BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1
Kajian Pustaka
2.1.1 Pengertian Service Secara sederhana, istilah service bisa di artikan sebagai “melakukan sesuatu bagi orang lain”. Akan tetapi, tidaklah mudah mencari padanan kata dalam bahasa Indonesia yang pas untuk istilah tersebut. Setidaknya ada tiga kata yang bisa mengacu pada istilah tersebut, yakni jasa, layanan, dan servis. Sebagai jasa, service umumnya mencerminkan produk tidak berwujud fisik (intangibles) atau sektor industri spesifik, seperti pendidikan, kesehatan, telekomunikasi, transportasi, asuransi, perbankan, perhotelan, kontruksi, perdagangan, rekreasi, dan seterusnya. Sebagai layanan, istilah service menyiratkan segala sesuatu yang dilakukan pihak tertentu (individu maupun kelompok). Menurut beberapa ahli mengatakan bahwa service adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan satu pihak kepada pihak lain, yang bersifat tidak berwujud (intangibles) dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun. Produksinya dapat dikaitkan atau tidak dapat dikaitkan dengan produk fisik itulah yang dikatakan oleh Kotler and Keller (2006, p372). Menurut Lovelock (2004), jasa dapat di definisikan sebagai berikut : • Tindakan atau perbuatan yang ditawarkan satu kelompok kepada kelompok lain. • Aktivitas ekonomi yang menciptakan nilai serta menyediakan manfaat bagi pelanggan pada waktu dan tempat tertentu. 9
10 • Sesuatu yang dapat dibeli dan dijual. Menurut Lovelock, Zeithaml dan Bitner (2003) mengatakan bahwa : “Jasa meliputi seluruh aktivitas ekonomi dengan output selain produk fisik atau konstruksi, yang dikonsumsi dan diproduksi pada saat bersamaan, serta menyediakan nilai tambah (dalam bentuk kenyamanan, hiburan, ketepatan waktu, kesenangan, atau kesehatan) yang tidak berwujud bagi pembelinya”. Dari berbagai definisi jasa yang telah dikemukakan, kita dapat menyimpulkan bahwa jasa adalah aktivitas yang dilakukan seseorang atau organisasi untuk memberikan manfaat bagi pelanggan. Service merupakan suatu tindakan atau perbuatan yang sering kali melibatkan hal-hal yang berwujud. Akan tetapi, pada dasarnya jasa tidak berwujud.
2.1.2 Pengertian Quality Jika kita meminta 10 orang mendefinisikan kualitas, mungkin akan didapatkan 10 definisi. Menurut Garvin (1984) dalam buku Tjiptono (2012, p144) setidaknya ada lima pengertian perspektif tentang kualitas yang berkembang saat ini : a. Transcendental Approach Dalam perspektif ini, kualitas dipandang sebagai innate excellence, yaitu sesuatu yang secara intuitif bisa dipahami, namun nyaris tidak mungkin dikomunikasikan. Perspektif ini menegaskan bahwa orang hanya bisa belajar memahami kualitas melalui pengalaman yang didapatkan dari eksposur berulang kali (repeated exposure). Sudut pandang semacam ini biasanya diterapkan dalam dunia seni, misalnya seni musik, seni drama, seni lukis, seni tari, dan seni rupa. Orang awam kadang kala sulit memahami kualitas sebuah lukisan, puisi, lagu, atau film yang dipuji oleh para kritikus dan pengamat
