BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1
Material Requirement Planning (MRP) Menurut Gaspersz (2005:177) Perencanaan kebutuhan material (material requirement planning = MRP) adalah metode penjadwalan untuk purchased planned orders dan manufactured planned orders. Aggarwal (1985:4-5) menyatakan bahwa, sistem MRP memungkinkan manajer untuk melacak pesanan secara keseluruhan dalam proses manufaktur dan membantu purchasing dan pengendalian produksi departemen untuk memindahkan material dengan jumlah yang tepat pada saat yang tepat ke tahapan produksi-distribusi. Menurut Herjanto (2009:275) Perencanaan kebutuhan material (material requirements planning, MRP) adalah suatu konsep dalam manajemen produksi yang membahas cara yang tepat dalam perencanaan kebutuhan barang dalam proses produksi. Menurut Herjanto (2009:276) Tujuan MRP sebagai berikut: 1) Meminimalkan persediaan. MRP menentukan berapa banyak dan kapan suatu komponen diperlukan disesuaikan dengan jadwal induk produksi (master production schedule). Dengan menggunakan metode ini, pengadaan (pembelian) atas komponen – komponen yang diperlukan untuk suatu rencana produksi dapat dilakukan sebatas yang diperlukan untuk suatu rencana produksi dapat dilakukan sebatas yang diperlukan saja sehingga dapat meminimalkan biaya persediaan. 2) Mengurangi resiko karena keterlambatan produksi atau pengiriman. MRP mengidentifikasi banyaknya bahan dan komponen yang diperlukan baik dari segi jumlah dan waktunya dengan memperhatikan waktu tenggang produksi maupun pengadaan komponen, sehingga dapat memperkecil resiko tidak tersedianya bahan yang akan diproses yang dapat mengakibatkan terganggunya rencana produksi. 3) Komitmen yang realistis. Dengan MRP, jadwal produksi diharapkan dapat dipenuhi sesuai dengan rencana, sehingga komitmen terhadap pengiriman barang dapat dilakukan secara lebih realistis. Hal ini mendorong meningkatnya kepuasan dan kepercayaan konsumen. 4) Meningkatkan efisiensi MRP. MRP juga mendorong peningkatan efisiensi karena jumlah persediaan, waktu produksi, dan waktu pengiriman barang dapat direncanakan lebih baik sesuai dengan jadwal induk produksi. Proses MRP membutuhkan lima sumber informasi utama, yaitu (Gaspersz, 2005:178) :
5
6
Gambar 2.1 Proses Kerja dari MRP Pada analisa, hanya menggunakan MPS (Masters Production Schedule) dan BOM (Bill Of Materials) karena digunakan untuk mengetahui jumlah dan lead time komponen yang dibutuhkan setiap harinya, untuk membantu dalam pembuatan planning produksi yang sesuai. MRP inputs: 1) MPS (Masters Production Schedule) adalah satu dari tiga input utama dalam MRP yang berisi produk akhir apa yang direncanakan perusahaan untuk produksi, berapa kuantitaf yang dibutuhkan, dan bilamana produk itu akan diproduksi. (Jha, 2012:2378-2379) Menurut Gaspersz (2005:177) MPS adalah merupakan suatu pernyataan definitive tentang produk akhir apa yang direncanakan perusahaan untuk diproduksi, berapa kuantitas yang dibutuhkan, pada waktu kapan dibutuhkan, dan bilamana produk itu akan diproduksi. Berikut adalah cara membuat MPS menurut Gaspersz (2005:159):
7
Gambar 2.2 Tabel Maters Production Schedule (MPS) Berikut keterangan dari table MPS diatas berdasarkan Gaspersz (2005:159-161): - Lead Time adalah waktu (banyaknya periode) yang dibutuhkan untuk memproduksi atau membeli suatu item. - On Hand adalah posisi inventory awal secara fisik tersedia dalam stok, yang merupakan kuantitas dari item yang ada dalam stok. - Lot Size adalah kuantitas dari item yang biasanya dipesan dari pabrik atau pemasok. Sering disebut juga sebagai kuantitas pesanan (order quatity) atau ukuran batch (batch size). - Safety Stock adalah stok tambahan dati item yang direncanakan untuk berada dalam inventory yang dijadikan sebagai stok pengaman guna mengatasi fluktuasi dalam ramalan penjualan, pesanan-pesanan pelanggan dalam waktu singkat (short-term customer orders), penyerahan item untuk pengisian kembali inventory, dan lain-lain. - Demand Time Fence (DTF) adalah periode mendatang dari MPS di mana dalam periode ini perubahan-perubahan terhadap MPS tidak diijinkan atau tidak diterima karena akan menimbulkan kerugian biaya yang besar akibat ketidaksesuaian atau kekacauan jadwal. (DTF tidak digunakan dalam analisa kali ini) - Planning Time Fence (PTF) adalah periode mendatang dari MPS di mana dalam periode ini perubahan-perubahan terhadap jadwal MPS dievaluasi gunamencegah ketidaksesuaian atau kekacauan jadwal yang akan menimbulkan kerugian dalam biaya. - Time Periods for Display adalah banyaknya periode waktu yang ditampilkan dalam format MPS. - Sales Plan (Sales Forecast) meruoakan rencana penjualan atau peramalan penjualan untuk item yang dijadwalkan itu.
