BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1.
Bank Syariah Pengertian bank syariah dikutip dari Rahman El Junusi (2009: 2), lembaga
keuangan yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam, artinya Bank yang dalam beroperasinya mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam khususnya menyangkut tata cara bermuamalat secara Islam. Prinsip utama lembaga keuangan syariah adalah bebas bunga yang tercermin dalam produk-produk yang dihasilkannya. Produk-produk tersebut antara lain: 1. Al-wadi’ah (Simpanan) Al-Wadi’ah atau dikenal dengan nama titipan atau simpanan, merupakan titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik perorangan maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikain kapan saja bila si penitip menghendaki. 2. Pembiayaan dengan bagi hasil a. Al-musyarakah Al-musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk melakukan usaha tertentu. Masing-masing pihak memberikan dana atau amal dengan kesepakatan bahwa keuntungan atau resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
Universitas Sumatera Utara
b. AI-mudharabah Al-mudharabah adalah akad kerja sama antara dua pihak, di mana pihak pertama menyediakan seluruh modal dan pihak lain menjadi pengelola. Keuntungan dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak. Apabila rugi maka akan ditanggung pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat dari kelalaian si pengelola. Apabila kerugian diakibatkan kelalaian pengelola, maka si pengelolalah yang bertanggung jawab. c.
Al-muzara'ah Al-muzara'ah adalah kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dengan penggarap. Pemilik lahan menyediakan lahan kepada penggarap untuk ditanami produk pertanian dengan imbalan bagian tertentu dari hasil panen. Dalam dunia perbankan kasus ini diaplikasikan untuk pembiayaan bidang plantation atas dasar bagi hasil panen.
d.
Al-musaqah Al-musaqah merupakan bagian dari al-muza'arah yaitu penggarap hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan dengan menggunakan dana dan peralatan mereka sendiri. Imbalan tetap diperoleh dari persentase hasil panen pertanian. Jadi tetap dalam konteks adalah kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dengan penggarap.
Universitas Sumatera Utara
3. Bai'al Murabahah Bai'al-Murabahah merupakan kegiatan jual beli pada harga pokok dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam hal ini penjual harus terlebih dulu memberitahukan harga pokok yang ia beli ditambah keuntungan yang diinginkannya. 4. Bai'as-salam Bai'as-salam artinya pembelian barang yang diserahkan kemudian hari, sedangkan pembayaran dilakukan di muka. Prinsip yang harus dianut adalah harus diketahui terlebih dulu jenis, kualitas dan jumlah barang dan hukum awal pembayaran harus dalam bentuk uang. 5. Bai'Al istishna' Bai' Al istishna' merupakan bentuk khusus dari akad Bai'assalam, oleh karena itu ketentuan dalam Bai` Al istishna' mengikuti ketentuan dan aturan Bai'as-salam. Pengertian Bai' Al istishna' adalah kontrak penjualan antara pembeli dengan produsen (pembuat barang). Kedua belah pihak harus saling menyetujui atau sepakat lebih dulu tentang harga dan sistem pembayaran. Kesepakatan harga dapat dilakukan tawar-menawar dan sistem pembayaran dapat dilakukan di muka atau secara angsuran per bulan atau di belakang. 6. Al-Ijarah (Leasing) Al-Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan
Universitas Sumatera Utara
kepemilikan atas barang itu sendiri. Dalam praktiknya kegiatan ini dilakukan oleh perusahaan leasing, baik untuk kegiatan operating lease maupun financial lease. 7. Al-Wakalah (Amanat) Wakalah atau wakilah artinya penyerahan atau pendelegasian atau pemberian mandat dari satu pihak kepada pihak lain. Mandat ini harus dilakukan sesuai dengan yang telah disepakati oleh si pemberi mandat. 8. Al-Kafalah (Garansi) Al-Kafalah merupakan jaminan yang diberikan penanggung kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung. Dapat pula diartikan sebagai pengalihan tanggung jawab dari satu pihak kepada pihak lain. Dalam dunia perbankan dapat dilakukan dalam hal pembiayaan dengan jaminan seseorang. 9. Al-Hawalah Al-Hawalah merupakan pengalihan utang dari orang yang berutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya. Atau dengan kata lain pemindahan beban utang dari satu pihak kepada lain pihak. Dalam dunia keuangan atau perbankan dikenal dengan kegiatan piutang atau factoring. 10. Ar-Rahn Ar-Rahn merupakan kegiatan menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Kegiatan seperti ini dilakukan seperti jaminan utang atau gadai.
