BAB 2 LANDAS AN TEORI
2.1
Anggaran 2.1.1
Pengertian Anggaran Tujuan kebanyakan perusahaan adalah untuk mendapatkan keuntungan
(laba), yakni dengan memaksimalkan laba kotor dan meminimalkan biaya yang dikeluarkan. Agar dapat mencapai tujuannya ini secara maksimal, dibutuhkan perencanaan yang matang. Salah satunya adalah dengan membuat anggaran. Anggaran itu sendiri menurut Shim dan Siegel (2000, p3) merupakan titik fokus dari keseluruhan proses perencanaan dan pengendalian. M enurut Garrison dan Noreen (2000, p402), anggaran adalah rencana rinci tentang perolehan dan penggunaan sumber daya keuangan dan sumber daya lainnya untuk suatu periode tertentu. Welsch, Hilton dan Gordon (2000, p27) mendefinisikan perencanaan dan pengendalian laba (juga sering disebut penganggaran) diartikan sebagai proses yang ditujukan untuk membantu melaksanakan fungsi-fungsi perencanaan dan pengendalian secara efektif. Nafarin (2000, p10) menyatakan anggaran sebagai suatu rencana keuangan periodik yang disusun berdasarkan program-program yang telah disahkan, serta merupakan rencana tertulis mengenai kegiatan suatu organisasi yang dinyatakan secara kuantitatif dan umumnya dinyatakan dalam satuan uang untuk jangka waktu tertentu.
9 Carter dan Usry (2002, p15-1) berpendapat bahwa ”profit planning is the development of an operational plan to achieve a company’s goals and objectives.” Profit planning disini, menurut Carter dan Usry, adalah sinonim dengan budgetting (penganggaran). Dari berbagai definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa anggaran adalah suatu perencanaan finansial secara periodik, yang juga berfungsi sebagai pengendali dan pengawas yang efektif untuk mencapai tujuan-tujuan perusahaan. 2.1.2
Keunggulan dan Keterbatasan Anggaran Anggaran sendiri memiliki keunggulan serta keterbatasan. M enurut
Garrison dan Noreen (2000, p404), manfaat dari program penganggaran adalah sebagai berikut: 1. Anggaran merupakan alat komunikasi bagi rencana manajemen melalui organisasi. 2. Anggaran memaksa manajer untuk memikirkan dan merencanakan masa depan. Bila penyiapan anggaran tidak diperlukan, maka akan terlalu banyak manajer yang harus menghabiskan waktunya untuk mengatasi berbagai masalah darurat. 3. Proses penganggaran merupakan alat alokasi sumber daya pada berbagai bagian dari organisasi agar dapat digunakan seefektif mungkin. 4. Proses pengganggaran dapat mengungkap adanya kemandegan potensial sebelum terjadinya. 5. Anggaran mengkoordinasikan aktivitas seluruh organisasi dengan cara mengintegrasikan
rencana
dari
berbagai
bagian.
Penganggaran
ikut
10 memastikan agar setiap orang dalam organisasi mengarah pada sasaran yang sama. 6. Anggaran menentukan tujuan dan sasaran yang dapat berlaku sebagai benchmark untuk mengevaluasi kinerja pada waktu berikutnya. Sedangkan keterbatasan anggaran menurut Carter dan Usry (2002, p15-415-5), diterjemahkan oleh penulis, adalah sebagai berikut: 1. Ramalan bukanlah ilmu pasti; sejumlah penilaian dipresentasikan berdasarkan estimasi/perkiraan. Karena anggaran berdasarkan ramalan terhadap kegiatankegiatan yang akan datang, maka revisi atau modifikasi terhadap anggaran perlu dilakukan ketika dibutuhkan perubahan rencana. Jika kinerja aktual melenceng dari anggaran, alasannya mungkin saja karena ramalannya yang salah. 2. Anggaran mungkin memfokuskan perhatian manajer kepada suatu tujuan yang tidak seiring dengan tujuan organisasi secara keseluruhan. Suatu sistem anggaran dianggap kurang bagus jika memotivasi manajer melakukan tindakan yang bukan merupakan yang terbaik bagi organisasi. 3. Diperlukan komitmen dari manajemen puncak dan kerja sama seluruh anggota manajemen. Jika manajemen puncak tidak mendukung proses penganggaran, maka manajemen bawah akan menganggap proses penganggaran sebagai kegiatan yang tidak berarti. 4. Penggunaan berlebihan terhadap anggaran sebagai alat evaluasi bisa berakibat munculnya tingkah laku yang tidak sesuai. M anajemen mungkin saja sengaja
11 melakukan tindakan yang menguras sumber daya perusahaan demi mencapai tujuan anggaran pribadinya. 5. Perencanaan laba tidak menghilangkan atau menggantikan peran administrasi. Eksekutif terkadang merasa terbatasi oleh anggaran. 6. Pembuatan memakan waktu. Terkadang manajemen sering tidak sabar karena mengharapkan terlalu banyak dalam waktu yang terlalu singkat. Keterbatasan lainnya menurut Nafarin (2000, p13) yaitu bila pihak yang merasa dipaksa untuk melaksanakan anggaran dapat mengakibatkan mereka menggerutu dan menentang, sehingga anggaran tidak akan efektif. Dalam rangka mengatasi keterbatasan-keterbatasan anggaran tersebut, dibutuhkan partisipasi dari seluruh bagian organisasi. M anajemen puncak perlu menjelaskan manfaat dan tujuan pembuatan anggaran, sehingga tidak menganggap anggaran sebagai suatu paksaan ataupun kekangan, melainkan menganggapnya sebagai informasi yang dapat digunakan untuk membawa mereka ke arah tujuan organisasi. 2.1.3
Macam-Macam Anggaran Terdapat bermacam-macam anggaran menurut berbagai sudut pandang.
Berikut pengelompokan anggaran menurut Nafarin (2000, p17-18): 1. M enurut dasar penyusunan: a. Anggaran variabel (fleksibel), yaitu anggaran yang disusun berdasarkan interval kapasitas tertentu. M erupakan suatu seri anggaran yang dapat disesuaikan pada tingkat-tingkat aktivitas yang berbeda. M isalnya anggaran penjualan disusun berkisar antara 500 unit sampai 1.000 unit.
