteristic). 2. Keistimewaan (Types of Features) Produk bermutu yang mempunyai keistimewaan khusus dibandingkan dengan produk lain. Misalnya, konsumen pembeli TV sering mencari yang mempunyai keistimewaan seperti suara stereo, tingkat resolusi tinggi. Kalau mobil, misalnya perseneling otomatis atau 5
speeds. Sedangkan bank yang on line untuk daerah lebih luas, ber-ATM sampai daerah terpencil. 3. Kepercayaan dan Waktu (Reliability and Durability) Produk yang bermutu baik adalah produk yang mempunyai kinerja yang konsisten baik dalam batas-batas perawatan normal. Misalnya, oli mesin yang baik mempunyai kepekatan dan kekentalan yang memadai dan berjangka 5.000 km (durability). Radio yang bermutu baik, secara konsisten dapat menangkap banyak gelombang siaran luar negri dengan suara bening dalam waktu 3 sampai dengan 5 tahun setelah dibeli (durability). 4. Mudah Dirawat dan Diperbaiki (Maintain ability and Service ability) Produk bermutu baik harus pula memenuhi kemudahan untuk diperbaiki atau dirawat. Dimensi ini merupakan ukuran mudahnya dirawat sehingga barang tersebut dapat
14 beroperasi secara baik. Misalnya sepeda motor yang baik, salah satu dimensi mutunya adalah mudah dirawat oleh setiap montir (mekanik) karena tersedia suku cadang di pasar bebas. 5. Sifat Khas (Sensory Characteristic) Untuk beberapa jenis produk mudah dikenel dari wanginya, bentuknya, rasanya, atau suaranya. Dimensi ini memberikan citra tersendiri pada mutu produk tersebut. 6. Penampilan dan Citra Etis Dimensi lain dari produk yang bermutu adalah persepsi konsumen atas suatu produk. Misalnya betapa ramah dan cepatnya pelayanan British Columbia Telecom (Kanada) terhadap para konsumen.
Mutu suatu barang atau jasa dipengaruhi oleh berbagai faktor. Oleh karena itu, kita akan membahas mutu barang dan jasa ditinjau dari sisi produsen, di mana mutu produk dipengaruhi oleh berbagai hal-hal berikut (Prawirosentono, 2004, pp16-21): a. Bentuk rancangan dari suatu barang atau jasa (designing). Dalam kehidupan kita ternyata terdapat berbagai jenis barang yang mutunya dipengaruhi oleh bentuknya. Walaupun memang untuk barang-barang tertentu bentuknya tidak pernah berbeda dan tidak pernah berubah serta tidak ada hubungannya dengan mutu barang tersebut. b. Bahan baku yang digunakan (raw material). Diatas telah dijelaskan bahwa mutu suatu barang banyak dipengaruhi oleh bahan baku yang dipengaruhi oleh bahan baku yang digunakan untuk membuat barang bersangkutan. Di dunia bisnis, memang terdapat ragam bahan baku yang dibedakan satu sama lain dari jenis dan mutunya. c. Cara atau proses pembuatannya yaitu teknologi yang digunakan untuk membuat barang tersebut (technology).
15 Proses pengolahan dipenagruhi pula oleh teknologi yang digunakan. Teknologi yang digunakan dalam proses produksi mempengaruhi pula mutu produk yang dihasilkan. Untuk memberi gambaran yang jelas tentang bahan-bahan dan proses produksi yang mempengaruhi mutu produk. d. Cara menjualnya atau cara mengirimnya ke konsumen termasuk cara mengemasnya. Dalam hal ini melayani konsumen (packaging and delivering). Cara pengangkutan dari pabrik-agen-konsumen harus digunakan sistem angkutan yang cocok dan aman bagi keutuhan mutu produk. Untuk menjaga mutu produk tetap baik harus digunakan pembungkus (packaging) yang cocok dan baik. Bila pembungkusnya “tahan banting”, biasanya kecil kemungkinan terjadi kerusakan barang. e. Digunakan atau dipakainya barang atau jasa tersebut oleh konsumen (using). Kembali kepada tujuan membuatu barang dengan mutu yang baik adalah agar barang tersebut laku di pasar. Namun demikian bisa terjadi, walaupun mutu barang baik, tetapi tidak laku dipasar, semua itu disebabkan oleh hal-hal sebagai bebagai berikut: (1)
Barang tersebut tidak sesuai lagi dengan perkembangan teknologi yang ada.
