BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1 Entrepreneurship Menurut Hisrich et al., dalam Wijatno (2009:3) entrepreneurship merupakan sebuah proses menciptakan sesuatu yang baru dan bernilai, dengan memanfaatkan usaha dan waktu yang diperlukan, dengan memperhatikan risiko sosial, fisik, dan keuangan, dan menerima imbalan dalam bentuk uang dan kepuasan personal serta independensi. Dari definisi ini dapat dilihat adanya empat aspek dasar dari entrepreneurship yaitu : 1. Entrepreneurship melibatkan proses penciptaan. Proses penciptaan disini berarti menciptakan sesuatu yang baru. Penciptaan harus memiliki sebuah nilai, baik untuk entrepreneur sendiri maupun orang lain. 2. Entrepreneurship memerlukan waktu dan usaha. Hanya mereka yang melalui proses entrepreneurship menghargai waktu dan usaha yang mereka gunakan untuk menciptakan sesuatu yang baru. 3. Entrepreneurship memiliki risiko tertentu. Risiko ini mengambil berbagai bentuk pada area keuangan, psikologi, dan sosial. 4. Entrepreneurship melibatkan imbalan sebagai entrepreneur. Imbalan yang penting adalah independensi, diikuti oleh kepuasan pribadi. Morris dalam dalam buku Lambing dan Kuehl (2007:16) yang berjudul Entrepreneurship mendefinisikan entrepreneurship sebagai berikut : “ Entrepreneurship is a process activity. It generally involves the following inputs : an opportunity; one or more proactive individuals; an organizational context; risk; innovation; and resources. It can produce the following outcomes: a new venture or enterprise; value; new products and processes; profit or personal benefits; and growth.” Berdasarkan kutipan diatas dapat dijelaskan bahwa entrepreneurship adalah sebuah proses aktifitas yang meliputi sebuah peluang, satu atau lebih individu yang bersikap proaktif, menyangkut sebuah organisasi, berhubungan dengan risiko, inovasi, dan sumber daya yang dapat menghasilkan output yaitu sebuah usaha atau bisnis baru, nilai, produk dan proses yang baru, serta keuntungan pribadi dan pertumbuhan. Soegoto (2009:3) juga menyebutkan bahwa
9
10
entrepreneurship adalah usaha kreatif yang dibangun berdasarkan inovasi untuk menghasilkan sesuatu yang baru, memiliki nilai tambah, memberi manfaat, menciptakan lapangan kerja dan hasilnya berguna bagi orang lain. Dari
pengertian
diatas
dapat
disimpulkan
bahwa
entrepreneurship
merupakan sebuah proses atau usaha yang inovatif untuk menghasilkan nilai tambah produk yang bermanfaat bagi masyarakat dan mendatangkan kemakmuran bagi sang entrepreneur. Entrepreneur berasal dari bahasa Perancis, yaitu entreprende yang berarti petualang, pengambil risiko, kontraktor, pengusaha, dan pencipta yang menjual hasil ciptaannya (Hendro, 2011:29). Entrepreneur merupakan seseorang yang berusaha membuat kombinasi baru terhadap produk, proses, pasar, struktur organisasi dan pemasok (Lambing dan Kuehl, 2007:16). Menurut Schumpeter dan Hofer dalam Sesen (2012:625) entrepreneur merupakan seseorang yang membuat kombinasi baru melalui ide - ide kreatif dan mengenali peluang yang ada dan memanfaatkan peluang tersebut untuk membangun sebuah usaha baru. Menurut Hisrich, Peters, dan Shepherd (2004) yang diterjemahkan oleh Hendro (2011:23) entreprenur adalah orang yang berani memutuskan dan mengambil risiko dari satu pekerjaan, proyek, ide, atau lebih pilihan dimana semua pilihannya memiliki manfaat dan risiko yang berbeda. Menurut Mitton dalam Dinis et al., (2013:765) seorang entrepreneur memainkan beberapa
karakteristik
psikologis
dalam
entrepreneurship.