12 b. Anggaran tetap (statis), yaitu anggaran yang disusun berdasarkan suatu tingkat kapasitas tertentu. M isalnya penjualan direncanakan 1.000 unit, dengan demikian anggaran lainnya dibuat berdasarkan anggaran penjualan 1.000 unit tersebut. Shim dan Siegel (2000, p69) juga memberikan pendapat mengenai perbedaan anggaran fleksibel dan statis, bahwa anggaran fleksibel berguna untuk mengendalikan biaya, diarahkan untuk beberapa aktivitas bukan hanya satu aktivitas, dan bersifat dinamis serta tidak statis. Sedangkan anggaran statis (tetap) hanya diarahkan untuk satu tingkat aktivitas dan memiliki masalah dalam pengendalian biaya. Tabel 2.1 Contoh anggaran laporan laba rugi statis HAMPTON FREEZE, INC. Laporan Laba Rugi yang Dianggarkan Untuk Tahun yang Berakhir Tanggal 31 Desember 2000 Penjualan (100.000 unit seharga $20) Dikurangi harga pokok penjualan (100.000 unit seharga $13) Gross margin Dikurangi beban penjualan dan administrasi Laba operasional bersih Dikurangi beban bunga Laba bersih
$ 2.000.000 1.300.000 700.000 577.800 122.200 14.000 $ 108.200
Sumber: Garrison dan Noreen (2000, p426)
2. M enurut cara penyusunan: a. Anggaran periodik adalah anggaran yang disusun untuk satu periode tertentu, pada umumnya periodenya satu tahun yang disusun setiap akhir periode anggaran. b. Anggaran kontiniu adalah anggaran yang dibuat untuk mengadakan perbaikan anggaran yang pernah dibuat, misalnya tiap bulan diadakan
13 perbaikan, sehingga anggaran yang dibuat dalam setahun mengalami perubahan. 3. M enurut jangka waktunya: a. Anggaran jangka pendek (anggaran taktis) adalah anggaran yang dibuat dengan jangka waktu paling lama sampai satu tahun. Anggaran untuk keperluan modal kerja merupakan anggaran jangka pendek. b. Anggaran jangka panjang (anggaran strategis) adalah anggaran yang dibuat dengan jangka waktu lebih dari satu tahun. anggaran untuk keperluan investasi barang modal merupakan anggaran jangka panjang yang disebut anggaran modal (capital budget). Anggaran jangka panjang diperlukan sebagai dasar penyusunan anggaran jangka pendek. 4. M enurut bidangnya: a. Anggaran operasional adalah anggaran untuk menyusun anggaran laporan laba rugi. Anggaran operasional antara lain terdiri dari: •
Anggaran penjualan M enurut Welsch, Hilton dan Gordon (2000, p160-161), dua pendekatan yang berbeda digunakan untuk rencana penjualan, tergantung pada karakteristik perusahaan, yaitu: 1. Pendekatan harga jual per unit. Pertama direncanakan unit yang hendak dijual dan harga jual per unit untuk tiap produk. M etode ini diterapkan saat (a) jumlah lini produk kecil, dan (b) harga jual relatif tinggi. contohnya, pendekatan ini biasanya akan digunakan untuk dealer mobil (kecuali untuk operasi suku cadang)
14 2. Pendekatan nilai penjualan. Pendekatan ini merencanakan nilai penjualan dalam satuan uang hanya untuk departemen penjualan. Pendekatan ini digunakan saat (a) jumlah lini produk banyak, dan (b) harga jual antar lini produk sangat bervariasi. Pada kasus ini sering tidak praktis untuk merencanakan unit dan harga individual untuk semua barang (bayangkan toko bahan makanan). •
Anggaran biaya pabrik; ¾ Anggaran biaya bahan baku ¾ Anggaran biaya tenaga kerja langsung ¾ Anggaran biaya overhead pabrik
•
Anggaran beban usaha
•
Anggaran laporan rugi laba
b. Anggaran keuangan adalah anggaran untuk menyusun anggaran neraca. Anggaran keuangan antara lain terdiri dari: •
Anggaran kas
•
Anggaran piutang
•
Anggaran persediaan
•
Anggaran utang
•
Anggaran neraca
Kedua anggaran ini bila dipadukan disebut anggaran induk (master budget). Anggaran induk yang mengkonsolidasikan rencana keseluruhan perusahaan untuk jangka pendek, biasanya disusun atas dasar tahunan.
15 Anggaran tahunan dipecah lagi menjadi anggaran triwulanan dan anggaran triwulanan dipecah lagi menjadi anggaran bulanan. Anggaran induk menurut Garrison dan Noreen tidak jauh berbeda dengan Nafarin. Ilustrasi keterkaitan anggaran induk menurut Garrison dan Noreen dapat dilihat pada gambar 2.1. Anggaran Penjualan
Anggaran Persediaan Akhir
Anggaran Produksi
Anggaran Bahan Langsung
Anggaran T enaga Kerja Langsung
Anggaran Beban Penjualan dan Administrasi
Anggaran Produksi
Anggaran Kas
Neraca yang Dianggarkan
Laporan Laba Rugi yang Dianggarkan
Gambar 2.1 Keterkaitan anggaran induk Sumber: Garrison dan Noreen (2000, p414)
2.1.4
Zero-Based Budgeting M enurut Garrison dan Noreen (2000, p429), zero-based budgeting adalah
pendekatan alternatif yang dapat digunakan - terutama pemerintahan dan sektor nirlaba. Berdasarkan zero-based budgeting, manajer dituntut untuk menentukan
16 seluruh pengeluaran yang dianggarkan dan tidak sekadar mengadakan perubahan anggaran tahun sebelumnya. Dasar penyusunannya adalah nol. Zero-based budgeting menuntut adanya dokumentasi yang memadai. Selain seluruh skedul yang dibutuhkan dalam pembuatan anggaran induk, manajer harus menyiapkan serangkaian ”paket keputusan” yang berisi seluruh aktivitas departemen dibuat ranking sesuai dengan tingkat urgensinya dan biaya dari setiap aktivitas diidentifikasikan. Dengan zero-based budgeting, maka manajer lebih atas dapat melakukan review pada ranking yang telah dibuat, dan melakukan pemotongan aktivitas yang dianggap tidak urgen serta memotong biaya yang tidak perlu. Oleh karena itu, zero-based budgeting ini sangat membantu manajer atas dalam pengambilan keputusan saat menyetujui suatu anggaran.
2.2
Pengertian dan Klasifikasi Biaya M emahami pengertian biaya sangat penting dalam rangka perencanaan dan
penyusunan anggaran. Berikut akan diuraikan pengertian dan klasifikasi biaya menurut beberapa ahli. 2.2.1
Pengertian Biaya Berikut beberapa pengertian biaya: M enurut Hansen dan M owen (1999, p36), yang diterjemahkan oleh
Hermawan, A.A., biaya adalah kas atau nilai ekuivalen kas yang dikorbankan untuk mendapatkan barang atau jasa yang diharapkan memberi manfaat saat ini atau dimasa yang akan datang bagi organisasi.
