BAB 2 LANDASAN TEORI
2. 1
Ergonomi Nurmianto (2003 : 1) mengatakan istilah ergonomic berasal dari bahasa latin yaitu ergon yang berarti kerja dan nomos yang berarti hukum alam dan juga dapat didefinisikan sebagai studi tentang aspek – aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yaitu ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi, engineering, manajemen dan desain / perancangan. Selain itu, ergonomi berkenaan pula dengan optimisasi, efisiensi, kesehatan, keselamatan dan kenyamanan manusia di tempat kerja, di rumah, dan tempat rekreasi. Penerapan ergonomi pada umumnya merupakan aktivitas mengenai desain atau re-desain. Hal ini meliputi perangkat keras seperti alat perkakas kerja, pegangan alat kerja, kursi kerja, sistem pengendali dan lain-lain. Ergonomi juga memberikan peranan penting dalam meningkatkan faktor keselamatan dan kesehatan kerja, misalnya : desain suatu sistem kerja untuk mengurangi rasa nyeri dan ngilu pada sistem kerangka dan otot manusia. Hal ini adalah untuk mengurangi ketidaknyamanan visual dan postur kerja, desain suatu perkakas kerja untuk menghilangi kelelahan bekerja dan hilangnya risiko kesehatan akibat metode yang tidak benar.
2. 2
Risiko ergonomi Risiko yang terpenting dari faktor ergonomi dalam tempat kerja adalah musculoskeletal disorders (MSDs) atau gangguan otot. Gangguan otot merupakan cedera atau gangguan pada otot, saraf, tendon, sendi, tulang rawan, dan tulang belakang. Berdasarkan hasil penelitian dalam buku Industrial Ergonomic gangguan otot yang paling sering banyak dialami dalam dunia industri adalah tulang belakang atau biasa disebut Low Back Pain (LBP) dan keluhan tersebut dialami kurang lebih 70% - 80% oleh para pekerja (Pulat, Alexander, David, 1995:41). Low Back Pain ini memungkinkan timbul dalam jangka waktu yang cukup lama (adanya kumulatif risiko). Adapun faktor-faktor yang memicu LBP ini antara lain: • Pekerjaan yang berulang-ulang dilakukan. • Postur tubuh yang tidak nyaman • Kecepatan gerakan • Putaran pada sendi • Getaran Untuk mengukur suatu risiko pekerjaan dari segi ergonomi, terdapat beberapa metode yang digunakan dan salah satunya adalah Ovako Working Analysis System (OWAS). Untuk memperbaiki posisi kerja secara ergonomi maka dapat dilakukan dengan pembuatan alat bantu pekerjaan dan penyesuaian postur kerja yang lebih baik.
3
4
2. 3
Ovako Working Analysis System (OWAS) OWAS merupakan sebuah metode ergonomi yang digunakan untuk mengevaluasi postural stress pada pekerja yang dapat mengakibatkan musculoskeletal disorders atau kelainan otot. Metode ini dimulai pada tahun 1970-an di perusahaan Ovako Oy Finlandia. Dikembangkan oleh Karhu dan kelompoknya di Laboratorium Kesehatan Buruh Finlandia yang mengkaji tentang pengaruh sikap kerja terhadap gangguan kesehatan seperti sakit pada punggung, leher, bahu, kaki, dll. Penelitian tersebut memfokuskan hubungan antara postur kerja dengan berat beban. Seiring berjalannya waktu, metode ini disempurnakan oleh Stofert pada tahun 1985. Metode OWAS memberikan informasi mengenai penilaian postur tubuh pada saat bekerja sehingga dapat melakukan evaluasi dini atas risiko kecelakaan tubuh manusia yang terdiri atas beberapa bagian penting, yaitu (Anggraini, Pratama : 2012) : 1. Punggung (back) 2. Lengan (arm) 3. Kaki (leg) 4. Beban kerja (load) Penilaian tersebut digabungkan untuk melakukan perbaikan kondisi bagian postur tubuh yang berisiko terhadap kecelakaan. Berikut penilaian terhadap gerakan atau postur tubuh pada saat bekerja : 1. Penilaian pada punggung (back) diberikan nilai 1 – 4
Sumber : Anggraini & Pratama, Analisis Postur Kerja Dengan Menggunakan Metode Ovako Working Analysis System (OWAS) pada stasiun pengepakan bandela karet (studi kasus di PT. Riau Crumb Rubber Factory Pekanbaru). (2012)
Gambar 2.1 Penilaian Punggung
5 2.