(2)
Pelayanan menjualnya yang jelek.
(3)
After sales service (jasa pelayanan purnajual) juga mempengaruhi mutu keseluruhan barang, artinya produk-produk tanpa pelayanan purnajual dapat dianggap produk yang tidak bermutu secara umum dan dihindari konsumen.
Terdapat 6 unsur yang mempengaruhi hasil (output), yakni : 1. Manusia Sumber daya manusia adalah unsur utama yang memungkinkan terjadinya proses penambahan nilai (value added). Kemampuan mereka untuk melakukan suatu tugas (task) adalah kemampuan (ability), pengalaman, pelatihan (training), dan potensi kreativitas yang beragam, sehingga diperoleh suatu hasil (output).
16 2. Metode (Method) Hal ini meliputi prosedur kerja di mana setiap orang harus melaksanakan kerja sesuai dengan tugas yang dibebankan pada masing-masing individu. Metode ini harus merupakan prosedur kerja terbaik agar setiap orang dapat melaksanakan tugasnya secara efektif dan efisien. Walaupun seseorang dapat saja mengiterpretasikan (menterjemahkan) tugastugasnya secara berbada satu sama lain, asalakan saja pekarjaan tersebut dapat dilaksanakan sesuai rencana. 3. Mesin (Machines) Mesin atau peralatan yang digunakan dalam proses penambahan nilai menjadi output. Dengan melakukan mesin sebagai alat pendukung pembuatan suatu produk memungkinkan berbagai variasi dalam bentuk, jumlah, kecepatan proses penyelesaian kerja. 4. Bahan (Materials) Bahan baku yang diproses produksi agar menghasilkan nilai tambah menjadi output, jenisnya sangat beragam. Keragaman bahan baku yang digunakan akan mempengaruhi nilai output yang beragam pula. Bahkan perbedaan bahan baku (jenisnya) mungkin dapat pula menyebabkan proses pengerjaannya. 5. Ukuran (Measurement) Dalam setiap tahap proses produksi harus ada ukuran sebagai standar penilaian, agar setiap tahap proses produksi dapat dinilai kinerjanya. Kemampuan dari standar ukuran tersebut merupakan faktor penting untuk mengukur kinerja seluruh tahapan proses produksi, dengan tujuan agar hasil (output) yang diperoleh sesuai dengan rencana. 6. Lingkungan (Environment) Jelas, lingkungan dimana proses produksi berada sangat mempengaruhi hasil atau kinerja proses produksi. Bila lingkungan kerja berubah, maka kinerjapun akan berubah pula. Bahkan faktor lingkungan eksternal pun dapat mempengaruhi kelima unsur tersebut diatas sehingga dapat menimbulkan variasi tugas pekerjaan. Hal di atas dapat digambarkan pada Gambar 2.1.
17
Gambar 2.1 Kombinasi unsur-unsur yang membentuk suatu proses kerja Sumber : Prawirosentono, p13
2.4.2
Prosedur Pengawasan Mutu Produk Pengawasan atas mutu suatu barang hasil produksi, seyogianya meliputi pengetahuan
hal-hal berikut ( Prawirosentono, 2004, pp58-60) : 1. Kerusakan dan Mutu Produk Suatu barang (jasa) dibuat melalui suatu proses. Proses pembuatan tersebut disesuaikan dengan bentuk dan mutu barang yang ingin dihasilkan. Untuk memperoleh produk yang baik diperlukan pengawasan dalam proses untuk mencegah kerusakan. Artinya, agar produk yang dihasilkan tidak rusak perlu diadakan pengawasan mutu secara seksama. Adapun pengawsan atau pengendalian mutu dilakukan selama proses produksi sampai barang tersebut dikirim ke konsumen. 2. Mencegah atau menghindarkan Terjadinya Kerusakan Barang (Produk) Kiat utama dari pencegahan kerusakan suatu produk sebenarnya sangat sederhana saja, yakni kerusakan harus dicegah sebelum terjadi. Dengan mencegah kerusakan produk dapat diperoleh manfaat sebagai berikut. •
Pengusaha atau perusahaan tidak akan memperbaiki barang yang rusak dan proses produksi dalam perusahaan berjalan secara baik.