17 Carter dan Usry (2002, p2-1) mendefinisikan biaya sebagai ”an exchange price, a forgoing, a sacrifice made to secure benefit ... the forgoing or sacrifice at date of acquisition is represented by a current or future diminution in cash or other assets.” Berdasarkan pengertian biaya di atas, dapat disimpulkan bahwa biaya adalah suatu nilai, berupa kas atau nilai ekuivalen kas, yang dikorbankan atau ditukarkan untuk mendapatkan barang atau jasa yang diharapkan dapat memberikan manfaat pada saat ini maupun yang akan datang bagi organisasi. Orang cenderung menyamakan istilah biaya dengan beban. Namun menurut Carter dan Usry (2002, p2-2) bahwa ”every expense is a cost, but not every cost is an expense; assets are costs, for example, but they are not (yet) expenses”. Jadi, semua beban adalah biaya, namun biaya belum tentu sudah menjadi beban. Carter dan Usry juga memberi contoh yaitu ”... purchase of raw materials for cash ... The materials are acquired at some cost, but they are not yet an expense. When the firm later sells ... , the cost of materials is written off among expenses on the income statement”. Jadi, contohnya pembelian bahan baku dengan sejumlah uang, maka timbul biaya. Biaya tersebut baru diakui sebagai beban setelah barang jadi (yang terbuat dari bahan baku tersebut) dijual oleh perusahaan. 2.2.2
Klasifikasi Biaya Garrison dan Noreen (2000, p-47-65), terjemahan Budisantoso Totok A.,
mengklasifikasikan biaya berdasarkan tujuannya, sebagai berikut: •
Tujuan menyiapkan laporan keuangan eksternal
18 1. Biaya produk yaitu biaya yang berisi biaya-biaya yang terkait dengan baik pembelian maupun produksi barang. Kebanyakan perusahaan manufaktur membagi biaya manufaktur ke dalam tiga kategori besar: a. Bahan langsung. Bahan yang menjadi bagian tak terpisahkan dari produk jadi dan dapat ditelusuri secara fisik dan mudah ke produk tersebut. Termasuk misalnya tempat duduk di pesawat Boeing yang dibeli dari subkontraktor yang kemudian dipasang di pesawat-pesawat komersialnya. b. Tenaga kerja langsung. Biaya tenaga kerja yang dapat ditelusuri dengan mudah ke produk jadi. M isalnya, tenaga kerja bagian perakitan. c. Overhead pabrik. Termasuk seluruh biaya manufaktur yang tidak termasuk dalam bahan langsung dan tenaga kerja langsung. Biaya overhead pabrik termasuk bahan tidak langsung, tenaga kerja tidak langsung, pemeliharaan dan perbaikan peralatan produksi, listrik dan penerangan, pajak properti, penyusutan, asuransi fasilitas-fasilitas produksi. Di dalam perusahaan juga terdapat biaya listrik dan penerangan, pajak properti, asuransi, penyusutan, dan sebagainya berkaitan dengan fungsi administrasi dan penjualan. Hanya biaya-biaya yang berkaitan dengan operasi perusahaan yang termasuk kategori biaya overhead produksi. Sejumlah nama lain biaya
19 overhead pabrik misalnya biaya manufaktur tidak langsung, overhead pabrik, biaya pabrik. Jika kasus perusahaan merupakan non manufaktur, maka overhead pabrik menjadi overhead, dan tidak ada biaya bahan langsung (jika memang tidak ada). 2. Biaya periodik yaitu semua biaya yang tidak termasuk dalam biaya produk (non produksi). Biaya ini adalah beban dalam laporan laba rugi dalam periode di mana biaya tersebut terjadi dengan menggunakan peraturan akuntansi akrual seperti yang telah dipelajari dalam akuntansi keuangan. Biaya periodik akan dimasukkan dalam laporan laba rugi sebagai beban dalam periode terjadinya. Umumnya biaya non produksi dipilah menjadi dua: a. Biaya penjualan dan marketing, termasuk semau biaya yang diperlukan
untuk
menangani
pesanan
konsumen
dan
memperoleh produk atau jasa untuk disampaikan kepada konsumen. Biaya marketing meliputi pengiklanan, pengiriman, perjalanan dalam rangka penjualan, komisi penjualan, gaji untuk bagian penjualan, biaya gudang produk jadi. b. Biaya administrasi meliputi biaya eksekutif, organisasional, dan klerikal yang berkaitan dengan manajemen umum organisasi. Contohnya, kompensasi eksekutif, akuntansi umum, sekretariat, humas, dan biaya sejenis yang terkait dengan administrasi umum organisasi secara keseluruhan.
20 •
Tujuan memprediksi perilaku biaya untuk merespon perubahan aktivitas. Perilaku biaya berarti bagaimana biaya akan bereaksi atau merespons perubahan aktivitas bisnis. Bila aktivitas bisnis meningkat atau surut, biaya tertentu mungkin akan ikut naik atau turun atau mungkin juga tetap. Biaya ini biasanya dikategorikan menjadi variabel dan tetap. a. Biaya variabel adalah biaya yang berubah secara proporsional dengan perubahan aktivitas. Aktivitas dapat diwujudkan dengan berbagai bentuk seperti unit yang diproduksi, unit yang dijual, kilometer, jam kerja, dan sebagainya. Salah satu aspek yang menarik dari perilaku biaya variabel adalah bahwa biaya variabel selalu konstan apabila dinyatakan dalam harga per unit. Contoh biaya variabel adalah biaya bahan langsung. b. Biaya tetap adalah biaya yang selalu tetap secara keseluruhan tanpa terpengaruh oleh tingkat aktivitas. Ketika dikatakan bahwa biaya bersifat tetap, berarti tetap dalam cakupan yang relevan (relevant range), yaitu cakupan aktivitas dengan validitas asumsi biaya variabel dan biaya tetap. Sebagai contoh, asumsi bahwa biaya sewa untuk sebuah mesin 8.000 dolar per bulan dianggap valid dalam cakupan yang relevan penggunaan antara 0 sampai 2.000 kali. Biaya
tetap
dapat
menimbulkan
kesulitan
apabila
harus
menyatakannya dalam biaya per unit, karena akan berbanding terbalik dengan perubahan aktivitas. Contoh biaya tetap yaitu sewa
21 asuransi, penyusutan dengan metode garis lurus, gaji pegawai, dan sebagainya. Welsch, Hilton dan Gordon (2000, p301), terjemahan Purwatiningsih dan M audy W., menyatakan bahwa biaya variabel harus dikaitkan dengan aktivitas dalam batasan yang relevan dari operasi. Di luar batasan normal, pola biaya variabel biasanya akan berubah. •
Tujuan menentukan biaya ke objek biaya seperti departemen atau produk Biaya dibebankan ke objek biaya dengan berbagai tujuan termasuk penentuan harga, mempelajari tingkat laba, dan pengendalian. Objek biaya adalah segala sesuatu yang untuknya data biaya dimaksudkan termasuk produk, lini produk, konsumen, pekerjaan, dan sub-unit organisasi. Untuk tujuan ini, biaya dipilah menjadi: a. Biaya langsung adalah biaya yang dapat dengan mudah ditelusuri ke objek biaya yang bersangkutan. Konsep biaya langsung lebih luas dari pengertian bahan langsung dan tenaga kerja langsung. Sebagai contoh, jika Reebok membebankan biaya ke berbagai kantor penjualan regional dan nasional, gaji manajer penjualan di kantor Tokyo menjadi biaya langsung kantor tersebut. b. Biaya tidak langsung adalah biaya yang tidak dapat ditelusuri dengan mudah ke objek biaya yang bersangkutan. Sebagai contoh (Gordon dan Noreen (2000, p63)), pabrik Campbel Soup memproduksi sejumlah jenis sup kalengan. Gaji manajer pabrik
22 menjadi biaya tidak langsung dari setiap jenis sup kalengan mangkuk yang dibuat. Gaji ini disebut juga common cost, yaitu biaya yang bersama-sama dinikmati oleh sejumlah objek biaya. Jadi, biaya tertentu mungkin masuk kategori langsung atau tidak langsung tergantung dari objek biayanya. M isalnya, gaji manajer pabrik di Campbel Soup bisa menjadi biaya langsung jika objek biayanya adalah divisi produksi. •
Tujuan pembuatan keputusan a. Biaya diferensial.
Setiap
alternatif keputusan bisnis dapat
memperoleh konsekuensi biaya dan manfaat tertentu. Perbedaan biaya antara dua alternatif keputusan disebut biaya diferensial. Contohnya,
alternatif
distribusi perusahaan
apakah
melalui
pengecer atau distribusi langsung ke rumah-rumah. b. Opportunity cost adalah manfaat potensial yang akan hilang bila salah satu alternatif telah dipilih dari sejumlah alternatif yang tersedia. Contohnya, Steve, seorang karyawan yang bekerja di perusahaan yang memberinya gaji $20.000 tiap tahun. Dia berencana untuk belajar lagi di perguruan tinggi. Karena untuk bersekolah berarti dia tidak bisa bekerja dan tidak dapat menghasilkan sebesar $20.000 maka sejumlah tersebut adalah opportunity cost yang terjadi apabila dia menuntut pendidikan lagi.
c. Sunk cost adalah biaya yang telah terjadi dan tidak dapat diubah
23 oleh keputusan apapun yang dibuat saat ini ataupun masa yang akan datang. Karena sunk cost tidak dapat diubah oleh keputusan apapun, sunk cost bukanlah biaya diferensial.