Peran
tersebut
diantaranya adalah komitmen dalam melaksanakan pekerjaan, kontrol dan kemampuan yang dimiliki untuk menghadapi tantangan yang tidak menentu. Dari definisi entrepreneur diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa seorang entrepreneur adalah seseorang yang memiliki kemampuan untuk melihat dan mengevaluasi peluang bisnis, memperoleh sumber daya yang diperlukan untuk mengambil keunggulan darinya dan berinisiatif mengambil tindakan yang tepat untuk mencapai kesuksesan. Entrepreneur memiliki kemampuan untuk mengelola sesuatu yang ada untuk dimanfaatkan dan ditingkatkan agar lebih baik sehingga bisa meningkatkan taraf hidup di masa mendatang.
2.1.1 Keuntungan dan Kerugian dari Entrepreneurship Menurut Lambing dan Kuehl (2007:23-24) terdapat beberapa keuntungan dan kerugian dari entrepreneurship, yaitu : Keuntungan dari entrepreneurship terdiri dari beberapa hal sebagai berikut :
11
1. Autonomy Kebutuhan akan kebebasan dan kemerdekaan untuk membuat suatu keputusan. Sebuah perasaan yang menyatakan sebuah kepuasan tersendiri menjadi seorang pemimpin sangat memuaskan bagi para entrepreneur. 2. Challenge of a start - up / feeling of achievement Bagi para entrepreneur, tantangan untuk memulai suatu usaha adalah suatu hal yang menyenangkan. Suatu kesempatan untuk mengembangkan sebuah konsep menjadi suatu bisnis yang menghasilkan keuntungan menyebabkan perasaan yang signifikan terhadap pencapaian, dan para entrepreneur mengetahui bahwa merekalah yang menentukan kesuksesan dari ide - ide mereka. 3. Financial Control Karena seringkali banyak pernyataan yang mengatakan bahwa entrepreneur mempunyai kebebasan dalam hal keuangan dan memberikan kesan bahwa entrepreneur adalah golongan kaya. Mungkin tidak harus selalu dikaitkan dengan kekayaan, tetapi para entrepreneur menginginkan kontrol lebih atas situasi keuangan mereka. Entrepreneur menghindari kemungkinan apabila suatu saat pemimpin mereka memberikan PHK setelah pengabdian mereka selama bertahun - tahun. Kerugian dari entrepreneurship terdiri dari beberapa hal sebagai berikut : 1. Personal Sacrifices Pada saat awal memulai bisnis, para entrepreneur biasanya memerlukan tenaga, waktu dan pengorbanan yang ekstra dalam memperjuangkan bisnisnya, dibandingkan jika mereka bekerja di perusahaan orang lain. 2. Burden of Responsibility / Jack - of - All Trades. Seorang entrepreneur mempunyai sebuah tanggung jawab yang besar dibandingkan dengan seorang karyawan yang bekerja pada suatu perusahaan. Para karyawan dapat membagi tanggung jawab pekerjaannya dengan karyawan lain yang mempunyai kepentingan yang sama. Sedangkan seorang entrepreneur mempunyai tanggung jawab yang lebih berat dan besar, karena hanya berdiri sendiri di posisinya. Seorang Entrepreneur juga harus mengatur semua fungsi bisnis yang berhubungan dengan bisnisnya, seperti pemasaran, keuangan dan sumber daya manusia yang ada dalam perusahaan sampai bisnis tersebut mendapatkan keuntungan dan mampu mempekerjakan karyawan dengan keahlian yang diperlukan. 3. Little margin for error Sebuah pengambilan keputusan yang keliru dan manajemen yang lemah akan
12
memberikan dampak yang sangat signifikan terhadap kelangsungan hidup sebuah bisnis.