Universitas Sumatera Utara
Dikutip dari Rahman El Junusi (2009: 2), atribut-atribut produk Islam dari Bank Syariah dalam penelitian yang dijadikan ukuran adalah: 7. Menghindari unsur riba 8. Hasil investasi dibagi menurut bagi hasil (al mudharabah) 9. Menghindari unsur ketidak pastian (gharar) 10. Menghindari unsur gambling/judi (maisir) 11. Melakukan investasi yang halal 12. Melakukan aktivitas sesuai dengan syariah.
2.2.
Kualitas Jasa Menurut Wyckof (lovelock, 1988) dikutip dari (Muluk 2008: 23), kualitas jasa
adalah tingkat kesempurnaan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat kesempurnaan tersebut guna memenuhi keinginan konsumen. Sedangkan menurut Parasuraman, et al. (1988) dikutip dari (Muluk 2008: 23) kualitas jasa merupakan perbandingan antara jasa yang dirasakan (persepsi) konsumen dengan kualitas jasa yang diharapkan konsumen. Jika kualitas layanan yang dirasakan sama atau melebihi kualitas layanan yang diharapkan, layanan dikatakan berkualitas dan memuaskan. Gronroos (1990) dikutip dari (Muluk 2008: 23) menyatakan bahwa kualitas jasa terdiri atas tiga komponen utama, yaitu: 1. Kualitas Fungsi 2. Kualitas Teknis 3. Reputasi perusahaan
Universitas Sumatera Utara
2.2.1. Harapan konsumen terhadap kualitas jasa Harapan konsumen terhadap layanan merupakan keinginan atau permintaan ideal konsumen terhadap layanan yang akan diberikan oleh penyedia layanan. Harapan konsumen harus menjadi acuan bagi penyedia layanan untuk mendesain, menghasilkan dan menyampaikan layanan kepada konsumen (Muluk, 2008: 23). Perceived Service Quality dapat dilihat pada Gambar 2.1. Harapan konsumen pada dasarnya dipengaruhi oleh faktor berikut ini: 1. Komunikasi antara mulut ke mulut (word of mouth) 2. Kebutuhan individu konsumen (personal needs) 3. Pengalaman yang dirasakan pada masa lalu (past experience).
Sumber : Muluk, 2008: 23 Gambar 2.1. Perceived Service Quality 2.2.2. Persepsi pelanggan Menurut Kotler (1994) dikutip dari (Muluk 2008: 23), kualitas harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir pada persepsi pelanggan. Hal ini berarti bahwa citra kualitas yang baik bukanlah berdasarkan sudut pandang atau persepsi
Universitas Sumatera Utara
pihak penyedia jasa, melainkan berdasarkan sudut pandang atau persepsi pelanggan. Pelangganlah yang mengkonsumsi dan menikmati jasa perusahaan sehingga merekalah yang seharusnya menentukan kualitas jasa. Persepsi pelanggan terhadap kualitas jasa merupakan penilaian menyeluruh atas keunggulan suatu jasa. Menurut Muluk (2008: 23), faktor-faktor yang berpengaruh terhadap persepsi pelanggan atas suatu jasa adalah: 1. Cara penyampaian jasa (service encounters) 2. Bukti pelayanan (evidence of service) 3. Citra perusahaan (image) 4. Harga (price) Perceived service quality dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Sumber : Muluk, 2008: 23 Gambar 2.2. Faktor yang Mempengaruhi Persepsi Pelanggan terhadap Industri Jasa
Universitas Sumatera Utara
2.3.