18 •
Di lain pihak, konsumen tidak akan pernah mengembalikan produk yang telah dibelinya. Hal ini menyangkut nama baik produk bersangkutan. Sebab bila konsumen membeli produk yang rusak dia akan dan berhak mengembalikan. Bila hal ini terjadi berarti merupakan promosi yang tidak baik. Akibatnya akan banyak konsumen yang tidak menyukai produk tersebut. Akibatnya pangsa pasar produk tersebut akan tambah kecil. Hal ini berarti merupakan penurunan volume penjualan. Pengembalian yang rusak biasanya selalu melalui pengecer atau distributor yang ditunjuk. Pengembalian
produk
rusak
yang
sering
terjadi,
membuat
pengecer
atau
distributornya akan enggan untuk menjual produk tersebut. Hal ini berarti kehilangan mata rantai diatribusi untuk menjual barang. Jelas ini merupakan suatu kerugian yang perlu dihindarkan. 3. Kendali Mutu Produk Uraian di atas menunjukan bahwa mencegah terjadinya kerusakan produk selama proses produksi, berarti mengadakan suatu rangkaian kegiatan terpadu dalam pengendalian mutu. Bila ada pengendalian atau controlling atas mutu tentunya harus dimulai sejak perencanaan (planning) mutu produk bersangkutan. Antara tahap perencanaan dan tahap seperti pengorganisasian (organizing) dan pelaksanaan (actuating) harus disertai pengawasan mutu. Hal ini memberi gambaran bahwa manajemen mutu (quality
management) meliputi berbagai aspek keikutsertaan (participation) dari berbagai pihak di dalam perusahaan yang menghasilkan suatu produk yang mutunya harus dikendalikan. Dalam hal manajemen mutu ini perlu dukungan dan partisipasi dari berbagai pihak sebagai berikut: a. Partisipasi Pihak Manajemen (PM) atau keikutsertaan pimpinan perusahaan. b. Partisipasi (keikutsertaan) karyawan (tenaga kerja) (PTK).
Keikutsertaan dari pimpinan dan karyawan dalam pengendalian mutu suatu produk biasannya menggunakan suatu alat pengendali mutu, yang disebut dengan istilah “cara statistik
19 dengan contoh” atau disingkat (CSC) yakni cara untuk memantau mutu barang yang dibuat. Tujuan penggunaan cara ini adalah agar barang yang dihasilkan mutunya baik semua. Cara statistik dengan menggunakan contoh (CSC) ini hanya dapat bermanfaat bila pimpinan perusahaan dan karyawan terlibat semua dalam memantau mutu barang. Cara pemantauan dengan statistik ini merupakan cara pemantau proses produksi sejak bahan baku hingga selesai. Bila ditemukan produk rusak maka faktor penyebabnya segera diperbaiki dan selanjutnya dicegah agar tidak terjadi lagi produk yang rusak.