8
-
-
-
2)
Actual Orders merupakan pesanan-pesanan yang diterima dan bersifat pasti. Projected Available Balances (PAB) merupakan proyeksi on-hand inventory dari waktu ke waktu selama hozon perencanaan MPS, yang menunjukan status inventory yang diproyeksikan pada akhir dari setiap periode waktu dalam horizon perencanaan MPS. Berikut adalah rumusan dalam menghitung PAB, PAB = Prior-period PAB + On-Hand Balance + MPS – Actual Orders. (On-Hand Balance hanya digunakan pada kolom PAB pertama) Available-To-Primose (ATP) merupakan informasi yang sangat berguna bagi departemen pemasaran untuk mampu memberikan jawaban yang tepat terhadap pertanyaan pelanggan. Nilai ATP memberikan informasi tentang berapa banyak item atau produk tertentu yang dijadwalkan pada periode waktu itu tersedia untuk pesanan pelanggan, sehingga berdasarkan informasi ini bagian pemasaran dapat membuat janji yang tepat kepada pelanggan. Berikut rumusan perhitungan ATP, ATP = (On-Hand Balance + MPS – Safety Stock) – Sum of Actual Order/Forecast Before Next MPS. (OnHand Balance hanya digunakan pada kolom ATP pertama) Master Production Schedule MPS merupakan jadwal produksi atau manufacturing yang diantisipasi untuk item tertentu.
BOM (Bill Of Materials) merupakan daftar dari semua material, parts, dan subassemblies, serta kuantitas dari masing-masing yang dibutuhkan untuk memproduksi satu unit produk atau parent assembly. MRP menggunakan BOM sebagai basis untuk perhitungan banyaknya setiap material yang dibutuhkan untuk setiap periode waktu. (Gaspersz, 2005:178) Menurut Jha (2012:2379) berisi daftar dari semua assemblies, subassemblies, parts, dan bahan baku yang dibutuhkan untuk memproduksi satu unit barang jadi. Data BOM sering disebut Struktur Produk karena menunjukan bagaimana sebuah produk disatukan. Ini berisi informasi untuk mengidentifikasi setiap item dan kuantitas yang digunakan. Berikut contoh gambar struktur produk:
9
Gambar 2.3 BOM from Product A Setelah master production schedule (MPS) dan bill of material (BOM) didapatkan, maka selanjutnya dibuatkanlah material requirement planning (MRP) dalam bentuk table dibawah ini sesuai Gaspersz (2005:180):
Gambar 2.4 Tabel Material Requirement Planning (MRP)
10
Berikut keterangan dari table MRP diatas berdasarkan Gaspersz (2005:180184): -
-
-
-
-
-
-
-
Lead Time merupakan jangka waktu yang dibutuhkan sejak MRP menyarankan suatu pesanan sampai item yang dipesan siap untuk digunakan. On Hand merupakan inventory on-hand yang menunjukan kuantitas dari item yang secara fisik ada dalam stockroom. Lot Size merupakan kuantitas pesanan (order quantity) dari item yang memberitahukan MRP berapa banyak kuantitas yang harus dipesan serta teknik lot-sizing apa yang dipakai. Safety Stock merupakan stok pengaman yang ditetapkan oleh perencana MRP untuk mengatasi fluktuasi dalam permintaan (demand) dan/atau penawaran (supply). Planning Horizon merupakan banyaknya waktu ke depan yang tercakupo dalam perencanaan. Gross Requirements merupakan total dari semua kebutuhan, termasuk kebutuhan yang diantisipasi, untuk setiap periode waktu. Projected On-Hand merupakan projected