11 seni. Demikian pula halnya, tidak sedikit penonton malam penganugerahan Ratu kecantikan dunia atau piala Oscar yang kebingungan memahami pilihan para juri terhadap mereka yang dinyatakan sebagai pemenang. b. Product Based Approach Perspektif ini mengasumsikan bahwa kualitas merupakan karakteristik komponen atau atribut objektif yang dapat dikuantitatifkan karakteristik, komponen atau atribut objektif yang dapat dikuantitatifkan dan dapat diukur. Perbedaan dalam hal kualitas mencerminkan perbedaan dalam jumlah beberapa unsur atau atribut yang dimiliki produk. Semakin banyak atribut yang dimiliki sebuah produk atau merek semakin berkualitas produk tersebut. Contoh atribut spesifik untuk sebuah laptop, misalnya spesifikasi prosessor, kapasitas memori, RAM, harddisk, harga, webcam, berat laptop, warna, dan lain-lain. Karena perspektif ini sangat obyektif maka kelemahannya adalah tidak bisa menjelaskan perbedaan dalam selera, kebutuhan, dan preferensi individual. c. User Based Approach Perspektif ini mengasumsikan bahwa kualitas tergantung pada orang yang menilainya (eyes of the beholder), sehingga produk yang paling memuaskan preferensi seseorang (maximum satisfaction) merupakan produk yang berkualitas paling tinggi. Perspektif yang bersifat subjektif dan demand oriented ini juga yang menyatakan bahwa setiap pelanggan memiliki kebutuhan dan keinginan masing masing yang berbeda satu sama lain, sehingga kualitas bagi seseorang adalah sama dengan kepuasan maksimum yang dirasakannya. Akan tetapi, produk yang dinilai berkualitas baik oleh individu tertentu belum tentu dinilai sama oleh orang lain. Contoh paling
12 sederhana, masakan atau makanan manis, asin, pedas, dan bersantan memiliki penggemarnya masing-masing. Gudeg, emping manis, dan kecap manis sangat popular di Yogyakarta, namun di Kalimantan Timur tidak terlalu digemari. Kalau kita makan di warung soto di Yogyakarta maka kecap manis pasti tersedia di setiap meja, namun jika ke Samarinda justru kecap asin yang tersedia di meja makan. d. Manufacturing Based Approach Perspektif ini bersifat supply based dan lebih berfokus pada praktikpraktik perekayasaan dan pemanufakturan, serta mendefinisikan kualitas sebagai kesesuaian atau kecocokan dengan persyaratan conformance to requirement. Dalam konteks bisnis jasa kualitas berdasarkan perspektif ini cenderung bersifat produksi dan operasi yang disusun secara internal, yang seringkali dipicu oleh keinginan untuk meningkatkan produktivitas dan menekan biaya. Jadi, yang menentukan kualitas adalah standar-standar yang ditetapkan perusahaan, bukan konsumen yang membeli dan menggunakan produk atau jasa. e. Value Based Approach Perspektif ini memandang kualitas dari aspek nilai dan harga. Dengan mempertimbangkan trade-off antara kinerja dan harga, kualitas didefinisikan sebagai affordable excellence, yakni tingkat kinerja terbaik atau yang sepadan dengan harga yang dibayarkan. Kualitas dalam perspektif ini bersifat relative sehingga produk yang memiliki kualitas paling tinggi belum tentu produk yang paling bernilai. Akan tetapi yang paling bernilai adalah barang atau jasa yang paling tepat dibeli (best buy).
13 Kualitas apabila dikelola dengan tepat, berkontribusi positif terhadap terwujudnya kepuasan dan loyalitas pelanggan. Kualitas memberikan nilai plus berupa motivasi khusus bagi para pelanggan untuk menjalin ikatan relasi saling menguntungkan dalam jangka panjang dengan perusahaan. Ikatan emosional semacam ini memungkinkan perusahaan untuk memahami dengan seksama harapan dan kebutuhan spesifik pelanggan. Pada gilirannya, perusahaan dapat meningkatkan kepuasan pelanggan dimana perusahaan memaksimumkan pengalaman pelanggan yang menyenangkan dan meminimumkan atau meniadakan pengalaman pelanggan yang kurang menyenangkan. Selanjutnya kepuasan pelanggan berdampak pada terciptanya rintangan beralih (switching barriers), biaya beralih (switching cost), dan loyalitas pelanggan.