Contohnya,
penyusutan aktiva tetap.
2.3
Prosedur Penyusunan Anggaran Sebelum memasuki prosedur penyusunan anggaran, berikut definisi prosedur
menurut Nafarin (2000, p6) yaitu merupakan suatu urut-urutan seri tugas yang saling berhubungan yang diadakan untuk menjamin pelaksanaan kerja yang seragam. Nafarin (2000, p7-9) memberi contoh prosedur penyusunan anggaran perusahaan industri antara lain sebagai berikut: 1. Tahapan penentuan pedoman perencanaan (anggaran) Anggaran yang akan dibuat pada tahun akan datang, hendaknya disiapkan beberapa bulan sebelum tahun anggaran berikutnya dimulai. Dengan demikian anggaran yang dibuat dapat digunakan pada awal tahun anggaran. Tahun anggaran biasanya dari tanggal 1 Januari suatu tahun sampai 31 Desember suatu tahun. Sebelum penyusunan anggaran, terlebih dahulu top management (direktur/komisaris) melakukan dua hal, yaitu: (1) M enetapkan rencana besar perusahaan, seperti: tujuan, kebijaksanaan, asumsi-asumsi sebagai dasar penyusunan anggaran.
24 (2) M embentuk panitia penyusunan anggaran, yang terdiri dari: direktur sebagai ketua, manajer keuangan sebagai sekretaris, dan manajer lainnya sebagai anggota. 2. Tahapan persiapan anggaran M anajer pemasaran sebelum menyusun anggaran penjualan terlebih dahulu menyusun forecast penjualan (taksiran/ramalan penjualan). Setelah menyusun forecast penjualan kemudian manajer pemasaran bekerja sama dengan manajer umum dan manajer keuangan untuk menyusun: •
anggaran penjualan,
•
anggaran beban penjualan, dan
•
anggaran piutang usaha.
Setelah itu manajer produksi bekerja sama dengan manajer keuangan dan manajer umum menyusun: •
anggaran produksi,
•
anggaran biaya pabrik,
•
anggaran persediaan,
•
anggaran utang usaha.
Anggaran tersebut di atas dibuat berdasarkan anggaran penjualan yang dibuat oleh manajer pemasaran. M anajer umum bekerja sama dengan manajer keuangan menyusun: •
anggaran beban administrasi dan umum.
Setelah itu manajer keuangan bekerja sama dengan para manajer menyusun: •
anggaran laba rugi,
25 •
anggaran neraca,
•
anggaran kas, dan
•
anggaran lainnya.
Dalam tahap persiapan anggaran ini biasanya diadakan rapat antar-bagian yang terkait saja. 3. Tahapan penentuan anggaran Pada tahap penentuan anggaran diadakan rapat dari semua manajer beserta direksi (direktur) dengan kegiatan: (1) Perundingan untuk menyesuaikan rencana akhir setiap
komponen
anggaran. (2) M engkoordinasikan dan menelaah komponen-komponen anggaran. (3) Pengesahan dan pendistribusian anggaran. 4. Tahapan pelaksanaan anggaran Untuk kepentingan pengawasan tiap manajer membuat laporan realisasi anggaran. Setelah dianalisis kemudian laporan realisasi anggran disampaikan pada direksi. Untuk prosedur penyusunan anggaran pada perusahaan non manufaktur hampir sama dengan prosedur yang telah diuraikan (Nafarin, 2000, p7-9), namun dibutuhkan beberapa penyesuaian. Dalam proses penyusunan anggaran, partipasi berbagai pihak sangatlah berperan penting. M enurut Anthony dan Govindarajan (2007, p391), terjemahan penulis, proses penganggaran bisa ”top down” atau ”bottom up”. Pada top down, manajemen senior menyusun anggaran untuk level manajer di bawahnya. Sedangkan pada bottom up,
26 manajer-manajer level bawah ikut berpartisipasi dalam menyusun nilai anggaran. Pendekatan top down biasanya jarang berhasil, karena menimbulkan kurangnya komitmen sehingga akan membahayakan kesuksesan perencanaan. Sebaliknya, dengan pendekatan bottom up, komitmen lebih terjamin dalam pencapaian tujuan-tujuan anggaran. Namun, penggunaan pendekatan ini harus hati-hati dikontrol, karena nilai anggaran yang disusun mungkin terlalu mudah dicapai atau anggaran yang disusun tidak selaras dengan tujuan organisasi secara keseluruhan. Sebenarnya, proses persiapan anggaran yang efektif adalah penggabungan kedua pendekatan tersebut. Tim pembuat angggaran menyiapkan draft anggaran pertama untuk area tanggung jawabnya, yang mana merupakan pendekatan bottom up; namun mereka melakukannya sesuai petunjuk yang telah dibuat oleh manajemen atas, yang mana merupakan pendekatan top down. M anajer senior mereview dan mengkritik proposal anggaran dari manajaer bawah. Hampir sama dengan pendapat Garrison dan Noreen (2000, p408), yang diterjemahkan oleh Budisantoso Totok A., mengemukakan bahwa program anggaran yang paling berhasil harus melibatkan manajer dalam tanggung jawab pengendalian biaya untuk membuat estimasi anggaran mereka sendiri, yang disebut dengan self imposed budget atau anggaran partisipatif. Pendekatan ini biasanya dianggap sebagai metode pembuatan anggaran yang paling efektif. Keunggulan yang biasanya diungkapkan atas anggaran partisipatif ini adalah: 1. Setiap orang pada semua tingkatan organisasi diakui sebagai anggota tim yang pandangan dan penilaiannya dihargai oleh manajemen puncak.
27 2. Oang yang berkaitan langsung dengan suatu aktivitas mempunyai kedudukan terpenting dalam pembuatan estimasi anggaran. Dengan demikian, estimasi anggaran yang dibuat oleh orang semacam itu cenderung lebih akurat dan andal. 3. Orang lebih cenderung mencapai anggaran yang penyusunannya melibatkan orang tersebut. Sebaliknya, orang kurang terdorong untuk mencapai anggaran yang didrop dari atas. 4. Satu anggaran partisipatif mempunyai sistem kendalinya sendiri yang unik sehingga jika mereka tidak dapat mencapai anggaran, maka yang harus mereka salahkan adalah diri mereka sendiri. Di sisi lain, jika anggaran didrop dari atas, mereka akan selalu berdalih bahwa anggarannya tidak masuk akal atau tidak realistis untuk diterapkan dan dicapai. Anggaran partisipatif mungkin saja terlalu longgar. Dengan demikian, sebelum anggaran diterima, anggaran harus terlebih dahulu di-review secara cermat oleh atasan langsung. Jika anggaran tersebut dipandang memerlukan perubahan, maka perubahan tersebut harus didiskusikan dan dimodifikasi atas kesepakatan kedua belah pihak. M anajamen Puncak
M anajamen M enengah
Supervisor
Supervisor
M anajamen M enengah
Supervisor
Supervisor
Gambar 2.2 Arah aliran data anggaran dalam sistem penganggaran partisipatif Sumber: Garrison dan Noreen (2000, p409)
28 Dapat disimpulkan bahwa pembuatan anggaran yang lebih baik adalah yang melibatkan berbagai pihak dalam organisasi. Orang cenderung lebih mau menjalankan rencananya sendiri daripada rencana yang dibuat oleh orang lain. Selain itu, mereka merasa mendapat kepercayaan dari perusahaan jika dilibatkan. Dengan demikian, mereka akan berusaha untuk tidak mengecewakan kepercayaan tersebut dengan menjalankan perencanaan yang mereka buat dengan sebaik-baiknya. Anggaran juga jangan dijadikan alat untuk mencari kambing hitam, jika tujuan yang diinginkan tidak tercapai. Anggaran menjadi tidak berfungsi sebagaimana mestinya, dan anggaran lebih dianggap sebagai alat tekanan daripada alat motivasi. Anggaran yang melibatkan berbagai pihak terkait dapat meminimalisasi hal ini.