available balance (PAB), dan tidak termasuk planned orders. Berikut adalah rumusan perhitungan projected on-hand, Projected On-Hand = On-Hand pada awal periode + Schedule Reciepts – Gross Requirements. Projected Available merupakan kuantitas yang diharapkan ada dalam inventory pada akhir periode, dan tersedia untuk penggunaan dalam periode selanjutnya. Berikut formula perhitungan untuk projected available, Projected Available = On-Hand pada awal periode (atau Projected Available periode sebelumnya) + Schedule Receipts periode sekarang + Planned Order Receipts periode sekarang – Gross Requirements periode sekarang. Net Requirements merupakan kekurangan material yang diproyeksikan untuk periode ini, sehingga perlu diambil tindakan ke dalam perhitungan planned order receipts agar menutupi kekurangan material pada periode itu. Berikut rumusan perhitungan net requirements, Net Requirements = Gross Requirements + Allocations + Safety Stock - Scheduled Receipts – Projected Available pada akhir periode lalu. Planned Order Receipts merupakan kuantitas pesanan pengisian kembali (pesanan manufakturing dan/atau pesanan pembelian) yang telah direncanakan oleh MRP untuk diterima pada periode tertentu guna memenuhi kebutuhan bersih (net requirement). Planned Order Releases merupakan kuantitas planned orders yang ditetapkan atau dikeluarkan pada periode tertentu, agar item yang dipesan itu akan tersedia pada saat dibutuhkan.
Pada pembuatan MRP diatas, dibutuhkan penentuan lot-sizing. Pada analisa kali ini menggunakan lot-sizing Periodic Order Quantity (POQ). Menurut Kamil (2011:181) POQ didasarkan prinsip yang sama dengan metode EOQ, jumlah pesanan atas dasar periode menggunakan konsep jumlah pemesanan ekonomis agar dapat dipakai pada periode bersifat diskrit. Pada analisa POQ / periodical planning digunakan dengan menggunakan periode yang tetap yaitu selama dua hari sekali dalam proses produksinya untuk
11
memenuhi kebutuhan proses selanjutnya, sehingga kuantiti yang dipakai adalah forecast dua hari kedepan sebagai lot size dalam perencanaan produksi. 2.2
Manufacturing Resource Planning (MRP II) Petroff (1993:7) menyatakan bahwa, MRP II diperlukan MRP dan diperluas untuk mencakup tentang proses manufaktur, terutama penjadwalan lantai produksi. Kegiatan akuntansi juga berhubungan yang terintegrasi. Ketika digunakan dengan benar, memberikan jadwal yang baik dan kinerja terhadap mereka, terutama produk akhir yang ditujukan ke pelanggan Anda. Jacobi (1994:13) menyatakan bahwa, MRP II adalah proses manajemen formal dan disiplin untuk merencanakan dan mengontrol total sumber daya dari bisnis manufaktur untuk sumber daya secara efektif dibatasi pada kesempatan yang paling menguntungkan dan menghasilkan kinerja yang dapat diprediksi. Menurut Gaspersz (2005:30-31) sistem MRP II mencakup dan mengintegritaskan semua aspek bisnis dari perusahaan industri manufaktur, sejak perancanaan strategic bisnis pada tingkat manajemen puncak sampai perencanaan dan pengandalian terperinci pada tingkat manajemen menengah dan supervisor, kemudian memberikan umpan balik kepada tingkat manajerial di atasnya.