Metode SERVQUAL Metode pengukuran kualitas layanan yang banyak digunakan secara luas
adalah metode SERVQUAL. SERVQUAL berasal dari kata service quality yang artinya kualitas layanan. Metode SERVQUAL didasarkan pada Gap Model yang dikembangkan oleh Parasuraman, et al. (1988, 1991, 1993, 1994) dikutip dari Muluk (2008: 23). Kualitas layanan merupakan selisih antara layanan yang dirasakan atau dipersepsikan oleh konsumen (persepsi) dengan layanan ideal yang diinginkan atau diminta oleh konsumen (harapan). Metode SERVQUAL dibangun atas adanya perbandingan dua faktor utama yaitu persepsi pelanggan atas layanan yang nyata mereka terima (perceived service) dengan layanan yang sesungguhnya diharapkan oleh pelanggan (expected service). Selisih antara persepsi dengan harapan disebut dengan “gap” atau kesenjangan kualitas layanan. Menurut Muluk (2008: 24), berdasarkan gaps model of service quality, ketidaksesuaian muncul dari lima macam kesenjangan yang dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu: 1. Satu kesenjangan (gaps), yaitu kesenjangan kelima yang bersumber dari sisi penerima pelayanan (pelanggan). 2. Empat macam kesenjangan yaitu kesenjangan pertama sampai dengan keempat bersumber dari penyedia jasa (manajemen).
Universitas Sumatera Utara
Menurut Purnama (2006) dalam Muluk (2008: 23), berikut ini lima kesenjangan kualitas layanan yang memberikan dampak terhadap kualitas pelayanan, serta dapat mengurangi kualitas pelayanan yaitu sebagai berikut: 1. Gap 1: Kesenjangan antara harapan pelanggan dan persepsi manajemen Gap ini menunjukkan perbedaan antara harapan pengguna jasa dengan persepsi manajemen mengenai harapan pengguna jasa. Hal ini disebabkan oleh kesalahan manajemen dalam memahami harapan konsumen. Misalnya sebuah bank memberikan layanan dengan tempat yang nyaman dan peralatan yang canggih, namun ternyata nasabah berharap mendapatkan layanan dengan persyaratan yang mudah dan cepat. 2. Gap 2: Kesenjangan antara persepsi dari pihak penyedia jasa terhadap harapan pelanggan dan spesifikasi kualitas pelayanan Gap ini menunjukkan perbedaan antara persepsi manajemen mengenai harapan pengguna jasa dengan spesifikasi pelayanan. Misalnya petugas teller bank diinstruksikan melayani nasabah dengan cepat, namun tidak ada standar waktu pemberian layanan. 3. Gap 3: Kesenjangan antara spesifikasi kualitas pelayanan dan proses pemberian/penyampaian jasa Gap ini menunjukkan perbedaan antara spesifikasi kualitas pelayanan dengan penyampaian pelayanan yang diberikan oleh karyawan (contact personnel).
Kesenjangan
ini
merupakan
ketidaksesuaian
kinerja
pelayanan, karena karyawan tidak mampu atau tidak memiliki keinginan
Universitas Sumatera Utara
untuk menyampaikan jasa menurut tingkat pelayanan yang diinginkan oleh pelanggan. Misalnya petugas teller bank diinstruksikan untuk melayani nasabah dengan cepat, namun di sisi lain juga harus mendengarkan keluhan nasabah, sehingga standar waktu layanan yang telah ditetapkan seringkali harus dilanggar. 4. Gap 4: Kesenjangan antara pelayanan dan komunikasi eksternal kepada pelanggan. Ekspektasi pelanggan mengenai kualitas pelayanan dipengaruhi oleh pernyataan-pernyataan yang dibuat oleh perusahaan melalui komunikasi pemasaran. Kesenjangan ini terjadi akibat adanya ketidaksesuaian antara pelayanan yang dijanjikan dan pelayanan yang disampaikan. Misalnya sebuah bank dengan promosinya menjanjikan layanan kredit yang cepat dengan persyaratan yang mudah, namun dalam kenyataannya para nasabah harus melengkapi beberapa persyaratan yang rumit. 5. Gap 5: Kesenjangan antara persepsi pelanggan dan ekspektasi pelanggan Jika persepsi dan ekspektasi pelanggan mengenai kualitas pelayanan terbukti sama dan bahkan persepsi lebih baik dari ekspektasi maka perusahaan akan mendapat citra dan dampak positif. Sebaliknya, bila kualitas pelayanan yang diterima lebih rendah dari yang diharapkan maka kesenjangan ini akan menimbulkan permasalahan bagi perusahaan. Kesenjangan kualitas dapat ditunjukkan pada Gambar 2.3.