Penilaian pada lengan (arm) diberikan nilai 1 – 3
Sumber : Anggraini & Pratama, Analisis Postur Kerja Dengan Menggunakan Metode Ovako Working Analysis System (OWAS) pada stasiun pengepakan bandela karet (studi kasus di PT. Riau Crumb Rubber Factory Pekanbaru). (2012)
Gambar 2.2 Penilaian Lengan
3. Penilaian pada kaki (legs) diberikan nilai 1 – 7
Sumber : Anggraini & Pratama, Analisis Postur Kerja Dengan Menggunakan Metode Ovako Working Analysis System (OWAS) pada stasiun pengepakan bandela karet (studi kasus di PT. Riau Crumb Rubber Factory Pekanbaru). (2012)
Gambar 2.3 Penilaian Kaki 4. Penilaian pada beban (load) diberikan nilai 1 – 3
Sumber : Anggraini & Pratama, Analisis Postur Kerja Dengan Menggunakan Metode Ovako Working Analysis System (OWAS) pada stasiun pengepakan bandela karet (studi kasus di PT. Riau Crumb Rubber Factory Pekanbaru). (2012)
Gambar 2.4 Penilaian Beban
6
Hasil dari analisa metode OWAS diberi penilaian kedalam 4 kategori skala sikap kerja yaitu : Tabel 2.1 Penilaian Sikap Kerja
Sumber : Anggraini & Pratama, Analisis Postur Kerja Dengan Menggunakan Metode Ovako Working Analysis System (OWAS) pada stasiun pengepakan bandela karet (studi kasus di PT. Riau Crumb Rubber Factory Pekanbaru). (2012)
Hasil akhir dari analisa OWAS secara keseluruhan dimasukkan kedalam tabel yang disebut ‘Tabel Kategori Tindakan Kerja OWAS’. Berikut contoh tabel tersebut.
Tabel 2.2 Tabel Kategori Tindakan Kerja OWAS
Sumber : Anggraini & Pratama, Analisis Postur Kerja Dengan Menggunakan Metode Ovako Working Analysis System (OWAS) pada stasiun pengepakan bandela karet (studi kasus di PT. Riau Crumb Rubber Factory Pekanbaru). (2012)
Tabel diatas menjelasakan klasifikasi postur kerja ke dalam kategori tindakan. Contoh postur kerja dengan kode 2352 yang berarti postur tersebut masuk dalam kategori tindakan dengan derajat perbaikan level 4. Artinya pada sikap kerja tersebut memiliki bahaya bagi sistem musculoskeletal yang akan menyebabkan MSDs, maka sangat diperlukan perbaikan secara langsung atau saat ini juga. 2. 4
Kaizen Kaizen berasal dari bahasa Jepang yang berarti perbaikan terus menerus. Kato (2011:45) mengatakan bahwa kaizen adalah perjalanan pembelajaran dengan mempelajari proses dan menemukan cara untuk memperbaiki. Hal ini sejalan dengan sikap kaizen, yaitu :
7
1. 2. 3. 4.
Dapatkan fakta dari sumbernya Jangan terpengaruh oleh gagasan yang ada Melatih pengamatan dengan sesama Sikap tenang
Dari ke 4 sikap kaizen tersebut, sesungguhnya hal yang paling mendasar adalah mendapatkan fakta langsung dari sumbernya. Dalam bahasa Jepangnya adalah Genba Genchi Genbutsu yang berarti pergi langsung ke lokasi dan melihat kondisi yang sesungguhnya. Hal ini tentunya akan membuat kita mengamati dan mempelajari proses yang terjadi dan mendapatkan fakta-fakta dari proses tersebut dimana data-data tersebut nantinya akan kita jadikan dasar untuk membuat suatu perbaikan atau improvment. 2.5
Jenis Servis Dalam melakukan perbaikan / perawatan untuk kendaraan, Auto2000 memiliki beberapa kategori / jenis servis kendaraan. Hal ini bertujuan untuk memudahkan dalam mengerjakan pekerjaan tersebut. Adapaun jenis perbaikan atau servis di Auto2000 ada 3, yaitu Express Maintenance, Servis Berkala Eksternal dan General Repair. Adapun pengertian dari ketiga jenis pekerjaan tersebut sebagai berikut : a. Express Maintenance (EM) adalah pekerjaan servis berkala dengan stall atau area kerja khusus dimana peralatan atau tools yang digunakan sudah tersedia di stall atau area kerja tersebut. b. Servis Berkala Eksternal (SBE) adalah pekerjaan servis berkala dengan stall atau area kerja dimana peralatan atau tools yang digunakan tidak disediakan di area kerja tersebut. c. General Repair (GR) adalah pekerjaan di luar servis berkala, biasanya berupa keluhan dari pelanggan.