Gambar 2.2 Tahap pengawasan mutu Sumber : Prawirosentono, p60 2.4.3
Jenis-jenis Pengawasan Mutu Produk •
Pemantauan Mutu Bahan-Bahan Apakah bahan baku yang digunakan sesuai dengan mutu yang direncanakan. Hal ini
perlu diamati sejak rencana pembelian bahan, penerimaan bahan di gudang, penyimpanan di gudang, sampai dengan saat bahan baku tersebut akan digunakan. •
Pemantauan Proses Produksi Bahan baku yang telah diterima di gudang, selanjutnya akan diproses dalam mesin-
mesin produksi untuk diolah menjadi barang jadi. Dalam hal ini, selain cara kerja
20 peralatan produksi yang mengolah bahan baku dipantau, juga hasil kerja mesin-mesin tersebut dipantau dengan CSC agar menghasilkan barang sesuai yang direncanakan. •
Pemantauan Produk Jadi Pemeriksaan atas hasil produksi jadi untuk mengetahui apakah produk sesuai
dengan rencana ukuran dan mutu atau tidak. Sekaligus untuk mencoba mesin yang mengolah selama proses produksi. Bila produk atau produk setengah jadi sesuai dengan bentuk, ukuran, dan mutu yang direncanakan, maka produk-produk tersebut dapat digudangkan. Selanjutnya dipasarkan (didistribusikan). Namun bila terdapat barang yang cacat, maka barang tersebut harus dibuang atau remade dan mesin perlu distel kembali agar beroperasi secara akurat. •
Pemantauan Pengepakan Bungkus dapat merupakan alat untuk melindungi barang agar tetap dalam kondisi
sesuai dengan mutu.
2.5
ISO 9001 -2000 Menurut Gasperz (2003, p1). ISO (The International Organization for Standarization)
merupakan badan standar yang dibentuk untuk meningkatkan perdagangan internasional yang berkaitan dengan pertukaran barang dan jasa. Tidak adanya standar internasional dimana terdapat perbedaan standar untuk hal-hal yang sama dalam negara atau tempat yang berbeda dapat mengakibatkan rintangan dalam menjalin hubungan kerjasama di masing-masing pihak, dalam hal ini ISO berperan sebagai suatu koordinasi standar kerja internasional, publikasi standar harmonisasi internasional, dan promosi pemakaian standar internasional seperti halnya standarisasi ukuran kartu kredit, kartu telepon, ukuran kertas, memudahkan setiap penggunanya. Seandainya tidak terdapat standarisasi ukuran tentunya akan merepotkan pihakpihak yang saling berpergian antar negara.
21 Menurut Gasperz (2003, p2). ISO 9000 adalah suatu standar internasional untuk sistem manajemen mutu (Quality Management System, QMS) yang didalamnya menetapkan persyaratan-persyaratan dan rekomendasi untuk desain penilaian dari suatu sistem manajemen mutu, bertujuan untuk menjamin bahwa pemasok akan memberikan produk (barang dan/ atau jasa) yang ditetapkan ini dapat merupakan kebutuhan spesifik dari pelanggan, dimana organisasi (pemasok) yang dikontrak bertanggungjawab untuk menjamin kualitas dari produkproduk tertentu, atau merupakan kebutuhan dari pasar tertentu, sebagaimana ditentukan oleh organisasi. ISO 9001 : 2000 bukan merupakan standar produk, karena didalamnya tidak ada kriteria penerimaan produk ataupun persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi oleh produk, sehingga kita tidak dapat menginspeksi suatu produk terhadap standar-standar produk. ISO 9001 : 2000 hanya merupakan suatu sistem manajemen mutu sehingga perusahaan yang telah mengimplementasikan dan memperoleh sertifikasi ISO dapat menyatakan bahwa sistem manajemen mutunya telah memenuhi standar internasional, bukan produk berstandar internasional, karena tidak ada kriteria pengujian produk dalam ISO 9001 : 2000. Bagaimanapun diharapkan, meskipun tidak selalu, produk yang dihasilkan dari suatu sistem manajemen mutu internasional akan berkualitas baik (standar). ISO 9001 : 2000 berisi persyaratan standar sistem manajemen mutu yang digunakan untuk mengakses kemampuan organisasi dalam memenuhi persyaratan pelanggan dan peraturan yang sesuai dan merupakan standar internasional yang menetapkan persyaratanpersyaratan dan rekomendasi untuk desain dan penilaian dari suatu sistem manajemen mutu, yang bertujuan untuk menjamin bahwa organisasi akan memberikan produk (barang atau jasa) yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan”. Manfaat dari penerapan ISO 9001:2000 telah diperoleh banyak perusahaan. Beberapa manfaat dapat dicatat sebagai berikut: 1. Meningkatkan kepercayaan dan kepuasan pelanggan melalui jaminan kualitas yang terorganisasi dan sistematik.