2.1.3 Pengertian Service Quality Menurut
Rangkuti
(2006:28) Service
Quality didefinisikan
sebagai
penyampaian jasa yang akan melebihi tingkat kepentingan pelanggan. Kemudian menurut Fandy Tjiptono (2012,p.153) pada dasarnya definisi kualitas pelayanan adalah upaya untuk mengimbangi harapan pelanggan. Jika jasa yang diterima melampaui harapan pelanggan, maka kualitas pelayanan dipersepsikan sebagai kualitas yang ideal. Sebaliknya jika jasa yang diterima lebih rendah dari pada yang di harapkan, maka kualitas jasa dipersepsikan buruk. Menurut Zeithaml dan Berry (1990), service quality dibangun atas adanya perbandingan dua faktor utama, yaitu persepsi pelanggan atas layanan nyata yang mereka terima (perceived service) dengan layanan yang sesungguhnya yang diharapkan atau diinginkan (expected service).
14 Jika kenyataannya lebih dari yang diharapkan, maka layanan dapat dikatakan bermutu, sedangkan jika kenyataan kurang dari yang diharapkan maka layanan dikatakan tidak bermutu. Apabila kenyataan sama dengan harapan maka layanan tersebut memuaskan. Dengan demikian service quality dapat didefinisikan sebagai seberapa jauh perbedaan antara kenyataan dan harapan pelanggan atas pelayanan yang mereka terima.
2.1.4 Pengukuran Kualitas jasa Menurut Parasuraman, Zeithaml, dan Berry yang dikutip pada buku Tjiptono (2012,p173) ada 5 dimensi yang dapat digunakan dalam mengukur service kualiti yaitu : a. Reliabilitas (Realibility) Berkaitan dengan kemampuan perusahaan untuk menyampaikan layanan yang dijanjikan secara akurat sejak pertama kali. Sebagai contoh, sebuah perusahaan barangkali memilih konsultan semata-mata berdasarkan reputasi. Apabila konsultan tersebut mampu memberikan apa yang diinginkan klien, klien tersebut bakal puas dan membayar fee konsultasi. Namun, bila konsultan tersebut gagal mewujudkan apa yang diharapkan klien, fee konsultasi tidak akan di bayar penuh. b. Daya Tanggap (Responsiveness) Berkenaan dengan kesediaan dan kemampuan penyedia layanan untuk membantu para pelanggan dan merespon permintaan mereka dengan segera.
15 c. Jaminan (Assurance) Berkenaan dengan pengetahuan dan kesopanan karyawan serta kemampuan mereka dalam menumbuhkan rasa percaya dan keyakinan pelanggan. d. Empati (Empathy) Perusahaan memahami masalah para pelanggannya dan bertindak demi kepentingan pelanggan, serta memberikan perhatian personal kepada para pelanggan dan memiliki jam operasi yang nyaman. e. Bukti fisik (Tangibles) Berkenaan dengan penampilan fisik fasilitas layanan, peralatan atau perlengkapan, sumber daya manusia, dan materi komunikasi perusahaan. Kolam renang yang kotor dan keruh bakal dinilai jelek oleh pelanggan. Dalam perusahaan bimbel dilihat dari ruangannya, fasilitas bangku, meja, papan tulis dan lain-lain. Didalam jurnalnya A.Parasuraman, Valarie A. Zeithaml (1988) yang berjudul Servqual : A multiple-item scale for measuring consumer perception of service quality, menyatakan bahwa dari 10 dimensi meringkas menjadi 5 dimensi dengan total 22 indikatornya seperti pada tabel :
16 Tabel 2.1.4 Dimensi dan indicator Service Quality Reliability
-Memberikan layanan seperti yang dijanjikan. -Kehandalan dalam menangani masalah layanan pelanggan. -Melakukan layanan yang tepat terlebih dahulu. -Memberikan layanan pada waktu yang dijanjikan.