2.4
Perbandingan Antara Perencanaan dan Pengendalian M akna perencanaan dan pengendalian terkadang membingungkan, dan seringkali
kedua istilah ini digunakan untuk mengungkapkan hal yang sama. Namun, menurut Garrison dan Noreen (2000, p403), perencanaan dan pengendalian merupakan dua konsep yang sangat berbeda. Perencanaan meliputi penentuan sasaran dan penyiapan berbagai anggaran untuk mencapai sasaran tersebut. Sedangkan pengendalian meliputi langkah-langkah yang dilakukan oleh manajemen untuk meningkatkan kecenderungan pencapaian sasaran yang telah ditetapkan dalam tahap perencanaan, dan juga untuk memastikan bahwa seluruh bagian organisasi berfungsi sesuai kebijakan organisasi. Shim dan Siegel (2000, p12) berpendapat bahwa pada awal periode, anggaran merupakan rencana. Pada akhir periode, anggaran merupakan alat kendali untuk
29 mengukur kinerja dibandingkan terhadap perkiraan, sehingga kinerja di masa yang akan datang dapat diperbaiki. Welsch, Hilton dan Gordon (2000, p32) mengemukakan bahwa manajemen tingkat atas memiliki tanggung jawab perencanaan yang lebih luas dibandingkan manajemen tingkat bawah, dan sebaliknya untuk tanggung jawab pengendalian. Hal ini dapat dilihat pada tabel 2.2. Tabel 2.2 Waktu manajemen yang dialokasikan untuk perencanaan versus pengendalian
Posisi Proporsi Waktu yang Dipakai Presiden Komisaris Presiden Direktur Fungsi Direktur Eksekuti f Perencanaan Direktur Kepala Divisi Kepala Bagian Asisten Kepala Bagian Penyelia Fungsi Pengawas Pengendalian Asisten Pengawas Tenaga Kerja Sumber: Welsch, Hilton dan Gordon (2000, p32)
Perencanaan yang telah dibuat akan berfungsi sebagai pedoman dalam pelaksanaan, agar tidak bergeser ke arah yang buruk dari perencanaan. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa perencanaan yang baik tanpa pengendalian yang efektif adalah sia-sia.
2.5
Laporan Kinerja Tujuan utama laporan kinerja, menurut Welsch, Hilton dan Gordon (2000, p475),
adalah untuk menyampaikan pengukuran hasil kerja, hasil aktual, dan penyimpangan yang terjadi. Selain itu, laporan kinerja juga memberikan pendalaman yang penting bagi manajemen mengenai segala segi efisiensi operasional.
30 Format laporan kinerja dapat disesuaikan dengan keadaan atau karakteristik organisasi. Welsch, Hilton dan Gordon (2000, p475) mengemukakan bahwa kriteria umum dalam pembuatan dan aplikasi laporan kinerja antara lain: 1. Dibuat sesuai dengan struktur organisasi dan letak pertanggungjawaban (artinya menurut pusat tanggung jawab). 2. Dirancang untuk menjalankan prinsip manajemen pengecualian. 3. Berulang dan berkaitan dengan jangka waktu yang singkat. 4. Disesuaikan dengan kebutuhan pengguna utama. 5. Sederhana, mudah dimengerti, dan berisi informasi penting saja. 6. Akurat dan dirancang untuk menunjukkan dengan tepat penyimpangan yang penting. 7. Dibuat dan disampaikan segera. 8. Harus memberi dorongan ke arah perbaikan. Tabel 2.3 Laporan kinerja terhadap anggaran Identi fier Departem en ______________________ Manajaer Nonkeangan ______________________
Anggaran Tahun Ini
Aktual
Varians
Anggaran
Aktivitas Anggaran Aktual Persen Anggaran Periode Sekarang Aktual Varians Penyebab Cadangan Anggaran Varians Ekstra untuk Varians
Total
Sumber: Shim dan Siegel (2000, p27)
M elihat contoh-contoh laporan tersebut, pada dasarnya mempunyai kesamaan, yakni suatu laporan kinerja harus memberikan informasi nilai anggaran, nilai aktual dan selisih antara nilai aktual dari nilai anggaran. Dari selis ih ini kemudian dapat dibaca
31 kinerja manajemen secara garis besar. Anggaran pada awalnya hanya merupakan perencanaan, namun anggaran pada akhirnya akan menjadi laporan kinerja, dengan membandingkan terhadap kegiatan aktual yang terjadi. 2.5.1
Laporan Kinerja Dalam Perusahaan Non Manufaktur Pengukuran kinerja aktual terhadap sasaran yang direncanakan dapat
dipergunakan pada perusahaan non manufaktur sama seperti terhadap perusahaan manufaktur. Perusahaan non jasa dan dagang juga menggunakan rencana taktis yang menetapkan standar kinerja, mengukur hasil aktual, dan membuat laporan kinerja. (Welsch, Hilton dan Gordon (2000, p488)). 2.5.2
Laporan Kinerja Anggaran S tatis Shim dan Siegel (2000, p69-71) mengilustrasikan laporan kinerja statis
pada Suma Industries, Inc, Departemen Assembly. Perusahaan tersebut menganggarkan untuk memproduksi 6.000 unit selama bulan Juni. Laporan kinerja berdasarkan pendekatan anggaran statis tampak sebagai berikut.