2.6
Manual Material Handling Meskipun telah banyak mesin yang digunakan dalan bidang industri untuk mengerjakan pemindahan barang atau material, namun jarang sekali ditemukan otomasi sempurna di dalam dunia industri. Terlebih lagi adanya pertimbangan ekonomis seperti mahalnya harga mesin otomasi atau karena kebutuhan yang hanya membutuhkan peralatan yang sederhana. Masih ada kegiatan manual di berbagai tempat kerja. Salah satu bentuk kegiatan manual yang sering kita jumpai dalam dunia industri adalah manual material handling. Manual material handling adalah suatu kegiatan transportasi yang dilakukan oleh pekerja dengan melakukan kegiatan pengangkatan, penurunan, mendorong, menarik, mengangkut dan memindahkan barang. Adapun manual material handling yang sering dilakukan di dalam dunia industri menurut Pratama dalam skripsinya (2009) yang berjudul Analisis Posisi Kerja Bagian Pengelasan di Bengkel Perbaikan Bodi Kendaraan Roda Empat dengan Menggunakan Virtual Environment Modelling sebagai berikut : 1. Kegiatan mengangkat benda (Lifting Task) 2. Kegiatan mengantar benda (Caryying Task)
8
3. Kegiatan mendorong benda (Pushing Task) 4. Kegiatan menarik benda (Pulling Tassk) Pemilihan manusia sebagai tenaga kerja dalam melakukan kegiatan penanganan material bukanlah tanpa alasan atau sebab. Penanganan material secara manual tentunya memiliki memiliki beberapa keuntungan, adapun keuntungan tersebut sebagai berikut : Fleksibel dalam melakukan gerakan sehingga memudahkan proses pemindahan beban pada ruang terbatas dan pekerjaan yang tidak beraturan. Tidak semua material dapat dipindahkan dengan alat Cost yang dikeluarkan jauh lebih murah dibandingkan menggunakan mesin untuk pengangkutan material yang ringan Ketika melakukan pekerjaan dengan kategori material handling, berat beban yang diangkat akan ditransfer ke salah satu bagian anggota tubuh kita. Dan beban berat yang diterima lebih besar dari berat berat beban yang diangkat tersebut. Sehingga pekerjaan seperti ini dapat meyebabkan cedera bagi pekerjanya. Untuk mengatasi atau mengeliminasi hal tersebut yang kurang efektif dan efisien tanpa mengesampingkan faktor keselamatan maka, terdapat 15 prinsip material handling sebagai prinsip yang menjadi dasar pengelolaan yaitu : 1. Sistem material handling harus memenuhi tujuan dan keinginan mendatang 2. Integritas yang tinggi 3. Mempertimbangkan kemampuan dan batasan manusia 4. Biaya per unit yang lebih murah 5. Faktor energi yang diikutsertakan dalam justifakasi ekonomi 6. Pengunaan ruangan yang tepat 7. Memanfaatkan gaya berat 8. Komputerisasi 9. Arus data integrasi dengan arus fisik material 10. Urutan operasi dan tata letak yang tepat 11. Standarisasi 12. Mekanisasi 13. Tidak berdampak negatif pada lingkungan 14. Simpel dan terkombinasi 15. Metode dan peralatan yang dipilih dapat digunakan untuk bermacam – macam tugas dalam berbagai kondisi operasi
2.7
Antropometri Menurut Wignjosoebroto (2003:60) istilah antropometri berasal dari anthro yang berarti manusia dan metri yang berarti ukuran. Secara definisi harfiah antropometri dapat dinyatakan sebagai satu studi yang berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia. Manusia pada dasarnya memiliki bentuk, ukuran seperti tinggi, lebar, berat dll. yang membedakan antara satu dengan yang lainnya. Antropometri secara luas akan digunakan sebagai pertimbangan-pertimbangan ergonomis dalam proses perancangan (desain) pro-
9
duk maupun sistem kerja yang akan memerlukan interaksi manusia. Biasanya data antropometri akan diaplikasikan dalam beberapa hal, antara lain : • Perancangan areal kerja (work station, interior mobil, dan lain-lain) • Perancangan peralatan kerja seperti mesin, equipment, perkakas (tools) dan sebagainya. • Perancangan produk-produk konsumtif seperti pakaian, kursi/meja komputer dll. • Perancangan lingkungan kerja fisik. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data antropometri akan menentukan bentuk, ukuran dan dimensi yang tepat berkaitan dengan produk yang dirancang dan manusia yang akan mengoperasikan / menggunakan produk tersebut. Dalam hal ini maka perancangan produk harus mampu mengakomodasikan dimensi tubuh dari populasi terbesar yang akan menggunakan produk hasil rancangannya tersebut. Secara umum sekurang-kurangnya 90 % - 95 % dari populasi yang menjadi target dalam kelompok pemakai suatu produk haruslah mampu menggunakannya dengan selayaknya. Adapun data antropometri yang dibutuhkan sebagai berikut :
Sumber : Chuan, Markus & Naresh, Anthropometry of the Singaporean and Indonesian Populations. (2010)
Gambar 2.6 Pegukuran Antropometri untuk Perancangan
10
Tabel 2.3 Data Antropometri Laki-Laki Indonesia-Singapura
Sumber : Chuan, Markus & Naresh, Anthropometry of the Singaporean and Indonesian Populations. (2010)