Gambar 2.5 Sistem Manufacturing Resource Planning (MRP II) Menurut Widjojo (1992:24-25) MRP II merupakan perluasan dari MRP, dimana tidak hanya melibatkan manajemen persedian dan perjadualan produksi tapi juga meliputi dan mengintegrasikan proses perencanaan produksi dan perencanaan keuangan. Menurut Gaspersz (2005:125-126) dalam sistem MRP II, perencanaan kapasitas tidak mencakup material, karena perencanaan material ditangani oleh fungsi perencanaan prioritas melalui penjadwalan MPS dan perencanaan kebutuhan
12
material (MRP). Keberhasilan perencanaan dan pengendalian manufacturing membutuhkan perencanaan kapasitas yang efektif, agar mampu memenuhi jadwal produksi yang ditetapkan. 2.3
Just in Time (JIT) Aggarwal (1985:5) menyatakan bahwa, kanban atau just in time sistem adalah sebuah pendekatan penyediaan arus produksi yang berjalan lancar dan membuat perbaikan secara terus menerus dalam proses dan produk. Tujuan utama Kanban adalah untuk memperoleh biaya rendah, berkualitas tinggi, produksi tepat waktu. Untuk mencapai hal ini, sistem mencoba untuk menghilangkan persediaan antara proses berkelanjutan dan untuk meminimalkan waktu menganggur pada peralatan, fasilitas, atau pekerja. Menurut Widjojo (1992:25) JIT merupakan sistem produksi yang dapat diterapkan tanpa bantuan komputer, dan tujuannya untuk meminimumkan biaya persedian dengan memproduksi dalam jumlah yang kecil. Menurut Ohno (1995:66) sistem JIT merupakan suatu filosofi manajemen yang bertujuan untuk menghapus semua bentuk pemborosan (waste) dalam proses produksi dan aktivitas pendukung lainnya. Sistem JIT memperbolehkan adanya suatu produksi hanya pada saat dibutuhkan dan apa yang dibutuhkan serta pada jumlah kualitas yang diperlukan pula. Namun demikian, sistem itu tidak hanya berlaku hanya pada produsen saja. Melainkan, juga berlaku pada pemasoknya jika bertujuan untuk menghilangkan semua pemborosan (waste) yang mungkin ada. Para pemasok seharusnya tidak memproduksi atau memasok bahan baku sampai produsen JIT memerlukan bahan baku tersebut. Menurut Gaspersz (2005:37) JIT adalah memproduksi out-put yang diperlukan, pada waktu yang dibutuhkan oleh pelanggan, dalam jumlah sesuai kebutuhan pelanggan, pada setiap tahap proses dalam sistem produksi, dengan cara yang paling ekonomis atau paling efisien. Jacobi (1994:19) menyatakan bahwa, JIT merupakan strategi untuk pencapai yang signifikan, perbaikan terus-menerus dalam kinerja melalui penghapusan segala pemborosan waktu dan sumber daya terhadap keseluruhan proses bisnis Ho (2013:751) menyatakan bahwa, JIT dapat diterapkan untuk teknik penandaan, yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas produk dan mengurangi biaya dengan menghilangkan semua pemborosan dari sistem produksi. Produksi JIT terutama berfokus pada barang purchasing dan manufaktur yang termasuk dalam produk untuk konsumsi langsung. Penggunaan kanban perintah-produksi diperlihatkan pada gambar dibawah ini; cara ini bila akan mengeluarkan banyak lembaran kanban perintah-produksi. Tiap lembar kanban berkaitan dengan kapasitas peti kemas. Produksi dilakukan sesuai dengan urutan pelepasan kanban dari petinya. Berikut contoh gambar penggunaan kanban: (Monden, 1995:30-31)
13
Gambar 2.6 Urutan Berbagai Jenis Kanban 2.4
Safety Stock Menurut Gaspersz (2005:367) safety stock adalah inventory yang digunakan untuk mencegah kemungkinan kehabisan stok (stockout) akibat ketidakpastian permintaan atau supplies. Dalam hal ini diberikan tambahan (extra) inventory untuk mengantisipasi fluktuasi atau ketidakpastian permintaan atau keterlambatan pengisian kembali pesanan atau kuantitas yang dipesan lebih sedikit daripada yang dibutuhkan.
14
Dengan demikian, stok pengaman dalam periodic review system dihitung sebagai: faktor pengaman (faktor pengganda) untuk tingkat pelayanan yang diinginkan dikalikan dengan ukuran variasi (simpangan baku) untuk periode waktu yang mencakup waktu tunggu dan periode review. (Gaspersz, 2005:295)