32 Tabel 2.4 Contoh laporan kinerja terhadap anggaran statis SUMA INDUSTRIES, INC. Anggaran Tenaga Kerja Langsung dan Overhead Variabel Depart emen Assembly Untuk Bulan Juni
Produksi dalam unit Tenaga kerja langsung Overhead variabel: Tenaga kerja tak langsung Perlengkapan Perbaikan
Anggaran 6.000 $ 39.000
Aktual 5.800 $ 38.500
Varians (U atau F)* 200 U $ 500 F
6.000 900 300 $ 46.200
5.950 870 295 $ 45.615
50 F 30 F 5F $ 585 F
*Suatu varians yang mewakili perbedaan ant ara biaya aktual dari biaya standar atau biaya yang dianggarkan. U -- Tidak Menguntungkan, F -- Menguntungkan. Sumber: Shim dan Siegel (2000, p70)
2.6
Sistem Informasi 2.6.1
Pengertian Sistem M cLeod dan Schell, diterjemahkan oleh Teguh, H. (2004, p9) mengatakan,
“Sistem adalah sekelompok elemen yang terintegrasi dengan maksud yang sama untuk mencapai suatu tujuan”. M athiassen (2000, p9) menyatakan, “System : A collection of components that implement modeling requirements, function, and interface.” M enurut O’Brien (2003, p8), terjemahan penulis, sistem adalah kumpulan dari komponen-komponen yang saling berhubungan yang bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan yang sama dengan memasukkan input dan menghasilkan output dalam suatu proses transformasi yang teratur. Berdasarkan beberapa pengertian diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa sistem adalah sekelompok elemen atau subsistem yang terintegrasi dan
33 terjalin satu sama lain untuk mencapai suatu tujuan dan sasaran tertentu. 2.6.2
Pengertian Informasi M enurut M cLeod dan Schell, (2004, p12), “Informasi adalah data yang
telah diproses, atau yang memiliki arti”. Romney & Steimbart (2006, p6) menjelaskan beberapa karakteristik sebuah informasi yang berguna sebagai berikut: 1. Relevant Æ information is relevant if it reduces uncertainty, improves decision maker’s ability to make preictions, or confirms or corrects their prior expectations; 2. Reliable Æ information is reliable if it is free from error or bias and accurately represents the events or activities of the organization; 3. Complete Æ information is complete if it doesn’t omit important aspects of the underlying events or activities that it measures; 4. Timely Æ information is timely if it is provided in time to enable decision makers to use it to make decisions; 5. Understandable Æ information is understandable if it is presented in a useful and intelligible format; 6. Verifiable Æ information is verifiable if two knowledgeable people acting independently would each produce the same information; 7. Accessible Æ information is accessible if it is available to users when they need it and in a format they can use. Dapat disimpulkan bahwa informasi adalah data yang telah diproses dan berguna, serta dapat membantu dalam pengambilan keputusan bagi si pengguna.
34 2.6.3
Pengertian Sistem Informasi Sistem informasi menurut Whitten, Bentley, dan Dittman (2004, p12)
adalah, “An arrangement of people, data, processes, and information technology that interact to collect, process, store, and provide as output the information needed to support an organization”. M cLeod dan Schell (2004, p4) berpendapat, “Sistem informasi adalah kombinasi yang terorganisasi yang terdiri dari manusia, software, jaringan komunikasi, dan sumber daya data yang mengumpulkan, mentransformasikan, serta menyebarkan informasi dalam sebuah organisasi.” Dengan demikian, sistem informasi adalah pengaturan sumber daya berupa orang maupun komputer yang saling berinteraksi untuk menyediakan informasi yang berguna bagi perusahaan untuk mencapai tujuan dan sasarannya. 2.6.4
Pengertian Perancangan Sistem M enurut O’Brien (2003, p352), terjemahan penulis, perancangan sistem
menggambarkan apa yang harus dilakukan oleh sistem untuk memenuhi kebutuhan informasi user. Perancangan sistem terdiri dari aktivitas perancangan yang menghasilkan spesifikasi sistem yang memenuhi kebutuhan fungsional yang telah dikembangkan dalam proses analisa sistem.
2.7
Konsep Analisis dan Perancangan Berorientasi Objek M athiassen (2000, p14) mengutarakan pendapatnya bahwa object oriented
analysis and design terbagi dalam empat aktivitas, antara lain: analisis problem-domain, analisis application domain, architecture design, dan component design.
35
Requirement for use Problem-domain analysis
Applicationdomain analysis Component design Model
Specifications of component
Specifications of architecture Architectural design
Gambar 2.3 Kegiatan utama dan hasil dari analisa dan perancangan orientasi objek Sumber: Mathiassen (2000, p15)
2.7.1
Orientasi Objek M enurut M athiassen (2000, p4), “Object: An entity with identity, state, and
behaviour”. Jika diterjemahkan, objek adalah suatu entitas dengan identitas, keadaan dan perilaku tertentu. M enurut Whitten, Bentley, Dittman (2004, p109), “Object is the encapsulation of data (called properties) that describes a discrete person, place, event, or thing, with all of the processes (called methods) that are allowed to use or update the data and properties”. Jika diterjemahkan, maka objek adalah enkapsulasi data (yang disebut properti) yang menggambarkan orang, tempat, kejadian atau barang, dengan seluruh prosesnya (yang disebut method) yang boleh menggunakan mengupdate data dan propertinya.
36 Jadi dapat disimpulkan object adalah suatu entitas dimana user dapat menyimpan data dan berasosiasi dengan behaviour. 2.7.2
Rich Picture M engacu pada M athiassen (2000, p26), “rich picture is an informal
drawing that presents the illustrator’s understanding of a situation.” Jika diterjemahkan, rich picture adalah sebuah gambaran informal yang mewakili pemahaman suatu kondisi oleh sang ilustrator. Rich picture juga dapat digunakan sebagai alat yang berguna untuk memfasilitasi komunikasi yang baik antar pengguna dalam sistem. 2.7.3
Problem Domain Analysis M athiassen (2000, p6) mengartikan bahwa ”Problem domain : That part
of a context that is administrated, monitored or controlled by a system.” Berdasarkan definisi diatas mengandung pengertian bahwa problem domain merupakan bagian dari suatu konteks yang diadministrasikan, dimonitor, atau dikontrol oleh sebuah sistem, dengan tujuan untuk mengidentifikasi dan memodel sebuah problem domain. Sedangkan model yang terdapat di dalam problem domain dapat didefinisikan sebagai deskripsi dari class-class, object-object, structure-structure, dan behaviour di dalam sebuah problem domain, seperti yang terlihat pada Gambar 2.4 dibawah ini:
37
System definition
Behavior
Classes
Model Structure
Gambar 2.4 Aktivitas pada problem domain analysis Sumber: Mathiassen (2000, p46)
2.7.3.1 Classes Classes disini akan menggambarkan tentang object-object dan event-event yang mana saja yang akan menjadi bagian dari problem domain. M enurut M athiassen (2000, p53), “Class: A description of a collection of objects sharing structure, behavioral pattern, and attributes”. Artinya kelas adalah sekumpulan objek-objek yang saling berbagi struktur, atribut dan pola tingkah laku yang sama. M engacu pada M athiassen (2000, p49), kegiatan kelas akan menghasilkan event table. Dalam tabel ini dimensi horizontal berisi kelaskelas yang terpilih, dimensi vertikal berisi event-event terpilih, dan tanda cek digunakan untuk mengidentifikasikan objek-objek dari kelas yang berhubungan dalam event tertentu. Seperti yang terlihat pada Tabel 2.5 dibawah ini:
38 Tabel 2.5 Contoh Event Table Class Events Reserved Cancelled Treated Employed Resigned Graduat ed Agreed
Customer
Assistant
v v v
v v
Apprentice
Appointment
Plan
v v v
v
v v
v v v v v Sumber: Mathiassen (2000, p50)
v
2.7.3.2 S tructure Structure di sini harus mencerminkan bagaimana class-class dan object-object secara konseptual saling terkait secara bersamaan. Konsep stucture menurut M athiassen (2000, p69): 1. Class structure, yang meliputi: a. Generalization “Generalitation: A general class (the super class) describes properties common to a group of specialized classes (the subclasses)”. Jika diterjemahkan, generalisasi adalah suatu kelas yang umum (kelas super) yang menggambarkan properti umum untuk suatu grup yang memiliki kelas khusus (sub kelas). b. Cluster “Cluster: A collection of related classes”. Artinya, cluster adalah suatu koleksi dari kelas-kelas yang saling berhubungan. 2. Object structure, yang meliputi: a. Aggregation
39 “Aggregation: A superior object (the whole) consists of a number of objects (the parts)”. Artinya, agregasi adalah suatu objek superior (keseluruhan) yang terdiri dari sejumlah objek-objek (bagian). b. Association “Association: A meaningful relation between a number of object”. Artinya, asosiasi adalah hubungan yang mempunyai arti antar sejumlah objek. Hasil dari kegiatan stuktur ini adalah class diagram. Class diagram menghasilkan ringkasan model problem-domain yang jelas dengan menggambarkan semua struktur hubungan statik antar kelas dan objek yang ada dalam model dari sistem yang berubah-ubah. 2.7.3.3 Behavior Behaviour di sini menggambarkan mengenai suatu tujuan, yaitu untuk memberi model dinamis yang harus dipunyai oleh object-object pada problem domain. Tugas utama dalam kegiatan ini adalah menggambarkan pola perilaku (behaviour pattern) dan atribut dari setiap
kelas.