Universitas Sumatera Utara
Sumber: Parasuraman, Berry and Zeithamal (1990) dikutip dari Muluk, 2008: 24 Gambar 2.3. Model Konseptual SERVQUAL
2.3.1. Dimensi kualitas pelayanan Metode SERVQUAL membagi kualitas pelayanan ke dalam lima dimensi kualitas layanan yang dikembangkan oleh Parasuraman et.al, dikutip dari Muluk (2008: 24) yaitu sebagai berikut: 1. Tangibles (bukti langsung) Meliputi penampilan dan performansi dari fasilitas-fasilitas fisik, peralatan, personel, dan material-material komunikasi yang digunakan dalam proses penyampaian layanan.
Universitas Sumatera Utara
2. Reliability (keandalan) Kemampuan pihak penyedia jasa dalam memberikan jasa atau pelayanan secara tepat dan akurat sehingga pelanggan dapat mempercayai dan mengandalkannya. 3. Responsiveness (daya tanggap) Kemauan atau keinginan pihak penyedia jasa untuk segera memberikan bantuan pelayanan yang dibutuhkan dengan tanggap. 4. Assurance (jaminan) Pemahaman dan sikap sopan dari karyawan (contact personnel) dikaitkan dengan kemampuan mereka dalam memberikan keyakinan kepada pelanggan bahwa pihak penyedia jasa mampu memberikan pelayanan dengan sebaik-baiknya. Dimensi assurance terdiri dari empat subdimensi, yaitu: a. Competence Keahlian dan keterampilan yang harus dimiliki penyedia jasa dalam memberikan jasanya kepada pelanggan. b. Credibility Kejujuran dan tanggung jawab pihak penyedia jasa sehingga pelanggan dapat mempercayai pihak penyedia jasa. c. Courtessy Etika kesopanan, rasa hormat, dan keramahan pihak penyedia jasa sehingga pelanggan dapat mempercayai pihak penyedia jasa.
Universitas Sumatera Utara
d. Security Rasa aman, perasaan bebas dari rasa takut serta bebas dari keraguraguan akan jasa pelayanan yang diberikan oleh pihak penyedia jasa kepada pelanggannya. 5. Empathy Pemahaman karyawan terhadap kebutuhan pelanggan serta perhatian yang diberikan oleh karyawan. Dimensi empathy terdiri dari tiga subdimensi, yaitu: a) Access Tingkat kemudahan pihak penyedia jasa untuk dihubungi atau ditemui oleh pelanggan. b) Communication Kemampuan pihak penyedia jasa untuk selalu menginformasikan sesuatu dalam bahasa yang mudah dimengerti oleh pelanggan dan pihak penyedia jasa selalu mau mendengarkan apa yang disampaikan oleh pelanggan. c) Understanding Customer Usaha pihak penyedia jasa untuk mengetahui dan mengenal pelanggan beserta kebutuhan-kebutuhannya. 6. Compliance Menurut Othman dan Owen (2001) dikutip dari Shahril Safie dkk (2004: 4), SERVQUAL telah terbukti merupakan instrumen terpopuler
Universitas Sumatera Utara
untuk mengukur kualitas pelayanan karena kemampuan teknisnya untuk mengukur dan mengatur kualitas pelayanan. Karena bank syariah beroperasi dibawah prinsip dan budaya yang berbeda dengan industri pelayanan yang lainnya, maka perlu ditambahkan satu dimensi lagi yaitu compliance (prinsip syariah) sehingga instrumen kualitas pelayanan di dalam Bank Syariah disebut dengan CARTER. Prinsip-prinsip kualitas CARTER sama dengan prinsip-prinsip pada metode SERVQUAL.
2.4.