22 2. Perusahaan yang telah bersertifikat ISO 9001:2000 diijinkan untuk mengiklankan pada media massa bahwa sistem manajemen kualitas dari perusahaan itu telah diakui secara internasional. 3. Audit sistem manajemen kualitas dari perusahaan yang telah memperoleh sertifikat ISO 90001:2000 dilakukan secara periodik oleh registrasi dari lembaga registrasi, sehingga pelanggan tidak perlu melakukan audit sistem kualitas. 4. Perusahaan yang telah memperoleh sertifikat ISO 9001:2000 secara otomatis terdaftar pada lembaga registrasi, sehingga apabila pelanggan potentisial ingin mencari pemasok bersertifikat ISO 9001:2000, akan menghubungi lembaga registrasi. Maka hal ni berarti membuka kesempatan pasar baru bagi perusahaan. 5. Meningkatkan kualitas dan produktifitas dari manajemen melalui kerjasama dan komunikasi yang lebih baik 6. Meningkatkan kesadaran kualitas dalam perusahaan. 7. Memberikan pelatihan secara sistematik kepada seluruh karyawan dan manajer organisasi melalui prosedur-prosedur dan instruksi-instruksi yang terdefinisi secara baik. 8. Terjadi perubahan positif dalam hal kultur kualitas ddari anggota organisasi, karena manajemen dan karyawan terdorong untuk mempertahankan sertifikat ISO 9001:2000 yang umumnya hanya berlaku selama tiga tahun.
2.6
Alat-alat kendali mutu Dengan statistic Quality control diperoleh alat bantu kendali mutu berupa (Gazpersz, pp 45-92) :
1. Lembar Pengecekan Lembar Pengecekan adalah alat bantu untuk memudahkan pengumpulan data. Biasanya berbentuk suatu formulir dimana item-item yang akan diperiksa telah dicetak dalam formulir tersebut. Tujuan pembuatan lembar pengecekan adalah menjamin bahwa data dikumpulkan secara teliti dan akurat oleh karyawan operasional untuk
23 diadakan pengendalian proses dan penyelesaian masalah. Data dalam lembar pengecekan tersebut nantinya akan digunakan dan dianalisis secara cepat dan mudah. Salah satu contoh lembar periksa dapat dilihat pada gambar berikut : Tabel 2.1 Contoh Pembuatan check sheet Produk : Mainan Plastik
Tgl/Bln/Thn : 14 Juli 2002
Tahap Produksi : Akhir
Seksi Produksi
Jenis Cacat : Tergores, Retak, Tidak Lengkap,
Nama Pemeriksa : Hendri Kususma
Tidak serasi, dll. Banyak produk yang diperiksa : 1000 unit
No. Lot : MP 4351, 4352, 4353 No pesanan : PO 2453, 2454, 2455
Jenis Kerusakan
Hasil pemeriksaan
Frekuensi
Permukaan tergores
lllll lllll lllll ll
17
Retak
lllll lllll l
11
Tidak lengkap
lllll lllll lllll lllll lllll l
26
Bentuk tidak serasi
lllll lll
8
Lain-lain
lll
3
Total
62
Sumber : Gazpersz, p45 2. Diagram Pareto Diagram Pareto diperkenalkan oleh seorang ahli yaitu Alfredo Pareto (1848-1923). Diagram pareto ini merupakan sebuah gambar yang mengurutkan data dari kiri-kekanan menurut urut rangking tertinggi hingga terendah. Hal ini dapat membantu menemukan permasalahan yang paling penting untuk segera diselesaikan (rangking tertinggi) sampai dengan masalah yang tidak harus segera diselesiakan (rangking terendah). Diagram Pareto juga dapat mengidentifikasikan masalah yang paling penting yang mempengaruhi usaha perbaikan kualitas dan memberikan petunjuk dalam mengalokasikan sumber daya yang terbatas untuk menyelesaikan masalah Penyusunan
Diagram Pareto sangat
sederhana. Oleh karena itu, sebelum membuat diagram pareto, perlu diketahui terlebih dahulu penggunaan lembar periksanya. Langkah-langkah dalam pembuatan diagram pareto: 1. Tentukan metode klasifikasi data untuk sumbu horizontal : tipe cacat, sebab, masalah.