(M athiassen, (2000, p89)) Hasil dari kegiatan ini adalah statechart diagram yang dapat dilihat pada Gambar 2.5 dibawah ini :
40
/ account open
/ account closed Open / am ount deposited / account w ithdrawn
Gambar 2.5 Contoh “Statechart” Sumber: Mathiassen (2000, p90)
M enurut M athiassen (2000, p93) ada 3 notasi untuk behavioural pattern yaitu: •
Sequence, dimana event muncul satu per satu secara berurutan.
•
Selection, dimana terjadi pemilihan satu event dari sekumpulan event yang muncul.
•
Iteration, dimana sebuah event muncul sebanyak nol atau berulang kali.
2.7.4
Application Domain Analysis M athiassen (2000, p115) berpendapat bahwa “Application domain: An
organization that administrates, monitors, or controls a problem domain”. Artinya, application domain adalah suatu organisasi yang mengadministrasikan, memantau atau mengendalikan suatu problem domain. Tujuan dari application domain adalah untuk menganalisis kebutuhan dari pengguna sistem. Pada application domain terdapat tiga aktivitas utama seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.6 dibawah ini:
41
System definition
Interfaces
Usage
Requirements Functions
Gambar 2.6 Aktivitas application-domain Sumber: Mathiassen (2000, p117)
2.7.4.1 Usage Di
dalam
usage
harus
mencerminkan
bagaimana
sistem
berinteraksi dengan actor di dalam sebuah contex. Definisi actor itu sendiri menurut M athiassen (2000, p119) adalah “Actor: An abstraction of users or other system that interact with the target systems”. Jika diterjemahkan, aktor adalah suatu abstraksi pengguna atau sistem lain yang berhubungan dengan sasaran suatu sistem. Sedangkan pengertian use case menurut M athiassen (2000, p120) adalah “Use case: A pattern for interaction between the system and actors in the application domain”. Artinya, use case adalah suatu pola interaksi antara sistem dan aktor-aktor dalam application domain. Hasil dari analisis kegiatan usage ini adalah deskripsi lengkap dari semua use case dan aktor yang ada digambarkan dalam tabel aktor atau use case diagram.
42 M enurut Bennet, M cRobb dan Farmer (2006, p148), terjemahan penulis, use case diagram mempunyai dua jenis hubungan (relationship) yaitu: extend dan include. Hubungan extend digunakan ketika ingin menunjukan bahwa sebuah use case menyediakan fungsi tambahan yang mungkin digunakan oleh use case lain, sedangkan hubungan include digunakan ketika terdapat urutan behavior yang sering kali digunakan oleh sejumlah use case dan ingin dihindari pengkopian deskripsi yang sama ke setiap use case yang akan menggunakan perilaku tersebut. M enurut Whitten, Bentley, Dittman (2004, p687), “Sequence diagram shows us in great detail how the objects interact with each other over time”. Sequence menggambarkan bagaimana pesan atau message dikirim dan diterima antar objek dalam sequence tertentu. Bennet, M cRobb dan Farmer (2006, p329), terjemahan penulis, menuliskan
bahwa
sequence
mengidentifikasikan rincian
diagram
membantu
seorang
analis
dari kegiatan yang dibutuhkan untuk
menjalankan fungsi dari sebuah use case. Tidak ada suatu sequence diagram yang benar untuk use case tertentu, melainkan ada sejumlah kemungkinan sequence diagram yang masing-masing diagram tersebut dapat lebih atau kurang memenuhi dari use case.
43 2.7.4.2 Function M enurut M athiassen (2000, p138) “Function: A facility for making a model useful for actors.” Yang berarti function adalah suatu fasilitas untuk membuat suatu model yang berguna untuk actors. Function memfokuskan pada bagaimana cara sebuah sistem dapat membantu aktor dalam melaksanakan pekerjaan mereka. Function memiliki empat tipe berbeda yaitu: a. Update, fungsi ini disebabkan oleh event problem domain dan menghasilkan perubahan dalam state atau keadaan dari model tersebut. b. Signal, fungsi ini disebabkan oleh perubahan keadaan atau state dari model yang dapat menghasilkan reaksi pada konteks. c. Read, fungsi ini disebabkan oleh kebutuhan informasi dalam pekerjaan aktor
dan
mengakibatkan
sistem
menampilkan
bagian
yang
berhubungan dengan informasi dalam model. d. Compute, fungsi ini disebabkan oleh kebutuhan informasi dalam pekerjaan aktor dan berisi perhitungan yang melibatkan informasi yang disebabkan oleh aktor atau model, hasil dari fungsi ini adalah tampilan dari hasil komputasi. Tujuan
dari
kegiatan
function
adalah
untuk
menentukan
kemampuan sistem memproses informasi. Hasil dari kegiatan ini adalah sebuah daftar function-function yang kompleks. Daftar function harus lengkap, menyatakan kebutuhan kolektif dari pelanggan, dan aktor serta harus konsisten dengan use case.
44 2.7.4.3 User Interface M athiassen (2000, p151) menuliskan “Interfaces: Facilities that make a system’s model and function available to actors”. Yang berarti nterface adalah fasilitas yang membuat suatu model dan fungsi yang dapat dipakai oleh pengguna. Interface menghubungkan sistem dengan semua aktor yang berhubungan dalam konteks. Kualitas user interface ditentukan oleh kegunaan atau usability interface tersebut bagi user. Hasil dari kegiatan ini adalah sebuah deskripsi elemen-elemen user interface dan elemen-elemen sistem interface yang lengkap, dimana kelengkapan
menunjukkan
pemenuhan
kebutuhan
user.
Hasil ini
dilengkapi dengan sebuah diagram navigasi yang menyediakan sebuah ringkasan dari elemen-elemen user interface dan perubahan antara elemenelemen tersebut. 2.7.5
Architecture Design M enurut M athiassen (2000, p173), tujuan dari architecture design adalah
untuk menstrukturkan sebuah sistem yang terkomputerisasi. Aktivitas yang dilakukan dalam architecture design seperti yang diilustrasikan pada Gambar 2.7 dibawah ini.
45
Ana lysis document Component architect ure Crit eria
Process archit ecture
Architect ural specific ation
Gambar 2.7 Aktifitas pada architectural design Sumber: Mathiassen (2000, p176)
2.7.5.1 Criteria M enurut M athiassen (2000, p178), tujuan dari sebuah criteria adalah untuk mempersiapkan prioritas dari sebuah perancangan. Sebuah perancangan yang baik harus memperhatikan criteria-criteria seperti terlihat pada tabel 2.6 berikut ini:
46 Tabel 2.6 Kriteria umum Criterion Usable
Ukuran dari Kemampuan sistem untuk menyesuaikan diri dengan konteks, organisasi yang berhubungan dengan pekerjaan dan teknis.