Responsiveness
-Menjaga pelanggan tetap terinformasi tentang kapan layanan akan dilakukan. -Segera melayani pelanggan. -Kesediaan untuk membantu pelanggan. -Kesiapan untuk menanggapi permintaan pelanggan. -Kecakapan pegawai untuk menyelesaikan masalah.
Assurance
-Karyawan yang menanamkan kepercayaan pelanggan. -Membuat pelanggan merasa aman dalam transaksi. -Karyawan yang secara konsisten sopan.
Empathy
-Karyawan yang memiliki pengetahuan untuk menjawab pertanyaan pelanggan. -Memberikan perhatian kepada pelanggan secara individu. -Karyawan yang peduli dengan pelanggan. -Memiliki kepentingan pelanggan terbaik di hati. -Karyawan yang memahami kebutuhan pelanggan mereka. -Business hours yang nyaman dengan pelanggan.
Tangibles
-Peralatan modern. -Penampilan fasilitas yang menarik. -Karyawan yang memiliki penampilan rapi, professional. -Materi-materi yang berkaitan dengan bimbel berdaya tarik visual.
17 2.2
Penelitian Terdahulu
Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu No
Penulis / Tahun
1
A. Parasuraman, valarie A. Zeithaml(1985)
2
3
4
A.Parasuraman, valarie A. Zeithaml(1988)
Judul A conceptual model of service quality and its implications for future research Servqual : A multiple-item scale for measuring consumer perception of service quality
Krisana Kitchroen(2004)
Service Quality in Educational Institutions
Otavio jose de oliveira(2009)
Adaptation and application of the servqual scale in higher education
5
Jeh-Nan pan and Tzu chun kuo(2010)
6
.N Krishna Naik, Swapna Bhargavi, Gantasala V. Prabhakar(2010)
Developing a new key performance index for measuring service quality
Servqual and its effect on customer satisfaction in retailing
Hasil Penelitian Menjelaskan servqual, menyimpulkan 10 sub variable dari servqual. Mengubah dari 10 sub variabel menjadi 5 variabel dengan 22 indikator. Kualitas output tergantung pada kualitas input dan kontrol kualitas saat proses oleh lembaga pendidikan tersebut. Terjadi indikasi persepsi di bawah expektasi, yang menyebabkan unsatisfactory result di antara siswa. Pendekatan baru ini memungkinkan manajer untuk mengevaluasi relative pentingnya nilai new KPI (key performance index) yang ada sebagai alat ukur service quality. Customer memiliki harapan tertinggi pada ketepatan pelayanan,
Sumber Journal of marketing
Journal of retailing
ABAC Journal
UNESP-sao Paulo state university
Journal of retailing. 1988
European Journal of social sciences
18 akurasi, transaksi, masalah keamanan, dan Empathy.
7
Rizwan Ahmed(2011)
Assessing the service quality of some selected hospital in Karachi based on the servqual model
8
Sri N. Chandra Sekhar(2011)
Enhancing the Quality of Engineering Education Institutions Through Gap Analysis
9
Ranjani jain, Gautam, Sangeeta (2011)
Conceptualizing service quality in higher education
2.3
Servqual pada hospital terdiri dari 3 dimensi, berbeda model servqual original.
Pakistan Business review. July.2011
Faktor analisis yang terbentuk pada engineering education International Institution ada 5, Quality namun yang baru Conference.may ada 2 yaitu : 20th 2011. Profesianalism, dan the integrated education. Dibutuhkan peningkatan pada Asian Journal qualitas sebagai on Quality. kunci strategi Emerald (2011). organisasi.
Kerangka Pemikiran
Berdasarkan teori yang sudah dijabarkan di atas akan digunakan penelitian dengan model kerangka pemikiran sebagai berikut :
Sony Sugema College Pakubuwono
Service Quality
Persaingan industri pendidikan(bimbel)
Analisis faktorfaktor penentu
Gambar 2.3.1 Kerangka Pemikiran
19
Gambar 2.3.2 Kerangka Pemikiran