24 2. Putuskan mana yang terbaik untuk sumbu vertikal : dalam frekuensi atau dalam jumlah mata uang (rupiah atau dollar) 3. Kumpulkan data untuk interval waktu sesuai. 4. Ringkaskan data dan rangkingkan/peringkatkan dari yang terbesar hingga ke terkecil
Tabel 2.2 Contoh Pembuatan Diagram Pareto Jenis Kerusakan
Frekuensi
Persentase dari total (%)
Permukaan tergores
17
27
Retak
11
18
Tidak lengkap
26
42
Bentuk tidak serasi
5
8
Lain-lain
3
5
Total
62
100
Sumber : Gazpersz, p48
Tabel 2.3 Contoh Lembar data untuk Pembuatan Diagram Pareto Jenis Kerusakan
Tidak
Frekuensi
Persentase
Frekuensi
dari total
Komulatif
(%)
Persentase komulatif (%)
26
26
42
42
17
43
27
69
11
54
18
87
5
59
8
95
Lain-lain
3
62
5
100
Total
62
100
100
-
lengkap Permukaan tergores Retak Bentuk tidak serasi
Sumber : Gazpersz, p49
25
60
100
50
80
40
60
30 40
Percent
Count
Diagram Pareto Kerusakan Produk Mainan Plastik
20 20
10
0
0
Defect Count Percent Cum %
ngk k le Tida
26 41.9 41.9
ap aa m uk P er
re rgo nte
17 27.4 69.4
s R
k eta
11 17.7 87.1
idak ut k t Ben
sera
si
5 8.1 95.2
ers Oth
3 4.8 100.0
Gambar 2.3 Contoh Diagram Pareto Sumber : Gazpersz, p51
3. Analisis sebab-akibat (Diagram tulang ikan/ Fish Bone) Diagram sebab akibat yang sering juga disebut dengan diagram tulang ikan (Fishbone Diagram) atau Diagram Ishikawa bertujuan untuk memperlihatkan faktor-faktor yang berpengaruh pada kualitas hasil atau dengan kata lain diagram ini dipergunakan untuk menunjukkan faktor-faktor penyebab (sebab) dan karakteristik kualitas (akibat) yang disebabkan oleh faktor-faktor penyebab itu. Diagram sebab akibat ini menunjukkan 5 faktor yang disebut sebagai sebab dari suatu akibat. Kelima faktor itu adalah man (manusia, tenaga kerja), method (metode), material (bahan), machine (mesin), dan environment (lingkungan). Diagram ini biasanya disusun berdasarkan informasi yang didapatkan dari sumbang saran atau brainstroming. Langkah-langkah pembuatan diagram sebab akibat : •
Tentukan masalah/ sesuatu yang akan diamati atau diperbaiki. Gambarkan panah dengan kotak diujung kanannya dan tulis masalah/ sesuatu yang akan diamati/ diperbaiki.
26 •
Cari faktor utama yang berpengaruh atau mempunyai akibat pada masalah/ sesuatu tersebut. Tuliskan dalam kotak yang telah dibuat di atas dan di bawah panah yang telah dibuat tadi.