Secure
Ukuran keam anan sistem dalam menghadapi akses yang tidak terotorisasi terhadap dat a dan fasilitas.
Efficient
Eksploitasi ekonomis terhadap fasilitas platform teknis.
Correct
Pemenuhan dari kebutuhan.
Reliable
Pemenuhan ketepatan yang dibutuhkan untuk melaksanakan fungsi.
Maintainable
Biaya untuk menemukan dan memperbaiki kerusakan.
Testable
Biaya untuk memastikan bahwa sistem yang dibentuk dapat melaksanakan fungsi yang dibentuk.
Flexible
Biaya untuk mengubah sistem yang dibentuk.
Comprehensible
Usaha yang diperlukan untuk mendapatkan pemahaman terhadap sistem.
Reusable
Kemungkinan untuk menggunakan bagian sistem pada sistem lain yang berhubungan.
Portable
Biaya untuk memindahkan sistem ke platform teknis yang berbeda.
Interoperable
Biaya untuk menggabungkan sistem ke sistem yang lain. Sumber: Mathiassen (2000, p178)
Tidak ada ukuran dan cara-cara yang pasti untuk menghasilkan suatu desain yang baik. M enurut M athiassen (2000, p186), sebuah desain yang baik memiliki tiga ciri-ciri yaitu : 1) Tidak memiliki kelemahan Syarat ini menyebabkan adanya pendekatan pada evaluasi dari kualitas berdasarkan review atau eksperimen dan membantu dalam menentukan prioritas dari kriteria yang akan mengatur dalam kegiatan desain. 2) M enyeimbangkan beberapa kriteria Konflik sering terjadi antar kriteria, oleh sebab itu untuk menentukan kriteria mana yang akan diutamakan dan bagaimana cara untuk menyeimbangkannya dengan kriteria-kriteria yang lain bergantung pada situasi sistem tertentu.
47 3) Usable, flexible, dan comprehensible Kriteria-kriteria ini bersifat universal dan digunakan pada hampir setiap proyek pengembangan sistem. 2.7.5.2 Component Architecture M athiassen (2000, p190), mengutarakan pendapatnya bahwa “Component architecture:
A system
structure of interconnected
components”. Yang berarti arsitektur komponen adalah suatu struktur sistem dari komponen-komponen yang saling berhubungan. Beberapa pola umum dalam desain
komponen
arsitektur
(M athiassen (2000, p193-197)): 1. Arsitektur layered M erupakan bentuk yang paling umum dalam software. Contoh dari pola ini adalah model OSI yang sudah menjadi ISO untuk model jaringan. 2. Arsitektur generic Pola ini digunakan untuk merinci sistem dasar yang terdiri dari antar muka, function, dan komponen-komponen model. 3. Arsitektur client-server Pola ini awalnya dikembangkan untuk mengatasi masalah distribusi sistem di antara beberapa prosesor yang tersebar secara geografis. Komponen pada arsitektur ini adalah sebuah server dan beberapa client. Tanggung jawab daripada server adalah untuk menyediakan database dan resource yang dapat disebarkan kepada client melalui
48 jaringan.
Sementara
client
memiliki
tanggung
jawab
untuk
menyediakan antarmuka lokal untuk setiap penggunanya. Berikut adalah tabel 2.7 yang berisi beberapa jenis distribusi dalam arsitektur client-server dimana U (user), F (function), dan M (model).
49 Tabel 2.7 Jenis Arsitektur client-server Client
Server
Architecture
U
U+F+M
Distributed presentation
U
F+M
Local presentation
U+F
F+M
Distributed functionality
U+F
M
Centralized data
U+F+M
M
Distributed data Sumber: Mathiassen (2000, p200)
2.7.5.3 Process Architecture Definisi process architecture menurut M athiassen (2000, p209), “A system execution structure composed of interdependent process”. Yang berarti bahwa arsitektur proses adalah struktur eksekusi sistem dari prosesproses yang saling bergantung. Untuk menjalankan sebuah sistem dibutuhkan processor, sedangkan external device adalah processor khusus yang tidak dapat menjalankan program. 2.7.6
Component Design Tujuan dari component design adalah untuk menentukan kebutuhan di
dalam kerangka arsitektur. Component design diilustrasikan pada gambar 2.8 dibawah ini.
50 Architecture specifications Design of components
Design of component connections
Component specification
Gambar 2.8 Component Design Sumber: Mathiassen (2000, p232)
2.7.6.1 Model Component M athiassen (2000, p236) menuliskan “Model component: A part of a system that implements the problem-domain”. Yang berarti model component adalah suatu bagian dari sistem yang mengimplementasikan problem domain. Tujuan dari komponen model adalah untuk mengirimkan data sekarang dan historis ke function, interface dan pengguna dan sistem yang lain. Konsep utama dalam desain komponen model adalah struktur. Hasil dari kegiatan komponen model adalah revisi dari class diagram dari kegiatan analisis. Kegiatan revisi biasanya terdiri dari kegiatan menambahkan kelas, atribut dan atau struktur baru yang mewakili event. Untuk private event (event yang hanya melibatkan satu objek problem-domain) yang terjadi secara berulang, maka event-event tersebut direpresentasikan sebagai class baru; dihubungkan agregasi dengan class asal. Integrasikan atribut-atribut event dalam class baru tersebut.
51 2.7.6.2 Function Component M enurut M athiassen (2000, p252), “Function component: A part of system that implements functional requirements.” Yang berarti komponen function adalah bagian dari sistem yang mengimplementasikan kebutuhankebutuhan fungsional. Tujuan dari komponen function adalah untuk memberikan akses bagi user interface dan komponen sistem lainnya ke model, oleh karena itu komponen function adalah penghubung antara model dan usage. Hasil dari kegiatan ini adalah class diagram untuk komponen function dan perpanjangan dari class diagram komponen model. Berikut adalah sub kegiatan dalam perancangan komponen function dapat dilihat pada Gambar 2.9 dibawah ini: Function list, class diagram,and component specification.
Model-component specification Design functions as operations
Explore patterns
Specify complex operations
Function-component specification
Gambar 2.9 Sub activities in function-component design Sumber: Mathiassen (2000, p252)
52 Sub kegiatan ini menghasilkan kumpulan operasi yang dapat mengimplementasikan fungsi sistem seperti yang ditentukan dalam analysis problem domain dan function list. 1. M erancang function sebagai operation. 2. M enelusuri pola yang dapat membantu dalam mengimplementasi function sebagai operation. 3. Spesifikasikan operasi yang kompleks.
2.8
Pengertian Basis Data M enurut Connolly dan Begg (2002, p14) mendefinisikan basisdata sebagai sekumpulan data yang memiliki relasi yang terhubung secara logis yang digunakan secara bersama, dan sebuah penjelasan dari data ini, dirancang untuk memenuhi informasi yang dibutuhkan suatu perusahaan. M cLeod dan Schell (2004, p130) mengatakan basisdata adalah kumpulan file. Definisi umum dari basisdata itu sendiri adalah kumpulan dari semua data berbasis komputer dari sebuah perusahaan. Sedangkan pengertian khusus dari basisdata adalah kumpulan data di bawah kontrol software DBM S software.