2.1.2 Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Entrepreneurship Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi keinginan seseorang untuk memilih jalur entrepreneurship sebagai jalan hidupnya (Hendro, 2011:61 - 63). Faktor - faktor tersebut diantaranya adalah : 1. Faktor Individual Faktor individual disini adalah pengaruh pengalaman hidup dari kecil hingga dewasa, baik oleh lingkungan ataupun keluarga. 2. Suasana Kerja Lingkungan pekerjaan yang tidak nyaman akan mempercepat seseorang untuk memilih jalan kariernya sebagai seorang entrepreneur. 3. Tingkat Pendidikan Seseorang yang tidak memiliki tingkat pendidikan yang tinggi akan cenderung mempunyai hasrat yang kuat untuk memilih karier sebagai seorang entrepreneur. 4. Kepribadian Seseorang yang mempunyai kepribadian yang dominan dan suka berbicara cenderung mempunyai hasrat yang tinggi untuk menjadi seorang entrepreneur. 5. Prestasi Pendidikan Seseorang yang mempunyai prestasi akademis yang tidak tinggi cenderung mempunyai keinginan yang lebih kuat untuk menjadi seorang entrepreneur. Hal itu didorong oleh suatu keadaan yang memaksa orang tersebut untuk berpikir bahwa menjadi entrepreneur adalah satu pilihan terakhir untuk sukses, mengingat persaingan yang sangat ketat dalam dunia pekerjaan dan banyak lulusan berpotensi yang belum mendapatkan pekerjaan. 6. Dorongan Keluarga Keluarga sangat berperan penting dalam menumbuhkan serta mempercepat seseorang untuk mengambil keputusan berkarier sebagai entrepreneur, karena orangtua berfungsi sebagai konsultan pribadi, penasehat dan pembimbingnya. 7. Lingkungan dan Pergaulan Pergaulan akan membentuk kepribadian seseorang. Seseorang yang bergaul dengan orang yang malas, akan cenderung menjadi seseorang yang malas. Seseorang
13
yang bergaul dengan entrepreneur akan cenderung berkeinginan untuk menjadi seorang entrepreneur. 8. Ingin Lebih Dihargai atau Self - Esteem Posisi tertentu yang dicapai seseorang akan mempengaruhi arah kariernya. Sesuai dengan teori Maslow, setelah kebutuhan sandang, pangan dan papan terpenuhi, kebutuhan yang ingin diraih seseorang berikutnya adalah self - esteem yaitu ingin lebih dihargai lagi. Dan itu terkadang tidak bisa didapati di dunia pekerjaan atau lingkungan, baik keluarga, teman ataupun yang lainnya. Self - Esteem akan memacu seseorang untuk mengambil karier menjadi entrepreneur. 9. Keterpaksaan dan Keadaan Kondisi yang diciptakan atau terjadi seperti PHK, pensiun dan menganggur akan dapat membuat seseorang memilih jalan hidupnya menjai entrepreneur karena memang sudah tidak ada pilihan lagi untuknya.
2.2 Entrepreneurial Intentions Menurut Saraswati dan
Widaningsih
(2008:146)
intention
adalah
kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu. Terbentuknya suatu intention diawali oleh perasaan senang dan sikap positif. Terdapat tiga karakteristik dari intention, yaitu : 1) Intention menimbulkan sikap positif dari suatu obyek. 2) Intention adalah sesuatu yang menyenangkan dan timbul dari suatu obyek. 3) Intention mengandung unsur penghargaan, mengakibatkan suatu keinginan, dan kegairahan untuk mendapat sesuatu yang diinginkan. Menurut Fishbein, Ajzen, dan Bandura dalam Wijaya (2007:119) intention merupakan sebuah komponen dalam diri individu yang mengacu pada keinginan untuk melakukan tingkah laku tertentu dan merupakan suatu kebulatan tekad untuk melakukan aktifitas tertentu atau menghasilkan suatu keadaan tertentu di masa depan. Hal ini mengindikasikan seberapa keras seseorang berusaha dan seberapa banyak usaha yang dilakukan agar perilaku yang diinginkan dapat dilakukan. Santoso dalam Wijaya (2007:19) juga menambahkan bahwa intention adalah halhal yang diasumsikan dapat menjelaskan faktor - faktor motivasi serta berdampak kuat pada tingkah laku. Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa intention adalah hal yang secara personal diinginkan oleh pelaku perbuatan dengan maksud untuk