•
Cari lebih lanjut faktor-faktor yang lebih terinci (faktor-faktor sekunder) yang berpengaruh / mempunyai akibat pada faktor utama tersebut. Tulislah faktor-faktor sekunder tersebut didekat / pada panah yang menghubungkannya dengan penyebab utama.
•
Dari diagram yang sudah lengkap, carilah penyebab-penyebab utama dengan manganalisa data yang ada.
Gambar 2.4 Contoh Diagram Tulang Ikan (Fish bone) Sumber : Gazpersz, p32
4. Peta Kontrol P Peta Kontroli P digunakan untuk mengukur proporsi ketidaksesuaian (penyimpangan atau sering disebut dengan cacat) dari item-item dalam kelompok yang sedang diinspeksi. Dengan demikian peta kontrol p digunakan untuk mengendalikan proporsi dari item-item yang tidak memenuhi syarat secara spesifikasi kualitas atau prorporsi dari produk yang cacat yang dihasilkan dalam suatu proses. Proporsi yang tidak memenuhi syarat
27 didefinisikan sebagai rasio banyaknya item yang tidak memenuhi syarat dalam suatu kelompok terhadap total banyaknya item dalam kelompok itu. Adapun langkah-langkah pembuatan peta kendali p (proporsi unit yang cacat) adalah sebagai berikut : 1. Tentukan ukuran contoh atau subgrup yang cukup besar (n>30) 2. Kumpulkan banyaknya subgrup (k), yaitu 20-25 subgrup. 3. Hitung untuk setiap subgrup nilai proporsi unit yang cacat, yaitu:
p=
jumlah unit cacat ukuran subgrup
4. Hitung rata-rata dari p, yaitu p dapat dihitung melalui rumus :
p=
total cacat total inspeksi
5. Hitung batas kendali untuk peta kendali p :
UCL = p + 3
p (1 − p) n
LCL = p − 3
p (1 − p) n
6. Plot data proporsi (persentase) unit cacat dan amati apakah data itu berada dalam pengendalian atau tidak berada dalam pengendalian.
5. 5w + 1H Merupakan
penyelesaian
dari
perumusan
masalah
sehingga
mampu
pertanyaan melalui tahap-tahap sebagai berikut : 1. What (apa), yaitu masalah utama yang terjadi. 2. Where (dimana), yaitu dimana masalah itu terjadi. 3. When (kapan), yaitu kapan pelaksanaan usulan perbaikan dilakukan. 4. Who (siapa), yaitu siapa yang bertanggung jawab / pelaksana.
menjawab
28 5. Why (mengapa), yaitu penyebab dari masalah utama 6.
How (bagaimana), yaitu bagaimana cara penaggulangannya.
Diagram Alir Penggunaan Peta-peta Kontrol :
Gambar 2.5 Diagram Alir penggunaan Peta-Peta Kontrol Sumber : Vincent Gazpers, P64
29 2.7
Kerangka pemikiran
Gambar 2.6 Kerangka Pemikiran
30 2.8
Metodologi Penelitian
2.8.1
Objek Penelitian Penelitian dilakukan di PT. TEMBAGA MULIA SEMANAN Tbk.
2.8.2
Desain Penelitian Tabel 2.4 Desain Penelitian
Tujuan
Jenis Penelitian dan Metode Penelitian
Metode
Unit Analisis
Time Horrison
T1
Deskriptif
Study Kasus
Divisi produksi
Cross sectional
T2
Deskriptif
Study Kasus
Divisi produksi
Cross sectional
T3
Deskriptif
Study Kasus
Divisi produksi
Cross sectional
T4
Deskriptif
Wawancara
Divisi produksi
Cross sectional
T1= Menganalisis pengawasan mutu produk pada PT. TEMBAGA MULIA SEMANAN Tbk. T2= Mendapatkan batas kendali produk pada PT. TEMBAGA MULIA SEMANAN Tbk. T3= Menganalisis jenis kerusakan produk yang dihasilkan pada PT. TEMBAGA MULIA SEMANAN Tbk. T4= Usulan rekomendasi terhadap sistem pengendalian mutu produk pada PT. TEMBAGA MULIA SEMANAN Tbk.