Importance and Performance Analysis (IPA) Importance Performance Analysis (IPA) pertama kali diperkenalkan oleh
Martilla dan James (1977) dikutip dari Muluk (2008: 24). IPA adalah suatu rangkaian atribut layanan yang berkaitan dengan layanan khusus dievaluasi berdasarkan tingkat kepentingan masing-masing atribut menurut konsumen dan bagaimana layanan dipersepsikan kinerjanya relatif terhadap masing-masing atribut. Analisis ini digunakan untuk membandingkan antara penilaian konsumen terhadap tingkat kepentingan dari kualitas layanan (importance) dengan tingkat kinerja kualitas layanan (performance). Dimensi kualitas layanan yang dipakai yaitu kualitas layanan yang dikembangkan Parasuraman et. al (Purnama, 2006: 162-164). Rata-rata hasil penilaian keseluruhan konsumen kemudian digambarkan ke dalam Importance-Performance Matrix atau sering disebut Diagram Kartesius, dengan sumbu absis (X) adalah tingkat kinerja dan sumbu ordinat (Y) adalah tingkat kepentingan. Rata-rata tingkat kinerja dipakai sebagai cut-off atau pembatas kinerja
Universitas Sumatera Utara
tinggi dan kinerja rendah, sedangkan rata-rata tingkat kepentingan dipakai sebagai cut-off tingkat kepentingan tinggi dengan tingkat kepentingan rendah. Matriks Importance-Performance atau Diagram Kartesius disajikan seperti Gambar 2.4. High
Kuadran B
Kuadran C
Concentrate Here
Keep up The Good Work
Kuadran A
Kuadran D
Low Priority
Possible Overkill
Low
Performance
High
Sumber: Muluk, 2008: 26 Gambar 2.4. Importance Performance Matrix
Strategi yang dapat dilakukan berkenaan dengan posisi masing-masing variabel pada keempat kuadran tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Kuadran A (low priority) Ini adalah wilayah yang memuat faktor-faktor yang dianggap kurang penting dan pada kenyataannya kinerjanya tidak terlalu istimewa. Peningkatan variabel-variabel yang termasuk dalam kuadran ini dapat dipertimbangkan kembali karena pengaruhnya terhadap manfaat yang dirasakan oleh pelanggan sangat kecil.
Universitas Sumatera Utara
2. Kuadran B (concentrate here) Ini adalah wilayah yang memuat faktor-faktor yang dianggap penting oleh pelanggan, tapi kenyataanya faktor-faktor ini belum sesuai seperti yang pelanggan harapkan (tingkat kepuasan yang diperoleh masih rendah). Variabel-variabel yang masuk kuadran ini harus ditingkatkan. Caranya adalah perusahaan melakukan perbaikan secara terus menerus sehingga performance variabel yang ada dalam kuadran ini akan meningkat. 3. Kuadran C (keep up the good work) Ini adalah wilayah yang memuat faktor–faktor yang dianggap penting oleh pelanggan dan faktor-faktor yang dianggap oleh pelanggan sudah sesuai dengan yang dirasakannya sehingga tingkat kepuasannya relatif lebih tinggi. Variabel-variabel yang masuk kuadran ini harus tetap dipertahankan karena semua variabel ini menjadikan produk/jasa tersebut unggul di mata pelanggan. 4. Kuadran D (possible overkill) Ini adalah wilayah yang memuat faktor-faktor yang dianggap kurang penting oleh pelanggan dan dirasakan terlalu berlebihan. Variabel-variabel yang termasuk dalam kuadran ini dapat dikurangi agar perusahaan dapat menghemat biaya.
Universitas Sumatera Utara