14
mencapai sasaran yang hendak dituju. Intention tersebut apabila sudah terbentuk pada diri seseorang maka cenderung menetap sepanjang objek intention tersebut menarik perhatian atau diinginkan olehnya, sehingga apabila objek intention tersebut sudah tidak menarik perhatian atau diinginkan maka kecenderungan intention tersebut juga akan berubah. Intention menjadi sangat penting untuk mempelajari tentang proses entrepreneurship (Mhango, 2006:16). Intention merupakan suatu kebulatan tekad untuk melakukan aktifitas tertentu atau menghasilkan suatu keadaan tertentu di masa depan. Oleh karena itu, intention dapat dijadikan sebagai pendekatan dasar untuk memahami sejauh mana keinginan seseorang untuk menjadi seorang entrepreneur. Indarti dan Rostiani (2008:4) menyebutkan bahwa entrepreneurial intentions dapat diartikan sebagai proses pencarian informasi yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan pembentukan suatu usaha. Seseorang yang memiliki intention untuk memulai usaha akan memiliki kesiapan dan kemajuan yang lebih baik dalam usaha yang dijalankan dibandingkan seseorang tanpa intention untuk memulai usaha. Menurut Ramdhani dalam Srimulyani (2013:98) entrepreneurial intentions adalah faktor motivasional yang mempengaruhi individu - individu untuk mengejar hasil - hasil wirausaha. Carsrud dan Brannback (2009:55) juga memberikan definisi dari entrepreneurial intentions yaitu keinginan untuk memulai suatu bisnis, untuk menciptakan suatu usaha baru. Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa entrepreneurial intentions merupakan niat yang ada pada diri seseorang untuk melakukan suatu tindakan entrepreneurship.
2.3 Personality Traits Menurut Nevid (2013:490) trait merupakan satu set karakteristik kepribadian seseorang yang cenderung stabil atau abadi. Menurut Allport (1951) dalam Sunaryo (2004:118) trait merupakan suatu sistem kestabilan emosional seseorang yang diarahkan terhadap kemampuan untuk menghadapi berbagai macam situasi atau keadaan. Dari
definisi
diatas,
dapat
disimpulkan
bahwa
trait
merupakan
kecenderungan untuk berperilaku dalam cara tertentu, seperti yang tercermin dalam perilaku seseorang pada berbagai situasi.
15
Menurut Sayyid (2007:185) personality adalah gabungan dari watak, kecenderungan, dan orientasi yang terdapat pada individu yang diperoleh lewat pengalaman dan menentukan respon individu dalam berbagai situasi. Tomb (2004:232) juga berpendapat bahwa personality merupakan suatu gaya perilaku yang menetap dan secara khas dapat dikenali pada setiap individu. Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa personality merupakan suatu gaya perilaku yang menetap dalam setiap individu dan menentukan respon individu dalam menghadapi berbagai situasi. Menurut Robbins dan Judge (2008:130) personality traits adalah karakteristik yang sering muncul dan mendeskripsikan perilaku seorang individu. Karakteristik yang umumnya melekat dalam diri seorang individu adalah malu, patuh, agresif, malas, setia dan takut yang diwujudkan dalam menghadapi berbagai situasi. Semakin konsisten dan sering munculnya karakteristik tersebut dalam berbagai situasi, maka akan semakin mendeskripsikan karakteristik seorang individu. Menurut Martono dan Joewana (2006:61) personality traits adalah jati diri atau sifat dasar seseorang, yaitu pikiran, perasaan serta nilai - nilai hidup yang diwujudkan dalam perilaku sehari - hari. Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa personality traits merupakan karakteristik yang sering muncul dan mendiskripsikan perilaku seorang individu yang diwujudkan dalam perilakunya sehari-hari.