2.8.3 Teknik Pengumpulan Data Untuk memperoleh data primer dan data sekunder yang diperlukan dalam penelitian ini, maka dilakukan beberapa cara dalam memperolehnya yaitu : •
Penelitian kepustakaan (Library Research) Yaitu penelitian untuk memperoleh data sekunder dengan cara membaca dan mempelajari literatur yang memuat teori-teori, konsep-konsep dan informasi yang diperlukan sebagai landasan teori yang relevan dengan masalah yang diteliti.
31 •
Penelitian Lapangan (Field Research) Penelitian lapangan digunakan untuk memperoleh data primer mengenai permasalahan yang ada dan langsung mengadakan hubungan dengan objek penelitian.
Penelitian lapangan dilakukan dengan 2 cara : •
Pengamatan Langsung, penyusun melakukan pengamatan di tempat penelitian berkaitan dengan data yang diperlukan.
•
Wawancara,
penyusun
melakukan
wawancara
langsung
dengan
orang
yang
bersangkutan mengenai masalah-masalah yang dibahas.
2.8.4
Jenis dan Sumber Data Tabel 2.5 Jenis dan Sumber Data Jenis Data
Pengawasan mutu produk Batas kendali mutu produk Jenis-jenis cacat produk
Sumber Data Data sekunder dan data primer dari PT. TEMBAGA MULIA SEMANAN Tbk. Data sekunder dan data primer dari PT. TEMBAGA MULIA SEMANAN Tbk. Data sekunder dan data primer dari PT. TEMBAGA MULIA SEMANAN Tbk.
Perbaikan mutu yang sesuai dengan
Data sekunder dan data primer dari PT.
standarisasi
TEMBAGA MULIA SEMANAN Tbk.
2.8.5
Definisi Operasional dan Instrumen Pengukuran Operasional variabel adalah mengubah konsep-konsep yang berupa kerangka dengan
kata-kata yang menggambarkan perilaku atau gejala yang dapat diamati, diuji, dan ditentukan kebenarannya oleh orang lain. Menurut Sugiyono (2002, p84) instrumen pengukuran adalah alat
32 yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati. Secara spesifik semua fenomena ini disebut variabel penelitian.
Tabel 2.6 Definisi Operasional dan Instrumen pengukuran Variabel
Konsep variabel
Indikator
Serangkaian kegiatan mulai
Kendali mutu
proses tahap awal proses
•
Pengawasan mutu produk
hingga
yang
•
Batas kendali mutu produk
bersumber dari pemikiran,
•
Jenis-jenis cacat produk
akhir
ide, keahlian dan wujud dari implementasi.
2.8.6
Metode Analisis Data Dalam penelitian ini metode analisis yang digunakan menurut Ariani, Dorothea Wahyu
(pp 19-27, 2003) meliputi analisa :
Tabel 2.7 Metode Analisis Data Tujuan
Alat Analisis data
T1
Pengawasan mutu produk
T2
Analisis dengan SPC (Peta kontrol P)
T3
Analisis dengan check sheet, diagram pareto dan Diagram Tulang ikan (Perbaikan dengan 5W + 1 H)
T4
Bauran Pemasaran
33
T1= Menganalisis pengawasan mutu produk pada PT. TEMBAGA MULIA SEMANAN Tbk. T2= Mendapatkan batas kendali produk pada PT. TEMBAGA MULIA SEMANAN Tbk. T3= Menganalisis jenis kerusakan produk yang dihasilkan oleh PT. TEMBAGA MULIA SEMANAN Tbk. T4= Usulan rekomendasi terhadap sistem pengendalian mutu produk pada PT. TEMBAGA MULIA SEMANAN Tbk.
2.8.7
Kelemahan Teknik Analisis Data Menyediakan informasi secara mendetail untuk pengendalian karakteristik individu dan
tidak mengenal tingkat kesalahan yang berbeda pada unit-unit produk tersebut.