2.5. Pengendalian Kualitas Six Sigma Motorola (Motorola`s Six Sigma Quality Control) Six Sigma Motorola merupakan suatu metode atau teknik pengendalian dan peningkatan kualitas dramatik yang diterapkan oleh perusahaan Motorola sejak tahun 1986, yang merupakan terobosan baru dalam bidang manajemen kualitas. Banyak ahli manajemen kualitas menyatakan bahwa metode Six Sigma Motorola dikembangkan dan diterima secara luas oleh dunia industri, karena manajemen industri frustasi terhadap sistem-sistem manajemen kualitas yang ada, yang tidak mampu melakukan peningkatan kualitas secara dramatik menuju tingkat kegagalan nol (zero defect). Banyak sistem manajemen kualitas, seperti: Malcolm Baldrige, ISO 9000 dan lain-lain, hanya menekankan pada upaya peningkatan terus menerus berdasarkan kesadaran mandiri dari manajemen, tanpa memberikan solusi yang ampuh dalam hal terobosan-terobosan yang harus dilakukan untuk meningkatkan kualitas secara dramatik menuju tingkat kegagalan nol. Prinsip-prinsip pengendalian dan peningkatan kualitas Six Sigma Motorola mampu menjawab tantangan ini dan terbukti perusahaan Motorola selama kurang lebih 10 (sepuluh) tahun setelah implementasi konsep Six Sigma telah mampu mencapai tingkat kualitas 3,4 DPMO (defect per million opportunities) atau disebut juga kegagalan per sejuta kesempatan (Gaspersz, 200: 303 - 304) Setelah Motorola memenangi penghargaan The Malcolm Baldrige National Quality Award (MBNQA) pada tahun 1988, rahasia kesuksesan mereka menjadi pengetahuan publik dan sejak saat itu program Six Sigma yang diterapkan Motorola
Universitas Sumatera Utara
menjadi sangat terkenal di Amerika Serikat. Pada saat ini, masih terdapat kerancuan di banyak pihak terutama di kalangan dunia industri, tentang prinsip-prinsip Six Sigma Motorola, yang seolah-olah menafsirkan merupakan pengembangan dari “3sigma statistical quality control”. Memang ide dasar dari prinsip-prinsip Six Sigma diambil dari 3-sigma statistical quality control, tetapi implementasinya sangat berbeda (Gaspersz, 2001: 304). Beberapa keberhasilan Motorola yang patut dicatat dari aplikasi program Six Sigma (Gaspersz, 2001: 304) adalah sebagai berikut: a. Peningkatan produktivitas rata-rata : 12,3% per tahun. b. Penurunan cost of poor quality (COPQ) lebih dari 84%. c. Eliminasi kegagalan dalam proses sekitar 99,7%. d. Penghematan biaya manufakturing lebih dari $11 miliar. e. Peningkatan tingkat pertumbuhan tahunan rata-rata adalah 17% dalam penerimaan, keuntungan dan harga saham Motorola.
2.5.1. Beberapa istilah dalam konsep six sigma motorola Sebelum membahas lebih jauh tentang konsep Six Sigma Motorola, perlu dikemukakan beberapa istilah yang berlaku dalam metode Six Sigma agar untuk selanjutnya dapat mudah dipahami (Gaspersz, 2001: 306-310) yaitu: 1. Black Belt Merupakan pemimpin tim (team leader) yang bertanggung jawab untuk pengukuran, analisis, peningkatan, dan pengendalian proses-proses kunci
Universitas Sumatera Utara
yang
mempengaruhi
kepuasan
pelanggan
dan/atau
pertumbuhan
produktivitas. Black belt adalah orang yang menempati posisi pemimpin penuh waktu (full-time position) dalam proyek Six Sigma. Sebelum menjadi Black Belt, orang ini harus memperoleh pelatihan dari Master Black Belt atau konsultan selama kurang lebih 160 jam pelatihan efektif, ditambah penanganan sebuah proyek Six Sigma yang berjangka waktu empat bulan. 2. Green Belt Serupa dengan Black Belt, kecuali posisinya tidak penuh waktu (not fulltime position) 3. Master Black Belt Guru yang melatih Black Belt, sekaligus merupakan mentor dan/atau konsultan proyek Six Sigma yang sedang ditangani oleh Black Belt. Kriteria pemilihan atau kualifikasi dari seorang Master Black Belt adalah keterampilan analisis kuantitatif yang sangat kuat dan kemampuan mengajar serta memberikan konsultasi tentang manajemen proyek yang berhasil. 4. Champion Dalam struktur Six Sigma, champion merupakan individu yang berada pada manajemen atas (top management) yang memahami Six Sigma dan bertanggung jawab untuk keberhasilan dari Six Sigma itu.
Universitas Sumatera Utara
5. Critical-to-Quality (CTQ) Atribut-atribut yang sangat penting untuk diperhatikan karena berkaitan
langsung
dengan
kebutuhan
dan
kepuasan
pelanggan.