2.3.1 Dimensi dari Personality Traits Menurut Sesen (2012:627) dimensi dari personality traits adalah : 1. Need for Achievement Menurut Schermerhorn (2012:310) need for achievement merupakan sebuah keinginan untuk melakukan sesuatu yang lebih baik, untuk memecahkan persoalan, atau untuk menguasasi suatu tugas yang rumit. Semakin tinggi keinginan seseorang untuk mencapai kesuksesan biasanya mempunyai need for achievement yang tinggi dan dengan demikian dapat diartikan semakin berjalan kearah menjadi seorang entrepreneur. Seseorang yang memiliki need for achievement yang tinggi akan lebih menghargai tanggung jawab pribadinya, memecahkan masalah tanpa memerlukan bantuan orang lain, berani mengambil resiko, dan mempunyai ketertarikan yang kuat akan hasil yang dicapai dari usaha dan keputusannya (Sesen, 2012:627).
16
Menurut
McClelland
dalam
Suharyadi,
Nugroho,
Purwanto,
dan
Faturohman (2007:72) seseorang yang memiliki need for achievement yang tinggi pada umumnya memiliki ciri - ciri sebagai berikut : 1. Senang terhadap pekerjaan yang menantang dan menghindari tugas dan tanggung jawab yang terlalu mudah untuk diselesaikan. 2. Memiliki tanggung jawab pribadi yang tinggi. Selalu merasa bahwa apapun yang terjadi, sebagian besar menjadi tanggung jawabnya. 3. Dalam bekerja selalu ingin memperoleh umpan balik. Menurut Moeljono (2003:11) need for achievement menjadi sebuah acuan dari latar belakang motivasi seseorang untuk bertindak. Setiap perilaku digerakkan oleh sebuah tujuan, sementara tujuan didorong oleh motivasi, dan dibalik motivasi adalah keinginan untuk berprestasi. Pendekatan need for achievement dalam sumber daya manusia berperan sebagai kunci pertumbuhan ekonomi dan kemajuan masyarakat. Need for achievement memposisikan seseorang sebagai posisi yang tidak membutuhkan pekerjaan melainkan pasar yang membutuhkan mereka.
2. Locus of Control Menurut pendapat Strauser et al., dan Rotter dalam Sesen (2012:627) locus of control merupakan suatu atribut yang mengindikasikan rasa kontrol indvidu terhadap hasil, penghargaan, kesuksesan dan kegagalan atas hidupnya. Locus of control menentukan tingkatan sampai dimana seseorang meyakini bahwa perilaku mereka mempengaruhi apa yang terjadi pada mereka. Menurut Ivancevich, Konopaske, dan Matteson (2006:97) locus of control terdiri dari dua aspek, yaitu aspek internal dan aspek eksternal. Aspek eksternal dari locus of control adalah kepercayaan bahwa segala hal yang terjadi bergantung pada keberuntungan, nasib dan dikendalikan oleh kekuatan dari luar yang berasal dari luar individu seseorang. Ketika mereka berkinerja dengan baik, mereka yakin bahwa hal tersebut disebabkan oleh keberuntungan atau karena tugas tersebut merupakan tugas yang mudah. Sedangkan, aspek internal dari locus of control adalah kepercayaan seseorang bahwa segala hal yang terjadi adalah hasil dari usaha yang dilakukan orang tersebut. Ketika orang tersebut berkinerja dengan baik, mereka yakin bahwa hal tersebut disebabkan oleh usaha yang mereka lakukan. perilaku dan karakteristik dari orang tersebut.
17
Lambing dan Kuehl (2007:19) juga berpendapat bahwa internal locus of control merupakan sebuah kepercayaan bahwa untuk mencapai sebuah kesuksesan atau kegagalan yang dialami bergantung pada tindakan yang dilakukan. Seseorang yang mempercayai bahwa untuk mencapai sebuah kesuksesan ditentukan oleh aspek eksternal dari locus of control tidak mungkin akan menjadi seorang entrepreneur yang sukses.
3. Self - Efficacy Menurut Ivancevich, Konopaske, dan Matteson (2005:99) self - efficacy merupakan keyakinan pribadi mengenai kemampuan diri untuk menyelesaikan suatu tugas dengan berhasil. Faktor yang berperan penting dalam pengembangan self - efficacy seseorang adalah pengalaman masa lalu. Jika pada masa lalu seseorang berhasil dalam menyelesaikan suatu tugas, seseorang akan lebih memiliki rasa percaya diri dan keyakinan yang meningkat dalam kemampuannya untuk melaksanakan tugas dengan baik. Self - efficacy berhubungan dengan kinerja seseorang dalam pekerjaan, pilihan karier, pembelajaran dan pencapaian, serta kemampuan beradaptasi dengan teknologi baru. Bandura dalam Sesen (2012:627) juga menyebutkan bahwa self - efficacy merupakan kepercayaan dalam diri seseorang terhadap kemampuannya untuk sukses menyelesaikan tugas - tugas yang ada. Seseorang yang mempunyai kepercayaan bahwa orang tersebut akan menjadi seorang entrepreneur yang sukses maka semakin besar pula keinginan orang tersebut untuk menjadikan entrepreneurship sebagai pilihan dalam berkarier (Lambing dan Kuehl, 2007:21).
2.4 Environmental Factors Menurut Samadi (2006:112) environment merupakan semua benda dan kondisi termasuk didalamnya manusia dan aktivitasnya dalam suatu ruang yang saling
berhubungan,
saling
ketergantungan
dan
saling
mempengaruhi
kelangsungan hidup dan kesejahteraan manusia. Environmental factors adalah sekelompok sumberdaya yang akan mempengaruhi proses dalam memulai suatu usaha yang terdiri dari
dukungan keuangan, pendidikan dan pelatihan, sektor
bisnis potensial, keterbukaan dan daya saing di pasar domestik (Gomezelj dan Kusce, 2013:911). Environmental factors dapat memudahkan atau sebaliknya dapat menghambat aktifitas entrepreneurial dan juga mempengaruhi biaya dan
18
keuntungan dari penciptaan suatu usaha (Luthje dan Franke, 2011:13). 2.4.1 Dimensi dari Environmental Factors Menurut Sesen (2012:628) dimensi dari environmental factors adalah 1. Access to Capital Menurut Madura (2007:11) modal meliputi mesin, peralatan, perlengkapan dan fasilitas fisik yang digunakan oleh sumber daya manusia untuk menghasilkan produk. Dalam membangun suatu usaha diperlukan modal yang cukup untuk membiaya operasional usaha (Rini, 2006:168). Dalam kamus Bahasa Indonesia “modal” didefinisikan sebagai uang pokok yang dipakai untuk berdagang. Menurut Sesen (2012:628) access to capital merupakan salah satu faktor penting dalam menciptakan suatu usaha baru. Modal tersebut dapat diperoleh melalui tabungan pribadi, keluarga, teman, bank ataupun para investor. Menurut Soekarno (2010:3) modal dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu : a) Modal sendiri Modal yang berasal dari diri sendiri, biasanya berasal dari tabungan pribadi maupun uang hasil pemberian dari pihak lain yang memiliki hubungan khusus dengan orang tersebut. Dalam penggunan modal sendiri, orang tersebut dapat menggunakannya sesuai dengan keinginan pribadinya. b) Modal pinjaman Modal pinjaman merupakan modal yang diperoleh dari pihak lain, dan pihak peminjam mempunyai kewajiban untuk mengembalikannya kepada pihak yang dipinjam. Menurut Rini (2006:169) pembiayaan modal dapat diperoleh dari beberapa cara yaitu : a) Modal sendiri Modal sendiri dapat diperoleh melalui simpanan uang yang dicairkan dari tabungan, deposito dan emas. Selain menggunakan simpanan, modal sendiri dapat juga diperoleh melalui penjualan harta pribadi seperti kendaraan dan properti. b) Meminjam Ketika tidak memiliki modal yang mencukupi dapat diupayakan dengan cara melakukan pinjaman kepada pihak lain seperti perorangan, lembaga keungan maupun nonbank. c) Kerjasama atau berbagi kepemilikan dengan pihak lain
19
Bekerjasama dengan pihak lain untuk menanamkan modal dalam usaha. Keuntungan usaha dibagi diantara pemilik modal atau pemilik usaha sesuai perjanjian pembagian keuntungan yang telah disepakati sebelumnya.