Merupakan elemen dari suatu produk, proses, atau praktek-praktek yang berdampak langsung pada kepuasan pelanggan. 6. Defect Merupakan kegagalan untuk memberikan apa yang diinginkan oleh pelanggan. 7. Defects Per Opprtunity (DPO) Ukuran kegagalan yang dihitung dalam program peningkatan kualitas Six Sigma, yang menunjukkan banyaknya cacat atau kegagalan per satu kesempatan. Dihitung dengan menggunakan formula : DPO = banyaknya cacat atau kegagalan yang ditemukan dibagi dengan (banyaknya unit yang diperiksa dikalikan banyaknya CTQ potensial yang menyebabkan cacat atau kegagalan itu). 8. Defect Per Million Opportunities (DPMO) Ukuran kegagalan dalam program peningkatan kualitas Six Sigma, yang menunjukkan kegagalan per sejuta kesempatan. 9. Process Capability Kemampuan proses untuk memproduksi atau menyerahkan output sesuai dengan ekspektasi dan kebutuhan pelanggan. Process capability merupakan suatu ukuran kinerja kritis yang menunjukkan proses mampu
Universitas Sumatera Utara
menghasilkan sesuai dengan spesifikasi produk yang ditetapkan oleh manajemen berdasarkan kebutuhan dan ekspektasi pelanggan. 10. Variation Merupakan apa yang pelanggan lihat dan rasakan dalam proses transaksi antara pemasok dan pelanggan itu. Semakin kecil variasi akan semakin disukai, karena menunjukkan konsistensi dalam kualitas. 11. Stable Operation Jaminan konsistensi, proses-proses yang dapat diperkirakan dan dikendalikan guna meningkatkan apa yang pelanggan lihat dan rasakan akan meningkatkan ekspektasi dan kebutuhan pelanggan. 12. Design for Six Sigma (DFSS) Suatu desain untuk memenuhi kebutuhan pelanggan dan kemampuan proses (process capability). DFSS merupakan suatu metodologi sistematik yang
menggunakan
peralatan,
pelatihan,
dan
pengukuran
untuk
memungkinkan pemasok mendesain produk dan proses yang memenuhi ekspektasi dan kebutuhan pelanggan. 13. Define, Measure, Analyze, Improve and Control (DMAIC) Merupakan proses untuk peningkatan terus-menerus menuju target Six Sigma.
DMAIC
dilakukan
secara
sistematik,
berdasarkan
ilmu
pengetahuan dan fakta. 14. Six Sigma Suatu visi peningkatan kualitas menuju target 3,4 kegagalan per sejuta.
Universitas Sumatera Utara
2.5.2. Konsep six sigma motorola Pada dasarnya pelanggan akan puas apabila mereka menerima nilai sebagaimana yang mereka harapkan. Apabila produk barang dan jasa diproses pada tingkat kualitas Six Sigma, perusahaan boleh mengharapkan 3,4 kegagalan per sejuta kesempatan (DPMO) atau mengharapkan bahwa 99,99966 persen dari apa yang diharapkan pelanggan akan ada dalam produk itu. DPMO untuk berbagai nilai sigma dapat dilihat pada Tabel 2.1. Six Sigma dapat dijadikan ukuran target kinerja sistem industri tentang bagaimana baiknya suatu proses transaksi produk antara pemasok (industri) dan pelanggan (pasar). Tabel 2.1. Defects per Million Opportunities at Various Sigma Levels Sigma Level Defects per Million Opportunities 690.000 One Sigma 308.000 Two Sigma 66.800 Three Sigma 6.210 Four Sigma 230 Five Sigma 3,4 Six Sigma Sumber : Drake, 2008: 35 Terdapat enam aspek kunci yang perlu diperhatikan dalam aplikasi konsep Six Sigma, yaitu: 1. Identifikasi pelanggan anda 2. Identifikasi produk anda 3. Identifikasi kebutuhan anda dalam memproduksi produk untuk pelanggan 4. Definisikan proses anda
Universitas Sumatera Utara
5. Hindari kesalahan dalam proses anda dan hilangkan semua pemborosan yang ada. 6. Tingkatkan proses anda secara terus-menerus menuju target Six Sigma. Apabila konsep Six Sigma akan diterapkan dalam bidang manufacturing, perhatikan enam aspek berikut: a. Identifikasi karakteristik produk yang akan memuaskan pelanggan anda (sesuai kebutuhan dan ekspektasi pelanggan) b. Mengklasifikasikan semua karakteristik kualitas itu sebagai CTQ (criticalto-quality) individual. c. Menentukan apakah setiap CTQ itu dapat dikendalikan melalui pengendalian material, mesin, proses-proses kerja, dll. d. Menentukan batas maksimum toleransi untuk setiap CTQ sesuai yang diinginkan pelanggan (menentukan nilai USL dan LSL dari setiap CTQ) e. Menentukan maksimum variasi proses untuk setiap CTQ (menentukan nilai maksimum standar deviasi untuk setiap CTQ) f. Mengubah desain produk dan/atau proses sedemikian rupa agar mampu mencapai nilai target Six Sigma yang berarti memiliki indeks kemampuan proses, C pm minimum sama dengan dua (C pm ≥ 2).
Universitas Sumatera Utara