2. Business Information Menurut Madura (2007:322) seorang entrepreneur harus mempertimbangkan seluruh kondisi pasar sebelum memutuskan untuk menciptakan suatu usaha baru seperti pesaing, permintaan, tenaga kerja, peraturan dan perundang - undangan. Berbagai sumber dapat digunakan untuk mendapatkan informasi mengenai bisnis. Menurut Griffin dan Ebert, (2007:10) business information memainkan peranan penting dalam membangun suatu usaha. Suatu bisnis bergantung pada prediksi pasar, orang - orang dengan keahlian tertentu, serta berbagai bentuk data ekonomi untuk mendukung dalam menjalankan proses bisnis. Menurut Sesen (2012:628) ketersediaan tentang business information merupakan suatu hal yang sangat penting untuk memulai suatu usaha. Seorang yang ingin membangun sebuah bisnis membutuhkan informasi mengenai pasar untuk dapat berkompetisi di pasar. Ketersediaan dari business information dibutuhkan pada saat ingin membangun suatu usaha (Gomezelj dan Kusce, 2013:911). Menurut Indarti dan Rosiani (2008:9) ketersediaan business information merupakan faktor penting yang mendorong keinginan seseorang untuk membuka usaha baru dan faktor kritikal bagi pertumbuhan dan keberlangsungan usaha. Pencarian informasi mengacu pada frekuensi kontak yang dibuat oleh seseorang dengan berbagai sumber informasi. Hasil dari aktifitas tersebut sering tergantung pada ketersediaan informasi, baik melalui usaha sendiri atau sebagai bagian dari sumber daya sosial dan jaringan.
3. Social Networks Menurut Martanto (2008:139) social networks merupakan sebuah proses interaksi sosial yang memungkinkan seseorang untuk berinteraksi dengan orang yang sudah dikenal maupun tidak dikenal. Social networks sangat berpengaruh bagi entrepreneur untuk mencapai kesuksesan (Gomezelj dan Kusce, 2013:911). Menurut Sesen (2012:629) social networks dapat dimanfaatkan bagi seorang entrepreneur untuk memperoleh sumber daya yang dapat digunakan dalam menjalankan atau membangun bisnis. Seorang entrepreneur mungkin kekurangan
20
sumber daya seperti modal dan informasi bisnis, walaupun demikian entrepreneur tersebut dapat memanfaatkan social networks yang dimilikinya untuk memperoleh sumber daya yang dibutuhkan. Menurut Indarti dan Rosiani (2008:9) social networks didefinisikan sebagai hubungan antara dua orang yang mencakup : a) Komunikasi atau penyampaian informasi dari satu pihak ke pihak lain. b) Pertukaran barang dan jasa dari dua belah pihak. c) Ekspektasi yang dimiliki oleh seseorang terhadap orang lain karena karakter karakter atau atribut khusus yang ada. Bagi entrepreneur, networks merupakan alat mengurangi resiko dan biaya transaksi serta memperbaiki akses terhadap ide - ide bisnis, informasi dan modal.
4. University Environment Menurut Luthje dan Franke (2011:24-25) seorang pelajar yang menilai bahwa lingkungan universitas tidak mendukung dalam entrepreneurship akan mengakibatkan entrepreneurial intentions yang rendah pada para pelajar. Kualitas pendidikan dan pelatihan mengenai entrepreneurship sangat penting, hal ini mengacu pada berbagai program pendidikan formal (Gomezelj dan Kusce, 2013:911). Lingkungan universitas mempengaruhi gaya hidup para calon entrepreneur yang potensial seperti melalui lingkungan pergaulan dalam universitas, nilai yang dianut oleh universitas dan program pendidikan dari universitas (Kuratko dan Hodgetts, 2004:35).
21
2.5
Kerangka Pemikiran Personality Traits (X1) Internal Locus of Control
T1
Need for Achievement Self - Efficacy
T3 Entrepreneurial Intentions (Y) Intentions to be an Entrepreneur Environmental Factors (X2) Access to Capital
T2
Business Information Social Networks University Environment
Sumber : Data Peneliti, 2013 Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran